PAPER AKHIR
Paper Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memenuhi Komponen
Penilaian Praktikum Ekologi Hutan Program Studi Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Medan
Diketahui Oleh:
Asisten Korektor
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan paper akhir Praktikum Silvikultur ini dengan baik dan tepat waktu. Paper
Praktikum Silvikultur ini disusun untuk memenuhi salah tugas Praktikum
Silvikultur sebagai syarat masuk practical test Program Studi Kehutanan, Fakultas
Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian paper ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Afifuddin
Dalimunthe S.P, MP. selaku dosen penanggung jawab yang telah mengajarkan
materi praktikum dengan baik begitu juga dengan asisten praktikum silvikultur
yang telah membantu kami dalam melaksanakan praktikum yang hasilnya
kemudian dituangkan dalam paper ini.
Penulis sadar, penulisan Paper ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari
segi teknik maupun materi. Oleh sebab itu, penulis sangat mengaharapkan kritik
dan saran dari para pembaca demi penyempurnaan paper praktikum ini. Akhir kata,
semoga laporan praktikum ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
PEMILIHAN JENIS DI HUTAN LINDUNG SESAOT
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Lingkungan Di Hutan Lindung Sesaot ........................................... 3
2.2 Kondisi vegetasi di hutan lindung sesaot .................................................... 3
2.3 Keberadaan Pohon Aren Di Hutan Lindung Sesaot ..................................... 5
2.4 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Lindung Sesaot ............. 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 7
3.2 Saran .......................................................................................................... 7
PEMILIHAN JENIS DI HUTAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL
GUNUNG LEUSER
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 9
1.1 Rumusan Masalah .................................................................................... 10
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 10
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Taman Nasional Gunung Leuser .................................................. 11
2.2 Jenis Flora dan Fauna Yang Terdapat Pada Kawasan Taman Nasional Gunung
Leuser ............................................................................................................ 11
2.3 Kondisi Tanah Tempat Tumbuh Pohon Keruing (Dipterocarpus hetutus) .. 12
2.4 Tanaman yang Didominasi di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.. 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................................ 15
PEMILIHAN JENIS DI HUTAN PRODUKSI DALAM UPAYA
REHABILITASI HUTAN PRODUKSI PT. RAPP
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 17
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 18
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 18
BAB II ISI
2.1 Letak Administrasi, Geografis dan Topografi PT. RAPP ........................... 19
2.2 Kondisi Iklim ........................................................................................... 20
2.3 Jenis Bibit yang Ditanam .......................................................................... 20
ii
2.4 Sistem dan Teknik Silvikultur Yang Digunakan ........................................ 21
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 22
3.2 Saran ........................................................................................................ 22
PERSEMAIAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 24
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 25
1.3 Tujuan ...................................................................................................... 25
BAB II ISI
2.1 Pengertian Persemaian .............................................................................. 26
2.2 Kegiatan persemaian ................................................................................. 27
2.3 Tujuan persemaian.................................................................................... 30
2.4 Permasalahan dalam persemaian .............................................................. 31
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 32
3.2 Saran ........................................................................................................ 32
PEMELIHARAAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 34
1.2 Rumusan Masalah ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 Tujuan ........................................................ Error! Bookmark not defined.
BAB II ISI
2.1 Pengertian Pemeliharaan ............................ Error! Bookmark not defined.
2.2 Cara Memelihara Tanaman yang Baik dan Benar ...................................... 37
2.3 Faktor yang Harus Diperhatikan Dalam Pemeliharaan .............................. 38
2.4 Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman ................................................. 40
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 41
3.2 Saran ........................................................................................................ 41
DAFTAR PUSTAKA
iii
PEMILIHAN JENIS DI HUTAN LINDUNG SESAOT
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
lokasi yang tepat dapat menggunakan berbagai kriteria dan indikator, baik fisik
maupun sosial. Salah satu parameter fisik yang dapat digunakan adalah kerentanan
hutan lindung terhadap erosi, dan aspek sosial yang dapat digunakan adalah tekanan
penduduk terhadap lahan (Setiawan dan Krisnawati, 2014).
UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002 menyebutkan pula bahwa bentuk
pemanfaatan hutan lindung terbatas pada pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Pemanfaatan
kawasan pada hutan lindung dapat berupa budidaya tanaman obat, perlebahan,
penangkaran. Sedangkan pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha yang
memanfaatkan potensi hutan lindung dengan tidak merusak lingkungan seperti
ekowisata, wisata olah raga tantangan, pemanfaatan air, dan perdagangan karbon.
Bentuk-bentuk pemanfaatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah,
peningkatan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat sekitar hutan akan fungsi dan
kelestarian hutan lindung. Untuk pemilihan jenis, maka jenis penghasil Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) merupakan pilihan yang paling logis, karena di kawasan
hutan lindung pemanfaatan kayu tidak diperbolehkan sehingga HHBK dapat
dimanfaatkan sebaik mungkin (Krisfianti et al., 2015).
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana kondisi lingkungan di hutan lindung sesaot?
2. Bagaimana kondisi vegetasi di hutan lindung sesaot?
3. Bagaimana keberadaan pohon aren di hutan lindung sesaot?
4. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan lindung sesaot?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan di hutan lindung sesaot.
2. Untuk mengetahui kondisi vegetasi hutan lindung sesaot.
3. Untuk mengetahui Bagaimana keberadaan pohon aren di hutan lindung
sesaot.
4. Untuk mengetahui sejauh mana Masyarakat lokal terlibat dalam
pengelolaan hutan lindung sesaot.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kondisi Lingkungan Di Hutan Lindung Sesaot
Kondisi lingkungan di hutan lindung sesaot saat ini, dari luasan HL Sesaot
ini 43% diantaranya merupakan hutan buatan yang dibangun sejak tahun 1951 dan
sebagian darinya saat ini merupakan kawasan penyangga yang dikelola oleh
masyarakat sekitar hutan dengan beragam jenis tanaman baik tanaman buah
maupun tanaman kayu (Sutomo et al. 2013). Meningkatnya jumlah penduduk
disekitar kawasan Sesaot disertai peningkatan kebutuhan hidup sehari-hari
memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap keutuhan HL Sesaot. Perburuan
hasil hutan oleh masyarakat baik masyarakat asli maupun pendatang tak lepas dari
lokasinya yang cukup strategis bila dilihat dari jaraknya ke pusat pemerintahan
Kabupaten maupun pusat pemerintahan Propinsi.
Secara umum kondisi Hutan Lindung Sesaot tergolong kurang baik dengan
nilai indeks keanekaragaman spesies antara 1-2, terutama pada plot (20x20m)
maupun plot (40x40m). Namun dinamika pertumbuhan tegakan hutan tergolong
stabil dengan struktur tegakan yang seimbang berdasarkan strata tumbuhan maupun
diameter batang pohon. (Zuhri dan Mutaqien, 2014) menyebutkan baahwa dengan
nilai indeks keanekaragaman spesies di kedua blok kawasan HL Sesaot kurang dari
2, maka kondisi ini digolongkan dengan keanekaragaman vegetasi yang rendah.
2.2 Kondisi vegetasi di hutan lindung sesaot
(Bahar, 2016) menyatakan bahwa meskipun hutan lindung memiliki fungsi
pokok sebagai pengatur tata air dan pemelihara kesuburan tanah, tetapi bisa juga
berfungsi sebagai habitat bagi tumbuhan dan hewan, penyerap karbon dioksida dan
penghasil oksigen, dan bahkan sebagai produsen hasil-hasil hutan non kayu.
Susunan vegetasi hutan Sesaot terdiri dari hutan tanaman dan hutan alam. Hutan
tanaman didominasi oleh jenis Mahoni. Jenis lain di hutan tanaman ini meliputi:
Kemiri (Aleurites mollucana), Sengon (Albizia falcataria), Bajur (Pteros permum
javanicum) serta sedikit pohon Pinus (Pinus merkusii) utamanya di lokasi dekat
Dusun Kumbi. Pada hutan alam didominasi oleh jenis benang yang kayunya biasa
dimanfaatkan untuk pertukangan, disusul jenis Klokos Udang (Callophyllum
inophyllum), Suren (Toona sureni), Sentul (Aglaia sp.) dan Beringin (Ficus
4
benyaminap). Jenis yang jarang dijumpai yaitu: Gaharu (Aguilaria mallacensis) dan
Kelicung (Dyospiros vilaria).
Terdapat dua (2) jenis tumbuhan Familia Arecaceae di Hutan Sesaot Pulau
Lombok, yaitu Arenga pinnata (Aren) dan Salacca zalacca (Salak).
1. Arenga pinnata (Aren)
Aren merupakan jenis tanaman tahunan, berukuran besar, berbentuk pohon
soliter tinggi hingga 12 m, diameter setinggi dada (DBH) hingga 60 cm. Pohon aren
dapat tumbuh mencapai tinggi dengan diameter batang sampai 65 cm dan tinggi 15
m bahkan mencapai 20 m dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang. Daun:
pinnate, hingga 8 m panjang, anak daun divaricate, panjangnya 1 m atau lebih,
jumlahnya 100 atau lebih pada masing-masing sisi, dasar daun 2 auriculate, ujung
daun lobes, dan kadang-kadang bergerigi, permukaan atas hijau berdaging, bagian
bawah putih dan bertepung. Pohon aren mempunyai tajuk (kumpulan daun) yang
rimbun. Daun aren muda selalu berdiri tegak di pucuk batang, daun muda yang
masih tergulung lunak seperti kertas. Pelepah daun melebar di bagian pangkal dan
menyempit ke arah pucuk. Susunan anak daun pada pelepah seperti duri-duri sirip
ikan, sehingga daun aren disebut bersirip. Oleh karena pada ujungnya tidak
berpasangan lagi daun aren disebut bersirip ganjil. Pada bagian pangkal pelepah
daun diselimuti oleh ijuk yang berwarna hitam kelam dan dibagian atasnya
berkumpul suatu massa yang mirip kapas yang berwarna cokelat.
2. Salacca zalacca (Salak)
Tanaman salak termasuk golongan pohon palem rendah yang tumbuh
berumpun. Batang hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang sangat
rapat. Batang, pangkal pelepah, tepi daun dan permukaan buahnya berduri tempel.
Pada umur 1-2 tahun batang dapat tumbuh ke samping membentuk beberapa tunas
yang akan menjadi anakan atau tunas bunga. Tanaman salak dapat tumbuh
bertahun-tahun hingga ketinggiannya mencapai tinggi 7 m. Daun tersusun roset,
bersirip terputus, panjang 2,5-7 m. Anak daun tersusun majemuk, helai daun lanset,
ujung meruncing, pangkal menyempit. Bagian bawah dan tepi tangkai berduri
tajam. Ukuran dan warna daun tergantung varietas
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dari luasan HL Sesaot ini 43% diantaranya merupakan hutan buatan yang
dibangun sejak tahun 1951.
2. Terdapat dua jenis tumbuhan Familia Arecaceae di Hutan Sesaot Pulau
Lombok, yaitu Arenga pinnata (Aren) dan Salacca zalacca (Salak).
3. Petani di daerah Desa Sesaot mengelola aren dengan cara tradisional yang
diturunkan secara turun temurun dan masih mengganggap memanen aren
sebagai hal yang pamali.
4. Masyarakat sudah terlibat dalam pengelolaan hutan Sesaot. Masyarakat tidak
hanya ikut menanam, namun juga diperkenankan mengelola tanaman tersebut
masyarakat mulai menanm kopi di bawah tegakkan pohon penghijauan.
3.2 Saran
Sebainya praktikum selanjutnya dapat memahami materi praktikum dan
menyelesaikan tugas dengan baik. Praktikan juga dihimbau untuk tetap bersikap
sopan dan menghargai asisten selama praktikum berlangsung. Dan sebaiknya
asisten selalu membimbing para praktikan dalam kegiatan praktikum dan
memberikan informasi dengan lengkap dan jelas. Sebaiknya materi disampaikan
juga oleh asisten agar seluruh praktikan bisa lebih mengerti tentang materi tersebut.
8
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Jenis Flora dan Fauna Yang Terdapat Pada Kawasan Taman Nasional
Gunung Leuser
Menurut UU No. 5 Tahun 1990 pasal 1 butir 14 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan “Taman Nasional adalah
12
kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi”. Salah satu Tanam Nasional yang
ada di Indonesia adalah Taman Nasional Gunung Leuser. Diantara zonasi tersebut,
terdapat zona produksi yang salah satunya adalah hutan Larut Matang yang
merupakan area hutan mangrove. Menurut Subiakto dan Rachmat (2016), hutan ini
termasuk pada kelas perusahaan kayu arang dan kayu pancang, sedangkan sistem
silvikultur yang diaplikasikan adalah sistem tebang habis dengan permudaan alam
(THPA), dengan daur tebangan 30 tahun. Dengan demikian, tujuan pengelolaan
hutan di Larut Matang adalah untuk mendapatkan produksi kayu secara
berkelanjutan, baik untuk bahan baku kayu arang maupun untuk cerucuk (pancang).
Taman Nasional Gunung Leuser memiliki keanekaragaman flora dan fauna
yang dapat dijadikan daya tarik wisata. Pohon-pohon besar dengan diameter 1
meter diantaranya adalah pohon kayu jenis damar, meranti, keruing, dan masih 5
banyak jenis tanaman lain di dalamnya. Berdasarkan hasil Vegetasi di Kawasan
Taman Nasional Gunung Leuser ditemukannya 33 famili dari species dengan
jumlah keseluaruhannya 353 individu dikawasan Taman Nasional Gunung Leuser
di Aceh Timur yang dimana Tumbuhan paling Dominan ialah Macaranga
Rhizinoides atau dikenal dengan Tampu.
semakin tinggi bulk density, maka semakin padat tanah tersebut, sehingga jumlah
pori-pori tanah berkurang dan infiltrasitanah akan menurun.
pH tanah pada lokasi ini tergolong sangat masam berkisar 3,8 – 4,8.
Menurut Pradiastoro (2014) Dipterocarpus retusus tumbuh pada kondisi kadar
kemasaman yang cukup tinggi, dengan nilai pH tanah kurang dari 7 (pH netral),
begitu juga untuk ketiga jenis Dipterocarpus yang ditemukan pada lokasi penelitian.
Hal ini bisa dikatakan bahwa jenis Dipterocarpus sp tumbuh pada kawasan dengan
pH tanah yang sangat asam. Secara umum, tanah-tanah yang berada dibawah
kondisi vegetasi hutan akan cenderung lebih masam dibandingkan dengan yang
berkembang di bawah padang rumput. KTK (Kapasitas Tukar Kation) pada lokasi
ini juga terlihat sangat rendah berkisar antara 4,9 – 13,2 me/100g.
semut. Tangkai daun panjang, dan menebal 6 pada bagian ujungnya. Bentuk daun
spiral, terkadang besar, helai daun bertulang menyirip dan menjari. Memiliki
kelenjar bintik, tepi daun bergigi. Bunga berkelamin tunggal (bunga jantan dan
betina berlainan tumbuhan) pada ketiak antara atau di belakang daun dalam tandan
Selanjutnya didiskripsikan bahwa bunga jantan terdapat daun kelopak 2-4 buah,
benang sari 1-20 buah, kepala sari beruang 3 atau 4, kepala putik tidak ada. Dalam
bunga betina terdapat kelopak bergigi sangat pendek atau bahkan tidak bergigi.
Bakal buah beruang 2 atau 3, tangkai putik panjang atau pendek.. Sering berlapis
dengan lapisan lilin kekuningan, merekah menjadi bagian-bagian beruang ganda
dan bertemu pada suatu tigu pusat.Macaranga Tersebut Tumbuh dalam Hutan
Sekunder (Tumbuh Secara Alami).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Taman Nasional Gunung Leuser adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi. Taman Nasional Gunung Leuser dimulai sejak tahun 1920-an, zaman
pemerintah kolonial Belanda.
Sebagai salah satu taman nasional tertua di Indonesia, Jenis Pohon di Taman
Nasional Gunung Leuser Terdapat 81 Jenis Pohon dan dengan Jumlah Keseluruhan
353 Tegakan, Serta 33 Famili dan dominan di Taman Nasional Gunung Leuser Ialah
Macaranga Rhizinoides atau dikenal dengan Tampu Kondisi tanah di Taman
Nasional Gunung Leuser Pada umumnya kondisi tanah di lokasi penelitian
mempunyai kecenderungan kerapatan (bulk density) yang semakin tinggi seiring
bertambahnya tingkat kedalaman tanah pada setiap kondisi lahan (berkisar 0,65-
1,42gram/cm3).
3.2 Saran
Dalam pelestarian Taman Nasional Gunung Leuser, menurut kelompok
kami sebaiknya pihak yang mengelola Taman Nasional Gunung Leuser tersebut
lebih memperhatikan ukuran pH tanah di Kawasan tersebut dan melakukan
beberapa pengendalian seperti pemberian kapur (dolomit) ataupun memberikan
pupuk yang bersifat asam ke tanah. Supaya pH tanah di Taman Nasional Gunung
Leuser tetap normal dan florai dalamnya tetap tumbuh dengan baik.
16
BAB I
PENDAHULUAN
alam. Salah satu hutan yang terdapat di Riau adalah hutan produksi, hutan produksi
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 adalah hutan
yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hasil utama dari hutan
produksi berupa kayu, sedangkan hasil hutan lainnya disebut hasil hutan nirkayu
yang mencakup rotan, bambu, tumbuhan obat, buah, biji, kulit kayu, daun, lateks
(getah), resin (damar, kopal, gom, gondorukem, dan jernang), dan zat ekstraktif
lainnya berupa minyak. Salah satunya Hutan Tanam Industri (HTI) milik PT Riau
Pulp and Paper (RAPP) yang memanfaatkan hasil hutan berupa kayu (Redi, 2014).
Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang memproduksi tanaman-
tanaman kayu komersial dengan menerapkan budidaya kehutanan secara
intensif yang bertujuan untuk memenuhi bahan baku industri kehutanan baik
dalam negeri maupun luar negeri. Hutan produksi merupakan salah satu program
dari pemerintah dalam mengatasi pengerusakan hutan alam. Menurut Peraturan
Pemerintah No.6 tahun 2007, lahan yang dicanangkan untuk pengembangan
adalah lahan yang telah terdegradasi atau lahan kritis dengan tingkat kesuburan
tanah yang relatif rendah atau marginal. Kebijakan pembangunan hutan
produksi yang dimulai sejak awal 1990 bertujuan selain merehabilitasi lahan-
lahan hutanyang sudah rusak, juga diharapkan menjadi penyumbang bahan baku
bagi industri kehutanan. Perlahan-lahan peran hutan produksi juga bakal
diharapkan akan menghilangkan ketergantungan (Simanullang et al., 2023).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana letak Administrasi, Geografis dan Topografi PT. RAPP?
1.2.2 Bagaimana Kondisi Iklim PT. RAPP?
1.2.3 Apa jenis bibit yang di tanaman di PT. RAPP?
1.2.4 Bagaimana jenis bibit yang di tanaman di PT. RAPP?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui letak Administrasi, Geografis dan Topografi PT. RAPP.
1.3.2 Untuk mengetahui Kondisi Iklim PT. RAPP
1.3.3 Untuk mengetahui jenis bibit yang di tanaman di PT. RAPP
1.3.4 Untuk mengetahui Sistem dan Teknik Silvikultur Yang digunakan
19
BAB II
ISI
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
PT.RAPP dibagi menjadi 8 (delapan) distri (estate) pengelolaan,yaitu Estate
Mandau,Estate Langgam, Estate Pelalawan, Estate Teso, Estate Baserah, Estate
Logas, Estate Ukui dan Estate Cerenti. PT. RAPP memiliki suhu udara rata-rata
tahunan sebesar 35,25℃ dan kelembaban udara rata-rata tahunan sebesar 70,92%.
Tanaman yang diproduksi di PT. RAPP adalah Acacia mangium (Tongke
Hutan), Gmelina arborea (Jati Putih), Eucalyptus sp (Eukaliptus). Sistem
silvikultur yang diterapkan di HTI PT. RAPP adalah sistem tebang habis dengan
permudaan buatan (THPB).
3.2 Saran
Sebaiknya hutan produksi di Indonesia, dapat lebih terjaga kelestariannya
dan perusahaan yang bergerak di bidang hutan produksi agar memperhatikan
kondisi lingkungan hutan bukan semata mata hanya menginginkan keuntungan
produksi, apalagi tanaman yang bukan dominan di hutan tersebut seperti Meranti
Kunyit (Shorea hemsleyana).
23
PERSEMAIAN
BAB I
PENDAHULUAN
tetap dalam keadaan baik, melindungi biji dari serangan hama dan jamur, dan
mencukupi persediaan biji selama musim berbuah tidak dapat mencukupi
kebutuhan. Penyimpanan benih yang lama dapat mengakibatkan kemunduran benih
atau disebut dengan “Deteriorasi Benih”. Kemunduran benih diakibatkan oleh
faktor genetis benih dan lingkungan. Kemunduran benih akibat faktor genetis
dikenal sebagai proses deteriorasi yang kronologis, sedangkan deteriorasi akibat
perlakuan penyimpan benih yang tidak sesuai dengan persyaratan penyimpanan
benih atau terjadi penyimpangan selama pembentukan dan prosesing benih dikenal
sebagai deteriorasi faktor lingkungan (Sri, 2013).
Dalam beberapa kasus, lokasi perencanaan persemaian tanaman bibit hutan
berada di kawasan kampung kasih, yang ditandai dengan kondisi hidrologi (air
tanah) yang terbatas hingga langka di batugamping. Kawasan karst memiliki
karakteristik geologi yang khas, di mana air dapat dengan mudah meresap ke dalam
tanah dan membentuk sistem akuifer yang kompleks. Persemaian adalah suatu
kegiatan dalam budidaya tanaman yang bertujuan untuk menghasilkan bibit
tanaman yang berkualitas tinggi. Proses persemaian melibatkan beberapa tahap,
mulai dari persiapan media tanam, penaburan benih, perawatan bibit, hingga bibit
siap ditanam di lapangan (Muslim et al., 2018)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu persemaian?
1.2.2 Apa jenis-jenis persemaian?
1.2.3 Bagaimana tahap-tahapan kegiatan persemaian?
1.2.4 Apa tujuan persemaian?
1.2.5 Apa permasalahan dalam persemaian?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian persemaian
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis persemaian
1.3.3 Untuk mengetahui tahap-tahapan kegiatan persemaian
1.3.4 Untuk mengetahui tujuan persemaian
1.3.5 Untuk mengetahui permasalahan dalam persemaian
26
BAB II
ISI
jenis Persemaian.
Umumnya, persemaian dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu persemaian
sementara dan persemaian tetap. Persemaian sementara biasanya berukuran kecil
dan terdapat di dekat area yang akan ditanami, selain itu hanya digunakan untuk
beberapa musim panen yaitu paling banyak 5 tahun saja. Keuntungannya adalah
biaya pengankutan bibit murah, memerlukan tenaga kerja sedikit sehingga lebih
efisien, persemaian selalu berpindah tempat kondisi ekologi mendekati keadaan
yang sebenarnya. Kerugiannya adalah ongkos persemaian mahal, keterampilan
petugas kurang dan sering berganti petugas.
Persemaian tetap biasanya berukuran luas dan lokasinya menetap pada suatu
tempat, agar dapat melayani areal penanaman yang sangat luas. Selain itu,
persemaian jenis ini digunakan dalam waktu panen yang lama yaitu minimal 25
tahun. Keuntungannya adalah kesuburan tanah dapat dijaga, dengan mpemberian
pupuk, bisa dikerjakan secara mekanis, jika diinginkan pemeliharaan dan
pengawasan sangat efisien, keterampilan petugas berkembang, karena petugas
tetap dan mayoritas adalah ahli di bidangnya, produktifitas bibit lebih unggul dan
pertumbuhannya bersama Kerugiannya adalah keadaan ekologi jauh dari
sebenarnya, ongkos pengangkutan lebih mahal, jika dibandingkan dengan
persemaian sementara, memerlukan biaya yang tinggi, saat pertama kali melakukan
proses persemaian, meski bibit hasil persemaian tetap lebih mahal jika
dibandingkan dengan persemaian sementara, namun untuk urusan kualitas bibit
persemaian tetap lebih berkualitas dan terjamin mutunya dikarenakan tenaga ahli
dibidangnya, sehingga mampu menghasilkan bibit unggul.
2.2 Kegiatan persemaian
Tahapan Pembibitan Tanaman Hutan meliputi kegiatan lapangan dari mulai :
2.2.1 Teknik Penentuan Pembangunan Persemaian
Dalam memilih lokasi persemaian harus memperhatikan persyaratan
sebagai berikut: Lokasi persemaian sedekat mungkin dengan lokasi penanaman
atau jalan angkutan (aksesibilitas), Lapangan harus datar, Cukup tersedia
air, Mudah mendapatkan media, Keadaan lingkungan baik, sirkulasi udara lancar
dan sinar matahari dapat masuk kepermukaan tanah untuk mengurangi kerusakan
bibit dari insecta dan jamur, Dekat dengan tenaga kerja.
28
=250m^2
Luas Bedeng tabor = T/Dg x W
= 150.000+(10%x150.000)/(500+500)1
=150.000+15.000/1.000x1
= 165.000/1.000x 1
=165 m^2
Luas persemaian = 100/60 (Luas Bedeng tabur+ Luas Bedeng sapih)
= 100/60 x (250+165)
= 100/60 x 415
= 1,6 x 415
= 664 m^2
= 0,0664 ha
Kebutuhan benih = V= A/(BxCxD)
= 150.000/(70% x 80% x 1.500)
= 150.000/(0,7 x 80% x 1.500)
= 150.000/840
= 178,5 Kg.
2.3 Tujuan persemaian
Penyemaian merupakan suatu proses penyiapan bibit tanaman baru sebelum
ditanam pada lahan sesungguhnya. Benih tanaman disemaikan pada suatu tempat
terlebih dahulu hingga pada usia tertentu baru dipindahkan ke lahan. Penyemaian
ini sangat penting, terutama pada benih tanaman yang halus dan tidak tahan
terhadap faktor-faktor luar yang dapat menghambat proses pertumbuhan benih
menjadi bibit tanaman. Sehingga tujuan penyemaian benih adalah untuk
mengurangi kematian akibat tanaman yang belum siap dengan kondisi lapangan
dan atau untuk mempersiapkan bibit tanaman yang mempunyai mutu baik sehingga
nantinya dapat tumbuh menjadi tanaman yang baik pula.
Dengan menyemaikan benih terlebih dahulu, diharapkan akan mendapat
mutu yang lebih baik karena dapat dilakukan pemilihan bibit yang cermat dan tepat.
Selain itu apabila diusahakan pada lahan yang sempit, maka pemeliharaannya lebih
31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan mengelola benih atau
bagian tanaman lain menjadi bibit siap ditanam ke lapangan. Umumnya,
persemaian dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu persemaian sementara dan
persemaian tetap. Tahapan kegiatan persemaian yaitu tehnik penentuan
pembangunan persemaian, pembersihan lokasi persemaian, pengadaan benih dan
cabutan anakan alam, proses pembuatan bibit dari biji atau benih, penyapihan
benih, dan pemeliharaan.
Tujuan penyemaian benih adalah untuk mengurangi kematian akibat
tanaman yang belum siap dengan kondisi lapangan dan atau untuk mempersiapkan
bibit tanaman yang mempunyai mutu baik. Masalah yang sering terjadi pada
semaian adalah etiolasi, busuk, berjamur, layu dan pertumbuhan lambat
3.2 Saran
Sebaiknya persemaian dilakukan lebih hati-hati lagi baik dalam pemilihan
benih, hal tersebut dilakukan agar benih dapat tumbuh dengan baik sehingga
meminimalisir terjadinya etiolasi. Dalam pemilihan benih harus dicari yang bebas
jamur dan harus memperhatikan jumlah cahaya yang masuk agar mampu
mencukupi kebutuhan cahaya tanaman.
33
PEMELIHARAAN
BAB I
PENDAHULUAN
kondisi tidak baik. Bukan hanya tidak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal namun tanaman bisa layu bahkan mati. Sementara itu tanaman dengan
kondisi tidak baik tersebut dapat membawa petaka bagi pemilik tanaman karena
hasil produksi yang gagal (Kosasih, 2013).
Pemeliharaan tanaman yang baik meliputi pemupukan yang tepat antara
kombinasi organik dan anorganik, pengkondisian lingkungan mikro yang sesuai
dengan daerah asal di hutan sehingga membutuhkan cahaya matahari yang rendah
dengan kelembaban yang tinggi oleh karena itu dibutuhkan teknik penanaman
tumpang sari dengan komoditas lain untuk membentuk iklim mikro yang sesuai.
Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur-unsur hara pada komplek
tanah, baik langsung maupun tak langsung dapat menyumbangkan bahan makanan
pada tanaman. Tujuannya untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar
tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan tanaman (Sudin, 2016).
Budidaya tanaman intensifikasi dengan pengaplikasi pupuk anorganik
berdampak terhadap penurunan kesuburan tanah karena rendahnya pengembalian
bahan organik ke dalam tanah. Budidaya tanaman dengan sistem intensifikasi
terkendali berbasis organik merupakan penerapan sistem produksi yang
menyatukan pemanfaatan pada potensi biologis tanah, manajemen tanaman,
pemupukandan tata air secara terpadu yang berperan mendukung pertumbuhan dan
perakaran tanaman (Ningsih, 2014).
2.1 Rumusan Masalah
2.1 Apa itu Pemeliharaan Tanaman?
2.2. Bagaimana cara memelihara pada tanaman yang baik dan benar?
2.3 Faktor apa saja yang harus diperhatikan dalam pemeliharaan tanaman?
2.4 Apa saja Penyakit yang menyerang dalam pemeliharaan tanaman?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian pemeliharaan
1.3.2 Untuk mengetahui cara memelihara tanaman tanaman baik dan benar
1.3.3 Untuk mengetahui faktor yang diperhatikan dalam pemeliharaan tanaman
1.3.4 Untuk mengetahui penyakit yang menyerang pada tanaman
36
BAB II
ISI
akar tanaman dan menopang tanaman. Selain itu, media memiliki porositas yang
baik, dapat menyediakan unsur hara yang cukup, dan steril. Media tanam yang baik
memiliki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman. Media tersebut dapat menyediakan ruang tumbuh bagi akar tanaman dan
menopang tanaman. Selain itu, media memiliki porositas yang baik, dapat
menyediakan unsur hara yang cukup, dan steril.
B. Memilih tempat untuk menanam.
Dalam hal memilih tempat untuk menanam kita harus mengetahu bagaimana
kondisi tanah dan apa yang dominan di daerah tersebut dan pastikan memilih benih
dengan tepat untuk menanam supaya tidak terjadi apa yang kita inginkan dan
pastikan terdapat sinar
C. Memilih Tanaman yang tepat.
Memilih tanaman yang tepat kita harus memastikan di daerah tersebut lebih
dominan apa dan kita harus memerhatikan tanaman apa yang bisa digunakan
dengan tanah ditempat penanaman dan harus tepat
D. Memberi sinar matahari yang cukup.
Matahari bermanfaat untuk mengaktifkan klorofil, menghangatkan biji,
memberikan warna hijau, menjaga suhu agar tetap stabil, mempercepat proses
pertumbuhan pada tumbuhan, dan sebagainya.
E Menyiram Tanaman dengan teknik yang tepat
Menyiram tanaman dengan Teknik yang tepat adalah dengan berfokus pada
penyiraman dengan akar, hindari penyiraman saat ada embun, hindari overwatering
overwatering ini salah satu kesalahan umum karena kebanyakan orang memikrkan
jika memberi kelebihan air dapat bertumbuh dengan cepat padahal itu bisa
menyebabkan merusak akar tanaman dan terjadi abnormal di tanaman tersebut dan
Pastikan drainase yang baik yang dimana drainase yang baik membantu
menghindari pembusukan akar
F. Mengatur suhu dan kelembapan.
Kelembaban media tanam adalah jumlah partikel-partikel air yang berada pada
media tanam yang berpengaruh pada tingkat kelembapan tanah, dan suhu udara
adalah kadar uap di udara yang juga mempengaruhi proses pertumbuhan tanaman,
sedangkan komposisi merupakan kuantitas untuk dosis pemberian air, pupuk dan
40
pestisida, serta frekuensi pada pemeliharaan tanaman. Kualitas terbaik jati dapat
diperoleh pada suhu optimal yaitu 32-42°C. Kelembaban yang dibutuhkan waktu
terbaik untuk memangkas tanaman dalam ruangan adalah tepat di awal musim
tanam. Untuk sebagian besar tanaman hias, akhir musim dingin (hujan) atau awal
musim semi.
2.4 Penyakit yang Menyerang Tanaman Tanaman
Adapun penyakit yang menyerang pada tanaman jati dapat merugikan pada
tanaman karena bisa mengakibatkan tanaman mati dan juga tanaman tidak sehat
serta bisa menular satu sama lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reyansyah
(2017) Penyebabnya penyakit yang menyerang tanaman meliputi faktor biotik dan
abiotik. Faktor biotik antara lain bakteri, virus, dan alga. Sedangkan faktor abiotik
seperti kondisi cuaca, kekurangan maupun kelebihan unsur hara dan air.
A. Penyakit Layu
Penyakit layu yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas tectonae. Penyakit
ini umumnya menyerang bibit tanaman yang masih di persemaian atau tanaman
muda di lapangan. Gejala awalnya adalah adanya bercak-bercak berwarna coklat
muda atau tua
B. Penyakit mati pucuk
Penyakit mati pucuk yang disebabkan oleh jamur Phoma sp. Penyakit ini
biasanya terjadi pada tanaman muda. Serangan terjadi di saat daun bersemi dan
menyebabkan beberapa pucuk daun mati. Pertumbuhan tanaman menjadi tidak
lurus dan terhambat.
C. Penyakit Upas
Penyakit jamur upas (Corticium salmonicolor). Penyakit jamur upas sering
timbul dan mudah menular secara cepat pada musim hujan. Gejala penyakit yang
tampak dari luar, daun tanaman layu tergantung lemas dengan warna hitam gelap
seperti tersiram air panas.
D. Penyakit kanker batang
Penyakit kanker batang yang disebabkan oleh Nectria haematococca. Gejala
diawali dengan daun layu dan berwarna hitam gelap, kemudian muncul benjolan
lapisan gabus di permukaan batang. Selanjutnya kulit kayu pecah-pecah, terjadi
luka, dan lubang-lubang memanjang pada batang.
41
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pemeliharaan tanaman adalah perlakuan terhadap tanaman dan lingkungannya
agar tanaman tumbuh sehat dan normal melalui pendangiran, penyiangan,
penyulaman, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit. Kegiatan
Pemeliharaan dilakukan yaitu pemupukan, penyiraman, penyiangan dan
pembumbunan, serta pengendalian organisme penggangu tanaman. Faktor
penyakitnya penyakit layu, penyakit mati pucuk penyakit upas dan penyakit kanker
batang. Waktu terbaik untuk memangkas tanaman dalam ruangan adalah tepat di
awal musim tanam. Untuk sebagian besar tanaman hias, akhir musim dingin (hujan)
atau awal musim semi, ketika hari semakin panjang dan tanaman mulai tumbuh
adalah waktu terbaik.
3.2 Saran
Sebaiknya pemeliharaan tanaman dilakukan lebih hati-hati lagi baik dalam
pemberian pupuk, penyiraman, suhu dan kelembapan hal tersebut dilakukan agar
benih dapat tumbuh dengan baik sehingga meminimalisir terjadinya penyakit
penyakit didalam tanaman dalam pemeliharaan tanaman juga pratikan harus lebih
memperhatikan penyiraman teratur dan tidak terjadi overwatering yang dimana
kelebihan air pada tanaman sehingga terjadinya kerusakan akar dan menjadi
abnormal pada tanaman tersebut.
42
DAFTAR PUSTAKA
Agung WN. 2020. Studi Intensitas Cahaya Di Sempadan Sungai Hutan Produksi
Jati Khdtk Cemoro Modang. Jurnal Wasian, 7(1):15-24.
Aini S. 2014. Peranan air dalam perkecambahan biji. Jurnal Imiah Sains.
10(2): 190-195
Aljo J. 2015. Partisipasi Masyarakat Lokal Dalam Memproduksi Hutan Yang Baik.
Jurnal Pertanian Terpadu, 3(1):154-174.
Arwanda ER, Safe’i R, Kaskoyo H, Herwanti S. 2021. Identifikasi Kerusakan
Pohon pada Hutan Tanaman Rakyat PIL, Kabupaten Bangka, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, Indonesia. Agro Bali : Agricultural Journal,
4(3): 351-361.
Aswandi ND. 2018. Persemaian Jati Putih (Gmelina arborea) di Kecamatan Batu
Ampar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat Mangrove Pests at Batu
Ampar, Kubu Raya, West Kalimantan. Journal of Tropical Silviculture,
9(1): 16-23.
Baharuddin, Kurniawan. 2016. Pengelolaan Bersama Kawasan Hutan Sesaot
Berbasis Masyarakat. Jurnal Sangkareang Mataram. 2(2): 49-58.
Balgis K, Siahaya L. 2021. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Sebagai Pupuk
Organik Cair untuk Pertumbuhan Pala (Myristica fragranshoutt).
Jurnal Hutan Pulau-Pulau Kecil, 5(2): 213-224.
Bernadetta M, Sadsoeitoeboen, H and Francina F. Kesaulija K. 2013 Keberhasilan
Tumbuh Tanaman Jati (Tectoa grandis) pada Lokasi RHL di Distrik Biak
Timur Kabupaten Biak Numfor." Jurnal Warta Rimba. 4(1):65-73.
43
Diana R, Andani L. 2020. Keragaman Jenis Liana pada Tutupan Kanopi berbeda di
Hutan lindung sesaot di Lombok barat. Jurnal Penelitian Ekosistem
Dipterokarpa, 6(2):149-156.
Dipokusumo B. 2015. Model Partispatif Perhutanan Sosial Menuju Pengelolaan
Berkelanjutan (Kasus Pembangunan Hutan Kemasyarakatan Pada
Kawasan Hutan Lindung Di Pulau Lombok). Jurnal Agrikultur, 1(4):35-
48.
Doria C, Safe’i R, Iswandaru D, Kaskoyo H. 202I. Analisis Kesehatan0 Hutan
Repong Damar Berdasarkan Indikator Produktivitas. Jurnal Hutan Pulau-
Pulau Kecil, 5(1): 14-27.
Dorren. 2014. Integryty, stability and management of protection forests in the
European Alps. Journal of Forest Ecology and Management, 2(1); 38-42.
Hastuti AR. 2021. Mengenal Budidaya Tegakan Hutan Melalui Pemanfaatan Media
Informasi. Jurnal Jupiter, 14(1): 66-71.
44
Kasih KR. 2015. Pelatihan Pembuatan Persemaian Dan Cabutan Anakan Alam di
Kampung Kasih Kabupaten Sorong. Jurnal Penelitian, 8(12): 11-17.
Kosasih P. 2013. Petunjuk Teknis Pemeliharaan dan Perlindungan pada Introduksi
Jenis Pohon Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Bogor: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam,
11(3):87-99.
Kovertina J, Hariri M, Husaini I. 2016. Pengujian Kualitas Bibit Acacia mangium
dan Falcataria falcata di Unit Persemaian Permanen Bpdas Citarum
Ciliwung. Gorontalo Journal of Forestry Research, 5(2): 59-69.
Kristin Y, Qurniaty R, Kaskoyo H. 2018. Interaksi Masyarakat sekitar Hutan
terhadap Pemanfaatan Lahan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Jurnal Sylva Lestari, 6(3): 1-8.