Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Fertilisasi


Fertilisasi merupakan salah satu langkah dari proses reproduksi baik pada hewan
dan tumbuhan. Reproduksi dapat dikategorikan sebagai reproduksi seksual dan
reproduksi aseksual, dan fertilisasi hanya terjadi dalam reproduksi seksual.
Istilah Fertilisasi sebagian besar mengacu pada produksi organisme baru melalui
kombinasi dari ovum dan sperma. Fertilisasi, ovum haploid bergabung dengan sperma
haploid untuk membentuk zigot diploid membuat campuran genetik. Fertilisasi
merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel gamet yang berbeda, yaitu sel
gamet jantan dan betina untuk membentuk satu sel yang disebut zygote. Secara
embriologik fertilisasi merupakan pengaktifan sel ovum oleh sperma dan secara genetik
merupakan pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum. Fertilisasi biasanya
melibatkan penggabungan sitoplasma (plasmogami) dan penyatuan bahan nucleus
(kariogami). Dengan meiosis, zigot membentuk ciri fundamental dari kebanyakan siklus
seksual eukariota dan pada dasarnya gamet-gamet yang melebur adalah haploid
Reproduksi seksual pada vertebrata diawali dengan perkawinan yang diikuti
dengan terjadinya fertilisasi. Fertilisasi tersebut kemudian menghasilkan zigot yang akan
berkembang menjadi embrio. Fertilisasi pada vertebrata dapat terjadi secara eksternal
atau secara internal.
a. Fertilisasi eksternal merupakan penyatuan sperma dan ovum di luar tubuh hewan
betina, yakni berlangsung dalam suatu media cair, misalnya air. Contohnya pada
ikan (pisces) dan amfibi (katak).

Gambar 1. Fertilisasi eksternal pada amfibi (katak)


b. Fertilisasi internal merupakan penyatuan sperma dan ovum yang terjadi di dalam
tubuh hewan betina. Hal ini dapat terjadi karena adanya peristiwa kopulasi, yaitu
masuknya alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina. Fertilisasi internal
terjadi pada hewan yang hidup di darat (terestrial), misalnya hewan dari kelompok
reptil, aves, unggas dan mamalia.
Setelah fertilisasi internal, ada tiga cara perkembangan embrio dan kelahiran
keturunannya, yaitu dengan cara ovipar, vivipar dan ovovivipar.

Gambar 2. Fertilisasi internal pada unggas


3.2 Fungsi Fertilisasi
Fungsi utama dari fertilsasi yaitu:
1.3 Fungsi reproduksi

Fungsi reproduksi memungkinkan perpindahan unsur-unsur genetik dari


parentalnya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi (2n menjadi n) unsur genetik,
maka pada fertilisasi terjadi penggabungan unsur genetik (pemulihan kembali dari n
menjadi 2n, n dari masing-masing parental). Pada kasus-kasus tertentu individu ada
yang haploid dan triploid serta tanpa proses fertilisasi.
2.3 Fungsi perkembangan
Fungsi perkembangan memungkinkan rangsangan pada sel telur untuk
melanjutkan dan menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya dan membentuk
pronukleus betina yang akan melebur (syngami) dengan pronukleus jantan (berasal
dari inti spermatozoa) membentuk zigot. Jika fertilisasi tidak terjadi maka sel telur
akan bertahan pada tahap metaphase II dan berdegenerasi tanpa melalui proses
selanjutnya.
3.3 Proses Fertilisasi
1. Tahap Persiapan Fertilisasi
Untuk dapat terjadinya fertilisasi perlu tahapan-tahapan yang menentukan dari
fertilisasi. Tiap tahapan merupakan penentu berhasilnya fertilisasi.
a. Ovum
Sebelum fertilisasi sel telur harus mencapai tahap pematangan (maturasi)
dan ovulasi. Kondisi sel telur sebelum fertilisasi harus memiliki selaput telur
impermeable dan selaput telur tersebut harus melekat pada permukaan
ooplasma. Pada saat ovum diovulasikan maka pembelahan terhenti (secara
genetic pada fase meiosis II tahap metaphase) kalau terjadi pembuahan, ovum
akan mengeluarkan gynogamon, yang isinya terdiri dari fertilizen, sperm
binding protein, spawning inducing agent (nereis dan ketam) dan zat penelor.
Zat fertilizine berfungsi untuk :
mengaktifkan spermatozoa untuk bergerak
menarik spermatozoa secara kemotaksis
mengaglutinasi spermatozoa setelah mendekati ovum
Fertilizin merupakan glikoprotein yang khusus dan unik untuk setiap
species. Oleh karena itu tidak akan terjadi fertilisasi silang antar
spesies, meskipun hidup di dalam satu tempat yang sama.
Spermatozoa dapat menempel juga disebabkan oleh adanya reaksi
fertilizin dari selaput telur dengan antifertilizin dari spermatozoon.

