Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EKOLOGI

“SPESIES DAN INDIVIDU”

Disusun oleh:
Kelompok : 1 (Satu)
Nama kelompok : 1. Juliana Puspita Sari (A1D021001)
2. Gustiza Enggarni Q. (A1D021002)
3. Aqilul Hidayat Al-Badar (A1D021003)
4. Nyoman Ayu Niken Pertiwi (A1D021017)
5. Tessa Anugrah (A1D021018)
6. Getteri Hulandari (A1D021020)
7. Susan Krisdianty Simanjuntak (A1D021026)
8. Aila Khaira (A1D021027)
Kelas : 5A
Dosen Pengampu : Dra. Kasrina, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dari mata kuliah
Ekologi, yaitu membuat makalah mengenai konsep spesies dan individu, habitat
dan relung ekologis, karakter sympatrik dan allopatrik, seleksi alam dan buatan,
serta jam biologi dan perilaku sosial. Adapun tujuan pembuatan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Ekologi dan dapat menambah
wawasan bagi setiap yang membaca.
Kami selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Kasrina selaku
dosen mata kuliah Ekologi, yang telah memberikan tugas ini dan telah
membimbing kami selama pembelajaran mata kuliah Ekologi ini. Kami juga
berterima kasih kepada teman-teman yang telah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini dan juga kepada Orang Tua dan Keluarga yang turut
memberi dukungan dan semangat sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan baik.
Penulis minta maaf apabila masih banyak kekurangan yang terdapat pada
penulisan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan dan masih memerlukan perbaikan. Penulis menerima segala
saran dan kritik yang bersifat positif dan membangun guna memperbaiki makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi setiap
pembacanya.

Bengkulu, 22 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


2.1 Definisi Konsep Spesies dan Individu................................................... 3
2.2 Konsep Habitat dan Relung Ekologi ..................................................... 5
2.3 Karakter Sympatrik dan Allopatrik ....................................................... 7
2.4 Seleksi Alam dan Buatan ...................................................................... 11
2.5 Jam Biologi............................................................................................ 12
2.6 Perilaku Sosial ....................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 17
3.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Ekologi umumnya mempertimbangkan untuk meningkatkan kekayaan


spesies ekosistem produktivitas, stabilitas, dan ketahanan. Hasil dari lapangan
jangka panjang experimen menunjukkan bahwa meskipun kekayaan spesies
dan hasil persaingan antarspesies dapat menyebabkan fluktuasi spesies
individu populasi, keragaman cenderung meningkatkan stabilitas produktif
ekosistem secara keseluruhan. Perubahan dalam produksi biomassa oleh
beberapa spesies yang terkait dengan perubahan berbeda dalam produksi
biomassa spesies lain. Dengan kata lain, sejumlah besar spesies bertindak
sebagai penyangga terhadap produktivitas pengurangan dalam setiap satu
spesies.

Beberapa komponen keanekaragaman spesies menentukan efek dalam


ekosistem yang sebenarnya. Ini termasuk jumlah spesies, mereka kelimpahan
relatif, spesies tertentu sekarang, interaksi di antara spesies, dan variasi spasial
dan temporal. Saat ini pengetahuan tentang konsekuensi dari keanekaragaman
hayati kerugian dalam ekosistem sebenarnya terbatas, terutama ketika
mempertimbangkan besar perubahan ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Kepunahan spesies adalah contoh paling konkret hilangnya keanekaragaman
hayati. Suatu spesies menjadi punah bila anggota terakhir mati. Sebuah spesies
menjadi punah di alam liar saat satu satunya milik individu-individu hidup
spesies yang dipelihara dalam lingkungan yang tidak alami, seperti kebun
binatang.

Teori ekologi menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berkontribusi


pada kerentanan spesies tertentu. Spesies yang paling rentan terhadap
kepunahan meliputi organisme besar; spesies tinggi makanan; spesies dengan
rentang populasi kecil atau populasi ukuran; spesies yang telah berevolusi
dalam isolasi; spesies dengan sedikit pengalaman gangguan; spesies dengan
penyebaran miskin atau penjajahan kemampuan; migrasi spesies, dan spesies
bersarang atau mereproduksi dalam koloni. Melalui penjelasan dan analisis

1
yang cermat terhadap spesies dan individu, hal tersebutlah yang
melatarbelakani kami dalam membuat makalah ini, yaitu untuk dapat
mengetahui konsep spesies dan individu, habitat dan relung ekologis, karakter
sympatrik dan allopatrik, seleksi alam dan buatan, serta jam biologi dan
perilaku sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :


1. Bagaimana defenisi dari konsep spesies dan individu?
2. Bagaimana habitat dan relung ekologis pada konsep spesies dan individu?
3. Bagaimana pembentukan spesies allopatric dan sympatric?
4. Bagaimana defenisi dari seleksi alam dan buatan?
5. Bagaimana defenisi dari jam biologi (biological clock) dan pola dasar
tingkah laku (basic behavioral patterns)?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :


1. Untuk mengetahui defenisi dari konsep spesies dan individu?
2. Untuk mengetahui habitat dan relung ekologis pada konsep spesies dan
individu?
3. Untuk mengetahui pembentukan spesies allopatric dan sympatric?
4. Untuk mengetahui defenisi dari seleksi alam dan buatan?
5. Untuk mengetahui defenisi dari jam biologi (biological clock) dan pola
dasar tingkah laku (basic behavioral patterns)?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Spesies dan Individu


2.1.1 Definisi Konsep Spesies dan Individu
Konsep spesies adalah cara ilmiah untuk mengelompokkan organisme
berdasarkan kemiripan genetik dan kemampuan mereka untuk saling
berkawin dan menghasilkan keturunan yang subur. Spesies adalah
kelompok organisme yang dianggap memiliki kesamaan tersebut dan
merupakan unit dasar dalam klasifikasi biologis. Sedangkan individu
merujuk pada entitas hidup yang tunggal dalam dunia biologi. Setiap
individu adalah organisme yang unik, dengan karakteristik, sifat, dan
genetika khasnya sendiri. Individu bisa berupa manusia, hewan, tumbuhan,
atau organisme lainnya. Mereka merupakan bagian dari suatu spesies dan
memainkan peran dalam perkembangan, reproduksi, dan kelangsungan
hidup spesies tersebut.
Djohar Maknun (2017) mengemukakan ada beberapa konsep spesies
yang berbeda berdasarkan kriteria yang digunakan untuk mendefinisinya.
Beberapa jenis spesies yang umum termasuk :
a. Spesies Biologis: Ini adalah konsep spesies yang paling umum.
Spesies biologis didefinisikan sebagai kelompok organisme yang
dapat saling berkawin dan menghasilkan keturunan yang subur
secara alami. Dalam pandangan ini, kesamaan genetik dan
kemampuan reproduksi menjadi faktor utama.
b. Spesies Morfologis: Konsep ini berdasarkan karakteristik fisik atau
morfologi organisme. Jika organisme memiliki ciri-ciri morfologis
yang serupa, mereka dianggap sebagai bagian dari spesies yang
sama. Namun, ini bisa menjadi subjektif jika organisme memiliki
variasi morfologi yang besar.
c. Spesies Filogenetik: Konsep ini menekankan hubungan evolusi
antara organisme. Spesies dianggap sebagai cabang dalam pohon
evolusi dengan garis keturunan bersama dan garis keturunan yang

3
berbeda dari spesies lain. Ini berfokus pada sejarah evolusi
organisme.
d. Spesies Ekologis: Konsep ini mempertimbangkan peran organisme
dalam ekosistem. Organisme yang mengisi peran ekologis yang
serupa dalam suatu lingkungan dianggap sebagai bagian dari
spesies yang sama. Ini berfokus pada hubungan organisme dengan
lingkungannya.
e. Spesies Kladistik: Konsep ini berdasarkan analisis hubungan
filogenetik dalam kladogram, dimana diagram yang menunjukkan
hubungan evolusi antara organisme. Spesies dianggap sebagai
kelompok yang membentuk cabang dalam kladogram, dengan
semua keturunan bersama dari leluhur mereka.

Spesies memainkan peran penting dalam ekologi. Berikut adalah


beberapa peran utama spesies dalam bidang ekologi tersebut:

 Peran dalam Rantai Makanan: Spesies memiliki tempat mereka


sendiri dalam rantai makanan dan jaring-jaring makanan di
ekosistem. Mereka berfungsi sebagai produsen, konsumen, atau
dekomposer, dan interaksi makanan ini adalah dasar ekosistem.
 Pengendali Populasi: Beberapa spesies memiliki peran dalam
mengendalikan populasi organisme lain. Misalnya, predator
membatasi populasi mangsanya, yang mempengaruhi
keseimbangan ekosistem.
 Polinator: Banyak spesies hewan dan tumbuhan berperan sebagai
penyerbuk (polinator), membantu dalam penyerbukan bunga dan
penyebaran biji tanaman. Ini penting dalam ekosistem dan
pertanian.
 Peran dalam Siklus Nutrien: Spesies juga terlibat dalam peredaran
nutrien di ekosistem. Beberapa organisme membantu menguraikan
materi organik menjadi nutrien yang dapat digunakan oleh
organisme lain.

4
2.1.2 KONSEP HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI (NICHE)

Habitat organisme ialah tempat dimana organisme hidup atau tempat


dimana manusia dapat menemukan organisme tersebut. Relung ekologi
(ecological niche) sebaliknya merupakan terminologi yang lebih inklusif, yang
tidak hanya meliputi ruang atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga
peranannya dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang (trofik)
makanan dan posisinya pada gradien lingkungan : temperatur, kelembaban, pH,
tanah, dan kondisi lain yang ada. Tiga aspek relung ekologi, antara lain :

1. Relung habitat ( spatial nich, habitat niche )


2. Relung jenjang makanan ( trofik niche )
3. Relung multidimensional ( multidimensional niche, hypervolume niche )
Relung ekologi suatu organisme tidak hanya tergantung dimana
organisme tedi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme
(bagaimana organisme mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah
lingkungan fisik maupun biologi) dan bagaimana organisme dihambat oleh
spesies lain. Analoginya : habitat organisme = alamat relung organisme =
profesi (jabatan).

Habitat dapat juga berarti temat hidup komunitas. Dalam hal ini habitat
meliputi hanya lingkungan abiotik. Tetapi dapat juga habitat melibatkan
lingkungan biotik maupun abiotik, misalnya habitat tanaman Trillium adalah di
tempat lembab dan teduh pada hutan hujan.
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan
Inggris, dengan pengertian “status fungsional suatu organisme dalam komunitas
tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui
kegiatannya, terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan
metabolisme dan tumbuhnya, pengaruh terhadap organisme lain bila
berdampingan atau bersentuhan, dan sampai seberapa jauh organisme yang
kita selidiki itu mempengaruhi atau mampu mengubah berbagai proses dalam
ekosistem.
Relung (niche) adalah posisi atau status suatu organisme dalam suatu
komunitas dan ekosistem tertentu, yang merupakan akibat adaptasi struktural,

5
tanggap fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung suatu
organisme bukan hanya ditentukan oleh tempat organisme itu hidup, tetapi juga
oleh berbagai fungsi yang dimilikinya. Dapat dikatakan, bahwa secara
biologis, relung adalah profesi atau cara hidup organisme dalam lingkungan
hidupnya.
Pengetahuan tentang relung suatu organisme sangat perlu sebagai landasan
untuk memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat
utama. Untuk dapat membedakan relung suatu organisme, maka perlu diketahui
tentang kepadatan populasi, metabolisme secara kolektif, pengaruh faktor abiotik
terhadap organisme, pengaruh organisme yang satu terhadap yang lainnya.
Banyak organisme khususnya hewan, mempunyai tahap - tahap
perkembangan hidup yang nyata, secara beruntun menduduki relung yang
berbeda. Umpamanya jentik - jentik nyamuk hidup dalam habitat perairan
dangkal, sedangkan yang sudah dewasa menempati habitat dan relung yang
samasekali berbeda. Relung atau niche burung adalah pemakan buah atau
biji, pemakan ulat atau semut, pemakan ikan atau kodok. Niche ada yang
bersifat umum dan spesifik. Misalnya ayam termasuk mempunyai niche yang
umum karena dapat memakan cacing, padi, daging, ikan, rumput dan lainnya.
Ayam merupakan polifag, yang berarti makan banyak jenis. Makan beberapa
jenis disebut oligofag, hanya makan satu jenis disebut monofag seperti wereng,
hanya makan padi.
Apabila terdapat dua hewan atau lebih mempunyai niche yang sama
dalam satu habitat yang sama maka akan terjadi persaingan. Dalam persaingan
yang ketat, masing - masing jenis mempertinggi efisiensi cara hidup, dan masing-
masing akan menjadi lebih spesialis yaitu relungnya menyempit. Akan tetapi bila
populasi semakin meningkat, maka persaingan antar individu di dalam jenis
tersebut akan terjadi pula. Dalam persaingan ini individu yang lemah akan
terdesak ke bagian niche yang marginal. Sebagai efeknya ialah melebarnya
relung, dan jenis tersebut akan menjadi lebih generalis. Ini berarti jenis tersebut
semakin lemah atau kuat. Makin spesialis suatu jenis semakin rentan makhluk
tersebut. Konsep relung ( nich ) merupakan konsep baru. Marilah kita tinjau
analogi di atas : “ jika kita ingin berkenalan dengan seseorang, mula-mula kita

