Anda di halaman 1dari 14

2.

1 Skala Ekonomi dan Struktur Pasar


Untuk menganalisis dampak skala ekonomis terhadap struktur pasar, memang, kita perlu
menjelaskan tentang peningkatan produksi yang bagaimana diperlukan untuk menurunkan
biaya rata-rata. Skala ekonomis eksternal seperti bila biaya per unit tergantung pada besarnya
industri, tidak perlu pada besarnya satu perusahaan. Skala ekonomis internal terjadi jika
biaya per unit tergantung besarnya satu perusahaan, tak perlu pada besarnya industri.
Perbedaan antara skala ekonomi eksternal dan internal dapat dilukiskan dengan contoh
hipotetis. Bayangkan suatu industri yang mulanya terdiri dari 10 perusahaan, masing-masing
menghasilkan 100 perlengkapan. Kini pertimbangan dua kasus. Pertama, katakanlah ukuran
industri tersebut berlipat dua, sehingga kini terdiri dari 20 perusahaan, masing-masing
menghasilkan 100 perlengkapan. Akankah efisiensi produksi meningkat? Jika ya, ini
merupakan kasus skala ekonomis eksternal, efisiensi perusahaan-perusahaan meningkat
karena industrinya lebih besar, sekalipun setiap perusahaan ukurannya sama dengan
sebelumnya.
Di sisi lain, misalkan output industri yang bersangkutan tidak berubah, tetapi jumlah
perusahaan susut separuh, sehingga setiap perusahaan menghasilkan 200 perlengkapan. Jika
dalam kasus ini efisiensi mengalani peningkatan, maka terdapat skala ekonomis internal:
suatu perusahaan lebih efisien jika outputnya lebih banyak.
Skala ekonomis eksternal dan internal menimbulkan implikasi-implikasi yang berbeda
terhadap straktur industri. Suatu industri di mana skala ekonomisnya sepenuhnya eksternal
(yakni, di mana tak ada keunggulan bagi perusahaan-perusahaan dengan skala besar)
biasanya akan terdiri dari banyak perusahaan kecil, dan menjadi persaingan sempurna.
Sebaliknya, skala ekonomis intenal memberikan perusahaan-perusahaan besar keunggulan
biaya atas perusahaan perusahaan kecil dapat menimbulkan struktur pasar persaingan tak
sempurna.
Baik skala ekonomis eksternal maupun internal merupakan penyehab penting terjadinya
perdagangan internasional. Namun, penelitian terbaru mengenai peranan skala ekonomis
dalam perdagangan menitikberatkan pada ekonomis internal, karena dua alasan. Pertama,
skala ekonomis intemal lebih mudah diidentifikasikan dalam praktik dibandingkan dengan
skala ekonomis ekstermal. Para insinyur dapat memberikan perkiraan yang sangat baik
mengenai keuntungan-keuntungan produksi dengan skala besar di industri-industri
petrokimia, pesawat terbang, mobil, dan sehagainya dimana besarnya ekonomis eksternal
lebih sulit dipahami. Misalnya pasti suntu keuntungan bagi perusahaan perusahaan di industri
komputer untuk saling mendekat satu sama lain − jika tidak maka tak akan sebegitu banyak
perusahan-perusahaan berkerumun disekitar Boston's Route 128 – tetapi nilai dalam mata
uang dan pengelompokan tersebut sangat sulit untuk dibuktikan,
Alasan kedua mengapa penelitian memusatkan pada ekonomis internal ialah,
perkembangan perdagangan intermal yang timbul dari model-model perdagangan dengan
skala ekonomis internal yang dikembangkan akhir-akhir imi lebih sederhana dibandingkan
dengan perkembangan yang muncul dan model-model ekonomis eksternal. Alasan bagi
perbedaan ini akan dibahas kemudian dalam bab ini ketika beralih ke model-model ekonomis
eksternal.
Kita mengawali dengan model perdagangan yang didasarkan pada skala ekonomis intenal.
Namun, sebagaimana baru saja kita kemukakan, skala ekonomis internal menyebabkan
persaingan sempurna tak berlaku lagi. Ini memaksa kita meluangkan waktu untuk meninjau
persaingan tak sempurna sebelum kita dapat beralih ke analisis perdagangan internasional.

