Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

PENGEMULSI DAN PENGSUSPENSI


TUGAS 3
FORMULASI KOSMETIKA

DISUSUN OLEH : Dhyneu Dwi Jayantie

UNIVERSITAS PANCASILA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengemulsi dan
pengsuspensi”. Penyusunan makalah ini bertujuan sebagai penunjang Mata Kuliah
Formulasi Kosmetik I yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk
menambah wawasan dan pengetahuannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses Penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, masukan,
saran, kritik, dan usul yang sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak
khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Banten, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………… i
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3


A. Pengertian Emulsi................................................................................. 3
B. Jenis – Jenis Emulsi.............................................................................. 3
C. Tujuan Pembuatan Emulsi.................................................................... 4
D. Zat Pengemulsi..................................................................................... 4
E. Sistem kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB 6
F. Ketidakstabilan emulsi………………………………………………. 7
G. Definisi Suspensi dan Suspensi Kering……………………………… 8
H. Jenis – Jenis Sediaan Suspensi………………………………………. 9
I. Syarat – Syarat Suspensi…………………………………………….. 10
J. Stabilitas Suspensi…………………………………………………… 11
K. Bahan Pensuspensi Atau Suspending Agent………………………… 13

BAB III PEMBAHASAN............................................................................... 16


A. Fungsi Pengemulsi Atau Emulgator..................................................... 16
B. Macam – Macam Pengemulsi............................................................... 16
C. Mekanisme Emulgator.......................................................................... 21
D. Ketikstabilan Emulsi…………………………………………………. 22
E. Metode Pembuatan Emulsi…………………………………………… 23
F. Contoh Formulasi Emulsi……………………………………………. 24
G. Fungsi Pengsuspensi Atau Suspending Agent……………………….. 28

iii
H. Jenis – Jenis Pengsuspensi……………………………………………. 28
I. Contoh Formulasi Suspensi…………………………………………… 31

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 34


A. Kesimpulan........................................................................................... 34
B. Saran .................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 35

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
System koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari – hari. Hal ini
disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk
mencampur zat – zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan
bersifat stabil untuk produksi dalam skala benar. Salah satu system koloid yang
ada dalam kehidupan sehari – hari dan dalam industry adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu system yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabikan, sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinya tidak akan pecah atau keduanya tidak akan
terpisah.
Suspense adalah suatu campuran fluida yang mengandung partikel padat,
atau dengan kata lain suspensi adalah campuran heterogen dari zat cair dan zat
padat yang dilarutkan dalam zat cair tersebut.
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari system
emulsi dan suspensi karena mempermudah untuk mengetahui zat – zat
pengemulsi dan pengsuspensi apa saja yang cocok untuk menstabilkan emulsi
dan suspense.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pengemulsi dan pengsuspensi ?
2. Apa fungsi emulgator dan suspending agent?
3. Macam – macam jenis emulgator dan suspending agent?
4. Metode apa saja untuk membuat sediaan emulsi dan suspensi ?
5. Bagaimana cara pembuatan emulsi dan suspensi ?
6. Evaluasi apa saja untuk sediaan emulsi dan suspensi ?
7. Bagaimana contoh formulasi sediaan emulsi dan suspensi

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian pengemulsi dan pengsuspensi

1
2. Untuk memahami fungsi emulgator dan suspending agen
3. Untuk memahami Jenis-jenis emulgator dan suspending agent
4. Untuk mengetahui metode membuat sediaan emulsi dan suspensi
5. Untuk mengetahui cara pembuatan emulsi dan suspensi
6. Untuk mengetahui evaluasi sediaan emulsi dan suspensi
7. Untuk mengetahuicontoh formulasi emulsi dan suspensi

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Pengertian Emulsi.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat yang terdispersi dam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat
pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat
atau lebih yang tidak dapat bercampur, misalnya minyak dan air. Zat
pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsi yang stabil.(Anief, 1996).
B. Jenis Emulsi
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar
( conyoh : air), sedangkan lainnya relative nonpolar (contoh: minyak). Emulsi
obat untuk oral biasanya dari tpe emulsi minyak dalam air (m/a) dan
membutuhkan penggunaan suatu zat pengemulsi m/a. tetapi tidak semua
emulsi yang digunakan termasuk tipe m/a. makanan tertentu seperti mentega
dan beberapa saus salad merupakan emulsi tipe air dalam minyak (a/m ).
(Martin,et l.,1993). Berdasarkan jenisnya, emulsi dibagi dalam empat
golongan, yaitu emulsi minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak
(a/m), emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), dan emulsi air dalam
minyak dalam air (a/m/a).
a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a)
Bila fase minyak didispersikan sebagai bola – bola ke seluruh fase
continue air, system tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam
air (m/a).(Martin, et al.,1993).
b. Emulsi jenis air dalam minyak
Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal
sebagai produk air dalam minyak (a/m) (Martin, et al., 1993).
c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m)
Emulsi minyak dalam air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai
emulsi ganda, dapat dibuat dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a
dengan

3
suatu fase air dalam suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase
minyak
untuk membentuk suatu emulsi minyak dalam air (Martin, et al., 1993).
d. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air(a/m/a)
Emulsi a/m/a juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat dengan
mencampurkan suatu pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam
suatu mikser dan perlahan-lahan menambahkan fase air untuk membentuk
suatu emulsi air dalam minyak. Emulsi a/m tersebut kemudian
didispersikan dalam suatu larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a,
seperti polisorbat 80 (Tween 80), sehingga membentuk emulsi air dalam
minyak dalam air. Pembuatan emulsi a/m/a ini untuk obat yang
ditempatkan dalam tubuh serta untuk memperpanjang kerja obat, untuk
makanan-makanan serta untuk kosmetik (Martin, et al., 1993).
C. Tujuan Pembuatan Emulsi
Secara farmasetik, proses emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat
membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang
tidak saling bisa bercampur. Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe
emulsi m/a memungkinkan pemberian obat yang harus dimakan tersebut
mempunyai rasa yang lebih enak walaupun yang diberikan sebenarnya
minyak yang tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi
rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke
lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari bola-bola minyak dapat
mempertahankan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih
mudah diabsorpsi (Ansel, 1989).
D. Zat pengemulsi.
Tahap awal dalam pembuatan suatu emulasi adalah pemilihan zat
pengemulsi. Zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu. Salah
satunya, ia harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan
tidak boleh terurai dalam preparat( Ansel, 1989). Zat pengemulsi (emulgator)
merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang
stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di
sekeliling butir-butir tetesan yang terdispresi dan film ini berfungsi agar