6
harus tahu alamatnya, kemudian untuk mengenal lebih jauh kita juga harus tahu
tentang kedudukan, minat, teman, peranannya dalam lingkungan.
Demikian juga dengan organisme, mengenal habitatnya baru permulaan
perkenalan. Untuk menentukan status organisme dalam lingkungan alamiahnya
kita harus tahu aktivitas, makanan, sumber energi, metabolisme, pertumbuhan,
dan pengaruhnya terhadap organisme sekitar serta kemampuanya
mempengaruhi lingkungan hidupnya. Ukuran morfologi alat tubuh dapat dipakai
sebagai indeks dalam mempebandingkan relung dari tanaman dan hewan.
Dalam penelitiannya, Van Valen mendapatkan bahwa panjang dan
lebar paruh burung berkaitan erat dengan jenis makanannya dan ini
menggambarkan indeks lebar relung (nich width). Variasi koefisien dari lebar
paruh ternyata dipengaruhi oleh luasnya relung (variasi habitat yang ditempati
dan variasi makanan). Dalam spesies yang sama, kompetisi akan sangat
berkurang apabila tingkat-tingkat pekembangan mempunyai rlung yang berbeda-
beda misalnya berburu makan tanaman (herbivora) sedang katak dewasa
insektivora. Perbedaan relung dapat juga terjadi antara seks jantan dan betina,
misalnya burung pelatuk ( Dendrocopus ) jantan dan betina paruhnya tidak
sama besar, menunjukan bahwa kebiasan makan yang berbeda, jadi relung
berbeda. Pada relung dan banyaknya insekta, ukuran tubuh jantan dan betina
berbeda, dimanan jantan lebih besar daripada yang betina karena itu relung juga
berbeda.

2.1.3 Karakter Sympatrik dan Allopatrik


Spesies yang terdapat pada daerah geografi yang tidak sama atau terpisah
oleh barier disebut allopatric, sedangkan spesies yang terdapat pada daerah yang
sama (tetapi relung tidak sama) disebut sympatric. Perbedaan pada spesies yang
berkerabatan dekat sering bertambah jelas (yaitu divergen) pada populasi yang
sympatric dan perbedaan berkurang (yaitu convergen) pada populasi yang
allopatric. Proses evaluasi yang demikian dikenal sebagai perubahan sifat
(character displacement). Proses evolusi yang dipengaruhi oleh isolasi
dikarenakan adanya perubahan geografi yang membuat habitat menjadi berubah
pula, ini mengakibatkan terbentuknya spesiasi, yaitu munculnya spesies baru

7
(Brumfield, 2010), hal ini juga terjadi dikarenakan adanya mekanisme aliran gen
yang terinterupsi antara dua populasi pada satu spesies (Ridley, 2004).
Subpopulasi yang diakibatkan oleh spesiasi alopatrik, yaitu spesiasi yang terjadi
karena adanya aliran gen (gen flow) terinterupsi ketika satu populasi terpisah
secara geografis, sehingga subpopulasi tersebut menjadi terisolasi.

Representasi skematik dari spesiasi alopatrik A. Pembagian pada populasi yang


terisolasi secara geografis, B. Seleksi divergen, C. Isolasi reproduksi ketika
spesies melakukan kontak/ hubungan kedua.

Berdasarkan ispesiasi alopatrik adalah proses pembentukan spesies baru


karena pemisahan dua populasi yang disebabkan oleh barier geografis, diarahkan
oleh seleksi divergen dan pada akhirnya spesies akan mengalami isolasi
reproduksi ketika spesies tersebut melakukan hubungan atau kontak lagi. Barier
geografis memungkinkan populasi tersebut terpengaruh faktor lingkungan seperti
makanan. Jika keadaan berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabakan
terjadinya isolasi instrinsik yang mengarah pada isolasi reproduksi yang
menghalangi percampuran gen yang mengarah terbentuknya spesies baru.
Contohnya, kumbang kayu di dacrah manado dan sangihe.

Gambar 2. Kumbang kayu

8
Contoh dari spesiasi alopatrik adalah Burung Finch yang ada di kepulauan
Galapagos (Lack, 1947, Grant 1986). Sekitar 3 juta tahun yang lalu sekelompok
kecil burung dari Amerika Selatan atau Tengah mendiami salah satu pulau.
Setelah populasi tersebut mengalami perkembangbiakan sehingga menghasilkan
anak yang sangat banyak, burung-burung tersebut menyebar dan mendiami pulau-
pulau lainnya. Karena kondisi ekologi bervariasi antar pulau, maka populasi yang
mengalami isolasi genetik mengalami diferensiasi. Tahap selanjutnya adalah
terjadinya kontak sekunder atau hubungan kedua, melalui penyebaran, antara
populasi yang berbeda. Jika burung dari dua populasi tidak melakukan
perkawinan, atau jika keturunan yang dihasilkan steril, maka spesiasi yang terjadi
adalah alopatri. Jika populasi hanya sebagian terisolasi, sehingga beberapa spesies
melakukan perkawinan silang dan menghasilkan keturunan yang fertil, maka
peristiwa ini tidak begitu jelas.

