Anda di halaman 1dari 16

PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

DI INDONESIA
EKONOMI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

OLEH KELOMPOK 7 :

1. Ni Ketut Daena Nila Sucipta (01)


2. I Made Yusa Aditya Karma Putra (14)

EKONOMI PEMBANGUNAN REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019/2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
SUBTOPIK
2.1 Pengertian Sumber Daya Perikanan ...................................................... 2
2.2 Cakupan Sumber Daya Perikanan di Indonesia .................................... 3
2.3 Sifat dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan .................................... 4
2.3.1 Sifat Sumber Daya Perikanan ...................................................... 4
2.3.2 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan .......................................... 5
2.4 Penangkapan Statis dan Dimanis .......................................................... 7
2.5 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis Masyarakat ................. 9
KESIMPULAN .................................................................................................... 12
BAGAN ALIR ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 14

ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lebih dari 2/3 permukaan bumi tertutup oleh samudra. Ekosistem perairan ini
merupakan sumber dari berbaai macam produk dan jasa yang bermanfaat bagi
manusia dan ekologi bumi. Dari laut manusia dapat menggunakannya untuk
perikanan komersial, perikanan rekreasi (termasuk ikan hias untuk akuarium),
wisata bahari, jasa transportasi, pengendalian atmosfer bumi dan iklim, serta
sebagai sumber pertambangan dan juga sumber energi. Permukaan laut yang luas
menyimpan energi yang luar biasa besarnya daam sistem ekologi bumi.
Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari
sisi luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai.
Sebagai Negara kepulauan, hampir 2 pertiga wilayahnya adalah lautan. Luas
lautnya sekitar 3,1 juta km2, yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2
dan perairan laut territorial 0,3 km2. Bila ditambah dengan erairan Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (ZEEI), maka secara keseluruhan luas perairan laut di
Indonesia adalah 5,8 juta km2. Sementara itu, garis pantai yang dimiliki Indonesia
mencapai 81.800 km. Garis pantai ini termasuk salah saatu garis pantai yang
paling panjang di dunia (Nazaruddin 2001). Perairan yang berada di bawah
kedaulatan dan yurisdiksi NKRI dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
merupakan behkah untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia.
Dalam rangka pelaksaan pembangunan nasional pengelolaan sumber daya
ikan (SDI) perlu dilaksanakan sebaik-baiknya berdasarkan keadilan dan
pemerataan dalam pemanfaatannya dengan mengutamakan perluasan kesempatan
kerja dan peningkatan taraf hidup bagi nelayan, pembudidayaan ikan, dan/atau
pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan perikanan, serta terbinanya pelestarian
SDI dan lingkungannya.

1
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sumber Daya Perikanan


UU no.31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 1 menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan
lingkungannya dimulai dari periode sebelum produksi, produksi, pengolahan
sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam satu sistem bisnis
perikanan.
Ketentuan dalam UU tersebut mengandung terminologi :
a. Pengelolaan dan pemanfaatan, dan
b. Sumber daya ikan.

Pengelolaan dan pemanfaatan (perikanan) atadah satu proses yang


terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan,
konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya
dalam upaya menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan
pengelolaan (pemanfaatannya).
Yang dimaksud dengan ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh
atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
Sedangkan sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan. Jenis ikan
dalam satu sistem bisnis perikanan di Indonesia dibedakan menjadi : untuk
konsumsi, dan untuk non konsumsi.
Selanjutnya SDI untuk konsumsi dibedakan menjadi tujuh kelompok :
a. SDI Pelagis Besar : Tuna besar, Tuna mata besar, Tuna sirip biru,
Tuna ekor panjang, Jenis Ikan Pedang, Jenis tuna kecil seperti cakalang,
dan Jenis ikan tongkol seperti ikan curut.
b. SDI Pelagis Kecil : Meliputi Ikan Layang, teri, lemuru, tembang,
kembung, iakn terbang, dan lain-lain.
c. SDI Demersal : Kakap merah, Mayung, Gerot-gerot, kurisi,
beloso, kunciran, layur, pepetek, dan bawal putih.

