BIOTEKNOLOGI PERIKANAN
Disusun oleh :
KELOMPOK 1 / PERIKANAN A
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas nikmat dan karunianya-
Nya Laporan Akhir Praktikum Bioteknologi Perikanan dapat diselesaikan dengan tepat
waktu.
Laporan akhir praktikum Bioteknologi Perikanan bertujuan untuk mengetahui,
memahami dan menambah wawasan penyusun maupun pembaca. Akhir kata,
penyusun sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan laporan akhir ini. Semoga Allah SWT selalui meridhai segala usaha yang
telah dilaksanakan.
Semoga laporan akhir praktikum Bioteknologi Perikanan yang telah disusun
ini bisa memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca dan penulis. Kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan kemajuan tulisan ini di di masa
yang akan datang. Terimakasih.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. v
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................. 2
1.2.1 Pengenalan Alat ................................................................... 2
1.2.2 Sterilisasi .............................................................................. 2
1.2.3 Isolasi DNA ......................................................................... 2
1.2.4 PCR ...................................................................................... 2
1.2.5 Elektroforesis ...................................................................... 2
1.2.6 Bioinformatika .................................................................... 3
1.3 Prinsip Kerja ........................................................................ 3
1.3.1 Pengenalan Alat ................................................................... 3
1.3.2 Sterilisasi .............................................................................. 3
1.3.3 Isolasi DNA ......................................................................... 3
1.3.4 PCR ...................................................................................... 3
1.3.5 Elektroforesis ...................................................................... 3
1.3.6 Bioinformatika .................................................................... 4
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Uji ............................................................................... 5
2.1.1 Ikan Koi ............................................................................... 5
2.1.2 Ikan Komet .......................................................................... 6
2.1.3 Ikan Nila .............................................................................. 8
2.1.4 Ikan Barbir .......................................................................... 9
2.1.5 Ikan Mas ............................................................................. 10
2.1.6 Ikan Koki ............................................................................ 12
2.1.7 Ikan Nilem ........................................................................... 13
2.2 Materi Genetik ..................................................................... 14
2.3 Elektroforesis ....................................................................... 15
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) ..................................... 17
2.4.1 Teknik PCR.......................................................................... 18
2.4.2 Prinsip Kerja PCR ................................................................ 19
2.5 Marka DNA ......................................................................... 20
2.6 Keragaman Genetik ............................................................. 21
ii
III METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum ............................................. 23
3.2 Alat Dan Bahan Praktikum .................................................. 23
3.2.1 Alat Praktikum ..................................................................... 23
3.2.2 Bahan Praktikum.................................................................. 25
3.3 Prosedur Praktikum.............................................................. 33
3.3.1 Pengambilan Sampel............................................................ 27
3.3.2 Proses Isolasi/Ekstraksi DNA .............................................. 27
3.3.3 Amplifikasi DNA dengan Teknik RAPD-PCR ................... 28
3.4 Elektroforesis ....................................................................... 28
3.5 Analisis Data ........................................................................ 29
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2.5 Bioinformatika
Bioinformatikan bertujuan untuk mengelola dan menganalisis informasi
biologis masalah-masalah biologi dengan menggunakan sekuen DNA dan asam amino
dan informasi-informasi yang terkait dengannya.
1.3 Prinsip Kerja
Berikut ini merupakan prinsip kerja dalam praktikum biteknologi perikanan.
1.3.1 Pengenalan Alat dan Bahan
Prinsip dari pengenalan alat dan bahan adalah memperkenalkan alat dan bahan
yang akan digunakan pada praktikum bioteknologi kepada praktikan meliputi nama,
fungsi dan cara penggunaan alat dan bahan laboratorium.
1.3.2 Sterilisasi
Prinsip dari sterilisari adalah mematikan semua organisme yang terdapat pada
atau didalam suatu benda.
1.3.3 Isolasi DNA
Prinsip dasar dari isolasi DNA yaitu dengan memecah dan mengekstraksi
jaringan suatu sampel sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri dari sel-sel
jaringan, DNA, dan RNA. Kemudia ekstrak sel dipurifikasi sehingga menghasilkan sel
yang mengandungang DNA/RNA total.
1.3.4 PCR
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA dengan prinsip kerja secara in vitro pada daerah spesifik
yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai
pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya
komplemen dengan DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi
DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif.
1.3.5 Elektroforesis
Prinsip dari Elektroforesis adalah berdasarkan pergerakan partikel-partikel
bermuatan negatif (anion), dalam hal tersebut DNA yang bergerak menuju kutub
negatif (anode) (Klug & Cummings 1994).
4
1.3.6 Bioinformatika
Memanajemen data-data biologi molekul, terutama sekuen DNA dan informasi
genetika dan didukung oleh kesediaan internet.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Effendi (1993) Ikan koi berasal dari keturunan ikan karper hitam dan
menghasilkan keturunan yang berwarna-warni. Ikan koi memiliki klasifikasi yang
sama dengan ikan mas sebagai berikut ;
5
6
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Ordo : Cypriniformei
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Pada awalnya ikan koi hanya memiliki warna tunggal yaitu hitam (karasugoi
dan sumigoi), merah (benigoi, higoi, akagoi), putih (shiromuji), keemasan (kingoi), dan
putih keperakan (gingoi) dan disilangkan sehingga menghasilkan dua warna, tiga
warna, lima warna dan multi warna. Seiring dengan perkembangan teknik budidaya,
koi yang pada awalnya hanya memiliki satu warna saja saling disilangkan sehingga
menghasilkan ikan koi yang memiliki dua warna, tiga warna, bahkan lima warna. Ikan
ini dapat dipelihara hampir di semua tempat, gerak gerik ikan ini tampak simpatik,
bahkan ada anggapan ikan koi dapat membawa keuntungan bagi pemiliknya (Effendi
1993).
dari ikan common goldfish pada abad 19 di Philadelpia Amerika Serikat oleh Hugo
Murket dan secara masal di terjunkan ke pasaran (Skomal 2007).
Klasifikasi ikan komet berdasarkan ilmu taksonomi (Lingga dan Susanto 2003)
adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Otariphisysoidei
Sub Ordo : Cyprinoidae
Famili : Cyprinidae
Genus : Carassius
Spesies : Carassius auratus auratus
Pada upaya pembenihan, seleksi induk merupakan hal yang penting untuk
dilakukan agar hasil pemijahan ikan menghasilkan keturunan yang berkualitas. Adapun
ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina adalah sebagai berikut:
- Ciri induk jantan yaitu terdapatnya bintik-bintik bulat menonjol pada sirip dada dan
jika diraba terasa kasar, pada induk yang telah matang gonad jika diurut perlahan dari
perut ke arah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih.
- Ciri induk betina yaitu terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa halus jika
diraba, jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan kuning
bening, dan pada induk yang telah matang perutnya terasa lembek juga lubang genital
berwarna kemerah-merahan (Derri 2010).
8
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo :Percomorphi
Family : Ciclidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus, L.
Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa,
sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan
nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas yang
disukai antar 0-35%. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau dengan proses
9
adaptasi yang bertahap. Pemindahan secara mendadak dapat menyebabkan ikan stress
bahkan mati (Kogera 1999).
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila
dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang
lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang
dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies
invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang
karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang
umumnya bersuhu di bawah 21°C. Ikan nila mempunyai kemampuan tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan
perkembangannya yaitu 25-30°C (Amri dan Khairuman 2003).
Ikan nila memiliki bentuk tubuh pipih memanjang ke samping, makin ke perut
makin terang. Mempunyai garis vertikal 9-11 buah berwarna hijau kebiruan. Pada sirip
ekor terdapat 6-12 garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah- merahan,
sedangkan punggungnya terdapat garis-garis miring. Mata tampak menonjol agak
besar dengan bagian tepi berwarna hijau kebiru-biruan. Letak mulut ikan nila terminal,
posisi sirip perut terhadap sirip dada thorochis, garis susuk (linea lateralis) terputus
menjadi dua bagian. Jumlah sisik pada garis rusuk 34 buah dan tipe sisik stenoid
(ctenoid). Bentuk sirip ekor berpinggiran tegak (Kordi 1997).
sirip anal berwarna gelap pada ujungnya (Lingga dan Susanto 2003). Barbir (Puntius
conchonius) muda memiliki satu warna yakni keperakan dengan bintik hitam.
Seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi dengan sisik yang besar, dan berjenis cycloid
yaitu sisik halus yang berbentuk lingkaran. Ikan Mas memiliki lima buah sirip, yaitu
sirip punggung yang terletak di bagian punggung (dorsal fin), sirip dada yang terletak
di belakang tutup insang (pectoral fin), sirip perut yang terletak pada perut (pelvic fin),
sirip dubur yang terletak di belakang dubur (anal fin) dan sirip ekor yang terletak di
belakang tubuh dengan bentuk cagak (caudal fin) (Santoso 2011).
Taksonomi ikan Mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Ostheichthyes
Sub-kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidea
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak
terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau danau.
Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150–600 meter di atas
permukaan air laut (dpl) dan 8 pada suhu 25-30°C. Meskipun tergolong ikan air tawar,
ikan mas terkadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang bersalinitas
(kadar garam) 25-30‰ (Suseno 2000). Menurut Khairuman et al (2008), ikan mas
dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150-600 meter di atas permukaan air laut,
pada suhu 25-30° C DO >3, salinitas 0 dan pH air antara 7-8.
12
Menurut Bacthtiar (2005) Ikan Mas koki memiliki bentuk tubuh pendek dan
bulat, mata lebar dan besar, bersirip, dan disisi tubuhnya terdapat gurat sisi yang
mempunyai lembaran insang. Insang yang berfungsi sebagi alat pernafasan. Dari
insang ikan koki dapat memperoleh oksigen dengan cara menghisap melalui mulutnya
kemudian menyaringnya dengan lembaran insang. Oksigen yang masuk dalam tubuh
ikan akan bersama dengan air dan dibawa oleh aliran darah. Maka dari itu, apabila
kualitas air dalam pemeliharan ikan mas koki tercemar maka akan mempengaruhi
kandungan karbondioksida dan kotoran lainnya akan dibebaskan oleh bagian belakang
lembaran insang tersebut.
Ikan mas koki sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ikan
mas koki hidup pada perairan tropis dengan kisaran suhu 20-25⁰C dengan pH dan
13
keseadahan normal. Kondisi lingkungan yang ideal menjadi faktor utama dalam
memaksimalkan pertumbuhan dan warna ikan mas koki (Agus 2001).
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) adalah salah satu hewan vertebrata atau ikan
yang hidup di air tawar dan bernafas dengan insang. Bentuk badan mirip ikan mas,
tetapi badannya lebih memanjang dan pipih dengan sirip punggung relatif lebih
panjang. Ikan nilem merupakan jenis ikan herbivora yang makanannya terdiri atas
lumut dan tumbuhan pelekat (Radiopoetro 1991).
Ikan nilem merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang hidup di sungai-
sungai dan rawa-rawa. Ikan nilem termasuk hewan omnivora, makanannya berupa
ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition serta mempunyai ciri
morfologi antara lain bentuk tubuh hampir serupa dengan ikan mas. Bedanya, kepala
ikan nilem relatif lebih kecil. Sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba.
14
Warna tubuhnya hijau abu-abu. Bentuk tubuh agak memanjang dan pipih, ujung mulut
runcing dengan moncong terlipat, serta bintik hitam besar pada bagian ekornya
merupakan ciri utama Ikan nilem (Sumantadinata 1981).
2.2 Materi Genetik
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang gen, yaitu faktor yang
menentukn sifat-sifat suatu organisme. Proses kehidupan secara biologi merupakan
proses metabolisme yang berlangsung di dalam sel. Penentuan sifat organisme
dilakukan oleh gen melalui pengendalian reaksi-reaksi kimia yang menyusun suhu
lintasan metabolisme. Di dalam genetika dipelajari struktur, proses pembentukan dan
pewarisan gen serta mekanisme ekspresinya dalam pengendalian sifat organisme.
(Khalifah 2013).
Konsep Genetika berkembang dari ilmu yang membahas tentang bagaimana
sifat diturunkan menjadi lebih luas lagi yakni ilmu yang mempelajari tentang materi
genetik. Secara luas genetika menurut Corebima (2009).membahas:
1. Struktur materi genetik, meliputi: gen, kromosom, DNA, RNA, plasmid,
episom, dan elemen tranposabel.
2. Reproduksi materi genetik, meliputi: reproduksi sel, replikasi DNA, reverse
transcription, rolling circle replication, cytoplasmic inheritance, dan Mendelian
inheritance.
3. Kerja materi genetik, meliputi: ruang lingkup materi genetik, transkripsi,
modifikasi pasca transkripsi, kode genetik, translasi, konsep one gen one enzyme,
interaksi kerja gen, kontrol kerja gen pada prokariotik, kontrol kerja gen pada
eukariotik, kontrol genetik terhadap respon imun, kon trol genetik terhadap
pembelahan sel, ekspresi kelamin, perubahan materi genetik.
