Oleh:
NATALIA FITRIYANTI
Oleh:
NATALIA FITRIYANTI
NRP 55194212702
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktik Lapang II yang berjudul “Teknik dan analisis finansial pembesaran
udang vaname (Litopenaeus vannamei) sistem intensif di PT Ujung kulon sukses
makmur abadi Pandeglang, Banten”. Laporan ini disusun dan diajukan sebagai
salah satu syarat untuk mengikuti ujian akhir semester VII pada Program Studi
Teknologi Akuakultur, Politeknik Ahli Usaha Perikanan. Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan Laporan ini.
Penulis
i
UCAPAN TERIMAKASIH
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang vannamei (Litopenaeus vannamei) berasal dari daerah subtropis
pantai barat Amerika, mulai dari Teluk California di Mexico bagian utara sampai ke
pantai barat Guatemala, El Salvador, Nicaragua, Kosta Rika di Amerika Tengah
hingga ke Peru di Amerika Selatan. (Mangampa & Suwoyo, 2016)
Udang vannamei resmi diizinkan masuk ke Indonesia melalui SK Menteri
Kelautan dan Perikanan RI. No. 41/2001, dimana produksi udang windu menurun
sejak 1996 akibat serangan penyakit dan penurunan kualitas lingkungan menjadi.
Pemerintah kemudian melakukan kajian pada komoditas udang laut jenis lain yang
dapat menambah produksi udang selain udang windu di Indonesia.(Mangampa &
Suwoyo, 2016)
Terdapat enam komoditas unggulan Kementerian Kelautan dan Perikanan
yang memacu nilai ekspor perikanan Indonesia, salah satunya ialah udang vaname
yang sangat dinilai sebagai pilar utama ekspor produk perikanan. Udang vaname
dinilai sebagai salah satu komoditas paling potensial untuk dikembangkan, serta
merupakan salah satu usaha yang paling menjanjikan bagi para pengusaha udang
di Indonesia. Sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensi Indonesia sebagai
produsen dan eksportir industri perikanan di dunia khususnya udang, serangkaian
penelitian dan percobaan terus dilakukan, dan akhirnya melalui Surat Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.41/2001, pada tanggal 12
Juli 2001 pemerintah secara resmi melepas udang vaname (Litopeneaus vannamei)
sebagai varietas unggul untuk dibudidayakan petambak di Indonesia. (Fadillah &
Yusalina, 2011)
Seiring dengan perkembangan budidaya udang yang sangat pesat, maka
banyak teknologi-teknologi yang telah digunakan dibeberapa perusahan atau
tempat budidaya yang ada di Indonesia dengan menggunakan sistem intensif serta
benur yang memiliki kualitas baik seperti bebas patogen (Spesific Pathogen Free)
sehingga memiliki kepadatan atau produksi yang tinggi pula. (Mangampa & Suwoyo,
2016)
Adanya tingkat produksi yang tinggi maka semakin banyak pula limbah
yang dihasilkan dari budidaya tersebut. Instalasi pengolahan air limbah menjadi hal
yang penting diperhatikan serta dipelajari cara pengolahannya agar limbah yang
dihasilkan dari hasil budidaya tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Banyak
ditemukan penelitian tentang probiotik yang bisa membantu proses penguraian
bahan organik,tetapi tidak hanya itu yang perlu menjadi perhatian,yang perlu
menjadi perhatian pula ialah SOP yang dibuat selama pemeliharaan agar tidak
terjadinya dampak limbah secara berlebih contohnya seperti pemberian pakan
double feeding. (Mangampa & Suwoyo, 2016)
Berdasarkan latar belakang diatas penulis memilih lokasi budidaya di PT.
Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi dengan judul “Teknik dan Analisa Finansial
Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Sistem Intensif di PT. Ujung
Kulon Sukses Makmur Abadi Cilegon, Banten” hal ini sangat sesuai dengan alasan
atau latar belakang penulis memilih lokasi karena pada lokasi ini sangat
menerapkan pola pengolahan kualitas lingkungan dengan menerapkan faktor
utama yaitu ketersediaan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang efektif dan
2
selalu menjaga kelestarian ekosistem serta menjadi hal penting bagi tambak dengan
teknologi intensif, dengan adanya pengolahan air limbah yang efektif maka hama
dan penyakit menjadi hal yng tidak terlalu berpengaruh bagi keberlangsungan
budidaya.
1.2 Tujuan
1. Mampu melaksanakan aspek teknis budidaya pembesaran udang vaname.
2. Menganalisis kinerja budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei).
3. Menghitung dan menganalisis aspek finansial.
4. Mengidentifikasi permasalahan pada budidaya udang vaname.
2 METODE PRAKTIK
2.1 Waktu dan Tempat
Praktik Lapang 2 berlangsung selama 60 hari dimulai pada tanggal 05 September
2022 – 06 November 2022 yang berlokasi di PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi
kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, dengan judul Teknik dan Analisis Finansial
Pembesaran udang vaname (Litopenaeus vannamei) Sistem Intensif di PT. Ujung
Kulon Sukses Makmur Abadi Pandeglang, Banten.
Tabel 1 Lanjutan
No Data Yang Diambil Lokasi Stasiun
Pengambilan Data
6. Pemberian Pakan : - Gudang pakan
- Jenis pakan - Unit pemeliharaan
- Kandungan nutrisi pakan yang diberikan
- Frekuensi pakan
- Waktu pemberia pakan
- Jumlah dan dosis pemberian pakan
- Alat dan bahan yang digunakan dalam
pemberian pakan
- Cara pemberian pakan
7. Pengelolaan kualitas air : - Unit pemeliharaan
- DO, pH, Salinitas, suhu, nitrit, nitrat, - Tandon air
Alkalinitas, dll. penampungan
- Data hasil pengukuran parameter kualitas air - Saluran inlet dan
- Cara penyiponan oulet
- Cara pergantian air
8. Monitoring Pertumbuhan : Unit Pemeliharaan
- Teknik sampling anco
- Teknik sampling jala
- Menentukan titik sampling
- Waktu dan frekuensi sampling
- Alat yang digunakan
- Data hasil sampling ABW, ADG, SR, FCR, dll.
9. Pengendalian Hama dan Penyakit : Unit Pemeliharaan
- Hama dan penyakit
apa saja yang menjangkit
- Upaya pencegahannya
- Upaya pengendalian
dan pengobatannya
- Alat dan bahan
10. Panen : Unit Pemeliharaan
-Waktu yang diperlukan untuk panen
- Nomor petakan
- Peralatan yang digunakan
- Proses pemanenan dan sortir
11. Analisa Usaha : Kantor Administrasi
- Biaya investasi,penyusutan, biaya tetap,biaya
tidak tetap,dan pendapatan
- Menghitung laba/rugi
b. Data Sekunder
Data yang diambil secara tidak langsung, yang didapat melalui beberapa
studi literatur ataupun dokumen yang dimiliki oleh lokasi tempat praktik dengan
judul yang terkait. Data sekunder yang diambil dapat dilihat pada Tabel 2.
5
d. Menyortir udang.
e. Menimbang udang.
2. Panen Total
a. Menyiapkan alat seperti waring, keranjang,blong biru, bak fiber, es batu,
timbangan, meja sortir, sarung tangan.
b. Menyurutkan air pada wadah hingga mencapai 50 cm.
c. Memasang waring hitam pada pintu pembuangan arah outlet.
d. Membuka pintu pembuangan agar udang masuk kedalam waring.
e. Memasukkan udang kedalam blong biru.
f. Mengangkat udang keatas mobil.
g. Menyortir udang.
h. Menimbang udang.
c. Biomassa
Berat total keseluruhan udang yang berada didalam tambak pada masa
pemeliharaan. (Purnamasari et al., 2017)
d. SR (Survival Rate)
Tingkat kelulusan hidup udang yang dihitung mulai mulai dari awal tebar hingga
panen. (Supono, 2017)
𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
𝑆𝑅 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑟
𝑋 100%
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑅𝑝)
𝑅/𝐶 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 (𝑅𝑝)
c. PP (Payback Period)
Metode yang mencoba mengukur berapa besar investasi bisa kembali sehingga
hasilnya menggunakan satuan waktu (Bulan, tahun, dan sebagainya). Jika payback
period ini lebih pendek dari pada yang disyaratkan, maka proyek bisa dikatakan
menguntungkan, dan jika lebih lama proyek ditolak. (Permatasari & Ariadi, 2021)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑡𝑒𝑡𝑎𝑝
𝐵𝐸𝑃 = 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
1−
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Owner
Staff
Teknisi
Operasional
Gambar 2 Biosecurity
B4 3720
B5 3200
B6 3325
B7 4300
IMB7 1600
Dedak 10 kg
Ragi 250 gr
Molases 5 kg
Air 20 lt
Sumber : PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi
15
B. Bahan dan dosis Culture bakteri bacillus sp dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Bahan dan dosis culture bacillus sp
Aquazyme 100 gr
Tepung terigu 500 gr
Molases 1000 gr
Vitamin B-komplex 50 gr
Air 98 lt
Sumber : PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi
a. Aquazyme memiliki kandungan protease, serine protease, metalo protease, Alpha,
amylase, alpha, galactosidase, amylase, lactase, lifase, dan hemicellulase yang
berfungsi untuk mengurai bahan organik seperti sisa pakan, plankton mati, sisa
veses serta menstabilkan kualitas air. (Renitasari & Musa, 2020a)
16
b. Tepung terigu, Bakteri amilolitik yang tumbuh pada tepung terigu adalah Bacillus
subtilis yang merupakan bakteri baik dan sering digunakan sebagai kandungan
probiotik.
c. Molases hasil samping dari tahap pemisahan kristal gula yang memiliki kandungan
gula 50%-65%. Gula merupakan kelompok nutrisi dan sumber energi. Gula
diproduksi melalui proses fotosintesis yang terjadi pada daun tanaman yang
berklorofil, kemudian terjadi interaksi antara karbon dioksida dengan air di dalam
sel berklorofil, terjadi pada siang hari, sehingga menghasilkan senyawa
monosakarida. (Wijaya & Budiman, 2014)
d. Vitamin B-komplex merupakan makanan bakteri. (Renitasari & Musa, 2020a)
e. Air digunakan sebagai media dalam culture bacillus sp.
C. Bahan dan dosis Culture bakteri Lactobacillus sp dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Bahan dan dosis culture lactobacillus sp
AT-BAK 1 lt
Susu skim 200 gr
Molases 2 kg
Vitamin B-komplex 10 gr
Air 37 lt
Total 40 t
Sumber : PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi
a. AT-BAK adalah Aerotoleran Bakteri merupakan probiotik yang mengandung
kultur mikroba aerotolerant (anaerob fakultatif aktif) jenis Lactobacillus
plantarum, Lactobacillus Fermentum, dan Bacillus Subtilis.
b. Susu skim meningkatkan kadar protein, total padatan, dan juga berguna
meningkatkan nilai gizi .
c. Molases merupakan hasil samping dari tahap pemisahan kristal gula yang
memiliki kandungan gula 50%-65%. Gula merupakan kelompok nutrisi dan
sumber energi. Gula diproduksi melalui proses fotosintesis yang terjadi pada
daun tanaman yang berklorofil, kemudian terjadi interaksi antara karbon dioksida
dengan air di dalam sel berklorofil, terjadi pada siang hari, sehingga
menghasilkan senyawa monosakarida. (Wijaya & Budiman, 2014)
d. Vitamin B-komplex merupakan makanan bakteri. (Renitasari & Musa, 2020a)
e. Air digunakan sebagai media dalam pembuatan fermentasi bakteri lactobacillus
sp.
4.1.7 Penebaran Benur
Jumlah tebar setiap kolam dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 Jumlah Tebar
B4 510.600
B5 451.400
B6 466.200 PT. Prima Larvae
B7 602.000
IMB7 235.600
17
SA-00 35 11 6 3.5 13
SA-01 35 11 6 3.5 13
SA-02S 35 11 6 3.5 13
SA-02 35 11 6 3.5 13
SA-02UP 32 11 6 3.5 13
SA-02SP 32 11 6 3.5 13
SA-02P 32 11 6 3.5 13
SA-03 32 11 6 3.5 13
SA-04 32 11 6 3.5 13
Sumber : PT CJ FEED AND CARE INDONESIA
Jenis dan ukuran pakan serta komposisi pakan yang ada diatas merupakan
standar pembuatan pakan pada perusahaan CJ yang juga merupakan pakan
udang yang digunakan pada PT. UKSMA. Pada komposisi pakan udang vaname
diatas sudah sesuai dengan standar (SNI-7549-2009 Pakan Udang
Vaname,2009.) yang mengatakan bahwa bahan baku dari pakan diformulasikan
dengan kandungan nutrisi tertentu dan tidak mengandung zat yang dapat
menimbulkan gangguan pada udang vaname serta memenuhi persyaratan
keamanan pangan.
19
Adapun gambar pakan udang yang digunakan pada PT. UKSMA dapat dilihat
pada Gambar 8.
anco ditakar sesuai dengan estimasi berat udang. Anco pertama kali diturunkan
pada DOC 15 agar udang mulai terbiasa dengan keberadaan anco dan pada
DOC 20 pengontrolan pakan mulai dilakukan dengan menggunakan anco. Hal
ini sesuai dengan (Choeronawati et al., 2019) yang mengatakan bahwa
pengontrolan jumlah konsumsi pakan udang vaname dimulai pada saat udang
memasuki DOC 20. Pakan diberikan kedalam anco pada saat pemberian pakan
telah selesai dan tidak diberikan kedalam anco pada saat pemberian pakan
masih berlangsung dikarenakan jika pakan diberikan terlebih dahulu kedalam
anco atau diberikan pada saat masih proses pemberian pakan maka pakan yang
ada didalam anco akan habis terlebih dahulu sebelum pemberian pakan selesai
dan tidak bisa melakukan monitoring pakan lagi. Pada saat pemberian pakan
kedalam anco maka anco harus diturunkan secara perlahan kedalam air agar
pakan yang ada dalam anco tidak terbawa arus. Ada beberapa hal yang sering
diperhatikan ketika melihat anco dalam hal monitoring pakan :
1. Pada saat monitoring pakan di anco dan pakan habis serta udang banyak
diatas anco dan begitupun vesesnya terlihat banyak, menandakan pakan
dimakan habis oleh udang serta pakan yang ditebar sudah habis
disekitaran kolam sehingga udang memakan pakan yang ada di anco.
2. Jika pakan masih ada dan udang tidak terlihat banyak diatas anco,
menandakan udang masih memakan pakan disekitaran kolam.
3. Jika monitoring pakan dilakukan dua jam sekali kemudian pakan dianco
habis dan udang terlihat hanya sedikit akan tetapi banyak veses udang
diatas anco, menandakan pakan sudah habis sejak beberapa menit yang
lalu sehingga waktu untuk monitoring pakan bisa diturunkan menjadi 1,5
jam sekali.
4. Jika pada saat mengangkat anco dan pakan habis serta tidak ada udang
di anco begitupun veses udang tidak ada, menandakan pada saat
menurunkan anco yang diberi pakan tidak diturunkan secara perlahan
sehingga pakan terbawa arus air. Gambar monitoring pakan dapat dilihat
pada Gambar 10.
masa panen pemberian pakan akan dilakukan dengan cara 10% pakan manual
dan 90% menggunakan mesin automatic feeder dengan menggunakan
pakan jenis coarse crumble sampai pakan pellet. Automatic feeder akan diatur
dengan waktu berputar 4 detik dan akan berputar setiap 25 menit sekali. Menurut
(Jumalli. et al., 2019) pemberian pakan yang sering dan dengan jumlah yang
banyak sebaiknnya memanfaatkan teknologi seperti automatic feeder yang bisa
membantu proses pemberian pakan tanpa merusak kualitas air, akan tetapi
penggunaan automatic feeder masih memiliki kekurangan seperti pakan yang
tersendat dan dinamo yang kadang mengalami kerusakan, namun penggunaan
teknologi seperti automatic feeder bertujuan untuk membantu tenaga kerja dalam
penebaran pakan yang tentunya lebih efisien dari segi waktu, energi, dan materi
sehingga pada setiap teknologi memiliki dampak positif dan negatif pada budidaya.
Kegiatan pemberian pakan dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12.
Gambar 14 Pengecekan pH
Grafik nilai rata-rata pH pada setiap kolam pemeliharaan dapat dilihat pada
Gambar 15.
8,6
8,4
8,2
Nilai pH
8,0
7,8
7,6
7,4
B4 B5 B6 B7 IMB7
Pagi Sore
Gambar 15 Grafik pH
23
b. Kecerahan
Pengukuran kecerahan dilakukan bersamaan dengan pengukuran pH sore yakni
13.30 dengan menggunakan alat seschi disk.
Adapun kegiatan pengukuran kecerahan dapat diliat pada Gambar 16.
50
40
30
20
10
0
B4 B5 B6 B7 IMB7
Kolam
kolam pemeliharaan B4,B5.B6 lebih dulu terbentuk dibanding dengan kolam B6,B7
sehingga kecerahan pada awal pemeliharaan berbeda-beda meskipun dengan
melakukan treatment air yang sama. Menurut (Ghufron et al., 2018) plankton
merupakan organisme hidup yang ada didalam perairan dengan berbagai jenis
yang digunakan oleh udang sebagai pakan alami serta menjadi pewarna alami
bagi perairan tambak yang menandakan kesehatan air pemeliharaan dan
berpengaruh pada kecerahan karena semakin banyak jumlah plankton akan
membuat nilai kecerahan semakin kecil.
c. DO
Pengukuran DO dilakukan hanya satu kali yakni pada malam hari pukul 08.00
dikarenakan titik terendah oksigen didalam perairan berada pada malam hari saat
matahari terbenam, karena satu-satunya suplai oksigen hanya berasal dari kincir
saja, sedangkan pada pagi hingga sore hari oksigen bisa bersumber dari hasil
fotosintesis plankton dan kincir (Renitasari & Musa, 2020). Pengukuran DO mulai
dilakukan pada DOC 30 dengan maksud pada saat DOC dibawah 30 ukuran
udang masih kecil dan kebutuhan oksigen udang masih tercukupi dengan baik.
Grafik DO dapat dilihat pada Gambar 18.
4,6
4,5
4,5
4,4
Nilai DO
4,4
4,3
4,3
4,2
4,2
4,1
B4 B5 B6 B7 IMB7
Gambar 18 Grafik DO
Gambar 18 merupakan hasil rata-rata DO selama masa pemeliharaan yang
pengukurannya dimulai dari pertengahan pemeliharaan hingga akhir. Kolam B7
memiliki nilai DO yang tinggi dibandingkan dengan kolam lainnya dikarenakan
kolam B7 memiliki kincir yang lebih banyak dibanding dengan kolam lainnya, kincir
pada kolam B7 lebih banyak karena luasan kolam ini lebih besar dibanding empat
kolam lainnya yang bisa dikatakan suplai oksigen terbesar dari kincir ada pada
kolam B7. Menurut (Makmur et al., 2018) mengatakan bahwa kincir merupakan
penyuplai utama oksigen ketika malam hari pada saat plankton sudah tidak
melakukan fotosintesis dan menghasilkan oksigen. Pengukuran DO pada PT.
UKSMA tidak sesuai standar SNI yang menyatakan bahwa pengukuran DO
seharusnya dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore (SNI 8037.1, 2014).
25
d. Suhu
Pengukuran suhu mulai dilakukan pada saat DOC 30 bersamaan dengan
pengukuran DO pertama kali dan hanya dilakukan satu kali pengukuran yaitu pada
malam hari. Kisaran suhu dapat dilihat pada Gambar 19.
29,8
29,6
29,4
29,2
Nilai Suhu
29,0
28,8
28,6
28,4
28,2
28,0
B4 B5 B6 B7 IMB7
29
Nilai Salinitas
29
28
28
27
B4 B5 B6 B7 IMB7
f. Alkalinitas
Pengukuran alkalinitas dilakukan dilaboratorium dengan menggunakantitrasi.
Volume hasil pengukuran alkalinitas yang didapatkan dari hasil titrasi akan dikali
dengan angka. Menurut (Edhy, 2021) Alkalinitas adalah indikator pada ekosistem
perairan tambak udang yang bisa memperlihatkan apakah sutau ekosistem
simbang atau tidak. Nilai salinitas selama masa peneliharaan dapat dilihat pada
Gambar 21.
124
123
122
Nilai Alkalinitas
121
120
119
118
117
116
115
B4 B5 B6 B7 IMB7
Kolam
Gambar 22 Penyiponan
b. Penyakit
Pada PT. UKSMA penyakit yang sering menyerang udang ialah Infenction
Myonecrosis Virus (IMNV). Saat udang memasuki umur 40-60 hari biasanya penyakit ini
29
sudah muncul dengan memiliki ciri-ciri otot berwarma putih, warna udang pucat,
abdomen hingga ekor memerah, kram pada bagian abdomen, dan hepatopankreas
mengecil (Iskandar et al., 2022). Ada dua cara penyebaran Myo yaitu pertama secara
vertikal dari induk ke benur, sehingga sangat penting memilih benur yang berkualitas
dan Spesific Pathogen Free (SPF). Kedua, penularan Myo juga sering terjadi secara
horizontal yaitu melalui kanibalisme dan air, maka dari itu sangat penting dilakukan
penyiponan agar udang yang sudah mati akibat kanibalisme dikeluarkan dan tidak lagi
dimakan oleh udang yang lain serta penyiponan juga berfungsi untuk mengeluarkan
bahan organik yang merupakan amoniak beracun dan bisa menyebabkan udang stres,
terserang penyakit, dan mati. (Lestantun et al., 2020)
4.1.12 Panen
a. Panen Parsial
Pada PT. UKSMA panen parsial biasanya dilakukan pada DOC 60 dan DOC 70
atau DOC 77 dan DOC 88. Panen parsial dilakukan dua kali selama satu siklus
dengan maksud pada DOC tersebut carrying capacity atau daya dukung air
terhadap udang sudah maksimum maka dari itu perlu dilakukan panen parsial untuk
mengurangi jumlah udang agar air tidak semakin rusak akibat bahan organik yang
semakin banyak baik dari pakan yang diberikan, veses, moulting sehingga air masih
bisa terus digunakan hingga memasuki DOC 100 atau 120 sesuai target
perusahaan, pada PT. UKSMA panen parsial biasanya dilakukan dengan cara
hanya memanen 11% saja setiap satu kali melakukan panen parsial baik itu parsial
pertama dan parsial kedua sehingga masih tersisa 78% yang tidak dipanen hingga
memasuki D0C 100 atau 120. Ketika melakukan panen parsial pertama maka jarak
antara parsial pertama dan kedua yaitu 10 hari. Panen parsial sendiri dilakukan
dengan menggunakan jasa harian diarea lingkungan tambak yaitu para nelayan
yang bisa menjala saja. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wafi et al., 2020) yang
mengatakan bahwa panen parsial sebaiknya dilakukan pada saat udang memasuki
umur 60-70 yang menandakan bahwa jumlah tingkat konsumsi oksigen didalam
perairan sudah tinggi, serta kualitas air menurun akibat banyaknya bahan organik
didalam perairan sehingga panen parsial sangat baik dilakukan agar angka
mortalitas tidak naik dan laju pertumbuhan serta tingkat kelulusan hidup udang
hingga DOC 100 atau 120 bisa tercapai dan size yang diinginkan bisa sesuai
dengan target perusahaan.
b. Panen Total
Panen total biasanya dilakukan pada DOC 100 atau 120 tergantung target
perusahaan pada siklus tersebut. Contoh pada siklus lalu bahkan perusaan hanya
mencapai DOC 88 saja dan hanya melakukan parsial satu kali. Namun,untuk siklus
ini udang akan dipanen pada DOC 120 dengan maksud target perusahaan
mencapai size 20 atau bahkan size 18. Size ini bisa didapatkan dengan melihat
kepadatan udang serta menjaga kualitas air udang agar tetap bisa menampung
udang tanpa kerusakan air akibat bahan organik. Panen total pada PT. UKSMA
dilakukan dengan cara pintu air akan dipasangi waring hitam terlebih dahulu didalam
outlet kemudian membuka pintu air dan udang akan masuk kedalam waring hitam.
Dari dalam waring hitam yang sudah berisikan udang akan dimasukkan kembali
kedalam drum biru kemudian diangkat dari dalam outlet lalu dinaikkan keatas mobil
30
dan dibawa menuju ruang sortir dan akan disortir kemudian dimasukkan kedalam
box yang sudah berisi es batu. Proses panen yang seperti ini tidak akan memakan
waktu yang lama sehingga udang yang diangkut akan tetap segar hingga ketangan
konsumen.
4.1.13 Pasca Panen
a. Pasca Panen
Setelah panen berakhir maka semua karyawan, administrasi, laboratorium,
feeder akan melakukan pembersihan dan pengembalian alat secara bersamaan,
lalu akan mendapatkan libur satu hari kemudian dilanjutkan kembali dengan proses
persiapan wadah.
b. Evaluasi Budidaya
Setelah proses budidaya berakhir maka akan dilakukan evaluasi bersama yang
disebut meeting untuk mengevaluasi yang sekiranya menurut para teknisi
menggangu proses budidaya sehingga kurang mencapai target agar disiklus
berikutnya kegiatan atau hal yang dilakukan disiklus sebelumnya tidak diterapkan
kembali pada siklus kedepannya.
4.1.14 Pengolahan Limbah
Sisa pakan merupakan faktor kunci yang mempengaruhi penururnan kualitas air pada
tambak, dibandingkan dengan udang mati maka sisa pakan veses udang lebih cepat
mempengaruhi kualitas air sehingga sisa pakan dan veses udang yang ada didalam
tambak harus sering dikeluarkan agar tidak merusak kualitas air pemeliharaan (Syah et
al., 2014). Sisa hasil budidaya dapat merusak kualitas lingkungan sekitar tambak jika
dibuang secara langsung, sehingga perlu adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) yang digunakan untuk menampung sisa hasil budidaya sebelum dibuang bebeas
kearah laut. Instalasi pengolahan air limbah yang ada di PT. UKSMA dengan jenis
wadah ialah tanah kemudian berbentuk zig-zag yang berfungsi untuk mengendapkan
partikel-partikel dari partikel makro hingga mikro agar kemudian air yang terbuang
kearah laut tidak lagi langsung mencemari laut secara langsung. Instalasi pengolahan
air limbah merupakan salah satu hal yang terpenting dalam budidaya karena dapat
berpengaruh pada keberlanjutan suatu usaha budidaya, ketika air limbah hasil budidaya
dikelola dengan baik sebelum dibuang kelaut maka laut tidak akan tercemar.
Tetapi,ketika air limbah hasil budidaya tidak dikelola dengan baik maka laut yang ada
disekitaran tambak akan tercemar dan berdampak sendiri pada usaha budidaya yang
sedang berlangsung dikarenakan air laut itu kembali akan digunakan untuk budidaya.
Jika air laut yang sudah tercemar digunakan untuk proses budidaya maka akan
menyebabkan penyakit pada udang itu sendiri (Agus, 2022) Instalasi pengolahan air
limbah dapat dilihat pada Gambar 25.
31
Gambar 25 IPAL
25
Nilai ABW (gram/ekor)
20
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DOC
B4 B5 B6 B7 IMB7
Petak pemeliharaan B4 dan B5 memiliki berat rata-rata yang hampir sama dengan
masa pemeliharaan 88 hari dan memiliki kisaran abw 10 gram/ekor, petak pemeliharaan
B6 memiliki kisaran berat rata-rata 9 gram/ekor dengan masa pemeliharaan 81 hari,
petak pemeliharaan B7 merupakan petak pemeliharaan dengan waktu yang paling
singkat yaitu 65 hari dengan berat rata-rata 6 gram/ekor, dan petak pemeliharaan
32
intermediet B7 memiliki berat rata-rata yang paling tinggi yaitu 11 gram/ekor dengan
masa pemeliharaan 92 hari.
Berat rata-rata udang tertinggi berada pada kolam IMB7 yaitu 11 gram/ekor dan
berat rata-rata terendah yaitu pada petak B7 dengan abw 6 gram/ekor. Petak
pemeliharaan B7 memiliki abw yang paling rendah dari petak pemeliharaan lain karena
masa pemeliharaan petak B7 juga merupakan masa pemeliharaan yang paling singkat
yaitu 65 hari meskipun petak B7 memiliki SR yang terbilang tidak rendah dan tidak
banyak terjadi kematian selama masa pemeliharaannya akan tetapi pada petak B7 tidak
memiliki pertumbuhan yang baik sehingga pertumbuhannya lambat dari pada petak
pemeliharaan lain sehingga hal ini dapat menyebabkan kerugian pada pakan jika diberi
pakan secara terus menerus akan tetapi pertumbuhannya lambat serta pakan yang
diberikan hanya akan dapat merusak kualitas air pemeliharaan.
4.2.2 ADG
Adapun berat pertumbuhan udang perhari dapat dilihat pada Gambar 27.
0,6
Nilai ADG (gram/ekor)
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
DOC
B4 B5 B6 B7 IMB7
Dapat dilihat pada gambar 27, kolam B7 memiliki nilai ADG yang terbilang rendah
dibandingkan dengan beberapa petak lainnya serta terlihat pada grafik sampling
ke-4 kolam B7 ADG naik secara drastis. Hal ini bisa disebabkan karena adanya
kematian pada udang secara terus menerus yang menyebabkan SR pada udang
turun drastis sehingga ADG melonjak naik (Lailiyah et al., 2018). Salah satu yang
dapat menjadi faktor juga ialah pada kolam dengan ukuran yang lebih besar dan
membuat jarak udang dalam pengambilan pakan lebih lambat dapat
mengakibatkan pakan terbawa arus jauh lebih cepat dan tidak sempat dikonsumsi
oleh udang. Hal ini bisa menyebabkan ADG pada kolam B7 lebih rendah dibanding
kolam pemeliharaan lainnya. Nilai ADG diatas merupakan nilai rata-rata selama
masa pemeliharaan.
4.2.3 SR
Adapun tingkat kelangsungan hidup pada setiap petakan dapat dilihat pada Gambar 21.
33
140
120
100
Nilai SR (%)
80
60
40
20
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DOC
B4 B5 B6 B7 IMB7
2
1,8
1,6
1,4
1,2
Nilai FCR
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DOC
B4 B5 B6 B7 IMB7
5 SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan Praktik Lapang II di PT. Ujung Kulon Sukses
Makmur Abadi Pandeglang, Banten dapat disimpulkan :
3. Aspek teknis pembesaran udang vaname dilakukan dengan meliputi persiapan
wadah, persiapan media, penebaran benur, pengelolaan kualitas air, monitoring
pertumbuhan hingga panen dan pasca panen dilakukan dengan baik.
4. Hasil kinerja budidaya di PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi Pandeglang, Banten
yaitu diperoleh FCR terendah 1,03 dan FCR tertinggi 1,76 dengan ABW tertinggi pada
masa pemeliharaan terdapat pada kolam IMB7 yaitu 28,19 dan terendah pada kolam
B7 yaitu 14,04 , ADG diantara 0,17 – 0,55 sesuai dengan target perusahaan, dan SR
yang dihasilkan antara 60% - 80% masih termasuk kedalam target perusahaan.
Produktivitas terbaik berada pada kolam pemeliharaan B4 dan terendah pada kolam
pemeliharaan IMB7.
5. Berdasarkan perhitungan analisis finansial budidaya pembesaran udang vaname di
PT. Ujung Kulon Sukses Makmur Abadi Pandeglang, Banten layak untuk usaha
budidaya.
6. Berdasarkan identifikasi masalah yang ada pada pemeliharaan udang vaname maka
saat ini hal yang sangat penting pada lokasi tambak yang perlu diperhatikan ialah
Metode, Penerapan Biosecurity sehingga hama tidak lagi masuk kedalam petakan
tambak.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil praktik yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran sebagai
berikut :
1. Biosecurity sebaiknya dipasang mengelilingi tambak sehingga tidak ada lagi hama
yang mengganggu proses budidaya serta membahayakan para pekerja.
36
DAFTAR PUSTAKA
Iskandar, A., Trianto, Y., Hendriana, A., Lesmanawati, W., Prasetyo, B., & Muslim,
M. (2022). Pengelolaan dan Analisis Finansial Produksi Pembesaran
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Jurnal Perikanan Unram,
Jumalli. et al. (2019). The Modificated of Automatic Feeder for Increasing
Effectiveness of Fish Meal in Take.
Lailiyah, U. S., Rahardjo, S., Kristiany, M. G., & Mulyono, M. (2018). Produktivitas
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Tambak Superintensif
di PT. Dewi Laut Aquaculture Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Kelautan Dan Perikanan Terapan (JKPT),
Lestantun, A., Anggoro, S., & Yulianto, B. (2020). Peran biosecurity dalam
pengendalian penyakit pada benih udang vanamei di Banten.
Makmur, ., Suwoyo, H. S., Fahrur, M., & Syah, R. (2018). Pengaruh Jumlah Titik
Aerasi Pada Budidaya Udang Vaname, (Litopenaeus vannamei). Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,
Mangampa, M., & Suwoyo, H. S. (2016a). Budidaya udang vaname (L. vannamei)
teknologi intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset Akuakultur,
Mangampa, M., & Suwoyo, H. S. (2016b). Budidaya udang vaname (L. vannamei)
teknologi intensif menggunakan benih tokolan. Jurnal Riset Akuakultur,
Mustafa, A. (2008). Disain Tata Letak, dan Konstruksi Tambak
Mustafa, A. (2012). Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Berbagai Komoditas di
Tambak. Media Akuakultur,
Nasution, Z., & Yanti, B. V. I. (2015). Adopsi Teknologi Budidaya Udang Secara
Intensif dikolam Tambak. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan,
Permatasari, M. N., & Ariadi, H. (2021). Studi Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Budidaya Udang Vaname (L. vannamei) Di Tambak Pesisir Kota
Pekalongan. AKULTURASI: Jurnal Ilmiah Agrobisnis Perikanan,
Purnamasari, I., Purnama, D., & Utami, M. A. F. (2017). Pertumbuhan udang
vaname (Litopenaeus vannamei) di tambak intensif. Jurnal Enggano, 2(1),
58–67.
