PERLINDUNGAN
DAN PENGAMANAN HUTAN
OLEH:
Mappatoba Sila dan Sitti Nuraeni
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2009
KATA PENGANTAR
Perlindungan dan Pengamanan Hutan (PPH) merupakan mata kuliah wajib yang
disajikan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut maka
disusunlah buku ajar ini sebagai acuan untuk mempelajari lebih jauh tentang PPH.
Dalam cakupan materi tentang PPH dalam buku ini masih sangat terbatas, sehingga
masih membutuhkan sumber referensi lain yang mengkaji setiap sub pokok bahasan.
Atas terselesaikannya buku ajar ini, tim penyusun berharap dapat memberikan
manfaat bagi pihak membutuhkan dan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan dan khasanah ilmu pengetahuan. Buku ajar ini masih terbuka untuk
dikoreksi sehingga setiap saat dapat dilakukan perbaikan-perbaikan atau revisi
disesuaikan dengan perkembangan di masyarakat.
Ketua Penyusun,
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………………..i Daftar
Isi ………………………………………………………………… ii
Daftar Tabel ……………………………………………………………... iii iv
Daftar Gambar …………………………………………………………..
i
Bab I. Pendahuluan ………………………………………………... 2
Bab II. Landasan Hukum Perlindungan dan Pengamanan Hutan …… 14
Bab III. Faktor-faktor Abiotik Penyebab Kerusakan Hutan …………. 23
Bab IV. Penanggulangan/Pencegahan Kerusakan Hutan Oleh Faktor
Abiotik ……………………………………………………….
38
Bab V. Faktor-faktor Biotik Penyebab Kerusakan Hutan ……………. 42
Bab VI. Pencegahan dan Pengendalian Terhadap Faktor Biotik
Penyebab Kerusakan Hutan ………………………………….
75
Bab VII. Faktor-faktor Sosial Penyebab Kerusakan Hutan …………… 93
Bab VIII. Pencegahan dan Penanggulangan Kerusakan Hutan Karena
Faktor-faktor Sosial …………………………………………
134
Daftar Pustaka ………………………………………………………… 146
ii
DAFTAR TABEL
: Pentingnya danBahasan
Sub Pokok Ruang lingkup Perlindungan Hutan serta Klasifikasi Perusak Hutan
: Selesai Mengikuti Perkuliahan ini Mahasiswa/i dapat memahami pengertian dan Ruang Lingkup Perlin
Tujuan
: Selesai Instruksional
Mempelajari Bab I,Umum
Mahasiswa/i mampu:
Menjelaskan arti penting perlindungan dan pengamanan hutan
Menguraikan cakupan ruang lingkup perlindungan dan pengamanan hutan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
perlindungan dan pengamanan hutan, kebanyakan orang hanya membayangkan aspek
teknis dan yuridisnya saja, sedangkan aspek fisiknya kadang-kadang sama sekali
dilupakan. Agar supaya upaya perlindungan dan pengamanan hutan dapat berhasil dan
berdaya guna, seharusnya ketiga aspek pendekatan tersebut di atas dikembangkan
bersama-sama.
Salah satu kebijaksanaan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan bidang Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam adalah: “Menciptakan keadaan yang relatif bebas dari
segala bentuk gangguan dan hambatan terhadap hutan dan kehutanan”. Berdasarkan
pada prinsip di atas dan kebijaksanaan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam maka dijabarkan kebijaksanaan dalam upaya perlindungan dan
pengamanan hutan. Kebijaksanaan tersebut adalah: “Melaksanakan upaya perlindungan
dan pengamanan hutan yang diperankan oleh aparat Kehutanan dengan tenaga
pengamanan hutan (Jagawana dan PPNS) sebagai inti, bersama-sama masyarakat (yang
terpilih dan terlatih, antara lain Satpam HPH, Hansip/Wanra) dengan bersandar pada
instansi atau aparat keamanan setempat”. Dewasa ini, usaha perlindungandan
pengamanan hutan di lapangan didukung oleh kekuatan Jagawana sebanyak 7.719 orang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebanyak 1.079 orang, serta SATPAM HPH
sebanyak 720 orang. Apabila dibandingkan dengan luas kawasan hutan dan masalah
(hambatan, tantangan, gangguan dan ancaman) yang dihadapi, jumlah yang ada ini
masih belum cukup. Sarana dan prasarana perlindungan dan pengamanan hutan juga
masih harus dikembangkan/ditingkatkan, karena yang ada sekarang memang belum
memadai.
Tumbuh-tumbuhan
tingkat tinggi penyakit
Jamur
Bakteri, dan lain-lain
: Selesai Mempelajari Bab II, Mahasiswa/i Mampu Menjelaskan Peraturan-Perundangan Terkait dengan
Tujuan Instruksional Umum
A. PENDAHULUAN
Pada Bab II ini akan diuraikan hal-hal yang terkait dengan kebijakan pemeintah baik
pemerintah pusat maupun daerah mengenai segala permasalahan-permasalahan yang
dapat mengancam eksistensi hutan. Kebijakan akan diuraikan berdasarkan peraturan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dengan urutan: Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan/Instruksi Presiden, Surat Keputusan Menteri, Surat Keputusan
Dirjen, Peraturan Daerah dan Surat Keputusan Gubernur.
2. KEBAKARAN HUTAN
3. PENGGEMBALAAN LIAR
Landasan hukum dalam upaya penanggulangan hama dan penyakit hutan adalah
Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1985 Bab IV ayat 12. Hama dan Penyakit Hutan saat
ini mulai mendapat perhatian yang serius mengingat adanya kegiatan Pembangunan
Hutan Tanaman Industri dengan jenis tanaman yang seragam dan mempunyai sifat yang
sama.
Dengan sifat-sifat hutan demikian akan memudahkan timbulnya hama dan
penyakit hutan yang akan menyerang tanaman dalam kawasan tersebut. Sampai saat ini
kegiatan penanggulangan hama dan penyakit hutan masih belum berkembang karena
beberapa hal, yaitu:
a. Belum banyak diketahui jenis-jenis hama dan penyakit, khususnya yang akan
menyerang pohon dalam Hutan Tanaman Industri dan jenis-jenis pohon hutan
lainnya.
b. Petugas khusus yang terlatih untuk menangani pengendalian (pencegahan dan
penanggulangan) hama dan penyakit terutama di hutan monokultur (HTI) belum ada.
c. Perangkat lunak yang menunjang untuk pengendalian hama dan penyakit belum ada.
Upaya yang berkaitan dengan tertib peredaran hasil hutan dasar hukumnya
adalah pasal 1 (ayat 2), 2, 13, 20, 21, 23, 36 dan 37 Undang-Undang No.5 tahun 1990.
Sampai saat ini masih sering terjadi penebangan liar, pengangkutan dan perdagangan
kayu illegal. Selain itu masih sering terjadi pula penyelundupan hasil hutan non kayu
khususnya flora dan fauna liar, baik jenis yang tidak dilindungi maupun yang dilindungi.
Di samping itu di dalam negeri sendiri masih banyak terjadi penangkapan/pengambilan,
pengangkutan, perdagangan dan pemilikan flora/fauna liar secara tidak sah.
Hal-hal lain tersebut di atas disebabkan antara lain:
a. Perangkat lunak dan sistem pengamanan/pengawasan, terutama perangkat lunak
yang mengatur peredaran hasil hutan non kayu (termasuk pengawasan) yang
dinilai masih lemah.
b. Sistem kuota pemanfaatan jenis satwa/tumbuhan liar tidak atau belum didasarkan
atas hasil sensus populasi jenis satwa/tumbuhan liar yang dimanfaatkan.
c. Sering terjadinya penyelundupan, perdagangan illegal (penangkapan,
pengumpulan dan pengangkutan yang tidak didukung dengan dokumen sah) dan
pemburuan liar satwa/tumbuhan liar.
d. Belum memadainya dukungan atau peran serta masyarakat terhadap persepsi
tentang pendayagunaan satwa dan tumbuhan liar serta kesadaran terhadap
peraturan perundangan atau hukum yang berkaitan dengan pendayagunaan jenis
satwa dan tumbuhan liar ini.
e. Belum memadainya kerjasama dan penggalangan persepsi yang sama antar
instansi atau sektor terhadap gangguan satwa liar.
f. Pengawasan dalam peredaran satwa dan tumbuhan liar masih kurang memadai
karena masih kurangnya piranti lunak.
6. KARANTINA KEHUTANAN
Tenaga dan sarana pengamanan hutan dasar hukumnya adalah pasal 18 Undang-
undang No. 5 tahun 1967 dan pasal 16, 17 Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1985.
Jumlah tenaga pengamanan hutan yang sekarang tercatat adalah :
- Jagawana : 7.719 orang (termasuk Jagawana Perum Perhutani)
- PPNS Kehutanan : 1.079 orang
- Satpam HPH : 720 orang
Tenaga Jagawana sampai saat ini dirasakan belum mampu melaksanakan tugas dan
fungsinya karena:
a. Secara umum persepsi dan interpretasi tentang pembinaan dan penggunaan Jagawana
belum sama dengan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang ada (Undang-Undang
No. 5 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Kehutanan; Undang-Undang No.8 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 1985
tentang perlindungan Hutan dan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 116/Kpts
II/1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan).
b. Belum ada formasi yang tetap yang didasarkan pada kebutuhan organisasi
dihubungkan dengan tugas-tugas yang dihadapi di lapangan, luas wilayah dan tingkat
gangguan hutan.
c. Kesejahteraan Jagawana masih belum mendapat perhatian sepenuhnya.
d. Dukungan tugas dapat dikatakan tidak ada, namun dilain pihak tuntutan keberhasilan
pelaksanaan tugas selalu didesak.
e. Pengorganisasian belum diarahkan kepada pencapaian tujuan.
f. Pendidikan bagi Jagawana belum ada standar dan rekruitmen belum ada pola yang
konsepsional serta terarah.
g. Konsep Pola Pembinaan dan Penggunaan Jagawana belum mendapatkan tanggapan
dan saran seperti apa yang diharapkan.
h. Kualitas dan kuantitas Jagawana yang belum dapat dikatakan memadai untuk
mendukung tugas dan kewajibannya. Di samping itu, sikap dan perhatian, baik intern
maupun instansi di luar Kehutanan tidak menguntungkan terselenggaranya tugas
Jagawana.
Dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban PPNS juga masih dihadapi beberapa
permasalahan, antara lain:
a. Memerlukan waktu bagi Jagawana untuk menjadi PPNS, dilain pihak jumlah
PPNS masih jauh dari memadai.
b. Penunjukan PPNS belum menjawab syarat-syarat kepegawaian , yaitu “the right
person on the right place”. Selain itu, pegawai kehutanan yang menyandang
jabatan PPNS belum relevan dengan tugas-tugas rutinnya. Dengan kata lain,
rekruitmen atau pengangkatan PPNS belum terseleksi dan terarah.
c. Pemeliharaan PPNS belum mendapat perhatian. Hal ini masih diperberat dengan
kenyataan bahwa pengangkatan dan perpanjangan jabatan PPNS tergantung dari
instansi lain (POLRI, Kejaksaan dan Kehakiman).
d. Pembinaan terhadap PPNS, khususnya dari atasan langsung di daerah, masih
sangat kurang bahkan di beberapa daerah tidak ada.
Praktik penebangan liar atau pencurian kayu yang lebih populer dikenal dengan
istilah illegal logging saat ini telah menjadi perhatian pemerintah RI. Meskipun
pemerintah telah menargetkan praktik ini dapat diatasi pada tahun 2006 lalu namun
masih saja ditemukan adanya peredaran kayu yang diperdagangkan atau akan
diselundupkan ke luar yang tanpa disertai dokumen legal yang mengindikasikan praktik
ini masih dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Illegal logging
merupakan suatu bentuk kejahatan lingkungan yang juga menyebabkan kerugiaan
negara. Data dari Depatemen Kehutanan tahun 2004 menyebutkan bahwa kerusakan
hutan di Indonesia yang diakibatkan praktik illegal logging telah mencapai 38 juta ha
per tahun dan negara telah kehilangan Rp.8,3 milyar per hari.
Komitmen kuat pemerintah untuk memberantas praktik illegal logging adalah
dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan
Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh
Wilayah Republik Indonesia. Melalui Inpres tersebut, Menko Polhukam mendapat
amanah untuk mengkoordinasikan pejabat-pejabat institusi yang berkompoten serta
memfasilitasi kerja sama antar sektor, termasuk dengan Gubernur, Bupati maupun
Walikota dalam upaya pemberantasan penebangan dan perdagangan kayu secara illegal
dan atau melanggar hukum.
Secara hierarki dan sesuai substansinya, Inpres No. 4 Tahun 2005 memberi
implikasi UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi sebuah peraturan
perundang-undangan yang bersifat lex specialis di bidang kehutanan. Hal itu tercemin
dari diktum kedua poin 9 dan (10) butir (a), yang berisi pencabutan dan revisi peraturan
Daerah/keputusan Gubernur/Keputusan Bupati/Keputusan Walikota yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan. Termasuk diktum kedua
poin 7 (tujuh) yang mengintruksikan Mendagri melakukan evaluasi terhadap Perda yang
berkaitan dengan bidang kehutanan dan mempercepat penyampian rekomendasi
pencabutan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
kehutanan. Secara langsung maupun tidak, hal ini sesuai dengan revisi UU No. 22
Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang berisi
penyempurnaan desentralisasi. Termasuk desentralisasi sector kehutanan.
Departemen Kehutanan meningkatkan kemampuan aparatnya di lapangan
dengan membentuk Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC) dan Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) untuk mendampingi OHL I tahun 2006.
TUGAS
Masing-masing kelompok Membuat sistematika Undang-undang dan Peraturan yang
berkenaan hukum perlindungan dan pengamanan hutan.
: Faktor-faktor
PokokAbiotik
BahasanPenyebab Kerusakan Hutan.
: Faktor Fisik, Pengelolaan Tanah, kimia dan Mekanis Penyebab Kerusakan Hutan.
Sub Pokok Bahasan
: Selesai Mengikuti Perkuliahan ini Mahasiswa/i dapat Memahami Beberapa Faktor-faktor Abiotik Peny
22
BAB III
FAKTOR-FAKTOR ABIOTIK PENYEBAB KERUSAKAN
HUTAN
A. KERUSAKAN HUTAN KARENA FAKTOR
FISIK (Non Infectious Diseases)
Y max
Zona zona
kematian kematian
pada pada
gangguan gangguan
lingkungan lingkungan
yang minimum maksimum
X max
Gambar 1. Pengaruh Faktor Lingkungan (X) terhadap proses pertumbuhan pohon (Y)
Apabila faktor lingkungan berada di atas atau di bawah titik x maximum, maka
proses pertumbuhan (Y) akan menurun terus sampai terhenti pada batas lethal zone. Zona
yang terdapat di antara dua lethal zona disebut “zone of tolerance” untuk suatu faktor
yang sama dapat berbeda pada tanaman yang berbeda pula. Dengan demikian reaksi
tanaman terhadap temperatur ekstrim akan sangat bervariasi. Temperatur rendah akan
merusak tanaman dalam musim salju dimana kerusakan seperti ini tidak akan dijumpai di
daerah tropik. Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh temperatur tinggi adalah berupa
pengaruh perbedaan dalam sistem enzim, penumpukan protein, pecahnya sel-sel
membran dan terlepasnya gas-gas beracun di dalam proses metabolisme. Sebagai akibat
dari semua kejadian di atas menyebabkan matinya sel-sel tanaman dan selanjutnya
jaringan-jaringan tanaman menjadi kering. Seedling sering-sering memperlihatkan gejala
batang rotset (stem girdle), karena radiasi panas dari tanah dapat menghanguskan
jaringan-jaringan pada batang muda. Jika batang muda tersebut sampai pada zone
pembengkakan maka disebut sebagai “heatcancer”. Kombinasi antara temperatur tinggi,
kelembaban rendah dan angin sering-sering menyebabkan daun dan daging buah menjadi
hangus seperti kalau disiram air panas. Gejala lainnya yang paling utama adalah
perubahan warna daun menjadi hijau pucat, bercak-bercak berwarna coklat dan bahkan
kering sama sekali.
1. TEMPERATUR
Pengaruh temperatur yang tinggi dapat dikurangi dengan menanam pohon lebih
rapat atau mendapatkan air yang cukup, menggunakan tanaman penutup tanah, menutupi
serasah pada permukaan tanah dan memberikan naungan. Dalam keadaan temperatur
tinggi tanaman sebaiknya diberikan fungisida karena jaringan-jaringan tanaman sangat
peka terhadap parasit. Temperatur 65C atau 150F cukup untuk merusak jaringan-
jaringan sel yang lembut atau lemah sehingga dapat menyebabkan matinya tanaman
terutama sekali tanaman muda (seedling). Secara singkat, gejala dan akibat yang dapat
ditimbulkan oleh temperatur tinggi adalah:
1. Kematian pada seedling
2. Mencegah terjadinya regenerasi.
3. Luka-luka pada bagian pohon yang mempunyai jaringan lemah.
4. Terjadi luka pada bagian tanaman muda di dekat permukaan tanah. Gejala ini
sering disangka damping off, bedanya kalau damping off luka akan menjalar ke
atas dan ke bawah sedang luka karena temperatur tinggi tidak menjalar.
5. Gugurnya daun sebelum waktunya, sering disebut sebagai “Heat defoliator“
atau “Premature defoliator“.
6. Daun-daun tertutup oleh lapisan gula. Hal ini terjadi karena temperatur yang
tinggi menyebabkan pohon banyak mengeluarkan cairan dari ujung-ujung daun
(exudation) dan sewaktu air dari cairan menguap maka yang tinggal pada daun
adalah lapisan gula, sehingga sering gejalanya disebut sebagai “Sugar
exudation“.
7. Luka tersebut pada kulit pohon yang halus, disebabkan keadaan yang sangat
panas dan kekeringan atau dapat pula terjadi pada pohon sisa dari suatu
penebangan atau penjarangan. Gejalanya sering disebut sebagai “Sunscald“.
2. AIR
Proses pertumbuhan tanaman dan hubungan hasil panen dengan nilai jual
produksinya sering berhubungan erat dengan tersedianya air tanah yang cukup. Tumbuh-
tumbuhan memerlukan air untuk proses biosintetik, hydration protoplasma dan
mengangkut larutan-larutan yang terdapat dalam jaringan pembuluh. Tekanan air dalam
jaringan dapat mempengaruhi pembelahan dan perpanjangan sel. Oleh sebab itu
berkurangnya air tanah akan cenderung memperlihatkan gejala penyakit tanaman berupa
terhambatnya pertumbuhan, perubahan warna daun, daun-daun menjadi kerdil,
perkembangan buah sangat lambat, akhirnya tanaman layu dan mati.
Tanaman tahunan biasanya lebih tahan kekurangan air dibanding dengan tanaman
musiman. Untuk tanaman musiman gejala yang terjadi biasanya berupa daun hangus,
daun berguguran mulai dari pucuk menuju kebawah, pengguguran keseluruhan daun dan
layu. Air tanah yang terlalu banyak menyebabkan drainase jelek sehingga konsentrasi
oxygen didalam tanah menurun sampai dibawah level kebutuhan minimal bagi
pertumbuhan akar. Sel-sel membran akan berubah. Sebagai akibatnya, akar mati dan
tumbuhan segera layu karena air tidak dapat diabsorbsi sungguhpun tersedianya cukup
banyak. Air yang berlebihan yang mengakibatkan persediaan oxygen terbatas akan
menghasilkan perubahan komposisi mikroflora. Beberapa microorganisme ini dapat
menghasilkan zat fitotoxik disamping fakultatif saprofit lainnya akan aktif menyerang
dan mematikan akar.
3. GAS-GAS DI UDARA
Gas-gas yang diperlukan untuk pertumbuhan pohon-pohon dan yang dapat
menimbulkan hal kritis hanyalah oxygen. Pengaruh kekurangan oxygen yang disebabkan
oleh air tanah telah dibicarakan di atas. Pusat-pusat jaringan pada daging buah dan sayur-
sayuran dapat menderita defisiensi oxygen jika disimpan dengan temperatur tinggi.
Proses diffusi yang memerlukan oxygen tidak mampu lagi membantu terjadinya respirasi
normal dan akan terjadi reaksi enzym yang tidak normal. Sebagai suatu contoh adalah
penyakit “Black heart“ pada kentang.
4. CAHAYA
Gejala penyakit yang disebabkan oleh pengaruh cahaya kadang-kadang sangat
sukar dipisahkan dari penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan lainnya.
Intensitas cahaya yang berlebih-lebihan menyebabkan reaksi photochemical menjadi
tidak normal karena tidak aktifnya beberapa enzym dan oksidasi klorofil. Pengaruh
tersebut hanya dapat dikatakan apabila oxygen terdapat dalam jumlah yang cukup.
Dengan demikian proses foto-oksidasi dapat menyebabkan daun berwarna pucat dan
kadang-kadang daun mati. Peranan cahaya ultra violet dalam proses foto-oksidasi belum
banyak diketahui. Tetapi ultra violet telah dipergunakan dalam penyinaran kacang-
kacangan yang ditanam dalam pot di daerah altituted tinggi.
Penyinaran yang tidak cukup akan menghambat formasi kloropfil dan
merangsang “photomorphogenetic“, proses mana menyebabkan tumbuhan menjadi pucat.
Tumbuhan seperti ini mempunyai batang yang panjang, pertumbuhan daun sangat kerdil,
daun berwarna hijau kekuning-kuningan dan sangat peka terhadap serangan perusak.
5. ANGIN
Angin sebagai faktor cuaca lainnya dapat memberikan pengaruh baik dan buruk
terhadap hutan. Pengaruh yang baik misalnya dalam hal penyerbukan dan penyebaran
biji. Disini hanya akan dibahas mengenai pengaruh yang merugikan pohon-pohon hutan
baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Pengaruh angin yangmerugikan dapat
dibagi menjadi:
a. Pengaruh terhadap tanah hutan
Pengaruh angin terhadap tanah hutan dapat menyebabkan terjadinya erosi angin
dan menyebabkan tanah menjadi kering. Erosi angin terjadi karena perpindahan tanah
dari tempatnya karena tiupan angin. Biasanya butir-butir tanah yang halus sewaktu tanah
sedang kering akan mudah untuk ditiup angin. Tertiupnya butiran-butiran tanah yang
terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi kurus atau tidak subur lagi. Sering pula
serasah hutan juga tertiup sehingga tanah menjadi terbuka dan ditempat lain terdapat
timbunan dari serasah yang tebal.
b. Pengaruh terhadap cuaca hutan
Angin kuat yang meniup di hutan dapat mengganggu atau menyebabkan
terjadinya gangguan terhadap penguapan, transpirasi, temperatur, kelembaban,
carbondioxida, dan lain-lainnya. Akibatnya cuaca dari hutan akan dapat berubah menjadi
cuaca yang tak menguntungkan bagi hutan. Sering terjadi karena adanya angin cuaca di
hutan menjadi dingin atau menjadi panas.
c. Pengaruh terhadap fisiologi pohon
Akibat fisiologi pohon karena tiupan angin dapat berbentuk:
- Bentuk dari tajuk yang tak normal
- Merubah sistem dari perakarannya
- Berkurangnya tinggi dari pohon
Perubahan-perubahan fisiologi pohon tersebut adalah merupakan usaha dari
pohon untuk mempertahankan diri agar tetap hidup dalam menghadapi angin. Gejala-
gejala ini tampak jelas pada pohon-pohon yang tumbuh di pinggir hutan karena
merupakan pohon yang langsung menahan tiupan angin. Makin ke dalam hutan akibat
dari angin akan makin berkurang.
d. Kerusakan mekanis pada pohon
Kerusakan mekanis yang disebabkan oleh angin dapat berbentuk:
- Ranting-ranting patah
- Daun-daun berguguran
- Akar-akar mudah patah
- Batang-batang pohon patah
- Pohon-pohon terbongkar dengan akarnya
Kerugian besar biasanya terjadi bila ada angin taupan, sehingga banyak pohon
akan tumbang dan patah. Angin yang kecil saja tidak akan menimbulkan kerusakan
mekanis. Kerusakan mekanis terjadi bila angin mempunyai kecepatan + 45 km per jam
ke atas.
e. Penyemprotan garam pada hutan
Hutan yang menderita penyemprotan garam adalah yang berada di pantai. Angin
yang keras dengan kecepatan +150 km per jam akan mampu meniup butir-butir air laut
sampai sejauh 45-70 km. Hutan yang tersiram air garam daunnya akan menjadi kuning
kemerah-merahan. Dalam keadaan yang merana ini sering hama dan penyakit akan
datang menyerang hingga dapat mempercepat kematiannya. Hutan yang menderita hebat
akan tampak seperti terbakar.
Mencegah sama sekali timbulnya kerusakan hutan akibat angin sangatlah sulit,
tetapi mengurangi besarnya kerusakan dapatlah dilakukan dengan jalan mengusahakan
agar pinggir hutan terutama yang berbatasan dengan tanah terbuka, ditutupi vegetasi
secara rapat dan vertikal dengan daun-daunnya yang lebat, sehingga angin tidak dapat
masuk ke dalam hutan. Usaha untuk membuat pohon-pohon hutan tahan terhadap angin
dapat dilakukan dengan pengaturan penjarangan. Mempercepat penjarangan yang keras
dan secara bertahap membiasakan pohon untuk menghadapi angin (karena perubahan
fisiologi pohon) akan dapat membuat hutan lebih tahan dalam menghadapi angin. Tebang
pilih terutama yang berbentuk jalur-jalur banyak memberikan keuntungan dalam
menghadapi angin. Mengingat pohon-pohon tua akan lebih menderita daripada yang
muda di dalam menghadapi angin, maka sering daur tebang hutan dipendekkan.
Untuk mencegah terjadinya erosi tanah oleh angin, jalan yang baik adalah selalu
mengusahakan agar tanah selalu tertutup oleh humus, serasah dan tanaman bawah.
Apabila terdapat tanah yang terbuka terutama banyak mengandung pasir, untuk
menghindari terjadinya erosi angin sebelum tanaman hutan dapat menutup, dapat
diusahakan dengan menanami jenis rumputan-rumputan atau semak-semak yang cepat
dapat menutup tanah. Menutup tanah dengan batang-batang rumput kering yang diberi
pemberat dapat pula dilakukan selama bibit-bibit pohon hutan masih kecil.
MACRONUTRIENTS:
1. Carbon C CO2 45
2. Oxygen O O2,H20 45
3. Hydrogen H H2O 6
4. Nitrogen N NO3-,NH4+ 1.5
5. Phosphorus P H2PO4-, HPO4= 0.2
6. Potassium K K+ 1.0
7. Calcium Ca Ca++ 0.5
8. Magnesium Mg Mg++ 0.2
9. Sulphur S SO4= 0.1
MICRONUTRIENTS:
Defisiensi hara dapat terjadi apabila tersedianya dalam tanah sangat kurang atau
terdapatnya dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Defisiensi dapat
disebabkan karena proses pencucian, antagonisme bahan-bahan kimia, aktifitas mikroba,
peredaran udara dan kemasaman tanah (pH). Jika satu atau lebih element hara kurang,
maka tanaman-tanaman sering memperlihatkan gejala sebagai berikut:
a. Tidak berkembangnya anakan (seedling) atau seedling akan mati seluruhnya.
b. Tanaman kerdil
c. Memperpanjang waktu pemetikan produksi
d. Gejala perubahan warna pada daun atau batang
e. Penurunan produksi tanaman terutama sekali kwalitasnya.
Untuk mengetahui penyakit defisiensi harus dimulai dengan mengetahui peranan
fisiologis tanaman dan tipe-tipe gejala defisiensi yang disebabkan oleh setiap unsur hara.
Hal ini dapat ditunjukkan dalam tabel agar supaya mudah mengevaluasi jenis kerusakan,
dan selanjutnya menentukan sistem pemupukan yang akan dianjurkan. Penyakit tanaman
sebagai akibat defisiensi hara dapat dicegah antara lain dengan:
a. Usaha pemupukan
b. Merubah pH tanah
c. Tindakan pengelolaan tanah yang baik
d. Sistem pengaturan atau pergiliran tanaman
Tabel 2. Gejala Defisiensi dan Peranan Elemen Mineral Utama Pada Tumbuhan
1 2 3
Nitrogen Merupakan unsur pokok dari enzime, Pucuk menjadi kerdil, daun menjadi jarang,
protein, cellular dan juga bagi lignin berwarna hijau pucat sampai kuning. Daun
paling bawah berguguran.
Phosporus Merupakan unsur pokok dari sejumlah Pucuk menjadi kerdil, daun-daun berwarna
zat-zat yang diperlukan dalam biru kehijauan, kadang-kadang disertai
fotosintesa, respirasi dan lain-lain. Juga warna keunguan. Matinya daun mulai dari
merupakan unsur pokok protein dan sel- dalam (pangkal cabang) menuju keluar
sel membran. (ujung cabang). Membatasi pertumbuhan
akar.
Sulphur Merupakan unsur pokok dari protein dan Mengurangi pertumbuhan ,bagian atas
enzim pucuk kelihatan sangat pucat
Potassium Tidak ditemukan dalam susunan Pucuk menjadi kerdil, Daun kecil-kecil
organik, secara umum peranannya berwarna putih atau terdapat bercak-bercak
adalah dalam keseimbangan ion-ion, coklat yang sudah mati yang secara perlahan
hidrasi dan permiabilitas membran meluas kepinggir daun menyebabkan
pinggiran seperti habis terbakar.
Calcium Merupakan bagian utama dalam Matinya titik tumbuh pada bagian ujung.
pembelahan sel dan perpanjangan sel Pertumbuhan pucuk kearah lateral
berlebihan dimana menyebabkan titik-titik
tumbuh segera mati. Pinggiran daun
mengerut tidak beraturan, pertumbuhan
sangat merana.
Magnesium Merupakan bagian unsur pokok dari Daun-daun bawah berwarna pucat, tulang-
klorophyl dalam bentuk ion-ion bebas, tulang daun tetap hijau sedang daging daun
mengaktifkan respirasi enzim. berwarna kuning pucat. Selanjutnya daun
bagian bawah mati.
Iron Tanpa Iron chlorophyl tidak dapat Paling utana bagi daun-daun muda.
berfotosintesa. Merupakan komponen Defisiensi yang keras menyebabkan daun
utama dari metal protein enzimes, berwarna putih.
cythochromes dan leghaemoglobin.
Manganese Mengaktifkan respirasi enzim terutama Gejalanya bermacam-macam pada jenis
sintesa chlorophyl dan reaksi padi-padian. Pada daun terdapat belang-
photochemical dari fotosintesa. belang warna kelabu dan coklat atau
diselang selingi antara garis-garis kelabu.
Pada tanaman yang berdaun lebar, biasanya
warna daun berbelang-belang.
Zinc Merupakan komponen dari beberapa Pada jenis padi-padian pertumbuhan tipis
enzym, merangsang aktifitas enzim daun-daun tua kelihatan agak ungu atau
terutama metabolisme karbohidrat dan merah tua kemudian mati. Pada tanaman
sintesa protein dan auxin. berdaun lebar ciri-cirinya adalah “ rossette”
dan daun kecil.
Copper Enzym yang mengandung Copper Pertumbuhan kerdil, mengeringnya ujung-
sangat penting dalam berbagai macam ujung daun muda dan daun menjadi layu
reaksi oksidasi dalam sel sungguhpun kelembaban tetap tinggi.
1 2 3
Molybdenum Pembantu utama dalam proses reduksi Daun berbintik-bintik dan mati, menekan
nitrate.Komponen dari bermacam- perkembangan helai daun sebagai contoh
macam metallo enzime. Sangat penting whiptail pada cauliflowers, mencegah
dalam fixaxi nitrogen oleh nodul - nodul nodule mengikat nitrogen pada legumes
pada legumes. sehingga terjadi defisiensi nitrogen.
Boron Bentuk kegiatan yang jelas belum Batang mempunyai tebal yang tidak normal,
diketahui titik tumbuh mati. Pada legum membatasi
pertumbuhan nodule.
Chlorine transport elektron dalam reaksi cahaya Layu, daun berwarna coklat tua, daun mati.
pada photosynthesis. Sedikit sekali Jelas sekali menghambat pertumbuhan akar.
diketahui tentang peranan element ini.
Cobalt Tidak begitu penting untuk fixasi Secara hebat membatasi pertumbuhan
nitrogen pada legumes. legumes yang mana sangat bergantung pada
ikatan nitrogen secara simbiotik.
TUGAS:
Setiap peserta mata kuliah membuat ringkasan tentang faktor-faktor penyebab kerusakan
karena penyebab abiotik.
: Penanggulangan danPokok
Pencegahan
BahasanKerusakan Hutan karena Faktor Abiotik.
: Selesai MempelajariTujuan
Bab IV,Instruksional
Mahasiswa/iUmum
Mampu Menjelaskan dan Menguraikan Beberapa Penanggu
: Faktor Manusia, Binatang, Serangga dan Penyakit Penyebab Kerusakan Hutan serta Problem Penyakit
Sub Pokok Bahasan
: Selesai Mengikuti Perkuliahan ini Mahasiswa/i dapat Memahami Beberapa Faktor-faktor Biotik Penye
: Selesai Mempelajari Bab V, Mahasiswa/i Mampu Menjelaskan dan Menguraikan Beberapa Faktor-fa
Tujuan Instruksional Umum
Manusia adalah merupakan salah satu sumber utama kerusakan hutan baik yang
dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung yakni sebagai akibat-akibat
daripada kegiatan manusia.
a) Kebakaran hutan di Amerika Serikat sebagian besar disebabkan karena kelalaian
manusia. Antara tahun 1942-1946 paling sedikit 85 % kebakaran hutan di AS
disebabkan oleh kelalaian manusia. Karenanya itu manusia perlu diberi pengertian
tentang bahayanya menyalakan api dikawasan hutan pada musim-musim tertentu
dan yang lebih utama lagi adalah memberikan pengertian kepada mereka mengenai
pentingnya perlindungan terhadap hutan.
b) Manusia juga dapat merupakan penyebab utama terjadinya serangan hama dan
penyakit yang sangat berbahaya terhadap tanaman yakni dengan jalan mengimpor
jenis tanaman dari daerah luar yang mengandung bibit hama dan penyakit.
c) Binatang-binatang ternak kadang-kadang dilepas orang dan dibiarkan merumput di
dalam hutan. Penggembalaan seperti ini kadang-kadang memberikan pengaruh yang
sangat jelek terhadap hutan. Bahkan kerusakan hutan oleh binatang-binatang liar,
juga kemungkinannya disebabkan oleh manusia karena adanya usaha manusia untuk
melindungi binatang-binatang liar atau karena pertimbangan faktor perusak yang
tidak dapat dipengaruhi oleh manusia adalah faktor iklim. Kerusakan hutan karena
pengaruh atmosfer adalah diluar jangkauan manusia.
d) Manusia juga merupakan penyebab utama kerusakan hutan karena adanya gas-gas
beracun yang keluar dari cerobong-cerobong asap dan pabrik-pabrik.
e) Jalanan-jalanan umum yang tersebar di dalam hutan memungkinkan orang-orang
yang lewat akan mencari hasil-hasil hutan, hal ini sering menyebabkan kerusakan
hutan.
f) Kerusakan kecil lainnya seperti pemadatan tanah, perusakan humus dibawah hutan
dan pengurangan kerapatan pohon dapat juga terjadi karena seringnya manusia
masuk kedalam hutan. Kerusakan hutan seperti ini kebanyakan terjadi pada areal-
areal hutan yang berdekatan dengan pemukiman manusia, dimana hutan seolah-olah
dianggap sebagai taman. Pada hutan-hutan rekreasi yang banyak dikunjungi
manusia, sudah dianggap wajar apabila terjadi kerusakan berupa, pemadatan tanah,
rusaknya akar-akar pohon dan kerusakan-kerusakan mekanis pada batang-batang
pohon. Pada keadaan tertentu eksploitasi juga dapat menyebabkan kerusakan hutan.
Penebangan pohon-pohon yang sudah tua tidak dianggap merusak tetapi biasanya
tekhnik penebangannya kadangkala menyebabkan kerusakan hutan. Sebagai akibat
eksploitasi dari sekian banyak kerusakan yang mungkin terjadi, diantaranya yang
sangat penting adalah kegagalan manusia untuk membangun hutan tanaman kembali
dengan jenis-jenis yang menguntungkan, sesudah semua pohon-pohon tua ditebang.
Eksploitasi yang serampangan dapat membinasakan pohon-pohon muda yang berarti
akan merusak perlindungan tanah sehingga mudah terjadi erosi dan longsor.
g) Karena kurangnya pengetahuan manajemen dari staf pengelola hutan. Sering terjadi
seorang pimpinan pengelola hutan sama sekali tidak mempunyai pengetahuan
tentang berbagai macam perusak yang senantiasa mengancam hutan sepanjang
waktu, tidak memiliki kemampuan manajemen bahkan kurang sekali mengetahui
tentang hutan. Kurangnya pengetahuan seorang manajer kehutanan secara lambat
atau cepat pasti akan mendatangkan bencana, karenanya itu hal-hal seperti ini di
dalam perencanaan hutan harus dihindari
B. KERUSAKAN HUTAN KARENA FAKTOR BIOLOGIS.
(Infectious Diseases)
2. SERANGGA
Orthoptera, bangsa belalang, walang kayu, jengkerik. Sayap-sayapnya lurus, tipe mulut
menggigit dan mengunyah. Berkembang biak dari telur menjadi nimfa
(serangga muda) kemudian menjadi imago (serangga dewasa).
Isoptera, bangsa rayap. Kedua pasang sayapnya sama besar dengan textur yang sama
pula, (Iso = sama). Metamorfose hemimetabola. Termasuk serangga sosial
yang hidup dalam koloni dengan pembagian tugas-tugas yang sempurna. Tipe
mulut menggigit dan mengunyah.
Hemiptera, bangsa kepik-kepik, kutu-kutu daun dan lain-lain. Sebagian sayap depannya
menebal (hemi = separuh), sayap belakang seperti selaput. Tipe mulut
menusuk dan mengisap. Metamorfose hemimetabola.
Hymenoptera, bangsa lebah, kerawai dan semut. Bersayap seperti selaput (Hymeno =
dewa perkawinan), tipe mulut menggigit dan mengunyah. Metamorfose
sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya berturut-turut dari telur,
ulat (larva), pupa (kepompong) dan imago (dewasa).
Coleoptera, bangsa kumbang-kumbang. Sayap depan mengeras (Coleos = seludang),
menutupi sayap belakang yang tipis. Tipe mulut menggigit dan mengunyah.
Metamorfose sempurna (holometabola).
Lepidoptera, bangsa kupu-kupu dan ngengat. Sayap berlapis sisik-sisik halus seperti
tepung, (Lepidos = sisik). Metamorfose sempurna.
Diptera, bangsa lalat, sayap terdiri dari satu pasang. Metamorfose sempurna.
1. Kerusakan langsung
a) Mematikan pohon
b) Merusak sebagian dari pohon
c) Menurunkan kualitas hasil-hasil hutan
d) Menurunkan pertumbuhan pohon/tegakan
e) Merusak biji dan buah
2. Kerusakan tak langsung
a) Merubah suksesi atau komposisi tegakan
b) Menurunkan umur tegakan
c) Menimbulkan kebakaran
d) Mengurangi nilai keindahan (estetis)
e) Membawa penyakit
Semua bagian dari pohon yaitu dari akar, batang, daun sampai buah dan bijinya
dapat diserang hama. Semua tingkat umur pohon / tegakan dari mulai biji disemai,
kecambah, tanaman persemaian sampai pohon sudah tua atau masak tebang selalu ada
kemungkinan untuk dapat dirusak oleh hama. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
hama hutan dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hama buah dan biji.
Caryborus spp Jenis-jenis Caryborus (Fam. Bruchidae ordo Coleoptera)
merupakan hama biji dari jenis-jenis leguminosa. Caryborus ganagra menyerang biji
Bauhinia malabrica dan klampis (Acacia tomentosa) dan jenis-jenis Cassia. Larvanya
kecil, melengkung berwarna putih kekuning-kuningan mencapai panjang 8 mm.
Kumbang (imago) panjang 6-5 mm, kelabu kecoklat-coklatan. Telur-telur diletakkan
pada buah yang masih muda. Segera setelah telur menetas, larva menggerek masuk
kedalam polong. Pupa terbentuk didalam polong kemudian imagonya menggerek keluar.
Ctonomerus lagerstroemiae sejenis kumbang belalai (Fam. Curculionidae, ordo
Coleoptera) menyerang wungu (Lagestroemia speciosa). Alcides hopeae, A. crassus dan
A. shorea merupakan hama buah-buah meranti (Dipterocarpaceae), termasuk juga
kumbang Curculionidae. Dichocrocis punctiferalis (Fam. Pyralidae ordo Lepideptera),
ulat-ulatnya menyerang bunga dan buah jarak (Ricinus communis), Ploso (Butea
monosperma), jati dan lain-lain. Ulat mencapai panjang 15 mm, kuning coklat kemerah-
merahan pada bagian punggung. Kupu-kupunya kecil, lebar, bentangan sayap 1¾ - 2½
cm. Tirathaba ruptilinea (Fam. Pyralidae) menyerang buah jarak, durian dan sawo.
Catoremna albicostalis (Fam. Pyralidae) menyerang buah-buah Dipterocarpaceae.
2. Hama-hama persemaian
Semut-semut (Fam. Formicidae, ordo Hymenoptera), sering kali melarikan biji
yang disemai. Gangguan oleh semut dapat dicegah dengan membuat selokan sekeliling
persemaian (bila tersedia air) atau dengan mengadakan penyemprotan dengan dieldrin
dan lain-lain.
Jenis-jenis belalang (Fam. Achrididae dan Locustidae) biasa memakan daun-daun
dari tanaman muda. Hama belalang sukar diberantas karena mereka berpindah-pindah
tempat. Pemberantasan yang efektif dilakukan pada persemaian ialah dengan jalan
mekanis (menangkap). Gangsir (Gryllus sp dan Brachyrypes) dan anjing tanah
(Grylloptalpa africana dan Hirsuta) hidup dalam lubang-lubang dalam tanah, pada
malam hari keluar dan menyerang tanaman muda dipersemaian. Bagian yang diserang
adalah leher akar Agrotis spp (Fam. Noctuidae, ordo Lepidoptera) adalah jenis-jenis ulat
tanah yang sangat merugikan. Mereka menyerang pada malam hari dengan jalan
menggerek leher akar yang menyebabkan kematian tanaman muda. Pemberantasan ialah
dengan jalan mekanis (menangkap kupu-kupunya dengan lampu pada malam hari) dan
membuat selokan-selokan isolasi.
3. Hama-hama batang dari tanaman muda
Xyloborus fernicatus (Fam. Scolytidae, ordo Coleoptera) adalah jenis-jenis
kumbang-kumbang kecil yang menggerek dalam batang kesambi, sonokeling. Panjang
kumbang + 2 mm. Jenis-jenis Xyloborus mula-mula menggerek dari kulit. Xyloborus
morsattius, menyerang mahoni, kayu ulin (Eusidoroxylon zwagerii), jati, kemelandingan,
dan kesambi. Panjang kumbang +1½ mm. Monohammus rusticator (Fam. Corambycidae,
ordo Coleoptera) merupakan hama penggerek jati (boktor). Panjang lubang gorok
mencapai 20 cm dan masuk ke dalam sampai empulur. Kumbang (imago) terbang keluar
melalui lubang yang lebarnya 1 cm. Panjang kumbang 2½ cm, berwarna kelabu.
4. Hama-hama pengisap
Sebagian besar hama-hama pengisap (mengisap daun dan kulit batang-batang
muda) adalah serangga-serangga dari ordo Hemiptera, famili Corlidae, Tingidae,
Capsidae, Pontatomidae. Serangga-serangga ini mengisap cairan daun dan batang dan
menyebabkan pohon menjadi kerdil dan kadang-kadang pula terjadi kelainan-kelainan
dalam pertumbuhan. Kepik-kepik yang penting ialah Anoplocnemis phasiana pada jenis-
jenis Leguminosa (Cassia spp, Albizzia spp dan Tessarotoma yavanica pada kosambi.
Jenis-jenis kutu daun Cocoidae dan Alcurodidae sangat mengganggu tanaman-tanaman
muda, karena menyebabkan pertumbuhan yang lambat, tumbuh lengkung,
pembengkakan-pembengkakan pada pucuk dan lain-lain. Jenis-jenis kutu banyak yang
hidupnya polifago (berinang banyak).
5. Hama Daun
Hyploea puera (Fam. noctuidae, ordo Lepidoptera) hama daun jati menyerang
mulai pada permulaan musim hujan. Larva-larva muda mula-mula hanya memakan daun-
daun muda. Lambat laun ke larva makan daun tua juga sehingga menyebabkan
kegundulan. Penyerangan yang berarti terjadi pada bulan-bulan pertama dan kedua dari
musim hujan. Pupa (kepompong) terbentuk pada bulan Desember. Pupa-pupa ini berada
di tanah diantara daun-daun dan serasah. Pada bulan Oktober berikutnya kupu-kupu
keluar dan menyebarkan infeksi. Ulat pada instar terakhir + 35 mm, bagian punggung
berwarna ungu tua, di bawah berwarna hijau. Hama ini juga menyerang laban (Vitex
pubescens) Pyrausta machoeralis (Fam. Pyralidae) merupakan hama daun dari jenis
Verbenacoae, termasuk jati. Valanga nigricarnis dan Patangga siccinata adalah jenis-
jenis belalang dari famili Acrididae, ordo Orthoptera yang sangat mengganggu daun
bermacam-macam tanaman kehutanan dan pertanian.
Attacus atlas (Fam. Saturniidae, ordo Lepidoptera) ialah jenis kupu-kupu atlas
yang ulatnya seringkali menggundulkan pohon-pohon dadap, rasamala, dan tanaman-
tanaman lain.
Eurema blanda dan Eurema hecabe (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera)
mengganggu tanaman Albizia falcata terutama tanaman muda di persemaian karena dapat
menyebabkan gangguan tumbuh sebagai akibat habisnya daun. Kupu-kupunya berwarna
kuning, terbang aktif pada siang hari.
Catopsila crocale (Fam. Pieridae, ordo Lepidoptera) yaitu kupu-kupu putih yang
ulatnya dapat menggunduli tanaman-tanaman Cassia spp (Fistula dan Siamea).
Psychidae, ordo Lepidoptera adalah keluarga ulat-ulat kantong. Pohon-pohon
hutan yang sering diganggu oleh Psychidae ialah Pinus merkusii, segawe dan lain-lain.
Milionia basalis (Fam. Geomtridae), sejenis ulat jengkal yang merupakan hama Pinus
merkusii. Panjang ulatnya 4 cm, warna hitam dengan garis-garis kuning, kepompong
terbentuk dalam tanah dan terbungkus dalam kokon. Sangat mengganggu persemaian
Pinus. Hypsipyla robusta (Fam. Pyralidae, ordo Lepidoptera) merupakan hama pucuk
dan daun dari jenis-jenis mahoni Swietenia mahagoni dan Swietenia macrophylla sangat
berbahaya (mahoni daun kecil), karena intensitas penyerangannya pada jenis ini lebih
besar. Ulatnya berwarna-warni, coklat sampai ungu dan hitam pada instar terakhir
menjadi biru kehijauan, panjang 2-3 cm. Lebar kupu-kupu (bentangan sayap) 2½ cm.
6. Hama Cabang
Zeuzera cafeae (Fam. Cossidae, ordo Lepidoptera) adalah penggerek cabang yang
sangat folifaga (berinang banyak), pada jati, laban, kesambi, cemara (Casuarina spp),
damar (Agathis spp) kayu sandal (Santalun album) dan lain-lain. Disebut juga penggerek
cabang berwarna merah, karena larvanya berwarna merah. Serangganya menyebabkan
lubang-lubang gerek pada batang, kematian/kerusakan cabang dan kematian tanaman
muda. Ulatnya berwarna kemerah-merahan, panjang 3 - 5 cm. Kupu-kupu bersayap putih
dengan bintik-bintik hitam yang berkilap logam.
7. Hama-hama Batang
Duemnitus ceramicus (Fam. Cissidae, ordo Lepidoptera) oleng-oleng
menyebabkan lubang-lubang gerek selebar 1-1½ cm. Panjangnya .20-30 cm,
melengkung, dinding lubang berwarna hitam, kadang-kadang dengan lapisan kapur.
Kerusakan-kerusakan ini terdapat pada hutan-hutan jati di seluruh Jawa dan tanda
kerusakan tersebut dapat dilihat pada kayu-kayu di TPK. Kupu-kupu: panjang 4-8 cm,
bentangan sayap 8-16 cm, berwarna kecoklatan. Larva: panjang 8 cm, lebar 1,5 cm.
Telur-telur diletakkan pada celah-celah kulit. Pohon-pohon muda yang terserang kadang-
kadang menimbulkan gejala-gejala pembengkakan pada batang. Pada pohon tua, tanda-
tanda serangan sukar diamati karena seranggaini tidak mengeluarkan ekskeremen di luar
batang. Adanya lubang-lubang gerek ini sangat menentukan kualitas batang.
Neotermes tectonae, (Fam. Kalotermitidae, ordo Isoptera), inger-inger rangas jati.
Tanda seranggannya ialah adanya bengkak-bengkak (gembol) pada batang. Gembol-
gembol ini dapat terbentuk pada ketinggian 2-20 m dari tanah, merupakan sarang rangas
(rayap) jati. Di dalam sarang tersebut terdapat lubang-lubang yang bentuknya tidak
teratur pada umumnya memanjang batang (longitudinal). Sebuah sarang berisi koloni
Neotermes yang terdiri dari individu-individu pekerja, prajurit dan reproduktif
pengembang biakan raja/ratu, yang jumlahnya berpuluh sampai beratus ribu ekor.
Pembengkakan batang terjadi sebagai reaksi kambium, karena rangsangan yang
disebabkan oleh serangan. Dapat pula disebabkan sebagai akibat gangguan aliran air dan
garam-garam dari akar ke atas. Akibat gangguan dari pada serangan inger-inger
pertumbuhan pohon menjadi kerdil dan dalam keadaan serangan hebat mengakibatkan
kematian pucuk.
Sulung (laron) : panjang 8-10 mm, coklat hitam
Pekerja : putih, tak bersayap
Prajurit : 10-12 mm panjangnya
Kepala coklat tua dengan rahang-rahang yang kuat.
Infeksi pertama terjadi pada bekas-bekas patahan cabang, dan luka-luka pada
batang. Pencegahan serangan: menghindari kerusuhan-kerusuhan pada waktu
penjarangan menebang pohon-pohon yang telah diserang (bergembol).
Xylaborus destruens (Fam. Scolitidae, ordo Coleoptera), penggerek batang jati.
Kumbang-kumbang kecil (bubuk) menyebabkan lubang-lubang kecil (pinpholes) selebar
1-2 mm. Hama ini juga disebut kumbang-kumbang “ambrosia“ karena mereka membawa
spora-spora jamur ambrosia untuk dipelihara sebagai makanannya. Jamur-jamur
ambrosia yang hidup dalam liang gerek Xylaborus merupakan makanan larva-larvanya.
Serangan Xylaborus biasanya berhubungan dengan pemeliharaan tegakan. Apabila
terdapat banyak tumbuhan liar, penjarangan yang terlambat dan lain-lain, hal yang
menyebabkan gangguan tumbuh maka serangan Xylaborus sangat mudah terjadi. Zeuzera
indica, merupakan penggerek (Fam. Cossidae) yang menyerang kayu-kayu pasang
(Quercus spp), Magnoliaceae, Lauraceae. Rupa ulatnya hampir sama dengan Zeuzera
Coffeae, hanya sedikit lebih besar.
Platypus solidus (Fam. Platypodidae, Ordo Coleoptera) sejenis kumbang
ambrosia, menggerek batang Acasia decurrens. Xystrocera festiva (Fam. Cerambycidae,
ordo Coleoptera), menyerang tanaman Albizzia falcata di Jawa. Larva menggerek ke atas
ke dalam batang, panjang larva mencapai 5 cm. Tanda-tanda serangan terlihat pada
batang oleh jatuhnya bagian-bagian dari kulit, lubang-lubang gerek yang berbentuk oval.
Pada permulaan serangan terdapat bagian-bagian yang berwarna hitam pada kulit dan
serbuk-serbuk gerek yang dikeluarkan melalui lubang-lubang kecil.
8. Hama Akar
Phassus damar (Fam. Hepialidae, ordo Lepidoptera), uter-uter. Ulatnya sangat
polifage antara lain pada jati, rasamala. Panjang ulat: 6-7½ cm, lebar bentangan sayap 7-
9 cm berwarna coklat kelabu.
3. PENYAKIT HUTAN
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh jasad-jasad mikroba atau patogen
(virus, bakteri, mycoplasma, spiroplasma, rickettsia, jamur, nematode dan
benalu/tumbuhan tingkat tinggi), terhadap tegakan/hutan digolongkan kepada penyakit
(patologi) hutan. Gejala-gejala suatu penyakit dibedakan dalam tiga tipe, nekrotik,
atropik, dan hipertropik.
Nekrotik adalah simtom kematian dari bagian tanaman yang terserang. Atropik
ialah simtom-simtom gangguan pertumbuhan berupa kerdil, penyusutan dan lain-lain
degenerasi yang diakibatkan oleh pembelahan abnormal dari sel. Hipertropik ialah
simtom-simtom pertumbuhan lebih (overgrowth) karena pembelahan sel yang berlebihan,
misalnya terjadinya gembol, tumor, witches brooms (sapu setan) dan lain-lain.
a. Virus
virus ada yang menyebutkan sebagai peralihan dari benda mati ke hidup. Virus
bukanlah merupakan sel. Virus adalah partikel yang kecil berbentuk benang, tongkat atau
bulat, memiliki asam inti ribonucleic acid (RNA) atau deoxyribonucleic acid (DNA),
tidak mengadakan respirasi dan metabolisme. Asam inti tersebut terbungkus oleh
glycoprotein dan dapat mengkristal yang disebut capsid (Gambar 4). Partikel-partikel
virus memasuki sel tumbuhan melalui luka-luka kecil atau secara tidak sengaja
dimasukkan oleh serangga vektor dan kemudian menempati ruang sel. Virus termasuk
parasit obligat yang memerlukan sel-sel hidup untuk melangsungkan kehidupan dan
perkembangbiakannya. Di dalam sel-sel hidup, kehadiran partikel-partikel virus
RNA/DNA mengakibatkan sel tumbuhan memproduksi lebih banyak RNA/DNA, bersatu
dengan virus dan terbentuk virus RNA/DNA baru. Kemudian virus baru ini mengadakan
perpaduan dengan protein yang secara otomatis menyelimutinya dan dengan demikian
tubuh virus menjadi lengkap.
Gambar 2. Partikel virus yang terdiri dari RNA atau DNA yang terbungkus oleh
glycoprotein dan perbandingan ukuran virus berbentuk batang dengan bulat
(Cummings, 2002).
Dengan adanya kegiatan duplikasi diri dari virus di dalam sel inang, maka
metabolism tumbuhan terganggu, akibatnya tumbuhan kekurangan makanan dan energi.
Tetapi virus tidak menyebabkan kematian pada inangnya. Virus memerlukan perantara
untuk pindah dari satu inang ke inang lainnya, yaitu melalui perkembangbiakan
vegetative (stek, okulasi atau cangkok), vector (serangga, penggigit dan penghisap
seperti kutu tanaman (Aphids), lalat putih (white fly), kumbang dan tungau (mite),
nematode, jamur, benih atau serbuk sari tumbuhan.
Gejala akibat serangan virus dapat dibagi atas tiga gejala umum yaitu:
1. Gejala dari luar.
1.1. Kemunduran pertumbuhan; pertumbuhan sel-sel terhambat yang menyebabkan
kehilangan hasil dan sering disebut infeksi laten.
1.2. Deviasi warna; terutama pada daun-daun seperti penyakit mosaik yang
menyebabkan daun menguning biasanya bersudut tdak teratur dengan batas-
batas yang tajam; bercak dengan batas-batas bulat sering disebut juga bernoda
sedang perubahan warna dengan batas difus disebut belang; daun yang
terinfeksi secara sistemik pada tanaman berkayu memperlihatkan pola yang
sangat indah, pola bergaris/bercincin; perubahan warna pada tulang daun atau
klorosis, putih/kuning sedang helai/lamina daun tetap hijau disebut vein
clearing. Sebaliknya helai/lamina daun menguning/putih dan tulang daun tetap
hijau disebut vein banding. Perubahan warna bunga tulip akan meningkatkan
harga jualnya.
1.3. Kekurangan air; karena menyerang jaringan pengangkutan air dan transpirasi
yang tinggi sehingga menyebabkan kelayuan pohon.
1.4. Nekrosis; merupakan gejala matinya sel-sel setempat dengan cepat yang
biasanya disertai perubahan warna menghitam atau coklat.
1.5. Malformasi; terjadinya perubahan bentuk atau cacat pada tumbuhan atau organ
tertentu tumbuhan seperti stunt (kerdil), daun menggulung, daun keriting,
rosset (jarak antara duduk daun atau buku yang memendek karena gangguan
hormonal), daun yang biasa pinggirnya bergerigi menjadi licin. Pertumbuhan
daun yang kecil-kecil atau pertulangan daun yang pertumbuhannya terhambat
sehingga daun mengerut yang disebut enasi. Pembengkakan pada akar atau
batang disebut tumor. Pada buah sering terjadi perubahan ukuran, warna, rasa,
tekstur atau biji terbentuk lebih banyak.
2. Gejala dari dalam. Ada kalanya dari luar bukan suatu gejala yang spesifik.
2.1. Kerusakan atau modifikasi sel-sel atau jaringan pada tanaman inang,
contohnya modifikasi sel-sel kloroplas menjadi kecil dan pucat.
2.2. Pembentukan benda-benda asing dalam sel tumbuhan. Benda-benda asing
tersebut disebut inclusion bodie (IB) yang terdapat dalam sitoplasma sel
tumbuhan. IB ada yang berbentuk heksagonal (kristal) atau tidak berbentuk
(amorf),
3. Gejala perubahan-perubahan metabolisme dari inang tetepi tidak selalu nampak
dari luar. Contohnya menyerang sistem respirasi tumbuhan dengan mengganggu
siklus kerbs atau menyerang siklus pentosa sehingga tumbuhan mengeluarkan
senyawa-senyawa tertentu (racun).
b. Bakteri
Bakteri termasuk dalam Kingdom Prokaryotik (dinding inti selnya belum jelas
atau hanya berupa membran) dan Kelas Schizomycetes.
Gambar 4. Perbandingan ukuran sel hewan, Partikel virus dengan bakteri. (Cummings,
2002).
Tabel 3. Lima genera utama bakteri patogen tanaman yang menimbulkan gejala khas.
No. Genera Gejala Contoh
1. Clavibacter Gumosis, layu atau spot C. michiganensis subsp
insidiosus penyebab
layu
2. Erwinia Layu pembuluh, nekrosa, spot E. amylovora penyebab
pada daun atau busuk lunak busuk lunan
3. Pseudomonas Leaf spot, blight, wilt atau spot P. solanacearum layu
pada murbei, jati,
cemara, cemara laut dan
pinus.
P.syringae pv. mori
blight pada daun murbei
4. Xanthomonas Leaf spot, wilt atau kanker batang X. campestris pv oryzae,
X. c. malvacearum
penyebab bercak daun
5. Agrobacterium Gall atau hair root formation A. tumefasciens
penyebab crown gall
puru bermahkota
2. Di Pertanaman
Penyakit pada daun
Embun Jelaga (black mildew)
Embun jelaga dapat ditemukan pada akasia dan sungkai (Peronema canescens)
disebabkan oleh Meliola spp. Gejala umum serangan patogen ini adalah penutupan
permukaan daun oleh jamur yang berwarna hitam seperti beludru. Serangan lebih lanjut
dapat menyebabkan seluruh permukaan daun dan ranting tanaman tertutup. Jika serangan
cukup berat proses fotosintesis akan terganggu sehingga pertumbuhan akan terhambat.
Serangan yang terjadi jika pada saat pohon berbunga dapat mengakibatkan buah yang
terbentuk hanya sedikit atau buah akan rontok.
Bercak Daun (leaf spot)
Penyakit ini banyak ditemukan pada akasia yang disebabkan oleh Cercospora sp,
Pestalotipsis sp atau Colletotricum sp. Serangan yang cukup berat akan mengakibatkan
daun mengering. Pada tanaman sengon disebabkan oleh Pleiochaeta sp atau
Gloeosporium sp.
Karat (Rust)
Penyakit karat pada akasia (Acacia spp) disebabkan oleh Atelocauda digitata;
sedangkan pada damar (Agathis spp) oleh Aecidium fragiforme. Karat pada kayu damar
sangat mirip dengan gejala penyakit karat pada akasia. Mula-mula pada daun yang masih
muda timbul bercak bulat yang berwarna kuning yang pusatnya menjadi berwarna coklat
dan menebal. Akhirnya pada daun terjadi dsatu bintil (gall) atau kadang-kadang lebih.
Bintil berwarna coklat garis tengahny dapat mencapai 1 cm, bahkan mungkin lebih.
Lebih lanjut pada gejala tersebut, jamur akan menghasilkan piknium dengan piknispora.
Sedang pada permukaan bawah akan menghasilkan aecium dengan aesiospora.
Hawar Daun (Leaf Bligt)
Penyakit ini dapat menyerang Eucalyptus yang disebabkan oleh Cylidrocladium
multiseptatum, sedang pada tusam oleh Cladiospora sp.
Penyakit pada batang
Jamur Upas
Penyakit ini disebut juga penyakit pink (pink disease) karena gejalanya sekilas
berwarna merah muda yang disebabkan oleh Corticium salmonicolor. Selain menyerang
akasia, dapat juga menyerang jati, karet, nangka, jambu atau damar. Gejala penyakit ini
adalah nekrosis pada kulit pohon, tumbuh kallus pada tepi nekrosis sehingga membentuk
kanker, kulit pohon pecah-pecah dan mengelupas kadang-kadang terjadi resinosis
(keluarnya getah berlebihan). Bila serangan mengelilingi lingkar batang maka akan
tumbuh tunas-tunas baru yang disebut epicormic branches diikuti dengan kematian tajuk
di bagian atas yang kena infeksi. Bila kanker yang terbentuk agak besar dan terbuka,
maka kayu di bagian tersebut agak repuh, sehingga mudah patah oleh angin. Di dalam
siklus hidupnya, C. salmonocolor mengalami empat stadia, yaitu stadium sarang laba-
laba (cobweb), bintil steril (sterile pustule), sempura (perfect/sexual corticium) dan tak
sempurna (imperfect/asexual/necator).
d. Nematoda
Nematoda adalah sejenis binatang yang sangat kecil, berbentuk silindris seperti
cacing, hidup secara saprofit di dalam air atau tanah atau secara parasit pada tumbuhan
atau binatang (Gambar 7). Nematoda dipelajari dalam ilmu penyakit hutan karena gejala
yang ditimbulkan adalah sama dengan penyakit yang disesbabkan oleh serangan patogen.
Tipe Nematoda:
Nematoda saprofit, ukurannya kecil, mempunyai lubang mulut untuk memakan
bahan-bahan organik dan menelannya ke dalam perutnya.
Nematoda parasit, pada binatang besar, ukurannya bervariasi, mempunyai alat
penghisap (stylet) untuk mengisap caira sel di dalam tubuh inangnya.
Nematoda predator pada binatang-binatang kecil yang tidak bertulang belakang di
dalam tanah, mempunyai mulut yang bergerigi.
Nematoda parasit pada tumbuhan, panjangnya antara 0,5-2,5 mm, mulutnya tajam
berbentuk ujung tombak dan mempunyai alat mulut pengisap.
Ada dua macam alat pengisap pada nematoda parasit tumbuhan, yaitu stomatostylet
dan odontostylet yang dimiliki oleh nematoda lebih besar.
Berdasarkan cara makannya, nematoda parasit dibagi atas dua kelompok, yaitu:
Nematoda ektoparasit adalah nematoda yang melukai dinding sel, mengisap
makanan atau cairan sel dengan styletnya dan hidup berpindah-pindah dari
inang satu ke inang lainnya.
Nematoda endoparasit adalah nematoda yang tetap tinggal di dalam inangnya
di bagian tumbuhan tempat pertama kali masuk, mengisap makanan dan
akan pindah ke bagian (sel) lainnya kalau bagian (sel) pertama mati
: Selesai Mempelajari Bab VI, Mahasiswa/i mampu: Menjelaskan arti cara pencegahan dan Pengendali
Tujuan Instruksional Umum
METODE PENCEGAHAN
Cara ini adalah melindungi predator seperti burung, kelelawar, semut, laba-laba,
dsb. Perlindungan terhadap predator hendaknya dilakukan dengan penuh kesadaran. Di
antara predator yang paling banyak mendapat ancaman (terutama manusia) adalah
burung. Perlindungan terhadap burung hendaknya jangan terbatas pada jenis-jenis yang
langka dan dilindungi oleh undang-undang saja. Banyak jenis burung yang sesungguhnya
berguna sebagi predator haman tidak dimasukkan di dalam daftar yang dilindungi.
Hendaknya penjualan senapan angin dan bentuk-bentuk senapan berburu lainnya
ditiadakan, pemilikannya dibatasi kepada pihak-pihak yang berwenang saja, terutama
ditujukan untuk mengendalikan jumlah populasi satwa predator burung pemakan hama
sehingga menjadi seminimal mungkin tetapi tidak sampai punah. Contoh elang, alap-
alap, musang, kucing hutan, ular dsb.
Penggunaan bahan kimia yang berupa pestisida dapat bertujuan untuk melindungi
atau mencegah serangan hama dan patogen dengan cara menggunakannya pada benih,
semai, bahan vegetative dan pohon yang masih sehat. Perlindungan dari bahan kimia
kepada bahan-bahan tanaman terhadap hama dan patogen hanya bersifat sementara
karena efektivitasnya akan berkurang karena faktor cuaca.
METODE PENGENDALIAN
1) Penggunaan mikroorganisme
Virus
Virus dapat menyebabkan sakit pada serangga hama yang terdiri atas empat tipe yang
berbeda dalam bentuk kapsul, virion dan bahan genetiknya.
Tabel 4. Perbedaan virus patogen serangga
Tipe Virus Morfologi Virion Bahan Inti Jumlah virion per kapsul
(bentuk)
Virus polyhedron inti yang berbentuk tongkat atau balok sering ditemukan pada larva
Lymantria monacha (hama Pinus spp dan Picea abies) dan ordo Lepidoptera lainnya
yang mati. Keuntungan penggunaan virus adalah dapat digunakan secara selektif
terhadap hama tertentu. Sedangkan kekurangannya adalah hanya dapat
dikembangbiakkan pada organism hidup; masa inkubasi sejak aplikasi sampai timbulnya
gejala adalah relative lama, minimal 6 – 10 hari sehingga hama masih berkesempatan
kerusakan yang lebih banyak.
Pengendalian hama pemakan daun Pinus spp Neodiprion sertifer dengan virus
Borellinavirus diprionis Shd. dengan cara menyemprotkan daun dengan air yang
mengandung partikel virus tersebut sebelum telur menetas dan 3 minggu kemudian
menghasilkan semua larva mati 100 %.
Bakteri
Bakteri terkenal sangat efektif digunakan dalam pengendalian OPH, seperti
Bacillus thuringiensis dalam mengendalikan serangga hama. B. thuringiensis dapat
diperoleh di pasaran dengan nama Thuricide HP dan Dipel (buatan USA), Bactospeine
(buatan Prancis), Entobacterin dan Dendrobazillin (buatan Rusia).
Keuntungan penggunaan bakteri sama dengan penggunaan virus, yaitu lebih selektif
terhadap hama tertentu. Bakteri mudah didapatkan dan biakkan pada media buatan.
Kekurangannya adalah membutuhkan peralatan dan teknik tertentu untuk pembiakannya
di laboratorium sehingga biaya awal relatih mahal, penggunaan di lapangan tergantung
cuaca dan keefektivannya tergantung pada kepekaan hama.
Jenis bakteri lain yang dapat digunakan untuk pencegahan penyakit pada
persemian terutama penyakit damping off adalah bakteri antagonis. Pseudomonas
fluorescens dan P. putida dapat mencegah penyakit layu oleh patogen bakteri P.
solanacearum dan jamur Fusarium sp. Bakteri antagonis ini kelebihannya adalah
pertumbuhannya yang lebih cepat daripada patogen dan menghasilkan antibiotik
(pyoverdine sebagai siderophore) sehingga dapat menekan pertumbuhan patogen.
Siderophore merupakan persenyawaan biosintesis yang diproduksi dalam kondisi Fe
yang terbatas dengan antivitas spesifik yang tinggi dan berperan membantu transportasi
Fe3+ dalam sel mikroba. Anktivitas antagonis ini mampu mengkoloni akar tanaman dan
menggunakan eksudat akar untuk sintesis metabolisme dan menginduksi ketahanan
sistemik tanaman.
Jamur
Peniophora gigantea merupakan salah satu jenis jamur antagonis terhadap Fomes
(Heterobasidion) annosus (patogen busuk merah pada akar). Trichoderma viride juga
antagonis namun tidak seefektif dengan P. gigantea. Jamur patogen serangga juga
banyak dikenal seperti Beauveria bassiana, B. tanella, Metarrhizium anisopilae,
Paecilomyces farinosus dan Verticilium sp. Bila konidia (ektospora) jatuh pada serangga
maka konidia tersebut berkecambah dan menginfeksi serangga tersebut. Hifa tumbuh
menjadi banyak, mengeluarkan racun dan sel-sel tubuh serangga menjadi rudak dan
akhirnya mati.
Untuk mengendalikan nematoda digunakan jamur Verticilium spaerosporum dan
Paecilomyces coccospora (keduanya endoparasit). Sedangkan yang ektoparasit dengan
cara menjerat nematoda dengan hifanya adalah Arthrobotrys, Dactylaria dan
Monocrosporium.
Nematoda
Beberapa nematode yang dikenal sebagai parasit fakultatif atau obligat yang dapat
membunuh inangnya.
Neoaplectana carpocapsae (Steinernematidae) yang dikenal dengan DD-136. Pada tahun
1950an banyak dipaki untuk mengendalikan hama serangga. Nematoda ini sangat mudah
dikembangkan dalam tubuh serangga atau larva seperti Galleria mellonelia atau media
buatan. Nematoda ini tahan di dalam air sehingga dalam pemakaiannya bisa dimasukkan
dalam air dan disemprotkan ke tanaman yang terserang hama. Nematoda memerlukan
tempat yang basah untuk hidupnya sehingga yang paling tepat jika diaplikasikan ke
dalam tanah. Konsentrasi disarankan 104-106 per meter persegi.
Deladeum siridicola (Neotylenchidae) parasit pada Sirex noctilio (hama Pinus spp) yang
membuat serangga betina steril. Nematod ini pada waktu belum mendapatkan inangnya
memakan suatu jamur yang tumbuh pada batang pohon. Oleh karena itu nematoda ini
dapat diperbanyak dengan pemberian jamur tersebut.
Romanomermis culicivorax (Mermithidae) parasit pada larva nyamuk yang
memungkinkan dapat diuji pada serangga hama lain.
2) Penggunaan Serangga
Pengendalian biologis dengan menggunakan serangga baik serangga
parasit/parasitoid atau predator.
Serangga parasit
Trichogramma spp dapat dipergunakan pada serangga hama karena inangnya banyak dan
perkembangbiakannya cepat. Serangga lainnya adalah Erdoesina alboannulata (parasit
pada pupa Panolis flammea dan ordo lepidoptera lainnya), Dahlbominus fuscipennis
(parasit pupa Diprion pini dan hama daun jarum). Platygaster manto Walk (parasit larva
Agevillea abietis (hama daun Abies alba)) dan serangga penggerek batang Helicomyia
saliciperda; Misocyclops pini Kieff (parasit hama penggerek Pinus spp Thecodiplosis
brachyntera dan Carcelia gnava parasit pada hama Quercus spp Malacosoma neustria L.
Serangga Predator
Untuk mengendalikan pupa Lymantria dispar dapat digunakan serangga predator
Calosoma sycophanta. Aphidecta obliterata memangsa kutu Liosomaphis abietina.
Aphidoletes aphidimyza dan Shyrpus corollae (keduanya Diptera) memangsa kutu-kutu
tanaman demikian pula Coccinella sp (Coleoptera) juga memangsa kutu-kutu (Aphidae).
Beberapa jenis semut juga merupakan predator utama bagi beberapa hama.
3) Sterilisasi OPH,
Metode ini dimaksudkan untuk membuat hama menjadi steril dan tidak dapat
menghasilkan keturunan tanpa mengurangi aktivitas hidupnya seperti makan, terbang,
kopulasi dsb.
Ada dua cara untuk membuat serangga hama menjadi steril:
Dengan penyinaran. Sinar radioaktif, sinar gamma dari isotop Cobalt ( 60Co) dan
Caesium (137Cs) antara 2-4 kr (kilorontgen) dan sinar Rongtgen dosis tinggi dapat
menyebabkan serangga hama menjadi steril. Bila serangga-serangga (baik jantan
maupun betina) yang steril tersebut berkopulasi dengan serangga yang normal
(tidak steril/fertil), maka akan menghasilkan keturunan yang sebagian steril dan
sebagian fertil dengan perbandingan lebih banyak yang steril daripada yang
normal. Keadaan steril ini disebabkan karena pembelahan chromosom pada sel-
sel kelamin mengalami kegagalan.
Dengan bahan kimia (chemosterilant). Tujuannya sama seperti dengan
penyinaran. Ada tiga kelompok chemosterilant yang telah lama dikenal, yaitu:
- Ethylenimin (Azaridin), contoh: Tepa, Thiotepa, Metepa, Aphotate dsb yang
dapat membuat serangga jantan dan betina menjadi steril.
- Antimetabolit, contoh: Purine dan Pyrimidine yang akan lebih efektif
membuat serangga betina menjadi steril daripada kalau dipergunakan pada
jantan.
- Substansi lain, contoh: Phosphoramide, Triazine, Azadirachtin (ekstrak dari
kulit ohon Azadirachta indica). Azadirachtin berpengaruh tidak saja pada sel-
sel kelamin malainkan juga pada sel-sel tubuh.
Tugas:
Setiap kelompok membuat makalah tentang contoh kasus pengendalian hama atau
patogen penyebab kerusakan hutan untuk dipersentasekan/didiskusikan bersama.
: Faktor-faktor
Pokok Sosial
BahasanPenyebab Kerusakan Hutan.
: Faktor Kebakaran, Perladangan, Pengembalaan Ternak dan Pencurian Hasil Hutan Penyebab Kerusaka
Sub Pokok Bahasan
: Selesai Mengikuti Perkuliahan ini Mahasiswa/i dapat Memahami Beberapa Faktor-faktor Sosial Penyeb
BAB VII
92
FAKTOR-FAKTOR SOSIAL PENYEBAB
KERUSAKAN HUTAN
A. KEBAKARAN HUTAN
Kebakaran hutan adalah merupakan sumber kerusakan utama pada hutan produksi,
tetapi pada keadaan-keadaan tertentu kebakaran hutan juga memberi manfaat. Perbedaan
antara pentingnya kerusakan dan manfaat dari suatu kebakaran hutan sangat luas dan
seringkali dibesar-besarkan. Di bawah ini secara khusus akan dibicarakan pengaruh
kebakaran hutan dan kerusakan yang ditimbulkannya sedangkan manfaat kebakaran hutan
juga akan dibicarakan pada judul tersendiri.
1. Api atau kebakaran dapat dipergunakan untuk membantu permudaan alami dari
jenis-jenis yang dikehendaki
Hal ini dapat dilakukan dengan membakar tumpukan serasah yang tebal pada
lantai hutan sehingga mineral-mineral tanah menjadi terbuka dimana hal ini merupakan
persyaratan persemaian dari jenis-jenis pohon tertentu, tetapi perlu diingat bahwa tidak
semua jenis pohon menghendaki keadaan seperti ini untuk perkecambahan. Kebakaran
juga dapat mematikan pohon-pohon yang tumbuh terdahulu yang dianggap kurang baik
sehingga dapat memberi kesempatan pohon-pohon yang baik untuk tumbuh kemudian
yakni sesudah kebakaran terjadi. Pada permudaan jenis pinus tertentu (longleaf pine)
apabila diantaranya terdapat permudaan tanaman lain, maka biasanya dilakukan
pembakaran yang dapat mematikan permudaan lain, tetapi tidak mematikan permudaan
pinus tersebut. Hasil pengamatan selama 32 tahun dalam kegiatan pengendalian kebakaran
yang dilakukan oleh bruce menunjukkan bahwa dengan menggunakan api pembangunan
persediaan bibit “longleaf pine “ sangat menguntungkan sebab semua jenis permudaan
lainnya yang tidak tahan api akan mati seperti: lobolly, shortleaf pines dan jenis-jenis
kayu berdaun lebar lainnya. Pembakaran yang dilakukan pada bekas tebangan juga dapat
merangsang terbentuknya permudaan secara alami.
109
perladangan. Komisi ini hendaknya terdiri dari banyak disiplin ilmu seperti: ahli
ekologi, ahli tanah, ahli pertanian, ahli peternakan, ahli kehutanan, ahli ekonomi, ahli
ilmu sosial, guru-guru, ahli hukum dan sebagainya.
Tujuan FAO mengatasi perladangan adalah untuk mempropagandakan metode-
metode pertanian modern yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas produksi yang
berguna dan hasil-hasil hewan yang dapat diperoleh dari tanah-tanah yang tersedia.
Keperluan utama di daerah tropik basah adalah intensifikasi pertanian dan penambahan
hasil per satuan luas. Peralihan dari pertanian tradisional ke pertanian yang telah
berkembang dengan baik seringkali amat sukar untuk dicapai, dan penggunaan metode-
metode yang intensif didalam keadaan ini seringkali berakhir dengan kegagalan.
Kegagalan seringkali tidak hanya disebabkan oleh faktor tekhnis dan ekonomis, tapi
penghambat yang paling utama biasanya adalah faktor sosial, khususnya yang
menyangkut masalah perladangan. Perladangan ini erat hubungannya dengan rhytme
musim-musim yang ada dan telah menciptakan suatu pandangan hidup yang khusus.
Dalam usaha merobah pandangan hidup suatu golongan masyarakat diperlukan
perubahan psychologi dan pendidikan dan untuk itu mungkin diperlukan waktu
bertahun-tahun.
Teknik-teknik perladangan sama saja dimana-mana yakni penebangan dan
pembakaran vegetasi berkayu diikuti penanaman selama satu, dua, atau tiga tahun,
kemudian tanah ditinggalkan dan kembali menjadi hutan atau tutupan belukar selama
periode yang panjang. selain kesamaan ini, perladangan mempunyai perbedaan-
perbedaan dalam hal type dan kehidupan daripada peladangnya sendiri. Kemudian para
peladang sangat berbeda dari satu tempat ketempat lain. Perladangan tidal selalu
mengarah ke kehidupan nomadik. Tetapi telah dilaporkan bahwa di Asia Tenggara
terdapat suku-suku yang suka berkelana dan pemburu yang benar-benar nomadik yang
juga menjalankan perladangan dengan metode-metode yang nampaknya amat merusak.
Hal yang sama diketemukan pada banyak suku penggembala di kehidupan
peladangnya, maka perladangan ini dapat dibagi atas dua macam yakni :
- Perladangan tradisional
- Perladangan karena keadaan yang memaksa.
1. PERLADANGAN TRADISIONAL
Peladang terdiri dari anggota suatu suku atau masyarakat yang senantiasa
terikat oleh kebiasaan dan adat yang tumbuh sejak lama yang tidak teringat lagi sejak
kapan. Suku-suku ini selalu melakukan perladangan dengan teknik-teknik yang
bercampur aduk dengan masalah kepercayaan, pelaksanaan ibadah keagamaan, susunan
keluarga dan kelembagaan suku. Batas-batas tanah dengan aktifitas pertanian
dilakukan sedikit jelas karena selalu mengingat hak-hak dari masyarakat petani yang
juga melakukan aktifitas pertanian dilakukan sedikit jelas karena selalu mengingat hak-
hak dari masyarakat petani yang juga melakukan aktifitas yang sama. Pemilihan tanah
yang akan dibersihkan setiap tahun untuk ditanami didasarkan pada pengamatan
keadaan dan perkembangan tanah yang kadang-kadang dapat diterima baik oleh ahli-
ahli.
Pemilihan waktu untuk bermacam-macam aktifitas pertanian ditentukan
tidak saja oleh adat dan urutan musim, tetapi juga oleh indikasi khusus dari alam seperti
berbunganya tumbuh-tumbuhan liar, keluarnya serangga-serangga khusus dan lain-lain.
Biarpun pada umumnya tanah yang ditanami ditujukan untuk padi-padian yang
merupakan bahan makanan pokok mereka (padi di Timur Jauh, Jagung di Amerika
Latin). Tanaman utamanya hampir selalu dicampur dengan tanaman bahan makanan
lain. Petani type ini mempunyai suatu kontrol tertentu terhadap waktu bero berhutan
yang terjadi setelah jangka pertanaman selesai. Adalah tidak lazim bagi mereka,
kembali ke tempat yang sama dalam jangka waktu yang cukup panjang sampai 20
tahun. Pada dasarnya mereka mematuhi jangka waktu bero berhutan yang terjadi
menurut kebiasaan untuk menjamin regenerasi kesuburan tanahnya. Dengan demikian
siklus perladangan yang kedua dan seterusnya tidak lagi menyangkut hutan perawan
yang ada pada permulaan siklus pertama.
Membersihkan hutan sekunder yang sedang tumbuh biasanya memerlukan
pekerjaan dan mendatangkan kesusahan yang jauh lebih sedikit daripada membersihkan
hutan perawan. Apabila beberapa jalur hutan rawan tertinggal didalam jarak yang
tercapai oleh masyarakat setempat, hutan ini hanya akan ditebang apabila diperlukan,
misalnya apabila penduduk dari masyarakat yang bersangkutan telah bertambah banyak
selama siklus terdahulu. Pencegahan-pencegahan juga dilakukan untuk memperkecil
kerusakan-kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh erosi selama jangka pertanaman
dengan membuat anggelan secara Countour, pagar dari ranting-ranting dan sebagainya.
Areal-areal yang dibersihkan merupakan ladang-ladang sempit tersebar diantara
jalur-jalur hutan primer atau sekunder, merupakan pola terkoyak-terkoyak dan
merupakan karakteristik dari perladangan di daerah tropik. Pola ini menguntungkan
Stabilitas Tanah, karena dengan mematuhi aturan-aturan tradisional maka kesuburan
tanah dapat dipertahankan. Tetapi tidaklah berarti bahwa kesuburan tidak berkurang
setelah sejumlah siklus berlalu. Nampaknya mungkin saja, kesuburan tanah akan
berkurang selama waktu berlangsungnya siklus yang kedua dan berikutnya, karena
tanahnya telah kehilangan penutup yang sama.
Bertentangan dengan harapan peladang type ini, hasil-hasil yang diperolehnya
dapat saja mempunyai banyak resiko. Misalnya memperkirakan keadaan musim yang
tidak teratur, adanya hewan-hewan perusak: burung-burung, kera, gajah, parasit dan
serangga perusak lainnya. Petani hanya dapat berhasil apabila mereka mempunyai
banyak waktu untuk menjaga tanamannya. Tetapi mereka pada umumnya adalah
masyarakat yang mempunyai pengetahuan bagaimana memilih varietas tanaman agar
diperoleh hasil yang baik dan bagaimana memperkecil resiko dari tidak menentunya
iklim atau menjaga terhadap efek-efek penyakit atau serangga-serangga hama.
Karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa type perladangan ini hidup
didalam keadaan stabil didalam keseimbangan lingkungan ekologinya. Sudah barang
tentu kecelakaan-kecelakaan dapat saja terjadi, tetapi kenyataan tetap dapat menjamin
kehidupan sehari-hari pada peladangnya. Pada waktu-waktu tertentu diperoleh
kelebihan produksi untuk dipertukarkan dengan kebutuhan lain.
a) Orang-Orang Sakai
b) Orang-Orang Dayak
Peladang yang dilakukan oleh orang-orang Dayak yang sudah hidup
berkampung lain lagi bentuknya. Seperti dapat dipelajari dari susunan rumah
panjangnya, rumah-rumah lainnya yang terkenal, pembukaan hutan untuk perladangan
dilakukan secara perorangan perkeluarga atau berdua atau bertiga (keluarga) menjauhi
rumah-rumah induknya.
Rumah-rumah panjang dibuat oleh masing-masing keluarga dan setiap bagian
dari rumah panjang yang dibuat oleh masing-masing keluarga disebut lamin, setiap
pintu terpisah, dengan ukuran tinggi dan lebar yang disesuaikan dengan ukuran tinggi
dan lebar lamin-lamin yang sudah didirikan lebih dahulu. Rumah panjang orang-orang
Dayak pedalaman Kalimantan Timur itu tidak lain dari pada rumah-rumah keluarga
masing-masing yang didirikan berjajar bersambungan. Masing-masing rumah keluarga
dibuat lengkap dengan tiang-tiangnya sendiri, didirikan berdekatan dengan tiang-tiang
rumah tetangganya, hanya dinding pemisah diantara dua rumah disesuaikan dengan
keluarga.Rumah panjang tersebut diatas untuk masing-masing laminnya terdiri dari
ruang muka yang tidak diberi batas dinding dari ruangan muka lamin tetangganya,
bersama-sama merupakan ruangan banjar yang memanjang sama panjangnya dengan
jumlah panjang semua lamin yang menyusunnya, nampak seperti lapangan beratap
dimuka masing-masing lamin. Lamin yang sebenarnya tempat tinggal masing-masing
keluarga, berdinding pemisah dari lamin tetangganya, berpintu dua, yang satu keluar
keruang umum dimukanya, yang satu lagi menuju kebelakang kedalam ruangan dapur
yang dibuat dibelakangnnya.
Dengan demikian masyarakat Dayak sudah tersusun dari individu-individu
(keluarga), yang sudah harus mengurus diri sendiri didalam mengurus segala keperluan
pribadinya. Kampung yang mengurus kepentingan bersama seperti keamanan dan
sebagainya. Dan rupanya rumah yang dibuat amat berdekatan dengan satu atap itu
memang disusun untuk kepentingan keamanan.
Anggota lamin membuka hutan sendiri-sendiri atau berdua atau bertiga
(keluarga). Yang disebut terakhir ini khususnya/biasa terjadi bila ladang-ladang yang
dibuat itu terletak jauh kedalam hutan daratan, atau ditepi sungai yang tidak amat jauh
dari kampung. Ladang-ladang yang dibuat ditepi sungai yang lebih jauh dari kampung,
biasanya dibuat terpisah untuk masing-masing keluarganya, tetapi semua ladang dibuat
sendiri-sendiri untuk masing-masing tempatnya. Ladang-ladang yang dibuat berdua
atau bertiga berdampingan jauh didalam hutan daratan dimaksudkan agar ada tetangga
teman bekerja. Sedangkan untuk ladang-ladang yang tidak terlalu jauh dari kampung
dimaksudkan kecuali untuk kepentingan yang sama seperti yang dikatakan dimuka,
juga agar dapat dilakukan bergantian jaga atau pulang diantara mereka.
Selama musim berladang, sebagian besar dari waktu keluarga, dihabiskan di
ladang khususnya di ladang-ladang yang jauh dari kampung. Bila panen telah lewat,
mereka kembali tinggal dilamin masing-masing. Karena itu yang disebut kampung pada
masyarakat Dayak tidak sama dengan kampung atau desa di Jawa. Kampung didalam
masyarakat Dayak terdiri dari rumah lamin, rumah panjang, dan rumah-rumah ladang
yang tersebar banyak didalam daerah perladangannya. Rumah-rumah ladang berpindah-
pindah mengikuti perpindahan ladang-ladangnya.
Sedikit perdagangan sudah terdapat dalam masyarakat peladangan suku-suku
Dayak yang dilukiskan diatas. Barang-barang yang dijual biasanya hasil-hasil hutan
seperti: rotan, damar, madu, bauh tengkawang, hasil bumi sedikit-sedikit seperti: padi,
jagung, pisang, durian, dan lain-lain yang diambil oleh pedagang-pedagang jauh yang
datang mengunjungi kampung-kampung dan membawa barang-barang dagangan
buatan luar daerah seperti: tekstil, sabun, susu kaleng, garam, dan lain-lain.
Kampung-kampung dayak kebanyakan tidak menjauhi jalanan-jalanan air
(sungai-sungai) dan bekas-bekas ladang ditepi sungai biasanya memperlihatkan tanda-
tanda rotasi peladangan yang berlaku setempat. Dari tinggi rendahnya belukar atau
hutan-hutan sekunder yang nampak dapat diketahui telah beberapa lama tempat-tempat
yang bersangkutan pernah di ladang.
Dipandang dari dinamika mekanisme hubungan antara kampung induk, rumah
panjang dengan rumah-rumah ladang yang terus bergerak berpindah-pindah itu,
dapatlah dimengerti tentang adanya berita bahwa kampung Dayak di pedalaman itu
belum stabil tempatnya, masih suka berpindah-pindah juga.
Rumah-rumah ladang dapat dipandang sebagai pelopor yang selalu mencari
tempat-tempat yang subur untuk menjamin kehidupan kampungnya. Maka tidak
mustahil, bahwa perkampungan Dayak yang masih dalam keadaan yang dilukiskan di
atas itu, kampung induk beserta rumah-rumah ladangnya, diukur dalam jangka waktu
yang panjang selalu didalam keadaan yang bergerak. Kampung Dayak dapat berpindah-
pindah dari satu daerah ke daerah yang lain. Di daerah yang subur, kampung akan
menetap lebih lama atau kelebihan penduduknya akan memisah. Tidak mustahil dalam
jangka waktu ratusan tahun, gerak pindahan kampung yang dimaksud berbalik kearah
tempat-tempat atau daerah-daerah yang pernah diduduki sebelumnya dari Barat ke
Timur dan dari Timur ke Barat kembali dari utara ke Selatan dan dari Selatan ke Utara
kembali bila sesuatu arah angin seperti itu dipakai. Gerak pindah seluruh kampung ini
dapat disebut rotasi besar untuk dibedakan dari rotasi peladangan setempat yang lebih
pendek itu.
Peternakan merupakan suatu usaha yang sangat penting bagi masyarakat petani
disamping masyarakat yang hidupnya memang mengkhususkan diri didalam
peternakan. Indonesisa adalah suatu negara yang dikenal sebagai negara agraris, maka
masalah ternak menduduki tempat yang penting dalam kehidupan masyarakat. Provinsi
Nusa Tenggara Timur merupakan bagian dari Indonesia yang memiliki iklim dan
padang rumput yang cocok untuk ternak-teranak, hingga peternakan akan tepat untuk
dijadikan sumber hidup yang utama bagi masyarakatnya.
Pemerintahpun menganjurkan masyarakat lebih giat dalam peternakan dalam
rangka menaikkan nilai gizi didalam kadar protein, tetapi di Pulau Jawa terjadi
kontradiksi antara kenaikan dalam usaha peternakan dengan tempat-tempat pangonan
atau penggembalaan yang makin sempit. Satu per satu tanah penggembalaan diolah
untuk usaha pertanian, bahkan lapangan sepak bola pun banyak yang diubah menjadi
sawah atau ladang. Jalan keluar yang paling mudah bagi masyarakat untuk
mempertahankan ternak ialah menggembalakan ternaknya ke hutan. Apalagi memang
kebiasaan masyarakat dalam memelihara ternaknya sejak dahulu dengan cara
melepaskan ditempat penggembalaan, walaupun sistim kandangpun sudah dikenal pula.
Masalah di luar Jawa terutama daerah Nusa Tenggara Timur yang mempunyai
ternak sangat banyak agak berbeda. Penggembalaan ternak kedalam hutan merupakan
cara beternak yang telah dilakukan sejak dahulu. Bahkan ada suatu adat yang
menyatakan bahwa ternak berdaulat, artinya bila ternak rakyat masuk kehutan, sawah
atau ke ladang dan merusak isisnya maka yang salah bukan ternaknya tetapi hutan,
sawah dan ladangnya yang harus dipagari.
Ternak di Indonesia yang sering digembalakan ke hutan adalah kambing/biri-
biri, kerbau, sapi dan kuda. Di Jawa pada umumnya kambing dan biri-biri menduduki
jumlah yang terbanyak, kemudian menyusul kerbau dan sapi. Di Nusa Tenggara Timur
ternak sapi menduduki jumlah terbanyak kemudian disusul kambing/biri-biri. Jumlah
dari macam ternak tiap daerah tergnatung pada kegemaran dan keperluan dari pemilik-
pemiliknya.
128
Perbedaan yang nyata antara negara-negara yang sudah maju dan negara-
negara yang berkembang dalam hubungan dengan pencurian hasil hutan pada
pokoknya terletak pada:
Ekonomi masyarakat: Penghasilan per kapita per tahun masyarakat di negara yang
maju cukup tinggi.
Hasil pencurian: Di negara yang maju hasil pencurian akan tidak banyak berarti bila
dibandingkan dengan penghasilannya, apabila dibandingkan dengan sangsi hukuman
yang berat. Jadi hasil pencurian tidak setimpal dengan bahaya dan tenaga yang
dikeluarkan. Hal-hal tersebut sangat berbeda keadaannya misalnya dengan di
Indonesia. Hasil pencurian di Indonesia. Hasil pencurian di Indonesia dapat berlipat-
lipat dibandingkan bila kerja biasa.
Bidang pekerjaan: yang tersedia dengan upah yang cukup berarti untuk hidup di
negara yang sedang maju cukup tersedia, hal ini berbeda dengan negara yang sedang
berkembang.
Penerangan: yang intensif mengenai fungsi hutan di negara yang maju jelas lebih
lama dilakukan dan dengan alat-alat dan program kerja yang lebih baik.
Istilah pencurian hasil hutan untuk beberapa daerah terutama luar Jawa dimana
hukum adat masih diikuti sebenarnya tidak diterima, karena masyarakat merasa bahwa
mengambil hasil hutan merupakan haknya yang telah berlangsung secara turun
menurun. Latar belakang dari pencurian hasil hutan di Indonesia adalah karena:
- Sosial ekonomi: dalam arti penghasilan dari masyarakat masih rendah. Upah masih
relatif sangat rendah.
- Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Sulitnya mencari tambahan
penghasilan dari pekerjaan lain di samping pekerjaan pokoknya atau sulit untuk
pindah pekerjaan lain dengan upah yang lebih baik.
- Kebutuhan masyarakat akan hasil hutan tak dapat dipenuhi karena tak terbeli atau
jumlahnya di pasaran terbatas.
- Pekerjaan mencuri relatif masih memberikan hasil yang besar dengan pekerjaan
yang relatif ringan dan ancaman hukuman yang ringan pula, dibanding dengan
pekerjaan yang syah.
- Adanya penampung (tukang tadah) hasil pencurian misalnya adanya industri kecil
yang menampung hasil pencurian atau orang yang ingin mencari untung dari
masalah pencurian akan merangsang pencurian.
- Petugas/penjaga kehutanan yang harus diperbaiki dalam sosial ekonomi, peralatan,
pos-pos dan tenaganya.
- Masalah mental, kebiasaan dan sebab-sebab khusus lainnya.
Membuat makalah untuk persentase per kelompok tentang masalah sosial yang
menyangkut faktor penyebab kerusakan hutan.
Pokok Bahasan : Pencegahan dan Penanggulangan terhadap Faktor sosial Penyebab
: Selesai Mengikuti Perkuliahan ini Mahasiswa/i dapat memahami cara pencegahan dan Penanggulang
Tujuan Instruksional Umum
: Selesai Mempelajari Bab VIII, Mahasiswa/i mampu: Menjelaskan cara pencegahan dan Penanggulang
1. POLA-POLA RESETTLEMENT
Sudah jelas sebab-sebab yang mendorong diadakannya usaha resettlement
adalah pemborosan penggunaan tanah oleh perladangan berpindah-pindah dan karena
itu pola resettlemen yang dicari adalah yang dapat memberi jawaban sampai berapa
jauh pola tersebut dapat menahan atau meniadakan sama sekali perladangan
berpindah-pindah itu.
Berikut ini disajikan satu pemikiran yang pernah diadakan untuk mengatur
peladangan berpindah-pindah di Lampung yang disebut “Ladang blok“ dan beberapa
pola resettlement yang bertujuan meningkatkan hidup rakyat tani. Dari pola-pola
resettlement yang disajikan dibawah ini diharapkan dapat diambil beberapa garis
pokok pemikiran resettlement yang sekiranya sesuai dengan keadaan di Kalimantan
Timur.
a. Ladang blok
Sesuatu pola untuk menghilangkan akibat buruk dari perladangan berpindah-
pindah pernah diajukan orang sebelum perang dunia ke II di Sumatera, di Lampung
dengan harapan dapat membatasi dan membimbing serta mengarahkan peladang
berpindah agar tidak meninggalkan padang alang-alang, dengan jalan mengatur
peladangan yang dimaksud di dalam satu blok, terbagi ke dalam sejumlah bagian
sesuai dengan jumlah tahun di dalam rotasi yang ditetapkan, yaitu rotasi yang dapat
menjamin pembelukaran yang cukup pada bekas-bekas ladang yang ditinggalkan.
Diluar blok ini orang dilarang berladang.
Pemikiran tersebut telah pernah diterima oleh pemerintahan yang
bersangkutan, tetapi belum pernah terwujud dilapangan. Kesukaran-kesukaran di
dalam pelaksanaannya dapat disebutkan sebagai berikut:
a) Pembuatan blok pekerjaan
b) Penjagaan pelaksanaan pembersihan (dengan api) lapangan yang akan diladang
dan pentaatan rotasi yang ditetapkan.
Lapangan yang tersedia sudah banyak bertumbuhan alang-alang, bertumbuhan
belukar yang terpencar-pencar. Kalau dimulai pada tanah-tanah yang disebut pertama
tentu banyak orang yang tidak suka, bila dibuat pada tempat-tempat yang ditumbuhi
belukar tidak teratur tempatnya dan berjauhan serta tidak cukup untuk satu blok yang
bulat/penuh.
Penjagaan pembersihan lapangan yang biasanya dilakukan pertolongan
menggunakan api praktis tidak dapat dilakukan. Api penolong membersihkan bakal
ladang tetap menjalar ketempat-tempat di luarnya, mematikan belukar-belukar yang
sudah hidup atau yang masih akan hidup.
2. POLA TRANSMIGRASI
Alam Suz, 1996. Hukum Lingkungan Konservasi hutan. Rineka Cipta. Jakarta.
Anderson, R.F., 1960. Forest and Shade Tree Entomology. John Wiley & Sons, Inc.,
New York. London. Sydney.
Anonim, 1993. Perencanaan Kehutanan dalam Pelita Vi. Departemen Kehutanan RI.
Jakarta.
APHI, 1996. Kriteria dan Indikator Penilaian Pengelolaan Hutan Alam Produksi
secara Lestari pada Tingkat Unit Manajemen Komisi Pembinaan HPH-APHI.
Jakarta.
Borror, D.J., C.A Tripelhorn and N.E. Jhonson, 1992. An Introduction To The Study
Of Insects. Sixth Edition. The Ohio State University. 1083 Hal.
Davis, K.P. et.al., 1959. Forest . Fire Control and Use. McGraw. Hill Book Company
Inc. New York. Toronto. London
Evans, H.E. 1984. Insect Biology A Text Book of Entomology. Addison Wesley
Publishing Inc. 338 Hal.
Lawrence, J.F. and E.B. Britton. 1994. The Australian Beetles. Melbourne University
Press. 192 Hal.
ort Course in Plant Protection. The Causal Agents ) Australian asian Universities’ Co-
Operation Scheme University of Hasanuddin.
Graham, S.H., 1952. Forest entomology. McGraw. Hill Book Company, Inc. New
York . Toronto .London.
Hawley, Ralph, C. & Paul W. Stickel. 1948. Forest Protection. John Wiley & Sons,
Inc. New York.
Jeffrey A. ME. Noely, 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta. 263p.
Jhon, Kathy. MK, Grahamc and Jim T. Pengelolaan Kawasan Konservasi di Daerah
Tropika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 328 hal.
Salim Emil, 1989. Sumber Daya Manusia dalam Perspektif. Analisis CSIS.T.XVIII
No. 3. Jakarta : pp:191-205.
Lawrence, J.F. and E.B. Britton. 1994. The Australian Beetles. Melbourne University
Press. 192 Hal.
Sitorus, T. 2006. Pola Perlindungan Hutan pada Tingkat Hulu. Surili Vol.
41/No.4/Desember 2006. Hal 14-17.
Teguh. 2000. Laporan Utama. Masyarakat kita kurang peduli bahaya kebakaran. MKI
Edisi 3/XIII/1999-2000. Hal 4-7.