Anda di halaman 1dari 42

FERTILISASI

Pengertian
Fertilisasi adalah proses penggabungan gamet jantan
(sperma) dengan gamet betina (ovum) atau ootid
Pada proses ini terjadi pencampuran sifat-sifat genetis
dari kedua gamet dan terbentuklah zygot yang diploid
Fertilisasi ini dapat terjadi di dalam tubuh induk, yang
disebut dengan fertilisasi internal ataupun diluar tubuh
induk, yaitu di dalam air dimana hewan ini hidup; ini
disebut fertilisasi eksternal
Ada juga fertilisasi buatan yaitu terapan dari prinsip-
prinsip fertilisasi internal maupun eksternal yang
bertujuan untuk mendapatkan turunan yang lebih baik.

Fase-Fase Fertilisasi
1. Interaksi antara sperma dan sel telur
yang dapat terjadi secara jauh
maupun kontak langsung
2. Reaksi dari sperma dan sel telur
setelah adanya kontak
3. Fusi dari kedua sel
4. Fusi dari sifat-sifat genetis kedua sel
5. Pengaktifan metabolisme dari zygot
1. Interaksi antara sperma dan sel
telur
Bagaimana cara bertemunya sperma
dan sel telur, teristimewa pada proses
fertilisasi eksternal.
Pada konsentrasi sperma yang begitu
rendah di lingkungan yang luas seperti
kolam, sungai dan laut, bagaimana
sperma dapat bertemu dengan sel
telur dan bagaimana caranya agar
tidak terjadi pembuahan atau fertiliasi
dari sperma dan sel telur dari spesies
yang berlainan.
Pada awalnya pertemuan antara sperma
dan ovum ini dianggap sebagai suatu
peristiwa kebetulan saja, dimana ovum
yang berukuran besar dan jumlah sperma
yang banyak sekali, merupakan faktor
utama yang memungkinkan terjadinya
pertemuan tersebut
Hasil penelitian membuktikan bahwa proses
tersebut terjadi karena adanya kimotaksis
yang bersifat spesies spesifik.
Tahun 1978, Miller menemukan bahwa
telur Hydra tidak hanya menghasilkan
suatu faktor kimotaksis, tapi juga
dapat mengatur pengeluaran zat ini.
Sperma hanya akan tertarik untuk
bergerak ke arah ovum yang telah
matang, tidak pada sel telur yang
sedang berkembang
Hansbrough dan koleganya 1981
serta Ward (985) mengisolasi substansi ini
dari Echinodermata yang bernama berturut-
turut Yaitu speract dan resact.
Dengan menginjeksikan10 nm larutan resact
ke dalam setetes air laut ( 20 mikro liter)
yang mengandung sperma dari Sea urchin,
dia melihat pergerakan dari sperma yang
tadint random menjadi terarah ke ujung
mikro pipet.
Sifat spesies spesifik dari resact ini terlihat
dengan tidak adanya respon sperma dari
spesies lain.
2. Reaksi dari akrosom
Dengan bergeraknya sperma ke arah ovum,
sperma akan menyentuh lendir yang terdapat
diluar dari sel telur; lendir dari sel telur ini
akan merangsang sperma,
Dalam hal ini akrosom untuk bereaksi yaitu
dengan pecahnya akrosomal fesikel dan
terbentuknya tonjolan dari akrosom seperti
terlihat pada Gambar 7
Pada hewan yang tidak mempunyai lendir,
reaksi dari akrosom ini terjadi kalau terjadi
kontak antara akrosom dan dinding sel talur.
Perangsangan sperma oleh lendir ini juga
merupakan proses yang spesies spesifik.
Reaksi akrosom dimulai dengan
masuknya Ca dan Na+ ke dalam
kepala sperma, karena pengaruh lendir
dari sel telur untuk menggantikan K +
dan H+, sehingga terjadi fusi dari
membran akrosom dan membran plasma
dari sperma.
Penggabungan dari membran dan diikuti
dengan keluarnya isi akrosom ini juga
dikenal dengan proses eksositosis
Sebagai reaksi kedua dari akrosom dapat
dilihat pada pengaruh keluarnya ion H+
dari sel yang menyebabkan naiknya pH
dalam sel
Keadaan ini akan merangsang polimerisasi
dari actin molekul untuk membentuk
filamen yang penting dalam pembentukan
tonjolan akrosom
pH yang tinggi ini juga mempengaruhi
enzym dyneis ATPase pada leher sperma,
yang menyebabkan terbetuknya energi
yang diperlukan untuk pergerakan flagelum
(ekor sperma). Lihat Gambar 8.
Sebagai bukti bahwa memang lendir dari sel
telur yang menyebabkan sperma dapat
berfertilisasi dilakukan oleh Katagiri (1966,
cit Gilbert, 1988) dengan telur katak.
Dengan memakai sel telur yang matang yang
berasal dari saluran telur bagian tengah,
yang berarti selaput telur sudah permiabel
dan telur sudah mempunyai lendir, dia
mendapatkan bahwa fertilisasi tidak terjadi
jika lendir dibaung sebelum diberikan sperma
Dengan memberikan larutan yang
mengandung lendir pada suspensi sperma,
maka fertilisasi akan terjadi.
3. Kontak dari sel telur dengan sperma
Pada Sea urchin, tonjolan dari akrosom akan
menyentuh membran vitellin setelah sperma melewati
lapisan lendir dari sel telur
Disini akan terjadi reaksi yang bersifat spesies
spesifik dari molekul bindin yaitu protein pada
permukaan tonjolan akrosom dengan reseptor atau
molekul pada membran vitellin.
Reaksi ini merupakan permulaan dari bergabungnya
atau berfusinya membran dari ke-dua sel
Molekul yang diduga sebagai reseptor dari bindin ini
berupa glikoprotein, bersifat spesies spesifik dan
dapat menyebabkan penggumpalan dari sperma.
Dengan ditemukannya reseptor ini, kemudian timbul
pertanyaan apakah reseptor dari bindin ini adalah fertilisin,
yaitu substansi yang dihasilkan oleh lendir dari sel telur.
Hasil penelitian Lillie pada Sea urchin tahun 1919,
menunjukkan bahwa fertilisin adalah substansi yang
diperlukan untuk terjadinya reaksi dengan antifertilisn
yang dihasilkan sperma pada awal dari penetrasi sperma.
Dugaan bahwa fertilisin yang berupa glikoprotein
merupakan reseptor dari bindin protein, hal ini diketahui
karena banyak interaksi dari satu protein dan karbohidrat
merupakan fenomena pengenalan (recognition
phenomena) dari dua sel untuk bergabung atau melekat
Kontak dari Gamet pada Mammalia
Berbeda dengan fertilisasi dari sea urchin maupun
katak yang terjadi diluar tubuh, fertilisasi pada
mammalia terjadi di dalam tubuh, yang berarti
fertilisasi telah dibantu dengan terjadinya oleh adanya
saluran reproduksi
Sperma yang baru diejakulasikan ke dalam saluran
reproduksi betina tidak mampu langsung membuahi
sel telur; sperma ini membutuhkan beberapa waktu
dalam saluran betina sebelum terjadinya reaksi
akrosom.
Kebutuhan akan waktu ini disebut kapasitasi
(capasitation) ini berbeda untuk setiap spesies
Pada kapasitasi ini terjadi perubahan
perbandingan antara kolesterol dan pospolipid
dalam plasma membran; pengurangan
kolesterol akan menyebabkan membran dari
akrosom fesikel menjadi tidak stabil yang
diikuti oleh fusi dari membran ini dengan
membran plasma dari sel telur.
Pada waktu yang sama juga terjadi pelepasan
faktor pembungkus dari akrosom (Lihat
Gambar 9)
Sebagai reaksi dari akrosom, enzym
yang terdapat di dalam akrosom fesikel
yang disebut lisin dan hyaluronidase
dikeluarkan untuk menghidrolisa asam
hyaluronik dari matriks dan adhesi dari
sel-sel folikel dari corona radiata,
sehingga sperma dapat lewat dan
mencapai zona pellusida.
Seperti halnya pada membran vitellin dari sea
urchin, pada zona pellusida ini juga terjadi interaksi
yang bersifat spesies spesifik dengan reseptor yang
disebut ZP3, berupa glikoprotein.
Akrosom dari sperma akan mengeluarkan enzym
yang disebut acrosin untuk mencerna zona pelusida
di daerah kontak antara akrosom dan zona pelusida.
Enzym ini dihasilkan dalam bentuk tidak aktif oleh
sperma dan akan aktif di bawah pengaruh
glikoprotein yang dihasilkan saluran reproduksi
betina
Jadi saluran ini tidak hanya berfungsi sebagai
penyaluran dari sperma menuju ovum tapi juga ikut
secara aktif dalam proses fertilisasi.
Penetrasi sperma dan proses
Penghalangan polispermi
Penetrasi Sperma
Penetrasi dari sperma ke dalam sel telur dimulai
dengan terjadinya peleburan dari membran plasma
dari kedua sel
Pada Sea urchin, kontak antara kedua sel
merangsang polimerisasi dari actin untuk
membentuk tonjolan yang disebut kerucut fertilisasi
Selaput yang dibutuhkan untuk pembentukan
kerucut ini diduga berasal dari mikrovilli
disekitarnya, dimana mikrovilli disekitar ini
memendek dari semula.
Proses ini diikuti dengan fusi dari kedua sel dengan
terbentuknya jembatan sitoplasma, melalui nukleus
dan ekor dari sperma memasuki sel telur.
Mekanisme persis dari fusi ini belum
diketahi denganjelas, tapi proses ini bisa
terjadi karena adanya suatu rangsangan
dari kepala sperma yang pada Sea
urchin diduga dirangsang oleh protein
bindin
Proses fusi ini terjadi karena adanya
perubahan susunan lipid molekul dari
membran plasma Lihat Gambar 10
Tempat terjadinya penetrasi ini, pada Sea
urchin dapat terjadi di seluruh permukaan
dari telur.
Pada Amfibia tertentu dan Invertebrata,
penetrasi ini hanya dapat terjadi pada tempat
tertentu
Pada daerah tempat masuknya sperma ini
ditemukan komponen sperma, karena tidak
semua bagian dari membran plasma dari
sperma berfusi dengan sel telur.
Proses Pencegahan Polispermi
Dari semua hewan yang telah diteliti, sperma
yang masuk ke dalam sel telur akan membawa
satu haploid nukleus dan satu sentriol
Pada keadaan normal, hanya satu sperma yang
masuk (monospermi); nukleus yang masuk
akan berkembang dengan nukleus sel telur
untuk membentuk sel dengan jumlah
kromoson yang lengkap
Sentriol dari sperma akan berbelah membentuk
dua kutub dari mitotik spindel pada
pembelahan nanti.
Masuknya lebih dari satu sperma (polisperma)
akan menyebabkan kematian dari embrio
tersebut nantinya.
Masuknya dua sperma misalnya akan
memnyebabkan tripoloid nukleus dan mitotik
spindel yang seharusnya bipolar dengan hasil
dua anak, pada triploid ini akan menghasilkan
empat sel anak.
Pembelahan ini menyebabkan pemisahan yang
tidak merata dari kromosom, yang
menyebabkan kematian atau berkembang yang
tidak normal dari embrio Lihat Gmbr. 11).
Mekanisme pencegahan Polispermi
1. Mekanisme yang cepat
yaitu dengan terjadinya perubahan dari
membran potensial antara sitoplasma dan
luar sel
Pada keadaan normal, antara dalam dan luar
sel ditemukan beda potensial sebesar 70
mVolt (sebelah dalam lebih negatif) dimana
ion Na+ hanya ditemuakan di air luar,
sedang di dalam sitoplasma hanya ada ion
K+
Beda potensial ini disebut resting membran
potensial.

Dengan terjadinya kontak antara sperma dan sel
telur. Ion channel terbuka, Na+ masuk sel, sehingga
membran potensial menjadi nol dan bahkan + 20
mV dalam waktu sepersepuluh detik.

Sperma tidak dapat berfusi dengan sel telur jika
membran potensial lebih positif dari 10 mVolt

Penghalangan polipsermi ini juga dapat dilakukan
secara buatan yaitu dengan memelihara membran
potensial dari sel dengan memberikan arus listrik,
atau dapat juga dilakukan dengan merendahkan
konsentrasi Na+ di luar sel
2. Mekanisme yang lambat,
yaitu yang dikenal sebagai reaksi dari kortikal
granul dari sel telur
Pada Sea urchin dan hewan-hewan lain, cara
kedua ini dibutuhkan agar pemblokiran polispermi
betul-betul berhasil
Keadaan potensial yang positif hanya bertahan
sampai satu menit dan digantikan (pemblokiran)
oleh terbentuknya membran fertilisasi sebagai
hasil dari reakasi dari kortikal granul (lihat
Gambbar 12)
Membran ini dibentuk dari tempat
sperma masuk terus ke sekeliling
sel telur.
Dengan terbentuknya membran ini,
protein yang juga dikeluarkan oleh
kortikal granul membentuk lapisan
hyalin, yang berfungsi sebagai
penyokong dari blastomer selama
periode cleavage (pembelahan).
Pada mammalia, reaksi kortikal granul bukan
membentuk membran fertilisasi, tapi enzym
yang dikeluarkan granul akan memodifikasi
reseptor pada zona pellusida, sehingga dia
tidak bisa lagi mengikat sperma
Rekasi ini disebut dengan reaksi zona
Rekasi zona ini pada tikus berupa pelepasan
dari sugar residu dari reseptor Zp3 yang
menyebabkan penghalangan melekatnya
sperma yang lain.
Strategi dalam penghalangan polispermi ini
bervariasi diantara spesies
Pada beberapa mammalia, polispermi dibatasi
dengan cara memperkecil jumlah sperma
mencapai tempat terjadinya fertilisasi
Pada beberapa hewan dengan sel telur yang
kaya dengan yolk seperti burung, reptil dan
salamander tertentu, beberapa sperma
ternyata dapat memasuki sel telur
Dengan cara pembatasan yang belum
diketahui, hanya satu dari nukleus sperma
yang berfusi dengan nukleus betina
4. Fusi dari Materi Genetis
Pada sea urchin, nukleus dari sperma
memasuki sel telur tegak lurus pada
permukaan sel
Setelah fusi dari membran, nukleus dan
sentriol dari sperma memisahkan diri dari
mitokondria dan flagellum
Mitokondria dan flagellum ini akan hilang
dalam sitoplasma sel telur, sehingga
hanya mitokondria yang berasal dari sel
telur yang akan dibawa pada
pertumbuhan selanjutnya
Nukleus dari sel telur yang haploid disebut
pronukleus betina, sedang nukleus sperma
yang berada dalam sitoplasma sel telur
disebut pronukleus jantan
Setelah memasuki sitoplasma sel telur,
pronukleus jantan ini berputar 180 derajat,
sehingga sentriol dari sperma berada
dinatara kedua pronukleus.
Mikrotubul dari sentriol jantan memanjang
dan mencapai pronukleus betina, kemudian
kedua pronukleus bergerak menuju ke arah
satu sama lain untuk bergabung membentuk
diploid nukleus.
Sintesa dari protein dapat terjadi pada
stadium pronukleus sewaktu bermigrasi atau
setelah terbentuk nukleus dari zygot
Pada Mammalia, fusi dari nukleus nini
memakan waktu selama 12 jam, sedang
pada sea urchin hanya terbentuk dalam 1
jam
Pronukleus jantan membesar, sedang
nukleus betina menyelesaikan
pemasakannya.
Kedua pronukleus ini bergerak menuju satu
sama lain dan mereplikasi DNA nya
Waktu kedua nukleus bersentuhan, membran
nukleusnya berdesintegrasi dan kromatin
memendek membentuk kromosom dan
menyusun diri pada mitotik spindel
Nukleus yang diploid tidak terjadi pada zygot
ini, tapi pada stadium dua sel nantinya.
Fusi pronukleus type ini ditemukan mislanya
pada Harmster sejenis tupai
Lihat Gambar 13
Pengaktifan metabolisme dari sel telur
Pada periode ini terjadi pengaktifan
dari proses-proses metabolisme yang
diperlukan untuk perkembangan
selanjutnya
Reaksi dari sel telur terhadap
penetrasi sperma seperti

Anda mungkin juga menyukai