Anda di halaman 1dari 62

SKRIPSI

PENGARUH VITOMOLT PLUS SEBAGAI FEED ADDITIVE


FUNGSIONAL TERHADAP IMUNITAS DAN SINTASAN
IKAN NILA (Oreocrhomis niloticus)

Disusun dan diajukan oleh

KURNIA SANDI
L221 16 518

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
SKRIPSI

PENGARUH VITOMOLT PLUS SEBAGAI FEED ADDITIVE


FUNGSIONAL TERHADAP IMUNITAS DAN SINTASAN
IKAN NILA (Oreocrhomis niloticus)

Disusun dan diajukan oleh

KURNIA SANDI

L221 16 518

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH VITOMOLT PLUS SEBAGAI FEED ADDITIVE FUNGSIONAL


TERHADAP IMUNITAS DAN SINTASAN IKAN NILA (Oreocrhomis niloticus)

Disusun dan diajukan oleh

KURNIA SANDI
L221 16 518

Telah mempertahankan dihadapan Panitia Ujian yang dibentuk dalam


rangka Penyelesaian Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Ilmu
Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin pada tanggal .... dan
dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Prof. Dr. Ir.Yushinta Fujaya, M.Si. Dr. Ir. Sriwulan, MP.


NIP. 19650123 198903 2 003 NIP. 19660630 199103 2 002

Ketua Program Studi


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Dr.Ir.Sriwulan, MP.
NIP. 19660630 199103 2 002

Tanggal lulus:
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kurnia Sandi


NIM : L221 16 518
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan
Jenjang : S1

Menyatakandengan ini bahwa karya tulisan saya berjudul

Pengaruh Vitomolt Plus Sebagai Feed Additive Fungsional Terhadap


Imunitas Dan Sintasan Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus)
Adalah karya tulisan saya sendiri dan bukan merupakan pengambilan alihan
tulisan orang lain, bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya saya sendiri.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau
keseluruhan skripsi ini hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi sesuai atas perbuatan tersebut.

Makassar, 2021
Yang menyatakan

Kurnia Sandi

i
PERNYATAAN AUTHORSHIP

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kurnia Sandi


NIM : L221 16 518
Program Studi : Budidaya Perairan
Fakultas : Ilmu Kelautan dan Perikanan

Menyatakan bahwa publikasi sebagai atau keseluruhan ini Skripsi/Tesis/Disertasi


pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin menyertakan tim pembimbing
sebagai author dan Universitas Hasanuddin sebagai institusinya. Apabila dalam
waktu sekurang-kurangnya dua semester (satu tahun sejak pengesahan Skripsi)
saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Skripsi ini, maka
pembimbing sebagai salah seorang dari penulis berhak mempublikasikannya
pada jurnal ilmiah yang ditentukan kemudian, sepanjang nama mahasiwa tetap
diikutkan.

Makassar, 2021

Mengetahui, Penulis
Ketua Prodi

Dr.Ir.Sriwulan,MP Kurnia Sandi


NIP. 196606301991032002 L221 16 518

ii
ABSTRAK

Kunia Sandi, L22116518. Pengaruh Vitomolt Plus Sebagai Feed Additive


Fungsional Terhadap Imunitas Dan Sintasan Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus).
Dibawah bimbingan Yushinta Fujaya sebagai Pembimbing Utama dan Sriwulan
sebagai Pembimbing Anggota.
Salah satu upaya prevensi dalam tindakan pencegahan adalah
penggunaan immunostimulan dengan menggunakan bahan alami. Imunostimulan
merupakan suatu bahan yang dapat meningkatkan atau merangsang sistem
imun ikan dengan cara berinteraksi langsung dengan sel-sel yang mengaktifkan
sistem imun. Salah satu jenis immunostimulan yang diharapakan dapat
meningkatkan imunitas ikan nila adalah vitomolt plus karena senyawa
fitoekdisteroid, ekstrak temulawak dan temu kunci. Peneltitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh vitomolt plus sebagai feed additive fungsional terhadap
imunitas dan sintasan ikan nila (oreocrhomis niloticus), serta menentukan dosis
vitomolt plus terbaik sebagai feed additive fungsional terhadap imunitas dan
sintasan ikan nila. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September
2020. Pemeliharaan Ikan Nila dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan FIKP
Universitas Hasanuddin, selama 1 bulan. Analisis imunitas di Laboratorium
Parasit dan Penyakit Ikan Universitas Hasanuddin. Penelitian ini didesain dengan
rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil
penelitian menununjukkan bahwa penambahan vitomolt plus pada pakan
memberikan pengaruh terhadap imunitas ikan nila. Dosis 1000 ppm dan 3000
ppm vitomolt plus menunjukkan hasil terbaik dalam meningkatkan total leukosit
ikan nila. Namun ketiga dosis vitomolt plus yang dicobakan (1000, 3000, dan
5000 ppm) memberikan efek yang sama terhadap defrensiasi lekosit, indeks
fagositosis dan sintasan. Dari hasil penelitian disarankan untuk menggunakan
dosis 3000 ppm untuk budidaya ikan Nila.

Kata kunci : Feed Additive, Imunitas, Oreochromis niloticus, Vitomolt plus

iii
ABSTRACT

Kurnia Sandi, L22116518. The Effect of Vitomolt Plus as a Functional Feed


Additive to Immunity and Survival rate of Tilapia Fish (Oreocrhomis niloticus)..
Under the guidance of Yushinta Fujaya as the Main Advisor and Sriwulan as
the Member Advisor.

One of the preventive measures is the use of immunostimulants using


natural ingredients. Immunostimulants are substances that can increase or
stimulate the immune system of fish by interacting directly with cells that activate
the immune system. One type of immunostimulant that is expected to increase
the immunity of tilapia is vitomolt plus due to phytoecdysteroid compounds,
ginger extract and temu Kunci. This study aims to analyze the effect of vitomolt
plus as a functional feed additive to the immunity and survival of tilapia
(oreocrhomis niloticus), and to determine the best dose of vitomolt plus as a
functional feed additive to tilapia immunity and survival. This research was
conducted in August - September 2020. Tilapia maintenance was carried out at
the Hasanuddin University FIKP Fish Hatchery Laboratory, for 1 month. Analysis
of immunity in the Laboratory of Parasites and Fish Diseases Hasanuddin
University. This study was designed with a completely randomized design (CRD)
with 4 treatments and 3 replications. The results showed that the addition of
vitomolt plus to the feed had an effect on tilapia immunity. Doses of 1000 ppm
and 3000 ppm vitomolt plus showed the best results in increasing the total
leucocytes of tilapia. However, the three tested vitololt plus doses (1000, 3000,
and 5000 ppm) had the same effect on leukocyte deficiency, phagocytosis index
and survival. From the research results it is recommended to use a dose of 3000
ppm for Tilapia fish cultivation.

Keywords: Feed Additive, Immunity, Oreochromis niloticus, Vitomolt plus,

iv
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji bagi Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya
yang senantias tercurahkan kepada penulis sehingga dapat merampungkan
penulisan Skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW yang telah menjadi panutan serta telah membawa umat dari lembah
kehancuran menuju alam yang terang benderang.
Limpahkan rasa hormat, kasih sayang, dan terima kasih tiada tara
kepada Ayahanda ..... dan Ibunda .... yang telah melahirkan, mendidik dan
membesarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang yang begitu tulus kepada
penulis sampai saat ini dan senantiasa memanjatkan doa dalam kehidupannya
untuk keberhasilan penulis. Serta keluarga besarku yang selama ini banyak
memberikan doa, kasih sayang, semangat dan saran. Semoga Allah senantiasa
mengumpulkan kita dalam kebaikan dan ketaatan kepada-Nya.
Terima kasih tak terhingga kepada Ibu Prof. Dr. Ir.Yushinta Fujaya, M.Si.
selaku Pembimbing Utama dan kepada ibu .... selaku Pembimbing Anggota atas
didikan, bimbingan, serta waktu yang telah diluangkan untuk memberikan
petunjuk dan menyumbangkan pikirannya dalam membimbing penulis mulai dari
perencanaan penelitian sampai selesainya skripsi ini.

Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan


dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati kepada:

1. Ibu Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Wakil Dekan I,II
dan III dan seluruh Bapak Ibu Dosen yang telah melimpahkan
ilmunya kepada penulis, dan Bapak Ibu Staf Pegawai Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,
2. Bapak Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc. selaku ketua Departemen
Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Hasanuddin beserta seluruh staffnya,
3. Ibu Dr. Ir. Sriwulan, MP. selaku ketua Program Studi Budidaya
Perairan, Departemen Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin sekaligus pembimbing
4. Ibu Prof. Dr. Ir. Yushinta Fujaya, M,Si, selaku Pembimbing utama
penelitian ,

v
5. Prof. Dr. Ir. Haryati Tandipayuk, M,Si, selaku penguji sekaligus
pembimbing akademik penulis yang banyak memberi kritik dan saran
untuk perbaikan skripsi penulis,

6. Prof. Dr. Ir, Hilal Anshary, M,Si. Selaku penguji yang banyak
memberikan masukan, kritik serta saran dalam penulisan skripsi
penulis.

7. Seluruh staf akademik Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,


Universitas Hasanuddin.
8. Tim Penelitian sekaligus teman seperjuangan penelitian, Tim vitomolt
ikan Nila, Emilia Defista, Stevie Crhistianto, Rizaldi Akbar, dan Abdhul
Thalib, yang selalu membantu penulis selama masa penelitian.
9. Terima kasih kepada Fitriani serta Nurul Rahma yang telah
membantu penulis dalam menyusun skripsi, serta memotivasi penulis

10. Terimakasih kepada destrisary yang telah memotivasi penulis


dengan pinjaman buku yang sangat membantu penulis menyeleaikan
skripsi ini
11. Teman yang terus memotivasi penulis untuk mengerjakan skripsi, Muti
dan Salsabila yang telah memotivasi penulis di masa penelitian.
12. Teman-teman seperjuangan Program Studi Budidaya Perairan
angkatan 2016 tanpa terkecuali yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulis yang lebih
baik.
Makassar, 2021

Kurnia Sandi

vi
BIODATA DIRI

Penulis lahir di Bulukumba pada tanggal 30 Oktober 1998 sebagai anak

pertama dari pasangan Muh. Ali dan Sukawati Penulis mengawali pendidikan

formal di SD Negeri 319 lokajaha dan lulus pada tahun 2010, kemudian

melanjutkan pendidikan di SMPN Satap 1 Bulukumba dan lulus pada tahun

2013, dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 11 Bulukumba dan lulus pada

tahun 2016. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Hasanuddin

Makassar melalui jalur Mandiri (JNS) dan sejak itu telah terdaftar sebagai

mahasiswa di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Departemen Perikanan,

Program Studi Budidaya Perairan. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan penulis menyusun skripsi

dengan judul “Pengaruh Vitomolt Plus Sebagai Feed Additive Fungsional

Terhadap Imunitas Dan Sintasan Ikan Nila (Oreocrhomis Niloticus).” yang

dilaksanakan di Laboratorium Pembenihan FIKP UNHAS serta Laboratorium

Parasit dan Penyakit Ikan FIKP, Universitas Hasanuddin.

1
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL..............................................................................................................4
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................5
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................6
I. PENDAHULUAN......................................................................................................7
A. Latar Belakang.....................................................................................................7
B. Tujuan Dan Kegunaan........................................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................10
A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus).........................10
B. Habitat Ikan Nila................................................................................................11
C. Kebiasaan Makan Ikan Nila.............................................................................11
D. Sistem Imun Ikan..............................................................................................11
E. Parameter imunitas ikan...................................................................................12
F. Imunostimulasi...................................................................................................14
G. Vitomolt Plus.....................................................................................................15
III. METODE PENELITIAN....................................................................................19
A. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................................19
B. Hewan Uji...........................................................................................................19
D. Prosedur Pemeliharaan....................................................................................19
E. Parameter Penelitian.........................................................................................20
F. Rancangan Percobaan.....................................................................................22
G. Analisis data.......................................................................................................22
A. Total leukosit......................................................................................................23
B. Indeks fagositosis..............................................................................................23
C. Diferensial Leukosit...........................................................................................24
D. Sintasan..............................................................................................................26
E. Kualitas air..........................................................................................................27
V. PEMBAHASAN......................................................................................................28
A. Total Leukosit......................................................................................................28
B. Diferensial leukosit..............................................................................................29
C. Indeks fagositosis................................................................................................30

2
D. Sintasan................................................................................................................31
E. Kualitas Air...........................................................................................................32
VI. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................................34
A. Kesimpulan............................................................................................................34
B. Saran......................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................35
LAMPIRAN.....................................................................................................................40

3
DAFTAR TABEL

No. Judul tabel Halaman

4
DAFTAR GAMBAR

No. Judul gambar Halaman

5
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul lampiran Halaman

6
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditi air tawar yang


memiliki prospek pengembangan yang cukup besar. Menurut Athira et al.,
(2013), perkembangan ikan nila di Indonesia cukup pesat hal ini di tandai dengan
adanya peningkatan produksi ikan nila dari tahun ke tahun dan merupakan ikan
dengan produksi terbesar yaitu sebanyak 29% dari total produksi ikan di
Indonesia (KKP, 2015)
Dalam proses pemeliharaan ikan nila sering terdapat masalah misalnya
penyakit bakterial. Menurut Hernandes et al., (2009); Rhamadhan et al., (2015)
salah satu bakteri yang menyerang ikan nila adalah Streptocococcus dan
Micrococcus yang bersifat akut dan dapat menyebabkan kematian, jika tidak
ditangani dengan baik. Salah satu cara yang efektif dalam penanggulangan
penyakit adalah tindakan prevensi yaitu tindakan pencegahan dengan cara
meningkatkan sistem pertahanan tubuh ikan menghadapi penyakit. Salah satu
upaya prevensi dalam tindakan pencegahan adalah penggunaan
immunostimulan dengan menggunakan bahan alami. Imunostimulan merupakan
suatu bahan yang dapat meningkatkan atau merangsang sistem imun ikan
dengan cara berinteraksi langsung dengan sel-sel yang mengaktifkan sistem
imun (Gannam & Scrhok, 2001; Rawung & Manoppo, 2014). Imunostimulan
merangsang sistem imun dengan meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit (Yin et
al., 2006; Rawung & Manoppo, 2014). Penggunaan imunostimulan yang
ditambahkan ke dalam pakan dapat meningkatkan resistensi ikan terhadap
infeksi penyakit melalui peningkatan respon imun non spesifik. Salah satu jenis
immunostimulan yang diharapakan dapat meningkatkan imunitas ikan nila adalah
vitomolt plus karena mengandung senyawa fitoekdisteroid, ekstrak temulawak
dan temu kunci.
Vitomolt plus merupakan produk yang dikembangkan dari produk
sebelumnya yaitu produk stimulan molting untuk mempercepat molting pada
kepiting bakau. Produk ini kemudian dikembangkan dengan penambahan
ekstrak temulawak dan temukunci. Menurut Fujaya (2011), Vitomolt merupakan
produk stimulan molting yang dikembangkan oleh Universitas Hasanuddin yang
mengandung fitoekdisteroid yang diekstrak dari tanaman bayam (Amaranthus

7
sp). Fitoekdisteroid merupakan ekdisteroid yang diisolasi dari tumbuhan (Fujaya
et al.,2018). Kandungan fitoekdisteroid berperan meningkatkan pembetukan
protein melalui peningkatan sintesis mRNA (Preston & Dinand, 2002; Aslamyah
& Fujaya, 2010). Fitoekdisteroid juga menstimulasi metabolisme karbohidrat,
biosentesis lipid, dan berperan sebagai immunostimulan dan antioksidan (Lafont
& Dinan, 2003; Aslamyah & Fujaya, 2010).
Temulawak (Curcuma zanthorrhiza) merupakan salah satu komoditas
bahan alam yang memiliki banyak manfaat yang salah satunya disebabkan oleh
bahan aktif kurkuminoid yang biasa dikomsumsi dalam bentuk senyawa
diarilhepatoid yakni kurkumin, demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin.
Penambahan ekstrak temulawak pada pakan akan meningkatkan sistem
pertahanan tubuh karena kandungan bahan aktif (kurkumin). Keberadan
gugusan phenolik pada senyawa tersebut dilaporkan juga menyebabkan aktivitas
antioksidan yang kuat pada sistem biologis (Cahyono et al., 2011). Senyawa
pada temulawak berfungsi sebagai anti bakteri/mikroba(Prastito et al.,2018).
Salah satu tanaman yang juga dapat digunakan sebagai immunostimulan
adalah temu kunci (Boesenbergia pandurata Roxb) menurut Eng-Chong et al.,
(2012) dan Mahmudah& Atun (2017), senyawa-senyawa aktif yang terdapat pada
rimpang temu kunci diantaranya plavanon (pinostrobin, pinosembrim,
alpiinetin,dan 5,7-dimetoksiflavanon), kalkon (2’6’-dihidroksi-4’metaloksikalkon,
kordamonin, panduratin A dan B, boesenbergin A dan B dan rubranin)
monoterpena (geranial dan neral) dan diterpena (asam piruvat). Selain itu,
rimpang temukunci juga mengandung minyak astiri yang mengandung anti
mikroba. kandungan saponin yang terdapat dalam temu kunci berfungsi sebagai
imunostimulan (Mahmudah & Atun, 2017).
Berdasarkan pernyataan di atas maka upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan imunitas ikan nila adalah dengan menambahkan vitomolt plus
sebagai bahan imunostimulan pada pakan ikan nila sehingga diharapkan mampu
meningkatkan sistem imun dan sintasan ikan nila.

B. Tujuan Dan Kegunaan

Peneltitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh vitomolt plus


sebagai feed additive fungsional terhadap imunitas dan sintasan ikan nila
(oreocrhomis niloticus), serta menentukan dosis vitomolt plus terbaik sebagai
feed additive fungsional terhadap imunitas dan sintasan ikan nila.

8
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai bahan informasi bagi
pengembangan budidaya ikan nila dan sebagai informasi bagi penelitian dan
pengembangan inovasi selanjutnya.

9
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Adapun klasifikasi ikan nila menurut Amri & Khairuman, (2007) yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Cordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Achanthopterygii
Ordo : Perciformes
Familia : Cichlidae
Genus : Oreochoromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Adapun bentuk tubuh bagian luar ikan nila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Bentuk tubuh ikan nila (Arifin, 2016).

Secara umum bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping dengan sisik
tubuh berukuran besar, matanya besar, menonjol dan bagian tepinya berwarna
putih. Gurat sisik terputus dibagian tengah badan kemudin berlanjut tetapi
letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang dari sirpi
dada.Jumlah sisik pada gurat sisiknya berjumlah 34 buah.Sirip punggung, sirip
perut dan sirip dubur mempunyai jari jari yang lemah namun panjangdan tajam
seperti duri.Sirip punggungnya berwarna hitam begitupun sirip dadanya.bagian
pinggir sirip berwarna abu-abu hitam. Sirip ekor dan sirip punggungnya memiliki
pola garis-garis hitam.Ikan nila memiliki 5 buah sirip yaitu sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor.Sirip punggung nya memanjang, dari
bagian tutup atas insang hingga bagian atas sirip ekor.Ada sepasang sirip dada

10
dan sirip perut yang berukuran kecil.Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk
agak panjang.Sementara itu sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah
satu buah(Amri & khairuman, 2007).

B. Habitat Ikan Nila

Pada awalnya ikan nila diperkirakan hidup di perairan tawar Afrika,


beberapa sumber menyebutkan bahwa ikan ini berasal dari sungai Nil. Ikan ini
mulai menyebar kedaerah selatan melewati danau raft dan tanganyika, yang
lambat laut menyebar ke benua Eropa, Amerika dan Asia (Rukmana, 1997).
Habitat ikan nila adalah air tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-
rawa tetapi karena toleransi ikan nila tersebut sangat luas terhadap salinitas
(eury haline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan air laut.
Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0-35 ppt (part perthousand), pertumbuhan
ikan nila secara optimal pada saat salinitas 0-30 ppt (Mujalifah et al., 2018).

C. Kebiasaan Makan Ikan Nila

Ikan Nila merupakan golongan ikan omnivora yang cenderung herbivora


yang sangat responsif terhadap pakan buatan (Saopiadi et al., 2012). Menurut
Tjahjo & Purnomo (1998), Ikan nila merupakan ikan pemakan plankton terutama
fitoplankton dan detritus, dimana fitoplankton merupakan makanan utama dan
detritus merupakan makanan pelengkapnya.
Kebiasaan makan ikan nila berhubungan dengan suhu perairan dan
intensitas sinar matahari. Pada siang hari di mana intensitas matahari cukup
tinggi dan suhu air meningkat, ikan nila lebih agresif terhadap makanan .
Sebaliknya dalam keadaan mendung atau hujan, apalagimalam hari ketika suhu
air rendah, ikan nila menjadi kurang agresif terhadap makanan (Djarijah, 2002;
Apriliza 2012).

D. Sistem Imun Ikan

Sistem imun terdiri atas semua sel, jaringan dan organ yang diperlukan
untuk respon imun (Rauf et al., 2016).Menurut Mori, (1990); Alifuddin (2002)
respon imunitas pada hewan merupakan upaya proteksi terhadap infeksi. Setiap
adanya infeksi bakteri, virus dan parasit ke dalam tubuh, maka ikan atau udang
akan memberikan respon dengan sistem pertahanan tubuh (Ode, 2013). Sistem
pertahanan tubuh terbagi menjadi dua sistem yaitu sistem pertahanan non

11
spesifik dan sistem pertahanan spesifik. Sistem pertahanan non spesifik
merupakan sistem pertahanan tubuh yang memberikan respon langsung
terhadap berbagai serangan mikroorganisme patogen (antigen), sementara
sistem pertahanan spesifik membutuhkan waktu untuk mengenal antigen
sebelum memberi respon (Satyantini et al., 2016).
Pada ikan sistem pertahanan yang paling sering digunakan adalah
mekanisme pertahanan non spesifiknya dibanding sistem pertahanan spesifiknya
(Anderson, 1992: Ode ,2013). Sistem imun spesifik pada ikan baru terbentuk
sempurna jika ikan telah memasuki fase dewasa, dimana ikan muda tidak
memiliki respon imun spesifik yang sempurna (Ellis,1999; Ode, 2013). Sehingga
ikan bergantung pada respon imun non spesifik selama stadia benih dan ikan
muda (Vadstein, 1997: Ode, 2013).
Sistem pertahan non spesifik merupakan sistem pertahanan penting yang
bersifat dasar bagi invertebrata (Lusiastuti et al., 2013). Komponen sistem imun
nonspesifik terdiri dari penghalang fisik terhadap infeksi, pertahanan humoral dan
sel sel fagositik, (Leukosit, granulosit dan agranulosit) (Ode, 2013).Sistem imun
non spesifik terdiri dari sistem pertahanan seluler dan sistem pertahanan
humoral. Iwana & Nakanishi (1996) dan Gusman (2011) menyatakan bahwa
sistem imun nonspesifik untuk pertahanan seluler pada ikan diketahui termasuk
diantaranya adalah monosit/makrofag, Granulosit, dan sel sitotoksik nonspesifik
(NCCs). Makrofag dan granulosit merupakan sel mobil fagositosis yang
ditemukan di dalam darah dan jaringan sekunder limpoid, juga biasanya
ditemukan dalam kasus inflamasi penting yang merupakan respon seluler
terhadap invasi mikroba dan atau cedera jaringan yang mengakibatkan
akumulasi lokal pada leukosit dan cairan mukus. Sistem imun nonspesifik pada
pada pertahanan humoral diantaranya adalah serum mucus pada ikan yang
mengandung berbagai macam substansi nonspesifik yang bisa menghambat
pertumbuhan mikroorganisme penginfeksi. Substansi-substansi ini sebagian
besar merupakan protein dan glycoprotein yang memiliki prekusor di dalam
darah. Faktor pertahanan humoral diantaranya adalah lysozyme, komplemen
(substansi pelengkap), interferon, protein C-reaktif, transferin dan lectin.

Inflamasi merupakan suatu respon seluler nonspesifik terhadap invasi


patogen atau toksin, inflamasi ditandai dengan rasa sakit, pembengkakan, kulit
memerah (peradangan), suhu tubuh naik, atau kehilangan fungsi-fungsi
fisiologis.Hal tersebut merupakan respon protektif awal tubuh dalam upaya

12
menghalangi patogen dan menghancurkannya, (Galindo &Hosokawa, 2004;
Ode, 2013). Ikan hanya mensintesis satu kelas imunoglobulin (IgM). Pada ikan
teleostei IgM serum bersifat tetrametrik dan pada ikan-ikan bertulang rawan
bersifat penta merik. IgM lebih efisien dibandingkan dengan IgG dalam aktivasi
komplemen, opsonisasi, netralisasi virus dan aglutinasi. IgM dijumpai pada
mukus ikan dan merupakan imunitas yang dimediasi oleh sel. Sel-sel sitotoksik T
membantu membunuh sel-sel yang terinfeksi serta sel-sel abnormal (Lichtman
dan Abul, 2005; Ode,2013).

E. Parameter imunitas ikan

Salah satu indikator keberhasilan usaha budidaya adalah adalah kondisi


kesehatan ikan, oleh karena itu penanganan penyakit penting untuk dilakukan,
(Putra et al., 2015). Kesehatan ikan dapat diukur menggunakan pengamatan
kondisi hematologi. Parameter hematologi yang diukur meliputi total leukosit,
diferensial leukosit, dan indeks fagositosis (Agustinus et al., 2010).

1. Indeks fagositosis

Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan non spesifik yang secara


umum melindungi serangan penyakit (Lusiastuti et al., 2013). Sel fagositosis
terdiri atas Leukosit, granulosit dan agronulosit. Sel-sel fagosit akan mengenali
dan menelan partikel-partikel antigenik, termasuk bakteri dan sel-sel inang yang
rusak melalui tiga tahapan proses yaitu pelekatan, fagositosis dan pencernaan.
Pelekatan pada permukaan sel bersifat selektif dan sel-sel inang yang sehat
tidak akan ditelan karena adanya mekanisme pengecualian tipe I MHC (MHC
Type I exclusion mechanism) meskipun identifikasi gen-gen MHC terbatas pada
beberapa spesies saja. Sel-sel fagosit Ini berfungsi untuk melakukan fagositosis
terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh inang (Ode, 2013). Proses
fagositosis merupakan sesuatu fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh
macrophage activating factor(MAF) yang akan merangsang transkripsi berbagai
gen yang menyandi berbagai protein untuk aktivasi makrofag (Juharni&
Muchdar, 2017). Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan presentase sel-sel
fagosit yang menunjukkan proses fagositosis (Anderson & Siwicki, 1995).
Rata-rata indeks fagositosis ikan normal sebesar 6,73% dengan kisaran
nilai terendah sebesar 4% dan nilai tertinggi sebesar 10%,(Utami et al, 2013).
Metode perhitungan indeks fagositosis yang diungkapkan oleh Anderson dan

13
Siwicki (1993) bahwa sampel darah 50 µL diambil, kemudian dimasukkan ke
dalam mikrotiter plate. Suspensi Staphylococcus aureus dalam PBS (108
CFU/mL) ditambahkan, kemudian larutan dihomogenkan dan diinkubasi dalam
suhu ruangan selama 20 menit. Sampel darah 10 µl diambil untuk sediaan ulas
darah, kemudian dikering udarakan. Fiksasi preparat ulasan darah dengan
methanol selama 8 menit, kemudian dikering udarakan. Rendam preparat ulasan
darah dalam pewarna Giemsa selama 15 menit kemudian cuci dan bilas preparat
dengan aquadest (air mengalir) dan dikering udarakan. Jumlah sel yang
menunjukkan proses fagositosis dihitung dari 100 sel fagosit yang teramati,
(Utami et al, 2013).
Payung & Manoppo, (2017) melaporkan bahwa indeks fagositosis ikan
nila yang diberi ekstrak jahe, menunjukkan presentase aktifitas fagosit setelah 4
minggu pemberian bahan yaitu sebesar 64,8 % dengan konsentrasi bahan 7,5
g/kg pakan.
2. Total leukosit

Leukosit merupakan sel darah putih yang berperan dalam sistem


kekabalan tubuh, leukosit membantu membersihkan tubuh dari benda asing
termasuk invasi patogen melalui respon kebal dan respon lainnya (Royan et al.,
2014). Ikan yang sakit akan menghasilkan banyak leukosit untuk memfagosit
bakteri dan mensintesa antibody (Moyle & Cech, 2004; Royan et al., 2014)
Metode perhitungan total leukosit dijelaskan oleh Blaxhall dan Daisley
(1973), bahwa sampel darah dihisap dengan pipet yang berisi bulir pengaduk
warna putih hingga skala 0,5 kemudian larutan Turk’s ditambahkan hingga skala
11. Pengadukan dilakukan di dalam pipet dengan cara mengayunkan tangan
yang memegang pipet seperti membentuk angka delapan selama 3-5 menit
hingga darah tercampur rata. Tetesan pertama larutan darah pada pipet dibuang,
kemudian teteskan sampel darah pada haemocytometer kemudian ditutup
dengan gelas penutup. Jumlah total leukosit dihitung sebanyak 5 kotak, (Utami et
al,2013)
Rukyani et al., (1997); Harpeni et al., (2015) menyatakan bahwa jumlah
sel darah putih (leukosit) pada ikan normal berkisar antara 20.000 sel/mm 3
hingga 150.000 sel/mm3. Payung & Manoppo, (2015) melaporkan peningkatan
total leukosit dengan penambahan ekstrak jahe kedalam pakan, total leukosit
yang didapatkan yaitu 14,4x107 sel/ml.

14
3. Diferensial Leukosit
Leukosit terdiri atas beberapa jenis yaitu, limfosit, monosit, dan neutrophil
(Lusiastuti, 2013) (Gambar 2).

(1) (2) (3)


Gambar 2. Jenis jenis leukosit pada ikan, Limfosit (1) monosit (2) dan neutrofil
(3), (Widyaningrum et al.,2013)

Limfosit memiliki inti sel besar berbentuk bulat, monosit berukuran besar
dengan bentuk tidak teratur sedangkan neutrofil memiliki bentuk sel oval dengan
sitoplasma bergranula dan inti sel eksentrik (Mahasri et al., 2011). Setiap sel inti
mempunyai warna dan bentuk yang berbeda. Neutrofil berwarna merah kebiruan
dengan tiga inti sel dan bentuk intinya bermacam- macam. Monosit berwarna biru
dengan bentuk bulat panjang. Limfosit berwarna biru pucat dan tidak dapat
bergerak bebas (Caraka et al, 2017).
Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran halus tipis
dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna asam (eosin) dan warna
basa (metilen biru), sedang pada granula menghasilkan warna ungu atau merah
muda yang samar (Nugraha 2015).
Berdasarkan ukuranya limfosit dibedakan menjadi beberapa jenis (Kiswari,
2015):
a. Resting lymphocyte : biasanya berukuran kecil (7-10 μm), inti selnya
berbentuk bulat atau oval.
b. Reactive (“activical”) lymphocyte : berukuran paling besar bila terjadi
infeksi misalnya mono nukleosis.
Jenis sel agranulosit ini berjumlah sekitar 3-8% dari seluruh leukosit. Sel
ini merupakan sel yang terbesar di antara sel leukosit karena diameternya sekitar
12-15µm. Bentuk inti dapat berbentuk oval, seperti tapal kuda atau tampak
seakan-akan terlipat-lipat. Butir-butir khromatinnya lebih halus dan tersebar rata
dibandingkan butir khromatin limfosit. Pada sediaan biasa sulit menemukan

15
nukleolus. Sitoplasma monosit tampak berwarna biru abu-abu. Dalam jaringan
monosit berubah menjadi sel makrofag atau sel-sel lain yang diklasifikasikan
sebagai sel fagositik. (Subowo,2009;Crhistina et al, 2016) Perhitungan diferensial
leukosit yaitu
limfosit, monosit, dan neutrofil dengan pengamatan preparat ulas darah.
Metode pembuatan preparat ulas darah yang dijelaskan oleh Anderson dan
Siwicki (1993) adalah gelas objek yang digunakan direndam dalam methanol
terlebih dahulu untuk menghilangkan lemak yang menempel kemudian sampel
darah 10 µL diteteskan pada gelas objek. Ambil gelas objek kedua, kemudian
diletakkan pada gelas objek pertama yang terdapat sampel darah dengan sudut
45odari gelas objek pertama. Geser gelas objek pertama ke belakang sehingga
menyentuh sampel darah, kemudian gelas objek kedua digeser berlawanan arah
sehingga membentuk lapisan tipis darah, setelah itu ulasan darah dikering
udarakan. Ulasan darah yang sudah kering difiksasi dengan methanol selama 8
menit, lalu dikering udarakan. Ulasan darah selanjutnya diwarnai dengan
pewarna Giemsa selama 15 menit. Preparat darah dibilas dan dicuci dengan
aquadest (air mengalir). Jenis leukosit diamati dari 100 jumlah sel terhitung,
(Utami et al, 2013). Standar jumlah neutrophil 3,25%-8,40%;limfosit 60,20%-
81,00%; dan monosit 7,75%-29,20%(Salasia et al., 2001).

F. Imunostimulasi

Peningkatan sistem imunitas kekebalan tubuh pada ikan sangat diperlukan


agar mampu melawan serangan mikroorganisme atau toksin yang dapat
merusak organ (Fujaya,2004; Sehermanto et al.,2013). Peningkatan sistem
imunitas dapat dilakukan dengan imunostimulasi. Imunostimulasi merupakan
proses perbaikan sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang
sistem imun (Aldi et al., 2014). Menurut Alifuddin (2002), imunostimulasi dapat
dilakukan dengan dua cara yakni dengan vaksinasi dan imunostimulasi dengan
menggunakan bahan yang bersifat imunostimulan.
Saat ini kontrol penyakit banyak dilakukan dengan menggunakan bahan
alami atau tanaman obat sebagai sumber imunostimulan maupun sebagai anti
mikroba, (Payung & Manoppo, 2015). Immuostimulan merupakan senyawa kimia
atau bahan lainnya yang mampu meningkatkan respon imunitas ikan, baik
secara seluler maupun humoral (Alifuddin, 1999; Alifuddin 2002). Sehingga dapat

16
dijadikan sebagai alternatif penggunaan vaksin dan antibiotik, (Johnny & roza,
2004).
Menurut Anderson et al. (1992) dan Alifuddin (2002) cara penggunaan
immunostimulan cenderung memiliki pola yang sama dengan penggunaan anti
biotik dan bahan kimia namun belum banyak tersedia petunjuk yang jelas
tentang efektivitas imunostimulan selama dan setelah pemakaian. Pemakaian
imunostimulan sudah banyak dilakukan baik melalui pakan, perendaman maupun
suntikan (Suhermanto et al., 2013).
Menurut Galindo & Hosokaw (2004);Suhermanto et al., (2013) terdapat 10
kelompok imunostimulan yaitu produk bakteri, jamur, ragi, ikatan terlarut dengan
a- glukan, glikan polisakarida, kitin dan kitosan, peptida, peptide, ekstrak
tumbuhan dan hewan, bahan sintesis dan sitokinin. Diduga mekanisme kerja
imunostimulan adalah dengan cara meningkatkan akifitas oksidatif netrofil,
memperbesar kegiatan sel-sel fagosit seperti makrofag dan limfosit T atau daya
kerja sel sitotoksik lainnya, serta menginduksi protein-protein sitokin seperti
interleukin, interferon, faktor nekrosis tumor, protein C-aktif, komplemen, dan
lisosim (Fletcher, 1992; Rukyani,1997).

G. Vitomolt Plus

Vitomolt plus merupakan produk yang diekstrak dari bahan herbal berupa
ekstrak murbei, bayam, ekstrak temulawak dan ekstrak temukunci yang
diharapkan dapat meningkatkan mutu dari produk vitomolt.Vitomolt merupakan
produk stimulan molting dari ekstrak bayam yang mengandung fitoekdisteroid,
(Fujaya et al., 2011).Ekdisteroid pertama kali di temukan sebagai hormon steroid
pengontrol molting dan metamorfosis pada seranga, struktur fitokimia
fitoeekdisteroid adalah 20-hydroxiecdisone yang merupakan biosintesis dari
kolesterol, (Dinan, 2001).Struktur kimia fitoekdisteroid dapat dilihat pada Gambar
3 Fitoeekdisteroid dihasilkan melalui proses sintesis oleh tanaman untuk
pertahanan diri, (Klein,2004 ; Fujaya et al., 2018).Fitoekdisteroid di temukan di
hampir 100 lebih tanaman darat, meliputi tanaman pakis, gymnospermae dan
angiospermae,(Dinan, 2001).Menurut Lafont & dinan, (2003); Aslamyah &
Fujaya, (2010) fitoeekdisteroid berperan sebagai imunostimulan serta anti
oksidan. Fitoekdisteroid pada tumbuhan dapat diindentifikasi dengan cara
ekstraksi, fraksinasi, pemurnian senyawa serta elusidasi struktur (Harborn,1973;
Suryati et al., 2013).

17
Salah satu bahan yang digunakan pada vitomolt plus adalah elstrak
temulawak.Temulawak merupakan salah satu komoditas bahan alam yang
memiliki banyak manfaat, salah satunya disebabkan oleh bahan aktif
kurkuminoid yang biasa dikomsumsi dalam bentuk senyawa diarilhepatoid yakni
kurkumin (Gambar 4) demetoksi kurkumin dan bisdemetoksi kurkumin yang
memiliki fungsi anti oksidan yang cukup tinggi, (Cahyono et al., 2011). Hasil
pengujian skrining fitokimia diperoleh data bahwa temulawak mengandung,
alkaloid, flavonoid, fenolik, saponin, triterpennoid, dan glikosida, dimana
kandungan alkaloid, flavonoid, fenolik, triterpennoid, dan glikosida, lebih dominan
dibanding bahan bahan lainnya,(Hayani, 2006).Ekstrak temulawak bersifat
sebagai imunostimulan yang mampu menyeimbangkan sistem imun, hal ini
karena adanya bahan aktif kurkumin yang mampu meningkatkan kekebalan
tubuh terhadap serangan patogen (Astuti et al., 2017).

Gambar 3. Struktur kimia ekdisteroid (20-hydroxiecdisone), (Dinan et al.,2001).

Uji terhadap ikan patin menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu


lawak dengan perendaman efektif dalam mengatasi infeksi A. hydrophila yang
diduga terjadi karena temulawak berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh,
sehinnga mempengaruhi tingkat mortalitas ikan. Senyawa fenol dan senyawa
fenoli berperan dalam meningkatkan ketahanan terhadap infeksi bakteri dan
meningkatkan respon imun dengan meningkatkan produksi interferon dan
aktifitas fagositik sel secara alami (Sari et al., 2012).
Temu kunci (Boesenbergia rotunda) termasuk famili tumbuhan
Zingiberaceae, yang banyak ditemukan di daerah tropis dan dataran rendah,
sering digunakan sebagai rempah=rempah serta obat-obatan tradisional. Temu
kunci mengandung minyak astiri berupa 1,8- sineol, kamferborneol, pinnen,
sekuiterpen, zingiberon, curcumin dan zeodarin. Senyawa-senyawa aktif yang
terdapat pada rimpang temu kunci diantaranya plavanon (pinostrobin,
pinosembrim, alpiinetin, dan 5,7-dimetoksiflavanon), kalkon (2’6’-dihidroksi-
4’metaloksikalkon, kordamonin, panduratin A dan B, boesenbergin A dan B dan
rubranin) monoterpena (geranial dan neral) dan diterpena (asam piruvat),(Eng-

18
Chong et al.,., 2012; Mahmudah & Atun, 2017).Struktur kimia kandungan
temukunci dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4. Struktur kimia (a).xanthorizol (b). α- curcumene (Batubara, et al.,


2015).

Selain itu rimpang temukunci juga mengandung minyak astiri dimana


kandungan minyak astiri memiliki sifat antibakteri. Beberapa penelitian juga
menunjukkan beberapa senyawa kimia yang berasal dai ekstrak temu kunci
memiliki aktifitas anti bakteri, anti inflamasi, analgetik, antipretik, serta anti
oksidan. Pengujian secara in vitro menunjukkan bahwa temukuci dapat
meningkatakan jumlah limfosit, antibody spesifik, dan dapat membunuh sel
kanker (Atun & Handayani,2017)
.

Gambar 5. Struktur kimia kandungan temukunci (Atun & Handayani,2017).

Menurut Mahmudah & Atun (2017), ekstrak etanol pada temu kunci yang di
uji pada bakteri Streptococcus mutant hanya mampu menghambat pertumbuhan
bakteri atau dapat disebut senyawa antibakteri bakteriostatik, selain itu tingkat
aktivitas anti oksidan pada ekstrak temu kunci tergolong tinggi.

19
20
III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2020.


Pemeliharaan Ikan Nila dilakukan di Laboratorium Pembenihan Ikan FIKP
Universitas Hasanuddin, selama 1 bulan. Analisis imunitas di Laboratorium
Parasit dan Penyakit Ikan FIKP, Universitas Hasanuddin.

B. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah juvenil ikan nila berukuran ± 8 cm.
Juvenil ikan nila diperoleh dari hasil pembenihan di Laboratorium Teknologi
Pembenihan Ikan FIKP UNHAS. Hewan uji yang diteliti berjumlah 420 ekor,
dengan kepadatan 35 ekor juvenil ikan nila per bak.

C. Wadah dan Media Penelitian

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak kerucut volume
250 L, sebanyak 12 buah yang diisi dengan air sebanyak 200 liter. Air yang
digunakan adalah air tawar yang diperoleh dari sumur bor Laboratorium
Pembenihan Universitas Hasanuddin. Sebelum digunakan kotoran dalam air
disaring terlebih dahulu menggunakan filterbag 10 µm, air hasil filter diberi aerasi
kemudian ditutup untuk menjaga fluktuasi suhu.

D. Pakan

Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan buatan komersil
yang biasa digunakan untuk ikan nila. Pakan bervitomolt dipersiapkan dengan
cara: vitomolt serbuk dilarutkan dalam 50 ml pelarut yaitu vitomolt yang
difermentasi. Jumlah serbuk vitomolt disesuaikan dengan konsentrasi perlakuan.
Selanjutnya larutan vitomolt plus disemprotkan pada pakan buatan secara
merata dengan perbandingan 50 ml/kg. Dikering-anginkan dan disimpan dalam
wadah yang tertutup hingga akan digunakan. Vitomolt serbuk dan vitomolt
fermentasi diperoleh dari Prof.Yushinta Fujaya.

D. Prosedur Pemeliharaan

Ikan uji disortir untuk menghomogenkan ukuran.Ikan ditimbang dan diukur


panjangnya sebagai data awal.Selanjutnya ikan ditebar ke dalam bak kerucut

21
yang sebelumnya telah diisi air dan diukur kualitas airnya. Penimbangan
dilakukan menggunakan timbangan elektrik dengan ketelitian 1 gram dan
pengukuran panjang awal ikan menggunakan mistar geser dengen ketelitian 0,01
cm sebagai data awal.
Selama pemeliharaan ikan uji diberi pakan buatan perlakuan sebanyak 5%
dari bobot biomassa ikan per hari dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak
2 kali sehari (07.00-08.00 dan 17.00-18.00 wita). Pemberian pakan dilakukan
secara manual atau ditebar langsung ke dalam setiap unit percobaan.
Pengamatan secara visual dilakukan setiap hari untuk mengontrol
perkembangan ikan. Sisa pakan diambil setiap sebelum pemberian pakan
berikutnya. Pergantian air sebanyak 50% dilakukan setiap minggu.

E. Parameter Penelitian

Pengukuran parameter uji imunitas dilakukan pada akhir penelitian.


Sedangkan parameter kualitas air diukur setiap hari, setiap pagi dan sore
sebagai data penunjang.

1. Total Leukosit
Tahap awal pengamatan total leukosit yaitu menggunakan alat hisap
leukosit berupa pipet kapiler yang berwarna putih. Sampel darah dihisap
sebanyak 0,5 ml dari bagian ekor dan ditambahkan larutan turk hingga skala
11, kemudian dihomogenkan dengan cara digoyangkan membentuk angka
delapan selama 3-5 menit. Setelah itu, darah dibuang sebanyak 2 tetes untuk
menghilangkan gelembung udara, lalu diambil 1 tetes untuk diletakkan di kamar
hitung yang ditutup dan ditutup cover glass, selanjutnya dilakukan pengamatan
di bawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali dengan 4 lapang pandang
pada kotak besar, yaitu di sudut kanan atas, sudut kanan bawah, sudut kiri
atas, dan sudut kiri bawah pada kamar hitung hemacytometer. Perhitungan
jumlah leukosit dilakukan menggunakan rumus menurut Anderson (1974):

Jumlah Leukosit = n x 500


sel/mm3
Keterangan:
n = jumlah sel leukosit pada 4 kotak besar kamar hitung (sel/mL)
500 = faktor pengenceran

22
2. Diferensial Leukosit

Pengamatan diferensiasi leukosit dilakukan dengan cara menghitung


jumlah neutrofil, monosit, dan limfosit dalam komponen darah. Tahap
pengamatan yang dilakukan yaitu darah sebanyak 5 µL/sampel diteteskan
dan diratakan kesemua bagian kaca preparat dengan perataan satu arah.
Setelah didapatkan film darah yang tipis, kemudian dikeringkan. Setelah
kering, rendam preparat dengan methanol selama 5 menit, kemudian
preparat direndam dalam larutan Giemsa selama 30 menit, setelah itu kaca
preparat dibilas di air mengalir kemudian dikeringkan. Setelah kering kaca
preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 40, setelah
sel darah sudah terlihat jelas di mikroskop, dilakukan perhitungan jumlah sel
darah hingga 100 sel, kemudian hitung jumlah persentase neutrofil, monosit,
dan limfosit dalam 100 sel darah (Palet al., 2006).

3. Indeks Fagositosis

Darah ikan nila dimasukkan sebanyak 0,1 mL ke dalam mikroplate dan


dicampur secara merata dengan 25 µL bakteri Micrococcus sp dan
diinkubasi selama 20 menit selama 24 jam, Kemudian sebanyak 5 µL
diteteskaan pada object glass dan dibuat preparat ulas. Selanjutnya difiksasi
dengan methanol 100% selama 5 menit, kemudian diwarnai dengan Giemsa
10% selama 15 menit. Preparat dibilas dengan air mengalir dan
dikeringanginkan. Aktivitas fagositosis diukur berdasarkan presentase sel-
sel fagosit yang menunjukkan proses fagositosis (Anderson & Siwicki, 1995).
Indeks Fagositas dihitung dengan rumus, (jensch- Junior et al., 2006) :

Indeks Fagositosis (%) = Jumlah partikel yang terfagositosis x 100


Jumlah Makrofag yang aktif

4. Survival rate (SR)

Survival Rate merupakan jumlah ikan yang bertahan hidup pasca diberi
perlakuan. Perhitungan survival rate menggunakan rumus Effendi (1997)
yaitu sebagai berikut:
SR% = Nt / N0 x 100%
Keterangan:
Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)

23
N0 = Jumlah ikan awal pemeliharaan (ekor)

F. Rancangan Percobaan

Perlakuan penelitian didesain dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)


dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diuji adalah berbagai
konsentrasi vitomolt plus yang ditambahkan ke dalam pakan sebagai berikut :
Perlakuan A : (kontrol tanpa vitomolt plus) = 0 ppm
Perlakuan B : vitomolt plus 100 ppm
Perlakuan C : vitomolt plus 300 ppm
Perlakuan D : vitomolt plus 500 ppm

G. Analisis data

Pengaruh perlakuan konsentrasi vitomolt plus terhadap parameter


imunitas (Total leukosit, diferensial leukosit, Indeks fagositosis) dan sintasan
dianalisis dengan Analisis of Varians (ANOVA). Data kualitas air dianalisa secara
deskriptif. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter maka
dilanjutkan dengan uji W-Tukey untuk mengetahui perlakuan yang terbaik.
Analisis data menggunakan paket perangkat lunak komputer program SPSS
versi 23,0.

24
IV. HASIL

A. Total leukosit

Total leukosit yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan pada Tabel 1.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa total leukosit pada perlakuan C memiliki hasil
yang tertinggi yaitu 9,93x 104 sel/ mm3 dan hasil terendah ditemukan pada
perlakuan A yaitu 6,87x104 sel/ mm3.

Tabel 1. Total lekosit ikan nila setelah pemberian vitomolt plus selama 35 hari.
Perlakuan Total leukosit (x 104 sel/mm3)  Stdev
A Kontrol 6,87  1,3a
B 1000 ppm vitomolt plus 9,22  0,2bc
C 3000 ppm vitomolt plus 9,93  1,0c
D 5000 ppm vitomolt plus 7,7  0,1ab
Angka yang berbeda menunjukkan perbedaan antar perlakuan (P<0.05)

Hasil analisis statistic menunjukkan bahwa pemberian vitomolt plus ke


dalam pakan berpengaruh nyata (p<0,05) (Lampiran 4), terhadap total leukosit
ikan nila setelah dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey menunjukkan bahwa
perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan D namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan B (Lampiran 4).

B. Indeks fagositosis

Indeks fagositosis yang didapatkan dari hasil penelitian disajikan pada


Tabel 2. Indeks fagositosis tertinggi setelah pemberian vitomolt plus ke dalam
pakan diperoleh pada perlakuan B (1000 ppm) dengan persentase sel fagosit
yang melakukan aktifitas fagositosis yaitu 7,67% dan yang paling rendah pada
perlakuan A (kontrol) yaitu 6%, namun hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa pemberian vitomolt plus dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh
nyata terhadap indeks fagositosis ikan nila (P>0,05) (Lampiran 5).

25
Gambar 6. Aktivitas fagosit sel makrofag terhadap bakteri Micrococcus sp
(1000 x).

Tabel 2. Indeks fagositosis ikan nila setelah tiga puluh lima hari pemeliharaan.

Perlakuan Indeks fagositosis (%)  Stdev


A Kontrol 61
B 1000 ppm vitomolt plus 7,67  0,6
C 3000 ppm vitomolt plus 7,3  1,2
D 5000 ppm vitomolt plus 6,3 1,5

C. Diferensial Leukosit

1. Kadar Limfosit

Kadar limfosit yang didapatkan dari penelitian ditemukan perbedaan


kadar limfosit pada tiap-tiap perlakuan, dimana kadar limfosit pada perlakuan
C menunjukkan kadar limfosit yang yang paling tinggi yaitu 87,7% dan hasil
terendah pada perlakuan A 82,7%. Namun, hasil analisis statistik (Lampiran
6) menunjukkan bahwa pemberian vitomolt plus dengan dosis yang berbeda
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar limfosit dalam darah ikan
nila.

26
Gambar 7. Limfosit

Tabel 3. Kadar limfosit ikan nila setelah tiga puluh lima hari pemeliharaan.
Perlakuan Limfosit (%)  Stdev
A Kontrol 82,7 4,9

B 1000 ppm vitomolt plus 87,0 4,0

C 3000 ppm vitomolt plus 87,7 2,1

D 5000 ppm vitomolt plus 84,3 3,8

2. Kadar monosit

Kadar monosit dalam darah yang diperoleh pada penelitian


disajikaan dalam Tabel 4. Pada penelitian ini didapatkan kadar monosit
tertinggi pada perlakuan B dengan nilai kadar monosit 4,33% dan kadar
monosit terendah didapat pada perlakuan A yaitu 3,67%.

Gambar 8. Monosit

Tabel 4. Kadar monosit ikan nila setelah tiga puluh lima hari pemeliharaan
Perlakuan Monosit (%)  Stdev

27
A Kontrol 3,67  0,6
B 1000 ppm vitomolt plus 4,33  0,2
C 3000 ppm vitomolt plus 4,33  1,3
D 5000 ppm vitomolt plus 4 1,6

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa penggunaan vitomolt plus


tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar monosit dalam darah
ikan nila yang dipelihara selama 35 hari

3. Neutrofil

Kadar neutrofil dalam sel darah yang ditemukan dalam peneletian


ini disajikan pada Tabel 5. Dari hasil penelitian diperoleh kadar neutrofil
tertinggi ditemukan pada perlakuan A yaitu 13,67% dan kadar neutrofil
terendah ditemukan pada perlakuan C yaitu 8%.

Gambar 9. Neutrofil ikan nila

Tabel 5. Kadar neutrofil ikan nila setelah tiga puluh lima hari
pemeliharaan

Perlakuan Neutrofil (%) Stdev


A Kontrol 13,67 4,7

B 1000 ppm vitomolt plus 8,67 4,5

C 3000 ppm vitomolt plus 8,0 4,1

D 5000 ppm vitomolt plus 11,671,9

28
Hasil uji statoistik menunjukkan bahwa penggunaan vitomolt plus
tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar neutrofil dalam darah
ikan nila yang di pelihara selama 35 hari.

D. Sintasan

Data sintasan yang diperoleh selama tiga puluh lima hari pemeliharaan
disjikan pada Tabel 6. Sintasan tertinggi 95,24 % diperoleh pada perlakuan B
(1000 ppm) sedangkan sintasan ikan nila terendah diperoleh pada perlakuan A
dan D yaitu 86,67%. Pemberian vitomolt plus dengan dosis berbeda setelah diuji
statistik menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05) (Lampiran 7).

Tabel 6. Sintasan ikan nila di akhir penelitian.

Perlakuan Sintasan(%)  Stdev

A Kontrol 86,67 7,19

B 1000 ppm vitomolt plus 95,24±4,36


C 3000 ppm vitomolt plus 90,48±9,18
86,67±7,19
D 5000 ppm vitomolt plus

E. Kualitas air

Data kualitas air selama penelitian disajikan pada Tabel 7. Parameter


kualitas air selama pemeliharaan yang di ukur adalah pH, suhu, dan DO. Suhu
yang diukur adalah suhu media pemeliharaan pada pagi dan sore hari. Kisaran
suhu yang didapatkan selama penelitian berada pada kisaran yang sesuai
dengan kebutuhan ikan nila, dimana kisaran suhu media pemeliharaan pada
pagi hari berkisar antara 28.6 – 28. 9 oC sedangkan pada sore hari berkisar
antara 29.5 – 29.7oC. pH yang didapat selama penelitian berada pada kisaran
yang sesui dengan kebutuhan ikan nila, pH yang didapatkan berkisar antara 6.9
– 7.0. begitupun dengan oksigen terlarut dimana data yang didapatkan berkisar
antara 7.8 – 7.9 mg/L.

Tabel 7. Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan ikan nila selama 35
hari penelitian

29
Parameter kualitas Perlakuan
air Kontrol 1000ppm 3000ppm 5000ppm
pH 6.6-6.9 6.7-6.9 6.7-7 6.8-7
Suhu (ºC) (pagi) 27.8-30 27.8-30 27.8-30 27.8-30
Suhu (ºC) (sore) 29.5-30 29.2-30.1 29.2-30.1 29.5-30.1
DO (mg/l) 7.8-8.2 7.8-8.2 7.8-8.1 7.9-8

V. PEMBAHASAN

A. Total Leukosit

Total leukosit dari setiap perlakuan memiliki hasil yang berbeda. Total
leukosit tertinggi di peroleh pada perlakuan C yaitu 9,93 x 10 4 sel/mm3, berbeda
nyata dengan perlakuan kontrol, hal ini diduga karena kandungan bahan herbal
yang mengandung imunostimulan dari vitomolt plus. Kadar leukosit yang di
dapatkan selama penelitian tergolong tinggi tapi masih dalam taraf normal
dimana menurut Rukyani et al., (1997); Harpeni et al., (2015) menyatakan bahwa

30
jumlah sel darah putih (leukosit) pada ikan normal berkisar antara 20.000
sel/mm3 hingga 150.000 sel/mm3.
Pada perlakuan dengan dosis tinggi ditemukan penurunan total leukosit
jika dibandingkan dengan perlakuan vitomot dalam dosis yang rendah. Hal ini
disebabkan oleh semakin tingginya kandungan bahan imunostimulan yang
terdapat dalam pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ridlo & Pramesti (2009)
dan Kurniati et al., (2017) bahwa senyawa aktif akan menunjukkan aktivitasnya
jika dapat mencapai lokasi targetnya atau mampu diserap oleh darah, kemudian
akan dibawa menuju tempat dimana zat itu menunjukkan aktivitasnya, dan
apabila dosisnya terlalu tinggi maka tidak akan memberikan efek atau berperilaku
sebagai inhibitor dan akan bersifat imunosupresor.
Perbedaan total leukosit yang ditemukan dari hasil penelitian didapatkan hasil
yang berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol terutama pada pengaplikasian
vitomolt plus dengan dosis 3000 ppm. Perbedaan total leukosit ini diduga
disebabkan oleh penambahan vitomolt plus ke dalam pakan, dimana diketahui
bahwa vitomolt plus mengandung fitoekdisteroid yang didapatkan dari ekstrak
daun murbei dan daun bayam, serta mengandung ekstrak temulawak yang
mengandung senyawa kurkumin dan ekstrak temukunci yang mengandung
minyak astiri berupa 1,8- sineol, kamferborneol, pinnen, sekuiterpen, zingiberon,
curcumin dan zeodarin. Bahan-bahan tersebut merupakan imunostimulan yang
akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan membuat
sel limfosit membelah menjadi limfosit-T dan limfosit-B dan membuat limfosit B
menjadi lebih aktif dalam memproduksi antibody, dan selanjutnya akan
merangsang produksi sel darah putih.
Menurut Bastiawan et al., (2001); Purwanti et al.,(2014). fungsi leukosit
adalah merusak bahan–bahan infeksius dan toksik melalui fagositosis dengan
membentuk 31athogen. Kresno (2001), menyatakan bahwa indikasi terpacunya
respon imunitas seluler (non spesifik) ikan ditandai dengan adanya peningkatan
sel leukosit, (Kresno, 2001; Harpeni et al.,2015).

B. Diferensial leukosit

Diferensial leukosit dari setiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda


beda, namun dari hasil uji anova menunjukkan bahwa pemberian vitomolt plus
tidak berpengaruh nyata terhadap diferensial leukosit ikan nila, dimana
pengaplikasian vitomolt plus tidak berpengaruh nyata terhadap kadar limfosit

31
dalam darah. Leukosit pada ikan terdiri atas 7 bentuk yaitu 3 tipe eosinofil
granulosit dan masing-masing satu tipe neutrofil granulosit, limfosit, monosit dan
trombosit. Neutrofil dan monosit merupakan sel yang berperan dalam aktifitas
fagosit (Sani et al., 2014).
Dari hasil penelitian kadar limfosit tertinggi pada perlakuan 300 ppm vitomolt
plus, dengan kadar leukosit 87,7%. Menurut Hardi et al., (2011); (Subryana et
al., 2020), kisaran normal persentase limfosit pada ikan nila yaitu 68-86%, dan
limfosit merupakan jenis sel leukosit yang paling dominan di dalam populasi
leukosit. Pada ikan peningkatan konsentrasi limfosit terjadi apabila
imunostimulan masuk ke dalam tubuh ikan, akan merangsang makrofag untuk
memproduksi interleukin yang akan membuat sel limfosit membelah menjadi
limfosit-T dan limfosit-B dan membuat limfosit B menjadi lebih aktif dalam
memproduksi 32athogen.
Kadar neutrofil dalam darah ikan yang ditemukan selama penelitian
menunjukkan hasil yang cukup bervariasi dengan kadar neutrofil tertinggi didapat
pada kontrol. Persentase kadar neutrofil ini ada dalam jumlah yang normal
dimana, Menurut Hardi et al., (2011);Subryana et al., (2020), kisaran persentase
neutrofil normal pada ikan nila adalah 10-18.1%. Neutrofil mempunyai fungsi
utama yaitu menghancurkan antigen asing melalu proses fagositosis. Pada
penelitian ini penurunan persentase neutrofil diikuti dengan peningkatan
persentase limfosit, peningkatan kadar limfosit inilah yang menyebabkan
penurunan kadar neutrofil ikan. Neutrofil berperan hanya dalam merespon
kekebalan tubuh terhadap serangan dari 32athogen 32athogen dan mempunyai
sifat fagositik, neutrofil akan meningkat jika terjadi infeksi dan berperan sebagai
pertahanan dalam tubuh (Subryana et al., 2020). Sebagai salah satu jenis sel
leukosit yang bersifat fagositosis, neutrofil hanya mampu memfagosit sekali saja
dan kemudian mati, berbeda dengan monosit yang mampu memfagosit
berulang-ulang (Tizard, 1988;Suprayudi et al.,2006). Hal ini menyebabkan kadar
neutrofil berfluktuasi di dalam darah.
Kadar monosit yang didapatkan pada penelitian cenderung sama di semua
perlakuan dimana kadar monosit yang didapatkan berkisar antara 3,67-4,33%.
Hal ini diduga karena kandungan dari vitomolt plus. Menurut Lafont & Dinan,
(2003) dan Aslamyah & Fujaya, (2010), fitoeekdisteroid berperan sebagai
imunostimulan serta anti oksidan. Hal inilah yang kemungkinan memicu produksi
monosit dalam darah. Monosit berfungsi hampir sama dengan neutrofil yaitu

32
untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh, namun aktivitas
fagosit dari sel monosit ini 33athogen lama (Suhermanto et al., 2011;Subryana et
al., 2020). Monosit berperan sebagai makrofag dan banyak dijumpai pada
daerah peradangan atau infeksi. Monosit bersama makrofag jaringan setempat
akan memfagositosis sisa-sisa jaringan dan agen penyebab penyakit, (Sani et
al.,2010). Aktivitas fagositosis ini merupakan langkah awal untuk mekainisme
respon imunitas berikutnya yakni terbentuknya respon spesifik yang berupa
antibody (Suprayudi et al., 2006). Rustikawati, (2012), melaporkan kadar
monosit, limfosit, dan neutrofil dalam darah sebesar 3,5-5,5% kadar limfosit
sebesar 87% serta neutrofil 20%.dengan menggunakan ekstrak sargassum,
(Rustikawati, 2012).

C. Indeks fagositosis

Indeks fagositosis merupakan kemampuan makrofag dalam memfagosit


benda-benda asing yang menyerang sistem kekebalan. Dalam keadaan normal,
jumlah leukosit berkorelasi positif dengan aktifitas fagositosis. Dengan kata lain,
semakin tinggi jumlah leukosit semakin tinggi pula aktifitas fagositosisnya (Sani
et al., 2014). Fagositosis merupakan proses aktif yang dimulai dengan engulf
pathogen oleh makrofag kemudian akan masuk ke dalam fagosome yang akan
mengalami rekasi oksidasi-reduksi, sehingga derajat keasamannya meningkat
(Mardiana & Budi, 2017). Indeks fagositosis yang ditemukan pada perlakuan
disajikan pada Tabel 2. indeks fagositosis tertinggi diperoleh pada perlakuan B
(100 ppm) yaitu 7,67% dan yang paling rendah pada perlakuan A (kontrol) yaitu
6% namun hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian vitomolt plus
dengan dosis yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap indeks fagositosis
ikan nila. Proses fagositosis diawali oleh pergerakan (kemotaktik), pelekatan
(adhesi/attachment), penelanan (ingestion), degranulasi dan pembunuhan
(killing). Inisiasi pergerakan karena dilepaskannya zat mediator tertentu yaitu
faktor leukotaktik/kemotaktik dari antigen/neutrophil/makrofag sebelumnya telah
berada di lokasi antigen (Mardiana & Budi, 2017).
Peningkatan aktifitas fagosit disebabkan oleh bahan imunostimulan yang
terkandung di dalam vitomolt plus, terutama fitoekdisteroid serta ekstrak dari
temulawak dan temu kunci yang diketahui mengandung bahan imunostimulan,
dimana munostimulan mampu meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit untuk
melakukan pemangsaan terhadap partikel asing atau 33athogen yang masuk

33
kedalam tubuh. Dalam hal ini imunostimulan akan berikatan dengan reseptor
yang ada pada permukaan sel fagosit sehingga sel fagosit menjadi aktif untuk
melakukan proses fagositosis, (Payung & Manoppo, 2015).
Mardiana & Budi (2017), melaporkan peningkatan indeks fagositosis ikan nila
dengan presentasi sel yang melakukan aktfitas fagositosis yaitu sebesar 87,54%
dengan pengaplikasian ekstrak kulit manggis sebanyak 2,10 ppm. Selain itu
Payung & Manoppo, (2017) melaporkan bahwa indeks fagositosis ikan nila yang
diberi ekstrak jahe, menunjukkan presentase aktifitas fagosit setelah 4 minggu
pemberian bahan yaitu sebesar 64,8 % dengan konsentrasi bahan 7,5 g/kg
pakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan imunistumulan
mempengaruhi indeks fagositosis ikan nila, dimana indeks fagositosis berkorelasi
dengan total leukosit ikan yang juga semakin rendah pada dosis yang tinggi.

D. Sintasan

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa pemberian vitomolt plus pada pakan
tidak berpengaruh nyata terhadap sintasan ikan nila, namun didapatkan sintasan
tertinggi pada pemberian 1000 ppm vitomolt plus. Sintasan ikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah imunitas ikan. Sintasan tertinggi didapat
pada pengaplikasian vitomolt plus dengan dosis 1000 ppm. Perbedaan ini di
duga karena kandungan imunostimulan pada vitomolt plus. Hal ini juga sejalan
dengan jumlah leukosit ikan nila yang didapatkan dimana total leukosit pada ikan
nila berpengaruh nyata dimana perlakuan C dan B memiliki kadar leukosit
tertinggi. Kelangsungan hidup yang lebih rendah pada perlakuan A diduga
karena pada perlakuan A tidak distimulus dengan ekstrak bahan imunostimulan.
Sehingga kehadiran vitomolt plus sebagai bahan immunostimulan mampu
meningkatkan imunitas ikan dan akan berkorelasi positif dengan sintasan ikan
nila yang diberi perlakuan vitomolt plus.

Namun ditemukan bahwa pada dosis 3000 dan 5000 ppm sintasan yang di
hasilkan lebih rendah dibanding perlakuan 1000 ppm, hal ini sesui dengan
pendapat Rustikawati, (2012) bahwa imunostimulan yang terlalu banyak akan
berdampak negatif pada ikan. Selain itu vitomolt juga mengandung kandungan
anti bakteri yang dalam jumlah tertentu dapat menjadi racun bagi ikan, hal ini
sejalan dengan pernyataan Pelczar & Chan, (1998) dan Kurniawati et al.,(2017),
semakin tinggi dosis anti bakteri yang digunakan maka akan semakin cepat

34
bakteri mati, namun jika semakin tinggi akan berdampak buruk disamping akan
meningkatkan resistensi bakteri terhadap antibakteri tertentu juga akan
menyebabkan kematian pada ikan. Sejalan dengan pernyataan Couso et al.,
(2003) dan Harpeni et al., (2015) bahwa dosis imunostimulan yang tinggi dalam
jangka waktu lama, dapat menekan mekanisme pertahanan tubuh ikan, sehingga
berpotensi meningkatkan mortalitas ikan. Kemungkinan hal ini yang
menyebabkan pada hasil penelitian ini justru ditemukan pada dosis 5000 ppm
vitomolt plus tidak menunjukkan angka sintasan yang tinggi jika dibandingkan
dengan dosis yang lebih rendah dan sintasan yang didapatkan cenderung sama
dengan perlakuan kontrol. Hal ini diduga berkaitan dengan toleransi ikan
terhadap dosis imunostimulan tertentu.

E. Kualitas Air

Parameter kualitas air merupakan faktor lingkungan yang sangat


mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya perikanan. Kualitas air diperairan
berpengaruh terhadap kehidupan ikan, kualitas air yang buruk dapat
menyebabkan kematian pada ikan. Kualitas air dinyatakan dalam beberapa
parameter yaitu suhu, pH, dan DO (Harpeni et al., 2015).
Kisaran suhu 28-29°C sesuai dengan pendapat Djarijah (2002) bahwa
suhu optimum untuk ikan nila adalah 23-30°C. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa
kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian merupakan kisaran yang layak
dan sesuai untuk berlangsungnya proses biologis padaikan nila. Suhu yang
terlalu rendah pada wadah pemeliharaan menyebabkan berkurangnya aktivitas
ikan nila.
Derajat keasaman atau pH juga berpengaruh terhadap laju 35athogen35m
35athogen. Fluktuasi pH dapat mengakibatkan 35athogen35m dalam tubuh
terganggu dan dapat menghambat proses perolehan 35athog sehingga
menyebabkan kondisi ikan melemah dan pathogen dengan mudah masuk
menyerang. Kisaran pH yang diperoleh selama pemeliharaan berkisar 6,7-7,0.
Kondisi tersebut termasuk layak dan sesuai untuk media budidaya ikan nila. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Mas’ud (2014) bahwa pH yang optimal untuk
pemeliharaan ikan nila berkisar antara 6,5-9,0.
Untuk mengurangi daya racun amoniak, oksigen sangat diperlukan untuk
mengkonversi nitrogen menjadi bentuk yang tidak toksik yaitu nitrat (NO3-N)
Kisaran DO selama penelitian adalah 7,8-7,9 mg/l. Hal ini sesuai dengan

35
pendapat Prihatini (2014) bahwa oksigen terlarut sebaiknya berada pada level
diatas 5 mg/L untuk menunjang kelangsungan hidup ikan nila budidaya.

36
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan


vitomolt plus pada pakan memberikan pengaruh terhadap imunitas ikan nila.
Dosis 1000 ppm dan 3000 ppm vitomolt plus menunjukkan hasil terbaik dalam
meningkatkan total leukosit ikan nila. Namun ketiga dosis vitomolt plus yang
dicobakan (1000, 3000, dan 5000 ppm) memberikan efek yang sama terhadap
defrensiasi lekosit, indeks fagositosis dan sintasan.

B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan secara spesifik
kandungan bahan aktif dalam vitomolt plus yang mempengaruhi imunitas serta
uji lanjutan pemberian 3000 ppm vitomolt plus pada budidaya ikan nila yang diuji
tantang dengan patogen.

37
DAFTAR PUSTAKA

Agustinus, F., Widanarni., Ekasari, J. 2010. Kelimpahan dan Keragaman Jenis


Bakteri dalam Air dan Parameter Imunitas Ikan Nila Merah yang
dipeliharan dalam Sistem Bioflok dengan Kepadatan Ikan yang Berbeda
(25 Ekor/m3, 50 Ekor/m3, dan 100 Ekor/m3).Jurnal Akuakultur Indonesia.
9(2): 157-167.

Aldi, Y., Aria, M., Erman, L. 2014.Uji Efek Imunostimulasi Ekstrak Etanol Herba
Ciplukan (Physalis angulate L.) terhadap Aktivitas dan Kapasitas
Fagositosis Sel Makrofag pada Mencit Putih Betina.Scientia. 4(1): 38-42.

Alifuddin, M. 2002. Imunostimulasi Pada Hewan Akuatik. Jurnal Akuakultur


Indonesia. 1(2): 87-92.

Amri.K dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT Agromedia
Pustaka: Jakarta Selatan

Anderson. DP and Siwicki. AK. 1995. Basic Hematology and Serology for Fish
Health Programs. Fish Heath Section, Asian Fisheries Society: Manila:
185-202p

Anderson. DP. 1974. Fish Immunology: Book 4. TFH Publications, Inc: Neptune.
239p

Apriliza, K. 2012. Analisa genetic gain ankan Ikan Nila kunti F5 hasil
pembesaran I (D90-150). Jurnal of Aquaculture management and
technologi. 1(1): 132-146.

Arifin, M. Y. (2017). Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis. Sp)
Strain Merah dan Strain Hitam Yang Dipelihara Pada Media Bersalinitas.
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 16(1), 159-166.

Aslamiyah, S., Fujaya, Y. 2010.Stimulasi Molting dan Pertumbuhan Kepiting


Bakau (Scylla sp.)Melalui Aplikasi Pakan Buatan Berbahan Dasar Limbah
Pangan yangDiperkaya dengan Ekstrak Bayam.Ilmu Kelautan 15(3).170-
178.

Astuti, APK., Hastuti, S., Haditomo, AHC. 2017. Pengaruh ekstrak


temulawaknpada pakansebagai imunostimulan pada Ikan Tawes (Puntius
javanicus) dengan uji tantang bakteri.Journal of Aquaculture Management
and Technology. 6(3): 10-19.

Athirah,A., Mustafa,A., Rimmer, MA.2013. Perubahan kualitas air pada budidaya


ikan nila (Oreochromis niloticus) ditambak kabupaten Pangkep Sulawesi
Selatan.Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.1065-1075.

Atun.S dan Sri. H. 2017. Fitokimia Tumbuhan Temukunci (Boesenbergia


rotunda): Isolasi, Identifikasi Struktur, Aktivitas Biologi, dan Sintesis
Produk Nanopartikelnya. K-Media: Yogyakarta.

38
Batubara,I., Julita, I., Darusman, LK.,Muddathir, AM., Mitsunaga, T. 2015. Flower
Bracts of Temulawak (Curcuma xanthoriza) for Skin care: Anti acne and
Whitening agents. Procedia Chemistry (14): 216-224.

Caraka, B., Sumbodo, B. A. A., & Candradewi, I. (2017). Klasifikasi Sel Darah
Putih Menggunakan Metode Support Vector Machine (SVM) Berbasis
Pengolahan Citra Digital. IJEIS (Indonesian Journal of Electronics and
Instrumentation Systems), 7(1), 25-36.

Cahyono,B., Huda, MDK.,Limantara,L.2011. Pengaruh prose pengeringan


rimpang temulawak (Curcuma Xanthorizza ROXB) Terhadap kandungan
dan komposisi kurkuminoid.Reaktor 13(3).165-171.

Christina, B. B. H., Fransisca, C., Kristin, K., & Sudiono, J. (2016, April). Peran
ssmonosit (Makrofag) pada proses angiogenesis dan fibrosis. In Prosiding
Seminar Nasional Cendekiawan.

Dinan, L. 2001.Phytoecdisteroids : biological aspecs. Phytochemystry. 57. 325-


339.

Dinan, L., Savchenko, T., Whiting, P. 2001. Reasearch article on the distribution
of phytoecdisteroids in plants.Celular and molecular life science. 58:1121-
1132.

Djarijah, A.S. 2002. Nila Merah, Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif.
Kanisius. Yogyakarta. 85 hal.

Effendie, MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Fujaya, Y., Aslamyah, S., Usman, Z. 2011. Respon Molting, Pertumbuhan, dan
Mortalitas Kepiting Bakau (Scylla olivacea) yang Disuplementasi Vitomolt
melalui Injeksi dan Pakan Buatan. Ilmu Kelautan. 16(4): 211-218.

Fujaya, