Kelompok 9 :
1. Luswyaga Wahyu Amelya (12208183024)
2. Fuatus Sabili Rosad (12208183030)
3. Wulan Yuli Yani (12208183107)
4. Binti Ngafifah (12208183110)
5. Vivi Anisa Indra Asmuri (12208183113)
PENGERTIAN ETIKA
POLITIK
Etika politik merupakan prinsip moral tentang baik-buruk dalam tindakan atau perilaku dalam berpolitik. Etika
politik juga dapat diartikan sebagai tata susila (kesusilaan), tata sopan santun (kesopanan) dalam pergaulan politik.
Etika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang
berpolitik dan dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Hukum dan kekuasaan negara merupakan
pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara
sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk
individu dan sosial).
Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan. Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan
masyarakat berhak untuk menuntut pertanggungjawaban. Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan
politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan negara, baik
legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Moralitas kekuasaan lebih banyak
ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
POLITIK
Ketuhanan yang Maha
Esa
Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat
kebijaksanaan dalam Persatuan Indonesia
permusyawaratan
perwakilan
DIMENSI POLITIK MANUSIA
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan
sesuai dengan:
1. Asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku.
2. Disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis).
3. Dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut
publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religious (sila 1) serta moral kemanusiaan (sila
2).