2.2 Teori Pasar Persaingan Tidak Sempurna


Di pasar persaingan sempurna, perusahaan-perusahaan tak bisa mempengaruhi harga
(price-taker), Artinya penjual barang yakin bahwa mereka dapat menjual sebanyak mungkin
yang mereka kehendaki pada harga yang berlaku, dan tak dapat mempengaruhi harga yang
mereka terima atas produk yang mereka jual. Misalnya, petani gandum dapat menjual
sebanyak mungkin yang ia inginkan tanpa perlu khawatir bahwa kalau ia mencoba untuk
menjual lebih banyak ia akan menekan harga pasar. Alasannya, tentu saja, ialah bahwa petani
gandum individual hanya merupakan bagian yang amat kecil dari pasar gandum global.
Namun, jika hanya sedikit sekali perusahan yang memproduksi suatu barang, masalahnya
jadi berbeda. Untuk mengambil contoh yang mungkin paling dramatis, pesawat Boeing
raksasa hanya menghadapi dua pesaing dalam produksi pesawat jet berbadan besar, Airbus
dan McDonnell-Douglas, dan pesaing-pesaing ini pun tidak menawarkan substitusi dekat
(close subtiute) bagi banyak produk-produk Boeing (misainya Boeing 747), Karena itu
Boeing sadar betul bahwa jika ia ingin menjual lebih banyak pesawat, ia dapat melakukannya
dengan sekedar menurunkan harga secara berarti. Maka, dalam persaingan tak sempurna
(imperfect competition), perusahaan-perusahaan sadar bahwa mereka dapat mempengaruhi
harga produk-produk mereka, dan bahwa mereka dapat menjual lebih banyak hanya dengan
menurunkan harga produk-produknya. Jika perusahaan tak dapat mempengaruhi harga, maka
kita perlu mengembangkan perangkat analisis tambahan untuk menjelaskan bagaimana
perusahaan-perusahaan berperilaku. Struktur pasar yang paling sederhana untuk
mengamatinya ialah memonopoli murni (pure monopoly), dimana satu perusahaan tak
menghadapi pesaing, perangkat analisis yang kita kembangkan nantinya bisa digunakan
untuk meneliti struktur-struktur pasar yang lebih pelik.

MONOPOLI : TINJAUAN RINGKAS


Pada Gambar 2.1 Kurva Perilaku Monopolistik dibawah, memperlihatkan posisi suatu
perusahaan tunggal, monopoli. Perusahaan ini menghadapi kurva permintaan yang menurun
dari kiri atas ke kanan bawah. Bentuk kurva permintaan demikian menunjukkan bahwa
perusahaan bisa menjual lebih banyak output hanya jika harganyaturun. Seperti kita ketahui
dari teori dasar mikroekonomi, berpadanan dengan kurva permintaan adalah kurva
peneriman maginal (marginal revenue). Pendapatan marjinal inliah pendapatan tambahan
dari penjualan satu unit tambahan. Pendapatan marjinal bagi monopolis selalu lebih rendah
dari harga karena untuk menjual satu unit tambahan perusahaan harus menurunkan harga
seluruh unit (tak cuma tambahannya saja). Karena itu bagi monopolis kurva penerimaan
marjinal, MR, selalu terletak di bawah kurva permintaan.
Penerimaan Marjinal dan Harga. Untuk analisis kita mengenai model persaingan
monopolistik yangakan dibahas nantidi bagian in; kiranya penting untuk menetapkan
hubungan antara harga yang diterima oleh monopolis untuk setiap unit produk yang dijualnya
dan penerimaan marjinal. Penerimaan marjinal selalu lebih rendah dari harga; tapi berapa
bedanya? Hubungan antara pendapatan marjinal dan harga bergantung pada dua hal. Pertama,
ia bergantung pada berapa banyak output yang telah dijual oleh perusahaan tersebut:
perusahaan yang tidak menjual banyak sekali outputnya tidak akan banyak merugi dengan
menurunkan harga yang ia terima atas jumlah yang sedikit itu. Kedua, perbedaan antara
harga dan pendapatan marjinal bergantung pada kecondongan kurva permintan, yang
menunjukkan kepada kita berapa besar si monopolis harus menurunkan harga untuk menjual
satu unit tambahan outputnya. Jika kurvanya sangat datar, maka monopolis dapat menjual
satu uni tambahan dengan hanya menurunkan harga sedikit saja, dan karena itu tidak akan
menurunkan harga scbesar kalau ia menjual banyak, sehingga pendapatan marjinal akan
mendekati harga per unit. Di sisi lain, jika kurva permintaan berbentuk sangat curam,
menjual satu unit tambahan menuntut penurunan harga yang besar, yang menyebabkan
pendaputan marjinal makin lebih rendah dari harga.

