Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

TENTANG
“KONSEP HABITAT DAN RELUNG BIOLOGI”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
INDAH JEFYSA 2130106023
PUTRI LAILA SASMITHA 2130106042
SEFNI MARLIZA 2130106052
VANNY ADRIANY 2130106059

DOSEN PENGAMPU:
DR. DWI RINI KURNIA FITRI, M.Si

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
BATUSANGKAR
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsep habitat dan relung
biologi.” Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah ekologi hewan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambahkan wawasan
tentang resensi bagipara pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Dwi Rini Kurnia Fitri. M, Si. selaku
dosen mata kuliah mikrobiologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

Batusangkar, 07 Maret 2024

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................ii


DAFTAR ISI ...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5
C. Tujuan................................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 6
A. Habitat Dan Mikro Habitat ............................................................................................. 6
B. Relung Ekologi Dan Asas Ekslusi ................................................................................... 8
C. Persaingan Dan Pemisahan Relung .............................................................................. 10
D. Ekivalen Ekologi ............................................................................................................. 11
E. Pergesaran Ciri ............................................................................................................... 12
F. Integrasi Ayat Al-Qur’an Dengan Materi .................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan...................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di alam yang di lingkungan sekitar kita dapat di temui berbagai jenis makhluk
hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Ditanah yang
lembab dan gembur sering di temukan berbagai jenis ikan, di rerumputan sering di temukan
belalang, di semak belukar sering ditemukan ular.
Masalah kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran.
(distribusi) spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah
habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjuk kan bagaimana corak
lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedang relung ekologinya menunjukkan
dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor-faktor abiotik
dan biotic lingkungannya itu. Secara sederhana habitat di artikan sebagai tempat hidup dari
makhluk hidup, atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk mudahnya, habitat seringkali
diibaratkan sebagai "alamat" dari populasi hewan, sedang relung ekologi dimisalkan
sebagai "profesi" di alamat itu.
Habitat adalah area yang memiliki sumber daya dan kondisi bagi organisme untuk
bertahan hidup dan bereproduksi. Sedangakan relung diartikan sebagai kedudukan
fungsional suatu populasi dalam habitatnya atau menunjukkan kedudukan pada parameter
multidimensi atau peran dalam ekosistemnya. Mikrohabitat adalah bagian dari habitat yang
merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling akrab berhubungan
dengan makhluk hidup. Sebagai contoh, kemampuan koeksistensi yang tidak sama pada
setiap serangga yang hidup bersama-sama menyebabkan pemisahan mikrohabitat serangga.
Relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme, respon psikologi,
dan tingkah laku spesifik. Relung merupakan kombinasi tempat organisme hidup (habitat),
cara organisme hidup (adaptasi), dan peranannya dalam komunitas. Berdasarkan proses
pembentukan relung ada tiga istilah yaitu, Respon Organisme Terhadap Persaingan Sumber
Daya Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson, Ekivalensi Ekologi (Ecological
Equivalents), dan Pemindahan Karakter (Character Displacement) (Purwati, 2023).

4
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah kali ini, yaitu:
1. Menjelaskan tentang habitat dan mikro habitat.
2. Menjelaskan relung ekologi dan asas eksklusi.
3. Menjelaskan persaingan dan pemisahan relung.
4. Menjelaskan ekivalen ekologi.
5. Menunjukkan pergesaran ciri.
6. Menunjukkan ayat al-qur’an/hadist terkait materi.

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah kali ini, yaitu:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang habitat dan mikro habitat.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang relung ekologi dan asas eksklusi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan persaingan dan pemisahan relung.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang ekivalen ekologi.
5. Mahasiswa mampu menunjukkan pergeseran ciri.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang integrasi ayat Al-Qur’an terkait dengan
materi.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Habitat Dan Mikro Habitat
Habitat ( bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup
merupakan unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan
reproduksi suatu spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk
hidup lainnya serta faktor- faktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi
secara kompleks membentuk satu kesatuan yang disebut habitat di atas. Organisme lainnya
antara lain individu lain dari spesies yang sama, atau populasi lainnya yang bisa terdiri dari
virus, bakteri, jamur, protozoa, tumbuhan, dan hewan lain. Faktor abiotik suatu habitat
meliputi makhluk/benda mati seperti air, tanah, udara, maupun faktor kimia fisik seperti
temperatur, kelembaban kualitas udara, serta aspek geometris bentuk lahan yang
memudahkan hewan untuk mencari makan, istirahat, bertelur, kawin, memelihara anak,
hidup bersosial, dan aktivitas lainnya.
Terdapat istilah lainnya yaitu mikrohabitat yang sering digunakan untuk
mendeskripsikan area geografis yang lebih kecil atau keperluan dalam skala kecil oleh
organisme atau populasi. Mikrohabitat sering juga diartikan sebagai habitat yang lebih kecil
atau bagian dari habitat besar. Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan
mikrohabitat bagi serangga yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon
yang tumbang tersebut. Lingkungan mikro merupakan segala sesuatu di sekitar organisme
baik faktor kimia fisik maupun organisme lainnya di dalam habitatnya. Lebih jauh, istilah
habitat juga digunakan untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan lingkungan
makhluk hidup, antara lain:
1. Seleksi habitat: proses atau perilaku individu organisme untuk memilih suatu habitat
yang ditempati untuk hidupnya.
2. Ketersediaan habitat: aksesibilitas dari area potensial suatu organisme untuk
menemukan lokasi yang sesuai bagi kelangsungan hidup dan reproduksi organisme.
3. Kerusakan habitat: hilangnya atau terdegradasinya area alami untuk hidup suatu
individu atau populasi suatu organisme.
4. Fragmentasi habitat: suatu perubahan habitat yang menghasilkan pemisahan secara
spasial area habitat dari sebelumnya yang merupakan satu kesatuan menjadi beberapa
area yang lebih sempit.
Selain habitat, istilah lainnya yang sering membingungkan ialah niche (relung
ekologi). Istilah ini sering diartikan sebagai kedudukan fungsional suatu populasi dalam
6
habitatnya atau menunjukkan kedudukan pada parameter multidimensi atau peran dalam
ekosistemnya. Sebagai contohnya relung ekologi termal untuk spesies yang memiliki
keterbatasan hidup pada suhu tertentu; atau kedudukan suatu spesies sesuai dengan rantai
makanan (piramida makanan). Karena tidak ada organisme yang hidup secara absolut pada
satu faktor tertentu, maka istilah rentang atau kisaran (range) lebih sering digunakan,
misalnya hewan spesies A hidup pada rentang suhu 10-25°C (Sumarto & Koneri, 2017).
Kehadiran atau eksistensi suatu populasi hewan pada suatu tempat, demikian juga
dengan penyebaran hewan itu di permukaan bumi selalu berkaitan dengan apa yang di sebut
dengan habitat dan relung ekologi. Habitat tidak sama dengan relung. Dalam hal ini kita
akan membahas mengenai relung pada hewan. Habitat dapat di defenisikan sebagai
lingkungan tempat hidup, tempat hidup, tempat tumbuh suatu hewan atau tempat dimana
suatu hewan atau populasi hewan dapat di peroleh. Dalam bentuk yang lebih sederhana,
disebut sebagai alamat, address, atau tempat tinggal Secara garis besar, dapat dikenal empat
macam habitat utama, yaitu: Habitat perairan tawar, habitat lautan, habitat perairan payau
(estuari) dan habitat daratan.
Mikrohabitat adalah seperangkat kondisi lokal atau lingkungan yang paling cocok
dan yang langsung berhubungan dengan hewan. Misalnya : Lubang Rodentia, sebatang
kayu membusuk dan lain-lain. Di suayu lantai hutan misalnya dapat di jumpai berjenis-
jenis Diplopoda yang menempati microhabitat tertentu. Pembagian habitat terutama
didasarkan pada segi waktu. Menurut waktu, yakni dari sudut pandang makhluk hidup,
suatu habitat terdapat : Konstan (panggah), yaitu kondisinya bersifat terus menerus dan
relative baik atau relative buruk Bersifat musiman , yakni kondisi habitat berganti secara
lebih kurang teratur baik dan buruk (layak dan tidak layak) Tidak menentu (tidak dapat
diperkirakan), yaitu perioda dengan kondisi baik lamanya bervariasi di selingi dengan
perioda dengan kondisi tidak baik lamanya juga bervariasi. Efemeral, yakni perioda
berkondisi baik yang berlangsung singkat, diikuti kemudian oleh perioda berkondisi tidak
baik yang berlangsung lama sekali (Purnami & Mirah, 2017).
Beberapa istilah seperti mikrohabitat dan makrohabitat penggunaannya tergantung
dan merujuk pada skala apa studi yang akan dilakukan terhadap satwa yang menjadi
pertanyaan. Makrohabitat dan mikrohabitat harus ditentukan untuk masing- masing studi
yang berkenaan dengan jenis spesifik. Makrohabitat merujuk pada ciri khas dengan skala
yang luas seperti zona asosiasi vegetasi yang biasanya disamakan dengan level pertama
seleksi habitat menurut Johnson. Mikrohabitat biasanya menunjukkan kondisi habitat
sesuai, yang merupakan faktor penting pada level 2-4 dalam hierarki Johnson. Oleh sebab
7
itu, merupakan hal yang tepat untuk menggunakan istilah mikrohabitat dan makrohabitat
dalam sebuah pandangan relatif, pada skala penerapan yang ditetapkan secara eksplisit.
Mikrohabitat sering juga diartikan sebagai habitat yang lebih kecil atau bagian dari
habitat besar. Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan mikrohabitat
bagi serangga yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon yang tumbang
tersebut. Lingkungan mikro merupakan segala sesuatu di sekitar organisme baik faktor
kimia fisik maupun organisme lainnya di dalam habitatnya. Populasi-populasi hewan yang
mendiami suatu habitat tertentu akan terkonsentrasi ditempat-tempat dengan kondisi yang
paling cocok bagi pemenuhan persyaratan hidupnya masing-masing. Mikrohabitat adalah
bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling
akrab berhubungan dengan makhluk hidup. Sebagai contoh, kemampuan koeksistensi yang
tidak sama pada setiap serangga yang hidup bersama-sama menyebabkan pemisahan
mikrohabitat serangga. Batas antara mikrohabitat yang satu dengan lainnya acapkali tidak
nyata.
Namun demikian, mikrohabitat memegang peranan penting dalam menentukan
keanekaragaman jenis yang mempengaruhi habitat itu. Contoh makrohabitat dan
mikrohabitat adalah organisme penghancur (pembusuk) daun hanya hidup pada lingkungan
sel-sel daun lapisan atas fotosintesis. Spesies organisme penghancur lainnya hidup pada
sel-sel daun bawah pada lembar daun yang sama hingga mereka hidup bebas tidak saling
mengganggu. Lingkungan sel-sel dalam selembar daun di atas disebut mikrohabitat
sedangkan keseluruhan daun dalam lingkungan makro disebut makrohabitat (Purwati,
2023).

B. Relung Ekologi Dan Asas Ekslusi


Pengertian relung ekologi hewan baik pada tingkatan individu maupun populasi
adalah suatu status fungsional hewan dalam habitat yang di tempatnya sehubungan dengan
adaptasi fisiologis, struktural dan pola perilakunya. Hutchinson (1957) telah
mengembangkan konsep relung lebih lanjut dan memperkenalkan konsep relung ekologi
multidimensi (dimensi- n). Setiap kisaran kondisi faktor lingkungan ataupun kisaran
macam sumberdaya dan memanfaatkan hewan merupakan satu dimensi. Selanjutnya
Hutchinson membedakan pengertian relung ekologi atas: Relung fundamental menunjukan
potensi secara utuh, yang hanya teramati dalam laboratorium dengan kondisi terkendali
(yang diamati hanya satu faktor, tanpa ada pesaing atau predator) dan relung terealisasikan
menunjukkan potensi dalam spektrum yang lebih sempit dari relung fundamental, karena
8
merupakan potensi yang benar-benar terwujudkan di alam dengan kehadiran organisme-
organisme lain, seperti pesaing-pesaing ataupun predator-predator hewan itu.
Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson, adanya tumpang tindih dalam satu
atau beberapa dimensi relung (sumber daya) di antara dua spesies yang berkoeksistensi
dalam habitat yang sama akan menimbulkan interaksi persaingan yang sangat tinggi. Tidak
ada dua spesies yang bentuk adaptasinya (fisiologi, struktural, dan perilaku) yang identik
satu dengan lainnya, sehingga spesies yang memperlihatkan adaptasi yang lebih baik dan
agresif akan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan mampu bertahan hidup.
Sedangkan spesies yang kalah bersaing akan mencari tempat lain yang menyediakan
sumber daya yang dibutuhkannya atau mengalami kepunahan. Terdapat dua respon
organisme dalam menghadapi persaingan interspesifik ini yaitu:
1. Eksklusi persaingan (Competitive Exclusion): satu spesies akan memanfaatkan sumber
daya dengan lebih efektif sehingga spesies lain akan punah.
2. Pemisahan sumber daya (Resource Partitioning): setiap spesies akan hidup dalam
habitat yang sama tetapi tetapi terjadi pembagian sumber daya (pemisahan relung/niche
separation).
Asas Eksklusi Persaingan (Competitive Exclusion). Pada 1930-an, Georgy Gause
melakukan serangkaian studi empiris tentang dinamika populasi paramecia dalam
kompetisi atau pemangsaan untuk menguji prediksi persamaan diferensial. Pada bukunya
tahun 1934, Gause menyatakan bahwa dua spesies yang menempati relung yang sama
dalam lingkungan yang homogen tidak bisa hidup berdampingan. saat mereka bersaing
untuk mendapatkan sumber daya yang sama, artinya satu spesies satu relung (Indryanto,
2006).

Gambar 2.1 Persaingan 2 spesies berdasarkan konsep eksklusi persaingan

9
C. Persaingan Dan Pemisahan Relung
Di alam atau di lingkungan sekitar, dapat ditemui berbagai jenis makhluk hidup
berupa hewan, tumbuhan dan mikroorganisme. Didalam tanah yang lembab dan gembur,
sering ditemukan cacing tanah, diperairan sungai sering di temukan berbagai jenis ikan, di
rerumputan sering ditemukan belalang, di semak belukar sering ditemukan ular. Hewan-
hewan tersebut sering ditemukan di tempat tertentu, bukan disembarang tempat.
Kehadiran suatu populasi di dalam suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies
hewan tersebut dimuka bumi, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologi.
Habitat secara umum merupakan corak lingkungan yang ditempati populasi hewan,
sedangkan relung ekologi menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan
terhadap faktor biotic dan abiotic di lingkungan tersebut. Habitat dapat dianggap sebagai
"alamat" dari populasi hewan, sedangkan relung ekologi ialah "profesi" di alamat tersebut
(Dharmawan, 2004).
Kanguru, hanya ditemukan di Australia. Hal ini disebabkan oleh faktor- faktor yang
mempengaruhi pendistibusiannya. Faktor tersebut ialah faktor biotic atau faktor-faktor
hidup (semua organisme yang merupakan bagian dari lingkungan suatu individu), dan
faktor abiotik atau faktor-faktor tak hidup (semua faktor kimiawi dan fisik, misalnya suhu,
cahaya, air dan nutrient) yang mempengaruhi distribusi dan kelimpahan organisme
(Champbell, 2010).

Gambar 2.2 Sebaran dan kelimpahan kangguru merah di Australia berdasarkan survey
udara

Gambar tersebut menunjukkan tentang pengaruh dari faktor abiotik terhadap


distribusi suatu spesies, misalnya kanguru merah yang melimpah di bagian dalam benua

10
Australia dengan curah hujan relative jarang dan bervariasi.. Sebagian besar kanguru merah
tidak ditemukan di tepi benua Australia, dengan iklim bervariasi dari lembab ke basah.
Distribusi ini dapat menunjukkan bahwa suatu faktor abiotik (jumlah dan variabilitas curah
hujan) secara langsung menentukan letak kanguru merah hidup. Akan tetapi, iklim dapat
pula. mempengaruhi populasi kanguru merah secara tidak langsung melalui faktor- faktor
biotic seperti pathogen, parasit, predator, competitor, dan kesediaan. Makanan (Champbell,
2010).
Kepadatan populasi merupakan suatu ciri kuantitatif ekosistem, aspek kualitatifnya
adalah penyebaran (dispersal) individu-individu dalam ruang yang tersedia (seperti
kanguru tersebut). Ahli-ahli ekologi telah menunjukkan bahwa tidak ada dua spesies yang
bisa menempati relung yang sama dalam waktu yang terlalu lama akibat kompetisi diantara
keduanya. Pernyataan tersebut merupakan aturan Niche. Pada tahun 1930-an, serangkaian
percobaan rumit dengan Paramecium sp. yang dilakukan oleh G. F. Gause
mengembangkan aturan itu dengan menunjukkan bahwa dalam berkompetisi demi sumber
daya yang langka, satu spesies cenderung menyingkirkan spesies yang bersaing dengannya.
Adanya interaksi antar dua spesies atau lebih yang memiliki reling ekologi sangat
mirip, dapat menyebabkan spesies-spesies tersebut tidak berkoeksistensi (dua spesies
hewan atau lebih yang hidup bersama dalam satu habitat) secara terus menerus. Menurut
asas koeksistensi, beberapa spesies dapat hidup lebih lama dalam habitat yang sama ialah
spesies yang memiliki relung ekologi berbeda-beda. Pentingnya perbedaan-perbedaan
diantara berbagai spesies dikemukakan oleh Darwin, yang menyatakan bahwa semakin
besar perbedaan- perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu
tempat, semakin besar pula jumlah spesies yag dapat hidup ditempat tersebut. Pernyataan
tersebut dikenal sebagai "asas divergensi” (Dharmawan, 2004).
Prinsip ekslusi kompetitif, atau prinsip Gause, telah dikonfirmasi berulang kali
dalam berbagai percobaan laboratorium. Prinsip itu menekankan peranan. kompetisi dalam
hal menentukan kesintasan spesies dalam suatu ekosistem. Akan tetapi, pada tahun 1980-
an, ahli-ahli ekologi menyadari adanya kemungkinan spesies menempati relung yang sama
dan sama-sama sintas di alam. Untuk saat ini, diyakini bahwa eksklusi kompetitif memang
berlaku, tetapi masih terus dievaluasi (Fried & Hademenos, 2006).

D. Ekivalen Ekologi
Jika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan diberbagai tempat
sering ditemukan spesies-spesies hewan serupa yang hidup didaerah geografi yang
11
berbeda. Kita dapat menemukan cacing tanah dimana saja, misalnya di Indonesia, di
Amerika, di Eropa, dan ditempat lainnya. Cacing-cacing tanah tersebut secara morfologi
mempunyai bentuk yang sama, namun sebenarnya mereka berbeda spesies. Cacing tanah
di Jawa (Pheretina javanica) serupa dengan cacing tanah di Amerika (Lumbricus terestis).
Kedua jenis cacing tersebut menempati tempat yang lembab dengan relung ekologi yang
serupa. Jenis-jenis hewan yang menempati relung ekologi yang sama (ekivalen) dalam
habitat yang serupa didaerah zoogeografi yang berbeda disebut ekivalen-ekivalen ekologi.
Biasanya kekerabatan taksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat dekat,
namun tidak selalu demikian. Contoh lain dari hewan yang ekivalen- ekivalen ekologi
antara lain, ular Chrysopelea, Boiga dan Trimeresurus yang hidup disemak-semak dan
pohon hutan daerah Orientalia adalah ular Boiga dan Chondrophytondi daerah Australo-
papua, Boiga, Thresopx dan Atheris di daerah Etiopia, Elaphe dan Ophiondrys didaerah
Neratika, seta ular Boa dan Trimenesurus di daerah Neotropaka.
Untuk mengingatkan kembali tentang pembagian daerah geografi berdasarkan jenis
atau komonitas hewannya. Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi dapat dikenali dari
kemiripan-kemiripan yang diperlihatkan hewan-hewan tersebut dalam hal adaptasi-
adaptasi morfologis serta pola perilakunya. Sebabya ialah karena berbagai adaptasi itu
adalah tiada lain dari pada perangkat modal kemampuan hewan untuk memanfaatkan
sumberdaya-sumberdaya didalam lingkungannya atau habitatnya (Dharmawan, 2004).

E. Pergesaran Ciri
Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat, satu marga atau genus: misalnya,
dapat ditemukan pada habitat atau daerah penyebaran yang sama (simpantrik) atau
ditemukan pada habitat atau daerah penyebaran yang berbeda (alopatrik). Jika spesies-
spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik) ditemukan dalam keadaan simpantrik,
seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang semakin mencolok perbedaannya
diantara spesies-spesies itu atau dikatakan mengalami evolosi devergen. Sebaliknya, dalam
keadaan alopatrik seleksi alam akan menghasilakan evolusi konvergen sehingga perbedaan
ciri-ciri itu makin kabur. Fenomena tersebut diatas dikenal sebagai pergeseran ciri.
Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan dalam
keadaan simpantrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi spesies- spesies yang
bersangkutan. Pertama, karena ciri (adaptasi morfologis, misalnya) yang nyata bedanya
akan menyebabkan pemisahan relung ekologi. Dengan. demikian maka kemungkinan
terjadinya interaksi berupa persaingan, apabila spesies iu berkohabitasi., akan tereduksi.
12
Kedua, berbedanya cirri morfologi yang menghsilkan berbedanya pola perilaku, misalnya
perilaku berbiak, akan menjamin terjadinya pemisahan genetic diantara spesies-spesies
yang berkerabat itu bila berkohabitasi, atau menghindari terjadinya inbreeding yang tidak
menguntungkan.
Salah satu contoh fenomena pergeseran ciri adalah yang terjadi pada dua spesies
burung dari genus Sitia, yakni Sitia tephronota dan Sitia neumayer, Sitia neumayer, yang
penyebarannya maliputi beberapa negara di daerah asia kecil (Turki, Yunani, Azerbaizan,
Iran, Afganistan, Pakistan, dll). Dalam keadaan alopatrik penampilannya sangat mirip satu
dengan yang lainnya, sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan. Sebaliknya dalam
keadaan simpantrik mudah sekali mengenali bagian kepala (di atas mata). Perbedaan
panjang paruh menunjukkan kemungkinan perbedaan jenis dan ukuran makanan, sehingga
mengurangi peluang persaingan. Perbedaan pita gelap di kepala mempunyai peranan
penting dalam pengenalan sesama jenisnya secara visual. Hal ini akan mengurangi
terjadinya hibridisasi alami diantara kedua spesies yang akan menghasilkan keturunan steril
atau akan mengalami perkawinan mati bujang (Dharmawan, 2004).

F. Integrasi Ayat Al-Qur’an Dengan Materi


Q.S Al-An’Am ayat 38

Artinya:
“Dan tidak ada binatang melata di bumi, dan tidak ada burung yang terbang dengan kedua
sayapnya, melainkan umat (manusia dan jin) itu adalah kaum yang serupa dengan kamu.
Kami tidak mengabaikan sesuatu pun dari buku (Lauh Mahfuzh), kemudian mereka (umat)
akan dikumpulkan kepada Tuhannya.” (QS. Al-An'am 6: 38)

Ayat ini menjelaskan keberagaman makhluk hidup dan adaptasi mereka terhadap
berbagai habitat dan relung biologis yang berbeda.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang di dapatkan pada materi hubungan hewan dengan
lingkunganya dan faktor pembatas yaitu sebagai berikut:
1. Habitat adalah lingkungan fisik di mana suatu organisme hidup, termasuk faktor-faktor
biotik dan abiotik seperti udara, air, tanah, cahaya matahari, tumbuhan, dan hewan
lainnya. Habitat memberikan sumber daya yang diperlukan oleh organisme untuk
bertahan hidup, seperti makanan, air, tempat berlindung, dan pasangan untuk
berkembang biak.
2. Relung biologi, di sisi lain, merujuk pada peran atau fungsi spesifik yang dijalankan
oleh satu spesies dalam suatu ekosistem. Misalnya, spesies tertentu dapat berperan
sebagai pemakan tumbuhan, hewan pemangsa, pemencar biji, atau pengurai bahan
organik. Konsep habitat dan relung biologi adalah bahwa habitat merupakan
lingkungan fisik di mana organisme hidup, sementara relung biologi mengacu pada
peran spesifik yang dimainkan oleh organisme dalam ekosistem tersebut. Kedua konsep
ini saling terkait karena hubungan antara organisme dan lingkungan fisiknya sangat
mempengaruhi peran dan fungsi organisme tersebut dalam ekosistem tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA
Champbell, N. . (2010). Biologi Edisi Ke-8 Jilid 3. Erlangga.
Dharmawan, A. (2004). Ekologi Hewan. Jurusan Biologi FMIPA UM.
Fried, G. ., & Hademenos, G. . (2006). Schaum’s Outlines Biology Edisi Ke-2. Erlangga.
Indryanto. (2006). Ekologi Hutan. Bumi Aksara.
Purnami, & Mirah, G. A. A. (2017). Ekologi : Habitat dan Relung Ekologi. Habitat, 1, 7.
Purwati, S. (2023). Ekologi Hewan. Media Nusa Kreatif.
Sumarto, S., & Koneri, R. (2017). Ekologi Hewan. Book Section, 19.

15

Anda mungkin juga menyukai