Anda di halaman 1dari 13

PENILAIAN INDERAWI

Perubahan Organoleptik Pada Produk Olahan Fish Jelly

Disusun oleh :

Kelompok 8

Dealitabela 230110170024
Fathy Imaduddin Rajavi 230110170127

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
DAFTAR ISI

BAB Halaman
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................
1.2 Tujuan..............................................................................
1.3 Manfaat............................................................................

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Karakteristik Organoleptik ...........................
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Organoleptik......................
2.3 Mekanisme Perubahan Karakteristik .............................
2.4 Cara Mengatasi Perubahan Organoleptik .......................
2.5 Pengamatan Organoleptik Produk Fish Jelly..................

III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat potensial.
Kandungan gizi yang tinggi pada ikan, membuat ikan lebih dikenal daripada
produk perikanan lainnya. Hal tersebut menyebabkan ikan paling banyak
ditangkap dan dikonsumsi oleh masyarakat. Sunarman (2000), nilai makanan dari
ikan terutama didasarkan atas kandungan proteinnya. Ikan merupakan bahan
pangan yang memiliki sifat perishable (mudah busuk). Banyak cara yang
digunakan untuk menangani ikan agar tahan lebih lama dan meningkatkan nilai
jual ikan, salah satunya yaitu dengan pengolahan.
Produksi perikanan di tahun 2013 mengalami peningkatan dibanding 2012
sebesar 26,2 %, Selain itu tingkat konsumsi ikan tahun 2010 hingga 2013 naik
sebesar 5,33 % per tahun. Di tahun 2013 total produksi perikanan sebesar 19,56
juta ton, yang terdiri dari perikanan tangkap 5,6 juta ton dan perikanan budidaya
13,70 juta ton. Namun bila dilihat dari tingkat pemanfaatan, terutama untuk ikan –
ikan non ekonomis belum optimal. Hal ini dikarenakan pemanfaatannya masih
terbatas dalam bentuk olahan tradisional dan konsumsi segar (Saimima 2015).
Salah satu usaha untuk meningkatkan nilai dan mengoptimalkan
pemanfaatan produksi hasil tangkapan laut adalah dengan pengembangan produk
bernilai tambah, baik olahan tradisional maupun modern. Namun produk bernilai
tambah yang diproduksi di Indonesia masih dari ikan ekonomis seperti tuna/udang
kaleng, tuna steak, dan lain sebagainya. Dalam usaha meningkatkan manfaat ikan,
maka perlu dilakukan suatu usaha untuk menganekaragamkan olahan hasil
perikanan, diantaranya dengan mengolah produk-produk fish jelly.
Pengolahan hasil perikanan yang banyak dilakukan saat ini adalah
diversifikasi produk seperti pembuatan fish jelly. Menurut Dewi (2001), fish jelly
merupakan istilah yang digunakan untuk bahan makanan seperti jeli, yang dibuat
dengan memasak surimi atau daging ikan setelah dicampur dan digiling dengan
garam dan bumbu-bumbu lainnya. Produk olahan yang termasuk fish jelly adalah
nugget, bakso, fish cake, sosis, otak-otak, siomay, dan empek-empek (Dewi,
2001).
Gaya hidup masyarakat saat ini menghendaki kemudahan serta kepraktisan,
sehingga produk fish jellybanyak diproduksi. Selain bersifat “ready to cook”,
protein yang terkandung pada produk tersebut diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan protein bagi masyarakat. Salah satu produk yang digemari masyarakat
adalah naget. Naget ikan merupakan produk olahan perikanan dengan
menggunakan lumatan daging ikan dan atau surimi minimum 30% dicampur
tepung dan bahan-bahan lainnya, dibalut dengan tepung pengikat (predust),
dimasukkan dalam adonan batter mix kemudian dilapisi tepung roti dan
mengalami pemasakan (BSN, 2013). Produk fish jelly ada dalam bentuk surimi,
dimana produk yang dihasilkannya menuntut spesifikasinya kemampuan
membentuk Gel dengan tekstur kenyal/ lentur seperti jelly (Ismarsudi, dkk 2011).
1.2 Tujuan
1 Untuk mengetahui perubahan karakteristik organoleptik
2 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
karakteristik organoleptic
3 Untuk mengetahui mekanisme terjadinya perubahan organoleptik
4 Untuk mengetahui cara mengatasi perubahan organoleptik
1.3 Manfaat
Bermanfaat untuk mengetahui perubahan karakteristk organoleptik dan
dapat mengetahui faktor apa saja yang dapat memperngaruhi perubahan
organoleptik serta mekanisme terjadinya perubahan organoleptik dan cara
penanggulangganya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Karakteristik Organoleptik yang Terjadi (Kenampakan,


