Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )


POKLAHSAR PENI

PENGOLAHAN IKAN TUNA

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

Oleh:

1. CHELCIA DESTRI WULAN (10)


2. DEVI NUR AGUSTIN (13)
3. EVA NOVITA (18)
4. KERIL FAMA YUANA (21)

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 1 WATULIMO - TRENGGALEK
Jln. Gajah oyo, No. 01 Prigi – Telp/FAX (0355) 552100
Website : http//smk1watulimo.smkkelautan.org
E-Mail : smkn1watulimo@gmail.com

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktik Kerja Lapang (PKL)
Judul Laporan “PENGOLAHAN IKAN TUNA MENJADI TAHU TUNA” di
POKLAHSARPENI ini telah diteliti, disetujui dan di sahkan di Watulimo

Pada
tanggal 31 Mei 2022

Oleh :
1.CHELCIA DESTRI
2. DEVI NUR A
3. EVA NOVITA
4. KERIL FAMA Y

Mengetahui/ Menyetujui

Guru Pembimbing, Pembimbing PKL


PT……………………..

NIP…………………………………………

Kepala SMKN 1 Watulimo, Ketua Kompetensi Keahlian


APHPI

ENDANG PURNAWATI,S.Pd ENDANG SUSIANAWATI,ST


NIP. 197001051995122001 NIP. 19750617 200501 2017
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt., yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penyusun dapat membuat laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) ini.

Walaupun demikian, penyusun berusaha dengan semaksimal mungkin demi kesempurnaan


penyusunan laporan ini baik dari hasil kegiatan belajar mengajar di sekolah, maupun dalam
menunaikan praktik kerja di dunia industri. Saran dan kritik yang sifatnya membangun begitu
diharapkan oleh penyusun demi kesempurnaan dalam penulisan laporan berikutnya.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Industri ini, di antaranya:

1. Ibu Endang Purnawati S.Pd, selaku kepala sekolah SMKN 1 Watulimo,


2. Bapak Anang Sudagdo, selaku pemilik usaha,
3. Ibu Endang Susianawati S.Pd, selaku ketua kompetensi keahlian
4. Dra. Yuli Andari
5. Ibu Dyah Retnaning Tyas S.Pd, selaku wali kelas XI APHPI A
6. Bapak/ibu guru pengajar mapel produktif APHPI
7. Rekan – rekan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dan rekan – rekan se angkatan

Akhir kata, penyusun berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat
membantu bagi kemajuan serta perkembangan SMKN 1 Watulimo. Saya ucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu, semoga Allah Swt. membalas
semua kebaikan kalian. Amin.

Watulimo, 16 Juni 2022

Penyusun,

KERIL FAMA YUANA


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 TUJUAN

1.3 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar dimana luas perairan Indonesia
sebesar 2 per 3 luas daratan. Luas wilayah daratan Indonesia mencakup 1.910.931,32 km2 ,
sedangkan luas perairan Indonesia yaitu 5.800.000 km2 (KKP, 2011). Luasnya wilayah
perairan di Indonesia berpengaruh terhadap besarnya hasil alam dari laut yang dapat
diperoleh dan dimanfaatkan. Sumber daya perikanan yang besar akan menjadikan ikan
berpeluang tinggi dalam memberikan kontribusi pemenuhan gizi masyarakat yaitu kebutuhan
konsumsi protein khususnya protein hewani.Ikan memiliki keunggulan dibanding dengan
sumber protein hewani yang lainnya yaitu komposisi asam amino dalam ikan tergolong
lengkap yang menunjukkan tingkat mutu protein yang baik. Selain itu kandungan omega 3
pada ikan bermanfaat untuk peningkatan kecerdasan, masyarakat serta ikan memiliki
keunggulan kemudahan untuk dicerna oleh tubuh. Keragaman yang tinggi pada ikan mulai
dari jenis, bentuk, warna, rasa, serta ukuran dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi
berbagai macam produk olahan.

Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki wilayah perairan yang
luas adalah Kabupaten Pacitan. Jenis ikan yang paling banyak ditemukan di Kabupaten
Pacitan adalah komoditas ikan tuna. Ikan ini termasuk ikan pelagis besar yaitu ikan yang
mempunyai habitat di tengah sampai permukaan laut dan pada umumnya berukuran besar.
Pendapatan ikan tuna yang tinggi di Kabupaten Pacitan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
berinovasi meningkatkan nilai jual dengan membuat berbagai olahan dari ikan tuna. Salah
satu contoh olahan tersebut adalah tahu tuna, produk olahan tersebut berbahan dasar ikan tuna
dan tahu. Dengan adanya usaha tersebut bisa membantu perekonomian masyarakat, dan
membuka lapangan kerja. Masyarakat yang cenderung memiih makanan yang isntan dan
mudah di konsumsi menjadikan olahan ini sebagai makanan yang banyak diminati oleh
masyarakat, karena cara konsumsinya yang sangat mudah dan tentunya memiliki nilai gizi
yang cukup tinggi.
1.2 TUJUAN

Adapun maksud dan tujuan dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) antara lain:

1. Untuk mengetahui cara pembuatan tahu tuna, dumsum tuna, nugget tuna, nugget
sayur, otak otak tuna risoless, lumpia, tahu tuna pedas, pangsit, bakso, sempol, dan
pelaksanaannya mulai dari persiapan bahan baku hingga pemasaran.
2. Melatih diri berwirausaha, sehingga dapat dijadikan bekal dan memberikan manfaat
terjun di dunia usaha nantinya.
3. Melatih skill dari praktikan,terutama dari segi tanggung jawab dan disiplin agar
terbiasa menghadapi dunia kerja
4. Meningkatkan pengalaman,wawasan,ilmu dan keterampilan praktikan dalam
menghadapi dunia kerja
5. Menambah dan meningkatkan kompetensi serta dapat menanamkan etos kerja tinggi.
6. Untuk memenuhi syarat kelulusan Uji Kompetensi.
7. Mengembangkan pola pikir taruna taruni dalam bidang usaha.