Gambar 2.1 Kurva Perilaku Monopolistik

Suatu perusahaan monopolistik


memilih tingkat output yang membuat
pendapatan marjinal, kenaikan
penerimaan dari menjual satu unit
tambahan, sama dengan biaya marjinal,
biaya untuk memproduksi suatu unit
tambahan. Output yang
memaksimumkan keuntungan ini
ditunjukkan oleh Q, harga yang
bersedia dibayar oleh konsumen pada
tingkat output ini ialah PM Kurva MR
terletak di bawah kurva permintaan D,
karena penerimaan marjinal selalu
lebih rendah dan harga.
(Sumber : Krugman dan Obstfeld.)

Kita dapat mengkhususkan lagi tentang hubungan antara harga dan pendapatan marjinal
jika kita mengasumsikan balbwa kurva permintaan yang dihadapi penusshaan berbenuk garis
hurus Jika memang demikian, ketergantungan penjualan total monopolis terhadap harga yang
ia tetapkan dapat dinyatakan dengan persamaan dalam bentuk
𝑋 =𝐴−𝐵x𝑃 (2.1)
yang mana X merupakan jumlah unit yang dijual olch perusahaan, P harga per unit yang
dikenakan, dan A dan B merupakan konstanta. Kita menunjukkan di dalam lampiran untek
bab ini bahwa dalam kasus demikian pendapatan marjinal adalah
Pendapatan marjinal = 𝑀𝑅 = 𝑃 − 𝑋/𝐵 (2.2)
yang secara tak langsung bisa iulis sebagai berikut:
𝑃 − 𝑀𝑅 = 𝑋/𝐵
Persamaan (2.2) menunjukkan bahwa perbedaan antara harga dan pendapatan marjinal
bergantung pada penjualan X sebelumnya dan parameter kecondongan B dari kurva
permintaan. Jika penjualan X lebih besar, pendapatan marjinalnya lebih kecil, karena
penurunan harga merugikan perusahaan lebih banyak. Artinya, semakin besar B, semakin
banyak penurunan penjualan karena adanya kenarkan harga, pendapatan marjinal makin
menyamai harga barang. Persamaan (2.2) sangat penting dalam menganalisis model
persaingan monopolistik dalam perdagangan (hlm. 162-174).
Biaya Rata-rata dan Marjinal. Kembali ke Gambar 2-1. AC mencerminkan biaya rata-
rata (average cost) produksi suatu perusahan, yakni biaya total dibagi dengan output.
Bentuknya yang menurun mencerminkan asumsi kita tentang adanyaskalaekonomis,
sehingga semakin besar output semakin rendah biaya per unitnya. MC menggambarkan biaya
marjinal (marginal cost) suatu perusshaan (besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk memproduksi satu unit tambahan), Kita memahami dari pengetahuan ekonomi dasar
bahwa jika biaya merupakan fungsi yang menurunkan dari output, biaya marjinal selalu lebih
rendah dari biaya rata-ratea. Karena itu MC terletak di bawah AC. Persamaan (6:2)
mengaitkan harga dan pendapatan marjinal. Ada formula yang cocok untuk menghubungkan
biaya rata-rata dan marjinal. Misalkan biaya suatu perusahaan berbentuk
𝐶 =𝐹𝑥𝑐𝑥𝑋 (2.3)
yang mana F ialah biaya yang tidak dipengaruhi oleh output perusahaan, c ialah biaya
marjinal dan X sekali lagi ialah output perusahaan. (Ini disebut fungsi biaya linier.) Biaya
tetap (fixed cost) dalam fungsi biaya linier menyebabkan terjadinya skala ekonomis, karena
semakin besar output perusahaan, semakin rendah biaya tetap per unit. Secara spesifik, biaya
rata-rata perusahaan (biayatotal dibagi output) ialah
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑅𝑎𝑡𝑎 = 𝐴𝐶 = 𝐶/𝑋 = 𝐹/𝑋 + 𝑐 (2.4)
Biaya rata-rata ini menurun jika X meningkat karena biaya tetap makin menyebar dengan
makin besarnya output.
Jika, misalnya, F = 5 dan c= I biaya rata-rata untuk memproduksi 10 unit ialah 5/10 + 1 =
1,5 dan biaya rata-rata untuk memproduksi 25 unit ialah 5/25 + 1 = 1,2. Biaya rata-rata
mendekati tak terhingga pada tingkat output nol, dan mendekati biaya marjinal pada tingkat
output yang sangat besar.
Tingkat output yang memaksimumkan keuntungan monopolis tercapai ketika pendapatan
marjinal pendapatan yang diperoleh dari penjualan satu unit tambahan) sama dengan biaya
marjinal (biaya untuk memproduksi satu unit tambahan), yakni, pada perpotongan kurva MC
dan MR. Dalam Gambar 2.1 kita dapat melihat bahwa harga pada output Qm yang diminta -
yang menjamin tercapainya keuntungan maksimum iaiah Pm yang lebih besar dari biaya rata-
rata. Jika P > AC, monopolis memperoich sejumlah keuntungan monopolis.

