Anda di halaman 1dari 18

Makalah

PRINSIP EKOLOGI DALAM KONSERVASI


(Disusun dan didiskusikan pada mata kuliah KSDA yang diampu oleh ibu
Dr. Marini Susanti Hamidun, S.Si, M.Si)

Oleh :
Septia Yusuf
431418057
Kelas B Pendidikan Biologi

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, karena ia senantiasa
memberikan nikmatnya sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Prinsip
ekologi dalam konservasi” dapat diselesaikan dengan baik. Walaupun mungkin
dalam penulisan masih ada kesalahan dan kekeliruan namun penulis yakin bahwa
manusia itu tidak ada yang sempurna, mudah-mudahan melalui kelemahan itulah
yang akan membawa kesadaran kita akan kebesaran tuhan yang maha esa. Pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan usaha yang
telah membantu saya dalam membuat makalah ini niscaya tanpa adanya bantuan
dari berbagai pihak penyusunan makalah ini tidak akan terwujud.
Penyelesaian makalah ini hanya dapat terlaksana karena bantuan pikiran,
tenaga dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami menyampaikan
terima kasih. Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Sehingga segala kritik dan saran yang bersifat membangun
diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Gorontalo, 07 Maret 2021

Septia Yusuf

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
2.1 Konsep prinsip ekologi yang berhubungan dengan fluktuasi populasi..3
2.2 Prinsip ekologi yang berhubungan dengan keanekaragaman................8
BAB III PENUTUP.............................................................................................14
3.1 Kesimpulan............................................................................................14
3.2 Saran.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem, yaitu suatu sistem
ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara mahluk hidup dengan
lingkungannya. Menurut pengertian tersebut, suatu sistem terdiri dari
komponenkomponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan yang
utuh. Perhatian utama pendekatan ekosistem dalam konsep kawasan pelestarian
adalah unsur-unsur dalam lingkungan hidup haruslah dipandang tidaklah secara
tersendiri, melainkan secara terintegrasi sebagai suatu komponen yang saling
berkaitan dalam suatu sistem, dan hubungan fungsional antar komponen yang
saling mengikat mereka dalam suatu kesatuan yang teratur. Untuk hidup dan
hidup berkelanjutan bagi manusia harus belajar memahami lingkungannya dan
pandai-pandai mengatur sumberdaya alam dengan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan demi pelestariannya.
Prinsip-prinsip ekologi sekarang ini telah banyak digunakan untuk
menganalisis lingkungan hidup manusia, pertambahan penduduk, peningkatan
produksi pangan, pelestarian plasma nutfah, satwa langka dsb. Pada dasarnya
yang menjadi pokok pemikiran dalam kawasan lindung / pelestarian adalah
gagasan pengelolaan kawasan yang diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan,
dan pelestarian fungsi lingkungan bagi keberlanjutan pembangunan. Setiap
kawasan yang akan dijadikan kawasan pelestarian haruslah memiliki persyaratan-
persyaratan dan pertimbangan khusus tertentu mengenai cara pemanfaatannya
yang mengacu pada tujuan meningkatkan fungsi lingkungan tersebut. Dan secara
umum dapat dikatakan bahwa konsep kawasan pelestarian adalah konsep
pembangunan yang mengetengahkan upaya peningkatan fungsi lingkungan dari
suatu ekosistem. nusia dalam memenuhi kebutuhannya. Konservasi alam
merupakan terjemahan dari “Nature Conservation”. Konservasi alam merupakan
padanan dari istilah “Pencagaralaman”, kata ini diambil dari kata Cagar alam yang
telah lama digunakan dan sudah menjadi baku
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep prinsip ekologi yang berhubungan dengan fluktuasi
populasi?
2. Bagaimana Prinsip ekologi yang berhubungan dengan keanekaragaman?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep prinsip ekologi yang berhubungan
dengan fluktuasi populasi
2. Untuk mengetahui Bagaimana Prinsip ekologi yang berhubungan dengan
keanekaragaman

