Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HABITAT dan RELUNG EKOLOGI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar-dasar ekologi

Dosen Pengampu:

Desi Kartikasari, M.Si.

Disusun oleh:

1. Afidatul Mudzakiroh (12208183104)


2. Pera Dwi Rahayu (12208183111)
3. Rahadian Zulfi Bayu N. (12208183108)
4. Zubaidah Ummah Al aziz (12208183037)

PROGAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Swt. atas berkat,
rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik, walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Makalah ini membahas
tentang “Habitat dan Relung Ekologi”.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Dasar-dasar Ekologi”. Kami juga berharap semoga pembuatan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Dalam
pembuatan makalah ini pasti tak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami
ucapkan terima kasih kepada ibu Desi Kartikasari, M.Si., selaku dosen pengampu serta
pihak-pihak lain yang turut membantu memberikan referensi.

Masih kurangnya kesempurnaan pada makalah ini, sehingga kami berharap para
pembaca memberikan maaf yang sebesar-besarnya. Atas kekurangan dan kesalahan,
baik yang disengaja maupun yang tidak sengaja. Saran dan kritik sangat kami harapkan
agar kami dapat memperbaiki makalah-makalah kami selanjutnya.

Tulungagung, September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................3

A. Habitat dan Macam-Macam Jenisnya .................................................................3


B. Mikrohabitat ........................................................................................................4
C. Proses Seleksi Habitat dan Faktor-Faktor dari Seleksi Habitat .......................... 5
D. Proses Evolusi Preverensi Habitat ......................................................................9
E. Konsep Relung Ekologi/Niche dan Penyebaran Relung .....................................10
F. Asas Eksklusi Pemisahan Relung dan Persaingan ..............................................12
G. Konsep Ekivalen Ekologi dan Pergeseran Ciri ...................................................13
H. Contoh Terapan Habitat, Mikrohabitat dan Relung Ekologi .............................. 16

BAB III PENUTUP ..............................................................................................................17

A. Kesimpulan .........................................................................................................17
B. Saran ....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara organisme dengan
lingkungannya, dalam konteks ini beberapa contoh aspek yang dikaji dan dibahas
diantaranya adalah habitat dan relung ekologi. Habitat yaitu tempat suatu makhluk
hidup tinggal dan berkembang biak, sedangkan relung ekologi meliputi posisi unik
yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan
peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya. Dalam lingkup habitat mempelajari
tentang apa-apa saja yang ada di lingkungan tersebut, tiap jenis makhluk hidup tersebut
harus mengalami persaingan dan upaya untuk mempertahankan hidupnya serta harus
senantiasa mempersiapkan diri untuk melewati seleksi alam.
Kehadiran suatu populasi hewan selalu berkaitan dengan habitat dan relung yang
ditempatinya. Habitat menunjukkan corak lingkungan dan hubungannya dengan faktor
biotik dan abiotik. Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya merupakan totalitas
sumber daya lingkungan baik berupa ruang termasuk iklim, cuaca, serta vegetasi yang
terdapat di lingkungan yang menempati lingkup populasi tersebut.
Hutchinton (1957) membagi relung menjadi dua yaitu, relung fundamental
(merujuk pada potensi secara utuh dan menyeluruh yang diamati hanya dengan satu
faktor dan dilakukan di laboratorium) serta relung terealisasikan (merujuk pada potensi
yang benar-benar terwujud di alam dengan kehadiran organisme-organisme lain seperti
pesaing-pesaing ataupun predator-predatornya).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud habitat dan macam-macam jenisnya?
2. Apa yang dimaksud mikrohabitat?
3. Bagaimana proses seleksi habitat dan faktor-faktor dari seleksi habitat?
4. Bagaimana proses preverensi habitat?
5. Bagaimana konsep relung ekologi/niche dan penyebaran relung tersebut?
6. Apa asas eksklusi pemisahan relung dan persaingan?
7. Bagaimana konsep ekivalen ekologi dan pergesaran ciri?
8. Bagaimana contoh terapan habitat, mikrohabitat, dan relung ekologi?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi habitat dan macam-macam jenisnya
2. Untuk mengetahui dengan yang dimaksud mikrohabitat.
3. Untuk mengetahui proses seleksi habitat dan faktor-faktor dari seleksi habitat.
4. Untuk mengetahui proses preverensi habitat.
5. Untuk mengetahui konsep relung ekologi/niche dan penyebaran relungnya.
6. Untuk mengetahui asas eksklusi pemisahan relung dan persaingan.
7. Untuk mengetahui konsep ekivalen ekologi dan pergeseran cirinya.
8. Untuk mengetahui contoh terapan habitat, mikrohabitat, dan relung ekologi.
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Habitat dan Macam-Macam Jenisnya


Di alam ini, banyak sekali jenis makhluk hidup baik hewan tumbuhan ataupun
mikroorganisme. Sehingga dengan banyaknya makhluk hidup tersebut akan
membentuk populasi dari berbagai jenisnya di suatu tempat tertentu. Populasi akan
berkaitan dengan masalah habitat yang secara umum menunjukkan bagaimana corak
lingkungan yang ditempatinya. Secara sederhana habitat diartikan sebagai tempat hidup
dari makhluk hidup, atau diistilahkan dengan biotop.1

Habitat (bahasa latin untuk “it inhibits”) atau tempat tinggal makhluk hidup
merupakan unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan
reproduksi suatu spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk
hidup lainnya serta faktor-faktor abiotik yang satu dengan yang lainnya saling
berinteraksi secara kompleks membentuk satu kesatuan.2 Setiap populasi makhluk
hidup menempati habitat atau biotop tertentu. Habitat suatu populasi hewan pada
dasarnya menunjukkan totalitas dari corak lingkungan yang ditempatinya, termasuk
faktor abiotik yang berupa ruang, cuaca serta vegetasinya. Habitat makhluk hidup lebih
dari satu, misalnya burung pipit, habitat untuk mencari makannya adalah di sawah dan
habitat untuk bertelur berada di pepohonan.

Secara garis besar ada empat tipe habitat utama, yaitu daratan, perairan tawar,
perairan payau dan eustari serta perairan bahari/laut. Dari sudut pandang dan
kepentingan populasi hewan yang menempatinya, pemilihan tipe-tipe tersebut
didasarkan pada segi variasinya menurut waktu dan ruang.
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu ada 4 macam habitat:

1
Agus Dharmawan., dkk. Ekologi Hewan. (Malang: Universitas Negeri Malang Press. 2005). Hlm. 81.
2
Saroyo Sumarto dan Roni Koneri. Ekologi Hewan. (Bandung: CV Patra Media Grafindo. 2016). Hlm. 11.
4

1. Habitat konstan, yaitu suatu habitat yang kondisinya terus menerus relatif berganti-
ganti antara baik atau kurang baik.
2. Habitat yang bersifat memusim (ephemeral), yaitu suatu habitat yang kondisinya
relatif teratur berganti-ganti antar baik dan kurang baik.
3. Habitat yang tidak menentu, yaitu suatu habitat yang mengalami suatu periode
dengan kondisi baik lamanya bervariasi, diselang-seling oleh periode dengan
kondisi kurang baik yang lamanya juga bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat
diramalkan.
4. Habitat yang eferamel, yaitu suatu habitat yang mengalami periode kondisi baik
yang berlangsung relatif singkat, diikuti oleh suatu periode dengan kondisi yang
kurang baik yang berlangsung relatif lama sekali.
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang, habitat dapat diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu:
1. Habitat yang bersinambung, yaitu apabila suatu habitat mengandung area dengan
kondisi baik dan luas, yang melebihi luas area yang dapat dijelajahi populasi hewan
penghuninya. Sebagai contoh yang luas sebagai habitat dari populasi rusa yang
berjumlah 10 ekor.
2. Habitat yang terputus-putus, yaitu apabila suatu habitat yang mengandung area
dengan kondisi baik letaknya berselang-seling dengan area kondisi yang kurang
baik, dan hewan-hewan penghuninya dengan mudah dapat menyebar dari area
berkondisi baik yang satu ke yang lainnya.
3. Habitat yang terisolasi, yaitu apabila suatu habitat yang terbatas dan terpisah jauh
dari area yang lain, sehingga hewan-hewan tidak dapat menyebar untuk
mencapainya, kecuali bila didukung oleh faktor kebetulan.3
B. Mikrohabitat
Istilah mikrohabitat sering digunakan untuk mendeskripsikan area geografis
yang lebih kecil atau keperluan dalam skala kecil oleh organisme. Habitat-habitat di
alam ini pada umumnya bersifat heterogen, dengan area-area tertentu dalam habitat itu

3
Agus Dharmawan., dkk ..... Hlm. 82.
5

yang berbeda vegetasinya. Hewan yang mendiami habitat itu akan terkonsentrasi
ditempat-tempat dengan kondisi yang paling cocok bagi pemenuhan persyaratan
hidupnya masing-masing. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yang
kondisinya paling cocok dan paling akrab berhubungan dengan hewan dinamakan
mikrohabitat.4 Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan
mikrohabitat bagi serangga yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon
tumbang tersebut.
Batas antara mikrohabitat satu dengan yang lain tidaklah nyata, akan tetapi
mikrohabitat memegang peranan penting dalam menentukan keanekaragaman spesies
yang menempati habitat itu. Tiap spesies akan berkonsentrasi pada mikrohabitat yang
paling sesuai baginya.
C. Proses Seleksi Habitat dan Faktor-faktor Seleksi Habitat
1. Proses Seleksi Habitat
Respon hewan terhadap perubahan faktor lingkungan dianggap sebagai
strategi hewan untuk beradaptasi dan untuk kelangsungan hidupnya. Setiap hewan
akan menunjukkan strategi adaptasinya yang merupakan faktor penting bagi
kelangsungan hidup mereka. Lingkungan berperan sebagai kekuatan untuk
menyeleksi bagi populasi yang hidup di dalamnya. Hanya populasi yang mampu
beradaptasi. Baik adaptasi morfologi, fisiologi, maupun perilaku, sedangkan yang
tidak mampu beradaptasi harus pindah ke lingkungan yang sesuai dengan
kebutuhannya atau jika tidak pindah mereka akan mati.
Faktor-faktor lingkungan yang membatasi hidup organisme selanjutnya
disebut sebagai faktor pembatas, seperti suhu lingkungan, kadar garam,
kelembapan, dan sebagainya. Berdasarkan pengaruhnya terhadap kehidupan
organisme, faktor pembatas memiliki rentang, nilai minimum, nilai maksimum, dan
rentang optimum. Nilai minimum ialah nilai terendah suatu organisme dapat hidup,
di bawah nilai tersebut organisme akan mati. Nilai maksimum ialah nilai tertinggi
suatu faktor pembatas, di atas nilai tersebut organisme akan mati. Rentang optimum

4
Ibid. Hlm. 81.
6

ialah rentang suatu nilai faktor pembatas dimana organisme dapat hidup secara
optimal dalam arti semua proses fisiologi tubuhnya berjalan secara optimal
sehingga organisme dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Respon pertama
kali organisme terhadap perubahan lingkungan ialah ekofisiologi dan bisa sangat
berbeda pada setiap jenis organisme. Pada hewan berdarah dingin (poikiloterm),
penurunan atau peningkatan suhu udara akan diikuti dengan penurunan atau
peningkatan laju metabolisme tubuhnya. Sebaliknya pada hewan berdarah panas
(homeoterm) penurunan suhu udara justru akan meningkatkan laju metabolisme
tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh. Kendeigh (1969) mengklasifikasikan
respon menjadi 5 macam, yaitu: semu (masking), letal (lethal), berarah (directive),
pengontrolan (controlling), dan defisien (deficient).
a) Semu (masking): modifikasi pengaruh suatu faktor oleh faktor lainnya. Sebagai
contoh RH (relatif humidity atau kelembapan relatif) yang rendah
meningkatkan laju evaporasi permukaan tubuh, sehingga hewan berdarah panas
mampu bertahan pada iklim yang sangat hangat.
b) Letal (lethal): faktor lingkungan menyebabkan kematian misalnya suhu yang
terlalu panas atau terlalu dingin.
c) Berarah (directive): faktor lingkungan menyebabkan orientasi tertentu.
misalnya burung-burung di kutub utara bermigrasi ke arah selatan pada saat
musim dingin dan kembali ke utara pada saat musim semi atau panas untuk
berkembang biak.
d) Pengontrolan (controlling): faktor tertentu dapat mempengaruhi laju suatu
proses fisiologi tanpa masuk ke reaksi. Sebagai contoh suhu lingkungan dapat
berpengaruh besar terhadap metabolisme, sekresi,dan lokomosi hewan.
e) Defisien (deficient): defisiensi suatu faktor lingkungan pada habitat tertentu
dapat mempengaruhi aktivitas atau metabolisme hewan. Contohnya jika
oksigen ada pada tekanan rendah dapat membatasi aktivitas hewan.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, semua organisme hidup pada rentang


faktor-faktor lingkungan sehingga faktor tersebut merupakan pembatas bagi
kehidupan organisme. Istilah lainnya untuk menyatakan rentang/kisaran suatu
faktor pembatas lingkungan ialah toleransi pada kisaran faktor tertentu. Spesies
yang memiliki toleransi sempit untuk suatu faktor pembatas disebut spesies steno,
sedangkan yang memiliki toleransi yang lebar disebut spesies eury. Spesies steno
7

sering digunakan sebagai spesies indikator atau spesies penunjuk untuk


kepentingan tertentu, misalnya terdapatnya polutan tertentu dalam perairan, atau
mutu suatu lingkungan perairan. Batas toleransi bawah dan atas merupakan titik
atau tingkatan intensitas suatu faktor lingkungan yang hanya 50% organisme
bertahan (LD50). Setiap spesies memiliki batas toleransi yang berbeda untuk suatu
faktor lingkungan, misalnya suhu dan penentuan titik batas ini tidaklah mudah.
Awalan steno berarti bahwa individu atau populasi suatu spesies memiliki rentang
atau kisaran toleransi yang sempit, sementara awalan eury merujuk pada yang
memiliki kisaran toleransi yang lebar. Oleh karena itu, istilah stenotermal atau
eurytermal merujuk pada suhu sebagai faktor lingkungan.

2. Faktor-faktor Seleksi Habitat


Seluruh kebutuhan hidup atau sumber daya bagi hewan dipenuhi dari
lingkungannya. Lingkungan ialah seluruh unsur dan faktor yang berada di luar
tubuh hewan. Dalam konsep ekologi kita mengenal istilah habitat, yaitu tempat
tinggal makhluk hidup, area yang mendukung suatu organisme untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal. Hal ini karena habitat menyediakan seluruh sumber
daya yang diperlukan organisme dalam mempenuhi seluruh kebutuhan hidupnya.
Sumber daya yang sangat penting bagi organisme hewan yang disediakan oleh
habitatnya antara lain makanan, oksigen, tempat, dan air.
a. Makanan
Hewan memerlukan energi untuk mendukung seluruh proses metabolisme
tubuh maupun aktivitasnya seperti berpindah, mencari makan, pencernaan,
mempertahankan suhu badan, reproduksi, pertumbuhan, dan kerja lainnya.
Adapun berdasarkan kemampuan organisme dalam menyusun atau menyintesis
makanan, organisme dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Autotrof: organisme yang mampu menggunakan energi dari sinar matahari
dalam proses fotosintesis yang mereaksikan air dan karbondioksida
8

menjadi gula sederhana (fotosintesis) atau menggunakan reaksi kimia untuk


energi dalam menyintesis makanan (kemosintesis). Fotosintesis terjadi
pada tumbuhan, sedangkan kemosintesis berlangsung pada fungi.
b) Heterotrof: organisme yang tidak mampu menyintesis makanan sendiri dari
senyawa anorganik sehingga harus mengkonsumsi organisme lain untuk
memenuhi kebutuhannya, sebagai contohnya ialah hewan. Berdasarkan
proporsi jenis makanannya, hewan diklasifikasikan menjadi beberapa tipe,
yaitu:
 Herbivora: hewan yang masuk kelompok ini ialah yang proporsi jenis
makanannya hampir seluruhnya tumbuhan. Sebagai hewan yang masuk
kelompok ini ialah kambing, domba, monyet daun, dan kelinci.
 Karnivora/faunivora: hewan yang memakan hewan lain, yang biasanya
masuk ke dalam kelompok predator atau hewan pemangsa seperti anjing,
kucing, dan ular.
 Omnivora: hewan yang memakan hewan dan tumbuhan dengan porsi
yang hampir sama. Contoh hewan kelompok ini misalnya monyet hitam
dari Sulawesi.

Hewan memiliki adaptasi fisiologis dan perilaku menurut ketersediaan


makanannya. Jika makanan cukup, laju metabolisme tubuh dan aktivitas
hewan akan berada pada level normal, sementara jika sumber makanan
kurang, laju metabolisme dan laju aktivitas harian dapat ditekan.

b. Oksigen
Oksigen digunakan oleh organisme untuk proses pernafasan yang
menghasilkan energi untuk aktivitas. Walaupun ada organisme yang tidak
memerlukan oksigen dalam hidupnya (organisme anaerobik seperti pada
beberapa jenis bakteri), pada umumnya organisme bersifat aerobik atau
memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi termasuk hewan. Kadar
oksigen atmosfer pada setiap tempat bisa berbeda, misalnya di dataran tinggi
lebih rendah kadar oksigen atmosfernya dibandingkan dengan di dataran
rendah. Hewan dapat beradaptasi pada dataran tinggi yang memiliki kadar
oksigen atmosfer lebih rendah secara fisiologis, misalnya dengan peningkatan
kadar sel darah merah (eritrosit).
9

c. Tempat
Tempat merupakan sumber daya yang sangat penting bagi hewan sebagai
lokasi untuk membangun sarang, istirahat, mencari makan, berkembang biak,
dan aktivitas harian lainnya. Hewan memilih lokasi untuk beraktivitas harian
dengan beberapa karakteristik. Faktor keamanan dan daya dukung untuk tujuan
hewan beraktivitas merupakan pertimbangan penting dalam pemilihan lokasi.
Aktivitas hewan meliputi mencari makan (foraging), makan (feeding), istirahat
(resting), berpindah tempat (traveling/locomotion/moving), dan sosial (social).
Keseluruhan aktivitas tersebut dilakukan pada lokasi yang dipilih dengan
pertimbangan tertentu.
d. Air
Organisme, termasuk hewan, tidak mungkin terlepas dari air. Air
merupakan komponen terbesar (sekitar 95%) sel tubuh. Bagi hewan akuatik, air
merupakan lingkungannya, sehingga daratan merupakan barier atau penghalang
fisiologis, ekologis, dan fisik. Oleh karena itu bagi hewan akuatik, lingkungan
perairan merupakan habitat hidupnya. Bagi hewan darat, air tetap menjadi
sumber daya yang sangat vital untuk melangsungkan seluruh reaksi
metabolisme tubuhnya. Kebutuhan akan air bagi hewan darat dipenuhi dengan
minum.5
D. Evolusi Preverensi Habitat
Svardson (1949) dalam Bailey (1984) menyatakan bahwa seleksi habitat
merupakan spesialisasi. Bagi suatu spesies, memilih habitat tertentu berarti membatasi
diri pada habitat tersebut dan akan mencapai adaptasi terutama kesesuaian dalam
penggunaan sumber daya yang ada. Menurut Cody (1964) evolusi preverensi habitat
ditentukan oleh struktur morfologi, fungsi-fungsi tingkah laku, kemampuan
memperoleh makanan dan perlindungan.
Faktor-faktor yang mendorong satwa untuk memilih suatu habitat antara lain
adalah ciri struktural dari landscape, peluang mencari pakan dan bersarang atau

5
Saroyo Sumarto. dkk, Ekologi Hewan, (Bandung: CV Patra Media Grafindo. 2016). Hlm. 13-24.
10

keberadaan spesies lain. Dalam kaitannya dengan ketersediaan daya dukung, satwa liar
seringkali memilih habitat yang preverensial (sesuai) bagi kelangsungan hidupnya dari
sekian banyak tipe habitat yang ada.6
E. Konsep Relung Ekologi/Niche dan Penyebarannya
Relung atau niche ekologi suatu hewan merupakan status fungsional hewan
tersebut di dalam habitat yang ditempatinya berdasarkan adaptasi-adaptasi fisiologis,
struktural dan perilakunya. Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total
semua penggunaan sumber daya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya.
Salah satu cara untuk menangkap konsep itu adalah melalui analog yang dibuat oleh
ahli ekologi Eugene Odum, yaitu jika habitat suatu organisme adalah rumahnya maka
relung adalah pekerjaannya.
Relung ekologi ada yang bersifat umum dan spesifik, diantaranya :
1. Pemakan banyak jenis (polifag), misalnya ayam karena dapat memakan cacing,
padi, daging, ikan, rumput, dan lain sebagainya.
2. Pemakan beberapa jenis (oligofag), misalnya kelinci hanya memakan jenis
tumbuhan saja (sayuran dan buah - buahan).
3. Hanya pemakan satu jenis (monofag), misalnya wereng yang hanya memakan padi.7

a. Penyebaran Relung
1) Relung Trofik
Relung trofik menekankan pada hubungan energi. Charles Elton (1927) secara
terpisah menyatakan bahwa relung merupakan fungsi atau peranan spesies di
dalam komunitasnya. Maksud dari fungsi dan peranan ini adalah kedudukan suatu
spesies dalam komunitas dalam kaitannya dengan peristiwa makan memakan dan
pola-pola interaksi yang lain. Inilah yang disebut dengan relung trofik. Sebagai
contoh jika kita menyatakan relung trofik dari tikus sawah, maka kita harus
menjelaskan bahwa tikus itu memakan apa dan dimakan oleh siapa, apakah dia

6
Linko Mekhrada L. Pendugaan Populasi,Preverensi Habitat, Peneluran, dan Pola Sebaran Maleo. (Jurnal IPB
2007). Hlm. 21.
7
Indriyanto. Ekologi Hutan. (Jakarta: Bumi Aksara. 2012). Hlm. 28.
11

herbivora, karnivora, atau omnivora serta apakah dia bersifat kompetitor bagi
yang lain dan sebagainya.

2) Relung Habitat
Istilah relung (niche) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell pada
tahun 1917. Menurut Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang
disebut dengan mikrohabitat. Dengan pandangan seperti ini, Grinnell
mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies. Pandangan
relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung
habitat. Berdasarkan kondisi habitatnya, habitat dapat dibagai menjadi dua,
yaitu :
a. Habitat Makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi lingkungan
yang bersifat umum dan luas, misalnya: gurun pasir, pantai berbatu karang,
hutan hujan tropis, daerah kutub (utara dan selatan), dan sebagainya.
b. Habitat Mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang
bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya: kolam, rawa payau
berlumpur lembek dan dangkal, danau, dan sebagainya.
3) Relung Multidimensi
Berbeda dengan Elton, maka Hutchinson (1958) menyatakan bahwa relung
adalah kisaran berbagai variabel fisik dan kimia serta peranan biotik yang
memungkinkan suatu spesies dapat survival (bertahan hidup) dan berkembang
di dalam suatu komunitas. Inilah yang disebut dengan relung multi dimensi
(hipervolume). Sependapat dengan pengertian relung ini, maka Kendeigh
(1980) menyatakan bahwa relung ekologi merupakan gabungan khusus antara
faktor fisiko kimiawi (mikrohabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang
diperlukan oleh suatu spesies untuk aktivitas hidup dan eksistensi yang terus
menerus di dalam komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung
12

multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung trofik.


Sebagai contoh, jika menyatakan relung multidimensi dari tikus sawah, berarti
kita menjelaskan tentang mikrohabitatnya dan sekaligus menjelaskan tentang
apa makanannya, siapa predatornya dan lain sebaginya. Hutchinson (1957)
dalam Begon et. al (1986) telah mengembangkan konsep relung ekologi
multidimensi (dimensi-n atau hipervolume).
Setiap kisaran toleransi hewan terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya
suhu merupakan suatu dimensi. Dalam kehidupannya hewan dipengaruhi oleh
bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan banyak faktor lingkungan
secara simultan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi atau membatasi
kehidupan organisme bukan hanya kondisi seperti suhu, cahaya, kelembapan,
salinitas tetapi juga ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan hewan
(makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).8

F. Pemisahan Relung dan Persaingan


Dengan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki
relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies-spesies tersebut tidak
berkonsistensi dalam habitat yang sama secara terus-menerus. Hal ini menunjukkan
bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh
populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai “Asas Eksklusi
Persaingan atau Aturan Gause”. Sehubungan dengan asas tersebut di atas menurut

8
Djamal Irwan Zoer ’Aini, Prinsip Ekologi. (Jakarta : Bumi Aksara. 2010). Hlm. 59.
13

“Asas Koeksistensi”, beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng atau lama
dalam habitat yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-beda.
Tentang pentingnya perbedaan-perbedaan diantaranya berbagai spesies telah
lama dikemukakan oleh Darwin (1859). Darwin menyatakan bahwa semakin besar
perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu
tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu.
Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai “Asas Divergensi”. Dari uraian tersebut di
atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumber daya,
khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, dari beberapa spesies
harus berbeda (terpisah) agar dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama.
Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu aktif. Contoh dari
kasus pemisahan relung antara berbagai spesies yang berkohabitasi dapat dilihat dari
contoh berikut ini: Serumpun padi dapat menjadi sumber daya berbagai jenis spesies
hewan. Orong–orong (Gryllotalpa africana) memakan akarnya, walang sangit
(Leptocorisa acuta) memakan buahnya, ulat tentara kelabu (Spodoptera maurita) yang
memakan daunnya, ulat penggerek batang (Chilo supressalis) yang menyerang
batangnya, hama ganjur (Pachydiplosis oryzae) menyerang pucuknya, wereng coklat
(Nilaparvata lugens) dan wereng hijau (Nephotettix apicalis) yang menghisap cairan
batangnya. Tiap jenis hama tersebut masing-masing telah teradaptasi khusus untuk
memanfaatkan tanaman padi sebagai sumber daya makanan pada bagian yang berbeda-
beda.9
G. Ekivalen Ekologi dan Pergeseran Ciri
1. Ekivalen ekologi
Berbagai jenis hewan di berbagai tempat sering ditemukan spesies-spesies
hewan serupa yang hidup di daerah geografi yang berbeda. Kita dapat
menemukan cacing tanah dimana saja, misal di Indonesia, Amerika, Eropa,
Australia, dan tempat lainnya. Cacing-cacing tanah tersebut secara morfologi

9
Djohar Maknun. Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem, Mewujudkan Kampus Hijau, Asri, Islami, dan
Ilmiah. (Cirebon: Nurjati Press. 2017). Hlm. 94.
14

serupa, namun sebenarnya mereka berbeda spesies. Cacing tanah di Jawa


(Pheretima javanica) serupa dengan cacing tanah di Amerika (Lumbricus
terestris). Kedua jenis cacing tesebut menempati habitat tanah lembap dengan
relung ekologi yang serupa. Jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi
yang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang
berbeda disebut ekivalen-ekivalen ekologi.
Biasanya perkerabatan taksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat
dekat, namun tidak selalu demikian. Contoh lain dari hewan-hewan yang
ekivalen-ekivalen ekologi antara lain: ular Chrysopelea, Boiga dan
Trimeresurus yang hidup di semak-semak dan pohon hutan daerah Orientalia
adalah ular Boiga dan Chondropython di daerah Australo-papua, Boiga,
Thresops dan Atheris di daerah Etiopia, Elaphe dan Ophiondrys di daerah
neratika, serta ular Boa dan Trimeresurus di daerah Neotropika.
Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi itu dapat dikenali dari kemiripan-
kemiripan yang diperlihatkan hewan-hewan tersebut dalam hal adaptasi-
adaptasi morfologis (struktural) serta pola perilakunya. Sebabnya ialah karena
berbagai adaptasi itu adalah tiada lain daripada perangkat “modal”
kemampuan hewan untuk memanfaatkan berbagai sumber daya di dalam
lingkungannya atau habitatnya.
2. Pergeseran ciri

Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat, satu marga atau genus


misalnya, dapat ditemukan pada habitat atau daerah penyebaran yang berbeda
(alopatrik).10 Jika spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik)
ditemukan dalam keadaan simpatik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri
tubuh yang semakin mencolok perbedaannya diantara spesies-spesies itu atau
dikatakan mengalami evolusi divergen. Sebaliknya, apabila dalam keadaan
alopatrik seleksi alam akan menghasilkan evolusi konvergen sehingga

10
Agus Dharmawan. Ekologi Hewan. (Malang: Universitas Negeri Malang Press. 2005). Hlm. 90-91.
15

perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Fenomena tersebut di atas dikenal sebagai
pergeseran ciri.

Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan


dalam keadaan simpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi spesies-
spesies yang bersangkutan. Pertama, karena ciri adaptasi morfologis, misalnya
yang nyata bedanya akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi.
Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya interaksi berubah persaingan,
apabila spesies itu berkohabitasi, akan tereduksi. Kedua, berbedanya ciri
morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku, misalnya perilaku
berkembang biak, akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik diantara
spesies-spesies yang berkerabat itu bila berkohabitasi, atau menghindari
terjadinya inbreeding, yang tidak menguntungkan.
Salah satu contoh fenomena pergeseran ciri adalah yang terjadi pada dua
spesies burung dari genus. Sitta, yakni Sitta tephronota dan Sittaneumayer,
yang penyebarannya meliputi beberapa negara di daerah Asia Kecil (Turki.
Yunani, Azerbaijan, Iran, Afghanistan, Pakistan, dll). Dalam keadaan alopatrik
penampilannya sangat mirip dengan yang lain, sehingga hampir-hampir tidak
dapat dibedakan. Sebaliknya dalam keadaan simpatrik mudah sekali
mengenali bagian kepala atas mata. Perbedaan panjang paruh menunjukkan
kemungkinan perbedaan jenis dan ukuran makanan, sehingga mengurangi
peluang persaingan. Perbedaan pita gelap di kepala mempunyai peranan
penting dalam pengenalan sesama jenisnya secara visual. Hal ini akan
mengurangi terjadinya hibridisasi alami diantara kedua spesies yang akan
menghasilkan keturunan steril atau akan mengalami perkawinan mati
bujang.11

H. Penerapan Habitat, Mikrohabitat, dan Relung Ekologi

11
Ibid. Hlm.91.
16

Ada banyak manfaat dari penerapan konsep habitat, mikrohabitat dan relung
ekologi bagi kelangsungan makhluk hidup di alam. Berikut ini beberapa contoh
manfaat dari terapan konsep habitat, mikrohabitat dan relung ekologi, yaitu:
a. Pemanfaatan habitat oleh Orang Utan (Pongopygmaeus) di Stasiun Penelitian
Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. Habitat yang
paling banyak digunakan oleh Orang Utan (Pongopygmaeus) untuk menjelajah
yaitu habitat alluvial, batu pasir dataran rendah dan rawa air putih. Sedangkan,
habitat rawa gambut dan granit dataran rendah tidak terlalu banyak digunakan oleh
Orang Utan (Pongopygmaeus) untuk menjelajah.12
b. Pemanfaatan Arboteum bamboo sebagai habitat Monyet Ekor Panjang
(Macacafascicularis) antara lain sebagai pohon pakan, pohon pelindung, pohon
tidur dan tempat minum. Jenis vegetasi Arboretum bambu yang dapat menjadi
tempat beraktivitasnya antara lain: bambu, karet, sawit, krey paying, sengon,
belimbing, serta semak-semak. Namun jika dilihat frekuensi lamanya Monyet Ekor
Panjang memanfaatkan habitat, kebanyakan yang sering dimanfaatkan oleh Monyet
Ekor Panjang adalah vegetasi bambu yang memang memiliki komponen-komponen
yang dibutuhkan oleh Monyet Ekor Panjang seperti pakan dan tempat berlindung
serta tidur. Berbeda dengan vegetasi sengon yang paling jarang dimanfaatkan oleh
Monyet Ekor Panjang karena monyet tersebut biasanya hanya melakukan aktivitas
misalnya berjalan dan melompat pada dahannya menuju vegetasi atau tempat lain.13

12
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44053/7/PKMAI%20pemanfaatan%20habitat%20oleh%
20monyet%20ekor%20panjang%20di%20Kampus%20IPB%20Darmaga.pdf pada Senin, 9 September 2019
pukul 14.55

13
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Pola+jelajah+dan+pemanfaatan+habitat+orang
utan+%28Pongo+pygmaeus+wurmbii%29+di+Stasiun+Penelitian+Cabang+Panti%2C+Taman+Nasional+Gunu
ng+Palun&btnG= dikutip pada Senin, 9 September 2019 pukul 14.44
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Habitat adalah tempat organisme hidup yang secara umum istilah ini diartikan
sebagai tempat tinggal dari suatu organime. Ketersediaan habitat menunjuk kepada
aksesibilitas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan oleh organisme. Sedangkan
mikrohabitat merupakan bagian dari habitat yang lingkungannya paling cocok dengan
makhluk hidupnya. Sedangkan relung ekologi merupakan ruang secara fisik yang
ditempatinya oleh makhluk dengan peranan fungsional dalam komunitas serta
kedudukan makhluk tersebut dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
Apabila terdapat dua hewan atau lebih mempunyai relung (niche) yang sama
dalam satu habitat yang sama, maka akan terjadi persaingan yang ketat, masing-masing
jenis mempertinggi efisiensi cara hidup dan masing-masing akan menjadi lebih
spesialis yaitu relungnya menyempit.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, tentunya kami berharap pembaca dapat
memahami isi dari makalah ini. Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna karena sumber referensi terbatas. Dan kami berharap mendapat
saran dan masukan dari pembaca, demi memperbaiki dan melengkapi makalah ini agar
tidak terjadi kesalahfahaman mengenai apa yang telah kami jelaskan di dalam makalah
ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang Press
Saroyo, Sumarto dan Roni Koneri. 2016. Ekologi Hewan. Bandung: CV Patra Media Grafindo
L. Linko, Mekhrada. 2007. Pendugaan Populasi, Preferensi Habitat, Peneluran, dan Pola
Sebaran Maleo. Jurnal IPB
Indriyanto. 2012. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara
’Aini, Djamal Irwan Zoer. 2010. Prinsip Ekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Maknun, Djohar. 2017. Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem, Mewujudkan Kampus
Hijau, Asri, Islami, dan Ilmiah. Cirebon: Nurjati Press
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/44053/7/PKMAI%20pemanfaatan%2h
abitat%20oleh%20monyet%20ekor%20panjang%20di%20Kampus%20IPB%20Darmaga.pdf
pada Senin, 9 September 2019 pukul 14.55
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Pola+jelajah+dan+pemanfaata
n+habitat+orangutan+%28Pongo+pygmaeus+wurmbii%29+di+Stasiun+Penelitian+Cabang+
Panti%2C+Taman+Nasional+Gunung+Palun&btnG=dikutip pada Senin, 9 September 2019
pukul 14.44

18

Anda mungkin juga menyukai