Anda di halaman 1dari 29

SPESIES INDIVIDU DALAM EKOSISTEM

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan


Dosen Pengampu : Drs. H. Nedi Sunaedi, M.Si.
Setio Galih Marlyono, M.Pd.

Oleh:
Rini Mukaromah A.P NPM: 192170003
Catherine Nur Fadilah NPM: 192170018
Mutia Permatasari NPM: 192170024
Mochamad Wildan NPM: 192170028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang atas rahmat dan karunianya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Penyusun juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangsih baik materi maupun pikirannya
Dalam makalah ini penyusun menjelaskan materi mengenai Ekologi dan
Lingkungan “Spesies Individu dalam Ekosistem”.
Harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penyusun yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penyusun sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Febuari 2022

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN ...................................................................................... 4
2.1 Konsep Habitat dan Relung Ekologi ............................................................. 4
2.2 Ekuivalen Ekologi (Ecological Equivalent) .................................................. 6
2.3 Penggantian Sifat (Chararter Displacement) Simpatry dan Allopatry ......... 8
2.4 Seleksi Alam: Spesiasi Allopatrik dan Simpatrik ....................................... 10
2.5 Seleksi Buatan: Penjinakan (Domestikasi) .................................................. 15
BAB III. PENUTUP ............................................................................................ 22
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

ii
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Contoh Binatang Padang Rumput ....................................................... 6

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Macam spesiasi ............................................................................ 10

iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata ”Ekologi” mula-mula diusulkan oleh biologiwan bangsa Jerman,
Ernest Haeckel. Menurut Arnest Haeckel (1860) ekologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang "makhluk hidup dalam rumahnya" atau "rumah tangga
makhluk hidup“. Ekologi mulai berkembang pesat sekitar tahun 1900 dan
berkembang terus dengan cepat sampai saat ini, apalagi disaat dunia sangat peka
dengan masalah lingkungan. Ekologi merupakan cabang ilmu yang mendasar dan
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pada awalnya, ekologi dibedakan dengan
jelas ke dalam ekologi tumbuhan dan ekologi hewan.
Ekologi mempelajari rumah tangga mahluk hidup (oikos), istilah yang
digunakan oleh Ernst Haeckel sejak tahun 1869 (Odum 1983:2). Dalam ekologi,
dikenal istilah sinekologi yaitu ekologi yang ditujukan pada lebih dari satu jenis
organisme hidup, misalnya ekologi hutan dimana terdapat berbagai jenis tumbuhan
dan hewan, dan autekologi yaitu ekologi tentang satu jenis mahluk hidup misalnya
ekologi Anoa, ekologi burung Maleo, hingga ekologi manusia.
Ekologi merupakan studi keterkaitan antara organisme dengan
lingkungannya, baik lingkungan abiotik maupun biotik. Lingkungan abiotik tediri
dari atmosfer, cahaya, air, tanah dan unsur mineral. Tetapi perlu diketahui apa yang
dimaksud dengan organisme. Ini penting karena pada hakikatnya organisme
dibangun dari sistem-sistem biologik yang berjenjang sejak dari molekul-molekul
biologi yang paling rendah meningkat ke organel-organel subseluler, sel-sel,
jaringan-jaringan, organ-organ, sistem-sistem organ, organismeorganisme,
populasi, komunitas, dan ekosistem. Interaksi yang terjadi pada setiap jenjang
sistem biologik dengan lingkungannya tidak boleh diabaikan, karena hasil interaksi
jenjang biologik sebelumnya akan mempengaruhi proses interaksi jenjang
selanjutnya.
Berbagai kajian tentang interaksi telah berkembang pesat dan menghasilkan
spesialisasi cabang-cabang ilmu, seperti interaksi organel-organel sel dan sel-sel
dipelajari dalam Biologi Sel; interaksi jaringan-jaringan dipelajari dalam Histologi;
interaksi organ - organ, sistem organ dan organisme dipelajari dalam Anatomi dan

1
2

Fisiologi; interaksi populasi-populasi, komunitas dan ekosistem dipelajari dalam


Ekologi. Mengkaji ekologi tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan tentang
energi dalam ekosistem.

1.2 Rumusan Masalah


Bertolak dari latar belakang masalah yang ada maka rumusan masalah
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep habitat dan relung ekologi?
2. Apa yang dimaksud dengan ekuivalen ekologi (ecological equivalent)?
3. Apa yang dimaksud dengan penggantian sifat (chararter displacement)
simpatry dan allopatry?
4. Bagaimana seleksi alam: spesiasi allopatrik dan simpatrik?
5. Bagaimana seleksi buatan: penjinakan (domestikasi)?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep habitat dan relung ekologi.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ekuivalen ekologi
(ecological equivalent).
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penggantian sifat (chararter
displacement) simpatry dan allopatry.
4. Untuk mengetahui bagaimana seleksi alam: spesiasi allopatrik dan
simpatrik.
5. Untuk mengetahui bagaimana seleksi buatan: penjinakan (domestikasi).

1.4 Manfaat Penulisan


Laporan penelitian ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan
baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Secara teoretis
Makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep pemahaman mengenai
ekologi lingkungan dengan topik spesies individu dalam ekosistem.
3

2. Secara praktis
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
a. Penyusun, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep
keilmuan.
b. Pembaca, sebagai media informasi tentang ruang lingkup dan
implementasinya.
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Konsep Habitat dan Relung Ekologi


Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas -
komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang
sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama
musim tertentu atau sepanjang tahun. Menurut Bailey (1984), kelengkapan
habitat terdiri dari berbagai macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan
faktor-faktor lainnya yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan
hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil.
Habitat dapat juga berarti tempat hidup komunitas. Dalam hal ini habitat
meliputi hanya lingkungan abiotik. Tetapi dapat juga habitat melibatkan lingkungan
biotik maupun abiotik, misalnya habitat tanaman Trillium adalah di tempat lembab
dan teduh pada hutan hujan.
Habitat organisme ialah tempat dimana organisme hidup atau tempat
dimana manusia dapat menemukan organisme tersebut. Relung ekologi (ecological
niche) sebaliknya merupakan terminologi yang lebih inklusif, yang tidak hanya
meliputi ruang atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga perananya dalam
komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang (trofik) makanan dan posisinya pada
gradien lingkungan: temperatur, kelembaban, pH, tanah, dan kondisi lain yang ada.
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927) ilmuwan
Inggris, dengan pengertian “status fungsional suatu organisme dalam komunitas
tertentu”. Dalam penelaahan suatu organisme, kita harus mengetahui kegiatannya,
terutama mengenai sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme dan
tumbuhnya, pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau bersentuhan,
dan sampai seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu mempengaruhi atau
mampu mengubah berbagai proses dalam ekosistem.
Relung (niche) adalah posisi atau status suatu organisme dalam suatu
komunitas dan ekosistem tertentu, yang merupakan akibat adaptasi struktural,
tanggap fisiologis serta perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung suatu organisme
bukan hanya ditentukan oleh tempat organisme itu hidup, tetapi juga oleh berbagai