Gambar 2. Evolusi burung finch

Spesiasi simpatrik merupakan proses tebentuknya spesies baru akibat


adanya dua populasi spesies yang berbeda yang menghuni habitat yang sama dan
pada akhirnya spesies tersebut akan mengalami diferensiasi dan pemisahan
genetik yang menghasilkan isolasi reproduksi. Spesiasi akan bersifat simpatrik
jika suatu penghalang biologis untuk interbreeding muncul di dalam populasi
panmiktik, tanpa segregasi spesial permulaan, model spesiasi simpatrik meliputi
gradual dan spontan.

9
Representasi skematik spesiasi sympatric A. Penyimpangan kecil yang
mengarahkan pada beberapa tingkat pemisahan genetik dalam populasi
tunggal; B. Diferensiasi dan pemisahan genetik yang menghasilkan isolasi
reproduksi.

Salah satu jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang dua


spesies yang berkerabat, menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah umum
terjadi pada hewan karena hewan hibrid bisanya mandul. Sebaliknya, perkawinan
silang umumnya terjadi pada tanaman, karena tanaman sering menggandakan
jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini mengijinkan kromosom dari tiap
spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis.

Salah satu contoh kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman Arabidopsis
thaliana dan Arabidopsis arenosa berkawin silang, menghasilkan spesies baru
Arabidopsis suecica. Hal ini terjadi sekitar 20.000 tahun yang lalu, dan proses
spesiasi ini telah diulang dalam laboratorium, mengijinkan kajian mekanisme
genetika yang terlibat dalam proses ini. Sebenarnya, penggandaan kromosom
dalam spesies merupakan sebab utama isolasi reproduksi, karena setengah dari
kromosom yang berganda akan tidak sepadan ketika berkawin dengan organisme
yang kromosomnya tidak berganda.

Gambar 2. Tanaman Arabidopsis thaliana dan Arabidopsis arenosa berkawin


silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica

10
2.1.4 Seleksi alam dan buatan
Seleksi alam adalah spesies unit biologi alamiah yang mempunyai gene pool
yang sama atau spesies merupakan suatu system genetik yang tertutup. Spesies
atau pembentukan spesies dan perkembangan macam spesies dapat terjadi apabila
aliran gen dalam geen pool terhalang oleh suatu mekanisme isolasi. Jika isolasi
terjadi karena pemisahan secara geografi, populasi turunan dari nenek moyang
yang sama akan menghasilkan spesies baru yang allopatik (allopatric speciation).

Jika spesies terjadi karena halangan ekologi atau melalui faktor genetik pada
daerah yang sama, maka akan dapat menghasilkan spesies baru yang simpatrik
(sympatric speciation). Mekanisme timbulnya spesies baru terutama disebabkan
adanya spesies allopatrik, yaitu jika dua kelompok populasi dari satu spesies yang
dapat interbreeding kemudian terpisah karena adanya gunung api atau pulau,
sehingga kedua kelompok tidak dapat interbreeding dank arena adanya adaptasi,
lama-lama keduanya akan menjadi dua spesies baru.

Menurut Widiarti, A. (2019) seleksi alam adalah alam menyeleksi atau


memilih individu-individu yang memiliki sifat-sifat sesuai dan melenyapkan
individu-individu yangmemiliki sifat-sifat yang tidak sesuai dengan
lingkungannya. Hanya individu-individu yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya akan dapat hidupterus. Adapun organisme yang tidak dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannyaakan punah. Contoh adanya seleksi alam
yang cepat ialah: Apa yang dikenal dengan industrial melanism atau penghitaman
industri yaitu berkembangnya kupu-kupu berwarna hitam akibat lingkungan,
hitam menjadi dominant karena asap pabrik yang dapat membunuh Lichens yang
memberi warna keputihan pada batang pohon. Hilangnya lichens menyebabkan
warna keputihan pada menghilang dan warna hitam menjadi dominan, akibatanya
kupu-kupu putih terkena seleksi oleh predator karena terlihat lebih nyata.

