Anda di halaman 1dari 62

usaha untuk

memahami
atau mengerti
Filsafat dunia dalam
hal dan
Dari segi Etimologi * falsafah (Arab),
 Istilah "filsafat" dalam
* philosophy (Inggris),
* philosophia (Latin),
bahasa Indonesia
* philosophie (Jerman,
memiliki padanan kata:
Belanda,
Perancis).

Bersumber pada istilah Yunani,


philosophia.
 Istilah Yunani philein berarti " ",
sedangkan philos berarti " ".

 Selanjutnya istilah sophos berarti " ",


sedangkan sophia berarti " ".
 Apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata

philein dan sophos, maka artinya


Apabila filsafat mengacu pada asal
kata philos dan sophia, maka artinya
adalah
 Menurut sejarah, Pythagoras
(572-497 SM) adalah orang
yang pertama kali memakai kata
philosophia.
 Banyak sumber yang menyatakan bahwa
mengandung arti yang lebih luas daripada
kebijaksanaan.
 Artinya ada berbagai macam, antara lain:
(1) kerajinan,
(2) kebenaran pertama,
(3) pengetahuan yang luas,
(4) kebajikan intelektual,
(5) pertimbangan yang sehat,
(6) kecerdikan dalam memutuskan hal-hal praktis.
 pengetahuan yang diatur
secara sistematis dan
langkah-langkah
Ilmu pencapaiannya
dipertanggungjawabkan
secara teoritis.
 Ilmu yang pertama kali muncul adalah filsafat.

 Ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat.

 Sehingga filsafat dikatakan sebagai "induk" atau


"ibu" dari ilmu pengetahuan atau mater scientiarum.
 Dahulu ilmu pengetahuan identik dengan
filsafat.
 Filsafat mengubah cara berfikir
menjadi .
 Pertanyaan-pertanyaan filsafati berbeda dengan
pertanyaanpertanyaan non-filsafati.

 Misalnya:
1. Berapa Indeks Prestasi yang Anda
capai dalam semester lalu?
2. Berapa jumlah buku yang Anda miliki?
3. Dimana Anda tinggal?
 Pertanyaan-pertanyaan di atas bukan
merupakan pertanyaan kefilsafatan, karena
merupakan pertanyaan tentang fakta-fakta.
 Pertanyaan-pertanyaan non-filsafti
bertalian dengan hal-hal tertentu, khusus,
terikat oleh ruang dan waktu, sehingga
jawabannya dapat secara langsung
diberikan pada saat itu juga.
1. Apakah kebenaran itu?
2. Apakah perbedaan antara benar dan salah?
3. Mengapa manusia ada di dunia?
4. Apa makna kehidupan manusia di dunia?
5. Apakah segala sesuatu di dunia ini terjadi secara
kebetulan ataukah merupakan peristiwa yang
sudah pasti?
contoh lain:

 Filsafat tidak menanyakan "berapa jauhnya dari


Tarakan ke Nunukan?"

 Akan tetapi filsafat menanyakan "apa jarak itu?"


Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tidak mudah untuk
dijawab, sebab akan menimbulkan pertanyaan susulan
terus menerus.

Setiap filsuf memiliki wewenang untuk menjawab


pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengajukan
argumentasi yang logis dan rasional.
 Filsafat sebagai analisa logis tentang bahasa dan
penjelasan makna istilah.

 Misalnya kata "ada" apabila dianalisis ternyata


dapat mengandung nuansa arti.

 Apakah "ada" Nya Tuhan sama dengan "ada"nya


manusia? Kalau dikatakan meja itu "ada", apakah
sama dengan "ada"nya manusia?

 Dengan demikian kata "ada" dapat berarti "ada


dalam ruangwaktu", "ada secara transenden", "ada
dalam pikiran" atau "mungkin ada".
 Hubungan Ilmu dengan Filsafat

 Ilmu yang pertama kali muncul adalah filsafat dan


ilmu-ilmu khusus menjadi bagian dari filsafat.

 Objek material filsafat sangat umum yaitu seluruh


kenyataan.
 Ilmu-ilmu membutuhkan objek material yang khusus.
 Hal ini berakibat berpisahnya ilmu dari filsafat.
 Meskipun dalam perkembangannya masing-masing

ilmu memisahkan diri dari filsafat, tidak berarti

hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi

terputus.
 Kekhususan yang dimiliki setiap ilmu hal
menimbulkan batasbatas yang tegas (jelas) antara
masing-masing ilmu.

 Tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi


penghubung ilmuilmu yang terpisah itu.

 Filsafat berusaha untuk menyatukan tiap-tiap ilmu


tsb.
 Filsafat mengatasi spesialisasi dan merumuskan

suatu pandangan hidup yang didasarkan atas

pengalaman kemanusiaan yang luas.


 Oleh karena itu filsafat merupakan salah satu

bagian dari proses pendidikan secara alami untuk

makhluk yang berpikir.


 Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan
filsafat.

 Banyak masalah filsafat yang memerlukan

landasan pada pengetahuan ilmiah. (sehingga

pembahasannya tidak dangkal dan keliru).


 Ilmu dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah

besar bahan yang berupa fakta-fakta (teori-teori)

yang sangat penting bagi perkembangan filsafat

yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan

ilmiah.
 Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat, khususnya

filsafat ilmu, secara kritis menganalisis konsep-

konsep dasar dan memeriksa asumsiasumsi dari

ilmu-ilmu itu untuk memperoleh arti dan

validitasnya.
 Kalau konsep-konsep dari ilmu tidak dijelaskan dan
asumsi-asumsi tidak dikuatkan maka hasil-hasil
yang dicapai ilmu tersebut tanpa memperoleh
landasan yang kuat.
 Setiap ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-
asumsi yang bagi ilmu itu sendiri tidak perlu
dipersoalkan lagi.

 Konsep dan ilmu itu diterima dengan begitu saja


tanpa dinilai dan dikritik.
 Filsafat berusaha mengatur hasil-hasil dari
berbagai ilmu-ilmu khusus ke dalam suatu
pandangan hidup dan pandangan dunia (luas)
yang tersatupadukan, komprehensif dan konsisten.

 Secara komprehensif artinya tidak ada sesuatu


bidang yang berada di luar jangkauan filsafat.

 Secara konsisten artinya uraian kefilsafatan tidak


menyusun pendapat-pendapat yang saling
berkontradiksi.
 Misalnya fisika mendasarkan pada asas bahwa
semua benda terikat pada kaidah mekanis (sebab-
akibat).

 Dalam biologi dapat ditemukan bahwa pada


organisme yang lebih tinggi tidak hanya berproses
seperti mesin-mesin melainkan juga menunjukkan
adanya kegiatan yang mengarah pada suatu
tujuan (teleologis).
Berpikir secara Kefilsafatan

 Berfilsafat adalah berpikir.

 Tidak berarti berpikir adalah berfilsafat.


 Kalau dikatakan berfilsafat adalah berpikir, hal ini
dimaksudkan bahwa berfilsafat termasuk kegiatan
berpikir.

 “Berfilsafat adalah berpikir" mengandung


pengertian bahwa berfilsafat itu tidak identik
dengan berpikir melainkan berfilsafat termasuk
dalam berpikir.
 Dengan demikian tidak semua orang yang berpikir
itu mesti berfilsafat.

 Akan tetapi dapat dipastikan bahwa orang yang


berfilsafat itu pasti berpikir.
 Hanya saja berfilsafat itu berpikir dengan ciri-ciri
tertentu.
 Misalnya:
1. Seorang mahasiswa berpikir bagaimana agar
memperoleh IP yang tinggi pada suatu semester.
2. Seorang pegawai memikirkan gaji yang akan
diterima pada bulan yang akan datang.
3. Seorang pedagang berpikir tentang laba yang
akan diperoleh dalam bulan ini.
 Contoh yang dikemukakan itu bukanlah berpikir
secara kefilsafatan melainkan berpikir biasa,
berpikir sehari-hari, yang jawabannya tidak
memerlukan pemikiran yang mendalam.
 Ada beberapa ciri berpikir secara kefilsafatan.
a) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara radikal.
Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti
akar.
Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai ke
akar-akarnya.
Berpikir sampai ke hakikat, essensi atau sampai ke
substansi yang dipikirkan.
 Manusia yang berfilsafat tidak puas hanya
memperoleh pengetahuan lewat indera yang selalu
berubah, tidak tetap.

 Manusia yang berfilsafat dengan akalnya


berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan
hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala
pengetahuan inderawi.
b) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara
universal (umum).

Berpikir secara universal adalah berpikir tentang


hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum.
Filsafat bersangkutan dengan pengalaman umum
dari umat manusia (common experience of mankind).
 Dengan jalan penjajagan yang radikal itu filsafat
berusaha untuk sampai pada kesimpulan-
kesimpulan yang universal.

 Cara atau jalan yang ditempuh seorang filsuf untuk


mencapai sasaran pemikirannya dapat berbeda-
beda; namun yang dituju adalah keumuman yang
diperoleh dari hal-hal khusus yang ada dalam
kenyataan.
c) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara konseptual.

Yang dimaksud dengan konsep di sini adalah hasil


generalisasi dan abstraksi dari pengalaman tentang
hal-hal serta proses-proses individual.

Berfilsafat tidak berpikir tentang manusia tertentu atau


manusia khusus melainkan berpikir tentang "manusia
secara umum".
 Berpikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan
dengan pemikiran terhadap perbuatan-perbuatan
bebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu,
khusus, konkrit sebagaimana dipelajari oleh
psikolog, melainkan bersangkutan dengan
pemikiran "apakah kebebasan itu?".
 Dengan ciri yang konseptual ini maka berpikir
secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman
hidup sehari-hari.
d) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara
koheren dan konsisten.
Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah
berpikir (logis).
Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
Baik koheren maupun konsisten keduanya dapat
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: runtut.
Runtut adalah bagan konseptual yang disusun itu
tidak terdiri dari pendapatpendapat yang saling
berkontradiksi di dalamnya.
e) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara sistematik.
Sistematik berasal dari kata sistem.
Yang dimaksud dengan sistem adalah kebulatan dari
sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata
pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau
menunaikan sesuatu peranan tertentu.
Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu
masalah, para filsuf atau ahli filsafat memakai
pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses
berpikir yang disebut berfilsafat.

Pendapat-pendapat yang merupakan uraian


kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara
teratur dan terkandung adanya maksud atau
tujuan tertentu.
f) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara
komprehensif.
 Yang dimaksud komprehensif adalah mencakup
secara menyeluruh.
 Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk
menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.

 Kalau suatu sistem filsafat harus bersifat


komprehensif, berarti sistem itu mencakup secara
menyeluruh, tidak ada sesuatu pun yang berada di
luarnya.
g) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan secara bebas.
Sampai batas-batas yang luas maka setiap filsafat
boleh dikatakan merupakan suatu hasil dari
pemikiran yang bebas.
 Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis,

kultural ataupun religius.


 Sikapsikap bebas demikian ini banyak dilukiskan

oleh filsuf-filsuf.
 Socrates memilih minum racun dan menatap maut
daripada harus mengorbankan kebebasannya
untuk berpikir menurut keyakinannya.

 Spinoza karena khawatir kehilangan kebebasannya


untuk berpikir menolak pengangkatannya sebagai
guru besar filsafat pada Universitas Heidelberg.

 Kebebasan berpikir itu adalah kebebasan yang


berdisiplin.
 Berpikir dan menyelidiki dengan bebas itu bukanlah
berarti sembarangan, sesuka hati, anarkhi, malahan
sebaliknya berpikir dan menyelidiki dalam
keterikatan yang ketat.
 Akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari
kaidah, dari disiplin pikiran itu sendiri.
 Disinilah berpikir dan menyelidiki dengan bebas itu
berarti berpikir dan menyelidiki memakai disiplin
yang seketat-ketatnya.
 Dengan demikian pikiran yang dari luar sangat
bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.

 Ditinjau dari aspek ini berfilsafat dapat dikatakan:


mengembangkan pikiran dengan insaf, semata-
mata menurut kaidah pikiran itu sendiri.
h) Berpikir secara kefilsafatan dicirikan dengan
pemikiran yang bertanggung jawab.
 Seseorang yang berfilsafat adalah orang yang
berpikir sambil bertanggung jawab.
 Pertanggungjawaban yang pertama adalah

terhadap hati nuraninya sendiri.


 Di sini nampaklah hubungan antara kebebasan
berpikir dalam filsafat dengan etika yang
melandasinya.
 Seorang filsuf seolah-olah mendapat panggilan
untuk membiarkan pikirannya menjelajahi
kenyataan.
 Akan tetapi tidak sampai di situ saja yang
dirasakan menjadi tugasnya.
 Fase berikutnya ialah cara bagaimana ia
merumuskan pikiran-pikirannya agar dapat
dikomunikasikan pada orang lain; dalam hal ini
sebenarnya seorang filsuf berusaha mengajak
orang lain untuk ikut serta dalam alam pikirannya.
Ciri Persoalan Filsafat
 a) Bersifat sangat umum
 b) Tidak menyangkut fakta
 c) Bersangkutan dengan Nilai-Nilai
 d)Bersifat kritis
 e) Bersifat Sinoptik
 f) Bersifat Implikatif
3 Jenis persoalan filsafat
 A. Persoalan Keberadaan (being)
 B. Persoalan Pengetahuan (knowledge)
 C. Persoalan Nilai-Nilai (value)
 Nilai tingkah laku
 Nilai Keindahan
Cabang-Cabang Filsafat
 1. Metafisika
 Persoalan ontologi
 Apa yg dimaksud dengan ada?
 Bagaimana penggolongan dari ada?
 Apa sifat dasar dari kenyataan?

 Persoalan kosmologi
 Jenis keteraturan apa yang ada di alam ini?
 Apakah ruang dan waktu itu?
 Keteraturan di alam ini bagai sebuah mesin atau ada tujuan
tertentu?
 Persoalan antropologi
 Bagaimana terjadi hubungan badan dan jiwa
 Apa yang dimaksud dengan kesadaran
 Manusia sebagai mahluk bebas atau tidak bebas
2. Epistemologi
 Apa yang dapat saya ketahui?

 Persoalannya
 Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu?
 Dari mana pengetahuan itu dapat diperoleh?

 Bagaimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?


3. Logika
 Persoalan logika
 Apa yang dimaksud dengan pengertian
 Apa yang dimaksud dengan putusan?

 Apa yang dimaksud dengan penyimpulan?

 Apa aturan-aturan untuk dapat menyimpulkan secara


lurus?
 Apa macam-macam sesat pikir?
4.Etika
 Persoalan
 Apa yang dimaksud dengan baik atau buruk secara
moral?
 Apa syarat2 perbuatan dikatakan baik secara moral?

 Apa yang dimaksud dengan kesadaran moral?

 Bagaimana peranan hati nurani dalam setiap


perbuatan manusia?
5. Estetika
 Persoalan-persoalannya
 Apakah keindahan itu?
 Keindahan bersifat objektif atau subyektif

 Apa yang merupakan ukuran keindahan

 Apa peran keindahan dalam kehidupan manusia?

 Bagaimana hubungan keindahan dengan kebenaran?

Anda mungkin juga menyukai