Aroma, Tekstur, dan Rasa)
Organoleptik yaitu penilaian dan mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma,
rasa dari suatu makanan, minuman, maupun obat-obatan (Nasiru 2014). Pengujian
organoleptikmerupakan cara menilai dengan panca indera, hal ini untuk
mengetahui perubahan maupun penyimpangan pada produk (Kartika dkk. 1988).
Penilaian organoleptik digunakan untuk menilai mutu suatu makanan. Pengujian
organoleptik mempunyai peranan dalam  penerimaan terhadap produk dan
penerapan mutu. Pengujian Organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan,
kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk. Evaluasi sensorik
digunakan untuk menilai apakah ada perubahan dalam produk pangan (Nasiru
2011).
Menurut Soekarto (1985), Menurut Soekarto (1985), sifat sifat--sifat sifat
mutu mutu organoleptik organoleptik sering dijadikan mutu ialah:
a. Visual, meliputi warna, kekeruhan, kilap, bening dan sebagainya.
b. Bau, meliputi wangi, busuk, tengik, apek, spesifik, dan lain-lain.
c. Rasa, meliputi rasa dasar (asam, manis, pahit, asin pedas, dingin, lezat).
d. Tekstur, meliputi lengket, halus, kasar, kental, elastis, lentur, kenyal, dan lain-
lain.
Perubahan-perubahan karateristik organoleptik yang biasa terjadi dalam
produk perikanan adalah sebagai berikut:
1. Warna
Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain
tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain
dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang
kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan
teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak
dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya
(Winarno 1995).
2. Aroma
Aroma dapat didefenisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan
indera pembau untuk data, menghasilkan aroma. Senyawa berbau sampai ke
jaringan pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. Penginderaan cara
ini memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat mutlak. Indera pembau
merupakan instrumen yang paling banyak berperan mengetahui aroma terhadap
berperan mengetahui aroma terhadap makanan. Dalam industri makanan
pengujian terhadap bau dianggap karena dengan cepat dapat memberikan hasil
penelitian terhadap produk. Dalam pengujian indrawi, bau lebih komplek dari
pada rasa. Bau komplek dari pada rasa. Bau atau aroma akan mempercepat
timbulnya rangsangan kelenjar air liur (Kartika dkk. 1998).
3. Tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga
memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Penginderaan tekstur yang
berasal dari sentuhan dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Biasanya jika
orang ingin menilai tekstur bahan digunakan ujung jari tangan. Macam – macam
penginderaan tekstur yang dapat dinilai dengan ujung jari meliputi kebasahan,
kering, keras, halus, kasar dan berminyak (Soewarno 1985). Oleh karena itu, kita
menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan
selera yang kita harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya
nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur, dan rasa.
4. Rasa
Instrumen yang paling berperan mengetahui rasa suatu bahan pangan
adalah indera lidah. Dalam pengawasan mutu makanan, rasa termasuk komponen
yang sangat penting untuk menentukan penerimaan konsumen. Meskipun rasa
dapat dijadikan standar dalam penilaian mutu disisi lain rasa adalah suatu yang
nilainya sangat relatif  (Winarno 1997). Umumnya bahan pangan tidak hanya
terdiri dari salah satu rasa, tetapi merupakan gabungan dari berbagai rasa secara
terpadu sehingga menimbulkan cita rasa yang utuh (Kartika dkk. 1998).
2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Organoleptik
Menurut Fachrudin dalam Hadi (2009), Rasa merupakan faktor yang sangat
penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau
menolak suatu makanan walaupun parameter penilaian yang baik, tetapi jika
rasanya tidak enak atau tidak disukai maka produk akan ditolak. Rasa berbeda
dengan bau dan lebih melibatkan indera pengecap (lidah).
2.3 Mekanisme Perubahan Karakterisik
Surimi merupakan nama umum untuk daging lumat yang telah mengalami
proses pemisahan tulang, minyak dan flavor (Rogols et al. 1995). Produk
intermediet ini dapat dibuat berbagai macam produk gel ikan diantaranya,
pempek, siomay, fishroll, burger ikan dan bakso ikan. Produk-produk ini
membutuhkan spesifikasi pembentukan gel yang kuat. Protein miofibril memiliki
peranan penting dalam pembentukan gel makanan berbasis surimi. Kemampuan
protein miofibril dalam membentuk gel akan berkurang karena perlakuan selama