4
5

fungsi yang dimilikinya. Dapat dikatakan, bahwa secara biologis, relung adalah
profesi atau cara hidup organisme dalam lingkungan hidupnya.
Pengetahuan tentang relung suatu organisme sangat perlu sebagai landasan
untuk memahami berfungsinya suatu komunitas dan ekosistem dalam habitat
utama. Untuk dapat membedakan relung suatu organisme, maka perlu diketahui
tentang kepadatan populasi, metabolisme secara kolektif, pengaruh faktor abiotik
terhadap organisme, pengaruh organisme yang satu terhadap yang lainnya.
Banyak organisme, khususnya hewan, mempunyai tahap-tahap
perkembangan hidup yang nyata, secara beruntun menduduki relung yang berbeda.
Umpamanya jentik-jentik nyamuk hidup dalam habitat perairan dangkal,
sedangkan yang sudah dewasa menempati habitat dan relung yang samasekali
berbeda.
Relung atau niche burung adalah pemakan buah atau biji, pemakan ulat atau
semut, pemakan ikan atau kodok. Niche ada yang bersifat umum dan spesifik.
Misalnya ayam termasuk mempunyai niche yang umum karena dapat memakan
cacing, padi, daging, ikan, rumput dan lainnya. Ayam merupakan polifag, yang
berarti makan banyak jenis. Makan beberapa jenis disebut oligofag, hanya makan
satu jenis disebut monofag seperti wereng, hanya makan padi.
Apabila terdapat dua hewan atau lebih mempunyai niche yang sama dalam
satu habitat yang sama maka akan terjadi persaingan. Dalam persaingan yang ketat,
masing-masing jenis mempertinggi efisiensi cara hidup, dan masing-masing akan
menjadi lebih spesialis yaitu relungnya menyempit. Akan tetapi bila populasi
semakin meningkat, maka persaingan antar individu di dalam jenis tersebut akan
terjadi pula. Dalam persaingan ini individu yang lemah akan terdesak ke bagian
niche yang marginal. Sebagai efeknya ialah melebarnya relung, dan jenis tersebut
akan menjadi lebih generalis. Ini berarti jenis tersebut semakin lemah atau kuat.
Makin spesialis suatu jenis semakin rentan makhluk tersebut.
Konsep relung (niche) merupakan konsep baru. Marilah kita tinjau analogi
di atas: “jika kita ingin berkenalan dengan seseorang, mula-mula kita harus tahu
alamatnya, kemudian untuk mengenal lebih jauh kita juga harus tahu tentang
kedudukan, minat, teman, perananya dalam lingkungan “
6

Demikian juga dengan organisme, mengenal habitatnya baru permulaan


perkenalan. Untuk menentukan status organisme dalam lingkungan alamiahnya kita
harus tahu aktivitas, makanan, sumber energi, metabolisme, pertumbuhan, dan
pengaruhnya terhadap organisme sekitar serta kemampuanya mempengaruhi
lingkungan hidupnya. Ukuran morfologi alat tubuh dapat dipakai sebagai indeks
dalam mempebandingkan relung dari tanaman dan hewan.
Dalam penelitanya, Van Valen mendapatkan bahwa panjang dan lebar
paruh burung berkaitan erat dengan jenis makanannya dan menggambarkan indeks
lebar relung (niche width). Variasi koefisien dari lebar paruh ternyata dipengaruhi
oleh luasnya relung (variasi habitat yang ditempati dan variasi makanan).
Dalam spesies yang sama, kompetisi akan sangat berkurang apabila tingkat-
tingkat pekembangan mempunyai rlung yang berbeda- beda misalnya berburu
makan tanaman (herbivora) sedang katak dewasa insektivora. Perbedaan relung
dapat juga terjadi antara seks jantan dan betina, misalnya burung pelatuk
(Dendrocopus) jantan dan betina paruhnya tidak sama besar, menunjukan bahwa
kebiasan makan yang berbeda, jadi relung berbeda. Pada relung dan banyaknya
insekta, ukuran tubuh jantan dan betina berbeda, dimanan jantan lebih besar
daripada yang betina karena itu relung juga berbeda.

2.2 Ekuivalen Ekologi (Ecological Equivalent)


Organisme yang mendalami tempat yang sama atau relung ekologi yang
sama pada daerah geografi yang berlainan disebut ekuivalen ekologi. Spesies
dengan relung ekuivalen cenderung mempunyai kekerabatan secara taksonomik
apabila terdapat pada tempat yang berdekatan tetapi sering tidak mempunyai
kekerabatan taksonomi apabila terdapat pada tempat yang terpisah jauh satu sama
lain. Komposisi spesies komunitas sangat berbeda pada berbagai daerah geografi
tetapi ekosistem yang serupa dapat berkembang dimanapun asalkan habitat fisiknya
serupa, tidak peduli dengan letak geografisnya. Relung ekuivalen ekologi yang
terdiri dari kelompok-kelompok biologi membentuk flora dan fauna dari daerah-
daerah tersebut. Tipe ekosistem pada padang rumput akan berkembang dimana
terdapat iklim padang rumput, tidak peduli dengan daerah geografinya, tetapi
7

spesies rumput-rumput dan pemakan rumput dapat berbeda apalagi jika tempatnya
terpisah jauh. Contoh binatang padang rumput berikut:
Tabel.1 Contoh Binatang Padang Rumput
Amerika Utara Eurasia Afrika Australia
Bison Saga Zebra Kanguru
Proghorn antilop Kuda liar Macam-macam antilop
Dikatakan: Kanguru Australia adalah ekuivalen ekologi dengan bison dan
pronghorn antilop Amerika Utara.
Jika memperhatikan tentang kehidupan berbagai jenis hewan diberbagai
tempat sering ditemukan spesies-spesies hewan serupa yang hidup didaerah
geografi yang berbeda. Jenis- jenis hewan yang menempati relung ekologi yang
sama (ekuivalen) dalam habitat yang serupa di daerah zoogeografi yang berbeda
disebut ekuivalen-ekuivalen ekologi.
Kita dapat menemukan cacing tanah dimana saja, misanya di Indonesia,
Ameriks, Erops dan di tempat lainnya. Cacing-cacing tanah tersebut secara
morfologi mempunyai bentuk yang sama, namun sebenarnya mereka berbeda
spesies. Cacing tanah di Jawa (pheretina javanica) serupa dengan cacing di
Amerika (Lumbicus terestis). Kedua cacing trsebut menempati tempat yang lembab
dengan relung ekologi serupa. Biasanya perkerabatan taksonomi dari ekivalen-
ekivalen ekologi sangat dekat, namun tidak selalu demikian. Contoh lain dari hewan
ekivalen-ekivalen ekologi antara lain; ular Chysopelea, Boiga dan Trimeresurus
yang hidup di semak-semak dan pohon hutan daerah Orientalia adalah ular Boiga
dan Chondrophytody daerah Australio-Papua, Boiga Thresops dan Atheris di
daerah Etiopia, Elaphe dan Ophiondrys di daerah Neratika, serta ular Boa
Trimenesurus di daerah Neotropaka. Secara umum ekivalen-ekivalen ekologi itu
dapat dikenali dari kemiripan-kemiripan yang diperlihatkan hewan-hewan tersebut
dalam adaptasi-adaptasi morfologi (struktural) serta pola perilakunya. Sebabnya
ialah karena berbagai adaptasi itu adalah tiada lain daripada perangkat modal
kemampuan hewan untuk memanfaatkan sumber daya didalam lingkungannya atau
habitatnya.
8

2.3 Penggantian Sifat (Chararter Displacement) Simpatry dan Allopatry


Spesies yang terdapat pada daerah geografi yang tidak sama atau terpisah
oleh barier disebut allopatric, sedangkan spesies yang terdapat pada daerah yang
sama (tetapi relung tidak sama) disebut sympatric. Perbedaan pada spesies yang
berkerabatan dekat sering bertambah jelas (yaitu divergen) pada populasi yang
sympatric dan perbedaan berkurang (yaitu convergen) pada populasi yang
allopatric. Proses evaluasi yang demikian dikenal sebagai perubahan sifat
(character displacement). Browen dan Wilson menjelaskan fenomena perubahan
sifat sebagi berikut: “Dua spesies yang berkerabatan mempunyai daerah habitat
yang tumpang tindih. Pada daerah habitat yang tidak tumpang tindih (p dan q),
populasi spesies A dan B sangat serupa bahkan mungkin sukar dibedakan. Pada
daerah habitat yang tumpang tindih ( r) dimana populasi spesies A dan B terdapat
bersama-sama, populasi A dan B lebih divergen dan secara mudah dapat dibedakan
karena mempunyai ciri yang berbeda, misalnya berbeda morfologi tingkah laku
atau fisiologi. Perbedaan morfologi misalnya pada paruh akan mengurangi tumpang
tindih dalam relung makanan. Perbedaan tingkah laku akan mengurangi
interbreeding (ingat Darwin Finches di kepulawa Galapagos) “
Spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat,suatu marga atau genus
misalnya,dapat ditemukan pada habitat atau daerah penyebaran yang sama
(simpatrik) atau ditemukan pada daerah penyebaran yang berbeda (alopatrik). Jika
spesies-spesies hewan yang berkerabat dekat (kogenerik) ditemukan dalam keadaan
simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang semakin mencolok
perbedaannya diantara spesies-speies itu atau dikatakanmengalami evolusi
divergen. Sebaliknya, apabila dalam keadaan alopatrik seleksi alami
akanmenghasilkan evolusi konvergen sehingga perbedaan ciri-ciri itu makin kabur.
Fenomenatersebut diatas dikenal sebagai pergeseran ciri.
Evolusi yang menghasilkan pergeseran ciri pada spesies-spesies hewan
dalam keadaansimpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi spesies-spesies
yang bersangkutan. Pertama, karena ciri (adaptasi morfologis, misalnya) yang nyata
bedanya akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi, dengan demikian
maka kemungkinan terjadinya interaksi berupa persaingan, apabila spesies itu
9

berkohabitasi, akan tereduksi. Kedua berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan


berbedanya pola perilaku, misalnya perilaku berbiak, akan lebih menjamin
terjadinya pemisahan genetik diantara spesies-spesies yang berkerabat itu bial
berkohabitasi, atau menghindari terjadinya inbreeding yang tidak menguntungkan.
Salah satu contoh fenomena pergeseran ciri ialah yang terjadi pada dua spesies
burung dari genus Sitia, yakni Sitia tephoronota dan Sitia neumayer. Sitia neumayer
yang penyebarannya meliputi beberapa neara di daerah Asia kecil (Turki, Yunani,
Azerbaizan, Iran, Afganistan, Pakistan, dll). Dalam keadaan alopatrik
penampilannya sangat mirip satu dengan yang lainnya, sehingga hamper tidak dapat
dibedakan. Sebaliknya dalam keadaan simpantrik mudah sekali mengenali bagian
kepala (di atas mata). Perbedaan panjang paruh menunjukan kemungkinan
perbedaan jenis dan ukuran makanan, sehingga mengurangi peluang persaingan.
Perbedaan pita gelap di kepala mempunyai peranan penting dalam pengenalan
sesame jenisnya secara visual. Hal ini akan mengurangi terjadinya hiridisasi alami
diantara kedua spesies yang akan menghasilkan keturunan steril atau akan
mengalami perkawinan mati bujang.
Setiap populasi mahluk hidup menempati habitat atau biotop tertentu.
Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan totalitas dari corak
lingkungan yang ditempati populasi itu, termasuk faktor-faktor abiotik berupa
ruang, tipe substratum atau medium yang ditempati, cuaca dan iklimnya serta
vegetasinya. Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama yakni: daratan,
perairantawar, perairan payau, dan estuaria serta perairan bahari/laut. Berdasarkan
variasi habitat menurut waktu, dapat dikenal 4 macam habitat, yaitu
1. Habitat yang konstan
2. Habitat yang bersifat memusim
3. Habitat yang tidak menentu
4. Habitat yang efemeral
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang, habitat dapat
diklasifikasi menjadi 3 macam diantaranya:
1. Habitat yang bersinambung
2. Habitat yang terputus-putus
10

3. Habitat yang terisolasi


Menurut Keindegh (1980), Relung ekologi suatu populasi atau hewan
adalah statusfungsional hewan itu dalam habitat yang ditempatinya berkaitan
dengan adaptasi-adaptasi fisiologis, struktur/morfologi, dan pola perilaku hewan
itu.konsep relungdibagi menjadi relung fundamental dan relung yang
terealisasikan.
Asas Ekslusi Persaingan atau aturan Gause menyatakan bahwa suatu relung
ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil
lebih dari satu spesies. Asas koeksistensi, beberapa spesies yang dapat hidup
secaralanggeng dalam habitat yang sama ialah spesies-spesies yang relung
ekologinya berbeda-berbeda. Ekivalen-ekivalen ekologi adalah jenis-jenis hewan
yang menempati relung ekologiyang sama (ekivalen) dalam habitat yang serupa di
daerah zoogeografi yang berbeda.
Biasanya perkerabatan taksonomi dari ekivalen-ekivalen ekologi sangat
dekat, namun tidak selalu demikian. Evolusi divergen terjadi jika spesies-spesies
hewan yang berkerabat dekat (kogenerik) ditemukan dalam keadaan simpatrik,
seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuhyang semakin mencolok
perbedaannya. Evolusi konvergen terjadi jika spesies-spesieshewan yang
berkerabat dekat (kogenerik) dalam keadaan alopatrik seleksi alami, sehingga
perbedaan-perbedaan ciri-ciri itu makin kabur. Kedua fenomena tersebutdikenal
dengan pergeseran ciri.

2.4 Seleksi Alam: Spesiasi Allopatrik dan Simpatrik


Seleksi alam merupakan istilah yang diajukan oleh Charles Darwin yang
dapat diartikan sebagai proses dimana individu yang memiliki ciri bawaan dapat
bertahan hidup dan bereproduksi dalam tingkat yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan individu lain diakibatkan ciri bawaan yang dimilikinya. Darwin
mengajukan bahwa mekanisme seleksi alam dapat menjelaskan pola evolusi.
Sebagai contoh, manusia telah memodifikasi spesies lain selama beberapa generasi
dengan memilih dan mengembangbiakkan individu yang memiliki ciri yang di
11

inginkan, proses tersebut dikenal sebagai seleksi buatan. Beberapa hal penting
terkait seleksi alam adalah:
1. Walaupun seleksi alam terjadi akibat interaksi antara individu dan
lingkungannya, yang mengalami evolusi bukanlah individu melainkan
populasi yang mengalami evolusi seiring berjalannya waktu.
2. Seleksi alam hanya dapat memperkuat atau menghilangkan sifat-sifat
bawaan yang diwariskan yang berbeda dengan individu lain dalam suatu
populasi. Jika semua individu dalam suatu populasi secara genetik memiliki
sifat bawaan tersebut, evolusi secara seleksi alam tidak dapat terjadi.
3. Faktor lingkungan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain seiring waktu.
Sifat yang menguntungkan di satu tempat dan di satu waktu bisa jadi tidak
berguna atau bahkan merugikan di tempat lain atau di waktu lain. Seleksi
alam selalu terjadi, namun sifat apa yang menguntungkan bergantung pada
konteks dalam kondisi seperti apa spesies tersebut hidup dan berkembang
biak.

2.4.1 Spesiasi Alopatrik (Allopatric speciation)

Gambar 2.1 Macam spesiasi


12

Spesiasi menurut teori alopatrik terjadi sebagai berikut: bermula, hanya ada
satu spesies dengan distribusi geografi yang berkesinambungan. Kemudian, karena
penyebab tertentu, beberapa anggotanya terisolasi secara geografis dari yang lain,
barangkali karena sebidang daratan memisahkan spesies yang tadinya berhubungan
secara berkesinambungan oleh sungai. Daratan baru atau sungai baru adalah
kejadian yang langka dan gerakan organisme itu sendiri mungkin merupakan
penyebab yang lebih lazim daripada pemisahan geografis. Beberapa individu secara
kebetulan terisolasi setelah bermigrasi jauh dari populasi induknya. Tetapi, apapun
alasannya suatu populasi yang berkesinambungan bisa mengalami percabangan.
Tahap selanjutnya, dari spesiasi alopatrik adalah dua populasi mengalami
perubahan evolusi yang berbeda dalam lingkungan yang berbeda, keduanya
terpisah. Jika perpisahan itu cukup besar jaraknya, kedua populasi dapat
digolongkan sebagai ras geografis yang berlainan, dan oleh karena itu sebagai
spesies yang berbeda (Ridley, 1991).
Apabila suatu populasi menjadi alopatrik, kemungkinan terjadinya spesiasi
sangat besar karena kumpulan gen yang terisolasi itu akan mengakumulasikan
perbedaan genetik yang disebabkan dengan mikroevolusi. Akan tetapi, populasi
yang terisolasi yang berukuran kecil lebih mungkin untuk mengalami perubahan
yang cukup besar untuk menjadi spesies baru dibandingkan dengan populasi yang
berukuran besar. Bukti untuk spesiasi alopatrik adalah sangat luas yaitu terutama
melalui studi variasi geografi. Spesiasi yang beranekaragam secara geografis dari
seluruh karakter dapat menghalangi pertukaran gen antara spesies simpatrik. Sering
terjadi, populasi secara geografis dapat lebih betul - betul terisolasi oleh
kemandulan atau perbedaan ethologi (ketika diuji secara eksperimen) dibanding
terhadap populasi berdekatan. Populasi yang terisolasi itu mungkin tidak
dapatmelakukan interbreeding jika mereka datang ke dalam untuk
melakukankontak yang digambarkan oleh kasus circular overlap, dimana suatu
rantai ras yang dipercaya dapat melakukan interbeeding, sedemikian karena
bentuknya yang sangat menyimpang (divergen) dan kemudian masuk ke dalam
simpatrik,namun tidak terjadi inbreeding.
13

Contoh spesiasi alopatrik:


1. Sekitar 50.000 tahun yang lalu selama zaman es daerah sekarang dikenal
sebagai Death Valley di California dan Nevada memiliki iklim dengan
curah hujan yang tinggi dan memiliki sistem danau dan sungai yang saling
berhubungan. Daerah tersebut mulai dilanda kekeringan sejak 10.000 tahun
silam dan sekitar 4.000 tahun yang lalu daerah itu telah menjadi gurun. Saat
ini semua yang tersisa dari jaringan danau dan sungai yang pernah ada
menjadi sumber mata air terpisah yang tersebar di gurun yang sebagian
besar terdapat di bagian dalam celah diantara dinding bebatuan. Mata air
terseebut sangat bervariasi suhu dan salinitas airnya. Dalam beberapa mata
air itu hidup ikan - ikan kecil, yang disebut dengan Pupfish dari genus
Cyprinodon masing - masing mata air yang ditempati seringkali berdiameter
tidak lebih dari beberapa meter merupakan tempat tinggal bagi spesies
Pupfish yang unik dan telah beradaptasi dengan kolamtersebut dan tidak
ditemukan di tempat lain. Berbagai macam Pupfish mungkin diturunkan
dari satu spesies tertua yang sama, yang daerahtinggalnya terpisah - pisah
ketika daerah itu menjadi kering, sehingga mengisolasi beberapa populasi
kecil yang selanjutnya memisah satu sama lain.
2. Grand Canyon sangat mudah diseberangi oleh burung elang atau burung
lain, namun merupakan sawar yang tidak dapat dilewati oleh populasi
hewan pengerat kecil yang lingkungan hidupnya terbatas di salah satu
sisiutara atau selatan ngarai tersebut. Memang spesies burung yang sama
menempati kedua ngarai lembah tetapi masing - masing sisi ngarai, ngaraiitu
memiliki spesies Rodensia yang unik.
3. Spesiasi alopatrik juga dialami oleh tupai antelope di Grand Canyon.
Dimana pada tebing selatan hidup tupai Antelope harris
(Ammospermophillus harris). Beberapa mil dari daerah itu pada sisi
tebingutara hidup tupai antelope berekor putih harris
(Ammospermophillusleucurus), yang berukuran sedikit lebih kecil dan
memiliki ekor yang lebih pendek dengan Warna putih di bawah ekornya.
Ternyata di situ semua burung - burung dan organisme lain dapat dengan
14

mudah menyebar melewati ngarai ini, tetapi tidak dapat dilewati oleh kedua
jenis tupai ini.

2.4.2 Spesiasi Simpatrik (Sympatric Speciation)


Spesiasi simpatrik adalah spesiasi tanpa isolasi geografik. Spesiasi akan
bersifat simpatrik jika suatu penghalang biologis untuk interbreeding munculdi
dalam populasi panmiktik, tanpa segregasi spasial spesies permulaan. Dalam
spesiasi simpatrik, spesies baru muncul di dalam lingkungan hidup populasi tetua,
isolasi genetik berkembang dalam berbagai cara, tanpa isolasigeografis. Dalam
spesiasi simpatrik, faktor intrinsik, seperti perubahan kromosom (pada tumbuhan)
dan perkawinan tidak acak (pada hewan), mengubah aliran gen (gen flow)
(Campbell, 2003).
Dalam isolasi reproduksi terdapat organisme simpatrik yaitu organisme
yang memiliki ciri - ciri morfologi, fisiologi dan perilaku yang hampir samadan
berada dalam lingkungan yang sama tetapi tidak mampu melakukan interbreeding
/ perkawinan silang. Populasi simpatrik akhirnya terisolasi secara genetik meskipun
daerah tinggalnya saling tumpang tindih (Campbell, 2003).
Model spesiasi simpatrik meliputi gradual dan spontan. Spesiasi simpatrik
berdasarkan model klasifikasi spesiasi Mayr’s, termasuk dalam kategori gradual
speciation (sympatrik speciation) sedangkan berdasarkan model Templeton’s
termasuk dalam kategori divergence (habitat divergent selection without isolation
by distance). Sebagian besar model spesiasi simpatrik masih dalam kontroversi,
kecuali pada model spesiasi spontan danspesiasi poliploid yang terjadi pada
tanaman.
Model - model spesiasi simpatrik didasarkan pada seleksi terpecah
(distruptive selection), seperti ketika dua homozigot pada satu atau lebih
lokusteradaptasi dengan sumber yang berbeda dan hal itu merupakan suatu multiple
- niche polymorphism. Contohnya pada serangga herbivora bergenotip AA dan
A’A’ teradaptasi dengan spesies tumbuhan 1 dan 2, dimana genotip AA’ tidak
teradaptasi dengan baik. Masing - masing homozigot ingin mempunyai fittes lebih
tinggi jika dilakukan mating secara assortative dengan genotip yang mirip dan tidak
15

menghasilkan keturunan heterozigot yang tidak fit. Assortative mating mungkin


dipertimbangkan adanya lokus B yang dapat mempengaruhi perilaku kawin
maupun mendorong serangga untuk memilihinang spesifik, yang pada tempat
tersebut dapat ditemukan pasangan dan kemudian dapat bertelur. Jika BB dan Bb
kawin hanya pada inang 2, perbedaan dalam pemilihan inang dapat mendasari
terjadinya pengasingan / isolasi reproduktif. Banyak dari serangga herbivora yang
merupakan spesies yang berkerabat dekat dibatasi oleh perbedaan inang, terutama
untuk pemenuhan kebutuhan makan, mating / kawin.
Contoh yang diterima secara luas sebagian besar spesiasi sympatric adalah
bahwa dari Cichlids danau -abugabo di 'frika Timur, yangdiperkirakan karena
seleksi seksual. Spesiasi SympatriK mengacu pada pembentukan dua atau lebih
spesies keturunan dari leluhur spesies tunggalsemua menempati lokasi geografis
yang sama. Spesiasi melalui poliploidi, spesiasi poliploidi adalah mekanisme yang
sering dikaitkan dengan peristiwa spesiasi yang dapat menyebabkan beberapa di
sympatry. Tidak semua poliploidi secara reproduktif terisolasi dari tanaman
induknya, sehingga peningkatan jumlah kromosom tidak dapat mengakibatkan
penghentianlengkap terhadap aliran gen antara poliploidi baru dengan diploid orang
tua mereka (lihat juga spesiasi hibrida). Poliploidi diamati di banyak spesieskedua
tumbuhan dan hewan. Bahkan, telah diusulkan bahwa semua tanaman yang ada dan
sebagian besar pada hewan, poliploid tersebut telah mengalami suatu kejadian
polyploidization dalam sejarah evolusi mereka. Namun, seringkali oleh reproduksi
partenogenesis sejak hewan poliploid sering steril, contohnya mamalia poliploid
diketahui, dan paling sering mengakibatkan kematian perinatal.

2.5 Seleksi Buatan: Penjinakan (Domestikasi)


Seleksi buatan adalah proses di mana manusia membiakkan hewan dan
tanaman secara selektif mengembangkan sifat fenotipik tertentu dengan memilih
hewan atau tumbuhan mana yang akan bereproduksi secara seksual dan memiliki
keturunan bersama. Istilah ini digunakan oleh Charles Darwin untuk membedakan
dengan seleksi alam. Berbeda dengan seleksi buatan, seleksi alam bergantung pada
16

lingkungan alamiah untuk menyeleksi variasi-variasi makhluk hidup yang sesuai


dengan tekanan seleksi.
Dalam pembiakan hewan, teknik seperti perkawinan sekerabat digunakan.
Charles Darwin membahas bagaimana pembiakan selektif telah berhasil
menghasilkan perubahan dari waktu ke waktu dalam bukunya yang dipublikasikan
pada 1859, On the Origin of Species. Bab pertamanya membahas pembiakan
selektif dan domestikasi hewan seperti merpati, kucing, sapi, dan anjing. Darwin
menggunakan seleksi buatan sebagai batu loncatan untuk memperkenalkan dan
mendukung teori seleksi alam.
Seleksi buatan dapat pula terjadi secara tidak sengaja. Misalnya, pada
beberapa biji-bijian, peningkatan ukuran benih mungkin disebabkan oleh praktik
pembajakan tertentu daripada dari pemilihan benih yang lebih besar secara sengaja.

2.5.1 Domestika (Penjinakan)


Domestikasi atau penjinakan tumbuhan dan hewan merupakan markah awal
perkembangan pertanian secara luas (King dan Stanbinsky, 1998). Proses belajar
menanam dan beternak berawal dari domestikasi aneka tumbuhan dan hewan dari
kehidupannya yang liar. Hikayatnya dimulai pada masa Neolitik sebagaimana
ditandai oleh sejumlah situs pertanian, diantaranya di Asia Baratdaya dan di Asia
Tenggara. Kini, agronomi meluas tidak saja dengan mengandalkan tumbuhan dan
hewan eksotik, tapi mencakup juga pengelolaan dan/atau modifikasi genetik
organisme tersebut. Transformasi yang menghasilkan spesies domestik ini, telah
berkontribusi sekaligus dalam pemenuhan kebutuhan aktual dan ketergantungan ke
depan. Lebih dari pada itu, hasil transformasi ini tidak saja terkadang berlangsung
tanpa sengaja, tapi juga difusi dan adaptasinya meluas pada lingkungan baru.
Domestikasi sebagai proses perkembangan organisme yang dikontrol
manusia, oleh Evans (1996) dinyatakan mencakup perubahan genetik (tumbuhan)
yang berlangsung sinambung semenjak dibudidayakan. Dengan demikian,
domestikasi berkaitan dengan seleksi dan manajemen oleh manusia, dan tidak
hanya sekedar pemeliharaan saja. Spesies eksotik – organisme yang dipindahkan
dari habitat aslinya ke wadah budidaya, karakteristik genetiknya terubah dengan
17

maksud tertentu, atau sebaliknya, melalui sembarang pikatan pemeliharaan, seleksi


dan manajemen genetik (Pullin, 1994). Dalam hal ini, mendomestikasi adalah
menaturalisasikan biota ke kondisi manusia dengan segala kebutuhan dan
kapasitasnya.
Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat dicapai manusia
dalam upaya penjinakan hewan ke dalam suatu sistem budidaya. Tingkatan
dimaksud, sebagaimana berlangsung pada ikan, adalah sebagai berikut.
1. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan sudah dapat
berlangsung dalam sistem budidaya. Ikan asli Indonesia yang demikian
dicontohkan oleh gurami (Osphroneus gouramy), tawes (Puntius
javanicus), kerapu, bandeng, dan kakap putih.
2. Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya dapat
berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya masih rendah.
Ikan asli Indonesia yang terjinakkan sedemikian dicontohkan oleh betutu,
balashark, dan arowana.
3. Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila baru sebagian daur hidupnya
dapat berlangsung dalam sistem budidaya. Contohnya antara lain: ikan
Napoleon (Cheilinus undulatus), dan tuna.
Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan umumnya, sangat ditentukan
oleh pemahaman tentang keseluruhan aspek biologi dan ekologi hewan tersebut.
Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur hidup dan dinamika pertumbuhannya
merupakan aspek biologi yang antara lain menunjang keberhasilan domestikasi.
Dalam domestikasi tanaman, Evans (1996) mengungkapkan secara luas
berbagai perubahan yang terjadi pada penampilan tumbuhan, mulai dari yang
menyangkut retensi benih hingga ke isi DNA. Demikian halnya perubahan bentuk
dan ukuran pada sejumlah tanaman, serta laju perkembangan dan pertumbuhannya.
Lebih dari pada itu, sejumlah tumbuhan yang didomestikasi ternyata kehilangan
substansi racun sebagai unsur proteksi alaminya terhadap hama dan penyakit.
Tampaknya, perubahan-perubahan ini terpaut dengan penimbulan (mengefisiensi)
dan penenggelaman (mendefesiensi) satu atau lebih unsur genetik seturut dengan
faktor lingkungan budidaya yang dikenakan. Hal yang kemudian membuka
18

peluang ke modifikasi genetik ini, antara lain ditandai ketika tanaman tebu
Saccharum officinarum disilangkan dengan S. spontaneum yang memiliki gen yang
tahan atas penyakit sereh yang mewabah pada 1880.
Seperti halnya hewan, perpindahan lokasi dari tumbuhan yang
didomestikasi berlangsung secara luar biasa, menyebar luas dan jauh dari asalnya,
bahkan terkadang melimpah di kawasan yang didatanginya. Dicontohkan oleh
Wallack (2001), gandum yang berasal dari Timur Tengah, kini diproduksi besar-
besaran di Cina, India, dan Amerika. Jagung yang asalnya Meksiko, tapi Brasilia
menumbuhkannya tiga kali lebih banyak, China sebanyak enam kali lebih banyak,
dan Amerika sebanyak 10 kali. Kentang yang mulainya di Andes, kini produktor
utamanya adalah Cina, Rusia dan Polandia. Selain dengan jelas menunjukkan
difusi dan adopsi teknologi berkenaan dengan hasil domestikasi, tapi hal ini
menunjukkan juga kemampuan hasil domestikasi dalam mengkolonisasi daerah
baru.
Subjek domestikasi, seperti menurut Evans (1996) terhadap tumbuhan,
menarik minat sejumlah disiplin ilmu, diantaranya antropologi, arkeologi,
biokimia, genetika, geografi, linguistik, biologi molekuler, fisiologi, dan sosiologi.
Dengan demikian, banyak aspek domestikasi telah diungkapkan selama ini,
misalnya mengenai sejarah dan keterkaitannya dengan kebudayaan, demikian pula
dengan permasalahan lingkungan hidup yang ditimbulkannya. Ringkasnya,
praktek domestikasi tumbuhan dan hewan tidak saja sekaligus mendomestikkan
pengelompokkan manusia (humandkind) dalam suatu permukiman, tapi juga
menurut Wallack (2001), manusia secara mutlak kini tergantung pada hasil
domestikasi yang dilakukannya.
Uraian terdahulu mengungkapkan bahwa ternyata ujud hakiki dari apa yang
disebut domestikasi tumbuhan dan hewan – masukan, proses, dan hasilnya –
mengandung banyak aspek dan bermatra luas. Penjelajahan selanjutnya terhadap
hal ini melalui pendekatan multi-disipliner, dipandang sebagai pilihan yang
memihak pada perwujudan fungsi sains dalam kehidupan manusia.
Domestikasi tumbuhan dan hewan secara aktual dilakukan manusia
berdasarkan prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang ditemukan dengan
19

menggunakan metode ilmiah. Dalam hal ini, prinsip dan konsep mendomestikasi
disusun dengan menerapkan penalaran deduktif, sementara kesesuaiannya dengan
fakta diverifikasi dengan menerapkan penalaran induktif.
Berkaitan dengan masalah objek empiris dalam domestikasi tumbuhan dan
hewan, ada dua kelompok pertanyaan yang teridentifikasi berbeda menurut bidang
ilmu dan menurut bidang teknologi. Dalam bidang ilmu, objeknya adalah gejala
yang sudah ada, sementara dalam bidang teknologi, objeknya adalah gejala yang
ingin diciptakan. Kejelasan tentang struktur dan bentuk susunan serta hubungan
antar bagian, merupakan prinsip dan konsep yang dipertanyakan dalam bidang
ilmu. Struktur suatu gejala yang dikehendaki agar suatu fungsi yang diinginkan
terealiser beserta cara membentuk struktur dimaksud, merupakan konsep yang
ditangani dan ingin dihasilkan dalam bidang teknologi.
Berdasarkan hasil penalaran manusia selama ini, tumbuhan dan hewan
didomestikasikan dengan beragam cara, mulai dari yang sederhana hingga ke cara
yang sangat maju ditopang dengan hasil perkembangan bioteknologi.
Sederhananya, seperti untuk tanaman buah-buahan menurut Demchik dan Streed
(2002) dengan cara bertahap: (1) wildcrafting, (2) stand improvement, (3)
penanaman/pemeliharaan, (4) seleksi, pemuliaan, dan penggunaan stok andal dalam
penanaman/budidaya. Bioteknologi sebagai penerapan biologi molekuler, genetika
molekuler dan rekayasa genetika, mentransformasikan gen sehingga organisme
eksotik menjadi GMO dan TO.
Metode dan/atau teknik domestikasi tumbuhan dan hewan dengan
pendekatan bioteknologi dideskripsikan secara luas dan melimpah dalam sejumlah
sumber informasi. Mengacu pada sumber dimaksud seperti dalam Winter et al
(1998) dan Madigan et al (2000), rekayasa genetika dinyatakan sebagai upaya
teknik memodifikasi penampilan genetika sel dan organisme melalui manipulasi
suatu gen dengan menggunakan teknik labolatorium. Ini merupakan sintesis dari
genetika molekuler, biokimia dan mikrobiologi, terutama dalam aspek yang
mencakup isolasi, manipulasi, dan ekspresi materi genetik. Selain itu, rekayasa
genetika mempunyai aplikasi luas tidak hanya pada penelitian dasar tetapi juga pada
penelitian aplikatif, antara lain untuk menghasilkan suatu protein dalam jumlah
20

besar dan mentransfer suatu material genetik untuk “menciptakan” organisme-


organisme (tanaman, hewan, dan mikrorganisme) dengan ciri-ciri “yang
diinginkan”.
Lebih jauh terungkap bahwa dalam rekayasa genetika, urutan DNA tertentu
dari organisme yang berbeda bahkan dari spesies yang berbeda dapat berintegrasi
menjadi suatu DNA hibrida (rekombinan DNA). Berkaitan dengan ini, kloning
molekuler dimungkinkan melalui serangkaian proses isolasi, pemurnian, dan
pereplikasian fragmen DNA khusus. Selain itu, pertukaran material genetik di
antara spesies yang secara alamiah tidak terjadi, membuka peluang perubahan
makeup genetik suatu organisme. Dalam kultur jaringan, rekayasa genetika
menawarkan suatu metode langsung untuk mengintroduksi suatu sifat tertentu
melalui baik elektroforasi maupun penembakan molekul DNA atau melalui
Agrobacterium tumefaciens. Dalam pemuliaan terseleksi pada hewan
dimungkinkan untuk mentransfer gen yang membawa sifat secara langsung ke
dalam hewan. Gen dapat diintroduksi ke dalam hewan melalui vektor retrovirus,
mikro-injeksi, dan embryonic-stem cells, dimana melibatkan transfer gen ke dalam
sel telur yang terfertilisasi atau ke dalam sel dari embrio tingkat awal. Demikianlah
untuk tumbuhan dan hewan termasuk jazad renik, rekayasa genetika adalah suatu
cara domestikasi dalam manajemen genetik yang dapat saja mengundang masalah
seperti dalam hal ketidakstabilan vektor yang digunakan, ekspresi gen yang tidak
sepenuhnya, dan gangguan regulasi gen.
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, ujud hakiki dari domestikasi
tumbuhan dan hewan bermatra luas. Selain cara dan/atau metode yang mengantar
pada penemuan organisme domestik (GMO dan TO), tahapan aktivitas domestikasi
menurut Simon (1996) akan sangat ditentukan oleh factor-faktor biologi, kebijakan,
pasar, dan sosial. Pemanfaatan selanjutnya melalui budidaya dan bahan pangan
yang dihasilkan, membutuhkan metode aplikasi yang berjangkauan komprehensif
dan berlandasan aksiologis memadai.
Dalam bidang akuakultur, Pullin (1994) menyatakan bahwa permasalahan
utama yang dihadapi ilmuwan dan pengambil keputusan adalah efek jangka
panjang pada keragaman hayati akuatik yang tidak dapat diprediksi secara tepat
21

berkenaan dengan kemungkinan lolosnya GMO dari wadah budidaya. Hal yang
sama dengan intensitas beragam dapat saja berlaku dalam kegiatan budidaya
pertanian lainnya. Untuk itu, Peraturan Pemerintah RI No.27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup menyatakan usaha dan/atau
kegiatan berdampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, antara lain : (1)
introduksi suatu jenis tumbuhan baru atau jazad renik yang dapat menimbulkan
penyakit baru terhadap tanaman, (2) introduksi suatu jenis hewan baru yang dapat
mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada, (3) penggunaan bahan hayati dan
nir-hayati mencakup pengertian perubahan.
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Habitat adalah suatu komunitas biotik atau serangkaian komunitas -
komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang
sesuai menyediakan semua kelengkapan habitat bagi suatu spesies selama
musim tertentu atau sepanjang tahun. Menurut Bailey (1984), kelengkapan
habitat terdiri dari berbagai macam jenis termasuk makanan, perlindungan, dan
faktor-faktor lainnya yang diperlukan oleh spesies hidupan liar untuk bertahan
hidup dan melangsungkan reproduksinya secara berhasil.
Habitat dapat juga berarti tempat hidup komunitas. Dalam hal ini habitat
meliputi hanya lingkungan abiotik. Tetapi dapat juga habitat melibatkan lingkungan
biotik maupun abiotik. Habitat organisme ialah tempat dimana organisme hidup
atau tempat dimana manusia dapat menemukan organisme tersebut. Relung ekologi
(ecological niche) sebaliknya merupakan terminologi yang lebih inklusif, yang
tidak hanya meliputi ruang atau tempat yang ditinggali organisme, tetapi juga
perananya dalam komunitas, misalnya kedudukan pada jenjang (trofik) makanan
dan posisinya pada gradien lingkungan: temperatur, kelembaban, pH, tanah, dan
kondisi lain yang ada.
Organisme yang mendalami tempat yang sama atau relung ekologi yang
sama pada daerah geografi yang berlainan disebut ekuivalen ekologi. Spesies
dengan relung ekuivalen cenderung mempunyai kekerabatan secara taksonomik
apabila terdapat pada tempat yang berdekatan tetapi sering tidak mempunyai
kekerabatan taksonomi apabila terdapat pada tempat yang terpisah jauh satu sama
lain. Komposisi spesies komunitas sangat berbeda pada berbagai daerah geografi
tetapi ekosistem yang serupa dapat berkembang dimanapun asalkan habitat fisiknya
serupa, tidak peduli dengan letak geografisnya. Relung ekuivalen ekologi yang
terdiri dari kelompok-kelompok biologi membentuk flora dan fauna dari daerah-
daerah tersebut.
Spesies yang terdapat pada daerah geografi yang tidak sama atau terpisah
oleh barier disebut allopatric, sedangkan spesies yang terdapat pada daerah yang
sama (tetapi relung tidak sama) disebut sympatric. Perbedaan pada spesies yang

22
23

berkerabatan dekat sering bertambah jelas (yaitu divergen) pada populasi yang
sympatric dan perbedaan berkurang (yaitu convergen) pada populasi yang
allopatric. Proses evaluasi yang demikian dikenal sebagai perubahan sifat
(character displacement).

3.2 Saran
Banyak hal yang penyusun harapkan dari semua pihak dengan saran yang
membangun terkait penyusunan makalah yang kami susun. Penyusun menyadari
masih banyak kekurangan baik dalam isi maupun metoda penulisan yang jauh
dari capaian yang diharapkan. Berikut juga terkait dengan pencarian dalam
materi yang masih jauh dari harapan, dengan hal tersebut sangat diharapkan
saran dan kritikan yang membangun sehingga dapat menjadikan penyusunan
makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. (2003). Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Domestikasi Tumbuhan dan Hewan. (2003). Retrieved from www.rudyct.com:


https://www.rudyct.com/PPS702-ipb/07134/71034_4.html

Maknun, D. (2017). Ekologi: Populasi, Komunitas, Ekosistem Mewujudkan


Kampus Hijau, Asri, Islami, dan Ilmiah. Cirebon: Nurjati Press.

Oktavia, F. (2015). Makalah Ekologi Hewan dan Relung Ekologi. Retrieved from
dokumen.tips: https://dokumen.tips/documents/makalah-habitat-dan-
relung-ekologi.html

Ridley, M. (1991). Masalah - Masalah Evolusi. Jakarta: UI Press.

Suriasumantri, J. (2000). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Zairin, M. J. (2003). Endokrinologi dan Perannya Bagi Masa Depan Perikanan


Indonesia. Bogor: FPIK IPB.

24

Anda mungkin juga menyukai