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep prinsip ekologi yang berhubungan dengan fluktuasi populasi
Fluktuasi populasi di alam dapat terjadi akibat perubahan lingkungan yaitu
faktor lingkungan ekstrinsik dan demografi intrinsic.Faktor demografi intrinsik
seperti tingkat pertumbuhan yang tinggi ditambah dengan waktu tunda
memungkinkan jumlah penduduk melebihi daya dukung atau kapasitas.Dalam
kondisi ekstrim populasi secara teori dapat kacau, bahkan dalam lingkungan yang
stabil dimana penundaan waktu dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
merupakan pemicu tidak stabilnya populasi, menyebabkan fluktuasi besar.
Kurva pertumbuhan populasi di alam mencapai titik keseimbangan dalam
keadaan tanpa gangguan pada dasarnya sama dengan kurva pertumbuhan lainya
yang dikenal dengan kurva sigmoid. Disebut sigmoiddikarenakan bentuk kurva
menyerupai huruf S.

sumber : Van Lavieren, 1983


Kurva pertumbuhan ini terjadi pada setiap populasi di alam sehingga
dengan banyaknya populasi spesies di alam kurva ini menjadi lebih rumit dan
kadangkala saling tumpang tindih satu dengan lainnya. Semua kurva pertumbuhan
populasi tiap spesies di alam saling mempengaruhi satu dengan lainnya
membentuk suatu sistem yang sangat kompleks. Adanya pengaruh lingkungan
berupa gangguan terhadap habitat maupun terhadap salah satu populasi spesies
maka akan terjadi perubahan atas seluruh sistem. Gangguan ini dapat berupa
bencana alam atau yang paling banyak terjadi adalah perbuatan manusia seperti
perburuan, perusakan habitat dan eksploitasi sumber daya alam secara
berlebih. Perubahan yang terjadi di alam dapat berupa perubahan daya dukung
dan atau perubahan kepadatan populasi. Adanya pengaruh luar yang ekstrim,
kurva pertumbuhan populasi masing-masing spesies dan habitat yang merupakan
daya dukung terhadap kehidupan dalam ekosistem akan dapat naik dan turun
secara ekstrim sebanding dengan tekanan yang terjadi. Menurut Ye et al., (2007),
fluktuasi populasi lalat buah terjadi karena faktor iklim (abiotik) berupa suhu,
curah hujan, jumlah hari hujan, kelembaban, dan sinar matahari. Faktor suhu dan
kelembaban dapat memengaruhi fluktuasi populasi lalat buah di lapangan, karena
dapat memengaruhi perkembangan dan reproduksi lalat buah. Sedangkan curah
hujan dan jumlah hari hujan yang tinggi dapat menyebabkan populasi lalat buah
meningkat (Herlinda dkk dalam Susanto dkk,2017). Fluktuasi populasi serangga
wereng coklat di suatu habitat atau ekosistem terjadi karena dipengaruhi oleh
sumber pakan dan musuh alami yang menjadi agens pengendali serangga hama.
Peranan utama musuh alami adalah mengatur kelimpahan populasi serangga
herbivor di habitat tersebut. Kinerja musuh alami yang tergantung kepadatan
populasi serangga hama mengakibatkan populasi serangga akan mengalami
fluktuasi (Baehaki, dan Sianip dalam ngatimin dkk, 2020)
Secara umum fluktuasi populasi dan habitat di alam akibat adanya
gangguan yang menjadi tekanan terhadap ekosistem di suatu wilayah dapat
digambarkan dalam grafik sebagai berikut : (Setiohindrianto, 2015)
 Faktor-Faktor Intrinsik yang Mempengaruhi Pertumbuhan Populasi
Populasi hidupan liar di alam mempunyai kecenderungan meningkat akan tetapi
sangat jarang bisa mencapai keseimbangan. Habitat suatu jenis satwa harus dapat
menyediakan seluruh kebutuhan hidup baik untuk bertahan hidup maupun untuk
reproduksi. Akan tetapi pada umumnya habitat di alam tidaklah
idealsebagaimana yang diharapkan karena penyediaan kebutuhan hidup terutama
pakan bukanlah tak terbatas.Dari berbagai penelitian dan pengamatan satwa liar
diperoleh simpulan-simpulan bahwa faktor yang berpengaruh langsung pada naik
atau turunnya populasi di alam adalah :
1) Predation
Sejak dahulu kala satwa-satwa predator besar telah menjadi satwa dominan
karena memiliki kemampuan mempertahankan diri lebih dari satwa yang lebih
kecil. Hal ini sangat dapat dimaklumi karena habitat hidupnya masih dapat
mensuplai seluruh kebutuhan hidupnya secara berlebih. Satwa-satwa mangsa
masih dapat dijumpai secara mudah karena merekapun masih dapat
mempertahakan kehidupannya bahkan meningkat populasinya karena suplai
pakan dari alam yang berkecukupan. Dengan perkembangan jaman selanjutnya,
dengan terjadinya okupasi habitat baik dikarenakan adanya migrasi jenis satwa
lainnya atau meningkatnya kebutuhan lahan oleh manusia maka suplai pakan bagi
jenis satwa mangsa yang umumnya adalah jenis herbivora juga semakin sulit
mendapat suplai pakan. Akibatnya terjadi penurunan kualitas hidup satwa yang
mempengaruhi juga kemampuan reproduksi dan berakhir pada penurunan
populasi secara berkala. Penurunan kemampuan mempertahankan populasi di
alam oleh satwa mangsa ini akan semakin diperparah dengan adanya predasi oleh
pemangsa yang selalu membutuhkan sumber pakanhewani. Tidak tertutup
kemungkinan dengan berkurangnya mangsa maka untuk mendapatkan seekor
mangsa, pemangsa harus melakukan upaya lebih. Akibatnya populasi
pemangsapun akan cenderung menurun sejalan dengan menurunnya populasi
mangsa.
Faktor predasi ini walaupun merupakan faktor yang cukup signifikan
menyebabkan penurunan populasi akan tetapi masih dalam batas
keseimbangan. Tidak mengherankan bahwa satwa-satwa predator besar dan juga
satwa mangsa besar sangat rentan terhadap penurunan populasi dan kemampuan
reproduksi karena kompetisi yang demikian kuat di alam. Dengan demikian
sangatlah lumrah saat ini sulit untuk menemukan jenis-jenis satwa besar apakah
sebagai predator maupun mangsa. Sebagian besar dari antara satwa besar ini telah
punah ribuan tahun lalu atau bila saat ini masih tersisa maka hanya dalam jumlah
sangat terbatas bahkan menjurus pada kepunahan.
2) Starvation (kompetisi)
Secara harafiah starvation diartikan sebagai mati kelaparan. Kematian individu
bahkan bisa juga species tertentu karena kelaparan dapat disebabkan karena
kekurangan pakan di dalam habitat. Kekurangan makanan ini dapat terjadi karena
berbagai sebab antara lain bencana alam, akan tetapi yang paling sering terjadi di
dalam kehidupan satwa liar adalah karena adanya persaingan atau
kompetisi. Dengan adanya kompetitor yang masuk ke dalam habitat suatu species
sudah barang tentu mengurangi jumlah pakan species asli. Habitat yang ada pada
suatu kawasan terbatas dan tidak meluas, sedangkan jumlah individu yang
mengkonsumsi resource yang ada bertambah, mengakibatkan terbatasnya jumlah
pakan dan ruang yang diperlukan untuk hidup. Kompetisi akan makanan, air dan
ruang dengan hadirnya individu atau species baru dapat diprediksi sebagai
penyebab kelangkaan sumber daya bagi individu atau speciestertentu.
3) Diseases (Penyakit)
Penyakit alami biasanya tidak menyebabkan suatu species menjadi punah akan
tetapi dapat menyebabkan penurunan jumlah populasi atau laju peningkatan
populasi (rate of population growth). Kematian karena penyakit
tertentu dapat sangat tergantung pada kepadatan populasi. Semakin padat populasi
dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit dan justru akan
berakibat penurunan populasi hingga dibawahbatas keseimbangan.
Pada beberapa kasus, racun kimia dapat pula menyebabkan penyakit dan
kematian. Racun-racun ini dapat berasal dari racun tumbuhan dan satwa lain,
insektisida, herbisida dan limbah kimiawi lainnya. Sakit dapat pula dialami satwa
liar akibat luka yang terinfeksi.
Penularan penyakit dari satu individu ke individu lainnya sering pula terjadi
tergantung dari ketahanan individu terhadap penyakit dan dapat hilang dengan
sendirinya karena siklus periodik wabah. Penularan ini juga dapat terjadi dari
induk kepada anak yang masih dalam asuhan. Penularan lain terjadi karena
adanya parasit besar dan gigitan serangga. Keadaan wabah penyakit ini harus
menjadi perhatian pengelola untuk dapat dipantau apabila terjadi pada satwa liar.
4) Accidents (kecelakaan)
Kecelakaan bagi satwa liar mengakibatkan sakit secara fisik. Hal-hal yang
menyebabkan celaka ini antara lain kebakaran, insiden selama migrasi, pohon
tumbang, tanah/bebatuan longsor, petir, banjir, gunung meletus dan lain
sebagainya. Pada beberapa daerah kecelakaan dapat juga disebabkan karena arus
transportasi, bangunan fisik untuk jaringan listrik dan kegiatan pertanian dan
kehutanan. namun demikian secara alami kecelakaan disebabkan karena
faktor intra specific yaitu perkelahian yang mengakibatkan luka. Tidak jarang
pula satwa liar dapat mengalami kecelakaan selama dilakukannya penelitian
ilmiah karena penangkapan menggunakan perangkap, mist netting dan
penanganan satwa yang tidak tepat.
Hal lain yang menyebabkan kematian terbesar saat ini karena kecelakaan ini
adalah illegal hunting and trapping. Perburuan liar dapat menyebabkan penurunan
populasi secara drastis seperti penurunan populasi gajah dan badak dalam
beberapa dekade terakhir. Perburuan liar dapat merusak komposisi usia dan jenis
kelamin (sex ratio) karena hampir setiap perjumpaan akan menjadi sasaran buru
yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari seluruh bagian-bagian satwa
liar secara ekonomis.
5) Control from within the population. (Pengendalian dari dalam populasi)
Di dalam populasi sendiri sebenarnya terjadi persaingan-persaingan yang
menyebabkan naik dan turunnya jumlah individu. Fluktuasi jumlah populasi yang
terjadi karena persaingan di dalam populasi ini biasanya bergerak naik dan turun
secara perlahan. Fluktuasi ini di alam dapat teramati dengan jelas bahwa saat
terjadi penurunan jumlah secara drastis akan dengan cepat dapat kembali normal,
demikian pula bila terjadi peningkatan jumlah secara drastis juga akan menurun
sampai pada kondisi populasi normal. Hal ini berjalan secara alami untuk dapat
mengontrol jumlah populasi di dalam habitat.
2.2 Prinsip ekologi yang berhubungan dengan keanekaragaman
Keanekaragaman (diversity) merupakan ukuran integrasi komunitas biologi
dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang
membentuknya dengan kelimpahan relatifnya. Keanekaragaman atau
keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi akibat adanya perbedaan warna,
ukuran, bentuk,jumlah, tekstur, penampilan (Kristanto, 2002).
Keragaman hayati (biodiversity atau biological diversity) merupakan istilah
yang digunakan untuk menggambarkan kekayaan berbagai bentuk kehidupan di
bumi ini mulai dari organisme bersel tunggal sampai organisme tingkat tinggi.
Keragaman hayati mencakup keragaman habitat, keragaman spesies (jenis) dan
keragaman genetik (variasi sifat dalam spesies) (Siboro,2019). Keanekaragaman
hayati sangat penting untuk kelangsungan hidup, kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Ini memberikan ketahanan yang lebih besar pada ekosistem dan
organisme (Qualset et al., 1995). Bagian yang rumit, beragam dan berakar sangat
tradisional dari konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati tanaman
ditemukan di pekarangan rumah (Kumar dkk, dalam Amberber dkk, 2014). Data
keanekaragaman hayati yang baik sangat penting bagi keanekaragaman hayati
penelitian, pengelolaan sumber daya alam dan konservasi pembuatan kebijakan.
Namun karena tantangan seperti pendanaan dan keterlibatan ilmuwan,
mengumpulkan data ke database keanekaragaman hayati publik tidaklah mudah
(Huang dkk, 2011).
1) Keanekearagaman Gen
Keanekaragaman genetik menjelaskan adanya variasi faktor-faktor keturunan
di dalam dan di antara individu dalam suatu populasi. Variasi ini disebabkan oleh
perbedaan susunan empat pasang basa dari asam nukleat (adenine, guanine,
sitosin, dan timin), yang berfungsi sebagai pembentuk kode genetik. Variasi
genetik baru, muncul akibat terjadinya mutasi gen dalam kromosom (Dahuri,
2003, hlm. 10).
Keanekaragaman genetik adalah tingkat paling mendasar yang mengacu pada
varietas (macam-macam) anggota spesies, misalnya mangga memiliki varietas,
diantaranya, mangga arum manis, gadung, golek, dan mana lagi. Varietas
disebabkan oleh variasi gen. Gen adalah materi dalam kromosom makhluk hidup
yang mengendalikan sifat organisme (Laelawati, 2008, hlm. 3)

Gambar 1 Keanekaragaman gen pada buah mangga (Mangga Apel)


Sumber : (Irnaningtyas, 2014, hlm 43).

Gambar 2 Keanekaragaman gen pada buah mangga (Mangga Indramayu)


Sumber : (Irnaningtyas, 2014, hlm 43).
Gambar 3 Keanekaragaman gen pada buah mangga (Mangga Gadung)
Sumber : (Irnaningtyas, 2014, hlm 43).
1) Keanekaragaman Spesies
Keanekaragaman spesies adalah tingkat yang paling umum yang mengacu
pada variasi spesies di tempat tertentu atau diantara sekelompok makhluk hidup
tertentu. Keanekaragaman hayati antarspsies mudah diamati karena perbedaannya
yang mencolok, misalnya perbedaan antara kelompok tumbuhan palem-paleman,
seperti kelapa, kurma, dan sagu. Ketiganya dengan mudah dapat dibedakan baik
dari segi fisik maupun habitat (tempat hidupnya) (Laelawati, 2008, hlm. 3).
Keanekaragaman spesies adalah komponen terpenting dari studi
keanekaragaman hayati yang merujuk pada varietas spesies di suatu wilayah atau
dalam takson. Misalnya, Angulitermes adalah genus endemik di subregion India
yang terdiri dari sekitar 16 spesies. Terdapat 3 spesies yang berada di wilayah
India. Tiga spesies tersebut, yaitu Angulitermes acutus, A. fletcheri dan A.
obtusus yang saling terkait erat dan menempati kantong ekologi yang berbeda di
sekitar semenanjung India. Secara ekologi, keragaman spesies diukur dalam hal
(a) kekayaan spesies, (b) komposisi spesies (daftar spesies dengan data lapangan),
(c) kelimpahan relatif spesies (jumlah relatif individu dalam spesies berbeda yang
ada di habitat) (Maiti, 2017, hlm. 75).
2) Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah perbedaan yang dapat ditemukan pada
komunitas atau kelompok berbagai spesies yang hidup di suatu tempat.
Contohnya disuatu halaman terdapat pohon mangga, kelapa, jeruk, rambutan,
bunga mawar, melati, cempaka, jahe, kunyit, burung, kumbang, lebah, semut,
kupu-kupu, dan cacing. Beberapa organisme yang memiliki ciri-ciri fisik yang
hampir sama. Misalnya tumbuhan kelompok palem seperti kelapa, pinang, aren
dan sawit yang memiliki daun seperti pita. Namun tumbuhan-tumbuhan tersebut
merupakan spesies yang berbeda. Hewan dari kelompok genus panthera terdiri
atas beberapa spesies, antara lain harimau, singa, macan tutul dan jaguar
(Irnaningtyas, 2014).

Gambar 4. Keanekaragaman jenis pada genus Panthera (Harimau) (Panthera


tigris) Sumber: (Irnaningtyas, 2014, hlm. 44)

Gambar 5. Keanekaragaman jenis pada genus Panthera (Singa) (Panthera leo)


Sumber : (Irnaningtyas, 2014, hlm. 44)

Gambar 6. Keanekaragaman jenis pada genus Panthera (Macan Tutul)


(Panthera pardus)
Sumber : (Irnaningtyas, 2014, hlm. 44)
3) Keanekaragaman Ekosistem
Keanekaragaman ekosistem adalah tingkat yang mengacu pada variasi bentuk
fisik suatu tempat beserta populasi tumbuhan serta binatang yang ada, misalnya
padang pasir, danau, dan karang. Suatu ekosistem terdiri atas komponen biotik
dan abiotik (Laelawati, 2008, hlm. 3). Keanekaragaman ekosistem dapat dikenali
melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, dimana lingkungan fisik yang
berbeda melahirkan komunitas kehidupan yang berbeda. Sifat fisik, seperti suhu,
kejernihan air, pola arus dan kedalaman air mempengaruhi komunitas yang hidup
di dalamnya (Dahuri, 2003, hlm. 9).
Ekosistem terbentuk karena berbagai kelompok spesies menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, kemudian terjadi hubungan yang saling mempengaruhi
antara satu spesies dengan spesies lain, dan juga antara spesies dengan lingkungan
abiotik tempat hidupnya, misalnya suhu, udara, air, tanah, kelembapan, cahaya
matahari dan mineral. Ekosistem bervariasi sesuai spesies pembentuknya.
Ekosistem alami antara lain hutan, rawa, terumbu karang, laut dalam padang
lamun (antara terumbu karang dengan mangrove), mangrove (hutan bakau), pantai
pasir, pantai batu, estuari (muara sungai), danau, sungai, padang pasir, dan padang
rumput. Adapula ekosistem yang sengaja dibuat oleh manusia, misalnya
agroekosistem dalam bentuk sawah, ladang, dan kebun. Agroekosistem memiliki
keanekaragaman spesies rendah dibandingkan ekosistem alamiah, tetapi memiliki
keanekaragaman genetik yang lebih tinggi (Irnaningtyas, 2014).
Jenis organisme yang menyusun setiap ekosistem berbeda-beda. Ekosistem
hutan hujan tropis, misalnya di isi pohon-pohon tinggi berkanopi (seperti meranti
dan rasamala) rotan, anggrek, paku-pakuan, burung, harimau, monyet, orang utan,
kambing hutan, ular, rusa, babi dan berbagai serangga. Pada ekosistem sungai
terdapat ikan, kepiting, udang, ular, dan ganggang air tawar (Irnaningtyas, 2014).
Keankeragaman ekosistem disuatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor,
antara lain posisi tepat berdasarkan garis lintang, ketinggian tempat, iklim, cahaya
matahari, kelembapan, suhu, dan kondisi tanah (Irnaningtyas, 2014)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fluktuasi populasi di alam dapat terjadi akibat perubahan lingkungan yaitu
faktor lingkungan ekstrinsik dan demografi intrinsic.Faktor demografi intrinsik
seperti tingkat pertumbuhan yang tinggi ditambah dengan waktu tunda
memungkinkan jumlah penduduk melebihi daya dukung atau kapasitas.
Keanekaragaman (diversity) merupakan ukuran integrasi komunitas biologi
dengan menghitung dan mempertimbangkan jumlah populasi yang
membentuknya dengan kelimpahan relatifnya.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini penyusun menyadari masih banyak kekurangan
, penyusun berharap bagi pembaca untuk saran dan kritiknya guna untuk
menyempurnakan makalah ini dan dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang
Prinsip ekologi dalam konservasi
DAFTAR PUSTAKA

Amberber dkk, 2014. International Journal of Biodiversity and Conservation. The role of
homegardens for in situ conservation of plant biodiversity in Holeta Town, Oromia
National Regional State, Ethiopia. Vol. 6(1). DOI: 10.5897/IJBC2013.0583.

Huang, Qiao. 2011. Trends in Ecology and Evolution. Biodiversity databases should gain
support from journals. Vol. 26, No. 8.

Laelawati, S. 2008. Keanekaragaman Hayati. Jakarta Timur: Nobel Edumedia

Siboro. 2019. Jurnal Ilmiah Simantek. Manfaat Keanekaragaman Hayati Terhadap


Lingkungan. Vol. 3 No. 1. ISSN. 2550-0414

Susanto dkk, 2017. Jurnal Agrikultura. Fluktuasi Populasi Lalat Buah Bactrocera spp.
(Diptera : Tephritidae) pada Pertanaman Cabai Merah ( Capsicum Annuum ) di
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Vol 28 . No(3). ISSN 0853-2885.

Ngatimin dkk, 2020. Jurnal Biologi Makassar. FLUKTUASI Populasi Wereng


Coklat (Nilaparvata lugens Stal.) Pada Tiga Macam Varietas Tanaman Padi
(Oryza sativa L.). Volume 5. No 2. ISSN : 2528 - 7168 (P) ; 2548 - 6659
(O)

Anda mungkin juga menyukai