Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKOLOGI HEWAN

“KONSEP HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Hewan yang di ampuh oleh
Dosen Nur Fitriana Sam, M.Pd

Disusun oleh :

Alan Wari NPM. 1940603060

Jufri Khairul S. NPM. 1940603012

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “KONSEP HABITAT DAN RELUNG
EKOLOGI” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “EKOLOGI HEWAN” yang
diampu oleh Ibu Fitriana Syam, S.Pd, M.Pd.
Makalah ini disusun untuk memberikan wawasan pengetahuan mengenai “EKOLOGI
HEWAN”. Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, itu disebabkan keterbatasan
kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dimasa yang akan mendatang. Dan kami
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpatisipasi dalam
penyusunan makalah ini.

Demikian apa yang bisa kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dari isi makalah ini.

Tarakan, 26 Februari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................. 3
BAB II ....................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 4
2.1 Pengertian dan Konsep Habitat ....................................................................................... 4
2.2 Relung Habitat (Niche) ................................................................................................... 6
2.3 Konsep Pembentukan Relung ......................................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................... 12
PENUTUP ............................................................................................................................... 12
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 12
3.2 Saran ............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekologi ialah subdisiplin dari biologi atau ilmu yang mempelajari tentang makhluk
hidup. Kata ekologi ("oekologie") diciptakan pada tahun 1866 oleh ilmuwan Jerman Ernst
Haeckel (1834–1919) (Sumarto, 2016). Haeckel ialah seorang ahli hewan (zoologi),
seniman, penulis, dan juga sebagai profesor anatomi komparatif. Para ahli filsafat Yunani
sebelumnya seperti Hippocrates dan Aristoteles, merupakan sejarawan yang mengamati
sejarah alam hewan dan tumbuhan dengan perkembangannya dan dikenal sebagai ekologi.
Istilah ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan logos. Ekologi
berasal dari kata Yunani oikos, yang berarti rumah dan logos, yang berarti ilmu/
pengetahuan (Maknun, 2017). Dua kata ini menjadi fokus yang mendasari bahwa Ekologi
merupakan bagian dari ilmu Biologi yang berbeda dengan Ilmu Pengetahuan Alam lainnya.
Ekologi menjadi ilmu pengetahuan yang dapat memahami bagaimana alam itu
terorganisasi dan berfungsi. Sehingga dapat diartikan bahwa Ekologi adalah kajian tentang
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (McNaughton dan
Wolf, 1998), atau sebagai kajian tentang struktur dan fungsi alam (Odum, 1994, Shukla
dan Chandel, 1996).
Ekologi secara taksonomi dibagi menjadi 2 kelompok kajian utama, yaitu ekologi
tumbuhan dan ekologi hewan. Ekologi tumbuhan merupakan kajian ilmiah tentang
hubungan timbal balik atau interaksi antara tumbuhan dan lingkungannya Sedangkan pada
ekologi hewan merupakan kajian ilmiah tentang hubungan timbal balik atau interaksi
antara hewan dan lingkungannya (Kendeigh, 1980; Soetjipta, 1992; Shukla dan Chandel,
1996, McNaughton dan Wolf, 1998). Ekologi Hewan merupakan ilmu pengetahuan
interdisipliner karena untuk mengetahui dan memahami hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dan lingkungannya, maka diperlukan pemahaman dari berbagai ilmu
pengetahuan yang terkait. Selain itu salah satu hal yang penting yang membedakan Ekologi
atau Ekologi Hewan dengan berbagai cabang Ilmu Biologi lainnya adalah penelaahannya
yang memerlukan bekerja sama dengan para ahli dari disiplin ilmu pengetahuan lainnya,
seperti ilmu-ilmu fisika, geografi, teknik, matematika dan statistik, dan sebagainya selain
dari cabang disiplin ilmu biologi yang lain, seperti taksonomi (Kumar, 1996).

1
Pendekatan studi dan kajian Ekologi Hewan pada dasarnya terdiri dari kajian tentang
makhluk hidup dengan hewan (komponen biotik), dan benda-benda tak hidup sebagai
komponen abiotik. Ekologi Hewan sebagai suatu sistem kajian atau penelaahannya dapat
dilakukan berdasarkan tiga pendekatan yaitu pada tingkat spesies (individu), tingkat
populasi atau tingkat komunitas (Soetjipta, 1992; Brewer, 1994). Pada tingkat spesies,
spesies adalah makhluk hidup satu per satu sebagai individu (meliputi tumbuhan, hewan
ataupun mikrobiota) yang secara genetis merupakan perwujudan organisme yang
seragam, yang bersama-sama telah beradaptasi dengan lingkungannya yang terbatas.
Perkumpulan atau persatuan individu-individu tersebut akan membentuk satuan ekologi
sebagai unit populasi dan komunitas. Dalam suatu ekosistem, terdapat populasi yang
kehadirannya akan berhubungan erat dengan masalah habitat dan relung ekologi. Habitat
secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati populasi hewan,
sedangkan relung ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi
hewan itu relatif terhadap faktor-faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut
(Oktavia, 2015).
Habitat organisme ialah tempat dimana organisme hidup atau tempat dimana manusia
dapat menemukan organisme tersebut (Maknun, 2017). Habitat dalam arti yang sederhana
adalah tempat organisme menetap (Odum, 1971). Habitat adalah area yang memiliki
sumber daya dan kondisi bagi organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi
(Krausman, 1999). Thomas (1979), menyatakan bahwa habitat bukan hanya sekedar
vegetasi atau struktur vegetasi tapi merupakan jumlah sumber daya spesifik yang
dibutuhkan organisme. Sumber daya ini termasuk makanan, perlindungan, air, dan faktor
khusus lainnya yang dibutuhkan oleh suatu spesies untuk bertahan hidup dan bereproduksi
(Leopold 1933). Jadi dapat disimpulkan bahwa tempat yang menyediakan sumber daya
baik makanan maupun tempat hidup bagi organisme untuk bertahan hidup disebut habitat.
Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya merupakan keseluruhan sumberdaya
lingkungan baik berupa ruang termasuk, tipe substrat atau medium, cuaca dan iklimnya,
serta vegetasi yang terdapat di lingkungan yang menempati populasi hewan tersebut.
Dalam habitat terjadi interksi-interaksi yang sangat komplek dan sangat rumit antar
komponen, antar komunitas dan habitat walaupun demikian interaksi tersebut tetap

2
berjalan secara normal sehingga antara komunitas biotik dan habitat membentuk sebuah
sistem ekologi.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam kajian ini terdapat beberapa rumusan masalah diantaranya:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan pengertian dan konsep Habitat dalam Ekologi
Hewan?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Relung Habitat?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Konsep Pembentukan Relung?

1.3 Tujuan Penulisan


Dalam kajian ini terdapat tujuan dari penulisan diantaranya:
1.2.4 Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan pengertian dan konsep Habitat
dalam Ekologi Hewan.
1.3.2 Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Relung Habitat.
1.3.3 Untuk mengetahui Konsep Pembentukan Relung.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Konsep Habitat
Habitat ( bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup merupakan
unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan reproduksi suatu
spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk hidup lainnya serta
faktor-faktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi secara kompleks membentuk
satu kesatuan yang disebut habitat di atas. Organisme lainnya antara lain individu lain dari
spesies yang sama, atau populasi lainnya yang bisa terdiri dari virus, bakteri, jamur, protozoa,
tumbuhan, dan hewan lain. Faktor abiotik suatu habitat meliputi makhluk/benda mati seperti
air, tanah, udara, maupun faktor kimia fisik seperti temperatur, kelembaban kualitas udara,
serta aspek geometris bentuk lahan yang memudahkan hewan untuk mencari makan, istirahat,
bertelur, kawin, memelihara anak, hidup bersosial, dan aktivitas lainnya.
Berdasarkan variasi habitat menurut waktu dibagi menjadi 4 macam (Kramadibrata,1996)
yaitu :
a) Habitat yang konstan
Habitat yang kondisinya terus-menerus relatif baik atau kurang baik.
b) Habitat yang bersifat memusim
Habitat yang kondisinya relatif teratur berganti-ganti antara baik dan kurang baik.
c) Habitat yang tidak menentu
Habitat yang mengalami suatu periode dengan kondisi baik yang lamanya bervariasi
diselang-selingi oleh periode dengan kondisi kurang baik yang lamanya juga
bervariasi sehingga kondisinya tidak dapat diramal.
d) Habitat yang efemeral
Habitat yang mengalami periode dengan kondisi baik yang berlangsung relatif
singkat diikuti oleh suatu periode dengan kondisi yang kurang baik yang
berlangsungnya lama sekali.
Terdapat istilah lainnya yaitu mikrohabitat yang sering digunakan untuk mendeskripsikan
area geografis yang lebih kecil atau keperluan dalam skala kecil oleh organisme atau populasi.
Mikrohabitat sering juga diartikan sebagai habitat yang lebih kecil atau bagian dari habitat
besar. Sebagai contoh, pohon tumbang di hutan dapat menyediakan mikrohabitat bagi serangga

4
yang tidak ditemukan di habitat hutan lainnya di luar pohon yang tumbang tersebut.
Lingkungan mikro merupakan segala sesuatu di sekitar organisme baik faktor kimia fisik
maupun organisme lainnya di dalam habitatnya.

Gambar 2.1 Jamur Galerina marginata yang hidup pada Pohon yang Tumbang di Taman
Nasional Northern Velebit Sebagai Mikro Habitat
(Sumber: Balai Taman Nasional Northern Velebit, 2019)
Lebih jauh, istilah habitat juga digunakan untuk berbagai keperluan yang berkaitan dengan
lingkungan makhluk hidup, antara lain:
✓ Seleksi habitat: proses atau perilaku individu organisme untuk memilih suatu habitat
yang ditempati untuk hidupnya.
✓ Ketersediaan habitat: aksesibilitas dari area potensial suatu organisme untuk
menemukan lokasi yang sesuai bagi kelangsungan hidup dan reproduksi organisme.
✓ Kerusakan habitat: hilangnya atau terdegradasinya area alami untuk hidup suatu
individu atau populasi suatu organisme.
✓ Fragmentasi habitat: suatu perubahan habitat yang menghasilkan pemisahan secara
spasial area habitat dari sebelumnya yang merupakan satu kesatuan menjadi beberapa
area yang lebih sempit.

5
Gambar 2.2 Kerusakan Habitat Hutan Karena Pertanian
(Sumber : Buku Ekologi Hewan Oleh Sumarto, 2017)
Selain habitat, istilah lainnya yang sering membingungkan ialah niche (relung ekologi).
Istilah ini sering diartikan sebagai kedudukan fungsional suatu populasi dalam habitatnya atau
menunjukkan kedudukan pada parameter multidimensi atau peran dalam ekosistemnya.

2.2 Relung Habitat (Niche)


2.2.1 Pengertian
Relung ekologi (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam
suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Odum (1993) menyatakan bahwa
relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme, respon psikologi, dan
tingkah laku spesifik. Relung merupakan kombinasi tempat organisme hidup (habitat), cara
organisme hidup (adaptasi), dan peranannya dalam komunitas.
2.2.2 Konsep Relung
a. Grinnell dan Elton
Kata niche (relung) pertama kali diungkapkan oleh Roswell Jhonson sekitar
tahun 1910. Menurut Jhonson, relung merupakan tempat yang dikuasai oleh
spesies. Tetapi, Joseph Grinnell lah yang pertama memasukkan konsep relung ke
dalam program penelitian dan secara eksplisit menjelaskan relung dari berbagai
spesies (Griesemer, 1992).
Grinnell menggambarkan terdapat 4 komponen utama dalam relung yaitu:
1. Tipe makanan yang dikonsumsi;

6
2. Pemilihan mikrohabitat;
3. Sifat fisik dan perilaku saat mengumpulkan makanan; dan
4. Sumber daya diperlukan untuk tempat tinggal dan pembiakan.
Keempat faktor dasar ini memungkinkan pengkarakterisasian relung bagi
berbagai organisme, dan setiap organisme memiliki relung yang berbeda-beda
berdasarkan keempat faktor tersebut (Petren, 2001).
Pada tahun 1927, Charles Elton mempublikasikan tulisan mengenai niche
dalam karyanya Animal Ecology. Sejak saat itu, Elton dianggap sebagai ayah
kedua dari konsep relung setelah Grinnell. Elton berfokus pada ekologis equivalen
tetapi dalam program penelitian yang berbeda dengan Grinnell. Elton mencari
berbagai varian dari struktur komunitas dan fokus pada hubungan trofik yaitu: (a)
rantai makanan, (b) hubungan antara ukuran (dimensi) suatu organisme dan
ukuran makanannya, (c) relung suatu organisme, yaitu tempat hewan
bermasyarakat, berhubungan dengan makanan, musuhnya, dan faktor lainnya,
serta (d) piramida angka (fakta bahwa organisme di dasar rantai makanan lebih
banyak daripada organisme di ujung rantai). Relung kemudian diartikan sebagai
posisi spesies dalam rantai trofik (seperti karnivora, herbivora, dan lain-lain);
meskipun faktor-faktor seperti mikrohabitat juga bisa dimasukkan (Elton 1927).
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep relung
berdasarkan Grinnell (Grinnellian niche concept) mewujudkan gagasan bahwa
relung spesies ditentukan oleh ketersediaan habitat tempat tinggal dan adaptasi
perilaku yang menyertainya. Dengan kata lain, relung adalah jumlah dari
persyaratan habitat dan perilaku yang memungkinkan suatu spesies bertahan dan
menghasilkan keturunan, jadi lebih menekankan relung sebagai mikrohabitat yang
ditempati oleh spesies.
Sedangkan konsep relung dari Elton (Eltonian niche concept)
mengklasifikasikan relung berdasarkan kegiatan mencari makan (foraging
activities dan food habits). Elton memperkenalkan gagasan tentang respon dan
dampak suatu spesies terhadap lingkungan. Tidak seperti konsep relung lainnya,
konsep ini menekankan bahwa suatu spesies tidak hanya tumbuh dan merespon
lingkungan berdasarkan sumber daya yang tersedia, pemangsa, dan kondisi iklim,

7
tetapi juga dapat mengubah ketersediaan dan perilaku dari faktor-faktor tersebut
ketika tumbuh. Elton lebih menjelaskan tentang peranan spesies dalam komunitas.
b. George Hutchinson
Pada tahun 1957, Hutchinson mengembangkan konsep relung secara lebih
lanjut dan memperkenalkan konsep relung ekologi multidimensi (n-dimensional
hypervolume). Sementara Grinnell dan Elton menekankan kesamaan relung yang
ditempati oleh ekologis ekuivalen di berbagai wilayah geografis. Hutchinson
menekankan kesamaan relung spesies di lokasi yang sama, cara spesies
berkompetisi, serta mempertimbangkan faktor lainnya seperti predasi dan
variabilitas lingkungan (Griesemer 1992). Oleh Hutchinson, relung digambarkan
dalam ruang variabel lingkungan (biotik dan abiotik). Berdasarkan konsepnya,
Hutchinson menganggap setiap kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan
atau kisaran macam sumberdaya yang dimanfaatkan spesies sebagai satu dimensi.
Persyaratan hidup suatu organisme tidak hanya menyangkut satu atau dua dimensi
(sumber daya) tetapi terdiri atas banyak dimensi.

2.3 Konsep Pembentukan Relung


Dalam mempelajari relung, ada beberapa istilah yang dikaitkan dengan proses
pembentukan relung, di antaranya tiga istilah berikut. 1). respon organisme terhadap
persaingan sumber daya, 2). ekivalensi ekologi (Ecological Equivalents), dan 3). pemindahan
karakter (Character Displacement).
2.3.1 Respon Organisme Terhadap Persaingan Sumber Daya
Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson, adanya tumpang tindih dalam satu
atau beberapa dimensi relung (sumber daya) di antara dua spesies yang berkoeksistensi
dalam habitat yang sama akan menimbulkan interaksi persaingan yang sangat tinggi.
Tidak ada dua spesies yang bentuk adaptasinya (fisiologi, struktural, dan perilaku)
yang identik satu dengan lainnya, sehingga spesies yang memperlihatkan adaptasi yang
lebih baik dan agresif akan memanfaatkan sumber daya secara optimal dan mampu
bertahan hidup. Sedangkan spesies yang kalah bersaing akan mencari tempat lain yang
menyediakan sumber daya yang dibutuhkannya atau mengalami kepunahan.

8
Terdapat dua respon organisme dalam menghadapi persaingan interspesifik ini
yaitu:
a. Eksklusi persaingan (Competitive Exclusion): satu spesies akan memanfaatkan
sumber daya dengan lebih efektif sehingga spesies lain akan punah.
b. Pemisahan sumber daya (Resource Partitioning): setiap spesies akan hidup
dalam habitat yang sama tetapi tetapi terjadi pembagian sumber daya (pemisahan
relung/niche separation).
a. Asas Eksklusi Persaingan (Competitive Exclusion)
Pada 1930-an, Georgy Gause melakukan serangkaian studi empiris tentang
dinamika populasi paramecia dalam kompetisi atau pemangsaan untuk menguji
prediksi persamaan diferensial (Volterra,1926) dan (Lotka, 1924). Pada bukunya
tahun 1934, Gause menyatakan bahwa dua spesies yang menempati relung yang
sama dalam lingkungan yang homogen tidak bisa hidup berdampingan. saat mereka
bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang sama, artinya satu spesies satu
relung.

Gambar 2.3 Persaingan Dua Spesies berdasarkan Konsep Eksklusi Persaingan


(Sumber: Prezi, 2019)
b. Pemisahan Sumber Daya (Resource Partitioning)
Berdasarkan konsep koeksistensi dan pernyataan dari Gause, beberapa spesies
yang hidup secara langgeng dalam habitat yang sama adalah spesies-spesies yang
relung ekologinya berbeda atau terpisah. Artinya, relung ekologi dari beberapa

9
spesies yang menyangkut dimensi sumber daya yang penting untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan harus berbeda dalam habitat yang sama.
Pada saat spesies memiliki tumpang tindih relung yang tinggi, maka spesies-
spesies tersebut akan fokus pada perbedaan spektrum sumber daya. MacArthur
(1958) melakukan penelitian terhadap 5 spesies burung warbler (Cape May,
Yellow-rumped, Black-throated Green, Blackburnian, dan Bay-breasted) di Hutan
Cornifer Amerika Utara. Burung warbler merupakan pemakan serangga yang
menempati habitat yang sama yaitu pohon cemara atau pinus. Dengan menghitung
jarak pada pohon, MacArthur membagi pohon ke dalam beberapa zona. Penelitian
menunjukan bahwa setiap spesies warbler memiliki posisi makan dan ruang yang
berbeda pada setiap zona pohon. Cape May berada di zona luar di bagian atas, Bay-
breasted makan sebagian besar di sekitar zona interior tengah, sementara Yellow-
rumped bergerak dari zona satu ke zona lainnya.

Gambar 1.9 Pemisahan Sumber Daya Burung Warbler


(Sumber : Biology Forums, 2019)
Pemisahan sumber daya dapat terlihat jelas pada jenis makanan yang
dikonsumsi. Pemisahan ini didukung oleh adanya perbedaan dalam adaptasi
morfologi spesies sehingga memungkinkan timbulnya perbedaan penggunaan
sumber daya. Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Pyke (1982), yang meneliti
tentang lebah di Gunung Colorado. Penelitian menunjukan spesies-spesies lebah
mampu beradaptasi terhadap bentuk sumber daya yang spesifik. Setiap lebah akan

10
berkompetisi untuk memperoleh nektar bunga, tetapi setiap bunga penghasil nektar
memiliki variasi dalam panjang mahkota bunga, sehingga setiap lebah akan
beradaptasi dengan cara memilih bunga yang sesuai dengan morfologi proboscis
lebah. Lebah menjadi sangat spesifik memilih bunga yang akan didatangi sehingga
terdapat pemisahan sumber daya makanan antara berbagai spesies lebah.

Gambar 1.10 Pemisahan Sumber Daya Lebah (Bambus spp.)


(Sumber: The Nature Education, 2011)

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Habitat (bahasa Latin untuk "it inhabits") atau tempat tinggal makhluk hidup merupakan
unit geografi yang secara efektif mendukung keberlangsungan hidup dan reproduksi suatu
spesies atau individu suatu spesies. Di dalam habitat tersebut, makhluk hidup lainnya serta
faktor-faktor abiotik yang satu dengan lainnya saling berinteraksi secara kompleks membentuk
satu kesatuan yang disebut habitat di atas.
Relung Habitat (niche) adalah posisi atau status suatu organisme dalam suatu komunitas
dan ekosistem tertentu, yang merupakan akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis serta
perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung suatu organisme bukan hanya ditentukan oleh
tempat organisme itu hidup, tetapi juga oleh berbagai fungsi yang dimilikinya. Dapat
dikatakan, bahwa secara biologis, relung adalah profesi atau cara hidup organisme dalam
lingkungan hidupnya.
Pada tahun 1927, Charles Elton mempublikasikan tulisan mengenai niche dalam karyanya
Animal Ecology. Sejak saat itu, Elton dianggap sebagai ayah kedua dari konsep relung setelah
Grinnell. Elton berfokus pada ekologis equivalen tetapi dalam program penelitian yang
berbeda dengan Grinnell. Elton mencari berbagai varian dari struktur komunitas dan fokus
pada hubungan trofik yaitu: (a) rantai makanan, (b) hubungan antara ukuran (dimensi) suatu
organisme dan ukuran makanannya, (c) relung suatu organisme, yaitu tempat hewan
bermasyarakat, berhubungan dengan makanan, musuhnya, dan faktor lainnya, serta (d)
piramida angka (fakta bahwa organisme di dasar rantai makanan lebih banyak daripada
organisme di ujung rantai).
Berdasarkan konsep relung ekologi Hutchinson, adanya tumpang tindih dalam satu atau
beberapa dimensi relung (sumber daya) di antara dua spesies yang berkoeksistensi dalam
habitat yang sama akan menimbulkan interaksi persaingan yang sangat tinggi. Tidak ada dua
spesies yang bentuk adaptasinya (fisiologi, struktural, dan perilaku) yang identik satu dengan
lainnya, sehingga spesies yang memperlihatkan adaptasi yang lebih baik dan agresif akan
memanfaatkan sumber daya secara optimal dan mampu bertahan hidup. Sedangkan spesies
yang kalah bersaing akan mencari tempat lain yang menyediakan sumber daya yang
dibutuhkannya atau mengalami kepunahan.

12
Terdapat dua respon organisme dalam menghadapi persaingan interspesifik ini yaitu:
a. Eksklusi persaingan (Competitive Exclusion): satu spesies akan memanfaatkan
sumber daya dengan lebih efektif sehingga spesies lain akan punah.
b. Pemisahan sumber daya (Resource Partitioning): setiap spesies akan hidup dalam
habitat yang sama tetapi tetapi terjadi pembagian sumber daya (pemisahan
relung/niche separation).

3.2 Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Kesalahan ejaan,
metodologi penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang adalah
diantara kekurangan dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik membangun sangat kami
butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA
Sumarto dan Roni. (2016). EKOLOGI HEWAN.Bandung: CV. Patra Media Grafindo

Maknun, Djohar. (2017). EKOLOGI : Populasi, Komunitas, Ekosistem. Jl. Perjuangan By Pass
Sunyaragi, Cirebon; Nurjati Press.

Oktavia, Fenny. (2015). EKOLOGI HEWAN : Habitat dan Relung Ekologi. Jurusan Biologi
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Bengkulu.

McNaughton, S.J. and L.L. Wolf. (1998). Ekologi Umum (Terj.: Pringgoseputro and B.B.
Sigandonon). Cetakan ketiga. Yogyakarta: UGM – Press.

Odum, E.P. (1994). Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. (Terj.: Samingan, T. dan B.B.
Srigandono). Yogyakarta: UGM Press.

Shukla, R.S. and P.S. Chandel. (1996). Plant Ecology. New Dehli: S. Chand and Company Ltd.

Kendeigh, S.C. (1974). Ecology: with special reference to animal and man, New Delhi: Prentice
Hall of India.

Soetjipta. (1985). Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Dept. P. dan K. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi.

Kumar, H.D. (1996). Modern Concept of Ecology. New Delhi: Vikas Publishing House Pvt.
Ltd.

Brewer, R. (1994). The Science of Ecology. 2nd. Ed. New York: MacMillan Publication, Inc.

Kramadibrata, H..1996. Ekologi Hewan. Institut Teknologi Bandung Press: Bandung.

Krausman, P. R. (1999). Some basic principles of habitat use. Grazing behavior of livestock
and wildlife. 7 : 85-90.

Thomas, J. W. (1979). Wildlife habitats in managed forests: The Blue Mountains of Oregon a
Washington. Agriculture Handbook No. 553. US Department of Agriculture, Forest
Service.

Leopold, A. (1933). Game Management. New York: Charles Scribner’s Sons.

14
Balai Taman Nasional Northern Velebit. (2019). Fungi in the Northern Velebit National Park.
http://www.np-sjevernivelebit.hr/park/zivapriroda/gljive/?lang=en. Diakses pada 30
November 2019.

Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara

Griesemer, J. (1992). Niche: Historical perspectives. Dalam E. F. Keller & E. A. Lloyd (editor),
The keywords in evolutionary biology. Cambridge: Harvard University Press.

Petren, K. (2001). Habitat and niche, concept of. Encyclopedia of Biodiversity, 3: 303-315.

Volterra, V. (1926). Fluctuations in the abundance of a species considered mathematically.


Nature,118: 558–560.

Prezi. (2019). Population and Community Ecology.


https://prezi.com/pj0rzo4_qv59/population-and-community-ecology/. Diakses pada
30 November 2019.

Biology Forums. (2019). Resources partitioning among Five Species of Warblers Feeding in
North American Spruce Trees. https://biology-
forums.com/index.php?action=gallery;sa=view;id=1410). Diakses pada 30
November 2019.

Pyke, G. H. (1982). Local geographic distributions of bumblebees near Crested Butte,


Colorado: competition and community structure. Ecology, 63 (2): 555-573.

The Nature Education. (2011). Resource Partitioning and Why It Matters.


https://www.nature.com/scitable/knowledge/library/resource-partitioning-and-why-
it-matters-17362658. Diakses pada 30 November 2019.

15

Anda mungkin juga menyukai