OLEH KELOMPOK 2 :
2023
KATA PEGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, yang telah memberikan nikmat yang tak terhitung jumlahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul’’ PEMBAGIAN KUOTA
PENGANGKAPAN ’’.Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada Dosen
pengampuh mata kuliah HUKUM LAUT ,Dan juga semua orang yang terlibat dalam
penyusunan makalah ini. kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan. Semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua,
khususnya kepada para pembaca.
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.3 MANFAAT.......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................6
2.3
2.4
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Jalur penangkapan ikan dalam sebuah negara harus diatur di atas hukum. Begitu pula
dengan Indonesia. Jalur penangkapan ikan diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan
Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia. Jalur penangkapan ikan adalah wilayah perairan yang merupakan bagian
dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Hal ini untuk
mengatur dan mengelola kegiatan penangkapan yang menggunakan alat penangkapan ikan
yang diperbolehkan dan/atau yang dilarang. WPPNRI merupakan wilayah pengelolaan
perikanan untuk penangkapan ikan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan,
laut teritorial, zona tambahan, dan Tujuan diaturnya jalur penangkapan ikan untuk
mewujudkan pemanfaatan sumber daya ikan yang bertanggung jawab, optimal, dan
berkelanjutan. Selain itu untu mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan
berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan.
Perairan dangkal dengan ukuran kurang dari 200 meter. Terdiri dari lima wilayah,
yaitu:
Perairan dalam memiliki kedalaman lebih dari 200 meter. Terdiri enam wilayah,
sebagai berikut:
1. WPPNRI 572, meliputi perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat
Sunda.
2. WPPNRI 573, meliputi perairan Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah
selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat.
3. WPNNRI 714, meliputi perairan Teluk Toto dan Laut Banda.
4. WPPNRI 715, meliputi perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut
Seram, dan Teluk Berau.
5. WPPNRI 716, meliputi perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera.
6. WPPNRI 717, meliputi perairan Teluk Cendrawasih an SamudraPasifik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 tentang
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, wilayah perairan Indonesia
terbagi menjadi 11 wilayah pengelolaan perikanan. Dasar penentuan wilayah pengelolaan
perikanan mengacu pada kondisi fisik, ekologi dan oseanografi perairan Indonesia. Selain itu
WPP RI dalam kodefikasinya juga mengacu pada kodefikasi Food and Agriculture
Organization (FAO) untuk dapat digunakan secara regional dan internasional. Secara
internasional, perairan untuk perikanan dibagi menjadi dua yaitu perairan umum dan perairan
darat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan untuk pembagian kode statistic kawasan
tersebut adalah sebagai berikut:
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 tentang Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia mendefinisikan WPP RI sebagai wilayah
pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian,
danpengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut
teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia. Keseluruhan wilayah
pengelolaan perikanan tersebut kemudian dibagi ke dalam 11 wilayah pengelolaan.
Adapun 11 wilayah pengelolaan perikanan Negara Indonesia yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Potensi erikanan utama yang berada di area 57 adalah shad, catfish, ponyfishes, croackers,
mullets, carangids, sarden, anchovies, tuna dan spesies mirip tuna, makarel, hiu, prawns,
udang, lobster, cockles, dan cephalopoda. Sementara perikanan pada area 71 sangat kaya
akan sumberdaya demersal, termasuk udang bungkuk (penaeid shrimp), dan sumberdaya
pelagis kecil. Sementara pada kawasan lepas pantai yang meliputi perluasan pulau-pulau
Samudera Pasifik, adalah kawasan yang sangat kaya akan ikan tuna.
Dengan wilayah laut Indonesia yang begitu luas, sangat dimungkinkan bahwa dengan
pengelolaan yang baik maka akan dapat mensejahterakan hidup masyarakat Indonesia.
Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan membenarkan potensi Indonesia
yang sangat kaya dengan hasil laut. Hal ini dibuktikan dengan nilai ekspor hasil perikanan
Indonesia yang jumlahnya cukup besar. Pada triwulan 1 tahun 2020, pemerintah mencatat
nilai ekspor hasil perikanan Indonesia pada Maret 2020 yang mencapai USD427,71 Juta atau
meningkat 3,92% dibandingkan dengan Maret 2019. Sedangkan volume ekspor hasil
perikanan pada Maret 2020 mencapai 105,20 ribu ton atau meningkat 4,89% dibandingkan
dengan Maret 2019. Adapun negara-negara yang menjadi tujuan ekspor terbesar adalah
Amerika Serikat, Tiongkok, beberapa negara di ASEAN, Jepang, dan Uni Eropa. Dari sisi
komoditas, udang mendominasi ekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai mencapai
USD466,24 juta (37,56%). Disusul tuna-tongkol-cakalang (TTC) dengan nilai USD 176,63
juta (14,23%), cumi-sotong-gurita dengan nilai USD 131,94 juta (10,63%), rajungan-kepiting
dengan nilai USD105,32 Juta (8,48%) dan rumput laut dengan nilai USD53,75 Juta (4,33%).
2.3 Terbentuknya wilayah penangkapan di indonesia
Perairan bagian timur Sulawesi Tenggara merupakan daerah penangkapan ikan yang
potensial dalam usaha perikanan tangkap. Usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan di
perairan tersebut banyak dilakukan oleh unit penangkapan bagan apung dan pukat cincin
yang beroperasi pada malam hari. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan
memanfaatkan sifat ketertarikan ikan terhadap cahaya. Ikan-ikan yang tertarik dengan cahaya
akan berkumpul dan saling berinteraksi di sekitar perairan yang dapat terjangkau oleh cahaya.
Sifat fototaksis positif dari ikan dan daerah penangkapan ikan yang potensial, dimanfaatkan
oleh nelayan bagan apung dan pukat cincin untuk memperoleh hasil tangkapan ikan secara
maksimal, dengan menggunakan lampu merkuri sebagai light fishing. Kegiatan penangkapan
ikan dengan light fishing dapat membentuk daerah penangkapan ikan yang optimal pada
malam hari dan menambah produksi hasil tangkapan ikan pada masing-masing unit
penangkapan ikan. Namun peningkatan produksi hasil tangkapan tidak diikuti dengan
peningkatan produktivitasnya. Tujuan penelitian ini adalah
(1) Memformulasikan proses terbentuknya daerah penangkapan ikan dalam perikanan light
fishing;
(2) Menentukan dampak perikanan light fishing terhadap aspek biologi, ekologi, sosial dan
ekonomi hubungannya dengan perikanan yang berkelanjutan. Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi bahan informasi bagi akademisi mengenai penelitian daerah penangkapan ikan di
perairan Sulawesi Tenggara, dan bahan acuan bagi pemerintah daerah Sulawesi Tenggara
serta dinas kelautan dan perikanan dalam perencanaan dan pengelolaan daerah penangkapan
ikan untuk perikanan yang berkelanjutan.
(1) Formulasi terbentuknya daerah penangkapan ikan dipengaruhi oleh tingkah laku
ikan yang tertarik terhadap sumber cahaya (fototaksis positif), ditemukan pada ikan teri
(Stolephorus sp), tongkol komo (Euthynnus affinis), tembang (Sardinella gibbosa), talang-
talang (Scomberoides commersonnianus), kuweh (Caranx sexfasciatus dan Carangoides
praeustus), layur (Lepturacanthus savala), peperek (Leiognathus spp), alu-alu (Sphyraena
jello), kerong-kerong (Leptojulis cyanopleura), bawal hitam (Parastromateus niger), udang
putih (Penaeus indicus), dan cumi-cumi (Loligo sp). Ikan berada di daerah penangkapan ikan
untuk tujuan mencari makan ditemukan pada ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), lemuru
(Sardinella lemuru), selar (Selar crumenophthalmus dan Selaroides leptolepis), layang
(Decapterus macrosoma), kembung laki-laki ((Rastrelliger kanagurta), madidihang (Thunnus
albacares) dan lemadang (Coryphaena hippurus). (2) Dampak perikanan light fishing
terhadap aspek ekonomi secara finansial memberikan keuntungan yang sangat baik pada unit
penangkapan ikan pukat cincin dan bagan apung. Namun pada aspek biologi, ekologi dan
sosial memberikan dampak yang kurang baik yaitu (i) banyaknya komposisi ukuran spesies
yang tertangkap belum layak tangkap; (ii) adanya indikasi tekanan dalam penangkapan
spesies tertentu yang akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem dalam proses rantai
makanan; (iii) menurunnya produktivitas perikanan di perairan bagian timur Sulawesi
Tenggara, akan berdampak pada konflik dalam pemanfaatan daerah penangkapan ikan.
saat ini pihaknya tengah menyusun aturan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
tentang kuota Ikan dan Keputusan Menteri tentang Pelabuhan Pangkalan PIT. Kedua aturan
tersebut ditargetkan rampung pada November 2023. Ia menyebut, adanya kebijakan
penangkapan ikan terukur dapat meningkatkan PNBP sektor perikanan. Menurutnya, dengan
kondisi saat ini, potensi penerimaan PNBP diperkirakan dapat mencapai Rp 1,6 triliun sampai
Rp 2,5 triliun.
Nantinya, setelah penerapan PIT, pendataan hasil tangkapan perikanan akan lebih
baik tata kelolanya. "Untuk total eksisting yang sekarang ada, belum pendatang baru dan
sebagainya, tapi bagaimana kita mengefektifkan di semua pelabuhan terdata dengan baik. Itu
implikasinya PNBP nya meningkat, Lebih lanjut, Agus mengatakan, implementasi PIT akan
berdampak pada keberlanjutan sumber daya ikan dan pemerataan ekonomi di setiap wilayah
pengelolaan perikanan (WPP). Ia menambahkan, saat ini nelayan semakin jauh melaut
sehingga adanya migrasi perizinan dari izin pemerintah daerah ke izin pemerintah pusat.
Sebab, sesuai dengan UU, kapal perikanan yang menangkap ikan di atas 5 GT atau 12 mil
harus berpindah izin ke pemerintah pusat.
"Sekarang bermigrasi jalan dari kurang lebih yang sudah jadi SIUP (surat izin usaha
perikanan) hampir 4.000 kapal dan sekarang yg sudah jadi SIPI (surat izin penangkapan ikan)
kurang lebih hampir 3.000 kapal," ungkap Agus. Seperti diketahui, Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) telah memperbarui data estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) yang
ada di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) menyusul
terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (Kepmen KP) Nomor 19 Tahun 2022.
Kepmen KP Nomor 19/2022 isinya tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah
Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan (JTB), dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di
Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik. Sesuai Kepmen KP tersebut, total estimasi
potensi sumber daya ikan di 11 WPPNRI sebanyak 12,01 juta ton per tahun dengan JTB 8,6
juta ton per tahun. Estimasi potensi tersebut dibagi dalam sembilan kelompok sumber daya
ikan yaitu ikan demersal, ikan karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan ,
kepiting dan pelagis besar.
Kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota membagi wilayah pengelolaan perikanan
(WPPNRI) ke dalam enam zona. Zona itu meliputi zona 1 yakni WPPNRI 711 (perairan Selat
Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara), zona 2 meliputi WPPNRI 716 (perairan Laut
Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera), serta WPPNRI 717 (perairan Teluk
Cendrawasih dan Samudra Pasifik), dan laut lepas Samudra Pasifik.
Adapun zona 3 meliputi WPPNRI 715 (perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut
Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau), WPPNRI 718 (perairan Laut Aru, Laut Arafuru,
dan Laut Timor bagian timur), dan WPPNRI 714 (perairan Teluk Tolo dan Laut Banda).
Zona 4 meliputi WPPNRI 572 (perairan Samudra Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat
Sunda), WPPNRI 573 (perairan Samudra Hindia sebelah selatan Jawa hingga sebelah selatan
Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagian barat), dan laut lepas Samudra Hindia.
Sementara zona 05 meliputi WPPNRI 571 (perairan Selat Malaka dan Laut Andaman) dan
zona 06 meliputi WPPNRI 712 (perairan Laut Jawa) dan WPPNRI 7l3 (perairan Selat
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali).
Dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 28/2023 disebutkan, kuota
industri pada zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4 dapat dimanfaatkan oleh badan usaha
penanaman modal dalam negeri serta pemodal asing. Sementara zona 5 dan zona 6
dimanfaatkan oleh penanaman modal dalam negeri.
BAB III
PENUTUB
3.1 KESIMPULAN
Kuota penangkapan ikan terbagi atas kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota
kegiatan bukan untuk tujuan komersial. Kuota industri diberikan untuk perserorangan dan
badan usaha yang berbadan hukum. Penetapan kuota penangkapan ikan dihitung berdasarkan
ketersediaan sumber daya (stok) ikan dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB), serta
mempertimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan. merujuk pada Pasal 112
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2023, kuota penangkapan ikan
mulai berlaku sejak 1 Januari 2024. Pemberian kuota tangkapan itu dalam bentuk sertifikat
kuota penangkapan ikan (SKPI) bagi kapal perikanan yang memiliki izin penangkapan
(SIPI). Sosialisasi dan sinergi, baik eksternal maupun internal, terus dilakukan agar
implementasi kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota berjalan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hatcher, A., Pascoe, R., Banks and Arnason, R. (2002). Future Options for UK Fish Quota
Nurhadianto, Fajar. “Sistem Hukum Dan Posisi Hukum Indonesia.” Jurnal TAPIs 11, no. 1
(2015)
Rans E. Lidkadja & Daniel F. Bassie.1985. Hukum Laut Dan Undang-Undang Perikanan.