Zat penelur berfungsi untuk merangsang pejantan untuk mengeluarkan


spermatozoa pada saat kopulasi.
Zona perosida mamalia, yang memediasi spesies-spesifik dari sperm
binding, menginduksi reaksi akrosom dan mencegah pasca-pembuahan
polispermia, terdiri tiga sampai empat glikoprotein, ZP1, ZP2, ZP3, dan
ZP4. ZP3 sangat penting untuk mengikat sperma dan pembentukan zona
matriks.
Setelah ovulasi telur jatuh ke peritoneum. Telur yang jatuh tersebut
kemudian ditampung oleh infundibulum. Infundibulum berbentuk menjari,
yang disebut fimbrae, yang berguna menangkap telur yang jatuh dari
ovarium.

Gambar 3. Tahap Pematangan pada Ovum


b. Spermatozoa
Spermatozoa giat bergerak oleh kayuhan flagellumnya. Energi didapat dari
pernapasan anaerobis fruktosa yang terkandung dalam semen, dan dari
pernapasan aerobis glukosa dan glikogen yang terkandung dalam saluran
kelamin betina. Sejak menempuh cervix, uterus sampai tuba fallopi,
spermatozoa pun mengalami kapasitasi. Yakni suatu kemampuan untuk
melakukan pembuahan. Kapasitasi itu sebenanya proses biokimia. Ada zat

inhibitor pembuahan terkandung dalam semen. Inhibitor pembuahan itu ialah


menghalangi

dilepaskannya

enzim

hyaluronidase

dan

akrosin

dari

spermatozoa. Dengan kapasitasi, dihasilkan zat dalam saluran kelamin betina


untuk menetralkan zat inhibitor pembuahan itu. Secara genetis spermatozoa
pada saat pembuahan sudah lengkap menempuh meiosis I dan II, sudah pula
menempuh proses pematangan dalam duktus epididimis.
Spermatozoa akan mengeluarkan hormon yang terdiri dari:
Enzym hyalorunidase yang berfungsi melarutkan cumulus uterus dan
ovum juga memisahkan ikatan sel-sel pada corona radiata sehingga
spermatozoon dapat mencapai sel telur. Dihasilkan oleh akrosom
spermatozoa mammal
Akrosin yang berfungsi menghancurkan zona pelussida. Dihasilkan
oleh permukaan dalam akrosom.
EPK (Enzym penetrasi korona) berfungsi untuk menghancurkan
corona radiata
Neurominidase berfungsi untuk menginduksi reaksi zona yaitu suatu
reaksi yang menghalangi terjadinya polispermy.
Antifertilizen berfungsi sebagai lawan dari fertilizen pada ovum,
mengencerkan

aglutinasi

telur

dan

membantu

penempelan

spermatozoon pd sel telur dari spesies yg sama


Androgamone, pada ikan amfibi dan avertebrata berfungsi untuk
melisiskan selaput gelatin telur dan mencairkan korteks telur
Spawning inducing substance berfungsi untuk menginduksi individu
betina untuk bertelur.
Bindin, merupakan protein pelekat spermatozoon pada permukaan sel
telur merupakan modifikasi dari protein aktin. Terdapat pada :
Echinodermata.

Gambar 4. Tahap sperma menembus sel telur


2. Tahap Fertilisasi
Sperma mendekati sel telur melalui gerak kemotaksis. Sebelum spermatozoa
menembus dan masuk ke dalam sitoplasma sel telur, spermatozoa harus melalui beberapa
lapisan selubung sel telur yaitu dari bagian paling luar berturut-turut adalah selsel
kumulus, zona pelusida dan membran plasma (membran vitelina). Kepala spermatozoa
kontak dengan sel telur sehingga menyebabkan membrane plasma terbuka, menembus
lapisan sel-sel kumulus dengan dikeluarkannya enzim hyaluronidase yang akan mencerna
asam hyaluronat yang terdapat diantara sel-sel cumulus dan terbentik bindin yang terikat
di reseptor sperma di permukaan sel telur. Asam hyaluronat ini dihasilkan oleh sel-sel
granulose selama perkembangannya di dalam folikel di ovarium. Setelah menembus selsel cumulus spermatozoa berikatan dengan zona pelusida melalui ikatan semacam
antigen-resptor yang bersifat spesifik. Dalam hal ini yang bertindak sebagai antigen
adalah protein-protein yang ada pada membran plasma spermatozoa dan sebagai reseptor
adalah glikoprotein pada zona pelusida. Terdapat tiga jenis glikoprotein pada mamalia
yaitu glikoprotein ZP1, ZP2, ZP3. Glikoprotein ZP1 berfungsi sebagai kerangka
berikatan dengan glikoprotein ZP2 dan ZP3. Glikoprotein ZP3 bertindak sebagai reseptor
primer bagi ikatan spermatozoa-zona pelusida ikatan spermatozoa-ZP3 akan merangsang
reaksi akrosom dan pengeluaran enzim-enzim hidrolitik. Enzim-enzim akan berperan
dalam meluruhkan dan mencerna zona pelusida sehingga dapat ditembus.

Bereaksinya gamon kedua macam gamet menyebabkan terjadinya agglutinasi di


dekat ovum, lalu memudahkan beberapa ekor sperma bertumbukan dengan ovum.
Kemudian seekor sperma akan dapat menerobos masuk. Tempat masukknya satu
spermatozon ke dalam ovum bisa pada beberapa daerah zona. Ketika akrosom
menumbuk zona terjadi reaksi akrosom dimana akrosom diletakkan lalu membran depan
akrosom itu hancur dan membran akrosom dibelakangnya akan bersatu dengan oolemma,
sehingga inti spermatozoa terbuka jalan untuk masuk. Sementara itu dalam pengamatan
banyak hewan, terbentuk tonjolan dari oolemma, disebut fertilization cone. Tonjolan ini
ada yang berpseudopodia, berguna untuk merangkul kepala spermatozoa. Masuknya inti
spermatozoa ke dalam ooplasma ada yang diamati dengan ditelan oleh ovum, adapula
karena dorongan spermatozoa itu sendiri.
Sampai dalam ooplasma, kromatin berubah menjadi benang-benang kromosom.
Kemudian terbentuk gelembung-gelembung kecil menyelaputinya membentuk selaput
nukleus jantan.
Pengamatan in vitro sel-sel korona radiata tetap hadir dalam jumlah besar sekeliling
ovum, meski adhesi antara sesamanya sudah hilang dan filopodia pun sudah lepas dan
hilang dari zona pellusida. Kemudian sel-sel korona ini membuat pseudopodia lalu
memphagositosis spermatozoa disekeliling ovum. Jadi sel korona ini berfungsi untuk
membersihkan sekeliling ovum dari spermatozoa yang tak membuahi.
Inti ovum berubah menjadi pronuklleus betina, selaput intinya hilang lalu mengalami
meiosis II. Polosit yang berada di bawah zona pellusida juga mengalami meiosis,
akhirnya terbentuk 3 polosit. Pronukleus betina kini sudah haploid seperti pronukleus
jantan. Pada masing-masing pronukleus timbul berpuluh-puluh nukleoli yang kemudian
bergabung jadi 1-2 nukleoli besar. Sentriol pronukleus betina hilang, dan untuk
pembelahan berikut hanya sentriol jantan yang berada di middle piece yang jadi titik
tutup gelondong. Pronuklei saling mendekat di porors telur, sedikit lebih dekat ke kutub
animal (KA) lalu terjadilah proses kariogamy. Yakni bergabungnya pronuklei. Mula-mula
nukleoli masing-masing hilang, selaput inti hilang dan besar pronuklei sendiri menciut.
Masing-masing kromosom jadi mengganda jadi 2 kromatid yang sentromernya masih 1.
Mitosis pun berlangsunglah.

