Anda di halaman 1dari 24

MANAJEMEN BENCANA KEBAKARAN

HUTAN
DI KALIMANTAN

Disusun Oleh

Kelompok 4 :

1. Ponco Wido Dewi (G2A218004)


2. Sunarsih (G2A218014)
3. Galih Aditya W (G2A218023)
4. Puji Anugroho (G2A218031)
5. Marita Wilansari (G2A218039)
6. Lailatun Nafiah (G2A218047)
7. Fatkhurrohman (G2A218081)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU


KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam
maupun oleh kelalaian manusia. Bencana Alam mulai dari Tanah
longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan tanah longsor,
letusan gunung merapi, kekeringan serta gelombang pasang adalah
bencana yang disebabkan oleh alam. Sementara itu aksi teror, konflik,
kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, dan kebakaran hutan
merupakan bencana akibat kelalaian manusia. Bencana yang disebabkan
oleh alam dan kelalaian manusia samasama menimbulkan kerugian
terhadap lingkungan dan perekonomian (Anonim,2011).
Belakangan ini kebakaran hutan menjadi perhatian internasional
sebagai isu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El
Ninno (ENSO) 1997/1998 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25
juta hektar di seluruh dunia (FAO 2001: Rowell dan Moore 2001).
Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan
berkelanjutan karena efeknya secara langsung pada ekosistem (United
Nations Internasional Strategy for Disaster Reduction 2002).
Kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi
keanekaragaman hayati. Di Asia Tenggara, keprihatinan mengenai
dampak kebakaran hutan cukup signifikan, yang ditunjukan dengan
penandatanganan Perjanjian Lintas Batas Pencemaran Kabut oleh
negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) pada bulan Juni di Kuala Lumpur. Kebakaran hutan
merupakan salah satu prioritas yang dinyatakan oleh Departemen
Kehutanan Indonesia dan aksi untuk menangani masalah ini dimasukan
dalam dokumen komitmen kepada negara-negara donor yang terhimpun
dalam Consultative Group on Indonesia (CGI).
Pada 1997/1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan paling
parah di seluruh dunia. Citra situasi kota yang diliputi kabut, hutan yang
terbakar dan orangutan yang menderita. Negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, dan juga lembaga-lembaga bantuan pembangunan,
melibatkan diri dalam usaha memadamkan kebakaran hutan tersebut.
Kejadian ini dinyatakan sebagai salah satu bencana lingkungan terburuk
sepanjang abad, karena dampaknya bagi hutan dan juga jumlah emisi
karbon yang dihasilkanya sangat besar (Glover, 2001).
Walaupun perhatian terus meningkat terhadap masalah kebakaran
hutan dan berbagai tindakan telah diupayakan untuk menghindari,
mengurangi atau menekan dampak kebakaran hutan yang tidak
dikehendaki, bencana pencemaran kabut masih terjadi lagi pada
tingkatan berbeda dilokasi yang sama setiap tahun di Asia Tenggara,
tingkat yang tertinggi terjadi pada Agustus-Oktober 2002 sejak peristiwa
kebakaran hutan 1997.
Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan
dan Lahan baik dalam luas yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan
dan lahan seringkali tidak terkendali dan bila terjadi maka api akan
membakar apa saja di dekatnya dan menjalar mengikuti arah angin.
Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu kebakaran
secara alamiah dan kebakaran yang disebabkan oleh manusia.
Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami awalaupun pada
kenyataanya manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di
milenium terakhir ini, pertama untuk memudahkan pemburuan dan
selanjutnya untuk membuka lahan garapan didalam hutan.
(Irwanto,2006)
Berbagai studi mengenai kebakaran hutan sudah dilakukan,
belum banyak kemajuan yang dicapai untuk mengatasi masalah di
Indonesia. Alasanya antara lain adalah kerancuan kebijakan,
keterbatasan pemahaman tentang dampaknya terhadap ekosistem, dan
kekaburan tentang berbagai penyebab kebakaran hutan sebagai akibat
ketidakpastian tanggapan secara ekonomi dan kelembagaan terhadap
kebakaran hutan.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi kerap digeneralisir
sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran
tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukkan maupun akibat
kelalaian, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva
gunung berapi). Area HTI, hutan alam, dan perladangan dapat dikatakan
99% penyebab kebakan hutan di Indonesia yang berasal dari ulah
manusia, baik itu sengaja dibakar atau karena penjalaran api yang terjadi
akibat kelalaian pada saar penyiapan lahan (saharjo,1999 yang dikutip
oleh Adinugroho, 2009)
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau
2019 diberbagai wilayah diindonesia terus terjadi. Karhutla berdampak
seignifikan terhadap lingkungan, ekonomi dan struktur sosial
dipedesaan, kota bahkan negara tetangga. Sampai September 2019
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan
karhutla lahan mencapai 857.451 hektare, dan lahan gambut 227.304
hektare.
Kalimantan sebagai salah satu provinsi yang memiliki hutan
yang luas dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi perlu adanya
pengetahuan mengenai kebiasaan masyarakat sekitar hutan, dalam
rangka mengantisipasi kerusakan hutan dan ekosistemnya. Keberadaan
masyarakat sekitar hutan yang masih aktif melakukkan pembakaran
tidak dapat kita lepaskan untuk menjaga kelestarian hutan tersebut.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen bencana kebakaran hutan

2. Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui Definisi Bencana
 Untuk mengetahui Dampak Bencana
 Untuk mengetahui Macam-macam Bencana
 Untuk mengetahui Kemungkinan Bencana di Daerah
 Untuk mengetahui Penatalaksanaan Bencana Secara Umum
 Untuk mengetahui Studi Kasus dan Manajemen penanganan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang
mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, fasilitas umum,
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Pada hakekatnya bencana baik yang disebabkan oleh alam
maupun karena ulah manusia yang mengakibatkan pengungsian adalah
merupakan bencana bagi bangsa Indonesia.Selama ini
penanggulangannya telah diupayakan melalui berbagai caradengan
melibatkan seluruh komponen masyarakat melalui koordinasi
penanganan sejak di tingkat lokasi bencana di daerah sampai dengan di
tingkat nasional (BNPB, 2011).

B. Dampak Bencana
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat
mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup
kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan
komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya
hutan yang melindungi daratan.

C. Macam- Macam Bencana


1. Banjir
Banjir adalah bencana akibat curah hujan yang tinggi dengan
tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air yang memadai
sehingga merendam wilayah-wilayah yang tidak dikehendaki oleh
orang-orang yang ada di sana. Banjir bisa juga terjadi karena
jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah
terkena dampak kiriman banjir, secara umum, penyebab terjadinya
banjir sebagai berikut :
a. Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi,
b. Pendangkalan sungai,
c. Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai
maupun gotong royong,
d. Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat,
e. Pembuatan tanggul yang kurang baik,
f. Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi
daratan.

2. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah kebakaran yang diakibatkan oleh
faktor alam seperti akibat sambaran petir, kekeringan yang
berkepanjangan, lelehan lahar, dan lain sebagainya. Kebakaran hutan
menyebabkan dampak yang luas akibat asap kebakaran yang
menyebar ke banyak daerah di sekitarnya. Hutan yang terbakar juga
bisa sampai ke pemukiman warga sehingga bisa membakar habis
bangunan- bangunan yang ada. Penyebab kebakaran liar, antara lain:
a. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau
yang panjang.
b. Kecerobohan manusia antara lain membuang
puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan api di
perkemahan.
c. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas
dari letusan gunung berapi.
d. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan
pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan
vandalisme.
e. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut
yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim
kemarau.
3. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah guncangan yang mengguncang suatu
daerah mulai dari yang tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang
membahayakan. Gempa dengan skala tinggi dapat membuat luluh
lantak apa-apa yang ada di permukaan bumi. Rumah, gedung,
menara, jalan, jembatan, taman, landmark, dan lain sebagainya bisa
hancur rata dengan tanah jika terkena gempa bumi yang besar.
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang
dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang
bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya
mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak dapat
ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi
akan terjadi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan-


lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya
terjadi di perbatasan lempengankompresional dan transnasional.
Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi
lapisan litosfer yang terjepit ke dalam mengalami transisi fase pada
kedalaman lebih dari 600 km. Beberapa gempa bumi lain juga
dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi.
Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya
letusan gunung berapi.
Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena
menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti
Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga
dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi
(contoh: pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di
Rocky Mountain Arsenal). Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari
peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan
memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah.
Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan
juga seismisitas terinduksi.
4. Tsunami
Tsunami adalah ombak yang sangat besar yang menyapu
daratan akibat adanya gempa bumi di laut, tumbukan benda
besar/cepat di laut, angin ribut, dan lain sebagainya. Tsunami sangat
berbahaya karena bisa menyapu bersih pemukiman warga dan
menyeret segala isinya ke laut lepas yang dalam. Tsunami yang
besar bisa membunuh banyak manusia dan makhluk hidup yang
terkena dampak tsunami. Tsunami dapat terjadi jika terjadi
gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air,
seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor
yang jatuh ke bumi.
Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut.
Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung
meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau. Gerakan
vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau
turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran
energi air laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang
besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami. Gempa yang
menyebabkan tsunami:
a. Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 – 30
km).
b. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala
Richter.
c. Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

5. Gunung Meletus

Gunung meletus adalah gunung yang memuntahkan materi-


materi dari dalam bumi seperti debu, awan panas, asap, kerikil,
batu-batuan, lahar panas, lahar dingin, magma, dan lain sebagainya.
Gunung meletus biasanya bisa diprediksi waktunya sehingga korban
jiwa dan harta benda bisa diminimalisir. Magma adalah cairan pijar
yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat
tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000° C.
Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu
lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200° C. Letusan gunung
berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai
sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri
sampai sejauh radius 90 km. Tidak semua gunung berapi sering
meletus. Gunung berapi yang sering meletus disebut gunung berapi
aktif.
6. Angin Puting Beliung/Angin Ribut
Angin puting beliung adalah angin dengan kecepatan tinggi
yang berhembus di suatu daerah yang dapat merusak berbagai
benda yang ada di permukaan tanah. Angin yang sangat besar
seperti badai, tornado, dan lain-lain bisa menerbangkan benda-
benda serta merobohkan bangunan yang ada sehingga sangat
berbahaya bagi manusia.
Puting Beliung Tornado merupakan secara harfiah sebutan
untuk “tornado yang melintasi perairan”. Angin ini dapat terbentuk
melintasi perairan seperti tornado mesosiklon, atau menjadi tornado
darat yang melintas keluar perairan. Sejak angin ini terbentuk dari
badai petir perusak dan dapat menjadi jauh lebih dahsyat, kencang,
dan bertahan lebih lama daripada puting beliung cuaca sedang,
angin ini dianggap jauh lebih membahayakan.
7. Tanah Longsor

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu


peristiwa geologi yang terjadi karena pergerakan asa batuan atau
tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti jatuhnya bebatuan atau
gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan
oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu. Faktor
pendorong adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi material
sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan
bergeraknya material tersebut. Meskipun penyebab utama kejadian
ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam,
namun ada pula faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh, yaitu
erosi, hujan lebat, getaran mesin, lalu lintas, penggunaan bahan
peledak dan bahkan petir.

8. Kekeringan
Perlu dibedakan antara kekeringan (drought) dan kondisi
kering (aridity). Kekeringan adalah kesenjangan antara air yang
tersedia dengan air yang diperlukan, sedangkan ariditas (kondisi
kering) diartikan sebagai keadaan jumlah curah hujan sedikit.
Kekeringan (kemarau) dapat timbul karena gejala alam yang terjadi
di bumi ini. Kekeringan terjadi karena adanya pergantian musim.
Pergantian musim merupakan dampak dari iklim. Pergantian musim
dibedakan oleh banyaknya curah hujan. Pengetahuan tentang musim
bermanfaat bagi para petani untuk menentukan waktu tanam dan
panen dari hasil pertanian.
Pada musim kemarau, sungai akan mengalami kekeringan.
Pada saat kekeringan, sungai, dan waduk tidak dapat berfungsi
dengan baik. Akibatnya sawah-sawah yang menggunakan sistem
pengairan dari air hujan juga mengalami kekeringan. Sawah yang
kering tidak dapat menghasilkan panen. Selain itu, pasokan air bersih
juga berkurang. Air yang dibutuhkan sehari-hari menjadi langka
keberadaannya. Kekeringan pada suatu kawasan merupakan suatu
kondisi yang umumnya mengganggu keseimbangan makhluk hidup.
D. Kemungkinan Bencana
Kemungkinan bencana kebakaran hutan di Kalimantan
dikarenakan adanya beberapa titik panas yang ditemukan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yaitu 513 titik di
Kalimantan Barat, 954 titik di Kalimantan Tengah, dan 178 titik di
Kalimantan Selatan.

E. Penatalaksanaan Bencana Secara Umum


1. Pra Bencana
a. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi
yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta
mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi
dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong
dalam mitigasi pasif antara lain adalah :

1) Penyusunan peraturan perundang-undangan


2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif


antara lain:
1) Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan,
bahaya, larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan
tentang penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB),
dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan
bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke
daerah yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
7) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-
jalur evakuasi jika terjadi bencana.
8) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan
erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi
mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa peraturan,
penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural
(berupa bangunan dan prasarana).

2. Bencana

a. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
3) Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan pekerjaan umum).
(a) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
(b) Penyiapan dukungan dan mobilisasi
sumberdaya/logistik.
(c) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang
cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
4) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan
dini (early warning)
5) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
6) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana
peralatan)
b. Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau
pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2) penentuan status keadaan darurat bencana; 18 Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) pemenuhan kebutuhan dasar;
5) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

3. Pasca Bencana

a. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:

1) perbaikan lingkungan daerah bencana;


2) perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) pemulihan sosial psikologis;
5) pelayanan kesehatan;
6) rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) pemulihan keamanan dan ketertiban;
9) pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) pemulihan fungsi pelayanan publik
b. Rekonstruksi
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana
secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus
dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian
dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1) pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang lebih baik dan tahan bencana;
5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi
kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat;
6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat
BAB III

STUDI KASUS

A. Kasus
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla masih jadi berita utama
beberapa pekan terakhir di Indonesia.Pasalnya, kebakaran hutan yang terjadi
di Riau dan Kalimantan sudah mencapai titik memprihatikan. Kepulan asap
akibat kebakaran hutan ini sudah menganggu aktivitas warga di Riau maupun
Kalimantan. Bahkan, sudah banyak korban berjatuhan akibat menghirup
udara tercemar setiap harinya. Seorang bayi di Palembang meninggal dunia
diduga karena karhutla yang membuatnya menderita ISPA. Tentu hal ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja.
Sudah berbulan-bulan pihak daerah mengupayakan agar api bisa segera
padam dan tidak lagi menyebar ke arah lain. Sayangnya upaya pemadam
belum menunjukkan hasil yang maksimal. Sampai saat ini, kondisi Riau dan
Kalimantan masih rawan akan udara yang terkontaminasi. Menindak lanjuti
kejadian ini, akhirnya banyak sekolah terpaksa diliburkan agar anak-anak
tidak banyak keluar rumah. Ibu-ibu hamil juga dianjurkan untuk tetap berada
di dalam rumah mengurangi resiko terhirup asap. Saking parahnya kondisi
ini, jarak pandang seseorang pun terbatas karena terhalang asap.
Melansir laman earthobservatory.nasa.gov, NASA merilis foto keadaan
Pulau Kalimantan dari Luar Angkasa. Potret ini tertangkap oleh The
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometr (MODIS) lewat Satelit Aqua
NASA. Nampak kondisi Pulau Kalimantan sangat memprihatinkan. Asap
menutupi setiap area yang ada di Kalimantan, bahkan warna hijau pulau yang
identik dengan Kalimantan tertutup asap. Kepulan asap yang tebal ini
menandakan betapa buruknya kualitas udara yang ada disana.