2
d. SDI Udang Peneid dan Jenis Krustasea lainnya : udang putih, udang
jerbung, udang windu, udang bado, udang dogol, udang api-api, jenis
uang karang, jenis kepiting bakau, dan jenis rajungan.
e. SDI Karang Konsumsi : Ikan ekor kuning, Pisang-pisang, kerapu, sunu,
kerapu tikus, kakap, baronang.
f. SDI Lobster : termasuk jenis udang dan lobster.
g. SDI Cumi-cumi : Jenis loligo edulis dan jenis cumi lainnya.

Sedangkan, SDI Non Konsumsi dibedakan menjadi 2, yakni :


a. SDI Hias : Indonesia memiliki ± 253 jenis ikan hias laut,
diantaranya Famili Romacanthidae, Famili Labridae, Famili
Acanthuridae, Famili Chaetodontidae, dan Famili Scorpaenidae.
b. SDI Benih Alam Komersial : Kakap Putih, Kerapu, Bandeng, Baronang
dan Udang.

2.2 Cakupan Sumber Daya Perikanan di Indonesia


Status dan kedudukan wilayah perairan Indonesia bagi Indonesia sebagai
Negara kepulauan sangat penting untuk dipahami, dan implikasinya terhadap
pengelolaan dan pemanfaatan potensi perikanan. Persoalannya kemudian,
apakah wilayah perairan Indonesia itu sekaligus menjadi wilayah perikanan
Indonesia? Dalam pandangan hukum ternyata wilayah Perairan Indonesia
tidaklah sekaligus berarti sebagai Wilayah Perikanan Indonesia. Pasal 2
Undang-undang No. 9 Tahun 1996 Tentang Perikanan menyebutkan wilayah
Perikanan Indonesia meliputi : Perairan Indonesia; Sungai, Danau, Waduk,
Rawa, dan Genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia; dan
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Sementara itu Pasal 3 UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
menyebutkan wilayah Perairan Indonesia sebagai berikut ;
a. Wilayah Perairan Indonesia Meliputi laut teritorial Indonesia, yaitu jalur
laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal
kepulauan Indonesia.

3
b. Perairan kepulauan yakni semua perairan yang terletak pada sisi dalam
garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau
jaraknya dari pantai.
c. Perairan Pedalaman, yaitu semua perairan yang terletak pada sisi darat
dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk ke dalamnya
semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari satu garis
penutup.

Mempertemukan rumusan peraturan perundang-undangan terhadap


Wilayah Perairan Indonesia dan Wilayah Perikanan Indonesia dapat ditarik
garis pembeda yang jelas yaitu, bahwa wilayah Perairan Indonesia hanyalah
satu bagian dari Wilayah Perikanan Indonesia. Wilayah Perikanan Indonesia
berdasarkan ketentuan hukum, lebih luas dari pada wilayah Perairan
Indonesia. Wilayah Perairan Indonesia hanya 12 mil laut – sejalan dengan
ZEE Indonesia.

Dengan masuknya ZEE Indonesia ke dalam wilayah perikanan Indonesia,


ia sekaligus melahirkan adanya hak dan kewajiban Indonesia dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE dan di Perairan
Indonesia. Seperti diketahui keberadaan dan fungsi ZEEI dalam perspektif
hukum laut pada hakikatnya tidak sama, sekalipun ia sama-sama merupakan
wilayah perikanan Indonesia.

2.3 Sifat dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan


2.3.1 Sifat Sumber Daya Perikanan
Pertanyaan yang relevan untuk memahami lebih dalam mengenai sifat SDI
adalah mengenai siapa pemiliknya. Siapakah yang memiliki SDI di laut, di
selat, di samudra lepas, di sungai, di danau dan sebagainya. Benarkah di
Indonesia pemerintah memiliki perikanandi Indonesia? Ataukah pemerintah
hanya menguasai? Pertanyaan lain yang lebih serupa adalah siapakah yang
memiliki udara atau air bersih di Denpasar, misalnya? Mungkin anda

4
menjawab milik umum atau malah tidak ada yang memiliki. Dalam hal ini
berlaku istilah "Everyone's property is no one's property" atau no one's
property is every one's property."
Dalam keadaan tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya seperti
SDI ini akan terjadi saling berebut dalam pemanfaatannya. Sebagai contoh, di
satu sungai misalnya terdapat SDI yang cukup banyak. Seorang yang
memancing ikan di tempat itu tidak mempunyai kewenangan untuk melarang
orang lain untuk ikut memancing di tempat itu, bahkan dia tidak bisa melarang
orang lain untuk menggunakan berbagai cara penangkapan ikan (seperti jala)
Jadi cara pengambilan ikan bisa tidak terbatas. Akibatnya seorang mungkin
memperoleh ikan yang banyak dan orang lain sedikit atau tidak dapat ikan
sama sekali, timbul eksternalitas negatif terhadap beberapa pemancing. Tidak
ada seorang pun yang secara sukarela memelihara sumber daya yang demikian
itu, sehingga akan terjadi inefisiensi dan pemborosan pemakaian sumber daya
tersebut.
Dalam keadaan di mana tidak ada kepemilikan terhadap satu sumber daya,
maka dikatakan bahwa sumber daya itu milik umum, atau dengan kata lain
sebagai sumber daya publik, atau secara umum dikatakan barang publik.
Barang publik merupakan salah satu bentuk dari kegagalan pasar. Akan terjadi
pemborosan pemakaiannya (karena adanya penunggang bebas), terjadi
eksternalitas negatif dalam pengelolaannya sehingga diperlukan campur
tangan pemerintah. Perlu diingat bahwa istilah barang publik ini dilawankan
dengan barang privat dan bukan berarti barang yang disediakan oleh
pemerintah.
2.3.2 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
Pasal 1 UU no. 31 tahun 2004 tentang perikanan memberikan definisi
mengenai pengelolaan sumber daya ikan sebagai semua upaya, termasuk
proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan,
konsultasi pembuat keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi
serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang
perikanan, yang diakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan

5
untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan
tujuan yang telah disepakati.
Dari bunyi pasal tersebut sebenarnya sudah terkandung makna
pengelolaan yang berkelanjutan. Dalam pengelolaan sumber daya perikanan
yang berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan yang bersifat
ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat
pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan
perairan atau kemampuanpulih sumber daya ikan (atau istilahnya MSY -
maximum sustainableyield), sehingga generasi mendatang tetap memiliki aset
sumber daya alam (SDA) yang sama atau lebih banyak dari generasi saat ini.
Pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai
tiga tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni berkelanjutan secara ekologis,
sosial dan ekonomi (Bengen 2005 seperti pada Malawa 2006). Berkelanjutan
secara ekologi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI dimaksud harus dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan,
dan konservasi SDI termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity)sehingga
pemanfaatan SDI dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial
mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan
pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat,
pemberdayaan masyarakat identitas sosial dan pengembangan kelembagaan.
Sedang berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI
harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan
penggunaan SDI serta investasi secara efisien.
Nazaruddin (2001) menyarankan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan
hendaknya mencerminkan karakteristik yang responsive dengan memuat
prinsip-prinsip berikut:
a. Ideologi pengelolaan yang berbasis masyarakat (community based
Resources management).
b. Koordinasi dan keterpaduan antar sektor (integrated resourcemanagement
principle).

6
c. Bercorak komprehensif dan berintegrasi (resource ecosystemmanagement),
karena sumber daya perikanan merupakan satukesatuan ekologi yang
terintegrasi.
d. Transparan dan partisipatif (transparant and genuine publicparticipation).
e. Kewenangan di daerah berlandaskan prinsip desentralisasi yang
demokratis (decentralization principle).
f. Mekanisme pengawasan yang akuntabel (ublic acountablity principle).
g. Menghormati masalah penegakan hukum (law enforcement) dalam upaya
perlindungan kelestarian dan berkelanjutan sumber daya ikan.

2.4 Penangkapan Statis dan Dimanis


Sumber daya ikan senantiasa bergantung pada waktu, sehingga perlu
diketahui pola atau fungsi produksi ikan, pertumbuhan populasinya, dan apa
yang hendak dicapai dengan kendala tertentu. Fungsi produksi ikan atau
tingkat pertumbuhan populasi ikan biasanya mengikuti kurva pertumbuhan
seperti yang dilukiskan pada Peraga 2.1
Pertumbuhan bobot ikan, demikian juga nilai ekonomisnya, pada awalnya
meningkat secara absolut kemudian semakin lamban menielang umur dewasa
pada titik B. Pengambilan kan pada titik A akan menghasilkan ikan dengan
nilai AN. Rata-rata pendapatan pertahun umurikan ditunjukkan oleh lereng
garis 0A Pengambilan lkan pada titik M akan menghasilkan pendapatan
tahunan setinggi MT, yang memberikan keuntungan maksimum yang
berkelanjutan (Maksimum Sustainable Profit) dan tingkat pendapatan tahunan
ini optimum pada tingkat diskonto sebesar nol. Perlu dicatat bahwa ikan
jangan ditangkap kalau sudah mencapai umur terlalu tua atau terlalu muda.