Gambar 2.2 Kurva Biaya Rata-rata vs Marjinal

Gambar ini melukiskan biaya rata-


rata dan marjinal yang memenuhi
fungsi biaya total C = 5 + X. biaya
marjinal selalu sama dengan 1;
biaya rata-rata menurun dengan
meningkatkan output.

(Sumber : Krugman dan Obstfeld.)

PASAR MONOPOLISTIK
Keuntungan monopoli jarang sekali tak memperolch tentangan. Suatu perusahaan yang
memperoleh keuntungan tinggi biasanya menarik pesaing-pesaing. Karena itu keadaan
monopoli murni jarang dijumpai dalam kenyatan Struktur pasar yang lazim di industri-
industri yang dicirikan olch skala ekonomis internal ialah oligopoly: beberapa penusahaan,
masing- masing mereka cukup besar untuk mempengarshi harga tetapi tak satt pun yang
berstatus monopoli tanpa saingan sama sekali.
Analisis umum mengenai oligopoli merupakan persoalan yang rumit kontroversial,
karena dalam oligopoli kebjjakan harga merupakan variable yang independen bagi
perusahaan. Setiap perusahaan, dalam penentuan harga, tidak hanya akan
mempertimbangkan tanggapan-tanggapan konsumen, tetapi juga tanggapan-tanggapan yang
diperkirakan akan diambil oleh pesaing-pesaing. Namun, tanggapan-tanggapan ini
sebaliknya bergantung pada perkiraan-perkiraan pesaing tentang perilaku perusahaan dan
karena itu kita berada dalam suatu permainan yang rumit dimana perusahaan-perusahaan
berikhtiar untuk menerka-nerka strategi satu sama lain. Kita akan membahas secara singkat
persoalan-persoalan umum dalam mengembangkan garis-garis besar model oligopoli berikut
ini. Namun, ada satu kasus khusus oligopoli, dikenal sebagai persaingan monopolistik, yang
relatif mudah untuk dianalisis. Belakangan ini model-model persaingan monopolistik telah
diterapkan secara luas dalam perdagangan internasional.
Dalam model-model persaingan monopolistik (monopolistic competition) kita
menetapkan dua asumsi di seputar persoalan saling ketergantungan. Pertama, setiap
perusahaan dianggap mampu membedakan produknya dari produk-produk saingannya.
Artinya, konsumen tidak akan berbondong-bondong membeli produk-produk perusahaan lain
karena perbedaan harga yang tipis. Perbedaan produk (product diferentiation) menjamin
bahwa setiap perusahaan memiliki monopoli dalam produk khas di dalam suatu industri, dan
karena itu agak terisolasi dari persaingan. Kedua, setiap perusahaan menganggap harga yang
ditetapkan oleh para pesaingnya sebagai sesuatu yang tetap (given)--yakni, Ia mengabaikan
dampak dari harga yang ditetapkannya terhadap harga perusahaan-perusahaan lain. Dengan
demikian, model persaingan monopolistik mengasumsikan bahwa meskipun setiap
perusahaan dalam kenyataannya menghadapi persaingan dari perusahaan-perusahaan lain, ia
bertindak sebagai layaknya monopolis − karena itu model ini bernama demikian.
Adakah industri-industri persaingan monopolistik dalam dunia nyata? Beberapa industri
mungkin patut dipertimbangkan. Misalnya, industri mobil di Eropah, di mana beberapa
produsen utama (Ford, General Motors, Volkswagen, Renault, Peugeot, Fiat, Volvo − dan
yang baru-baru ini Nissan) menawarkan mobil-mobil yang sangat berbeda namun saling
bersaing, mungkin cukup baik untuk dijelaskan asumsi-asumsi persaingan monopolistik.
Namun, pertimbangan utama dari model persaingan monopolistik bukanlah kenyataannya,
melainkan penyederhanaannya. Sebagaimana akan kita jumpai pada bagian selanjutnya,
dalam bab ini, model persaingan monopolistik memberikan kita tinjauan yang sangat jelas
tentang bagaimana skala ekonomis dapat menghasilkan keuntungan perdagangan bagi para
pihak yang berdagang. Namun sebelum kita dapat menelaah perdagangan, kita perlu
mengembangkan suatu model dasar dari persaingan monopolistik. Untuk itu mari kita
bayangkan suatu industri yang terdiri dari beberapa perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini
menghasilkan produk-produk yang berbeda artinya, barang-barang yang tidak persis sama,
namun merupakan pengganti (substitusi) satu sama lain. Karena itu setiap perusahaan
merupakan monopolis dalam artian bankan ia merupakan satt-satunya perusahaan yang
menghasilkan barang tertentu, tetapi permintaan untuk barang tersebut bergantung pada
jumlah produk lain yang mirip tersedia dan pada harga barang-barang yang dihasilkan
perusahaan-perusahaan lain di industri yang sama.
Asumsi-asumsi Model. Kita berawal dengan menjelaskan permintaan yang dihadapi oleh
perusahaan persaingan monopolistik tertentu. Secara umum, kita akan memperkirakan suatu
perusahaan menjual lebih banyak jika permintaan total untuk produk industri tersebut
semakin besar dan harga yang dikenakan oleh pesaing-pesaing lebih tinggi. Di pihak lain,
kita memperkirakan perusahaan menjual lebih sedikit jika makin banyak jumlah perusahaan
yang bercokol di industri yang bersangkutan dan makin tinggi harga yang ditetapkannya.
Persamaan yang secara khusus berlaku untuk permintaan yang dihadapi suatu perusahaan
yang memenuhi sifat-sifat ini ialah
𝑋 = 𝑆 𝑥 [1/𝑛 − 𝑏 𝑥 (𝑃 − 𝑃− ] (2.5)
yang mana X merupakan penjualan suatu perusahaan, S ialah penjualan total dari industri, n
