BAB I
PENDAHULUAN
Emulsi adalah suatu disperse di mana fase terdispers terdiri dari bulatan-
bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang bercampur (Ansel,
1989). Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak tercampur,
yaitu air dan minyak, di mana cairan yang terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam
harus dimakan mempunyai rasa yang lebih enak dengan penambahan pemanis dan
perasa. Juga berfungsi untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding usus
(Ansel, 1989).
Salah satu zat yang dapat digunakan sebagai emulsi adalah minyak. Minyak
yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak wijen (Oleum sesami). Minyak
emulsi.
Minyak wijen bersifat larut dalam alkohol dan dapat bercampur dengan eter,
kloroform, petroleum benzene dan CS2. Minyak wijen bersifat sinergist terhadap
phrethrum yang merupakan sifat khas dari minyak wijen ( Ketaren, 1986).
1
2
gosok ammonia, karena sifat minyak wijen yang tidak dapat memisah sehingga baik
digunakan untuk campuran obat gosok dengan kekentalan yang baik (Keteren, 1986).
sebenarnya merupakan salah satu komponen lemak. Seperti kita ketahui, lemak
merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita di samping zat
bertambah di dalam lapisan pembuluh darah, maka pembuluh darah itu dapat
menyempit atau tertutup. Apabila pembuluh nadi (arteri) yang menyediakan darah
mengakibatkan serangan jantung, stroke, atau kegagalan fungsi organ yang vital
kadar kolesterol. Menurut Fatmawati (2006) salah satu cara mencegah steatosis
akibat stress oksidatif adalah mengubah ke diet yang dapat menurunkan kadar
bahan makanan yang dapat menurunkan kadar kolesterol yaitu minyak wijen karena
hampir 85 % asam lemak minyak wijen berupa asam lemak tak jenuh ganda.
ini cocok untuk pembuatan emulsi dengan mucilago atau gom yang dilarutkan
sebagai emulgator. Metode ini perlu dipakai meskipun lambat dan tidak berdasarkan
kenyataan seperti pada cara fase M/A di mana tetes minyak terdispersi dalam fase air.
3
Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam pembuatan emulsi
adalah zat pengental. Penelitian ini menggunakan agar-agar sebagai zat pengental.
Fungsi pengental dalam emulsi untuk mencegah terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, yaitu lapisan minyak dan lapisan air (Creaming), sehingga emulsi lebih
stabil. Jika dibentuk emulsi akan terbentuk partikel minyak yang kecil dibanding
Sifat yang paling menonjol dari agar-agar adalah memiliki daya gelasi
pembentukan gel), dan melting point (suhu mencairnya gel) yang sangat
(Anonim, 2011). Agar-agar dengan kemurnian tinggi tidak akan larut pada air
bersuhu 25oC, tetapi larut di dalam air panas. Pada suhu 32-39oC, agar-agar akan
berbentuk padatan yang tidak akan mencair lagi pada suhu di bawah 80oC. Fungsi
pengisi, penjernih, pembuat gel, dan lain-lain. Agar-agar digunakan pada industri
makanan, yaitu untuk meningkatkan viskositas sup dan saus, serta dalam pembuatan
B. Perumusan Masalah
(Oleum sesami) dapat dibuat emulsi? Permasalahan kedua dalam penelitian ini adalah
pada konsentrasi berapakah agar-agar yang memenuhi syarat uji stabilitas emulsi?
C. Tujuan Penelitian
minyak wijen (Oleum sesami) dengan baik, sehingga perlu mengetahui kadar agar-
D. KegunaanPenelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan: Salah satu alternatif obat
secara oral dalam bentuk emulsi minyak wijen (Oleum sesami) dan diharapkan dapat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Wijen
1. Nama daerah
Bali : Wijen
Habitus, herba, semusim, tinggi ± 1,5 mm. Batang segi empat, beralur,
ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi, panjang 5-20 cm, lebar 1,5 - 4 cm,
pertulangan menyirip, hijau. Bunga majemuk, bertangkai pendek, kelopak 5-7 mm,
mahkota berambut, berlendir, bentuk tabung, putih keunguan. Buah kotak, segi
empat, berambut lebat, coklat. Biji pipih, kecil, licin, kuning. Akar tunggang, coklat
Biji Sesamum indicum L berkhasiat sebagai obat luka, obat batuk dan obat
perut nyeri. Untuk obat luka dipakai ± 15 gram biji segar Sesamum indicum L,
ditumbuk sampai lumat, kemudian ditempelkan pada luka dan dibalut dengan kain
bersih (Depkes, 2001). Biji Sesamum indicum bermanfaat sebagai pelembut kulit,
peluruh air seni, peluruh dahak/obat batuk, peluruh haid, penawar racun, pencahar
dan penyegar badan. Daun Sesamum indicum L bermanfaat sebagai pelembut kulit
dan perawatan rambut (Depkes, 1985). Minyak wijen (Oleum sesami) dapat
Kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman wijen adalah minyak lemak,
zat putih telur, sesame, miristin, asam amino arginin dan letisin (Anonim 1985). Biji
B. Minyak Wijen
varietas Sesamum indicum mempunyai sub spesies ialah S. orientale. Wijen dikenal
juga dengan nama: til, gingelly, simsin dan ajonjoli (di Amerika latin) (Ketaren,
1986). Minyak wijen mengandung zat tidak tersabunkan dalam jumlah relatif tinggi.
Tetapi kandungan tertinggi adalah sterol dan zat-zat yang tidak dapat dipisahkan
dengan pemurnian, sedangkan kadar bahan non minyak lainnya relatif rendah
(Ketaren, 1986). Minyak wijen bersifat larut dalam alkohol dan dapat bercampur
dengan eter, khloroform, petroleum benzene dan CS2 , tetapi tidak larut dalam eter.
Setelah dimurnikan, minyak berwarna kuning pucat dan tidak menimbulkan gejala
khas dari minyak wijen. Minyak wijen mempunyai nilai putaran optik positif, jadi
unsur non gliserida dalam minyak lebih positif putaran optiknya, dibandingkan
1. Standar mutu
Minyak wijen berwarna kuning, tidak berbau dan mempunyai rasa gurih.
Minyak kasarnya bermutu tinggi dan dapat digunakan sebagai minyak salad dengan
atau tanpa proses winterisasi (Keteren, 1986). Wijen mempunyai nilai gizi yang baik
karena kandungan proteinnya cukup tinggi yaitu sebesar 19,3%, juga mengandung
asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh tubuh seperti oleat dan linoleat, sehingga
8
wijen merupakan salah satu sumber lemak nabati yang baik. Minyak wijen
menghasilkan kalori yang tinggi yaitu sekitar 902 kalori/100 gram (Ketaren, 1986).
2. Daya guna
gosok ammonia, karena sifat minyak wijen yang tidak dapat memisah sehingga baik
digunakan untuk campuran obat gosok dengan kekentalan yang baik (Keteren, 1986).
Minyak wijen juga dapat digunakan sebagai obat penyakit kolesterol. Minyak wijen
(Oleum sesami) dapat dimanfaatkan untuk menurunkan kadar kolesterol (Dewi dan
Nurdiana, 2006).
3. Dosis
pada tikus putih (Ratus novergicus) adalah 1,2 ml (Dewi dan Nurdiana, 2006). Jadi
dosis untuk menurunkan kadar kolesterol pada manusia adalah 1,2 ml/0,086 = 13,95
dibulatkan menjadi 14 ml per hari. Setelah menjadi emulsi 150 ml maka dosis sekali
C. Emulsi
1. Pengertian emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok (Anonim, 1979). Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu
cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil
(Anonim, 1995).
Emulsi adalah suatu sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak
tercampur, biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir
kecil dalam cairan yang lain. Dispers ini tidak stabil, butir-butir ini akan bergabung
dan membentuk dua lapisan air dan minyak yang terpisah (Anief, 1999).
Emulsi adalah sistem dispers kasar yang secara termodinamik tidak stabil,
terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain dimana
cairan yang satu terdispersi di dalam cairan yang lain dan untuk memantapkannya
preparat atau sediaan yang stabil dan merata atau homogen dari campuran dua cairan
2. Tipe emulsi
sebagai fase internal ataupun eksternal, emulsi digolongkan menjadi dua macam,
yaitu:
10
2.1. Emulsi tipe O/W (Oil in Water) atau M/A (minyak dalam air), adalah
emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air.
2.2. Emulsi tipe W/O (Water in Oil) atau A/M (air dalam minyak), adalah
emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak.
3. Fase emulsi.
Emulsi terdiri dari dua fase yang tidak dapat bercampur satu sama lainnya,
3.1.Fase Hidrofil (lipofob). Adalah air atau suatu cairan yang dapat
atau lemak (minyak lemak, paraffin, vaselin, lemak coklat, malam bulu domba) atau
4. Zat pengemulsi.
dapat dicampurkan dengan bahan formulatif lainnya dan tidak boleh mengganggu
stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik. Harus stabil dan tidak terurai dalam preparat.
Zat pengemulsi harus tidak toksis pada penggunaan dan jumlahnya yang dimakan
oleh pasien. Harus berbau, rasa, dan warna lemah. Kemampuan zat pengemulsi untuk
membentuk emulsi dan menjaga stabilitas dari emulsi tersebut. Diantara zat
akasia (gom), tragakan, agar, kondrus, dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk
koloida hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan umumnya menghasilkan emulsi
m/a. Gom mungkin merupakan zat pengemulsi yang paling sering digunakan dalam
preparat emulsi yang dibuat baru (r.p) oleh ahli farmasi di apotek. Agar umumnya
digunakan sebagai zat pengental dalam produk-produk yang diemulsikan dengan gom
(Ansel, 1989).
4.2. Zat-zat protein seperti: gelatin, kuning telur dan kasein. Zat-zat ini
menghasilkan emulsi m/a. Kerugian gelatin sebagai zat pengemulsi adalah bahwa
emulsi yang disiapkan dari gelatin seringkali terlalu cair dan menjadi lebih cair pada
4.3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti: stearil alkohol, setil
alkohol, dan gliseril monostearat. Bahan-bahan ini digunakan terutama sebagai zat
pengental dan penstabil untuk emulsi m/a dari lotio dan salep tertentu yang digunakan
sebagai emulsi untuk obat luar dan menghasilkan emulsi a/m (Ansel, 1989).
4.4. Zat-zat pembasah, yang bisa bersifat kationik, anionik dan nonionik.
Zat-zat ini mengandung gugus-gugus hidrofilik dan lipofilik, dengan bagian lipofilik
dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut. Dalam zat
anionik, bagian lipofilik ini bermuatan negatif, tapi dalam zat kationik bagian
lipofilik ini bermuatan positif, karena muatan ionnya yang berlawanan, zat anionik
dan zat kationik cenderung untuk saling menetralkan jika ada sistem yang sama, jadi
12
kedua bahan ini tidak tercampur satu sama lainnya. Zat pengemulsi nonionik
4.5. Zat padat yang terbagi halus. Seperti: tanah liat koloid termasuk
emulsi m/a bila bahan yang tidak larut ditambahkan ke fase air jika ada sejumlah
volume fase air lebih besar dari fase minyaknya (Ansel, 1989).
daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut daya kohesi. Molekul
juga memiliki daya tarik menarik antarmolekul yang tidak sejenis disebut daya
adhesi. Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan suatu zat cair
akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi
(Syamsuni, 2007).
molekul emulgator, ada bagian yag bersifat suka air atau mudah larut dalam air, dan
ada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak (Syamsuni, 2007).
5.3. Teori Film Plastik (Interfacial Film). Teori ini mengatakan bahwa
emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan
film yang akan membungkus partikel fase dispers atau fase internal. Sehingga usaha
13
partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang atau fase dispers menjadi
terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan dengan permukaan
minyak akan bermuatan sejenis, lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang
emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami hal-hal yang sering timbul dalam proses
tetesan fase intern. Definisi lain, creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase dispers) lebih
banyak dari lapisan yang lain dibanding dengan emulsi mula-mula (Anief, 1999).
6.2. Inversi adalah berubahnya tipe emulsi dari M/A ke A/M atau
reversible, berbeda dengan proses pecahnya emulsi yang bersifat irreversible. Pada
tetesan dalam bentuk emulsi yang stabil, karena film yag meliputi partikel sudah
7.1. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat
7.1.1. Fase dispers yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran
7.1.2. Fase eksternal yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi
memperoleh emulsi yang stabil. Semua emulgator bekerja dengan membentuk film di
sekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi. Film ini bekerja mencegah koalesan
dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah. Berfungsi untuk menstabilkan
emulsi.
8.1. Gula (Glukosa). Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih
dari 101,5% C6H12O6, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan, merupakan
hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau dan rasanya
manis. Mudah lart dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut
15
dalam etanol (95%) P mendidih dan sukar larut dalam atanol (95%) P
(Anonim, 1979).
8.2. Nipasol. Berupa serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa. Sangat
sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton P,
dalam 140 bagian gliserol P dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam
larutan alkali hidroksida (Anonim, 1979). Mengandung tidak kurang dari 99,0% dan
tidak lebih dari 100,5% C10H12O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan
(Anonim, 1995).
8.3. Nipagin (metil paraben). Berupa serbuk hablur putih, hampir tidak
berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal. Nipagin
berguna untuk pengawet dalam fase air (Anonim, 1995). Larut dalam 500 bagian air,
dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian
aseton P, mudah larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam
60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika
8.4. P.G.A (pulvis gummi arabicum) berupa serbuk putih atau putih
kekuningan, tidak berbau. Larut hampir sempurna dalam air, tetapi sangat lambat
meninggalkan sisa bagian tanaman dalam jumlah sangat sedikit, dan memberikan
cairan seperti mucilage, tidak berwarna atau kekuningan, kental, lengket, transparan,
bersifat asam lemah terhadap kertas lakmus biru, praktis tidak larut dalam etanol dan
8.5. Minyak wijen (Oleum Sesami) adalah minyak lemak yang diperoleh
8.6. Agar-agar, emulgator ini kurang efektif apabila dipakai sendirian. Pada
umumnya zat ini ditambahkan untuk menambah viskositas dari emulsi dengan gom
arab. Sebelum dipakai agar-agar tersebut dilarutkan dengan air mendidih kemudian
didinginkan pelan-pelan sampai suhu tidak kurang dari 45oC (bila suhunya kurang
Emulsi bisa dibuat dengan beberapa cara, tergantung pada sifat komponen
emulsi dan perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Dalam ukuran kecil preparat
emulsi yang dibuat baru dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu:
9.1. Metode Gom Basah (metode Inggris). Metode ini cocok untuk
pembuatan emulsi dengan mucilago atau gom yang dilarutkan sebagai emulgator.
Metode ini perlu dipakai meskipun lambat dan tidak berdasarkan kenyataan seperti
pada cara kontinental kecuali kalau emulgator yang mau dipakai berupa cairan atau
(Anief, 1999).
9.2. Metode Gom Kering (metode continental 4:2:1). Metode ini khusus
untuk emulsi dengan emulgator gom kering. Emulsi pertama-tama (korpus emuls)
dibuat dengan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu sisa air dan
bahan lain ditambahkan (Anief, 1999). Dalam metode ini gom atau zat pengemulsi
17
m/a lainnya dihaluskan dengan minyak dalam mortir porselen dengan sempurna
sampai seluruhnya bercampur. Sesudah minyak dan gom dicampur, dua bagian air
kemudian ditambahkan sekaligus, dan campuran tersebut digerus dengan segera dan
dengan cepat serta terus menerus sampai emulsi utama terbentuk berwarna putih krim
bahan formulatif cair lainnya dengan pengadukan. Zat padat seperti pengawet, zat
penstabil, zat warna dan bahan pemberi rasa dilarutkan dalam air dengan volume
yang sesuai dan ditambahkan sebagai larutan ke emulsi utama tersebut (Ansel, 1989).
tiap-tiap surface active agent (s.a.a) dan dihubungkan dengan perbandingan ukuran
pemakaian yang dikehendaki. Sistem HLB pada tiap molekul surfaktan terdapat
bagian yang bersifat hidrofil atau suka air dan sebagian bersifat lipofil atau suka
minyak, perlu suatu kesetimbangan tertentu antara kedua bagian bagi bermacam-
macam tipe fungsi surfaktan. Makin rendah nilai HLB surfaktan makin lipofil
surfaktan tersebut, sedang makin tinggi nilai HLB surfaktan, maka makin hidrofil zat
Menurut Anief (1999) untuk menunjukkan nilai HLB yang dibutuhkan bagi
9.4. Metode Botol atau Metode Botol Forbes. Untuk pembuatan emulsi
yang dibuat baru dari minyak-minyak menguap atau zat-zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah digunakan metode botol. Dalam metode ini serbuk gom
arab ditaruh dalam suatu botol kering, kemudian ditambahkan dua bagian air dan
campuran tersebut dikocok dengan kuat dalam wadah yang tertutup. Suatu volume air
yang sama dengan minyak kemudian ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus
mengocok campuran tersebut setiap kali ditambahkan air. Jika semua air sudah
ditambahkan, emulsi utama yang terbentuk bisa diencerkan sampai mencapai volume
yang tepat dengan air atau larutan zat formulatif lain dalam air (Ansel, 1989).
pengocokan mekanis, getaran ultrasonik, atau listrik diperlukan untuk mengubah fase
internal menjadi tetesan-tetesan kecil. Jumlah input kerja tergatung pada panjangnya
waktu selama energi disuplai, dengan demikian penjadwalan input kerja menjadi
memungkinkan emulsi dibuat dengan melewatkan uap suatu cairan ke dalam fase luar
yang mengandung zat pengemulsi yang sesuai. Proses emulsifikasi ini disebut metode
kondensasi, relatif lambat dan terbatas pada pembuatan emulsi encer dari bahan-
bahan yang mempunyai tekanan uap relatif rendah, sehingga secara teoritis amat
penting. Emulsifikasi dengan dispersi yang lebih praktis dipengaruhi oleh panas atau
lebih baik, perubahan dalam temperatur dengan sejumlah cara. Kenaikan dalam
inverse. Tipe inverse ini dapat terjadi selama pembentukan emulsi, karena emulsi
umumnya dibuat pada temperatur yang relatif tinggi dan kemudian diturunkan sampai
inverse fase umumnya dianggap sangat stabil, dan dijamin mengandung fase dalam
kemungkinan untuk kolisi antara tetesan-tetesan menjadi lebih sering, sehingga dapat
terjadi penggabungan. Hindari waktu pengocokan yang terlalu lama, pada waktu dan
sesudah pembentukan emulsi. Waktu yang dibutuhkan untuk pengocokan dan waktu
optimum yang diperlukan untuk emulsifikasi ini biasanya ditentukan secara empiris.
Nyata dalam pembuatan suatu emulsi, dua cairan yang tidak saling bercampur
dicampur dalam suatu wadah yang sesuai dengan adanya suatu pengemulsi, kemudian
itu perlu untuk sangat tergantung pada informasi toksikologis dari penyalur atau
dalam literatur ilmiah, dan pada aktivitas pengaturan oleh badan-badan pemerintah.
mempunyai banyak pilihan bahan emulsi yang berbeda dalam biaya dan
bagian minyak dari suatu emulsi dan jumlah relatifnya ditentukan terutama dengan
kosmetik, fase minyak, kecuali yang merupakan zat aktif, bisa meliputi beraneka
ragam minyak yang berasal dari alam atau lemak sintetis. Konsistensi lemak-lemak
ini bisa berkisar dari cairan yang dapat mengalir sampai padatan yang cukup keras
seringkali ditentukan oleh kelarutan zat aktif, yang harus terdapat pada suatu tingkat
besar zat pengemulsi: surfaktan, koloid hidrofilik dan zat padat yang terbagi halus.
Walaupun koloid hidrofilik dan zat padat yang terbagi halus dapat digunakan sebagai
Untuk mengetahui mutu dan kualitas emulsi, maka perlu diuji stabilitasnya.
Biasanya bulatan-bulatan emulsi A/M yang baru dibuat memflokulasi amat cepat.
Akibatnya viskositas menurun dengan cepat dan terus-menerus untuk beberapa lama
(5 sampai 15 hari pada temperatur kamar) dan kemudian relative lebih konstan.
Emulsi M/A berperilaku berbeda sekali, dalam hal ini bulatan gumpalan
pembentukan krim merupakan suatu fungsi gravitasi, dan karenanya kenaikan dalam
rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam setara dengan efek
gravitasi untuk kira-kira satu tahun. Kecepatan sedang yang disarankan Becher
(kira-kira 25.000 rpm atau lebih) dapat diharapkan menyebabkan efek yang tidak
diamati selama umur normal suatu emulsi. Ultrasentrifugasi emulsi menciptakan tiga
lapisan: lapisan atas dari minyak yang terkoagulasi, lapisan pertengahan dari emulsi
yang tidak terkoagulasi, dan suatu lapisan air yang pada dasarnya murni. Dapat
yang sangat berguna untuk mengevaluasi dan meramalkan shelf-life emulsi (Lachman
dkk, 1994).
pada emulsi dapat dilihat secara visual untuk melihat sediaan emulsi tetap stabil
selama penyimpanan.
23
dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan yang cocok, harus menunjukkan
dapat digunakan. Disarankan agar tidak hanya melakukan satu cara saja, oleh karena
perhitungan dengan hanya sebuah metode, data yang dihasilkan sering menyebabkan
emulsi dengan jumlah fase minyak yang sangat tinggi (Voigt, 1995).
12.1. Metode warna. Beberapa tetes larutan bahan pewarna dalam air
(metilen biru) dicampurkan kedalam contoh emulsi. Jika seluruh emulsi berwarna
seragam maka emulsi yang diuji berjenis M/A, karena air adalah fase luar. Sampel
sebaiknya dapat diuji dengan bahan pewarna larut lipoid, misalnya dengan beberapa
tetes larutan sudan III dalam minyak. Pewarnaan homogen hanya akan terjadi pada
emulsi A/M, karena bahan pewarna larut lipoid hanya mampu mewarnai fase minyak.
Metode warna juga menguntungkan jika dilakukan pada mikroskop (Voigt, 1995).
bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan. Jika ke dalam sedikit sampel emulsi
kembali emulsi homogen, maka emulsi yang diuji berjenis M/A. Jika sampel
dicampur dengan minyak, maka hal ini akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada
jenis A/M akan diperoleh hasil yang sebaliknya. Metode pengenceran juga dapat
24
dilakukan sebagai berikut: jika 1 tetes emulsi dicampurkan kedalam air dan segera
emulsi M/A. 1 tetes emulsi A/M akan tetap berada pada permukaan air
(Voigt, 1995).
12.3. Percobaan pencucian. Hanya emulsi M/A yang mudah dicuci dengan
(Voigt, 1995).
12.4. Percobaan cincin. Jika 1 tetes emulsi yang diuji diteteskan pada
kertas saring, maka emulsi M/A dalam waktu singkat membentuk cincin air
meyakinkan dapat dihasilkan oleh pengujian daya hantar. Jika dua kawat yang
dihubungkan dengan batere lampu senter dicelupkan kedalam sampel emulsi, maka
hanya pada emulsi M/A akan terjadi simpangan pada miliampermeter. Hanya air
sebagai fase luar dapat memberikan aliran listrik. Elektrolit yang diperlukan untuk
menghantarkan listrik terkandung dalam setiap air. Pada emulsi A/M fase luarnya
12.6. Dengan kertas saring atau kertas tisu. Jika emulsi diteteskan pada
kertas saring tersebut terjadi noda minyak, berarti emulsi tersebut tipe A/M, tetapi
jika terjadi basah merata berarti emulsi tersebut tipe M/A (Syamsuni, 2006).
25
D. Landasan Teori
Emulsi minyak wijen (Oleum sesami) dibuat dengan metode gom basah
karena metode ini cocok untuk pembuatan emulsi dengan mucilagines atau gom yang
dilarutkan sebagai emulgator. Emulsi minyak wijen ini dibuat dengan menggunakan
emulgator P.G.A supaya menghasilkan emulsi yag baik dan dapat diterima
konsumen dan dengan bahan pengental agar-agar untuk mencegah terpisahnya fase
minyak dan fase air (Creaming) dengan konsentrasi 0,5 %, 0,6 % dan 0,7 %.
kolesterol dalam tubuh. Karena minyak wijen (Oleum sesami) rasanya kurang enak
E. Hipotesis
wijen (Oleum sesami) dapat dibuat emulsi dengan menggunakan emulgator P.G.A.
Emulsi dengan P.G.A bisa diberi pengental agar-agar sebagai zat pengental dengan
konsentrasi 0,5%, 0,6% dan 0,7% (b/v). Bahan pengental agar-agar yang
berpengaruh terhadap uji stabilitas emulsi yang meliputi uji viskositas, uji pemisahan
BAB III
METODE PENELITIAN
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah emulsi minyak wijen
(Oleum sesami) dengan pengental agar-agar. Sampel yang digunakan pada penelitian
ini adalah emulsi minyak wijen (Oleum sesami) dengan bahan pengental agar-agar
B. Variabel Penelitian
Variabel utama adalah variabel yang terdiri dari variabel bebas, variabel
kendali dan variabel tergantung. Dalam penelitian ini variabel utama adalah pengaruh
(Oleum sesami).
Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel yang
Variabel bebas dari penelitian ini adalah konsentrasi agar-agar yang digunakan
Variabel kendali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah variabel yang
26
27
perlu ditetapkan kualifikasinya agar hasil yang didapatkan tidak tersebar dan dapat
diulang dalam penelitian ini secara tepat. Variabel terkendali dari penelitian ini
penelitian ini. Variabel tergatung dari penelitian ini adalah uji stabilitasemulsi yang
meliputi viskositas emulsi, uji sedimentasi, pemisahan fase dan penentuan jenis
emulsi.
1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan listrik, gelas
2. Bahan
D. Jalannya Penelitian
1. Pengambilan sampel
Bahan dari minyak wijen (Oleum sesami), PGA, nipagin, nipasol dan agar-
Penelitian karya tulis ilmiah ini dilaksanakan mulai bulan April 2013 sampai
wijen 66,67 ml dengan gelas ukur dan menimbang nipasol sebanyak 0,08 gram
29
dengan timbangan analitik. Menambahkan nipasol dalam minyak wijen aduk sampai
sedikit ke dalam P.G.A yang sudah mengembang, diaduk sampai homogen, sampai
terdengar suara yang spesifik (Emulsi utama). Menimbang agar-agar sebanyak yang
dalam beaker glass, tambahkan mucilago agar-agar dalam emulsi utama aduk sampai
homogen (campuran homogen). Menimbang gula sebanyak 33,33 gram dan nipagin
sebanyak 0,08 gram dengan timbangan analitik. Melarutkan gula dengan 20 ml air,
aduk sampai homogen. Menambahkan sisa air sambil diaduk sampai 150 ml. Hal ini
5.1. Uji viskositas emulsi. Menuang sediaan yang homogen ke dalam cup
viscometer, memilih dayung yang paling sesuai dan dipasang pada tempat dayung,
kemudian viscometer dipasang pada statip dan memeriksa water pass hingga
dengan menekan tombol on, mencatat viskositas sediaan setelah dayung berputar 3-4
kali hingga menunjukkan angka yang stabil, melakukan uji tersebut dalam setiap
formula.
30
reaksi berskala kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 jam
dapat digunakan. Disarankan agar tidak hanya melakukan satu cara saja, oleh karena
perhitungan dengan hanya sebuah metode, data yang dihasilkan sering menyebabkan
emulsi dengan jumlah fase minyak yang sangat tinggi (Voigt, 1995).
6.1. Metode Warna. Beberapa tetes larutan bahan pewarna dalam air
(metilen biru) dicampurkan kedalam contoh emulsi. Jika seluruh emulsi berwarna
seragam maka emulsi yang diuji berjenis M/A, oleh Karena air adalah fase luar.
Sampel sebaiknya dapat diuji dengan bahan pewarna larut lipoid, misalnya dengan
beberapa tetes larutan sudan III dalam minyak. Pewarnaan homogeny hanya aka
terjadi pada emulsi A/M, oleh Karen bahan pewarna larut lipoid hanya mampu
mewarnai fase minyak. Metode warna juga menguntungkan jika dilakukan pada
6.2. Percobaan Pencucian. Hanya emulsi M/A yang mudah dicuci dengan
(Voigt, 1995).
31
6.4.Dengan kertas saring atau kertas tisu. Sediakan kertas saring atau
kertas tisu.Teteskan emulsi pada kertas saring atau kertas tisu. Amati noda, apabila
ada minyak berarti emulsi tersebut tipe M/A, tetapi apabila basah merata berarti
E. Metode Analisis
dan penentuan jenis emulsi. Emulsi yang dibuat dengan emulgator P.G.A dan bahan
dan pustakan lain. Perbedaan ketiga formula dianalisis menggunakan SPSS 16 uji
Penelitian ini dilakukan dengan cara kerja yang dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Menimbang P.G.A 16,67 g dikembagkan Mengambil 66,67 ml minyak wijen
dengan 33,34 ml air dalam mortis dan menimbang nipasol 0,08 g
campur dan aduk ad larut.
Campuran homogen II
Analisa Hasil
Kesimpulan