7
Peraga 2.1 Kurva Pertumbuhan Ikan

Peningkatan pendapatan dapat dicapai dengan mengurangi umur


penangkapan dan dengan tingkat diskonto yang positif, sehingga periode
rotasi akan semakin pendek. Namun perlu dicatat bahwa sulit untuk
menentukan jenis ikan yang akan ditangkap. Ukuran mata jala juga tergantung
pada intensitas usaha penangkapan. Dalam pola penangkapan ikan yang statis
perlu diperhatikan nilai kelangkaan (searcity rent), yakni nilai ikan pada waktu
yang akan datang yang cenderung meningkat dengan meningkatnya biaya
peningkatan ikan saat ini karena berkurangnya populasi ikan itu sendiri. Untuk
mempertahankan keberadaan populasi harus diusahakan untuk meningkatkan
pertumbuhan populasi ikan dan menekan biaya penangkapan serta
meningkatkan scarcity rent. Hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat
penangkapan adalah ketika tingkat bunga tinggi, tingkat penangkapan ikan
akan cenderung tinggi untuk menutupi biaya investasi yang malah. Sedangkan
sebaiknya apabila tingkat bunga rendah, jumlah populasi ikan akan bertambah
karena orang cenderung memperlambat proses penangkapan. Apabila scarcity
rent sebesar nol maka harga ikan cenderung sama dengan biaya marginal
penangkapan ikan sehingga penangkapan ikan cukup tinggi. Jadi, pada
dasarnya, dalam penangkapan sumber daya ikan yang statis kita tidak
menggunakan tingkat penangkapan yang secara ekonomis efisien karena kita
tidak mengetahui secara pasti mengenai kondisi-kondisi yang dihadapi. Pada

8
penangkapan yang bersifat dinamis sumber daya ikan dipandang sebagai milik
bersama. Dalam hal yang demikian ini, cara-cara berikut ini dapat dikerjakan:
a. Melarang penangkapan ikan pada satu musim tertentu,
b. Menutup daerah penangkapan tertentu, dan
c. Membatasi jumlah ikan yang ditangkap.

Usaha-usaha tersebut perlu dibarengi dengan usaha ekstra yang berupa


peningkatan pengawasan dan penerapan hukum secara mendasar di samping
pengawasan teknologi penangkapan ikan yang sesuai seperti penggunaan jala
atau alat tangkap lainnya. Di samping itu ada faktor penting, yaitu perlunya
campur tangan pemerintah dalam pengaturan pemberian izin penangkapan,
pengaturan pajak, dan pungutan yang dapat merangsang untuk usaha investasi
dengan kombinasi ketiga cara pengelolaan sumber daya ikan diatas. Jadi pada
prinsipnya pengelolaan penangkapan sumber daya ikan yang bersifat dinamis
menunjukkan maksimalisasi nilai yang ada pada saat ini menunjukkan
dinamika keluar masuknya perusahaan yang dikombinasikan dengan
keberadaan tertentu dari sumber daya ikan sehingga mendorong ke arah
industri yang tidak menguntungkan dan tidak stabil yang disebabkan oleh
kepunahan populasi ikan yang tidak disengaja.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya
ikan yang optimum dapat dicapai dengan jalan melibatkan masyarakat dan
pihak pemerintah karena kondisi sumber daya ikan yang bersifat milik umum
(barang publik).

2.5 Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis Masyarakat


Model pengelolaan sumber daya ikan yang mengandung 7 prinsip seperti
disarankan oleh Nazaruddin (2001) di atas adalah model pengelolaan berbasis
masyarakat setempat. Model yang demikian ini adalah satu strategi untuk
mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana pengambilan
keputusan tentang berkelanjutan sumber daya perikanan dalam
pemanfaatannya di daerah tersebut berada di tangan masyarakat setempat.