Renitasari, D. P., & Musa, M. (2020). Teknik Pengelolaan Kualitas Air Pada
Budidaya Intensif Udang Vanamei (Litopeneus vanammei) Dengan Metode
Hybrid System. 2(1).
Renitasari, D. P., & Musa, M. (2020). Teknik Pengelolaan Kualitas Air Pada
Budidaya Intensif Udang Vanamei (Litopeneus vanammei) Dengan Metode
Hybrid System. 2(1).
Sitohang et al. (2012). Pengaruh Pemberian Dedak Padi Hasil Fermentasi Ragi
(Saccharomyces cerevisiae) Terhadap Pertumbuhan Biomassa Daphnia
sp. Jurnal Perikanan Dan Kelautan.
SNI 8037.1. (2014).
Supono. (2017). Teknologi Produksi Udang.
Suprapto. (2020). Dinamika Kualitas Air Dalam Tambak Udang. PT Indonesia
Evergreen Feed.
Suriawan, A., Efendi, S., Asmoro, S., & Wiyana, J. (n.d.). Sistem Budidaya Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak HDPE Sumber Air Bawah
Tanah Salinitas Tinggi di Kabupaten Pasuruan. 9.
38
LAMPIRAN
44
b. Bahan
No BAHAN SPESIFIKASI KEGUNAAN
1 Benur PL 10 Biota yang
dibudidayakan
2 Pakan 25 kg/sak Untuk pertumbuhan
udang
20 SS-00/01 60 16 16 15 13 604.5
21 64 17 17 16 14 668.5 1/200 (2.0-2.5)
22 68.5 18 18 17 15.5 737.0
23 73 19 19 19 16 810.0
24 SS-01 77.5 21 20 20 16.5 887.5 100.000 ekor/900 gr
25 82 22 22 21 17 969.5
26 86.5 23 23 23 17.5 1.056.0
27 91 24 24 24 19 1.147.0
28 95 25 25 25 20 1.242.0 1/500 (1.5-2.0)
29 100 26 26 26 22 1.342.0
30 105 27.5 27 27.5 23 1.447.0 100.000 ekor/1000 gr
31 110 29 28 29 24 1.557.0
32 115 30 30 30 25 1.672.0
33 120 32 31 32 25 1.792.0
34 125 33 33 33 26 1.917.0
35 130 34 34 34 28 2.047.0 1/120 (1.5-2.0)
49
Kolam B5 dan B6
Umur(DOC) Nomor Pakan/hari Pakan (kg) ∑ Pakan Keterangan
Pakan (kg) 06.00 10.00 14.00 19.00 Komulatif (kg)
1 SA-00L 9 3 3 3 9
2 10 3.5 3.5 3 19
3 11.5 4 4 3.5 31
4 13 4.5 4.5 4 44 100.000 ekor/300 gr
5 SA-00 14 5 5 4 58
6 15.5 5.5 5 5 73
7 17 6 6 5 90
8 19 5 5 5 4 109
9 21 5.5 5.5 5.5 4.5 130
10 23 6 6 6 5 153
11 25 6.5 6.5 6.5 5.5 178 100.000 ekor/500 gr
12 27 7 7 7 6 205
13 30 8 8 8 6 235
14 33 9 9 8.5 6.5 268
15 36.5 10 10 9.5 7 305
16 40 11 11 10 8 345
17 43.5 12 12 11 8.5 388 100.000 ekor/800 gr
18 47 13 13 12 9 435
19 50.5 14 14 13 9.5 468
20 SS- 54 14.5 14.5 15 11 540
21 00/01 58 16 16 15 11 598 1/200 (2.0-2.5)
50
22 62 17 17 16 12 660
23 66 18 18 18 12 726
24 SS-01 70 19 19 19 13 796 100.000 ekor/900 gr
25 74 20 20 20 14 870
26 78 21 21 20 16 948
27 82 22 22 21 17 1.030
28 86 23 23 22 18 1.116 1/500 (1.5-2.0)
29 90.5 24 24 24 18.5 1.206
30 95 25 25 25 20 1.301 100.000 ekor/1000
gr
31 99.5 26 26 26 21.5 1.401
32 104 27 27 27 23 1.505
33 108.5 28 28 28 24.5 1.613
34 113 29 29 29 26 1.726
35 117 30 30 30 27 1.843 1/120 (1.5-2.0)
51
Kolam B7
Umur(DOC) Nomor Pakan/hari (kg) Pakan (kg) ∑ Pakan Keterangan
Pakan 06.00 10.00 14.00 19.00 Komulatif
(kg)
1 SA-00L 12 4 4 4 12,0
2 13,5 4,5 4,5 4,5 25,5
3 15 5 5 5 40,5
4 16,5 5,5 5,5 5,5 57,0 100.000 ekor/300 gr
5 SA-00 18 6 6 6 75,0
6 19.5 6,5 6,5 6,5 94,5
7 21 7 7 7 115,5
8 24 6 6 6 6 139,5
9 27 7 7 7 6 166,5
10 30 8 8 8 6 196,5
11 33 9 9 8 7 229.5 100.000 ekor/500 gr
12 36 10 10 9 7 265,5
13 39 11 10 10 8 304,5
14 42 12 11 11 8 346,5
15 47 13 13 12 9 393,5
16 52 14 14 14 10 445,5
17 57 16 15 15 11 502,5 100.000 ekor/800 gr
18 62 17 17 16 12 564,5
19 67 18 18 17 14 631,5
20 72 19 19 19 15 703,5
52
Kolam IMB7
Umur(DOC) Nomor Pakan/hari Pakan (kg) ∑ Pakan Keterangan
Pakan (kg) Komulatif
06.00 10.00 14.00 19.00
(kg)
1 SA-00L 4,5 2 1,5 1 4,5
2 5 2 1,5 1,5 9,5
3 5,5 2 2 1,5 15,0
4 6,5 2,5 2 2 21,5 100.000 ekor/300 gr
5 SA-00 7 2,5 2,5 2 28,5
6 7,5 3 2,5 2 36,0
7 8 3 2.5 2,5 44,0
8 9 2,5 2,5 2 2 53,0
9 10 3 2,5 2,5 2 63,0
10 11 3 3 2,5 2,5 74,0
11 12 3 3 3 3 86,0 100.000 ekor/500 gr
12 13 3,5 3 3 3 99,0
13 14 3,5 3,5 3,5 3 113,0
14 15 4 3,5 3,5 3,5 128,0
15 17 4 4 4 3 145,0
16 19 4,5 4,5 4 4 164,0
17 21 5 5 5 4 185,0 100.000 ekor/800 gr
18 23 6 6 5 4 208,0
19 25 6 6 6 5 233,0
20 27 7 6,5 6,5 5 260,0
54
Kolam B5
Umur (DOC) Salinitas pH Kecerahan DO (mg/l) Suhu (0C) Alkalinitas
Pagi Pagi Sore Siang malam malam
0 30 8,4 8,6 45 - - 115
0 31 8,4 8,6 45 - - 107
0 30 8,6 8,3 55 - - 107
4 27 8,4 8,6 60 - - 107
7 27 8,3 8,5 75 - - 107
11 27 8,2 8,6 80 - - 107
14 28 8,3 8,6 65 - - 107
18 28 7,9 8,3 65 - - 111
21 29 7,8 8,2 65 - - 124
25 28 8 8,5 55 - - 124
28 29 7,8 8,1 50 - - 124
32 30 8,1 8,2 45 4,3 29 124
35 27 7,9 8,1 45 4,3 29 115
39 29 7,9 8,3 45 4,3 29 128
42 30 7,7 7,9 40 4,4 29 136
46 29 7,7 7,9 40 4,4 30 132
58
Kolam B6
Umur (DOC) Salinitas pH Kecerahan DO (mg/l) Suhu (0C) Alkalinitas
Pagi Pagi Sore Siang malam malam
0 30 8,5 8,8 45 - - 120
0 31 8,6 8,9 50 - - 120
0 28 9 9,1 50 - - 120
4 27 8,7 8,8 65 - - 103
7 26 8,4 8,6 70 - - 111
11 27 8,4 8,8 80 - - 103
14 28 8,5 8,7 90 - - 107
18 29 8,2 8,7 85 - - 107
21 28 8 8,6 65 - - 115
25 27 7,8 8,2 65 - - 115
28 27 8 8,2 50 - - 136
32 29 8,1 8,3 50 4,5 30 132
35 27 8 8,1 50 4,5 30 120
39 28 7,9 8,4 60 4,5 30 136
42 28 7,7 8,0 70 4,4 30 128
46 28 7,7 7,9 65 4,4 30 132
49 25 7,7 8,1 60 4,5 29 124
53 26 7,7 7,9 60 4,5 29 128
56 26 7,7 8,2 50 4,5 29 128
60 27 7,8 8,4 45 4,4 30 136
63 26 7,7 8,7 30 4,4 29 132
60
Kolam B7
Umur (DOC) Salinitas pH Kecerahan DO (mg/l) Suhu (0C) Alkalinitas
Pagi Pagi Sore Siang malam malam
0 32 8,3 8,5 120 - - 124
0 32 8,4 8,5 120 - - 115
0 31 8,5 8,6 120 - - 120
3 28 8,4 8,5 100 - - 111
6 28 8,3 8,4 100 - - 115
10 28 8,2 8,7 90 - - 103
13 30 8,4 8,7 90 - - 111
17 31 8,3 8,6 85 - - 115
20 31 7,9 8,4 80 - - 111
24 29 7,9 8,4 80 - - 115
61
Kolam IMB7
Umur (DOC) Salinitas pH Kecerahan DO (mg/l) Suhu (0C) Alkalinitas
Pagi Pagi Sore Siang malam malam
0 31 8,3 8,3 100 - - 128
2 32 8,3 8,4 100 - - 128
5 30 8,3 8,6 90 - - 115
9 27 8,3 8,5 90 - - 115
12 27 8,2 8,4 85 - - 120
16 28 8 8,5 70 - - 115
19 28 8,2 8,7 70 - - 124
23 27 8 8,3 65 - - 120
26 30 7,8 8,3 65 - - 132
30 28 7,9 8,4 50 - - 124
33 29 7,9 8,2 50 - - 136
37 30 8 8,2 55 4,6 30 132
40 27 7,9 8,1 55 4,6 30 136
44 29 7,9 8,3 50 4,6 29 136
47 27 7,7 7,9 50 4,5 29 128
51 27 7,5 7,8 50 4,5 29 124
54 25 7,6 7,9 65 4,5 29 111
58 29 7,5 7,7 65 4,4 30 120
61 27 7,6 8,1 50 4,4 30 124
65 29 7,8 8,2 45 4,4 30 124
68 26 7,6 8,6 35 4,4 30 115
63
3 35 3,50 - 85 1,23
a. Biaya Produksi
Total Biaya Produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap
= Rp. 1.089.600.000 + Rp. 1.244.957,285
= Rp. 2.334.557.285