Seleksi buatan adalah seleksi yang dilakukan manusia dengan tujuan adaptasi
tanaman dan hewan untuk kepentingannya disebut seleksi buatan. Domestika
tanaman dan hewan tidak hanya melibatkan domestika genetika dari spesies,
karena adaptasi timbal balik antara spesies peliharaan dan pemelihara
(domestikator) yang biasanya manusia.

11
Pada peristiwa domestika sebetulnya terjadi dua jalur saling mempengaruhi,
yang dapat membawa perubahan (ekologi dan sosial, bahkan genetika) pada
manusia maupun organisme yang dipelihara. Seperti halnya jagung dan manusia,
dimana jagung tergantung pada manusia, tetapi sebaliknya manusia juga
tergantung pada jagung. Masyarakat yang tergantung pada jagung akan
mempunyai kebudayaan yang berlainan dengan masyarakat yang bergantung pada
ternak. Sehingga timbul pertanyaan “siapa yang menjadi budak siapa?” hal yang
sama antara manusia dengan mesin.

2.1.5 Jam Biologi (Biological Clock)

Yang dimaksud dengan jam biologi (biological clock) ialah kemampuan


organisme untuk mengukur waktu fisiologinya. Yang paling umum ialah
manifatasi circadian rhytm (irama harian, circa: kira-kira; dies: hari) atau
kemampuan untuk mengulangi kejadian setiap 24 jam walaupun tanpa petunjuk
cahaya matahari. Kejadian lain ialah yang berkaitan dengan periodisitas bulan
(yang mengatur pasang surut) dan daur musiman.
Organisme-organisme mempunyai mekanisme secara fisiologik untuk
mengukur waktu, yang dikenal sebagai jam biologi (biological clock). Secara
umum jam biologi harian adalah kemampuan untuk menentukan waktu dan
mengulangi fungsi-fungsi pada setiap interval 24 jam sekalipun dalam keadaan
tanpa tergantung adanya tanda-tanda faktor fisik seperti cahaya matahari. Jam
biologi juga dikaitkan dengan periodisitas- periodisitas yang berhubungan dengan
bulan dan daur daur musiman. Adanya "kemampuan-kemampuan" tertentu yang
dianggap bersifat menguntungkan dari suatu organisme, mengundang organisme
tersebut didomestikasi ke tempat yang diperkirakan cocok. Banyak di antara
organisme yang didomestikasi akhirnya dibudidayakan dan lambat laun
mengalami suatu perubahan sehingga bisa saja akhirnya berlainan dengan sifat
aslinya.
Pada peristiwa domestikasi, baik pada hewan ataupun tanaman tidak hanya
sekedar melibatkan domestikasi genetik dari suatu spesies, melainkan juga adanya
"adaptasi timbal balik antara spesies yang didomestikasi dengan pemelihara
(domestikator) yang biasanya manusia”. Sehingga sebetulnya pada peristiwa ini

12
terjadi dua jalur yang saling mempengaruhi yang dapat saja membawa atau
mengarah pada perubahan (ekologi dan sosial, bahkan genetik) pada manusia
maupun organisme yang dipeliharanya. Meskipun demikian, apabila upaya
domestikasi dilakukan dengan kurang perhitungan dan ceroboh justru akan
menimbulkan masalah besar, dengan lepas dan tidak terkontrolnya organisme
yvng didomestikasi ke alam bebas dan berubah menjadi hama.
Ada dua teori mengenai mekanisme jam biologi:
1. Hipotesis waktu endogen yaitu jam terdapat dalam tubuh organisma dan
dapat mengukur waktu tanpa petunjuk lingkungan.
2. Hipotesis waktu eksternal yaitu jam terdapat dalam tubuh organisme yang
terjadinya diatur oleh tanda-tanda dari lingkungan.
Bagaimana pun mekanisme keuntungan jam biologi tidak diragukan karena
dapat menggabung ritme lingkungan dengan fisiologik organisme untuk membuat
antisipasi harian, musiman, dan perioditas lain berdasarkan cahaya, temperature
atau pasang surut. Contoh:
1. Ritme harian (circadian rhytem): hewan malam (nocturnal) dan hewan
siang (diurnal), Bila binatang malam ditaruh dalam laboratorium yang
terus gelap maka ritme harian tetap berjalan hanya tidak 24 jam tetapi ada
sedikit perbedaan. Perubahan temperatur hanya mempunyai pengaruh
sedikit terhadap ritme harian.
2. Migrasi ikan dan burung.
3. Daur tidur sore hari (niktinasti).

2.1.6 Perilaku Sosial


Perilaku sosial yang didefinisikan secara luas, adalah Perilaku yang
dilakukan oleh satu individu atau lebih yang menyebabkan terjadinya interaksi
antar individu dan antar kelompok, umumnya dari spesies yang sama. Berikut
macam-macam perilaku sosial hewan :
1) Perilaku agonistik
Perilaku agonistik adalah suatu pertandingan yang melibatkan baik perilaku
yang mengancam maupun yang patuh menentukan pesaing mana yang
mendapatkan akses ke beberapa sumber daya, seperti makanan atau pasangan

13
kawin. Banyak perilaku tersebut melibatkan ritual, penggunaan aktivitas simbolik,
sehingga biasanya tidak ada bahaya yang serius yang dilakukan oleh pihak-pihak
yang beradu. Contohnya pada ular berbisa yang mencoba memelintir satu sama
lain ke tanah, tetapi ular-ular tersebut tidak pernah menggunakan giginya yang
mematikan dalam perkelahian.
2) Hirarki Dominansi
Banyak hewan hidup dalam kelompok sosial yang dipertahankan oleh
perilaku agonisti. Contohnya adalah ayam. Jika beberapa ayam betina yang tidak
saling mengenal satu sama lain digabungkan bersama-sama, mereka akan
merespon dengan berkelahi dan saling mematuk. Akhirnya kelompok itu akan
membentuk suatu “urutan patukan” yang jelas- suatu hirarki dominansi yang
kurang lebih linier.
3) Teritorialitas
Suatu teritori adalah suatu daerah yang dipertahankan oleh seekor individu
hewan yang umumnya mengusir anggota lain dari spesiesnya sendiri. Teritori
secara khusus digunakan untuk pencarian makanan, perkawinan, membesarkan
anak, atau kombinasi aktivitas tersebut. umumnya lokasi teritori sudah tetap, dan
ukurannya bervariasi menurut spesies, fungsi-fungsi teritori, dan jumlah sumber
daya yang tersedia. Pada banyak spesies yang mempertahankan teritori hanya
pada musim kawin, individu dpaat membentuk kelompok sosial pada waktu
lainnya.
4) Sistem Perkawinan
Perilaku kawin berhubungan langsung dengan kelestarian hidup hewan.
Terdapat suatu hubungan yang erat antara perilaku kawin yang diamati dengan
jumlah keturunan, yang seringkali menjadi penentu utama kelestarian hidup
seekor hewan. Banyak hewan yang terlibat dalam percumbuan, yang
mengumumkan bahwa hewan yang terlibat tidak dirasa mengancam merupakan
pasangan kawin yang potensial. Pada sebagian besar spesies, hewan betina
memiliki banyak investasi parental dibandingkan dengan hewan jantan dan kawin
secara lebih selektif. Hewan jantan pada sebagian besar spesies berkompetisi
untuk mendapatkan pasangan kawin, hewan betina pada banyak spesies terlibat

14
dalam penilaian, atau penyeleksian hewan jantan berdasarkan ciri-ciri yang lebih
disukai.
Pada banyak spesies, perkawinan adalah bersifat promiscuous, tidak ada
ikatan pasangan yang kuat atau hubungan yang bertahan lama. Pada spesies di
mana pasangan kawin masih tetap bersama-sama selama periode waktu yang
lama, hubungan itu bisa bersifat monogamy (satu jantan mengawini satu betina)
atau poligami (individu dari satu jenis kelamin mengawini beberapa individu dari
jenis kelamin yang berlawanan). Hubungan poligami yang paling sering
melibatkan seekor jantan tunggal dengan banyak hewan betina, disebut poligini.
Namun demikian, pada beberapa spesies seekor betina kawin dengna beberapa
jantan, disebut poliandri(Campbell.2004).
Satu di antara contoh perilaku kawin yang dapat kita ambil pada sejenis
kupu-kupu Saturnia pyri dimana yang betina melepaskan stimulus kimia untuk
merangsang jantan melakukan kopulasi. Sedangkan pada orangutan pemerkosaan
umum terjadi. Jantan sub-dewasa akan mencoba kawin dengan betina manapun,
meskipun mungkin mereka gagal menghamilinya karena betina dewasa dengan
mudah menolaknya. Orangutan betina dewasa lebih memilih kawin dengan jantan
dewasa.
5) Perilaku Makan
Hewan beragam dalam keluasan cita rasanya. Dari yang sangat khusus
hingga ke pemakan umum yang dapat memilih di antara sekumpulan spesies yang
dapat dimakan. Tujuan makanan ialah energi, tetapi energi diperlukan untuk
mencari makanan. Jadi hewan berperilaku sedemikian rupa untuk
memaksimumkan perbandingan kerugian/keuntungan dari pencarian makanan itu.
Kerugian energi dari mencari makanan diusahakan seminimum mungkin melalui
perkembangan “citra mencari” untuk macam makanan yang, untuk sementara,
menghasilkan keuntungan yang besar.
Untuk beberapa species, citra mencari itu mungkin bukan perwujudan
makannya saja, melainkan tempatnya yang khusus. Banyak pula hewan yang
menggunakan energinya untuk membangun perangkap, daya tarik dan sejenisnya
untuk menarik mangsanya agar berada dalam jangkauannya. Sebagian besar
kehidupan hewan sosial berkisar pada makan bersama. Perilaku makan berbeda-