9
Sistem pengelolaan yang demikian ini menurut Bergen (2005) mempunyai
keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah:
a. Mampu mendorong pemerataan dalam pengelolaan SDI,
b. Mampu merefleksikan kebutuhan masyarakat lokal yang spesifik,
c. Mampu meningkatkan manfaat lokal bagi seluruh anggota masyarakat
yang ada,
d. Mampu meningkatkan efisiensi secara ekologis dan ekonomis,
e. Responsif dan adaptif terhadap variasi kondisi sosial dan masyarakat
sosial termotivasi untuk mengelola sumber dava lingkungan lokal,secara
berkelanjutan.
Sedangkan kelemahannya adalah:
a. Hanya dapat diterapkan dengan baik pada masyarakat yang kondisi
strukturnya masih sederhana dan wilayah perikanan yang tidak luas.
b. Tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat tentangpentingnya
lingkungan yang kurang.
c. Terjadi kesukaran dalam implementasi karena kurangmendapat dukungan.
d. Hanya efektif dalam kawasan pengelolaan yang batasgeografisnya jelas
dan terbatas.
e. Rentan terhadap intervensi luar atau peledakan permintaansumber daya
perikanan dan jasa lingkungan.

Menurut Bergen (2005) model pengelolaan sumber daya ikan berbasis


masyarakat ini dapat dikembangkan menuju model ko-manajemen untuk
menutupi kelemahan di atas dengan menambahkan beberapa syarat, seperti:
a. Masyarakat harus diberi hak dan kewajiban secara jelas apayang akan
dikelola wilayah, waktu, atau cara pengelolaan.
b. Dalam implementasi pengelolaannya, hukum adat dan hokum ulayat serta
kebiasaan lokal tidak boleh dikesampingkan dan kalau perlu diintegrasikan
ke dalam rencana pengembangan sumber daya perikanan.

10
c. Perlu mempertimbangkan kecenderungan masa lalu, saat sekarang, dan
yang akan datang dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
perikanan oleh masyarakat.
d. Rencana strategi pengelolaan harus mencerminkan kebutuhan nyata
masyarakat setempat.

11
KESIMPULAN

UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada Pasal 1 menyatakan bahwa


yang dimaksud dengan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya
dimulai dari periode sebelum produksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran yang dilaksanakan dalam satu sistem bisnis perikanan. Jenis ikan
dalam satu sistem bisnis perikanan di Indonesia dibedakan menjadi : untuk
konsumsi, dan untuk non konsumsi.
Pasal 2 Undang-undang No. 9 Tahun 1996 Tentang Perikanan menyebutkan
wilayah Perikanan Indonesia meliputi : Perairan Indonesia; Sungai, Danau,
Waduk, Rawa, dan Genangan air lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia;
dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Sifat dan Pengelolaan Sumber Daya Perikanan bersifat umum dimana tidak
ada kepemilikan terhadap satu sumber daya, maka dikatakan bahwa sumber
daya itu milik umum, atau dengan kata lain sebagai sumber daya publik, atau
secara umum dikatakan barang publik. Dalam pengelolaan sumber daya
perikanan yang berkelanjutan tidak melarang aktivitas penangkapan yang
bersifat ekonomi/komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa
tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity)
lingkungan perairan atau kemampuanpulih sumber daya ikan.
Dalam pola penangkapan ikan yang statis perlu diperhatikan nilai
kelangkaan (searcity rent), yakni nilai ikan pada waktu yang akan datang yang
cenderung meningkat dengan meningkatnya biaya peningkatan ikan saat ini
karena berkurangnya populasi ikan itu sendiri. Pada penangkapan yang bersifat
dinamis sumber daya ikan dipandang sebagai milik bersama.
Pengelolaan Sumber Daya Perikanan Berbasis Masyarakat adalah satu
strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, di mana
pengambilan keputusan tentang berkelanjutan sumber daya perikanan dalam
pemanfaatannya di daerah tersebut berada di tangan masyarakat setempat.

12
BAGAN ALIR

Terlampir

13
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, I Ketut. 2017. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Linkungan. Denpasar:
Udayana University Press

Boer, M. (2017). Jurnal Pengelolaan Perikanan Tropis. 01(01).

Sulaiman. (2010). Tantangan Pengelolaan Perikanan Di Indonesia, 52


(Desember 2010), 529-530.

14

Anda mungkin juga menyukai