1.3 WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

Kegiatan Praktek Kerja Industri (PKL) program keahlian Agribisnis Pengolahan Hasil
Perikanan (APHPi), di laksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh sekolah,
yaitu dimulai pada tanggal 05 Januari 2022 sampai dengan selesai dengan sistem kerja mulai
pukul 08.00 – 16.00 WIB, yang bertempat di pengolahan aneka produk tuna dengan merek
dagang “DEWA RUCI” yang beralamatkan di dusun Dembo Desa Ngadirojo, Kec.
Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur 63572.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anonymous. 2005a. Berburu Yen dari Ikan Tuna. . http://www.bexi.co.id

Anonymous. 2007b. Tuna. http://id.wilkipedia.org/wiki/tuna.htm. Tanggal akses 10 februari


2016.

Departemen Pertanian. 1983. Prosiding Rakernas Perikanan Tuna Cakalang. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Fadli, defandi. 2015. Sifat Fisiko Kimia Minyak Ikan dari Limbah Pengolahan Ikan Tuna
(Thunnus sp).[Skripsi]. Fakultas teknologi Pertanian. Universitas Andalas. Padang.

Adawyah, Rabiatul. 2007. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta

Department Of Health And Human Resources, Public Health Service, Food And Drug
Administration, Center For Food Safety And Applied Nutrition, Office Of Food Safety. 2011.
Fish And Fishery Products Hazards And Controls Guide (Fourth
Edition). Http://Www.Fda.Gov/Food/Guidancecomplianceregulatoryinformation/
Guidancedocuments/Seafood/Fishandfisheriesproductshazardsandcontrolsguide/Default.Htm

Genisa, A.S. 1999. Pengenalan Jenis - Jenis Ikan Laut Ekonomi Penting Di
Indonesia.Oseana, Volume xxiv, Nomor 1, 1999 : 17 –  8: www.oseanografi.lipi.go.id

Atawan, M. 2004. Ikan yang Sedap dan Bergizi. Solo: Penerbit Tiga Serangkai.

Effendi, S. 2012. Teknologi Pengolahan Pangan dan Pengawetan Pangan. Bandung: Penerbit
Alfabeta.

Munandar, Dkk. 2009. Kemunduran Mutu Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Pada
Penyimpanan Suhu Rendah Dengan Perlakuan Cara Kematian Dan Penyiangan. Jurnal
Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol XI Nomor 2 Tahun 2009.
2.1 KLASIFIKASI DAN MORFOLOGI IKAN TUNA (THUNNUS THYNUS)

Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:

 Filum : Chordata
 Subfilum : Vertebrata
 Kelas : Teleostei
 Subkelas : Actinopterygii
 Ordo : Perciformes
 Subordo : Scombridei
 Family : Scombridae
 Genus : Thunnus
 Spesies : Thunnus thynnus

Berdasarkan ukuran tuna, di Indonesia terdapat dua kelompok tuna yaitu tuna besar dan tuna
kecil. Ikan tuna besar yang hidup di perairan laut Indonesia yaitu tuna madidihang (Thunnus
albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), tuna albakora (Thunnus alalunga) dan tuna
sirip biru (Thunnus thynnus). Gambar dari beberapa jenis ikan tuna besar seperti pada
Gambar 2.1

A. Tuna madidihang (Thunnus albacares) B. Tuna mata besar ( Thunnus obesus )


C. Tuna albakora (Thunnus alalunga) D. Tuna sirip biru (Thunnus thynnus)

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Ikan Tuna

Ikan tuna madidihang dan tuna mata besar terdapat di seluruh wilayah perairan laut
Indonesia. Tuna albakore hidup di perairan sebelah Barat Sumatera, Selatan Bali sampai
dengan usa Tenggara Timur. Ikan tuna sirip biru hanya hidup di perairan sebelah Selatan
Jawa sampai ke perairan Samudera Hindia bagian Selatan yang bersuhu rendah (Widiastuti
2008). Menurut Widiastuti (2008), ikan tuna memiliki warna biru kehitaman pada bagian
punggung dan berwarna keputih-putihan pada bagian perut. Tubuh ikan tuna berbentuk
cerutu menyerupai torpedo serta tertutup oleh sisik sisik kecil. Ikan tuna pada umumnya
mempunyai panjang antara 40–200 cm dengan berat antara 3-130 kg. Daging yang dimiliki
berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung
mioglobin dari pada ikan lainnya (Novriyanti 2007).

Menurut Saanin (1984), tubuh yang berukuran besar, berbentuk fusiform (torpedo), sedikit
kompres dari sisi ke sisi. Jari-jari insang 26-34 pada lengkungan pertama. Memiliki dua sirip
dorsal/punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah oleh celah yang kecil dari sirip
belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) 8-10 finlet dibelakang sirip punggung
dan sirip anal 7-10 finlet. Memiliki sirip pelvik yang kecil. Spesies yang berukuran besar
memiliki sirip dorsal kedua dan sirip anal yang sangat panjang. Mencapai lebih dari 20%
panjang cagak: sirip pektoralnya cukup panjang, biasanya lebih dari panjang sirip dorsal
kedua biasanya 22-31% dari panjang fork. Sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari
penyokong menutup seluruh ujung hipural. Sirip ekornya berbentuk sangat ramping dan
terdiri dari 3 keel. Tubuhnya tertutup oleh sisik yang sangat kecil, berwarna biru tua dan agak
gelap pada bagian atas tubuhnya. Sisik berukuran besar kadang berkembang namun jarang
nampak. Tanda sisik yang berukuran besar membentuk semacam lingkaran disekeliling tubuh
pada bagian belakang kepala, dan kemudian berkurang di bagian sirip dorsal kedua. Ikan ekor
kuning berwarna biru tua gelap pada sisi belakang dan diatas tubuhnya dengan perut kuning
atau silver. Sirip dorsal, sirip anal dan jari-jari sirip tambahan berwarna kuning menyala.
Memiliki permukaan ventral hati yang cukup halus. Ikan ekor kuning matanya kecil dan
memiliki gigi berbentuk kerucut. Kantung renang terdapat pada jenis tuna ini

2.2 KOMPOSISI KIMIA IKAN TUNA

Ikan tuna merupakan jenis ikan yang mengandung lemak rendah (kurang dari 5%) dan
protein yang sangat tinggi (lebih dari 20%). Komposisi gizi ikan 6 tuna bervariasi tergantung
spesies, jenis, umur, musim, laju metabolism, aktivitas pergerakan, dan tingkat kematangan
gonad (Stansby dan Olcott 1963). Komposisi kimia ikan tuna bervariasi menurut jenis, umur,
kelamin, dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak sebelum dan
sesudah memijah. Kandungan lemak juga berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan
yang lainnya. Ketebalan lapisan lemak dibawah kulit berupa menurut umur dan musim.
Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut yang berfungsi sebagai gudang
lemak. Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi dan juga lemak
tinggi ( untuk jenis tertentu) (Muniarti dan Sunarman, 2002). Komposisi nilai gizi ikan tuna
pada tabel berikut.

Tabel 2.1

Komposisi Kimia Ikan Tuna ( g/100g )


Tabel 2.2

Komposisi asam amino ikan tuna per 100 gr

2.5 MANFAAT IKAN TUNA


Ikan tuna adalah salah satu ikan yang banyak hidup di perairan Indonesia. Ikan ini
mengandung nutrisi tinggi yang bermanfaat untuk kesehatan. Kandungan vitamin B12,
vitamin B6, vitamin D, asam lemak omega-3, zat besi, yodium, dan kalium yang terdapat di
dalam ikan tuna berkontribusi untuk untuk kesehatan.
Berikut manfaat ikan tuna untuk Kesehatan :
 Kurangi risiko penyakit jantung
Ikan tuna merupakan ikan berlemak yang mengandung asam lemak omega-3. Asam lemak ini
dapat membantu mengurangi kadar kolesterol jahat di dalam tubuh. Studi menunjukkan
konsumsi makanan yang mengandung asam lemak omega 3 dikaitkan dengan risiko penyakit
jantung dan pembuluh darah yang menurun
 Melindungi mata
Kandungan omega-3 yang terdapat dalam tuna juga bermanfaat untuk kesehatan mata.
Dikutip dari Webmd, studi terhadap 40 ribu perempuan menunjukkan orang yang makan
beberapa porsi ikan tuna setiap pekan memiliki risiko 68 persen lebih rendah mengalami
mata kering. Asam lemak omega 3-juga baik untuk kesehatan retina
 Kurangi resiko kanker
Vitamin dan mineral yang terkandung dalam ikan tuna berperan sebagai anti-inflamasi yang
mengurangi peradangan. Anti-inflamasi merupakan zat yang penting untuk mengurangi risiko
kanker berkembang dalam tubuh. Pasalnya, banyak kanker dikaitkan dengan peradangan
yang yang kronis.
 Mengurangi berat badan
Tuna merupakan salah satu makanan yang baik dikonsumsi untuk diet. Tuna merupakan
sumber protein yang rendah kalori. Saat konsumsi tuna, tubuh akan merasa kenyang lebih
lama. Studi pada orang yang konsumsi tuna secara rutin menunjukkan penurunan berat badan
dibandingkan yang tidak.
 Menjaga kesehatan tulang
Tuna mengandung sumber vitamin D yang baik untuk kesehatan tulang dan daya tahan tubuh.
Konsumsi ikan tuna membantu mencegah berbagai penyakit tulang.
Itulah manfaat ikan tuna untuk kesehatan. Untuk mendapatkan manfaat ini, masukkan
tuna dalam menu harian Anda. Kombinasikan dengan makanan lain yang juga bernutrisi
tinggi
2.4 DAERAH PENYEBARAN IKAN TUNA
Tuna merupakan salah satu jenis ikan tangkap yang paling banyak diburu oleh berbagai
negara. Alasannya karena ikn ini memiliki tingkat protein yang cukup tinggi dengan harga
jual yang lumayan mahal. Indonesia patut bangga karena mayoritas jenis tuna yang ada di
dunia ada di sini. Itu tidak terlepas dari posisi geografis Indonesia yang strategis yaitu terletak
antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Secara umum, persebaran
terbesar ikan tuna di Indonesia terbagi menjadi 4 wilayah yaitu Pantai Timur Sumatera, Laut
Natuna, Laut Bitung, dan Laut Arafura. Paling besar produksi perikanan tuna ada di South
East atau Pasifik. Karena tuna ini tidak pernah keluar, dia hanya berputar putar di daerah itu.
Tidak hanya di Indonesia, penyebaran ikan tuna juga ada di beberapa negara mulai dari
Laut Merah, Laut India, dan Malaysia. Ikan tuna juga terdapat di laut daerah tropis dan
daerah Indonesia.Data sensus Badan Pangan Dunia atau FAO di tahun 2013 menyebut,
Indonesia mampu memproduksi tuna sebesar 720,5.000 ton. Angka ini adalah yang tertinggi
di dunia. Setelah Indonesia ada Jepang dengan produksi 452,7.000 ton, Filipina 357,4.000
ton, Taiwan 353,7.000 ton dan Spanyol 349,1.000 ton.
2.4 ALAT TANGKAP IKAN TUNA

Untuk menangkap ikan Tuna memperlukan alat tangkap berupa Purse Seine, Hand Line Long
Line, Pole and line atau Huhate. Hand line adalah alat tangkap yang bagian utamanya adalah
pancing, tali pancing dan mata pancing. Hand linedipergunakan untuk menangkap ikan
pelagis besar seperti tuna. Berdasarkan KEPMEN KP No.6 Tahun 2010 alat tangkap hand
line  termasuk alat tangkap pancing ulur (hand line). Umumnya bentuk alat tangkap hand
line yang berkembang di Indonesia adalah berbentuk dengan menggunakan gulungan tali.

Bagian - bagian dari alat tangkap ini yaitu :


 Snap
Snap terbuat dari bahan besi. Jumlah snap yang digunakan pada satu pancing ulur adalah 1
snap, yang digunakan untuk menghubungkan tali alas dan pemberat ke tali penarik. Snap
digunakan agar alat tangkap mudah dibongkar pasang dan mempermudah penggantian mata
pancing. Snap juga dapat menambahkan daya kekuatan tali utama bila terjadi tarikan ikan
yang cukup kuat.
 Kili-kili
Kili-kili dipasang untuk mencegah tali cabang kusut, membelit dan mencegahnya putus
sewaktu mendapatkan ikan Kili-kili yang digunakan terbuat dari bahan baja yang tahan
terhadap karat sehingga penggunaannya lebih lama. Kili-kili merupakan bagian dari pancing
ulur yang berguna untuk menyambungkan dan mencegah tali penarik serta tali alas tidak
terpintal atau kusut saat pengoperasian alat tangkap.
 Tali Alas
Tali alas yang digunakan mempunyai ukuran yang lebih kecil dari pada ukuran tali penarik,
yaitu bernomor 120. Penggunaan tali yang berukuran lebih kecil bertujuan agar tali tersebut
tidak terlihat saat berada didalam air. Panjang tali alas yaitu 8-10 meter. Tali alas biasanya
diikat setelah tali utama diikatkan pada kili-kili, kemudian sambungan selanjutnya ialah tali
alas.
 Pemberat
Pemberat yang digunakan berbahan timah yang mempunyai ukuran 6 cm. Jumlah pemberat
yang digunakan pada alat tangkap pancing ulur ini adalah 1 buah pemberat dengan berat 500-
600 gram. Fungsi dari pemberat adalah untuk menarik umpan yang dikaitkan pada mata
pancing agar tenggelam ke dasar perairan dan agar posisi alat tangkap yang digunakan tegak
secara vertikal agar tidak miring akibat dari pengaruh arus
 Mata Pancing
Mata pancing yang digunakan berfungsi untuk mengaitkan umpan dan sebagai tempat
terkaitnya ikan saat tertangkap. Mata pancing yang dipakai berbahan besi dengan nomor 1 dan
berjumlah 1 buah mata pancing. Alasan penggunaan mata pancing nomor 1 adalah agar
besarnya mata pancing harus disesuaikan dengan ukuran ikan yang tertangkap. Keberhasilan
operasi penangkapan ikan dengan pancing sangat tergantung pada ukuran mata pancing dan
warna umpan

2.4 Penurunan Mutu Ikan


Ikan tuna yang mati setelah ditangkap akan mengalami serangkaian perubahan yang
mengarah pada proses penurunan mutu yang disebabkan oleh tiga kegiatan utama yaitu
penurunan secara bakteriologis, kimia, dan fisik. Seluruh proses perubahan ini pada akhirnya
dapat mengarah pada pembusukan (Murniyati dan Sunarman 2000).

2.5 Kemunduran Mutu Secara Autolisis


Autolisis adalah penguraian protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana
seperti asam amino dan asam lemak. Menurut Ilyas (1983) enzim yang berperan dalam
autolisis yaitu enzim proteolysis (pengurai protein) dan enzim liposis (pengurai lemak).
Penurunan mutu ditandai dengan rasa, warna, tekstur, dan kenampakan yang berubah.
Penurunan mutu secara autolisis berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim yang merupakan
proses penguraian pertama setelah ikan tuna mati. Kecepatan autolisis sangat tergantung pada
suhu, semakin rendah suhu semakin lambat kecepatan autolisis. Kecepatan autolisis tidak
dapat dihentikan namun hanya dapat memperlambat laju proses autolisis. Kegiatan enzim
dapat direduksi dan dikontrol dengan cara pendinginan, penggaraman, pengeringan, dan
pengasaman atau dapat dihentikan dengan cara pemasakan ikan (Ilyas 1983).
2.6 Kemunduran Mutu Secara Kimiawi
Menurut Hadiwiyoto (1993) penurunan mutu secara kimia adalah penurunan mutu yang
berhubungan dengan komposisi kimia dan susunan tubuhnya. Penurunan mutu secara kimia
terdiri dari penurunan mutu secara autolisis, oksidasi 8 dan akibat histidin. Penurunan mutu
secara kimiawi merupakan terjadinya perubahan yang disebabkan oleh reaksi kimia yang
bersifat oksidatif, dimana hasil dari proses autolysis akan terkontaminasi ddengan udara yang
ada disekitarnya (Pandit, 2004)
2.7 Penurunan Mutu Akibat Histidin dan Histamin
Pembentukan histamin terjadi selama penanganan ikan yakni pada proses thawing oleh
bakteri psikotropik karena proses tersebut membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, bila
jeroan tidak dikeluarkan sebelum pembekuan, beberapa jenis bakteri di usus berperan dalam
dekomposisi dan akumulasi histamin (Huss 1995). Banyak jenis bakteri yang dapat
menghasilkan histamin, tetapi penghasil utama histamin pada ikan adalah bakteri Gram
negatif jenis enterik mesofilik dan bakteri laut (Huss 1995). Bakteri pembentuk histamin
secara alami terdapat pada otot, insang dan isi perut ikan. Kemungkinan besar insang dan isi
perut merupakan sumber bakteri tersebut karena jaringan otot ikan segar biasanya bebas dari
mikroorganisme. Bakteri akan menyebar ke seluruh bagian tubuh selama proses penanganan.
Penyebaran bakteri biasanya terjadi pada saat proses pembuangan insang (gilling) dan
penyiangan (gutting) (Samner et al. 2004). Pertumbuhan bakteri pembentuk histamin
berlangsung lebih cepat pada temperatur yang tinggi (21,1 ºC) daripada temperatur rendah
(7,2 ºC) (FDA 2011).
Menurut Hadiwiyoto (1993), histamin terbentuk dari degradasi histidin yang dikatalis oleh
enzim histidine dekarboksilase. Senyawa histamin tidak berbau busuk, tetapi keberadaannya
dalam daging ikan menjadi berbahaya. Senyawa 9 histamin bersifat racun dan dapat
menimbulkan keracunan yang disebut “Scromboid Food Poison “ Kandungan histidin bebas
pada jaringan ikan tuna lebih tinggi dari spesies ikan lainnya, sehingga kadar histamin dapat
meningkat jika dilakukan penyimpanan dan penanganan yang salah (Wahyuni 2011).
Penyimpanan ikan pada kondisi suhu rendah sejak ikan ditangkap hingga dikonsumsi
merupakan hal yang sangat penting untuk mengurangi kerusakan ikan dan menghindari
terjadinya keracunan histamin. Suhu rendah mengontrol bakteri penghasil histamin selama
ikan ditangani dan diolah (Widiastuty 2008).
Proses dekarboksilasi histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 2.2. Satuan
kadar histamin dalam daging ikan dapat dinyatakan dalam mg/100g atau ppm (mg/kg). Uni
Eropa menentukan satuan standar histamin yang dinyatakan dalam mg/kg (Etienne 2005).
Gambar 2.2 Proses dekarboksilasi histidin menjadi histamin
Laporan mengenai suhu optimum dan batas suhu terendah untuk pembentukan histamin
sangat bervariasi. Suhu optimum pembentukan histamin adalah pada suhu 25 ºC oleh
Morganella morganii dan Proteus vulgaris, tetapi pada suhu 15 ºC histamin masih diproduksi
dalam level yang signifikan pada daging (Kim et al. 2001). Menurut Fletcher et al. (1995)
pembentukan histamin pada suhu 0–5 ºC sangat kecil bahkan dapat diabaikan. Hasil
penelitian Price et al. (1991) menunjukkan bahwa pembentukan histamin akan terhambat
pada suhu 0 ºC 10 atau lebih rendah. Menurut Craven et al. (2000), pada suhu 4,4 ºC dengan
es curai terbentuk histamin sebanyak 5 - 15 ppm ikan. Konsentrasi tersebut memenuhi aturan
FDA, yakni tidak melampaui 50 ppm. Oleh karena itu, FDA menetapkan batas kritis suhu
untuk pertumbuhan histamin pada ikan sebesar 4,4 ºC (FDA 2011). Tingkat bahaya histamin
per 100 g daging ikan dapat dilihat pada Tabel 3. FDA mengatur tentang kadar maksimum
histamin, yakni tidak melebihi 50 ppm (FDA 2002), sedangkan peraturan dari EC
menyatakan bahwa histamin yang dianalisis dari 9 sampel pada masing-masing batch,
memiliki rataan tidak melebihi 100 ppm, dan tidak ada sampel yang melebihi 200 ppm (EU
2005). Pembentukan histamin pada produk ikan, terkait langsung dengan konsentrasi histidin
dalam jaringan, jumlah dan jenis bakteri yang mengandung enzim histamine decarboxylase
pembentuk histamin, lokasi daging dan kondisi lingkungan (Lehanne & Olley 1999;
Barceloux 2008).
Tabel 2.3
Tingkat bahaya histamin per 100 g daging ikan

2.8 Kemunduran Mutu secara Fisik


Penurunan mutu secara fisik adalah kerusakan pada bagian luar tubuh ikan tuna yang
terjadi akibat penanganan dan perlakuan yang kurang baik sehingga dapat mempengaruhi
mutu. Penanganan lebih awal akan sangat berpengaruh terhadap kualitas mutu yang
dihasilkan. Menurut Widiastuti (2008), perubahan fisik ikan yang terjadi pada proses
kematian ikan karena diangkat dari air adalah :
1. Lendir yang berada dipermukaan ikan akan keluar secara berlebih saat ikan mati dan
ikan akan menggelepar mengenai benda disekelilingnya. Ikan yang terkena benturan
benda yang keras, kemungkinan besar tubuh ikan akan menjadi memar dan luka-luka.
2. Ikan mati akan mengalami kekakuan tubuh (rigormortis) yang diawali dari ujung ekor
menjalar ke arah bagian kepalanya. Lama kekakuan tergantung dari tingkat kelelahan
ikan pada saat kematiannya. Kerusakan ikan akan mulai terlihat yaitu berupa perubahan-
perubahan seperti berkurangnya kekenyalan perut dan daging ikan, berubahnya warna
insang, berubahnya kecembungan dan warna mata ikan, sisik lebih mudah lepas dan
kehilangan kecemerlangan warna ikan, berubahnya bau dari segar menjadi asam.
3. Perubahan tersebut akan meningkat intensitasnya sesuai dengan bertambahnya tingkat
penurunan mutu ikan, sehingga ikan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi atau busuk.
Kesegaran ikan dapat dinilai menggunakan metode indrawi atau organoleptik dengan
mengamati bagian tubuh ikan yang sensitif terhadap perubahan mutu dagingnya.
Perubahan 12 mutu tersebut seperti warna, rasa, kekenyalan dan kekompakan daging,
kondisi mata, kondisi insang, dinding perut, bau atau aroma.
2.9 Kemunduran Mutu Secara Bakteriologis
Penurunan mutu secara bakteriologis yaitu suatu proses penurunan mutu yang terjadi karena
adanya kegiatan bakteri yang berasal dari lingkungan dan dalam tubuh ikan. ikan hidup
memiliki kemampuan untuk mengatasi aktivitas bakteri yang terdapat dalam tubuh ikan.
Bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan, insang, saluran darah, serta permukaan kulit
tidak dapat menyerang bagian-bagian tubuh ikan karena masih memiliki daya tahan terhadap
serangan bakteri (Junianto 2003).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), ikan yang telah mati tidak dapat mempertahankan
aktivitas bakteri karena kemampuan daya tahan tubuh ikan telah hilang, sehingga bakteri
mulai berkembang biak dengan sangat pesat dan menyerang tubuh ikan. Bakteri menjadikan
daging ikan sebagai makanan dan tempat hidupnya. Sasaran utamanya adalah protein ataupun
hasil hasil penguraiannya dalam proses autolisis, dan substansi-substansi non-nitrogen.
Penguraian yang dilakukan oleh bakteri ini (disebut bacterial decomposition) menghasilkan
pecahan protein yang sederhana dan berbau busuk, seperti CO2, H2S, amoniak, indol, skatol,
dan lain lain. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), setiap jenis bakteri memerlukan suhu
tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Ada tiga macam jenis bakteri berdasarkan ketahanan
terhadap suhu, yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 untuk menghambat aktivitas bakteri yaitu
dengan menurunkan suhu hingga di bawah 0℃ atau menaikkan hingga di atas 100℃
Tabel 2.4
Kisaran Suhu Bagi Pertumbuhan Bakteri

2.17 Tahap Tahap Perubahan Setelah Ikan Mati


Saat ikan ditangkap, ikan masih bernafas hingga beberapa waktu Kemudian. Seluruh jaringan
peredaran darah ikan masih mampu menyerap oksigen sehingga proses kimia yang terjadi
dapat berlangsung secara aerob(memanfaatkan oksigen). Reaksi aerob yang terpenting adalah
reaksi glikogenolisis, yaitu proses perubahan glikogen menjadi asam sitrat dengan
menghasilkan 30 unit ATP (adenosin tripospat). Selama ikan hidup ATP yang terbentuk akan
digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan sehari-
sehari. Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen didalam jaringan peredaran darah karena
aktifitas jantung dan kontrol otaknya telah terhenti. Akibatnya, didalam tubuh ikan mati tidak
terjadi reaksi glikogenolisis yang dapat menghasilkan ATP. Terhentinya aliran oksigen
kedalam jaringan peredaran darah menyebabkan terjadinya reaksi anaerob yang tidak
diharapkan karena sering mengakibatkan kerugian. Reaksi anaerob akan memanfaatkan ATP
dan glikogen yang telah terbentukselama ikan masih hidup,sebagai sumber energi, sehingga
jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh menurun dan jaringan otot tidak mampu
mempertahankan fleksibelitasnya (kekenyalannya). Kondisi inilah yang dikenal dengan
rigormortis (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
1. Tahap Prerigor Tahap ini perubahan kimia terjadi setelah ikan menjadi kaku. Saat ini yang
paling banyak mengalami perubahan adalah perombakan ATP dan ceratin phospat yang akan
menghasilkan energi. Glikogen dan glukosa bebas didalam daging juga akan mengalami
penguraian menjadi asam laktat dan menghasilkan ATP (Suwetja, 2011).
2. ahap Rigormortis Perubahan rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan
kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati, sirkulasi
darah berhenti dan supplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan glikogen ,menjadi
Asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH ikan menurun,diikuti pula dengan penurunan
jumlah adenosin tripospat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan
kekenyalannya (Junianto, 2013). Menurut Suwetja (2011), rigormortis pada otot ikan
biasanya berawal dari Ekor, lalu berangsurangsur menjalar kesepanjang tubuh hingga kepala
sampai Keseluruh tubuh menjadi kaku. Tahap ini daging ikan menjadi lebih keras dari
Keadaan sebelumnya. Pada keadaan ini terjadi penggabungan protein aktin dan Miosin
menjadi protein kompleks aktomiosin yang ditandai oleh berkontraksinya Daging.
3. Tahap Post Rigor Tahap ini daging ikan akan menjadi lunak secara perlahan-lahan sampai
mencapai tingkat optimal derajat penerimaan konsumen. Keadaan ini merupakan hasil kerja
enizm dalam tubuh ikan dan prosesnya dinamakan autolisis. Keadaan Ini berlangsung cepat,
karena bakteri segera berkembang dan hanya dapat ditunda dengan pembekuan.
2.10 PRINSIP PEMBEKUAN IKAN
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan fase dari
cair ke padat, dan merupakan salah satu proses pengawetan yang umum dilakukan untuk
penanganan bahan pangan. Pada proses pembekuan, 14 penurunan suhu akan menurunkan
aktifitas mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan.
Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan dalam fase cair
di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat pertumbuhan mikroba atau aktivitas
sekunder enzim (Suzuki 1981).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa, pembekuan ikan berarti menyiapkan
ikan untuk disimpan di dalam suhu yang rendah (cold storage). Pembekuan berarti mengubah
kandungan cairan menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6 sampai dengan -
2℃, rata-rata pada -1℃. yang mula-mula membeku adalah free water, kemudian disusul
oleh bound water. Pembekuan dimulai dari bagian luar dan bagian tengah manjadi beku
paling akhir.
Pembekuan dimaksudkan untuk mengawetkan sifat-sifat alami ikan, pembekuan
menggunakan suhu yang lebih rendah yaitu jauh dibawah titik beku ikan. Keadaan beku
menyebabkan bakteri dan enzim terhambat kegiatanya sehingga daya awet ikan beku lebih
besar dibandingkan dengan ikan yang didinginkan. Pada suhu -12℃, kegiatan bakteri telah
dapat dihentikan tetapi proses-proses kimia enzimatis masih berjalan terus.
Pembekuan secara garis besar adalah merupakan suatu cara pengambilan panas dari
produk-produk yang dibekukan untuk selanjutnya diikuti oleh turunannya suhu sampai
dibawah 0℃ sehingga sebagian kadar air yang terdapat atau berubah menjadi es (membeku).
Menurut Adawyah (2007) bahwa pembekuan adalah proses pengeluaran panas dari dalam
produk dan selanjutnya produk akan mengalami penurunan suhu. Refrigerasi / pembekuan
adalah pengusahaan pemeliharaan suhu suatu zat (ikan 15 atau produk perikanan lainnya)
atau ruangan (ruangan penampung, cold storage, dan lainnya) pada tingkat yang lebih rendah
dari pada atmosfer sekitarnya dengan cara penarikan panas, jika pengesan dan pendinginan
hanyalah pengusahaan suhu rendah pada pusat thermal sekitar 0℃, maka pembekuan adalah
pengusahaan suhu rendah hingga pada pusat thermal hingga -18℃ (Ilyas 1983) Menurut
Ilyas (1983) bahwa laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk
menurunkan suhu produk pada titik yang paling lambat menjadi dingin atau beku, dihitung
dari saat pencapaian titik beku awal sampai tercapainya tingkat suhu yang diinginkan
dibawah titik beku produk tersebut.
Meskipun telah disadari bahwa definisi ini tidak terlepas dari kekurangan, sepertinya
masih merupakan kompromi terbaik bila dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan
definisi lain. Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu produk
beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan yang sangat cepat
sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan lambat.
Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil tersusun secara
merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan menyebabkan terbentuknya kristal
es yang besar tersusun pada ruang antar sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi
kecepatan berproduksi, pembekuan sangat cepat dianggap menguntungkan, selama produk
yang dihasilkan tidak dikorbankan. Menurut Ilyas (1983) bahwa, metode pembekuan yang
dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1. Pembekuan Sharp Freezing Produk dibekukan diletakkan diatas lilitan evaporator.
Pembekuan berlangsung lambat, teknik ini tidak dianjurkan kecuali pada wadah
kecil.Alatnya digolongkan kedalam pembekuan lambat (sharp freezer).
2. Air Blast Freezing Produk yang dibekukan diletakkan dalam ruangan yang
ditiupkan udara dingin dengan blower yang kuat. Pembekuan berlangsung cepat.
Alat yang digunakan digolongkan kedalam Air Blast Freezer (ABF).
3. Contact Plate Freezing Membekukan produk diantara rak-rak yang dialiri
refrigrant, pembekuan berlangsung cepat. Alatnya Contact Plate Freezer (CPF).
4. Imeersion Freezing Membekukan produk dalam air (larutan garam) yang
direfrigrasi. Pembekuan berlangsung cepat, sering diterapkan di kapal penangkap
(udang dan tuna). Alatnya Brine Freezer. 5) Cryogenic Freezing Membekukan
produk dengan semprotan bahan kriogen, misalnya CO2 cair dan N2 cair.
Pembekuan berlangsung sangat cepat hanya dipraktekkan pada produk-produk
mahal seperti udang, paha kodok. Alat liquid CO2 freezer atau liquid N2 Freezer.
2.11 Bentuk Olahan Ikan Tuna
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000) bahwa, ikan tuna beku dapat dibedakan menjadi
beberapa bagian sesuai dengan permintaan konsumen.
1. Bentuk whole adalah pembekuan ikan tuna yang dilakukan secara utuh, dimana
pembekuan dilakukan secara individual (satu-persatu). Pembekuan ini biasanya dilakukan
setelah ikan tuna itu ditangkap (pembekuan dikapal). Adapu bentuk whole dapat dilihat pada
Gambar 2.3

Gambar 2.3 Bentuk Whole


2. Bentuk Gill dan Gutted adalah pembekuan ikan tuna baik secara individu maupun blok
dimana ikan tersebut sebelumnya terlebih dahulu disiangi (dibersihkan isi perut dan
perutnya).
3. Bentuk fillet adalah pembekuan ikan tuna yang terlebih dahulu diiris dan diambil
dagingnya menjadi dua bagian sama besar. Arah irisan sejajar dengan tulang punggung.
Adapun untuk bentuk fillet dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Bentuk Fillet


4. Bentuk loin adalah pembekuan ikan tuna yang terlebih dahulu fillet diiris lagi menjadi
dua bagian, sehingga didapat seperempat bagian dari daging ikan. Apabila ukuran fillet relatif
panjang biasanya dipotong melintang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.5
dibawah ini.

Gambar 2.5 Bentuk Loin


5. Bentuk Steak adalah pembekuan ikan tuna yang terlebih dahulu dibetuk loin kemudian
diiris-iris secara melintang dan tegak lurus dengan ketebalan tertentu, sehingga hasil irisan
berentuk lembaran-lembaran daging. Selain itu juga yang diiris dalam bentuk segitiga sesuai
dengan keadaan ikan dan ukuan yang telah dituntuan. Adapun bentuk steak dapat dilihat pada
Gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6 Bentuk Steak


7. Bentuk Saku Adalah pembekuan ikan tuna yang awalnya bentuk loin, selanjutnya
dilakukan trimming dan skinning kemudian disortir dan dibentuk seperti jajaran genjang.
Adapun bentuk saku dapat dilihat pada Gambar 2.7 di bawah ini
Gambar 2.7 Bentuk Saku
8. Proses Penanganan Tuna Steak Beku Menurut Badan Standarisasi Nasional (2006),
alur proses pembekuan ikan tuna bentuk steak meliputi penerimaan bahan baku, penyiangan
atau tanpa penyiangan, pencucian, pembuatan Loin, pengkulitan dan perapihan, sortasi mutu,
pembentukan Steak, pembungkusan (Wrapping), pembekuan, penggelasan atau tanpa
penggelasan, penimbangan, pengepakan.
BAB III
GAMBARAN UMUM
3.1 Kondisi Umum Perusahaan
3.1.1 Kondisi Umum Perusahaan
Nama perusahaan : POKLAHSAR PENI
Nama pemiik : Anang Widagdo
Nama direktur : Cahyo Nugroho
Jenis Usaha : Usaha Pengolahan Ikan
Fasilitas Perusahaan :

 Mesin Penggiling
 Mesin Vakum
 Freezer
o Alat Surimi

Tujuan Pemasaran: Pacitan, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Denpasar, dan Sidoarjo.


Alamat Perusahaan: RT. 03, RW. 02, Desa Ngadiluwih, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten
Pacitan, Provinsi Jawa Timur.
Telepon: 087-758-283-627
Facsimile : -
3.1.2 Sejarah Tahu Tuna Dewa Ruci
Usaha pengolahan ikan tuna yang saya jalankan telah melalui perjalanan panjang yang
dimulai pada awal tahun tahun 2008. Saya membentuk kelompok pembudidaya ikan lele.
Usaha budidaya ikan lele di daerah kami ternyata kurang menguntungkan karena berbagai
faktor antara lain tidak tersedianya luasan tanah yang cukup, sumber air tidak melimpah,
tidak tersedianya benih lele yang bagus, dan yang lebih penting lagi adalah harga pakan ikan
yang sangat mahal ketika sampai di tempat kami akibat dari mahalnya ongkos transportasi.

Anda mungkin juga menyukai