15
beda pada masing-masing spesies hewan. Contohnya pada Monyet rhesus.
Monyet rhesus adalah binatang siang (diurnal) yang hidup di pohon-pohon
maupun di permukaan tanah.
Umumnya ia herbivora dan memakan daun-daunan dan daun pinus, akar-
akaran, dan kadang-kadang serangga atau binatang-binatang kecil. Monyet ini
mempunyai pipi yang khusus seperti kantung, yang memungkinkannya menimbun
makanannya. Bahan makanan yang sudah dikumpulkan akan dimakannya
belakangan di daerah yang aman. Selain itu, Monyet-monyet yang menemukan
makanan biasanya akan mengumumkan hal ini dengan panggilan-panggilan yang
khas, meskipun ada yang mengatakan bahwa monyet-monyet muda atau yang
rendahan kadang-kadang akan berusaha menghindari hal itu apabila temuan
mereka tidak diketahui.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami berikan adalah beberapa komponen
keanekaragaman spesies menentukan efek dalam ekosistem yang sebenarnya. Ini
termasuk jumlah spesies, mereka kelimpahan relatif, spesies tertentu sekarang,
interaksi di antara spesies, dan variasi spasial dan temporal. Saat ini pengetahuan
tentang konsekuensi dari keanekaragaman hayati kerugian dalam ekosistem
sebenarnya terbatas, terutama ketika mempertimbangkan besar perubahan
ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Teori ekologi menunjukkan bahwa beberapa faktor yang berkontribusi
pada kerentanan spesies tertentu. Spesies yang paling rentan terhadap kepunahan
meliputi organisme besar; spesies tinggi makanan; spesies dengan rentang
populasi kecil atau populasi ukuran; spesies yang telah berevolusi dalam isolasi;
spesies dengan sedikit pengalaman gangguan; spesies dengan penyebaran miskin
atau penjajahan kemampuan; migrasi spesies, dan spesies bersarang atau
mereproduksi dalam koloni.

3.2 Saran
Demikian makalah ini dalam mata kuliah Ekologi yang tentunya masih
jauh dari kesempurnaan. Kami sadar bahwa makalah ini merupakan proses dalam
menempuh pembelajaran, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Harapan pemakalah semoga
makalah ini dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

17
DAFTAR PUSTAKA

Djohar Maknun, D. M. (2017). EKOLOGI: POPULASI, KOMUNITAS,


EKOSISTEM, Mewujudkan Kampus Hijau, Asri, Islami, dan Ilmiah.
Nurjati press : Cirebon.
Junardi, J., Anggraeni, T., Ridwan, A., & Yuwono, E. (2022). Sintasan Larva
Cacing dari Alokasi Energi, Fekunditas, Nipah Sympatric (Polychaeta:
Nereididae). Jurnal Kelautan Tropis , 25 (2), 131-140.
Kalor, J. D. (2020). Iktiologi. Yogyakarta:Samudra Biru.
Maknun, djohar. (2017). EKOLOGI:POPULASI,KOMUNITAS,EKOSISTEM
Mewujudkan Kampus Hijau, Asri, Islami dan Ilmiah. Cirebon: Nurjati
Press.
Prastika, D., Sarjani, T. M., Mahyuni, S. R., Hariani, I., Ramadhan, D. A., Rezeki,
S., ... & Amalia, T. (2023). Identifikasi Tipe Stomata Anggota Suku
Myrtaceae di Kota Langsa. Jurnal Sains dan Edukasi Sains, 6(1), 20-27.
Widiarti, A. (2019). Peningkatan hasil belajar materi mengidentifikasi
kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam dan
perkembangbiakan menggunakan model pembelajaran mind map.
Education Journal: Journal Educational Research and Development,
3(2), 81-96.

18

Anda mungkin juga menyukai