pengolahan dan penyimpanan, hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya protein
ini berubah menjadi larut air (Suzuki, 1981; Xiong dan Brekke, 1989). Lin dan
Park (1996) melaporkan bahwa degradasi miosin dan aktin sebagai komponen
penyusun protein miofibril masih tetap terjadi walaupun suhu penyimpanan pada
0 oC. Dilaporkan pula bahwa nilai degradasi miosin ini semakin besar dengan
semakin tingginya suhu dan lama waktu penyimpanan. Pada suhu penyimpanan
20 oC selama 2 jam, miosin mengalami degradasi sebesar 31,6 %, sedangkan jika
disimpan pada suhu 0 oC degradasi tersebut setara dengan 24 jam penyimpana.
1. Kadar Air
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama waktu penyimpanan surimi
berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar air produk Fishjelly yang dihasilkan.
Hasil uji BNJ menunjukkan bahwa perubahan kadar air bakso ikan berbeda nyata
setelah penyimpanan beku 3 minggu. Adanya peningkatan kadar air ini diduga
karena proses denaturasi protein daging ikan yang dapat membebaskan air selama
penyimpanan beku, selain itu aktivitas bakteri dalam menguraikan komponen
daging juga dapat membebaskan air. Meningkatnya kadar air dalam produk
Fishjelly ini dapat menyebabkan berkurangnya kekenyalan.
2. Derajat Kecerahan
Berdasarkan uji menunjukkan penurunan derajat kecerahan berbeda nyata
terjadi hanya pada hari ke-1 dengan ke-2 saja, sedangkan untuk hari selanjutnya
derajat kecerahan produk fishjelly tidak berbeda nyata. Nilai derajat kecerahan
berbeda nyata setelah penyimpanan minggu ke-2. Hal tersebut menunjukkan
bahwa setelah penyimpanan hari ke-2 proses perubahan mioglobin menjadi
mioglobin atau haemoglobin pada surimi, telah selesai sehingga pada hari
selanjutnya nilai derajat kecerahan menurun. Ilyas (1983) melaporkan bahwa
selama penyimpanan beku produk hanya bertahan 2 minggu kurang lebihnya
selanjutnya produk perikanan akan mengalami perubahan warna. Semakin lama
waktu penyimpanan warna produk akan semakin gelap.
Kekuatan Gel Kekuatan gel produk fishjelly menurun seiring dengan semakin
lamanya waktu penyimpanan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
penyimpanan surimi pada suhu –15 oC selama 4 minggu berpengaruh nyata
terhadap perubahan kekuatan gel produk fishjelly yang dihasilkan. Penurunan
kekuatan gel selama penyimpanan diduga karena berkurangnya kelarutan protein
miofibril pada surimi selama penyimpanan beku. Selama penyimpanan beku
protein miofibril akan mengalami denaturasi yang menyebabkan kelarutannya
akan berkurang (Hadiwiyoto, 1993). Komponen protein yang paling berperan
terhadap pembentukan gel surimi adalah miosin (Niwa, 1992). Degradasi miosin
selama penyimpanan menyebabkan kekuatan gel surimi menurun
(Yongawatdigul, 1995).
2.4 Cara Mengatasi Perubahan Organoleptik
2.5 Pengamatan Organoleptik Produk Fish Jelly
Produk fishjelly yang diamati meliputi tiga produk yang sangat umum bagi
masyarakat, produk tersebut meliputi pempek, bakso ikan dan nugget ikan.
Perubahan organoleptik pada masing-masing produk dapat dilihat pada tabel
dibawah:
Hari Karakteristik Organoleptik
Nama
No pengam kenampa Tekst Arom Gambar
Produk Rasa
atan kan ur a
1. Pempek Khas
Kenya Arom
spesifik
Cemerla l, a khas
produk,
ng, padat spesifi
1 tetapi
berwarna dan k
kurang
putih homo produ
terasa
gen k
ikannya
Masih
Arom terasa
Berwarn Tekst a rasa
a putih ur lemah spesifik
3 pucat keras , produk
dan dan cende tapi
kusam padat rung sudah
netral berkuran
g
5 Berwarn Keras, Berba Rasa
a putih padat u netral
kusam dan meny
dengan sediki engat,
bintil- t bau
bintil berlen khas
hijau dir basi
kehitama dan
n dan jamur
kuning
sebagai
tanda
pertumb
uhan
jamur
dan
mikroba
lainnya
Arom
a khas
Kenya spesifi
Cemerla l, k Rasa
Fish ng, padat produ enak
2. 1
Roll berwarna dan k spesifik
putih homo terciu produk
gen m
aroma
ikan
Masih
Berwarn
Arom terasa
a putih
a rasa
pucat,ke Keras
lemah spesifik
kuning- dan
3 , produk
kuningan meng
cende tapi
dan kerut
rung sudah
ukuran
netral berkuran
mengecil
g
Arom
Berwarn Rasa
a
a kuning Sanga tidak
sama
pucat, t keras spesifik
sekali
5 ukuran dan produk
tidak
jadi meng hanya
ada
sangat kerut rasa asin
aroma
kecil saja
ikan
Arom
a khas
berwarna Kenya Khas
Baso spesifi
3. 1 putih l, spesifik
Ikan k
cerah padat produk
produ
k
Arom
Kenya a khas
Khas
l, spesifi
Warna spesifik
kepad k
mulai produk
4 atan produ
berubah mulai
mulai k
kuning menghila
berkur mulai
ng
ang meng
hilang
Kenya
l
sudah bau
hilang tengik
Warna , , bau Rasa
7 berubah kepad khas sangat
kuning atan basi asin
berkur dan
ang, jamur
berlen
dir
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai