Anda di halaman 1dari 8

KARAKTERISTIK SINGKAT ANGKATAN KERJA INDONESIA

TAHUN 2000
Menurut SP 2000, penduduk Indonesia berjumpal 206.796.021 juta orang, yang terdiri dari
103.568.678 laki-laki dan 103.235.343 perempuan. Jumlah tenaga kerja (manpower), yakni
penduduk usia 15 tahun ke atas adalah sebesar 139.979.953 orang terdiri dari 69.738.542 laki-
laki dan 70.241.411 perempuan.

Jumlah angkatan kerja, yakni penduduk 15 tahun ke atas yang aktif secara ekonomi
(economically active) atau yang bekerja dan mencari pekerjaan adalah sebesar 97.433.125 orang,
terdiri dari 57.827.657 dan 39.705.468 perempuan.

Jumlah angkatan kerja ini meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk 1961 dan
1971 menyajikan keterangan bahwa jumlah angkatan kerja di Indonesia tahun 1961 adalah 34,6
juta orang dan pada tahun 1971 berkembang menjadi 41,3 juta orang, meningkat menjadi 52,4
pada tahun 1980. Sensus Penduduk 1990 memperlihatkan jumlah angkatan kerja sebesar 94,7
juta orang terdiri dari 57,7 juta laki-laki dan 39,7 juta perempuan. Gambaran tersebut
menunjukan adanya kenaikan yang pesat selama 39 tahun sebesar 62,8 juta orang, terutama
karena pertumbuhan penduduk (catatan: Sebelum SP 1990, publikasi angkatan kerja dimulai
dari usia 15 tahun).
Angkatan Kerja menurut Umur, Jenis Kelamin, dan Angka Partisipasi Angkatan Kerja.

Dari tabel 9.2 terlihat bahwa 70% dari angkatan kerja di Indonesia berpartisipasi dalam pasar
kerja, baik bekerja maupun mencari pekerjaan. Partisipasi angkatan kerja laki-laki secara
keseluruhan lebih tinggi daripada partisipasi angkatan kerja perempuan (83% VEERSUS 57%).
Menurut umur, pola APAK berbentuk U terbalik, dengan puncak berada pada kelompok umur
45-49 tahun.

Hampir semua penduduk laki-laki usia 25 tahun ke atas (92-97 persen) tetap berada di
pasar kerja. Tidak demikian halnya dengan penduduk perempuan yang hanya lebih sedikit dari
separuhnya (sekitar 6%) berada di pasar kerja. Hal yang memprihatinkan adalah besarnya
angkatan kerja muda usia 15-19 tahun, yang seharusnya masih bersekolah, namun terpaksan
bekerja atau mencari pekerjaan. Hal ini tentunya berkaitan dengan status pendidikan dimana
mereka terpaksan putus sekolah. Apabila tidak ada peningkatan ketrampilan, maka mereka akan
menjadi tenaga kerja kelas rendah dengan penghasilan kecil seumur hidupnya.

Secara keseluruhan, pola partisipasi angkatan kerja menurut umur ini berada antara laki-
laki dan perempuan, seperti yang terlihat jelas pada gambar 9.3, Angka Partisipasi Angkatan
Kerja (APAK) perempuan jauh berada di bawah APAK laki-laki sejak usia 20 tahun. Partisipasi
perempuan di pasar kerja hanya sekita 60% dari seluruh perempuan pada usia yang sama.
Kemungkinan besar hal ini terkait dengan kesibukan dan tanggung jawab perempuan sebagai
pengelola rumah tangga. Akan tetapi keadaan ini juga terkait dengan budaya yang mengganggap
bahwa tempat perempuan adalah di dalam rumah dan laki-laki di luar rumah. Studi-studi tentang
tren partisipasi perempuan dalam angkatan kerja sejak tahun 1971 menunjukan adanya
peningkatan yang cukup berarti, tetapi perlu dipertanyakan apakah ini hasil kemajuan perempuan
ataukah peningkatan ini merupakan keterpaksaan perempuan terjun ke pasar kerja karena
penghasilan suami tidak mencukupi? Tentunya hal ini perlu di kaji lebih jauh lagi. Setelah usia
40 tahun, partisipasi perempuan meningkat lagi, namun hal ini belum dapat diperkirakan apa
sebabnya.

Angkatan Kerja Menurut Pendidikan

Data mengenai angkatan kerja menurut pendidikan menyiratkan kualiatas angkatan kerja tersebut.
Dari tabel 9.3 terlihat bahwa secara keseluruhan lebih dari separuh angkatan kerja Indonesi pada
tahun 2000 (63,3 persen) berpendidikan sangat rendah, yakni 23% tidak tamat SD, 40% tamat
SD, sedangkan yang tamat SMP hanya 13,8% dan tama SMA 18,0%. Pekerjaan apa yang dapat
dilakukan oleh angkatan kerja yang berpendidikan rendah, yang kemungkinan besar tidak
berkentrampilan ini? Berapakah penghasilan mereka? Apakah bisa mencukupi kebutuhan dasar,
seperti pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan keluarga mereka? Perbedaan pendidikan
angkatan kerja laki-laki dan angkatan kerja perempuan kelihatan menyolok pada tingkat SMP,
SMA, dan Universitas.
Selanjutnya, dari tabel tersebut terlihat bahwa angkatan kerja yang lulus pendidikan
tersier yakni yang tamat diploma I, II, III dan tamat Universitas hanya sedikit, yakni dibawah 2%.
Hal ini menunjukan daya saing ekonomi yang sangat rendah, terutama dalam mengantisipasi
globalisasi yang telah ada di depan mata. Sektor industry, jasa, dan IT, saat ini dan yang akan
datang, sedang beralih kepada tuntutan tenaga kerja yang berkualitan dengan pendidikan tinggi
dengan penguasaan teknologi.

Angkatan Kerja menurut Lapangan Usaha

Lapangan usaha adalah bidang pekerjaan di mana seseorang bekerja. Dalam istilah ekonomi,
lapangan usaha (industry) sering dikatakan sector usaha. Dalam publikasi SP 2000, lapangan
usaha juga disebut sebagai bidang pekerjaan, yakni bidang kegiatan di mana masing-masing
anggota rumah tangga bekerja. Tabel 9.4 menunjukan beberapa banyak penduduk yang bekerja
menurut bidang kegiatan pekerjaan. Dari tabel ini terlihat bahwa 47,1% penduduk bekerja di
bidang pertanian, pangan perkebunan, peternakan, dan pertanian lainnya, di mana 34,7%
diantaranya bekerja di bidang pertanian pangan.
Sektor industri telah memberikan lapangan kerja bagi 7,6 juta orang, tetapi ini hanya sebesar
8,2% dari seluruh orang yang bekerja. Sector yang banyak memberikan lapangan kerja adalah
sector perdagangan dan sektor jasa, yakni 11,7 dan 16,9 juta orang atau 12,6% dan 18,3% dari
seluruh orang yang bekerja. Namun demikian, tidak jelas apakah sektor ini dapat memberikan
pekerjaan produktif, artinya dapat memberikan kehidupan yang layak bagi para pekerjanya. Ada
kemungkinan di kedua sektor ini terdapat pekerja asongan, tukang sampah, tukang parkir, dan
pekerjaan lain yang kualitasnya rendah.

Angkatan Kerja menurut Status Pekerjaan

Dari definisi tentang status pekerjaan, seperti telah diuraikan pada sebelumnya, yang dimaksud
dengan status pekerjaan adalah jenis kedudukan pekerjaan seseorang dalam pekerjaan. Tabel 9.5
menunjukan bahwa 27,6% pekerja berstatus berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, artinya
emreka menciptakan pekerjaannya sendiri. Mereka mungkin bekerja sebagai pedagang sayur,
penjaja makanan, dan lainnya. Sementara itu, pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tidak
tetap (sebesar 15,9%) adalah mereka yang menjadi pemborong pekerjaan kontruksi bangunan
yang mempekerjakan buruh lepas, pengusaha warung tegal, atau tukang jahit yang
memperkerjakan orang lain kalau ada pekerjaan saja. Dapat dikatakan bahwa pekerjaan dengan
buruh tetap adalah pengusaha skala kecil. Pengusaha dengan buruh tetap hanya sebesar 1,3%
dari seluruh pekerja. Selanjutnya ada golongan pekerja yang tidak dibayar, umumnya dari pihak
keluarga sendiri, jumlahnya cukup besar mencapai 20,7%. Contoh pekerja yang tidak dibayar
adalah istri atau anak yang membantu suami atau ayahnya bekerja di warung tegal kepunyaan
suami atau ayah.

Dalam analisis ketenagakerjaan, sering disebut bahwa pekerja yang berusaha sendiri, pekerja
dibantu buruh tidak tetap, dan pekerja yang tidak dibayar dikatakan sebagai pekerja sektor
informal. Sebutan sektor informal oleh Organisasi Buruh Internasional (International Labor
Organization – ILO) disarankan diganti sebagai informal economy. Sementara itu, pekerja yang
bekerja dengan buruh tetap dan buruh/karyawan umumnya bekerja di sektor formal, seperti
perusahaan besar dan lainnya. Jadi, pada tahun 2000, yang bekerja di sektor formal hanya 35,7%
dan sisanya 64,3% lainnya menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Hal ini
memperkuat dugaan bahwa lebih dari separuh angkatan kerja hanya berpendidikan SD atau
bahkan tidak tamat SD, sehingga mereka hanya dapat bekerja di sektor informal yang tidak
menentu penghasilan serta tidak mempunyai jaminan social.

Pengangguran

Data tentang pengangguran diperoleh dari sensus penduduk maupun Sakernas. Perhitungan
pengangguran terbuka dihitung dari banyaknya penduduk yang mencari pekerjaan disbanding
dengan jumlah angkatan kerja seluruhnya. Analisis tentang pengangguran harus dilakukan secara
hati-hati karena definisi pengangguran berubah setelah tahun 2000. Sampai dengan Sensus
Penduduk dan Sakernas 2000 yang dinamakan pengangguran terbuka adalah mereka yang dalam
wawancara mengatakan sedang mencari pekerjaan. Dalan Sakernas 2001 dan selanjutnya,
definisi pengangguran terbuka diperluas, sesuai dengan acuan dalam publikasi ILO’An ILO
Manual on Concepts and Methods’ (BPS, 2001).

Menurut publikasi Sakernas 2000, pengangguran terbuka terdiri dari orang yang belum
pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan, dan orang yang sudah pernah
bekerja, namun karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang mencari pekerjaan.
Usaha mencari pekerjaan tidak terbatas pada seminggu sebelum pencacahan. Jadi, mereka yang
sedang mencari pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari seminggu tetap
dianggap sebagai mencari pekerjaan.

Menurut publikasi Sakernas 2001, pengangguran terbuka terdiri dari;

(1) mereka yang mencari pekerjaan


(a) orang yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapat pekerjaan;
(b) orang yang sudah pernah bekerja namun karena sesuatu hal berhenti atau
diberhentikan dan sedang mencari pekerjaan;
(2) mereka yang mempersiapkan usaha baru ditandai dengan tindakan nyata seperti
mengumpulkan modal, atau perlengkapan/alat, mencari lokasi, mengurus izin usaha dan
sebagainya;
(3) mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan (discouraged workers);
(4) mereka yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Implikasi dari perubahan konsep tentang pengganguran ini adalah jumlah pengangguran
terbuka menjadi bertambah banyak sehingga angka pengangguran juga menjadi lebih tinggi.
Berikut ini diberikan contoh angka pengangguran menurut hasil SP 2000, Sakernas 2000, dan
Sakernas 2001. Juga masih diperdebatkan apakah penduduk yang berusia kerja pada saat sensus
atau survey tidak sedang bekerja, tetapi tidak mencari kerja atau yang disebut discouraged
workers dapat dikategorikan sebagai angkatna kerja atau di luar angkatan kerja? (Suryadarma
et.al., 2005).

Anda mungkin juga menyukai