Anda di halaman 1dari 14

Pertemuan 9

PANCASILA SEBAGAI ETIKA


POLITIK

Mata Kuliah : PANCASILA (semester 1)


Dosen pengampu : Mohammad Habibi, SE., M.Si.
STAI An Najah Indonesia Mandiri
2022

Mohammad Habibi, SE., M.Si.


Pengertian Etika Politik
Etika Secara Umum

Dalam bentuk tunggal,


etika berasal dari bahasa
Yunani
Kuno “ethos”. Dalam Filsafat politik adalah seperangkat
Etika politik adalah keyakinan bermasyarakat, berbangsa
bentuk jamak “ta dan bernegara yang dibela dan di
etha”  artinya adat cabang dari filsafat
perjuangkan oleh para penganutnya,
kebiasaan. Istilah etika politik yang
seperti komunisme, fascisme,
berarti ilmu tentang apa membicarakan perilaku demokrasi. Filsafat tersebut erat
yang biasa dilakukan, atau atau perbuatan-perbuatan dengan nama-nama pendahulu-
ilmu tentang adat politik untuk dinilai dari pendahulunya seperti komunisme
kebiasaan segi baik dan buruknya. oleh Karl marx/fascisme oleh
Mussolini dan demokrasi oleh
Thomas Jefferson.
Pancasila Sebagai Etika Politik

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada


hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga Norma – norma tersebut meliputi :
merupakan sumber dari segala penjabaran norma  a) Norma moral yaitu yang berkaitan dengan
baik norma hukum, norma moral maupun norma tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
kenegaraan lainnya. Terkandungn didalamnya suatu sudut baik maupun buruk.
pemikiran – pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional dan komprehensif ( menyeluruh )  b) Norma hukum yaitu suatu s istem peraturan
dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. perundang- undangan yang berlaku di
indonesia. Dalam pengertian inilah maka
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar – pancasila berkedudukan sebagai sumber dari
dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi segala sumber hukum di negar Indonesia.
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Nilai – nilai tersebut kemudian di
jabarkan dalam suatu norma – norma yang jelas
sehingga merupakan suatu pedoman.
Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan
biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme
 mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi,
toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.

2. Hak Asasi Manusia


Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia
menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia
harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah
baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut. Mutlak karena manusia memilikinya bukan
karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta . Kontekstual karena baru
mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi
oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib
sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada
hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama,
kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran
kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.

4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan
memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa
yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke
dalam tindakan politik. Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu : Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan
terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas. Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan
terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah
pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap
ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama
tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial
diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua
bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Nilai-nilai Etika dalam Pancasila

1. Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti 6. Tatanan bela negara, hak dan
tidak boleh ada eksploitasi sesame manusia, kewajiban warga negara untuk
berperikemanusiaan dan berkeadilan sosisal. membela negara
2. Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, 7. Tatanan pendidikan,mencerdaskan
berdaulat,bersatu, adil dan makmur.
kehidupan bangsa
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar
negeri, dengan nilai tertib dunia, kemerdekaan, 8. Tatanan berserikat,berkumpul dan
perdamaian abadi dan keadilan sosial. menyatakan pendapat
4. Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai 9. Tatanan hukum dan keikutsertaan
permusyawaratan mengakui asal usul dalam pemerintahan
keistimewaan daerah. 10.Tatanan kesejahteraan sosial dengan
5. Tatana hidup beragama, kebebasan beribadah nilai dasar kemakmuran masyarakat
sesuai dengan agamanya masing-masing
Makna Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik

Ketuhanan Yang Maha Esa


Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, sang pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal, tidak ada sekutu
dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Atas keyakinan demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberikan jaminan sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya untuk
beribadat dan beragama. Bagi semua warga tanpa kecuali tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti Ketuhanan
Yang Maha Esa dan anti keagamaan. Hal ini diatur dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berbudaya dan memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan
cipta. Dengan akal nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan
sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab kata pokoknya adalah adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur
dan susila. Beradab artinya berbudi luhur, berkesopanan, dan bersusila.
Hakikatnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan
dan prikeadilan …”. Selanjutnya dijabarkan dalam batang tubuh UUD 1945.
Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya
bermacam-macam corak yang berabeka ragam menjadi satu kebulatan. Sila Persatuan Indonesia ini mencakup
persatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, social budaya, dan hankam. Hal ini sesuai dengan pembukaan UUD
1945 alinea keempat, yang berbunyi, “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”. Selanjutnya lihat batang tubuh
UUD 1945.

Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan


dalam permusyarawatan/Perwakilan
Kata rakyat yang menjadi dasar Kerakyatan, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah tertentu. Sila
ini bermaksud bahwa Indonesia menganut system demokrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini
berarti bahwa kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan
keputusan-keputusan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yaitu, “… maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat …”. Selanjutnya lihat dalam pokok pasal-pasal UUD 1945.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat disegala bidang kehidupan, baik materiil maupun
spiritual. Seluruh rakyat berarti semua warga Negara Indonesia baik yang tinggal didalam negeri maupun yang di luar
negeri. Hakikat keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dinyatakan dalam alinea kedua Pembukaan UUD 1945,
yaitu “Dan perjuangan kemerdekaan kebangsaan Indonesia … Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.
1
Fungsi Pancasila Sebagai
Etika Politik
2 Fungsi etika bagi kehidupan kenegaraan adalah alat untuk mengatur tertib hidup
kenegaraan, memberikan pedoman yang merupakan batas gerak hak dan wewenang
kenegaraan, menampakkan kesadaran kemanusiaan dalam bermasyarakat dan
bernegara, mempelajari dan menjadikan objek tingkah laku manusia dalam hidup
kenegaraan, member landasan fleksibilitas bergerak yang bersumber dari pengalaman.

Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk
3
mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative.
Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar
pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Cara Ber-Etika Pancasila

Sudah jelas bahwa untuk ber-etika Politik Pancasila, pemahaman istilah “politik” harus dari seginya yang ilmiah, bukan
dari seginya yang non-ilmiah. Jadi “politik” di sini harus diartikan dalam konteks filsafat politik Pancasila, yaitu
seperangkat keyakinan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dibela dan diperjuangkan oleh para
penganutnya, dalam hal ini manusia manusia Pancasila yang sedang berusaha dan berjuang menyelenggarakan suatu
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila.

Dalam rangka upaya untuk ber-Etika Politik Pancasila, dua hal yang
harus dipenuhi, yaitu:
•Sikap ilmiah, kejujuran ilmiah, hasrat ilmiah, dan suasana ilmiah
•Pemahaman isi tulisan-tulisan ilmiah mengenai Pancasila, baik
sebagai filsafat maupun sebagai ilmu khusus
Pelanggaran- pelanggaran Etika Politik

 Dari “Politik yang sering dilihat sebagai sebuah pertarungan kekuatan dan kepentingan.Kecenderungannya adalah
untuk mencapai tujuan dengan menghalalkan segalacara, sehingga tujuan politik yang menghasilkan kesejahteraan
rakyat itu hanya sebatas mimpi. Dunia politik juga dapat merubah kawan menjadi lawan,dan sebaliknya, musuh
menjadi teman untuk kepentingan individu dan golongan.Bahkan, rakyat pun bisa menjadi sasaran permainan politik,
martabat bangsadigadaikan, dan harga diri dipertaruhkan.”

 Menjadi “Secara etimologi, politik adalah strategi. Ia dapat dimaknai sebagai sebuah penggalian kemampuan
manusia untuk menggunakan kemampuan daya pikirnya dalam upaya proses perubahan. Secara terminologi,
politik berarti memerdekakan manusia dari segala bentuk ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, dan kebodohan.
Maka, pada tataran substansi, politik tentu tidak kejam, ia juga tidak berisi permusuhan, apalagi penghancuran
manusia. Politik mengenal etika, justru peduli terhadap kaum minoritas, kaum tertindas, dan berbicara atas
kepentingan kolektif (masyarakat) secara jujur dan sungguh-sungguh.
Contoh pelanggaran- pelanggaran etika politik yang mungkin terjadi:
1. Pelanggaran etika politik yang paling besar adalah perbuatan yang bertujuan meniadakan atau mengganti Pancasila
dengan ideologi negara yang lain. Ini berarti pembubaran negara Pancasila yang setiap 1 Oktober selalu kita peringati
mulai berdirinya.
2. Menghilangkan cita- cita hukum (Rechsidee),yang menguasai dasar hukum negara kita, baik hukum tertulis maupun
hukum yang tidak tertulis.
3. Secara sengaja menafsirkan secara keliru pasal- pasal aturan perundangan sehingga bertentangan dengan Pancasila,
dan melaksanakannya sejalan dengan kekeliruannya yang disengaja tersebut sehingga bertentangan dengan maksud
dan jiwa Pancasila.
4. Pelanggaran dalam tata pergaulan dalam rangka aktifitas politik di dalam Negara Pancasila.
5. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial. Budaya politik yang cenderung antagonis, pada akhirnya sering
membenarkan kekerasan sebagai panglima digjaya. Ketamakan dan kehausannya berwujud dalamsikap korupsi
sehingga terjadi pengabaian kemiskinan, kesenjangan sosial, dan feodalisme kekuasaan yang mengangkangi hukum,
dan pengabaian pada sejarah kekerasan di masa lalu dengan mengubur ingatan sosial.
6. Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu
kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
7. Korupsi, hal ini telah menjadi permasalahan yang pelik di Indonesia. Bahkan sejak masa Orde Lama pun, korupsi
telah mewarnai dunia politik di negara kita. Apalagi sekarang, korupsi semakin tumbuh subur saja.

Anda mungkin juga menyukai