4
mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispres sebgai fase
terpisah (Anief, 1996). Daya kerja emulsifier (zat pengemulsi) terutama
disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik padaminyak
maupun air (Winarno, 1992).
Zat pengemulsi dapet dibagi menjadi dua golongan, yaitu emulsifier
alami dab emulsifier buatan
a. Emulsifier alami
Umumnya dapat diperoleh dari tanaman, hewan atau mikroba yang
diperoleh dengan cara eksudat, ekstraksi dan fermentasi. Eksudat diperoleh
dari cairan atau getah pada tanaman. Misalnya gum arab, gum pati, dan gum
tragakan. Hasil ekstraksi biasanya paling banyak diperoleh dari rumput laut.
Sedangkan hasil fermentasi banyak diperoleh dari mikroorganisme baik.
Salah satu gum yang penting dari hasil fermentasi ini adalah xanthangum.
Dimana xanthan gum merupakan polisakarida dengan bobot molekul tinggi
hasil fermentasi karbohidrat dari Xanthomonas campetris yang dimurnikan,
dikeringkan dan digiling. Bakteri ini secara alami hidup di tanaman kubis
(Sufi, 2012).
b. Emulsifier buatan
Di samping emulsifier alami telah dilakukan sintesis elmusifier buatan
seperti ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal
sebagai Tween yang dapat membentuk emulsi m/a. Sabun juga merupakan
emulsifier buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun
dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya
pembersih air(Winarno, 1992).
a. Tween 80
Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan.
Rumus molekul:C64H124O26
Bobot molekul: 1310
Pemerian:Pada suhu 25 ˚C
Tween 80 berwujud cair, berwarna kekuningan danberminyak memiliki
aroma yang khas dan berasa pahit (Rowe, et al., 2009).

5
b. Xanthan gum
Xanthan gum merupakan rangkaian polisakarida yang tersusun atas tiga
macam rantai panjang gula sederhana.
Rumus molekul :(C35H49O29)n
Pemerian : Berupa bubuk berwarna krem atau putih, tidak berbau,
memiliki sifat aliran yang baik dan merupakan serbuk halus.
Kelarutan : Larut dalam air panas atau air dingin(Rowe, et al., 2009).
E. Sistem kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB)
Surfaktan atau amfifil, menurunkan tegangan antarmuka minyak-air
dan membentuk film monomolekuler. Sifat-sifat aktif dari molekul surfaktan
disebut kesimbangan hidrofil-lipofil (hydrophile-lipophile balance, HLB).
Keseimbangan dari sifat hidrofilik dan sifat lipofilik dari suatu pengemulsi
menentukan apakah akan dihasilkan suatu emulsi m/a atau a/m. Umumnya
emulsi m/a terbentuk jika kesimbangan hidrofil-lipofil dari pengemulsi
berkisar antara 9-12, dan terbentuk emulsi a/m jika jaraknya berkisar antara
3-6.. Fase dimana zat aktif permukaan itu lebih larut adalah fase kontinu.
Jenis zat pengemulsi dengan harga kesimbangan hidrofil-lipofil yang tinggi
lebih suka larut di dalam air dan menghasilkan terbentuknya suatu emulsi
m/a. Keadaan sebaliknya terjadi dengan surfaktan yang memiliki
kesimbangan hidrofil-lipofil rendah, yang cenderung untuk
membentukemulsi a/m (Martin, et al., 1993).
Aktivitas dan harga kesimbangan hidrofil-lipofilpada surfaktan terlihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Aktivitas dan harga keseimbangan hidrofil-lipofil pada
surfaktan
No Aktivitas Keseimbangan Hidrofil – lipofil
1. Pengemulsi (a/m) 3 sampai 6
2. Zat pembasah (wetting agent) 7 sampai 9
3. Pengemulsi (m/a) 8 sampai 18
4. Detergen (zat pembersih) 13 sampai 15
5. Pelarut (solubilizer) 15 sampai 18
Sumber: Anief, 1996
F. Ketidakstabilan emulsi

6
Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di
bidang farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari hasil jadi sediaan emulsi
tersebut. Kestabilan dari sediaan emulsi ditandai dengan tidak adanya
penggabungan fase dalam, tidak terjadi creaming, dan memiliki penampilan,
bau, warna dan sifatsifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993).
Ketidakstabilan dalam emulsi farmasi dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu flokulasi dan creaming, penggabungan dan pemecahan, dan
inversi.
1. Flokulasi dan creaming Pengkriman (creaming)
Mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan tanpa
pengocokan yang sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya
pemberian dosis yang berbeda. Tentunya bentuk penampilan dari suatu
emulsi dipengaruhi oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu
masalah bagi pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase
dalam(Martin, et al., 1993).
2. Penggabungan dan Pemecahan Creaming
Adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses
cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada
creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi
campuran homogen bila dikocok perlahan-lahan, karena bola-bola
minyak masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat
pengemulsi(Anief, 1994). Sedang pada cracking, pengocokan sederhana
akan gagal untuk membentuk kembali butir-butir tetesan dalam bentuk
emulsi yang stabil, karena lapisan yang mengelilingi partikel-partikel
tersebut telah dirusak dan minyak cenderung untuk bergabung (Martin, et
al., 1993).
c. Inversi
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi
adalah inversi fase yang meliputi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi
a/m atau sebaliknya (Martin, et al., 1993).

G. Definisi Suspensi Dan Suspensi Kering

7
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak
larut yang terdispersi dalam fase cair. Suspensi dapat dibagi dalan dua jenis,
yaitu suspensi yang siap digunakan atau suspensi yang direkonstitusikan
dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Jenis
produk ini umumnya campuran serbuk yang mengandung obat dan bahan
pensuspensi yang cocok untuk diberikan. Definisi suspensi menurut :
a. Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hal 17
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair.
(Farmakope Indonesia IV Th. 1995, hlm 18)
Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi
dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan
untuk penggunaan oral.
b. Farmakope Indonesia III, Th. 1979, hal 32
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
c. USP XXVII, 2004, hal 2587
Suspensi oral : sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat
terdispersi dalam suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang
cocok yang dimaksudkan untuk pemberian oral.
Suspensi topikal : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat
yang terdispersi dalam suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk
pemakaian pada kulit.
d. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat
terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat
tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa
yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang
kedua berupa serbuk untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih
dahulu sebelum digunakan.

8
Suspensi otic : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro
dengan maksud ditanamkan di luar telinga.
H. Jenis – Jenis Sediaan Suspensi
Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi adalah :
1. Suspeni oral adalah sediaan cair mengandung partikel dapat
yang terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan
pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai susu atau magma
termasuk dalam golongan ini. Beberapa suspensi dapat
langsung digunakan sedangkan yang lain berupa campuran
padat yang harus dikonstitusikan terlabih dahulu dengan
pembawa yang sesuai segera sebelum digunakan.
2. Suspensi topikal adalah sediaan cair mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan
untuk pengguanan pada kulit. Beberapa suspensi yang diberi
etiket sebagai “lotio” termasuk dalam kategori ini.
3. Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair mengandung
partikel-partikel halus yang ditujukan untuk diteteskan telinga
bagian luar.
4. Suspensi optalmik adalah sedaan cair steril yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk
pemakaian pada mata. Obat dalam suspensi haru dalam bentu
termikronisasi agar tidak menimbulka iritasi atau goresan pada
kornea. Supensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi
massa yang mengeras atau menggumpal.
Syarat suspensi optalmik :
- Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar
tidak menimbulkan iritasi dan atau goresan pada kornea.
- Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa
yang mengeras atau penggumpalan.

9
5. Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk
dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara
intravena atau kedalam larutan spinal.
6. Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuklaruatan
yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah
penambahan bahan yang sesuai.
Macam – macam suspensi berdasarkan Sifat :
1. Suspensi Deflokulasi
Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan
sedimentasi bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya
akan lambat.
Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel
menyelip diantara sesamanya pada waktu mengendap.
Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan
sedimentasi partikel yang halus sangat lambat.
Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif
homogen pada waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang
lambat.
Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi
karena terbentuk masa yang kompak.
Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi
tidak dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.
2. Suspensi Flokulasi
Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat
terjadinya sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk
oleh kelompok partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang
disebabkan flokul-flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan
ukuran yang bermacam-macam.
Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan
mudah diredispersi.

10
Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
a. Kombinasi ukuran partikel
b. Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
c. Penambahan polimer mempengaruhi hubungan/ struktur partikel dalam
suspensi.
I. Syarat – Syarat Suspensi
1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal
2. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus
mengandung zat antimikroba.
3. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
4. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
5. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
6. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap
7. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
8. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah
dikocok dan dituang.
9. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel
dari suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.
Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi
dan jasad renik lainnya, dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama
untuk suspensi yang akan diwadahkan dalam wadah satuan ganda atau wadah
dosis ganda.
J. Stabilitas suspensi
Salah satu problem yang dihadapu dalam proses pembuatan suspensi
adalah memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homo genitas dari
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah :
1. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan

11
antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan
keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran
partikel semakin kecil luas penampangnya. (dalam volume yang sama).
Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas
cairan akan semakin memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan memperkecil ukuran partikel.
2. Kekentalan (viscositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari
cairan tersebut, makin kental susu caira kecepatan alirannya makin
turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi
pula gerakan turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan
demikian dengan menambah viskositas cairan , gerakan turun dari
partikel yang kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hukum “STOKES”
3. Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalm jumlah besar, maka
partikel tersebut akan susah melakukan gerakkan yang bebas karena
sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan
menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu
makin besar konsentrasi partikel, makin besar terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat.
4. Sifat atau muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan
bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan
tersebut sudah mempengaruhi sifat alam. Maka kita tidak dapat
mempengaruhinya.

12
K. Bahan Pensuspensi Atau Suspending Agent
1. Bahan Pensuspensi alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk
mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi.
Kekentalan mucilago sangat dipengruhi oleh panas, ph dan fermentasi
bakteri. Termasuk golongan gom adalah :
a. Acasia (pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp,dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari
mucilagonya antara pH 5 – 9. Dengan penambahan suatu zat yang
menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 – 9 akan menyebabkan
penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom arab denan kadar 35%
kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah dirusak
oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat
pengawet(preservatif).
b. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus dan mamilosa, dapat larut dalam
air, tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut
caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, sehingga perlu
ditambahkan bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
c. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragcanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, mucilago tragacath lebih kental dari mucilago dari gom
arab.mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi
bukan sebagai emulgator.

13
d. Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin
merupakan senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri
sehingga suspensi dalam algin memerlukan bahan pengawet. Kadar
yang dipakai sebagai suspending agent umumnya 1 -2 %.
Golongan bukan gom
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat
yang sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada tiga
macam yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liatdimasukkan
kedalam air mereka akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan
penggojokan. Peristiwa ini disebut tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut,
kekentalancairan akan bertambah sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih
baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga
penambahan bahan tersebut kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya
pada campuran suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari bahan tanah liat adalah
tidak dipengaruhi oleh suhu atau panas dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-
bahan tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.

2. Bahan pensuspensi sintesis


a. Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methol, tylose),
karbrsi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari
nama tersebut biasanya terdapat angka atau nomor, misalnya methosol
1500. Angka ini menunjukkan kemampuanmenambah vislositas dari
cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya semakin besar angkanya
bearti kemampuannya semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh
usus halus dan tidak beracun sehingga banyak dipakai dalam produksi
makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga diginakan
sebagai laksansia dan bahan penghancur (disintergator) dalam pembuatan
tablet.

14
b. Golongan organik polimer
Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Cabophol 934 (nama
dagang suatu pabrik). Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut
dalam air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit,serta sedikit
pemakaiannya. Sehingga bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan
pensuspensi. Untuk memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ±
1%. Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut
akan mengakibatkan penurunan viskositas dari larutannya.

15
BAB III
PEMBAHASAN

A. Fungsi Pengemulsi Atau Emulgator


Zat pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu. Salah satunya, ia
harus dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh
terurai dalam preparat( Ansel, 1989). Zat pengemulsi (emulgator) merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling butir-butir
tetesan yang terdispresi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya
koalesen dan terpisahnya cairan dispres sebgai fase terpisah (Anief, 1996).
Daya kerja emulsifier (zat pengemulsi) terutama disebabkan oleh bentuk
molekulnya yang dapat terikat baik padaminyak maupun air (Winarno, 1992).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting
agar memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan
membentuk film (lapisan ) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan
film ini berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesensi dan terpisahnya
cairan dispersi sebagai fase terpisah. Hal yang paling utama bagi emulgator
adalah kemampuannya untuk menghasilkan dan menjaga stabilitas emulsi
dalam penyimpanan dan pemakaian (Anief, 2003: 132).
B. Macam – Macam Pengemulsi Atau Emulgator
Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang mengurangi tegangan
antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan - tetesan terdispersi
dalam lapisan kuat yang mencegah koalesensi dan pemisahan fase terdispersi
(Parrot,1974). Berdasarkan struktur kimianya emulgator diklasifikasikan
menjadi (Gennaro,1990; Liebermen,1998) :
1. Emulgator alam
a. Emulgator alam yang membentuk film multimolekuler,
misalnya akasia dan gelatin.
b. Emulgator alam yang membentuk film monomolekuler
misalnya lesitin, kolesterol

16
c. Emulgator yang membentuk film berupa partikel padat
misalnya bentonit, vegum.
2. Emulgator sintetik atau surfaktan yang membentuk film
monomolekuler, kelompok bahan aktif permukaan ini dibagi menjadi
anionik, kationik, dan nonionik. Tergantung dari muatan yang dimiliki
oleh surfaktan.
a. Anionik
Surfaktan ini memiliki muatan negatif. Contoh bahannnya yaitu
kalium, natrium, dan garam ammonium dari asam laurat dan asam
oleat yang larut dalam air dan merupakan bahan pengemulsi M/A
yang baik. Bahan ini mempunyai rasa yang kurang menyenangkan
dan mengiritasi saluran cerna sehingga dibatasi penggunaannya
hanya untuk bagian luar.
b. Kationik
Aktifitas permukaan bahan kelompok ini terletak pada kation yang
bermuatan positif. pH dari sediaan emulsi dengan pengemulsi
kationik yaitu antara 4-8. rentang pH ini juga menguntungkan
karena masuk kedalam pH normal kulit. Contohnya yaitu senyawa
ammonium kuartener.
c. Nonionik
Surfaktan yang luas penggunaannya sebagai bahan pengemulsi
karena memilki keseimbangan hidrofilik dan lipofilik dalaam
molekulnya. Tidak seperti anionik dan kationik,emulgator nonionik
tidak dipengaruhi perubahan pH dan penambahan elektrolit.
Contoh yang paling banyak digunakan yaitu ester gliseril, ester
asam lemak sorbitan (span) dan turunan polioksietilennya (tween).

Surfaktan merupakan suatu zat yang mempunyai kemampuan


untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan
menurunkan tegangan antarmuka (interface tension) antar dua fase yang
berbeda polaritasnya. Surfaktan yang digunakan dalam bidang pangan

17
disebut dengan emulsifier. Terdapat 2 tipe emulsifier berdasarkan asalnya
yaitu alami dan sintetik.
Karakteristik emulsifier alami dan sintetik dapat dilihat pada Tabel
1. Formulasi 7 emulsi W/O/W melibatkan dua tahapan utama yaitu
pembuatan emulsi air dalam minyak (W/O) dan dilanjutkan dengan
memasukkan minyak ke dalam fase air eksternal (W). Tahapan tersebut
membutuhkan bantuan emulsifier, baik alami, sintetik ataupun kombinasi
keduanya untuk menyatukan fase minyak dengan air. Span dan Polyglycerol
Polyricinoleate (PGPR) merupakan contoh emulsifier sintetik dengan angka
hydrophilic-lipophylic balance (HLB) rendah yang umum digunakan dalam
emulsi air internal dalam minyak (W/O), sedangkan Tween merupakan
contoh emulsifier dengan nilai HLB tinggi yang digunakan untuk fase
minyak ke dalam air eksternal (O/W) (Benichou et al., 2002). Protein
sebagai emulsifier alami dapat digunakan dalam emulsi ganda W/O/W.

Protein dan lipoprotein adalah molekul food grade yang dapat


digunakan sebagai emulsifier. Protein yang telah umum digunakan sebagai
emulsifier O/W maupun emulsi ganda adalah bovine serum albumin (BSA),
kasein, albumin telur, whey protein, protein kedelai dan lisozim. Selain
protein, polisakarida juga sering digunakan dalam emulsi ganda.
Polisakarida dapat ditambahkan tunggal ataupun bersama dengan protein.
Hidrokoloid merupakan biopolimer hidrofilik dengan berat molekul tinggi
yang digunakan dalam industri pangan untuk mengontrol viskositas, gelasi,
mikrostruktur, tekstur, citarasa dan masa simpan. Protein dan hidrokoloid
memiliki peranan spesifik dalam sistem emulsi, protein berperan sebagai

18
agen pengemulsi (emulsifier) sedangkan hidrokoloid berperan sebagai agen
penstabil (stabilizer).
Protein dan polisakarida memiliki persamaan dan perbedaan
karakteristik. Keduanya memiliki persamaan yaitu merupakan jenis polimer
natural yang tersebar bebas di koloid makanan dan memiliki sifat ramah
lingkungan. Pemanfaatan emulsifier tersebut umumnya pada bidang farmasi,
kosmetik dan produk pribadi. Protein dan polisakarida tersusun dari struktur
kompleks dan memiliki karakteristik agregasi kompleks (Aserin, 2008).
a. Span
Ester asam lemak sorbitan pertama kali diperkenalkan
secara komersial tahun 1938 oleh Perusahaan Atlas Powder
dengan nama dagang ‘Span’. Ester asam lemak sorbitan
merupakan turunan dari reaksi sorbitol dengan asam lemak (Bash,
2015). Span merupakan jenis emulsifier nonionik lipofilik dengan
nilai HLB rendah yang memiliki berat molekul rendah dan
permukaan aktif (Hasenhuettl, 1997). Nomenklatur dan
karakteristik fisik dari masing-masing ester sorbitan dapat dilihat
pada Tabel 2.

FAO/WHO (1974) dalam Ingram et al. (1978)


menyatakan bahwa batas maksimal konsumsi harian (Acceptable
Daily Intake/ADI) total ester sorbitan adalah sebesar 0-25 mg/kg
berat badan. Span 80 merupakan jenis ester sorbitan yang umum
digunakan dalam industri pangan.
b. Tween

19
Polyoxyethylene (20) sorbitan monooleate atau lebih
dikenal dengan polisorbat diperkenalkan oleh Perusahaan Atlas
Powder pada tahun 1942 dengan nama dagang komersial ‘Tween’
(Bash, 2015). Tween merupakan modifikasi dari ester sorbitan
dengan etilen oksida. Emulsifier ini memiliki karakteristik fisik
berwarna kuning hingga orange bening, cair dan berminyak.
Tween bersifat hidrofilik karena panjangnya rantai polioksietilen.
Nomenklatur dan karakteristik fisik Tween dapat dilihat pada
Tabel 3.

Tween 60, 65 dan 80 legal digunakan sebagai emulsifier


kue, whipped cream, emulsi minyak dan lemak nabati (sebagai
substitusi susu dan krim dalam minuman kopi), emulsifier untuk
icing dan filling kue serta pelapis permen dan cokelat. Tween 80
merupakan emulsifier food grade dengan ADI sebesar 0-25 mg/kg
berat badan.

20
Emulsifier alami dan sintetik masing-masing memiliki ketahanan
dalam mempertahankan kemampuan emulsifikasi pada kondisi ekstrem,
seperti pH, garam dan temperatur.

C. Mekanisme Emulgator
Berdasarkan mekanisme kerjanya, emulgator dibagi menjadi beberapa
bagian yaitu (Gennaro, 1990):
1. Adsorbsi monomolekuler
Surfaktan atau amfibil menurunkan tegangan antarmuka karena
teradsorbsi pada antarmuka minyak air membentuk film
monomolekuler. Film ini membungkus tetes terdispersi dengan suatu
lapisan tunggal yang seragam berfungsi mencegah bergabungnya
tetesan, idealnya film ini harus fleksibel sehingga membentuk kembali
jika pecah atau terganggu.
2. Adsorbsi multimolekuler
Koloid hidrofil terhidrasi dapat dianggap sebagai bahan aktif
permukaan. Karena terdapat antarmuka minyak air tetapi berbeda
dengan surfaktan sintetik. Koloid hidrofil tidak menyebabkan
penurunan tegangan antarmuka yang nyata tetapi membentuk film
multi molekuler pada antarmuka tetesan.aksi sebagai emulgator
terutama disebabkan oleh film yang dibentuknya. Sebagai emulgator
terutama disebabkan oleh film yang dibentuknya kuat sehingga

21
mencegah koalesensi. Film multimolekuler ini bersifat hidrofilik
sehingga cenderung membentuk minyak dalam air.
3. Adsorbsi partikel padat
Partikel padat yang dibagi halus yang terbasahi oleh minyak dan air
dapat bertindak sebagai emulgator membentuk suatu film partikel
halus di sekeliling tetes terdispersi pada antarmuka sehingga
mencegah koalesensi.
D. Ketidakstabilan Emulsi
Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di bidang
farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari hasil jadi sediaan emulsi tersebut.
Kestabilan dari sediaan emulsi ditandai dengan tidak adanya penggabungan
fase dalam, tidak terjadi creaming, dan memiliki penampilan, bau, warna dan
sifatsifat fisik lainnya yang baik (Martin, et al., 1993). Ketidakstabilan dalam
emulsi farmasi dapat digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu flokulasi dan
creaming, penggabungan dan pemecahan, dan inversi.
1. Flokulasi dan creaming Pengkriman (creaming)
Mengakibatkan ketidakrataan dari distribusi obat dan tanpa pengocokan
yang sempurna sebelum digunakan, berakibat terjadinya pemberian dosis
yang berbeda. Tentunya bentuk penampilan dari suatu emulsi dipengaruhi
oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu masalah bagi
pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase dalam(Martin, et al.,
1993).
2. Penggabungan dan Pemecahan Creaming
Adalah proses yang bersifat dapat kembali, berbeda dengan proses
cracking (pecahnya emulsi) yang bersifat tidak dapat kembali. Pada
creaming, flokul fase dispers mudah didispersi kembali dan terjadi
campuran homogen bila dikocok perlahan-lahan, karena bola-bola minyak
masih dikelilingi oleh suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi(Anief,
1994). Sedang pada cracking, pengocokan sederhana akan gagal untuk
membentuk kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil,
karena lapisan yang mengelilingi partikel-partikel tersebut telah dirusak
dan minyak cenderung untuk bergabung (Martin, et al., 1993).

22
c. Inversi
Fenomena penting lainnya dalam pembuatan dan penstabilan dari emulsi
adalah inversi fase yang meliputi perubahan tipe emulsi dari m/a menjadi
a/m atau sebaliknya (Martin, et al., 1993).
E. Metode Pembuatan Emulsi W/O/W
Emulsi ganda W/O/W merupakan bentuk kompleks dari sebuah
emulsi. Jenis emulsi ini tersusun oleh droplet minyak yang terdispersi dalam
air, dimana masing - masing droplet mengandung droplet air yang lebih kecil.
Emulsi ganda memiliki mekanisme pelepasan senyawa yang sangat sensitif
terhadap ukuran partikel droplet. Salah satu kontrol dilakukan dengan
menggunakan sistem emulsi monodispersi (Leal-Calderon et al., 2007).
Proses emulsifikasi W/O/W dilakukan melalui dua tahapan dan melibatkan
penggunaan emulsifier yang mengandung kombinasi kelompok gugus
hidrofilik dan lipofilik (Jin et al., 2016). Emulsifier hidrofilik digunakan
untuk membentuk sistem emulsi O/W sedangkan emulsifier lipofilik untuk
membentuk sistem emulsi W/O. Secara umum, emulsi ganda W/O/W
menggunakan emulsifier dengan nilai HLB optimal 2-7 (emulsifier primer)
dan 6-16 (emulsifier sekunder) yang memiliki nilai HLB tinggi. Emulsifier
dengan nilai HLB rendah seperti PGPR atau Span, digunakan untuk
membentuk sistem emulsi air internal dalam minyak (W/O), yang kemudian
didispersikan ke dalam fase air eksternal menggunakan emulsifier bernilai
HLB tinggi seperti Tween.
Proses emulsifikasi merupakan faktor penting dari formulasi emulsi
ganda. Emulsifikasi dilakukan melalui 2 tahapan yaitu pembentukan sistem
emulsi W/O menggunakan tegangan tinggi, dilanjutkan dengan pembentukan
emulsi ganda W/O/W menggunakan tegangan rendah untuk mencegah
kerusakan droplet air internal (Balcaen et al., 2016). Emulsifikasi sendiri
dapat dilakukan menggunakan 2 metode yaitu konvensional dan modern.
Terdapat beberapa metode emulsifikasi modern yaitu menggunakan
membran, ultrasonikasi (US) dan mikrofluidisasi (MF). Membran
emulsifikasi digunakan untuk memproduksi emulsi monodispersi yang

23
memiliki struktur homogen. Metode membran dilakukan pada tahap
emulsifikasi sekunder (Khalid et al., 2013).
Prinsip kerja dari ultrasonikasi adalah homogenisasi dengan bantuan
gelombang ultrasonik untuk menghasilkan turbulensi dan kavitasi sedangkan
mikrofluidisasi merupakan proses yang mengkombinasikan hasil dari
kecepatan tinggi, frekuensi getaran dan tekanan dalam waktu singkat.
Meskipun demikian, ketiga proses tersebut masih jarang diterapkan secara
komersial karena membutuhkan biaya produksi yang tinggi. Industri pangan
umumnya menggunakan metode konvensional, salah satunya adalah
homogenisasi bertekanan tinggi dengan prinsip kerja menghancurkan droplet
emulsi melalui kombinasi turbulensi dan aliran geser (Altuntas et al., 2017).
Selain homogenisasi bertekanan tinggi, homogenisasi berkecepatan tinggi
juga umum digunakan dalam emulsifikasi konvensional. Homogenisasi
berkecepatan tinggi dilakukan berdasarkan prinsip homogenisasi aliran
kecepatan tinggi (high speed shearing) menggunakan Ultra-turrax yang
dilengkapi rotor dan stator. Metode konvensional digunakan untuk
memproduksi emulsi polidispersi berskala massal dengan ukuran droplet
heterogen (Herrera, 2012).
F. Contoh Formulasi “Optimasi Komposisi Emulgator Formula Emulsi Air
Dalam Minyak Jus Buah Stroberi (Fragaria vesca L.) dengan Metode
Simplex Lattice Design “
1. Alat

Alat gelas, stirrer kecepatan 100-2000 rpm (Stuart Overhead Stirrer),


neraca analit (Sartorius BP 310P), mikropipet, pH meter (Hanna), pH-
indicator strips (E.Merck), hotplate, magnetic stirrer (Stuart CB162),
spektrofotometer UV-VIS (Genesys 10 UV Scanning), alat difusi tipe
Franz (Pearmea Gear, dibuat oleh laboratorium proses material),
Viskometer Brookfield cone and plate (DV-I Prime), mikroskop
digital (Olympus CX-41), sentrifuge kecepatan 600-6000 rpm
(5804R), pipet volume 1,0 mL (pyrex), climated chamber suhu 45°C,
lemari pendingin (toshiba), stopwatch (QQ), Moisture Ballance

24
(Ohaus MB23, Germany), alat Freez-Drying (alpha LD plus),
membran selofan (Spectrapor membrane tubing MW cutoff 6000-
8000), Blander (National), alat-alat gelas (pyrex).
2. Bahan
Buah stroberi segar dipanen di desa Banyuroto, Kecamatan
Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, Span 80 (Bratachem), Isopropil
miristat kualitas p.a (E.Merck), etanol 96% p.a (E.Merck), aquadest,
propilen glikol farmasetis (Bratachem), croduret 50 ss (CRODA), HCl
0,1% (E.Merck), PEG-400 (Bratachem), polygel Ca (Bratachem),
TEA (Bratachem), Tween 80 (Bratachem), reagen DPPH (Sigma),
baku kuersetin (sigma), KCl (E.Merck), CH3COONa (E.Merck),
Na2HPO4 (dinatrium fosfat) anhidrat (E.Merck), KH2PO4 (mono
kalium fosfat), HCl 37% p.a (E.Merck), kertas whattmann No.1,
kertas saring, shed snake skin (pemelihara ular, Yogyakarta), NaCl
(E.Merck), Asam Benzoat (Bratachem), asam sitrat (Bratachem).
3. Optimasi formula emulsi air/minyak buah stroberi
Formula emulsi primer a/m yang tertera pada tabel 1, konsentrasi jus
buah stroberi yang sebagai komponen aktif adalah 1% dihitung
terhadap bobot total sediaan yang dibuat. Komponen emulgator yaitu
span 80, croduret 50, dan propilen glikol adalah komponen yang akan
dilakukan optimasi dengan metode Simplex Lattice Design.
Penentuan aras tinggi dan aras rendah berdasarkan persentase
penggunaan komponen emulgator pada sediaan topikal (Rowe dkk.,
2013), tersaji pada tabel 2. Penentuan perbandingan komposisi
emulgator span 80, croduret 50, dan propilen glikol dalam sediaan
emulsi a/m, dengan menggunakan software Desain Expert 7.1.5. Nilai
batas atas dan bawah tersebut dimasukkan dalam software Desain
Expert 7.1.5 setelah itu akan didapatkan 14 formula dengan
perbandingan komposisi emulgator yang berbeda.

25
Kombinasi pelarut PEG 400-HCl 0,1% (15%-85%) merupakan hasil
uji pelarut optimal bebas alkohol untuk melarutkan buah stroberi serta
menstabilkan warna dan kandungan aktif buah stroberi. Komponen
emulsi primer a/m dengan isopropil miristat sebagai fase minyak, dan
menggunakan pelarut PEG 400-HCl 0,1% (15%-85%) sebagai fase
air. Emulgator yang digunakan adalah span 80, croduret 50, dan
propilen glikol. Buah stroberi 1,0 gram dilarutkan dengan 12,0 mL
pelarut, kemudian disaring dan ditambahkan asam benzoat 0,1%.
Sejumlah 19,0 mL isopropil miristat sebagai fase minyak dituang ke
dalam beker gelas 250,0 mL, selanjutnya ditambahkan campuran
emulgator span 80, croduret 50 dan propilen glikol, aduk dengan
menggunakan stirrer pada kecepatan 2000 rpm. Fase air yang
mengandung buah stroberi ditungkan sedikit demi sedikit ke dalam
campuran emulgator dan fase minyak, pengadukan dilakukan selama
15 menit pada suhu ruang (25±2°C) hingga terbentuk emulsi a/m yang
homogen (Lachman dkk., 2007).

4. Evaluasi stabilitas fisik emulsi a/m jus buah stroberi


a. Pengamatan diameter globul emulsi primer a/m
Emulsi a/m jus buah stroberi dituangkan di atas objek gelas
secukupnya, lalu ditambahkan akuades kemudian dihomogenkan
menggunakan spatula. Larutan ditutup dengan objek gelas

26
dengan ukuran lebih kecil, lalu dilakukan pengamatan dengan
mikroskop digital pada perbesaran 40x skala objektif.
Mikroskop terintegrasi dengan layar yang akan menampilkan
gambar bentuk globul dengan skala ukuran diameter emulsi a/m
(Lachman dkk., 2007).
b. Fase pemisahan emulsi a/m jus buah stroberi
Emulsi a/m masing-masing sejumlah 7,0 mL dimasukkan
kedalam tabung reaksi, selanjutnya dilakukan pemutaran
menggunakan alat sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit. Dilakukan pengamatan ada tidaknya
pemisahan fase.
c. Viskositas emulsi a/m jus buah stroberi
Emulsi a/m sejumlah 15,0 mL dituangkan ke dalam gelas
aluminium pada alat viscometer Brookfield cone and plate pada
suhu konstan (25°C) dengan kecepatan spindle 50-100 rpm
selama 7,5 menit.
d. Penentuan perbandingan komposisi optimum komponen
emulgator span 80, croduret 50, dan propilen glikol
Data uji parameter sifat fisik sediaan emulsi a/m yaitu
viskositas, rasio pemisahan (F), dan diameter globul emulsi
selanjutnya dimasukkan kedalam kolom respon. Data uji
parameter sifat fisik sediaan emulsi a/m kemudian dianalisa
menggunakan software Desain Expert 7.1.5. Berdasarkan
persamaan matematis masing-masing respon, maka akan
didapatkan diagram counter plot masing-masing parameter
stabilitas fisik emulsi a/m. Diagram counter plot masing-masing
parameter stabilitas fisik emulsi a/m kemudian dibuat diagram
super imposed counter plot untuk menentukan daerah optimum.

