Anda di halaman 1dari 9

FORMULASI TABLET KUNYAH DARI EKSTRAK ETANOL CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.

)
DENGAN VARIASI PENGISI MANITOL – DEKSTROSA MENGGUNAKAN METODE GRANULASI
BASAH
BAB I

A. Latar belakang
Cabai rawit (Capsicum frutecens L.) merupakan tanaman yang memiliki
khasiat sebagai senyawa antioksidan. Flavonoid merupakan senyawa yang terdapat
didalam buah cabai rawit. Flavonoid memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang
cukup baik.(1). Cabai rawit dalam bentuk ekstrak sangat sulit untuk diterima
masyarakat karena kekurang praktisan dan juga rasa pedas yang dihasilkan cabai
rawit sulit untuk konsumsi secara langsung. Maka dari pada itu peru dilakukan
formulasi dalam suatu tablet kunyah agar dapat diterima masyarakat dan mudah
untuk di konsumsi. Sediaan tablet kunyah umumnya harus dapat memberikan
kenyamanan saat dikonsumsi. Baik itu dari segi rasa yang dapat menutupi rasa
kurang enak dari zat aktif maupun penampilanya yang baik.(2). Salah satu faktor
yang mempengaruhi kenyamanan pada sediaan tablet kunyah yaitu variasi dari bahan
pengisi. Selain harus dapat menutupi rasa dari zat aktif yang kurang enak juga pengisi
dapat mempengaruhi sifat fisik dari sediaan tablet kunyah itu sendiri. Pembuatan
tablet kunyah cabai rawit dalam penelitian ini menggunakan bahan pengisi yaitu
kombinasi dari manitol dan dekstrosa. Manitol memiliki kelebihan dari segi rasa yang
khas yang diharapkan dapat menutupi rasa yang kurang enak dari zat aktif. Kemudian
dikombinasikan dengan dekstrosa yang diharapkan dapat memberikan sifat fisik yang
baik dengan dikombinasikan manitol. (2). Pembuatan tablet pada penelitian ini
menggunakan metode granulasi basah. Metode ini memiliki kelebihan meningkatkan
waktu alir menjadi lebih baik. Metode ini dilakukan dengan membasahi massa
campuran(agous).

B. Rumusan masalah
1.
BAB II
Tinjauan pustaka

2.1 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

2.1.1 Klasifikasi Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)


Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) memiliki beberapa nama daerah
antara lain : di daerah jawa menyebutnya dengan lombok japlak, mengkreng,
cengis, ceplik, atau cempling. Dalam bahasa sunda cabai rawit disebut
cengek. Sementara orang-orang di Nias dan Gayo menyebutnya dengan nama
lada limi dan pentek. Secara internasional, cabai rawit dikenal dengan nama
thai pepper (Tjandra, 2011). Menurut Simpson (2010), klasifikasi cabai rawit
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capsicum
Species : Capsicum frutescens L.
2.1.2 Karakteristik Morfologi Cabai Rawit
Cabai rawit adalah tanaman perdu yang tingginya hanya sekitar 50-
135 cm. tanaman ini tumbuh tegak lurus ke atas. Akar cabai rawit merupakan
akar tunggang. Akar tanaman ini umumnya berada dekat dengan permukaan
tanah dan melebar sejauh 30-50 cm secara vertikal, akar cabai rawit dapat
menembus tanah sampai kedalaman 30-60 cm. Batangnya kaku dan tidak
bertrikoma. Daunnya merupakan daun tunggal yang bertangkai. Helaian daun
bulat telur memanjang atau bulat telur bentuk lanset, dengan pangkal runcing
dan ujung yang menyempit (Gambar 1). Letaknya berselingan pada batang
dan membentuk pola spiral (Tjandra, 2011). Bunga cabai rawit terletak di
ujung atau nampak di ketiak, dengan tangkai tegak ( Steenis et al., 2002). Hal
ini juga didukung oleh penyataan Tjandra (2011), yang mengatakan bahwa
bunga cabai rawit keluar dari ketiak daun. Warnanya putih atau putih
kehijauan, ada juga yang berwarna ungu. Mahkota bunga berjumlah 4-7 helai
dan berbentuk bintang. Bunga dapat berupa bunga tunggal atau 2-3 letaknya
berdekatan. Bunga cabai rawit ini bersifat hermaprodit (berkelamin ganda).
Buah buni bulat telur memanjang, buah warnanya merah, rasanya sangat
pedas, dengan ujung yang mengangguk 1,5-2,5 cm. Buah cabai rawit tumbuh
tegak mengarah ke atas. Buah yang masih muda berwarna putih kehijauan
atau hijau tua. Ketika sudah tua menjadi hijau kekuningan, jingga, atau merah
menyala (Gambar 1)

2.1.3 Kandungan gizi dan manfaat cabai Rawit

Cabai rawit merupakan tanaman yang mempunyai banyak kandungan. Kandungan-


kandungan tersebut meliputi kapsaisin, kapsantin, karotenid, alkaloid, resin, dan
minyak atsiri. Selain itu, cabai ini juga kaya akan kandungan vitamin A, B, C
(Tjandra, 2011). Zat gizi seperti protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P),
besi (Fe), vitamin (salah satunya adalah vitamin C) dan mengadung senyawa -
senyawa alkaloid, seperti kapsaisin, flavonoid, dan minyak esensial juga kerkandung
dalam tanaman ini (Prajnanta (2007) dalam Arifin (2010)). Menurut Setiadi (2006)
dalam Arifin (2010), cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan
cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai
rawit kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai hijau segar
hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar 470, dan cabai merah kering
576 SI.

2.2 Fast Disintegrating Tablet

FDT merupakan tablet yang didesain untuk cepat hancur di dalam saliva tanpa
perlu adanya air, dibutuhkan waktu sampai satu menit untuk terdisintegrasi.
Formulasi ini diresepkan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan,
seperti pada pasien pediatric, geriatric, dan gangguan mental (skizofrenia) (Asish,
2011). Kriteria obat yang dapat dibuat FDT adalah obat-obat yang termasuk dalam
Biopharmaceutical Classification System II, yaitu, obat dengan kelarutan yang rendah
dan permeabilitas tinggi. Ibuprofen termasuk senyawa model Biopharmaceutical
Classification System II , yang telah dirumuskan dapat di formulasikan kedalam
system pengiriman obat cepat larut (Parkash et al, 2011). Penggunaan sodium starch
glycolate (SSG) sebagai superdisintegrant dapat meningkatkan alir, kekerasan dan
pembubaran tablet. Ibuprofen secara bersamaan tanpa interaksi yang signifikan antara
ibuprofen dan turunannya (Nokhodochi et al, 2015).

Obat-obatan yang solid dapat ditingkatkan waktu hancurnya di dalam mulut


dengan penambahan bahan yang disebut sebagai disintegrant. Disintegrang adalah
bahan atau campuran bahan tambah untuk formulasi obat yang memfasilitasi
kehancuran tablet atau isi kapsul menjadi partikel yang lebih kecil dan laurt lebih
cepat dibandingkan ada tidaknya disintegrant. Superdisinegrant umumnya digunakan
pada tingkat yang rendah dalam bentuk sediaan padat, biasanya digunakan 1-10%
berat relative terhadap berat total unit dosis. Contoh Superdisintegrant adalah
croscarmelose, crospovidone dan sodium starch glycolate. Superdisintegrant ini
sangat dianjurkan untuk mengembangkan formulasi dimana tablet atau kapsul
disintegrant cepat dan mudah melarutkan bahan tambahan lain dalam tablet
(Deshmkh et al,2012).

FDT terdiri dari dua kerangka komponen system matriks liofilisasi yang
bekerja sama untuk memastikan pengembangan formulasi berhasil. Komponen
pertama adalah polimer yang larut dalam air seperti gelatin, dekstran, alginate, dan
maltodextrin. Komponen ini mempertahankan bentuk dan memberikan kekuatan
mekanik untuk tablet (pengikat). Komponen kedua adalah matriks-pendukung/agen
peningkat disintegrasi seperti sukrosa dan mannitol, yang bertindak dengan
memperkuat kerangka kerja berpori, yang disediakan oleh polimer yang larut dalam
air dan mempercepat disintegrasi FDT (Deshmkh et al, 2012). Bahan tambahan FDT
berupa campuran disintegrantagent (bahan penghancur), soluble agent (bahan
penambah kelarutan), lubricant (pelicin), permeabilizing agent ( bahan peningkat
permeabilitaas), pemanis, penambah rasa dan bahan pewarna (center for drug
evaluation and research, 2008).

Kontrol kualitas FDT meliputi kekerasan tablet yang diukur dengan hardness
tester; friability menggunakan alat roche friability tester; wetting time yang
merupakan perbandingan antara absorpsi air dan berat tablet (wa – wb / wb), dimana
wa adalah berat tablet setelah absorpsi air dan wb adalah berat tablet sebelum
absorpsi air; uji disolusi (basket type); waktu hancur tablet menggunakan
tastesensitibity test dalam mulut; dan keseragaman bobot tablet (Asija et al, 2014).
Keunggulan FDT pada sediaan padat yaitu memberikan kemudahan dari
formulasi tablet, memiliki stabilitas yang baik, dosis akurat, ukuran kemasan kecil,
mudah dalam penanganan oleh pasien. Keunggulan dalam sediaan yaitu memudahkan
untuk menelan, cepat terabsorbsi, tidak ada resiko untuk obstruksi fisik dari bentuk
sediaan. Kelamahan utama dari tablet jenis ini adalah membutuhkan suatu system
pengemasan yang lebih pada tingkat perlindungannya, hal ini berkaitan dengan
kekerasan dan kerapuhan tablet yang lebih rendah serta sangat poros (Sulaiman,
2007).

\
BAB III
Hasil dan pembahasan
BAB IV
Kesimpulan dan saran
dafpus

Anda mungkin juga menyukai