B. Program kerja organisasi kemanusiaan berdasarkan siklus manajemen


bencana kebakaran hutan:
1. Tahap Pra Bencana
a. Pencegahan dan Mitigasi
1) Membuat peta rawan bencana kebakaran dan memetakan
masalah yang akan timbul akibat kebakaran bila sewaktu
waktu terjadi,
2) Membuat protap atau SOP untuk pencegahan dan
pengurangan resiko bencana kebakaran.
3) Membuat poster/brousure/leaflet yang terkait tentang
kebakaran, membuat dan penempatan tanda-tanda peringatan,
bahaya larangan memasuki daerah rawan kebakaran,
4) Melakukan Penelitian atau mengkajian karakteristik kebakaran
5) Mengkajian atau menganalisis risiko yang disebabkan oleh
bencana kebakaran
6) Membuat pelatihan dasar tentang bencana kebakaran bagi
aparat dan masyarakat,
7) Relokasi penduduk dari daerah yang rawan bencana longsor
ke daerah yang lebih aman dari ancaman kebakaran
8) Melakukan penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan
masyarakat terhadap bahaya bencana kebakaran.
9) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana kebakaran
10) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk
mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh bencana kebakaran
2. Bencana
a. Kesiapsiagaan (Preparedness)

1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana disekitar lokasi kebakaran


dengan mengikut sertakan masyarakat setempat.

2) Memberikan Pelatihan siaga bencana atau simulasi bencana


kebakaran bagi voluntir dan warga masyarakat yang beresiko
terkena kebakaran

3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan hal ini


bertujuan untuk memudahkan saat fase tanggap darurat
kebakaran.
4) Menyiapkan dukungan dan mobilisasi sumberdaya atau suplay
logistik ke lokasi kebakaran

5) Menyiapkan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan


terpadu untuk mendukung tugas dilokasi kebakaran

6) Pemasangan dan menyiapkan early warning instrument (sistem


peringatan dini)

7) menyusun rencana kontinjensi (contingency plan) digunakan


apa bila terjadi bencana diluar dugaan

8) Menggerakkan sumber daya (personil dan prasarana/sarana


peralatan) untuk persiapan mengurangi dampak dari kebakaran.

9) Pelarangan pembakaran hutan


b. Tanggap Darurat (Emergency Response)

1) Melakukan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap


lokasi,kerusakan,kerugian, dan sumber daya saat informasi
tentang bencana kebakaran diterima dengan akurat,

2) Pemadaman api secara manual maupun dengan menggunakan


alat ataupun melalui udara.

3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena bencana


kebakaran.

4) Memberikan pengobatan massal/ pelayanan kesehatan terpadu


di lokasi pengungsian

5) Pemenuhan kebutuhan dasar bagi korban bencana kebakaran


yang telah di evakuasi ketitik titik pengungsian,

6) Menyediakan akses informasi terkait bencana kebakara

7) Memberikan perlindungan terhadap kelompok rentan terhadap


dampak dari bencana kebakaran.

8) Melakukan pemulihan dengan segera pada pemukiman warga


yang terkena kebakaran maupun hutan yang terkena kebakaran.
3. Pasca Bencana
a. Pemulihan ( Recovery )

1) Memperbaiki lingkungan daerah bencana kebakaran


2) Memberikan bantuan perbaikan rumah masyarakat yang rusak
akibat bencana kebakaran
3) pemulihan kesehatan warga yang terkena dampak asap
kebakaran.
4) Memaksimalkan pelayanan kesehatan terhadap korban di lokasi
kebakaran.
5) Menanam kembali pohon pohon yang habis terbakar
BAB IV
PEMBAHASAN

Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang mencapai 328.724 ha


dan 11.919 titik panas (data per 16 September 2019 ) yang tersebar paling
banyak di Pulau Sumatera dan Kalimantan membawa kerugian sosial dan
ekonomi kepada masyarakat. Provinsi yang terlaporkan terkena dampak
antara lain Provinsi Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Utara, Aceh, Kepulauan Riau,
Kalimantan Timur, Kalimatan Selatan, hingga Jawa Timur, Nusa Tenggara
Timur dan Papua.

Kementerian Kesehatan mencatat ada 106.550 pasien di Palembang,


61.147 pasien di Kota Jambi, 23.324 di Palangkaraya, 9.512 pasien di
Pekanbaru karena kabut asap. Ada juga kejadian di Madrasah Tsanawiyah
1 Aceh Barat dimana lima orang siswa pingsan dan sesak napas secara
bersamaan karena udara yang buruk. Studi oleh Chelsea E. Stockwell,
et.al. mengungkapkan adanya 90 jenis gas berbahaya dalam asap kabut
karhutla di Kalimantan Tengah tahun 2015. Prof. Dr. Ir. H. Bambang Hero
Saharjo, M. Agr dari Institut Pertanian Bogor mengatakan gas-gas itu
dapat menyebabkan penyakit pada saluran pernapasan, seperti Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA), asma, penyakit paru obstruktif kronis.
Apalagi, paparan polusi udara pada kehamilan dapat mengganggu
perkembangan plasenta, janin, dan ekspresi DNA bayi yang dikandung.
Karhutla juga mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah
di daerah yang terkena dampak. Sekolah-sekolah tingkat TK dan SD di
Pontianak sempat diliburkan pada tanggal 13-14 Agustus 2019.

Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Pendidikan Kota Jambi sempat


meliburkan sekolah tingkat TK hingga SMP di kota tersebut pada tanggal
9 September hingga 11 dan 13 September 2019. Negara tetangga Malaysia
pun terkena dampaknya, dimana 400 sekolah juga diliburkan. Bahkan, satu
gedung Sekolah Dasar di Kabupaten Mempawah habis dilalap api dari
Karhutla yang sudah mengepung bangunan tersebut sebelumnya. Kondisi
kesehatan masyarakat yang memburuk dan pendidikan yang terganggu,
apalagi jika berkepanjangan, akan menurunkan standar kehidupan
masyarakat. Studi dampak polusi udara dalam jangka panjang, yang
dikeluarkan pada bulan Maret 2019, menunjukkan bahwa anak-anak yang
lahir pada tahun 1997, yang mana saat dalam kandungan terpapar polusi
udara, akan lebih pendek dari orang-orang sebayanya. Artinya, paparan
polusi udara meningkatkan resiko stunting.

Menurut studi ini juga, rendahnya tinggi manusia berkorelasi dengan


rendahnya pemasukan yang diterima. Sehingga, diperkirakan ada
kehilangan 4% upah bulanan rata-rata 1 juta pekerja Indonesia yang lahir
pada periode ini. Tentunya hasil studi ini harusnya menjadi perhatian
Pemerintah Indonesia yang tengah gencar mengkampanyekan pencegahan
dan pengurangan risiko stunting pada anak. Selain itu, salah satu isu
kesehatan yang menjadi perhatian utama adalah pneumonia pada anak.
Pneumonia adalah penyebab kematian anak kedua di Indonesia. Indonesia
ada di peringkat ketujuh dunia sebagai negara dengan beban pneumonia
tertinggi menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2017.
Terdapat 25.481 kematian anak di bawah lima tahun karena infeksi
pernapasan akut, atau 17% dari seluruh kematian anak. Sama seperti
stunting, pneumonia juga memberikan beban ekonomi. Dengan
perhitungan rata-rata 1,26 juta kasus pneumonia balita setiap tahun dari
2011 hingga 2016, biaya yang keluar untuk pengobatan mencapai Rp 91
miliar setiap tahunnya.

A. Dampak Kebakaran Hutan


1. Dampak sepenuhnya dari kebakaran dan kabut asap sistemik
Indonesia terhadap flora dan fauna. Kebakaran menghancurkan
keberagaman genetika alamiah, yang membantu spesies beradaptasi
agar tahan terhadap parasit dan penyakit menular. Biomassa yang
terbakar menghasilkan cikal bakal (precursor) dari ozon (O3 ) di
tingkat dasar (troposfer), yang berdampak terhadap pertumbuhan
tanaman dan fotosintesis serta menyebabkan efek jangka panjang pada
struktur dan fungsi ekosistem. Ozon telah terbukti mengurangi hasil
tanaman pangan utama dan mempengaruhi kualitas gizi dari gandum,
beras dan kedelai. Ozon dapat pula mengurangi kapasitas lahan untuk
dapat bertindak sebagai penyerap karbon. Material partikulat dalam
kabut asap juga telah terbukti mengurangi curah hujan lokal, yang
pada gilirannya, dapat berdampak pada tanaman yang baru ditanam.
2. Paparan berkepanjangan terhadap kabut asap juga dapat menyebabkan
“efek gunung berapi”, yaitu, penurunan produktivitas tanaman dalam
jangka pendek akibat paparan sinar matahari yang terbatas dan efek
merusak pada fisiologi tanaman dan proses fotosintesis. Dalam jangka
panjang, hal tersebut dapat menyebabkan melemahnya kemampuan
spesies tanaman secara keseluruhan untuk pulih dari guncangan akibat
paparan kumulatif terhadap tekanan. Dalam kasus yang ekstrem,
paparan kabut asap dapat mempengaruhi kemampuan suatu spesies
untuk bertahan hidup. Kebakaran dan kabut asap juga berpengaruh
negatif terhadap para penyerbuk, yang pada gilirannya mempengaruhi
produksi pertanian. Paparan kabut asap yang kronis menciptakan
tekanan berkelanjutan terhadap lingkungan, yang dampaknya terhadap
produktivitas dan evolusi belum diketahui.
3. Krisis kebakaran yang sifatnya berulang di Indonesia sangat
memprihatinkan. Spesies dapat beradaptasi, namun adaptasi tidak
selalu menguntungkan atau mungkin dilakukan. Kebakaran
menghilangkan organisme hidup yang ada di tanah, dan membutuhkan
waktu bertahun-tahun sebelum spesies perintis ini bisa berkolonisasi
lagi. Lebih memprihatinkan lagi adalah tekanan terhadap lingkungan
hidup dalam jangka panjang, yang akhirnya akan mengarah pada titik
kritis. Setelah itu, ekosistem akan berubah secara permanen dan tidak
dapat dikembalikan lagi seperti kondisi semula. Bagaimana atau
kapan ekosistem akan berubah tidaklah diketahui. Tetapi dampak dari
proses tersebut dapat menjangkau jauh melampaui batas wilayah
Indonesia.
BAB V

KESIMPULAN

A. Simpulan dan Saran

Permasalahan kebakaran hutan yang sering terjadi di beberapa


wilayah tanah air telah menjadi bencana nasional yang juga terasa
dampaknya sampai di negara tetangga. Di dalam negeri sendiri beberapa
sektor turut terganggu. Pada sektor kesehatan, akibat terpapar asap kabut
akibat kebakaran hutan maka terjadi peningkatan kasus penyakit terutama
pasien ISPA, sedangkan pada sektor ekonomi eksternal negatif asap akan
menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap perekonomian daerah
setempat dan juga nasional.
Dampak kebakaran hutan yeng menimbulkan masalah berua asap
kabut juga mengganggu sektor transportasi karena mengganggu jarak
pandang, sehingga perjalanan darat, laut dan udara terganggu. Berbagai
upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia baik itu dalam rangka
pencegahan maupun penanggulangan. Upaya tersebut sebagian besar
menyentuh sumber penyebab asap kabut itu terjadi yaitu kebakaran hutan.
Namun sebagian upaya tersebut masih berupa upaya tanggap darurat pasca
bencana seperti pemadaman api, pengobatan kepada korban, dan
sebagainya. Sedangkan upaya yang bersifat preventif masih perlu
ditingkatkan lagi.
Dari aspek lingkungan, upaya pelestarian lingkungan termasuk salah
satunya menjaga sektor kehutanan perlu terus ditindaklanjuti dalam
program khusus dalam tataran praktis. Sedangkan dari aspek hukum,
penguatan dari segi regulasi dan penerapan sangsi yang tegas terhadap
pelanggar lingkungan perlu terus ditegakkan. Penguatan peran
kelembagaan tingkat kabupaten/ kota juga perlu menjadi perhatian,
pemerintah provinsi diharapkan turut serta mengoordinasikan agar upaya
penaganan kebakaran hutan antar daerah bisa sinergis.
Negara tetangga yang selama ini turut merasakan dampak dari
adanya efek dari kebakaran hutan yaitu asap kabut tersebut juga turut
menawarkan bantuan. Pemerintah Singapura menawarkan bantuan teknis
untuk turut membantu memadamkan kebakaran hutan, sementara itu
Pemerintah Malaysia dan Indonesia sudah membuat nota kesepahaman
yang berisi kerja sama untuk memadamkan kebakaran hutan, lahan serta
pencemaran asap kabut melalui pelatihan bersama dan bantuan alat-alat
yang diperlukan dalam menjinakkan api. Namun demikian, penguatan
peran dalam negeri, baik itu dari sisi teknis, penguatan hukum, penguatan
SDM dan kelembagaan, serta upaya-upaya preventif lainnya perlu terus
dilakukan agar dampak dari kebakaran hutan ini tidak terjadi berulang-
ulang setiap kali musim kemarau tiba
DAFTAR PUSTAKA

Beni S., Ambarjaya. 2006. Tsunami Sang Gelombang Pembunuh. Jakarta:


CV. Karya Mandiri Pratama.
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_longsor
https://id.wikipedia.org/wiki/Puting_beliung
https://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_Merapi_2010
https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi#Penyebab_terjadinya_gempa_B
umi
http://www.ensikloblogia.com/2016/12/pengertian-gempa-bumi-tanda-
tanda-dan.html
https://www.rappler.com/indonesia/134463-5-hal-mengenai-gempa-bumi-
yogyakarta 2006
Pribadi S, Fachrizal, I Gunawan, I Hermawan, Y Tsuji, SS Han.
2006. Gempa Bumi dan Tsunami Selatan Jawa Barat 17 Juli 2006. Jakarta: Badan
Meteorologi dan Geofisika.
Yulianto E., F. Kusmayanto, N. Supriyatnam Dirhamsyah. 2008. Selamat
dari Bencana Tsunami, Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaran.
Jakarta: UNESCO.
Zaitunah A. 2012. Pemodelan Spasial Kerawanan Kerusakan Akibat
Tsunami Pantai Ciamis Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara, 2014.
Data Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan
Karangkobar. BPPT, 2014.
Kajian Spasial Rata-Rata Curah Hujan Harian Banjarnegara 9-11 Desember
2014. Laporan Intern, tidak dipublikasikan.

sipongi.menlhk.go.id Direktorat PKHL Kementrian Lingkungan


Hidup Dan Kehutanan R

Jeannette, Ann G, dkk. 2016 .Laporan Pengetahuan Lanskap Berkelanjutan


Indonesia ini sebelumnya dimuat pada Laporan Triwulanan
Perkembangan Perekonomian Indonesia (IEQ), Bank Dunia, Jakarta.
Yulianti, Nina.2018. Pengenalan Bencana Kebakaran dan Kabut Asap Lintas
Batas. Cetakan Pertama, November 2018.Bogor
Sri, Anih Suryani.2012.Penanganan Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan Di
Wilayah Perbatasan Indonesia. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data
dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI.

Anda mungkin juga menyukai