27
G. Fungsi Pengsuspensi Atau Suspending Agent
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempe-ngaruhinya.

Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi  suspensi


dimana partikel tidak mengalami agregasi  dan tetap terdistribusi  merata.
Bila partikel mengendap  mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan
selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking  .

Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor konsentrasi dan


sifat dari partikel merupakan faktor yang tetap, artinya tidak dapat diubah
lagi  karena konsentrasi merupakan jumlah obat yang tertulis dalam resep
dan sifat partikel merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan
adalah ukuran partikel dan viskositas.

Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan


mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase
eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut
kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut
sebagai       suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).

H. Jenis – Jenis Pengsuspensi Atau suspending agent


3. Bahan Pensuspensi alam
Bahan pensuspensi alam dari jenis gom sering disebut gom/hidrokoloid.
Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran
tersebut membentuk mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk
mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas
cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi.

28
Kekentalan mucilago sangat dipengruhi oleh panas, ph dan fermentasi
bakteri. Termasuk golongan gom adalah :
e. Acasia (pulvis gummi arabici)
Didapat sebagai eksudat tanaman akasia sp,dapat larut dalam air, tidak
larut dalam alkohol, bersifat asam. Viskositas optimum dari
mucilagonya antara pH 5 – 9. Dengan penambahan suatu zat yang
menyebabkan pH tersebut menjadi diluar 5 – 9 akan menyebabkan
penurunan viskositas yang nyata. Mucilago gom arab denan kadar 35%
kekentalannya kira-kira sama dengan gliserin. Gom ini mudah dirusak
oleh bakteri sehingga dalam suspensi harus ditambahkan zat
pengawet(preservatif).
f. Chondrus
Diperoleh dari tanaman chondrus crispus dan mamilosa, dapat larut dalam
air, tidak larut dalam alkihol, bersifat alkali. Ekstrak dari chondrus disebut
caragen, yang banyak dipakai oleh industri makanan. Caragen merupakan
derivat dari saccharida, jadi mudah dirusak oleh bakteri, sehingga perlu
ditambahkan bahan pengawet untuk suspensi tersebut.
g. Tragacanth
Merupakan eksudat dari tanaman astragalus gumnifera. Tragcanth sangat
lambat mengalami hidrasi, untuk mempercepat hidrasi biasanya dilakukan
pemanasan, mucilago tragacath lebih kental dari mucilago dari gom
arab.mucilago tragacanth baik sebagai stabilisator suspensi saja, tetapi
bukan sebagai emulgator.
h. Algin
Diperoleh dari beberapa spesies ganggang laut. Dalam perdagangan
terdapat dalam bentuk garamnya yakni Natrium Alginat. Algin
merupakan senyawa organik yang mudah mengalami fermentasi bakteri
sehingga suspensi dalam algin memerlukan bahan pengawet. Kadar
yang dipakai sebagai suspending agent umumnya 1 -2 %.
Golongan bukan gom
Suspending agent dari alam bukan gom adalah tanah liat. Tanah liat
yang sering dipergunakan untuk tujuan menambah stabilitas suspensi ada tiga

29
macam yaitu bentonite, hectorite dan veegum. Apabila tanah liatdimasukkan
kedalam air mereka akan mengembang dan mudah bergerak jika dilakukan
penggojokan. Peristiwa ini disebut tiksotrofi. Karena peristiwa tersebut,
kekentalancairan akan bertambah sehingga stabilitas dari suspensi menjadi lebih
baik.
Sifat ketiga tanah liat tersebut tidak larut dalam air, sehingga
penambahan bahan tersebut kedalam suspensi adalah dengan menaburkannya
pada campuran suspensi. Kebaikan bahan suspensi dari bahan tanah liat adalah
tidak dipengaruhi oleh suhu atau panas dan fermentasi dari bakteri, karena bahan-
bahan tersebut merupakan senyawa anorganik, bukan golongan karbohidrat.

4. Bahan pensuspensi sintesis


c. Derivat selulosa
Termasuk dalam golongan ini adalah metil selulosa (methol, tylose),
karbrsi metil selulosa (CMC), hidroksi metil selulosa. Dibelakang dari
nama tersebut biasanya terdapat angka atau nomor, misalnya methosol
1500. Angka ini menunjukkan kemampuanmenambah vislositas dari
cairan yang dipergunakan untuk melarutkannya semakin besar angkanya
bearti kemampuannya semakin tinggi. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh
usus halus dan tidak beracun sehingga banyak dipakai dalam produksi
makanan. Dalam farmasi selain untuk bahan pensuspensi juga diginakan
sebagai laksansia dan bahan penghancur (disintergator) dalam pembuatan
tablet.

d. Golongan organik polimer


Yang paling terkenal dalam kelompok ini adalah Cabophol 934 (nama
dagang suatu pabrik). Merupakan serbuk putih bereaksi asam, sedikit larut
dalam air, tidak beracun dan tidak mengiritasi kulit,serta sedikit
pemakaiannya. Sehingga bahan tersebut banyak digunakan sebagai bahan
pensuspensi. Untuk memperoleh viskositas yang baik diperlukan kadar ±
1%. Carbophol sangat peka terhadap panas dan elektrolit. Hal tersebut
akan mengakibatkan penurunan viskositas dari larutannya.

30
I. Contoh Formulasi EVALUASI FISIK SEDIAAN SUSPENSI DENGAN
KOMBINASI SUSPENDING AGENT PGA (Pulvis Gummi Arabici)
DAN CMC-Na (Carboxymethylcellulosum Natrium)
Dalam penelitian ini, akan dilakukan formulasi suspens
menggunakan kombinasi suspending agent yaitu Pulvis Gummi Arabici
(PGA) dan Carboxymethylcellulosum Natrium (CMC-Na). Menurut Rowe
dkk (2009), konsentrasi PGA sebagai suspending agent adalah 5-10%.
Menurut Nussinovitch (1997) dalam Anggreini DB (2013), PGA pada
konsentrasi kurang dari 10% memiliki viskositas yang rendah dapat
mempercepat terjadinya sedimentasi yang menyebabkan sediaan menjadi
tidak stabil. Oleh karena itu PGA dikombinasikan dengan CMC-Na yang
merupakan suspending agent yang dapat meningkatkan viskositas serta dapat
meningkatkan kestabilan dari suspensi yang dihasilkan.

a. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Talk : 10 g
2. PGA : 12,5 g
3. CMC-Na : 2,5 g
4. Gliserin : 40 ml
5. Sirop Gula : 80 ml
6. Aqua Destillata : 258 ml

31
b. Formulasi Suspensi

c. Pembuatan Suspensi
Sediaan suspensi terdiri dari empat formula (Tabel 1). PGA dan
CMC-Na digerus sampai homogen kemudian dilarutkan dengan air
sampai terbentuknya mucilago, kemudian bahan yang akan dibuat
suspensi ditambahkan gliserin dan digerus sampai homogen pada mortir
dan stamper lain. Campuran bahan yang akan dibuat suspensi dan gliserin
dituang sedikit demi sedikit ke dalam larutan PGA dan CMC-Na sambil
diaduk sampai homogen. Setelah itu, dimasukkan ke dalam gelas ukur
beserta dengan air bilasan dari mortir dan ditambahkan sirop gula.
Terakhir ditambahkan Aqua destillata hingga 100 ml.
d. Evaluasi Organoleptik
Pengamatan tampilan dilakukan secara manual dengan
pencahayaan masing-masing formula dalam gelas ukur dengan senter dari
hari pertama sampai hari ke tujuh. Pokok pengamatannya adalah warna
dan tampilan sedimen, tingkat kekeruhan, serta terbentuknya
cake/endapan.

32
e. Pengamatan Warna, Rasa Dan Bau
Pengamatan warna dilakukan secara manual dengan pencahayaan
masing-masing formula dalam gelas ukur dengan senter dari hari pertama
sampai hari ke tujuh, sedangkan pengamatan bau dan rasa dilakukan di
awal dan di akhir pengujian.
f. Perhitungan kecepatan sedimentasi dan volume sedimentasi, serta
pengujian redispersibilitas
Suspensi disimpan dalam gelas ukur dengan keadaan tidak
terganggu. Suspensi tersebut diukur meliputi tinggi suspensi, tinggi
sedimentasi, volume suspensi, serta volume akhir sedimentasi dari hari
pertama sampai hari ke tujuh. Data yang didapat, digunakan untuk
menghitung kecepatan dan volume sedimentasi. Kecepatan sedimentasi
dihitung menggunakan rumus umum kecepatan yaitu persamaan satu (1)
sedangkan untuk mengukur rasio volume akhir endapan terhadap volume
awal dari suspensi (volume sedimentasi) digunakan persamaan dua (2). V
= ∆s/∆t ................Persamaan 1 (Hartanto, 2010)

F = Vu/Vo..........Persamaan 2 (Martin dkk, 2008) Pengujian


redispersibilitas dilakukan secara manual dengan menggojok silinder
setelah terjadi sedimentasi. Satu kali inversi menyatakan bahwa suspensi
100 % mudah teredisperi. Setiap penambahan inversi mengurangi persen
kemudahan redispersi sebanyak 5% seluruh sediaan (Anggreini, 2013).

33
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting
agar memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan
membentuk film (lapisan ) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi
dan film ini berfungsi untuk mencegah terjadinya koalesensi dan terpisahnya
cairan dispersi sebagai fase terpisah. Hal yang paling utama bagi emulgator
adalah kemampuannya untuk menghasilkan dan menjaga stabilitas emulsi
dalam penyimpanan dan pemakaian.
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai kondisi  suspensi
dimana partikel tidak mengalami agregasi  dan tetap terdistribusi  merata.
Bila partikel mengendap  mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan
pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan
selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking  .

Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan


mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase
eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut
kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut
sebagai       suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah
berkembang dalam air (hidrokoloid).

B. Saran
Lebih memperbanyak sumber yang berkaitan dengan pengemulsi
atau Emulgator dan tentang Pengsuspensi atau Suspending agent.

34
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Fatoni,Cokorda P. Mahandari, Dr.2011.Kajian Awal buah kepayang
masaksebagai bahan baku minyak nabati kasar. Fakultas Teknologi
Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma.
Adinugraha MP dkk, 2005, Synthesis and Characterization of Sodium
Carboxymethyl Cellulose From Cavendish Banana Pseudo Stem (Musa
Cavendishii LAMBERT), Carbohydrate Polymers,.
Agoes G, 2012, Sediaan Farmasi LiquidaSemisolida (SFI-7), Penerbit ITB
Bandung.
Anggreini DB, 2013, Optimasi Formula Suspensi Siprofloksasin Menggunakan
Kombinasi Pulvis Gummi Arabici (Pga) Dan Hydroxypropyl
Methylcellulose (Hpmc) Dengan Metode Desain Faktorial, Skripsi tidak
dipublikasikan, Pontianak, Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura Pontianak.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta, 32, 96, 271, 567, 591.
Ariestya, A., I, S., & N R, J. (2010). Pengaruh Temperatur dan Ukuran Biji
Terhadap Perolehan Minyak Kemiri pada Ekstraksi Biji Kemiri dengan
Penekanan Mekanis. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
"Kejuangan",.
BATAN, 2006. Membuat Minyak Bio-Diesel Dari Jarak Pagar (Jatropha Curcas
Linneaus) http://www.batan.go.id.
Chaerunisaa AY, 2009, Farmasetika Dasar, Widya Padjajaran, Bandung,
Hadi,Sopian. 2010. Karakteristik Fisik, Kandungan Minyak Dan Asam Lemak
Dari Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Dan Jarak Kepyar (Ricinus
Communis L.). Departement Of Agriculture Technology, Mulawarman
University, Indonesia
Ketaren, S. (2008). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

35
Lachman L, Lieberman AH, Kanig LJ, 2008, Teori Dan Praktek Fisika Farmasi
Industri III, Terjemahan oleh Siti Suyatmi, 1994, Jakarta, UI-Press.
Martsiano Peluang Usaha Minyak Atsiri (Jurnal)//http;//ano.web.id/7/peluamg-
usahaminyak-atsiri.html.-(s.I),2014.-hal. 4 Juni 2016.
Nirwana, rdoni.HS,. Pengaruh Kecepatan Pengadukan Pada Proses Pembuatan
Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Dengan
Menggunakan Katalis Abu Tandan Sawit. Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Kimia UNRI.
Novarika, Wirda. 2011. Mekanisasi Pemecahan Biji Jarak Untuk Membuat
Biodiesel. Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Volume
3,Nomor 1.
Purwatiningrum,Heni. Formulasi Dan Uji Sifat Fisik Emulsi Minyak Jarak
( Oleum Ricini ) Dengan Perbedaan Emulgator Derivat Selulosa.Program
Studi D III Farmasi Politeknik Harapan Bersama.
Priyambodo B, 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta,

36

Anda mungkin juga menyukai