4. Perubahan materi genetik, meliputi: mutasi, dan rekombinasi.
5. Genetika dalam populasi.
6. Perekayasaan materi genetik.
Berkaitan dengan perkembangan genetika ke arah molekuler maka gen sebagai
materi genetik adalah gen di abad 20 dideskripsikan oleh Tudge (2000) sebagai
15
perubahan persepsi gen dari wujud seperti manik-manik atau benang gen ke dalam
pengertian atau sebagai wujud kimia dalam proses kimia yang kompleks. Gen berada
dalam terminologi abstrak, ahli genetika akan mengacu ke biologi molekuler dan gen
didekati dari aspek kimiawi. Sehingga saat mendatang kajian genetika akan
mempelajari materi genetika yakni gen, DNA, kromosom, fungsi, ekspresinya serta
perubahannya secara molekuler (Venville 2002).
Pengertian genetika yang baru ini juga memperlihatkan kedudukan genetika di
antara cabang-cabang ilmu biologi yang lain. Jadi genetika bukan hanya membahas
tentang pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Dalam hubungan ini
dinyatakan bahwa: genetics is the core biological science, nothing in biology makes
sense except in the light of genetics and evaluation (Ayala dan Kiger 1984).
2.3 Elektroforesis
Elektroforesis merupakan proses migrasi molekul bermuatan dalam medium
yang dialiri arus listrik (Holme dan Hazel 1998). Westermeier (2005) menjelaskan
bahwa prinsip dasar elektroforesis adalah molekul dan partikel bermuatan akan
bergerak ke arah elektrode yang memiliki muatan berlawanan di bawah pengaruh
medan listrik. Laju migrasi molekul bermuatan tersebut menuju elektrode yang
bermuatan negatif disebut elektromobilitas.
Elektromobilitas suatu molekul dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagaimana
yang dijabarkan oleh Switzer (1999) bahwa semakin besar muatan molekul maka
semakin besar pula elektromobilitasnya, nilai elektromobilitas berbanding terbalik
dengan besar ukuran molekul sehingga molekul dengan ukuran lebih besar memiliki
elektromobilitas yang lebih kecil bila dibandingkan dengan molekul yang berukuran
lebih kecil. Selain besar muatan dan ukuran molekul tersebut, topologi atau bentuk
molekul turut berpengaruh pula terhadap elektromobilitas suatu molekul.
Elektroforesis DNA umumnya menggunakan metode elektroforesis gel agarosa
(Karp, 2008). Metode elektroforesis tersebut pada prinsipnya melibatkan fase stasioner
yang berupa gel agarosa dan fase gerak berupa buffer Tris-acetate EDTA (TAE) atau
Tris-borat EDTA (TBE) (Switzer 1999). TBE (Tris-borat EDTA) 1X, Tris/Borat
16
adalah buffer yang umum digunakan sebagai buffer elektroforesis karena memiliki
kapasitas buffering yang tinggi pada titik isoelektriknya (Ausubel, et al., 2003). Borat
bertindak sebagai conductingion sehingga dapat mempertahankan kesetimbangan ion
H+ dan OH- yang dihasilkan oleh elektroda, hal ini berhubungan dengan fungsi buffer
dalam menjaga kesetimbangan pH saat migrasi fragmen DNA berlangsung, perubahan
pH dapat mendenaturasi struktur DNA sehingga mengubah elektromobilitas DNA
(Martin 1996).
Agarosa merupakan polisakarida turunan yang didapat dari alga merah
(Miesfeld, 1999). Gel agarose dapat digunakan untuk memisahkan DNA berukuran
lebih dari 100 bp, sedangkan untuk memisahkan DNA dengan ukran lebih pendek
dapat digunakan gel poliakrilamid (Wilson dan John 1994). Gel agarose merupakan
fase diam dalam pemisahan fragmen DNA, konsentrasi agarose yang digunakan dalam
pemisahan fragmen DNA sangat mempengaruhi mobilitas fragmen DNA, semakin
besar konsentrasi agarose yang digunakan maka semakin kecil pori-pori gel, dan
semakin kecil konsentrasi agarose maka semakin besar pori-pori gel. Perangkat dalam
elektroforesis gel agarosa diantaranya terdiri dari power supply sebagai sumber arus
listrik; cetakan gel; sisir yang digunakan untuk membuat sumuran tempat peletakan
DNA yang akan dielektroforesis. Pembuatan sumuran ini dilakukan dengan
meletakkan sisir pada gel sebelum gel memadat; tangki elektroforesis; dan electrode
(Martin 1996).
Pemisahan fragmen DNA berdasarkan elektromobilitas berguna sebagai
metode analitik maupun preparatif, molekul DNA yang bermuatan negatif karena
adanya gugus fosfat akan bergerak menuju anode (elektrode bermuatan positif) saat
dipisahkan dengan elektroforesis (Miesfeld 1999). Fragmen DNA yang memiliki
ukuran molekul yang sama akan memiliki elektromobilitas yang sama dan menempuh
jarak migrasi yang sama pula (Gilbert 2000). Proses running elektroforesis DNA
sampel bersamaan dengan DNA yang telah diketahui ukurannya (standard) dapat
berguna dalam analisis besar ukuran DNA dalam sampel (Switzer 1999).
17
dan tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan maupun fase perkembangan tanaman
(Tanksley dan McCouch 1997).
Teknik dasar marka molekuler dapat diklasifikasikan menjadi 2 katagori yaitu:
(i) teknik yang tidak berdasar pada PCR (non-PCR-based techniques) atau teknik
berdasar hibridisasi seperti RFLPs (Restriction Fragment Length Polymorphisms) dan
(ii) teknik berdasar PCR (PCR-based techniques) seperti RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism), SSRs (Simple
Sequence Repeats), SCAR (Sequence Characterized Amplified Region), ISSR (Inter
Simple Sequence Repeat) (Semagn et al. 2006).
Prinsip teknik RAPD adalah membedakan hasil amplifikasi PCR dari DNA
genom. Polimorfisme dihasilkan oleh penyusunan kembali atau delesi pada atau di
antara sisi pengikatan (binding site) oligonukleotida primer dalam genom
menggunakan sekuen oligonukleotida acak pendek (sekitar 10 bp). Teknik ini tidak
memerlukan informasi awal tentang sekuen genom yang akan dianalisis sehingga dapat
dimanfaatkan lintas spesies menggunakan primer universal. Beberapa keunggulan
penggunaan metode RAPD adalah: kebutuhan DNA sangat sedikit, hemat biaya,
mudah diaplikasikan dan primer yang diperlukan sudah banyak dikomersialisasikan
sehingga mudah diperoleh. Selain mempunyai keunggulan, metode ini juga
mempunyai beberapa kelemahan utama yaitu di antaranya adalah sangat tergantung
dari kondisi reaksi sehingga hasilnya dapat bervarisai antar satu laboratorium dengan
laboratorium yang lain serta tidak dapat membedakan individu yang homosigot dengan
yang heterosigot (marka dominan) (Bardakci 2001).
2.6 Keragaman Genetik
Keragaman genetik merupakan salah satu faktor penting dalam
mempertahankan keberadaan suatu jenis. Suatu populasi dengan keragaman genetik
tinggi, mempunyai kemampuan untuk mempertahankan diri dari serangan penyakit dan
perubahan iklim ekstrim, sehingga mampu hidup dalam kondisi lestari pada beberapa
generasi. Tingkat keragaman genetik merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilan strategi pemuliaan maupun konservasi. Nilai keragaman genetik suatu
22
populasi tergantung juga pada keberhasilan sistem reproduksi pada populasi tersebut.
Keragaman genetik dapat dipertahankan apabila tidak terjadi kawin sendiri (selfing)
atau kawin kerabat (inbreeding) (Tani et al. 2009). Laju sistem reproduksi bergantung
juga pada sinkronisasi fenologi pembungaan dan faktor lingkungan seperti kerapatan
dan tinggi pohon (Tani et al. 2009). Sinkronisasi pembungaan sering tidak terjadi pada
individu-individu pohon baik di hutan alam maupun hutan tanaman apabila tahun
tanamnya berbeda atau berasal dari provenan atau populasi yang berbeda.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
23
24
1. Botol scott untuk mencampurkan bubuk agarose, TAE dan gel red
2. Cetakan agarose sebagai wadah untuk mencetak agarose
3. Gelas ukur untuk mengukur larutan dengan skala ml
4. Gunting untuk memotong parafilm dan plastic wrap
5. Microwave untuk memanaskan campuran agarose dan larutan TAE
6. Mikropipet untuk mengambil larutan dengan skala µl
7. Mikrotips untuk wadah larutan saat berada di mikropipet
8. Parafilm sebagai tempat menghomogenkan dna genom dengan loading dye
9. Plastik wrap untuk menutup bagian atas botol scott
10. Timbangan digital untuk menimbang bubuk agarose
11. UV transilluminator untuk memberikan sinar UV kepada gel agarose agar pita
dapat terlihat.
3.2.1.4 PCR
Berikut ini merupakan alat yang digunakan dalam praktikum biteknologi
perikanan mengenai Polymerase Chain Reaction.
1. Mesin Thermal Cycler untuk amplifikasi (penggandaan) DNA.
2. Tabung Eppendorf sebagai wadah sampel yang akan di amplifikasi.
3. Mikro pipet untuk mengambil larutan supernantant dan zat kimia lain dalam
ukuran yang kecil/sangat kecil.
4. Sisir untuk mencetak sumuran gel pada agarose.
5. Kertas parafilm sebagai tempat menghomogenkan marker, loading dye dan
sampel.
6. Beaker glass sebagai tempat penampung sampel.
7. Tissue untuk sterilisasi.
8. Sentrifuse untuk memisahkan bagian yang padat dan yang cair.
3.2.2 Bahan Praktikum
Berikut ini merupakan bahan yang digunakan dalam praktikum biteknologi
perikanan.
26
3.4 Elektroforesis
Berikut ini merupakan bahan yang digunakan dalam praktikum biteknologi
perikanan mengenai elektroforesis.
1. Bubuk agarose ditimbang sebanyak 1 gram.
2. TAE diukur sebanyak 100mL.
3. Agarose dicampurkan dengan TAE pada botol scott.
4. Bagian atas ditutup dengan plastic wrap dan dilubangi beberapa bagian.
5. Botol scott dimasukkan kedalam microwave selama 1 menit.
6. Botol scott dikeluarkan dari microwave dan dibuka tutupnya.
7. Botol scott dimasukkan gel red 10µl. lalu botol digoyangkan hingga larutan
homogen.
8. Bejana elfor diposisikan sebagai cetakan gel agarose.
29
Pada sumur 1 terlihat pita DNA yang terbentuk tipis dan mengumpul (tidak menyebar)
dll. Tingkat ketebalan DNA ditentukan dari kemurnian atau proses ekstraksi yang kurang tepat
pada sampel yang diamati, sehingga menyebabkan sampel tersebut tidak memiliki kualitas
bagus. Ketebalan pita yang paling bagus terdapat pada sampel 7, 8, 9. Sedangka pita yang
kurang bagus terdapat pada sampel 5. Kualitas DNA akan sangat berpengaruh terhadap analisis
karakter genetik selanjutnya.
Irmawati (2003) menyatakan bahwa pita DNA yang tebal dan mengumpul (tidak
menyebar) menuntukan konsentrasi yang tinggi dan DNA total yang diekstrak dlam kondisi
utuh. Sedangkan, pita DNA yang terlihat menyebar menunjukan adanya ikatan antar molekul
DNA yang terputus pada saat proses ekstraksi berlangsung sehingga genom DNA terpotong
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Terputusnya ikatan antar molekul tersebut dapat
disebabkan oleh adanya gerakan fisik yang berlebihan yang dapat terjadi dalam proses
pamipetan, pada saat dibolak-balik dalam ependorf, disentrifus, atau bahkan karena
termperatur yang terlalu tinggi dan karena aktivitas bahan-bahan kimia tertentu.
Komalasari (2009) menyatakan bahwa konsentrasi hasil ekstraksi DNA dipengaruhi
oleh 2 faktor yaitu kecepatan ekstraksi pada waktu ekstraksi dan komposisi penambahan lisis
buffer. Faktor kecepatan ekstraksi merupakan faktor paling berpengaruh karena pada tahap
lisis sel dan presipitasi pengambilan supernatan harus dilakuan persampel, sehingga beberapa
sampel terjadi pengendapan DNA. Kualitas DNA yang terekstraksi juga ditunjukan oleh
30
31
adanya smear pada pita DNA, semakin sedikit atau tidak adanya smear menunjukan semakin
baik kualitas DNA.
4.2 Amplifikasi DNA dan Deteksi Polimorfisme
utuh. Sedangkan, pita DNA yang terlihat menyebar menunjukan adanya ikatan antar molekul
DNA yang terputus pada saat ekstraksi berlangsung sehingga genom DNA terpotong menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil. Terputusnya ikatan antar molekul tersebut dapat disebabkan
oleh adanya gerakan fisik yang berlebihan yang dapat terjadi dalam proses pemipetan, pada
saat dibolak-balik dalam ependorf, disentrifus atau bahkan karena temperature yang terlalu
tinggi dank arena aktivitas bahan-bahan kimia tertentu. Kemurnian DNA dari hasil
elektroforesis dikonfirmasi dengan uji kuantitatif menggunakan spektrofotometer. Kemiripan
sifat antar varietas dapat diketahui dari banyaknya pita yang sama antar sampel.
Pita hasil amplifikasi dengan panjang basa yang sama menunjukkan lokus gen yang
sama. Namun, belum tentu memiliki sekuen basa DNA yang sama. Untuk mengetahui
perbedaan sekuen pita pada lokus yang sama perlu dilakuakn sekuensing DNA. Karakterisasi
sekuen berguna untuk mengetahui jenis gen yang teramplifikasi.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tidak berhasilnya amplifikasi PCR yaitu
komposisi PCR (kerusakan pada enzim Taq Polimerase), suhu annealing, primer yang tidak
sesuai dan kualitas DNA genom yang buruk. Kualitas genom yang kurang baik bisa jadi
penyebab ketidakberhasilan amplifikasi DNA (Liu et al. 2006).
metode ini menunjukkan adanya variasi genetik yang cukup tinggi pada sembilan
varietas yang diuji. Kemurnian DNA dan keutuhannya memiliki pengaruh yang sangat
penting terhadap keberhasilan proses amplifikasi PCR khususnya RAPD-PCR, apabila
kemurniannya rendah maka akan mempengaruhi penempelan primer pada situs yang
komplementer dari DNA genom (Triana et al. 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Konsentrasi hasil ekstraksi DNA dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu kecepatan
ekstraksi pada waktu ekstraksi dan komposisi penambahan lisis buffer. Kualitas DNA
yang terekstraksi juga ditunjukan oleh adanya smear pada pita DNA, semakin sedikit
atau tidak adanya smear menunjukan semakin baik kualitas DNA. Pada hasil isolasi/
ekstraksi DNA genom, hasil yang paling terlihat jelas pitanya adalah sampel ke 7, 8, 9,
dan 10. Pada hasil amplifikasi DNA masih terdapat smear pada sumur ke 1, 2, 7, 8 dan
9. Pada analisis kekerabatan genetik ikan uji, ikan yang memiliki kekerabatan paling
dekat adalah sampel 4 dan 5 merupakan ikan dengan spesies yang sama yaitu ikan nila
(Oreochromis niloticus). Sampel 1 memiliki hubungan kekerabatan paling jauh antara
sampel 6 (ikan mas), 7 (ikan mas), 8 (ikan koki berwarna) dan 9 (ikan nilem).
5.2 Saran
Pada praktikum bioteknologi disarankan agar praktikan ketika praktikum
berlangsung dapat dengan tertib dan lebih teliti agar tidak terkontaminasinya DNA
hasil isolasi oleh sisa hasil ekstraksi DNA.
35
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF dan Sulistiono. 1992. Fisiologi Ikan (Pencernaan).
Bogor : Institut Pertanian Bogor, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat.
Agus, G.T.K., Agus K.A., A. Dianawati, Dipo U.T., E.S. Irawan, K. Miharja, L.
Gusyadi, Luluk A.M., Maman N., P.S. Karno, P. Dachlan, Udin S., Ujang
J.M., T. Yana dan Y. Sastro. 2002. Koi. PT AgroMedia Pustaka.
Tangerang. Hal 23 – 46
Agus. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Yogyakarta: Kanisius.
Amri, K. dan Khairuman. 2003. Membuat pakan ikan konsumsi. Agromedia pustaka.
Tanggerang
Ayala, F.J and Kiger, J.A. 1984. Modern Genetics. Menlo Prk California: The
Benyamin/cumings Publishing Company, Inc.
Bachtiar, Y. 2005. Mencegah Mas Koki Mudah Mati. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Bull A.T., Holt, G., Lilly M.D. 1982. Biotecnology: International Trends and
Perspecive. OECD, Paris.
Fatchiyah, Estri Laras A, Sri Widyarti dan Sri Rahayu. 2011. Biologi Molekular:
Prinsip Dasar Analisis. Jakarta: Erlangga.
36
37
Irmawati. 2003. Perubahan Keragaman Genetik Ikan Kerapu Tikus Generasi Pertama
Pada Stok Hatchery. Thesis. Bogor: IPB.
Khairuman. S. Dodi dan G. Bambang. 2008. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif. Pt
Agromedia Pustaka. Jakarta. 358 Hal.
Kogera, C.S., Teha, S.J., and Hinton, D.E. 1999. Biology of Reproduction, 61: 1287-
1293. Society for the Study of Reproduction, Inc.
Komalasari, K. 2009. Pengaruh perbandingan volume darah dan lisis buffer serta
kecepatan sentrifugasi terhadap kualitas produk DNA pada sapi Frensian
Holstein (FH). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Marchesi, J.R., T. Sato, A.J. Weightman, T.A. Martin, J.C. Fry, S.J. Hiom, & W.G.
Wade. 1998. Design and Evaluation of Useful Bacterium Specific PCR
Primer that Amplify Genes Coding for Bacterial 16S-rRNA. Applied and
Environmental Microbiology 64: 795–799.
Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR. UK: Bios Scientific Publisher
Purwanto, A. 2011. Perbandingan Beberapa Metode Isolasi DNA Untuk Deteksi Dini
Koi Herpes Virus (KHV) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi.
Program Studi Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran. Jatinangor
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
Semagn, K., Bjørnstad, A., and Ndjiondjop, M.N. , 2006. An overview of molecular
marker methods for plants. African Journal of Biotechnology 5 (25): 2540-
2568.
Suryani. 2006. Budidaya Ikan Hias. PT. Intan Sejati. Klaten. hal 22 – 26.
Tanksley SD, McCouch SR. 1997. Seed banks and molecular maps: Unlocking genetic
potential from the wild. Science 277: 1063 - 1066.
Triana, S.H., M.S. Gani., A.C. Malina dan Hamka. 2010. Analisis Keragaman Genetik
dalam Seleksi Mendapatkan Induk Kerapu Macan (Ephinephelus
fuscoguttatus) yang Tahan Bakteri Vibrio parahaemolitycus dan Toleran
Salinitas Rendah serta Salinitas Tinggi. Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya, Universitas Muslim Indonesia, Makassar.
Venville & Treagust, 2002. Teaching about the Gene in the Genetic Information Age.
Australian Science Teachers Journal.
Williams, J.G and Ronald, I.A. 1990. DNA Polumorphisms Amplified by Arbitary
Primers Are Useful as Genet ics Markers. Nuclei Acids Res 18, 6531- 6535
39
Pengenalan Alat
Mikrotips Gunting
Mikrotips Mikrotube
Spektrofotometer
PCR kit
Freezer
Refrigerator
Mikropipet Lemari UV
43
Autoclave Gunting
Pinset Sumpit
Sentrifuge
Timbangan Analitik
Alumumium Foil
Waterbath
Mikrotube
Mikropipet
Inkubator
48
Gunting Microwave
Mikropipet Mikrotips
Pengenalan Bahan
Alkohol Aquades
Akuades
53
TAE
Gel Red
Gel Agarose
54
Isopropanol Proteinase K
55
Bungkus rapi alat dan bahan yang akan disterilisasi dengan menggunakan
plastik tahan panas
Nyalakan Autoclave dan tunggu hingga suhu mencapai 1210C dan tekanan
sebesar 1 atm/15 Ib (kondisi sterilisasi, jangan lupa menutup katup
Autoclave
Buka secara hati-hati penutup Autoclave lalu keluarkan alat dan bahan dari
dalam Autoclave
57
1. Persiapan Sampel
2. Isolasi DNA
Sampel ditimbang 0.025 g dengan dialaskan aluminium foil
Diicampurkan agarose dan TAE pada botol scott tutup bagian atas dengan plastik
wrap dan lubang beberapa bagian
Dipasangkan sisir.
Tuangkan campuran agarose, TEA dan gel red tadi biarkan hingga padat.
60
Dilakukan amplifikasi
61
Botol scott dibungkus plastik tahan Alat dan bahan lalu dimasukkan
panas kedalam Autoclave
63
Dimasukkan gel red 10µL. Lalu Posisikan bejana elfor sebegai ceakan
digoyangkan hingga homogen gel agarose, dan Dipasangkan sisir
Ditambahkan larutan MyTaq Master Ditambahkan Nuclease free water sebanyak 9,5
Mix sebanyak 12,5 ml ml