HUTAN
DI KALIMANTAN
Disusun Oleh
Kelompok 4 :
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam
maupun oleh kelalaian manusia. Bencana Alam mulai dari Tanah
longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir dan tanah longsor,
letusan gunung merapi, kekeringan serta gelombang pasang adalah
bencana yang disebabkan oleh alam. Sementara itu aksi teror, konflik,
kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, dan kebakaran hutan
merupakan bencana akibat kelalaian manusia. Bencana yang disebabkan
oleh alam dan kelalaian manusia samasama menimbulkan kerugian
terhadap lingkungan dan perekonomian (Anonim,2011).
Belakangan ini kebakaran hutan menjadi perhatian internasional
sebagai isu lingkungan dan ekonomi, khususnya setelah bencana El
Ninno (ENSO) 1997/1998 yang menghanguskan lahan hutan seluas 25
juta hektar di seluruh dunia (FAO 2001: Rowell dan Moore 2001).
Kebakaran dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan
berkelanjutan karena efeknya secara langsung pada ekosistem (United
Nations Internasional Strategy for Disaster Reduction 2002).
Kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi
keanekaragaman hayati. Di Asia Tenggara, keprihatinan mengenai
dampak kebakaran hutan cukup signifikan, yang ditunjukan dengan
penandatanganan Perjanjian Lintas Batas Pencemaran Kabut oleh
negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) pada bulan Juni di Kuala Lumpur. Kebakaran hutan
merupakan salah satu prioritas yang dinyatakan oleh Departemen
Kehutanan Indonesia dan aksi untuk menangani masalah ini dimasukan
dalam dokumen komitmen kepada negara-negara donor yang terhimpun
dalam Consultative Group on Indonesia (CGI).
Pada 1997/1998, Indonesia mengalami kebakaran hutan paling
parah di seluruh dunia. Citra situasi kota yang diliputi kabut, hutan yang
terbakar dan orangutan yang menderita. Negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, dan juga lembaga-lembaga bantuan pembangunan,
melibatkan diri dalam usaha memadamkan kebakaran hutan tersebut.
Kejadian ini dinyatakan sebagai salah satu bencana lingkungan terburuk
sepanjang abad, karena dampaknya bagi hutan dan juga jumlah emisi
karbon yang dihasilkanya sangat besar (Glover, 2001).
Walaupun perhatian terus meningkat terhadap masalah kebakaran
hutan dan berbagai tindakan telah diupayakan untuk menghindari,
mengurangi atau menekan dampak kebakaran hutan yang tidak
dikehendaki, bencana pencemaran kabut masih terjadi lagi pada
tingkatan berbeda dilokasi yang sama setiap tahun di Asia Tenggara,
tingkat yang tertinggi terjadi pada Agustus-Oktober 2002 sejak peristiwa
kebakaran hutan 1997.
Kebakaran hutan dan lahan adalah terbakarnya kawasan hutan
dan Lahan baik dalam luas yang besar maupun kecil. Kebakaran hutan
dan lahan seringkali tidak terkendali dan bila terjadi maka api akan
membakar apa saja di dekatnya dan menjalar mengikuti arah angin.
Kebakaran itu sendiri dapat terjadi karena dua hal yaitu kebakaran
secara alamiah dan kebakaran yang disebabkan oleh manusia.
Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami awalaupun pada
kenyataanya manusia mempunyai peran dalam memulai kebakaran di
milenium terakhir ini, pertama untuk memudahkan pemburuan dan
selanjutnya untuk membuka lahan garapan didalam hutan.
(Irwanto,2006)
Berbagai studi mengenai kebakaran hutan sudah dilakukan,
belum banyak kemajuan yang dicapai untuk mengatasi masalah di
Indonesia. Alasanya antara lain adalah kerancuan kebijakan,
keterbatasan pemahaman tentang dampaknya terhadap ekosistem, dan
kekaburan tentang berbagai penyebab kebakaran hutan sebagai akibat
ketidakpastian tanggapan secara ekonomi dan kelembagaan terhadap
kebakaran hutan.
Kebakaran-kebakaran yang sering terjadi kerap digeneralisir
sebagai kebakaran hutan, padahal sebagian besar (99,9%) kebakaran
tersebut adalah pembakaran yang sengaja dilakukkan maupun akibat
kelalaian, sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena alam (petir, larva
gunung berapi). Area HTI, hutan alam, dan perladangan dapat dikatakan
99% penyebab kebakan hutan di Indonesia yang berasal dari ulah
manusia, baik itu sengaja dibakar atau karena penjalaran api yang terjadi
akibat kelalaian pada saar penyiapan lahan (saharjo,1999 yang dikutip
oleh Adinugroho, 2009)
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama musim kemarau
2019 diberbagai wilayah diindonesia terus terjadi. Karhutla berdampak
seignifikan terhadap lingkungan, ekonomi dan struktur sosial
dipedesaan, kota bahkan negara tetangga. Sampai September 2019
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan
karhutla lahan mencapai 857.451 hektare, dan lahan gambut 227.304
hektare.
Kalimantan sebagai salah satu provinsi yang memiliki hutan
yang luas dan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi perlu adanya
pengetahuan mengenai kebiasaan masyarakat sekitar hutan, dalam
rangka mengantisipasi kerusakan hutan dan ekosistemnya. Keberadaan
masyarakat sekitar hutan yang masih aktif melakukkan pembakaran
tidak dapat kita lepaskan untuk menjaga kelestarian hutan tersebut.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manajemen bencana kebakaran hutan
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Definisi Bencana
Untuk mengetahui Dampak Bencana
Untuk mengetahui Macam-macam Bencana
Untuk mengetahui Kemungkinan Bencana di Daerah
Untuk mengetahui Penatalaksanaan Bencana Secara Umum
Untuk mengetahui Studi Kasus dan Manajemen penanganan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam, manusia dan/atau oleh keduanya yang
mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana, fasilitas umum,
serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Pada hakekatnya bencana baik yang disebabkan oleh alam
maupun karena ulah manusia yang mengakibatkan pengungsian adalah
merupakan bencana bagi bangsa Indonesia.Selama ini
penanggulangannya telah diupayakan melalui berbagai caradengan
melibatkan seluruh komponen masyarakat melalui koordinasi
penanganan sejak di tingkat lokasi bencana di daerah sampai dengan di
tingkat nasional (BNPB, 2011).
B. Dampak Bencana
Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang
ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kerusakan infrastruktur dapat
mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup
kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan
komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya
hutan yang melindungi daratan.
2. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah kebakaran yang diakibatkan oleh
faktor alam seperti akibat sambaran petir, kekeringan yang
berkepanjangan, lelehan lahar, dan lain sebagainya. Kebakaran hutan
menyebabkan dampak yang luas akibat asap kebakaran yang
menyebar ke banyak daerah di sekitarnya. Hutan yang terbakar juga
bisa sampai ke pemukiman warga sehingga bisa membakar habis
bangunan- bangunan yang ada. Penyebab kebakaran liar, antara lain:
a. Sambaran petir pada hutan yang kering karena musim kemarau
yang panjang.
b. Kecerobohan manusia antara lain membuang
puntung rokok secara sembarangan dan lupa mematikan api di
perkemahan.
c. Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas
dari letusan gunung berapi.
d. Tindakan yang disengaja seperti untuk membersihkan lahan
pertanian atau membuka lahan pertanian baru dan tindakan
vandalisme.
e. Kebakaran di bawah tanah/ground fire pada daerah tanah gambut
yang dapat menyulut kebakaran di atas tanah pada saat musim
kemarau.
3. Gempa Bumi
Gempa bumi adalah guncangan yang mengguncang suatu
daerah mulai dari yang tingkat rendah sampai tingkat tinggi yang
membahayakan. Gempa dengan skala tinggi dapat membuat luluh
lantak apa-apa yang ada di permukaan bumi. Rumah, gedung,
menara, jalan, jembatan, taman, landmark, dan lain sebagainya bisa
hancur rata dengan tanah jika terkena gempa bumi yang besar.
Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang
dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang
bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya
mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak dapat
ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi
akan terjadi.
5. Gunung Meletus
8. Kekeringan
Perlu dibedakan antara kekeringan (drought) dan kondisi
kering (aridity). Kekeringan adalah kesenjangan antara air yang
tersedia dengan air yang diperlukan, sedangkan ariditas (kondisi
kering) diartikan sebagai keadaan jumlah curah hujan sedikit.
Kekeringan (kemarau) dapat timbul karena gejala alam yang terjadi
di bumi ini. Kekeringan terjadi karena adanya pergantian musim.
Pergantian musim merupakan dampak dari iklim. Pergantian musim
dibedakan oleh banyaknya curah hujan. Pengetahuan tentang musim
bermanfaat bagi para petani untuk menentukan waktu tanam dan
panen dari hasil pertanian.
Pada musim kemarau, sungai akan mengalami kekeringan.
Pada saat kekeringan, sungai, dan waduk tidak dapat berfungsi
dengan baik. Akibatnya sawah-sawah yang menggunakan sistem
pengairan dari air hujan juga mengalami kekeringan. Sawah yang
kering tidak dapat menghasilkan panen. Selain itu, pasokan air bersih
juga berkurang. Air yang dibutuhkan sehari-hari menjadi langka
keberadaannya. Kekeringan pada suatu kawasan merupakan suatu
kondisi yang umumnya mengganggu keseimbangan makhluk hidup.
D. Kemungkinan Bencana
Kemungkinan bencana kebakaran hutan di Kalimantan
dikarenakan adanya beberapa titik panas yang ditemukan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yaitu 513 titik di
Kalimantan Barat, 954 titik di Kalimantan Tengah, dan 178 titik di
Kalimantan Selatan.
2. Bencana
a. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya
kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
3) Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan,
prasarana dan pekerjaan umum).
(a) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
(b) Penyiapan dukungan dan mobilisasi
sumberdaya/logistik.
(c) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang
cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan.
4) Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan
dini (early warning)
5) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
6) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana
peralatan)
b. Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau
pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2) penentuan status keadaan darurat bencana; 18 Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) pemenuhan kebutuhan dasar;
5) perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
3. Pasca Bencana
a. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi.
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk
mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
STUDI KASUS
A. Kasus
Kebakaran hutan dan lahan atau karhutla masih jadi berita utama
beberapa pekan terakhir di Indonesia.Pasalnya, kebakaran hutan yang terjadi
di Riau dan Kalimantan sudah mencapai titik memprihatikan. Kepulan asap
akibat kebakaran hutan ini sudah menganggu aktivitas warga di Riau maupun
Kalimantan. Bahkan, sudah banyak korban berjatuhan akibat menghirup
udara tercemar setiap harinya. Seorang bayi di Palembang meninggal dunia
diduga karena karhutla yang membuatnya menderita ISPA. Tentu hal ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja.
Sudah berbulan-bulan pihak daerah mengupayakan agar api bisa segera
padam dan tidak lagi menyebar ke arah lain. Sayangnya upaya pemadam
belum menunjukkan hasil yang maksimal. Sampai saat ini, kondisi Riau dan
Kalimantan masih rawan akan udara yang terkontaminasi. Menindak lanjuti
kejadian ini, akhirnya banyak sekolah terpaksa diliburkan agar anak-anak
tidak banyak keluar rumah. Ibu-ibu hamil juga dianjurkan untuk tetap berada
di dalam rumah mengurangi resiko terhirup asap. Saking parahnya kondisi
ini, jarak pandang seseorang pun terbatas karena terhalang asap.
Melansir laman earthobservatory.nasa.gov, NASA merilis foto keadaan
Pulau Kalimantan dari Luar Angkasa. Potret ini tertangkap oleh The
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometr (MODIS) lewat Satelit Aqua
NASA. Nampak kondisi Pulau Kalimantan sangat memprihatinkan. Asap
menutupi setiap area yang ada di Kalimantan, bahkan warna hijau pulau yang
identik dengan Kalimantan tertutup asap. Kepulan asap yang tebal ini
menandakan betapa buruknya kualitas udara yang ada disana.
KESIMPULAN