Bahan spermatozoa lain selain inti, yakni mitokondria dan sisa membran selnya,
hancur dan menyebar dalam ooplasma lalu hilang sebelum pembelahan zigot jadi dua sel.
Setelah spermatozoa masuk membran telur (oolemma) kemudian terlepas dalam ovum,
membentuk membran pembuahan. Antara telur dan membran pembuahan ada celah
sempit, disebut rongga perivitellin, berisi cairan yang merembes dari telur sendiri. Pada
ovum yang mengandung butiran korteks yang sebelum pembuahan bersebar sebelah
dalam oolemma, butiran ini diduga ikut membentuk cairan perivitellin.
Dengan merembesnya cairan keluar menyebabkan telur menyusut dari besar semula.
Membran pembuahan bersama cairan perivitellinnya berfungsi sebagai pencegah
masuknya spermatozoa lain ke dalam ovum.

Gambar 5. Tahap fertilisasi

3.4 Penerapan Teknologi


Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara negara
maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal

rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk,


kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh
penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan.
Akan tetapi, peningkatan kebutuhan pangan hewani, ternyata tidak diikuti oleh
ketersediaan pangan hewani secara murah, merata dan terjangkau. Oleh karena itu,
aplikasi bioteknologi diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam memacu
pertumbuhan populasi ternak dan meningkatkan mutu pangan hewani. Bioteknologi
peternakan dapat digunakan mempercepat pembangunan peternakan melalui peningkatan
daya reproduksi dan mutu genetik ternak, perbaikan kualitas pakan dan kualitas
kesehatan ternak. Metode-metode bioteknologi pada hewan antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.

Transfer Embrio
Bayi Tabung
Kultur Sel Hewan
Kriopreservasi Embrio
Inseminasi Buatan Seksing Sperma

1. Transfer Embrio (TE)


Transfer embrio merupakan teknologi yang memungkinkan induk betina unggul
memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat
mengoptimalkan bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas
unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Menggunakan teknologi TE, betina
unggul tidak perlu bunting tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk
selanjutnya bisa ditransfer (dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas
genetik rata-rata etapi mempunyai kemampuan untuk bunting. Sebelum dilakukan
transfer, dilakukan produksi embrio. Menurut Udrayana (2011) produksi embrio terdiri
dari 2 cara yaitu produksi embrio in vivo dan produksi embrio in vitro.
a. Produksi embrio in vivo dilakukan dengan cara mengambil atau memanen embrio
yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi betina donor (penghasil embrio), kemudian
dipindahkan pada sapi betina yang lain (betina resipien) atau untuk disimpan dalam
keadaan beku (freeze embryo). Untuk memperbanyak embrio yang dipanen, maka
pada sapi-sapi betina donor biasanya dilakukan teknik superovulasi, yaitu suatu

perlakuan menggunakan hormon untuk memperoleh lebih banyak sel telur (ovum)
pada setiap periode tertentu. Sehingga dengan demikian, seekor betina donor yang
telah di-superovulasi dan kemudian dilakukan inseminasi (memasukkan sel benih
jantan pada uterus menggunakan alat tertentu), akan menghasilkan banyak embrio
untuk dipanen. Embrio-embrio tersebut kemudian dipanen (flushing) 2 hari setelah
superovulasi dan inseminasi. Hasil panen kemudian dilakukan evaluasi kualitas
embrio (grading), setelah itu hasilnya dapat disimpan beku atau ditransfer pada betina
lain. Oestrus synchronization (sinkronisasi estrus) adalah usaha yang bertujuan untuk
mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien.
b. Produksi embrio in vitro dilakukan dengan cara melakukan fertilisasi antara sel benih
jantan (spermatozoa) dengan sel benih betina (ovum) dalam laboratorium, sehingga
disebut pembuahan di luar tubuh. Salah satu alat yang digunakan untuk proses ini
adalah cawan petri atau tabung khusus. Sel telur didapatkan dengan cara mengambil selsel telur yang terdapat pada indung telur (ovarium) sapi-sapi betina yang telah dipotong
di rumah potong hewan. Setelah diperoleh banyak sel telur, kemudian dilakukan
pencucian dengan larutan khusus, selanjutnya dilakukan pemilihan sel telur yang masih
baik dan ditempatkan dalam cawan petri. Pembuahan akan berlangsung jika pada cawan
yang berisi sel-sel telur tadi ditempatkan sel benih jantan (spermatozoa yang masih
hidup).
Adapun kelebihan Transfer Embrio:

Pada proses reproduksi alami, dalam satu tahun betina hanya bisa bunting sekali
dan hanya mampu menghasilkan 1 anak (atau 2 anak bila terjadi kembar).
Menggunakan teknologi transfer embrio, betina unggul tidak perlu bunting dan
menunggu satu tahun untuk menghasilkan anak. Betina unggul hanya berfungsi
menghasilkan

embrio

yang

selanjutnya ditransfer (dititipkan)

pada

induk

resipien yang memiliki kualitas genetik rata-rata tetapi mempunyai kemampuan

untuk bunting.
Embrio yang digunakan untuk transfer embrio dapat berupa embrio segar atau
embrio beku (freezing embrio). Embrio beku efisien untuk dipakai karena dapat
disimpan lama sebagai stok dan dapat dibawa ke daerah-daerah yang

membutuhkan.Sedangkan embrio segar hanya dapat ditransfer pada saat produksi

di lokasi yang berdekatan dengan donor.


Perbaikan mutu genetik TE lebih efisien daripada dengan IB. Perbaikan mutu
genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul sedangkan dengan teknologi
TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan induk yang unggul.

Gambar 6. Transfer embrio

2. Bayi Tabung
Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk melahirkan keturunan.
Melalui teknik bayi tabung, sel telur yang berada di dalam ovarium betina berkualitas
unggul sesaat setelah mati dapat diproses in vitro di luar tubuh sampai tahap embrional.
Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada resipien sampai dihasilkan anak. Secara
alamiah sapi betina berkualitas unggul dapat menghasilkan sekitar tujuh ekor anak
selama hidupnya. Jumlah tersebut dapat berkurang atau menjadi nol bila ada gangguan
fungsi reproduksi atau kematian karena penyakit. Untuk menyelamatkan keturunan dari
betina berkualitas unggul tersebut, embrio dapat diproduksi dengan cara aspirasi sel telur
pada hewan tersebut selama masih hidup atau sesaat setelah mati.
Sel telur hasil aspirasi tersebut selanjutnya dimatangkan secara in vitro. Sel telur yang
sudah matang diproses lebih lanjut untuk dilakukan proses fertilisasi secara in vitro

dengan melakukan inkubasi selama lima jam mempergunakan semen beku dari pejantan
berkualitas unggul. Sel telur yang dibuahi dikultur kembali untuk perkembangan lebih
lanjut. Pada akhirnya embrio yang diperoleh akan dipanen dan dipindahkan rahim induk
betina dan dibiarkan tumbuh sampai lahir.

Gambar 7. Bayi Tabung

3. Kultur Sel Hewan


Merupakan sistem menumbuhkan sel hewan untuk tujuan memproduksi metabolit
tertentu. Pada saat sekarang aplikasi dari sistem ini banyak digunakan untuk
menghasilkan untuk menghasilkan produk-produk farmasi dan kit diagnostik dengan
kebanyakan jenis produk berupa molekul protein kompleks. Hal yang paling mendorong
kearah aplikasi ini adalah karena biaya operasionalnya yang tinggi, terutama medium.
Selain itu sistem metabolisme sel hewan tidak seramai pada sistem metabolisme sel
tanaman. Sekalipun demikian ada aplikasi yang berhubungan tidak langsung dengan
masalah pangan, misalnya: penetapan jenis kelamin dari embrio yang akan ditanam,
penentuan masa ovulasi dari sapid an fertilisasi in vitro untuk hewan. Adapun contohcontoh produk yang biasa dihasilkan oleh sel hewan misalnya: interferon, tissue

plasminogen activator, erythroprotein, hepatitis B surface antigen. Manfaat kultur sel


yakni:
o
o
o
o

Keuntungan hemat tempat, waktu, biaya & keturunan yang dihasilkan identik
Mengatasi keterbatasan jumlah sel dalam pembuatan vaksin
Sel hibridoma
Mempelajari kondisi fisiologi sel

Gambar 8. Kultur Sel Hewan

4. Embrio Kriopreservasi
Merupakan komponen bioteknologi yang memiliki peranan yang sangat besar dan
menentukan

kemajuan

teknologi

transfer

embrio.

Hal

ini

dikaitkan

dengan

kemampuannya dalam mempertahankan viabilitas embrio beku dalam waktu yang tidak
terbatas sehingga sewaktu-waktu dapat ditransfer ketika betina resipien telah tersedia,
serta dapat didistribusi ke berbagai tempat secara luas. Dengan kata lain, Kriopreservasi
merupakan suatu proses penghentian sementara kegiatan metabolism sel tanpa
mematikan sel dimana proses hidup dapat berlanjut setelah kriopreservasi dihentikan.

Metode kriopreservasi dapat dilakukan dengan dua cara yakni kriopreservasi secara
bertahap dan kriopreservasi secara cepat (vitrifikasi). Secara umum, mekanisme
kriopreservasi merupakan perubahan bentuk fisik timbal balik dari fase cair ke padat dan
kembali lagi ke fase cair. Mekanisme fisika kriopreservasi meliputi penurunan temperatur
pada tekanan normal disertai dengan dehidrasi sampai tingkat tertentu dan mencapai
temperatur jauh di bawah 0oC (-196 oC). Proses ini harus reversibel ke kondisi fisiologis
awal. Tujuan kriopreservasi adalah mempertahankan sesempurna mungkin sifat-sifat
material biologis terutama viabilitasnya.
5. Inseminasi Buatan dan Seksing Sperma
Merupakan program peningkatan produksi dan kualitas pada ternak berjalan
lambat bila 13 proses reproduksi berjalan secara alamiah. Melalui rekayasa bioteknologi
reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi IB
(inseminasi buatan). Tujuan utama dari teknik IB ialah memaksimalkan potensi pejantan
berkualitas unggul. Sperma dari satu pejantan berkualitas unggul dapat digunakan untuk
beberapa ratus bahkan ribuan betina, meskipun sperma tersebut harus dikirim ke suatu
tempat yang jauh. Jenis kelamin anak pada ternak yang diprogram IB dapat ditentukan
dengan memanfaatkan teknologi seksing sperma X dan sperma Y.
Perubahan proporsi sperma X atau Y akan menyebabkan peluang untuk
memperoleh anak dengan jenis kelamin yang diharapkan lebih besar. Seleksi gender pada
hewan digunakan untuk beberapa tujuan diantaranya: memproduksi lebih banyak anak
betina dari induk superior untuk meningkatkan produksi susu, daging dan kulit,
menghasilkan lebih banyak anak jantan untuk produksi daging dari betina-betina yang
telah diculling.

Gambar 9. Inseminasi Buatan

Anda mungkin juga menyukai