adalah jumlah perusahaan di dalam industri, P merupakan harga yang dikenakan olch
perusahaan yang bersangkutan, dan P- ialah harga rata-rata yang dikenakan olch para pesaing.
Persamaan (2.5) diberikan pembenaran intuitif sebagai berikut: jika semua perusahaan
menetapkan harga yang sama, masing-masing akan memiliki pangsa pasar 1/n. Perusahaan
yang menetapkan harga di atas rata-rata perusahaan lainnya akan memiliki pangsa pasar yang
lebih kecil, perusahaan yang menetapkan lebih rendah memiliki pangsa pasar yang lebih
besar.
Agaknya bermanfaat untuk mengasumsikan bahwa penjualan industry secara keseluruhan
S tidak dipengaruhi oleh harga rata-rata P- yang dikenakan oleh perusahaan-perusahaan lain
di dalam industri. Artinya, kita menganggap bahwa perusahaan-perusahaan dapat menambah
konsumsi hanya atas kerugian perusahaan-perusahaan lain, Ini merupakan asumsi yang tidak
realistik, namun menyederhanakan analisis dan membantu pemusatan perhatian pada
persaingan diantara perusahaan-perusahaan. Khususnya, ini berarti bahwa S merupakan suatu
ukuran besarnya pasar, dan bahwa jika seluruh perusahaan mengenakan harga yang sama,
masing-masing perusahaan menjual S/n. Selanjutnya kita beralih ke biaya suatu perusahaan
tertentu. Di sini kita mengasumsikan bahwa biaya total dan biaya rata-rata suatu perusahaan
persis seperti yang dicanangkan oleh persamaan (2.3 dan 2.4).
Keseimbangan Pasar. Untuk membentuk model perilaku industri persaingan
monopolistik, kita mengasumsikan bahwa semua perusahaan di dalam industry ini simetris −
yakni, fungsi permintaan dan fungsi biaya identik untuk semua perusahaan (meskipun
mereka menghasilkan dan menjual produk-produk yang agak berbeda). Jika perusahaan-
perusahaan individual simetris, keadaan industri dapat dijelaskan tanpa memperhitungkan
ciri-ciri perusahaan dengan rinci: apa yang sebetulnya kita perlu ketahui untuk
menggambarkan industry yang bersangkutan ialah berapa jumlah perusahaan di sana dan
berapa harga yang ditetapkan oleh perusahaan tertentu. Supaya bisa menganalisis industri,
misalnya untuk menilai dampak perdagangan internasional, maka kita harus menentukan
jumlah perusahaan n dan harga rata-rata yang mereka tetapkan P̂ Kalau kita elah memiliki
cara untuk menentukan n dan P-, selanjutnya kita. dapat menelusuri bagaimana perusahaan-
perusahaan ini dipengaruhi oleh perdagangan internasional.
Metode untuk menentukan n dan P- mencakup tiga tahapan. (1) Pertama kali, kita
merumuskan hubungan antara jumlah perusahaan dan biaya rata-rata dari perusahaan
tertentu. Kita tunjukkan bahwa hubungan ini berbentuk menaik dari kin bawah ke kanan atas
(upward-sloping): artinya, semakin banyak perusahaan di suatu industri, semakin rendah
output masing-masing perusahaan, dan karena itu biaya per output lebih tinggi. (2) Kita
selanjutnya memunjukkan hubungan antara jumlah perusahaan dan harga yang ditetapkan
setiap perusahaan, yang harus sama dengan P- dalam keseimbangan. Kita tunjukkan bahwa
hubungan ini menurun dari kiri atas ke kanan bawah (downward-sloping): makin banyak
perusahaan, makin tajam persaingan di antara perusahaan-perusahaan, dan akibatnya mereka
menetapkan harga yang lebih rendah. (3) Akhirnya, kita menyatakan bahwajika harga lebih
tinggi dari biaya rata-rata, perusahaan-perusahaan lain akan masuk ke dalam industri,
sedangkan jika harga lebih rendah dari biaya rata-rata, perusahan-perusahaan akan keluar.
Dengan demikian dalam jangka panjang jumlah perusahaan dientukan olch perpotongan
antara kurva yang mengaitkan biaya rata-rata dengan n dan kurva yang mengaitkan harga
dengan n.
1. Jumlah perusahaan dan biaya rata-rata. Ketika tahap pertama yang menentukan n dan P-,
kita mencari tahu bagaimana biaya rata-rata perusahaan tertentu bergantung pada jumlah
perusahaan di dalam industri. Karena di dalam model ini semua perusahaan simetris,
dalam keseimbangan mereka semua akan menetapkan harga yang sama. Tetapi jika
seluruh perusahaan mengenakan harga yang sama, sehingga P – P-, persamaan (2.5)
menjelaskan kepada kita bahwa X = S/n − yakni, output setiap perusahaan mempunyai
pangsa 1/n dari penjualan total industri. Tetapi kita menjumpai dalam persamaan (2.4)
bahwa biaya rata-rata tergantung secara berkelebihan dengan output perusahaan. Dengan
demikian kita menyimpulkan, bahwa biaya rata-rata bergantung pada besarnya pasar dan
jumlah perusahaan di dalam industry :
𝐴𝐶 = 𝐹/𝑋 + 𝑐 = 𝑛 𝑥 𝐹/𝑆 + 𝑐 (2.6)
Persamaan (2.6) mengandung arti bahwa, jika hal-hal lain tak berubah, semakin banyak
perusahaan yangbercokol di suatu industri, semakin tinggi biaya rata-rata. Alasannya,
semakin banyak perusahaan, semakin sedikit yang diproduksi oleh setiap perusahaan.
Misalnya, suatu industri dengan penjualan total satu juta perkakas per tahun. Jika ada 5
perusahaan di dalam industri ini, masing-masing akan menjual 200.000 per tahun. Jika
ada 10 perusahaan, masing-masing hanya menjual 100.000, dan karena itu setiap
perusahaan menanggung biaya rata-rata yang lebih tinggi. Hubungan yang menaik antara
n dan biaya rata-rata ditunjukkan oleh CC dalam Gambar 2-3.

2. Jumlah perusahaan dan harga. Sementara itu, harga yang ditetapkan oleh perusahaan
tertentu bergantung pada jumlah perusahaan di dalam industri. Secara umum, kia akan
menduga bahwa makin banyak perusahaan di suatu industri, semakin ketat persaingan di
antara mereka, dan karena itu menurunkan harga. Ini ternyata benar dalam model ini,
tetapi untuk membuktikannya perlu waktu sejenak. Tujuan pokoknya ialah untuk
menunjukkan bahwa setiap perusahaan menghadapi kurva permintaan yang berbentuk
garis lurus sebagaimana bentuk yang kita tunjukkan dalam persamaan (2.1), dan
selanjutnya menggunakan perumusan (2.2) untuk menentukan harga.
Ingat kembali bahwa di dalam model persaingan monopolistik perusahaan-perusahaan
diasumsikan menganggap harga-harga yang ditetapkan satu sama lain sebagai tetap
(given) − artinya, setiap perusahaan mengabaikan kemungkinan bahwa jika ia mengubah
harga produknya perusahaan-perusahaan lain juga akan mengubah harga produk-produk
mereka. Jika setiap perusahaan menganggap P- tidak berubah-ubah, kita dapat
merumuskan kembali kurva permintaan (2.5) dalam bentuk
𝑋 = (𝑆/𝑛 + 𝑆 𝑥 𝑏 𝑥 𝑃− ) – 𝑆 𝑥 𝑏 𝑥 𝑃 (2.7)
dimana b merupakan paramater di dalam persamaan (2.5) yang mengukur sensitivitas
pangsa pasar setiap perusahaan terhadap harga yang ia menetapkan. Sekarang ini sama
dengan bentuk (2.1), dengan S/n + S x b x P- sebagai pengganti konstanta A dan S x b
sebagai pengganti koefisien kecondongan B.

Gambar 2.3 Kurva Keseimbangan di Pasar Persaingan Monopolistik

(Sumber : Krugman dan Obstfeld.)


Jumlah perusahaan di pasar persaingan monoplistik, dan harga yang dilaksanakannya,
ditentukan oleh dua hubungan. Di satu pihak, semakin banyak jumiah perusahaan,
semakin ketat mereka bersaing, dan karena ini menurunkan harga industri. Hubungan
ini dicerminkan oleh PP. Di pihak lain, semakin banyak jumlah perusahaan, setiap
perusahaan menjual makin sedikit karena itu biaya rata-ratanya lebin tinggi.
Hubungan ini diceminkan CC. Jika harga lebih tinggi dari biaya rata-rata, industri
tersebut akan memperoleh laba dan perusahan-perusahaan lain akan masuk ke
industri tersebut; jika harga lebih rendah dan biaya rata-rata, industri akan
menderita kerugian dan perusahaan-perusahaan akan meninggalkan industri tersebut.
Keseimbangan harga dan jumlah perusahaan terjadi ketika harga sama dengan biaya
rata rata, pada perpotongan PP dan CC.
Maka kita dapat memasukkan nilai-nilai ini ke dalam formula untuk pendapatan marjinal
(2.2), yang menyajikan pendapatan marjinal untuk suatu perusahaan tertentu.
𝑀𝑅 = 𝑃 − 𝑋/(𝑆 𝑥 𝐵) (2.8)
Perusahaan-perusahaan yang memaksimumkan keuntungan akan menetapkan pendapatan
marjinal sama dengan biaya marjinal c, sehingga
𝑀𝑅 = 𝑃 − 𝑋/(𝑆𝑥𝑏) = 𝑐,
yang dapat dirumuskan dalam bentuk lain untuk memperoleh persamaan harga yang
ditetapkan oleh perusahaan tertentu, sebagai berikut:
𝑃 = 𝑐 + 𝑋/(𝑆𝑥𝑏) (2.9)
Namun kita telah mencatat bahwa jika seluruh perusahaan menetapkan harga yang sama,
masing-masing akan menjual sejumlah X = S/n. Dengan memasukkan ini kembali ke dalam
persamaan (2.9), kita mengetahui hubungan antara jumlah perusahaan dan harga yang
ditetapkan masing-masing perusahaan :
𝑃 = 𝑐 + 1/(𝑏 + 𝑛) (2.10)
Persamaan (2.10) menunjukkan secara aljabar bahwa semakin banyak perusahaan di dalam
suatu industri, semakin rendah harga yang ditetapkan oleh setiap perusahaan. Persamaan
(2.10) ditunjukkan dalam Gambar 2.3 oleh kurva PP yang menurun ke kanan bawah.

3. Jumlah perusahaan dalam keseimbangan. Mari kita mencari tahu makna dari Gambar 2.3.
Kita telah ikhtisarkan suatu industri dengan dua kurva. Kurva PP yang menurun
menunjukkan bahwa semakin banyak perusahaan di dalam suatu industri, semakin rendah
harga yang ditetapkan setiap perusahaan. Ini masuk akal: semakin banyak jumlah perusahaan,
semakin ketat persaingan. Kurva CC yang menaik menjelaskan bahwa semakin banyak
perusahaan di dalam suatu industri, semakin tinggi biaya rata-rata setiap perusahaan. Ini juga
masuk akal jika jumlah perusahan meningkat, setiap perusahaan akan menjual sedikit,
sehingga perusahaan-perusahaan tidak mampu menggeser ke bawah kurva biaya rata-rata
mereka.
Kedua kurva berpotongan di titik E, pada saat yang mana jumlah perusahaan adalah n2,
Pentingnya n2, ialah bahwa ini adalah jumlah perusahaan di dalam industri yang
menghasilkan keuntungan nol (zero profit), Jika ada n2, perusahaan di dalam industri, harga
yang memaksimumkan keuntungan ialah P2, yang persis sama dengan biaya rata-rata AC2.
Apa yang hendak kita kemukakan ialah bahwa dalam jangka panjang jumlah perusahaan di
dalam industricenderung akan mencapain, sehingga titik E menunjukkan keseimbangan
industri jangka panjang.
Untuk menunjukkan alasannya, misalkan n lebih kecil dari n2, katakanlah n1. Lalu harga yang
dikenakan oleh perusahaan-perusahaan adalah P1, sedangkan biaya rata-rata hanya AC1.
Maka perusahaan-perusahaan akanmemperoleh keuntungan monopoli. Sebaliknya, n lebih
besar dari n2, katakanlah n3. Makan perusahaan hanya menetapkan harga P3, sedangkan biaya
rata-rata adalah AC3; perusahaan-perusahaan akan menderita kerugian.
Setiap perusahaan akan memasuki suatu industri yang menguntungkan, dan akan keluar jika
merugikan. Jumlah perusahaan akan selalu meningkat jika lebih rendah dari n2, menurun jika
lebih besar. Ini berarti n2, ialah jumlah perusahaan di industri dalam keseimbangan, dan P2
merupakan harga keseimbangan.
Kini kita telah mengembangkan suatu model industri persaingan monopolistik dengan mana
kita dapat menentukan jumlah perusahaan dan harga rata-rata yang dikenakan oleh
perusahaan-perusahaan dalam keseimbangan. Kita dapat menggunakan model ini untuk
menarik beberapa kesimpulan penting mengenai peranan skala ekonomis dalam perdagangan
internasional. Namun sebelum kita melakukannya, kita perlu mengutarakan beberapa
keterbatasan dari model persaingan monopolistik.

KETERBATASAN MODEL PERSAINGAN MONOPOLISTIK


Model persaingan monopolistik menangkapelemen-elemen pokok tertentu dari pasar
yang mengandung skala ekonomi dan karenanya persaingan tak sempurna. Namun, hanya
sedikit industri yang tergambarkan dengan baik oleh persaingan monopolistik; sedangkan
kebanyakan struktur pasar yang lazim ialah oligopoli dengan kelompok yang kecil, dimana
hanya sedikit perusahaan saja yang secara aktif terlibat dalam persaingan. Dalam keadaan ini
asumsi utama di dalam model persaingan monopolistik, yakni setiap perusahaan akan
bertindak sebagaimana jika ia merupakan monopolis tulen, mungkin tak berlaku lagi.
Sebaliknya, akan sadar bahwa tindakan-tindakan mereka mempengaruhi tindakan-tindakan
perusahaan lain, dan akan memperhitungkan saling ketergantungan ini.
Ada dua perilaku yang muncul dalam keadaan oligopoli pada umumnya yang tidak
diperhitungkan dalam model persaingan sempurna. Pertama ialah perilaku bersekongkol
(collusive behavior). Setiap perusahaan mungkin menetapkan harga lebih tinggi dari tingkat
harga yang menjamin keuntungan maksimum, sebagai bagian dari kesepakatan bahwa
perusahaan-perusahaan kain akan bertindak serupa; karena setiap keuntungan perusahaan
lebih tinggi jika pesaing-pesaingnya menetapkan harga tinggi, kesepakatan demikian dapat
meningkatkan keuntungan semua perusahaan (atas beban konsumen). Perilaku penentuan
harga dengan kesepakatan bisa diatur melalui kesepakatan terang-terangan (dilarang di
Amerika Serikat), atau dengan strategi yang dikoordinasikan dengan sembunyi-sembunyi,
seperti membolenkan satu perusahaan bertindak sebagai pemandu harga bagi industri.
Perusahaan-perusahaan juga menempuh perilaku strategis; yakni, mereka bisa melakukan
sesuatu yang tampaknya mengurangi keuntungan, tetapi sebetulnya mempengaruhi perilaku
pesaing-pesaing dengan cara yang diinginkannya. Sebagai misal, suatu perusahaan mungkin
membangun kapasitas tambahan, bukan untuk memanfaatkannya, tetapi untuk menghalangi
saingan potensial masuk ke industri mereka.
Kemungkinan bagi tindakan persekongkolan maupun strategis ini membuat analisis
mengenai oligopoli menjadi persoalan yang rumit. Tak ada satu pun model perilaku oligopoli
yang diterima luas, yang membuat upaya membentuk model perdagangan di dalam industri-
industri oligopolistic menjadi semakin sulit. Pendekatan persaingan monopolistik untuk
perdagangan sangat menarik karena terhindar dari kerumitan-kerumitan ini. Meskipun
pendekatan ini mungkin mengenyampingkan sisi-sisi tertentu dari dunia nyata, model
persaingan monopolistik diterima luas sebagai wahana untuk setidaknya memberikan tempat
bagi peranan skala ekonomis dalam perdagangan internasional.

DAFTAR PUSTAKA :
Krugman, P.R , Obstfeld, M. 2003. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Edisi-2.
PT.Raja Grafindo Persada:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai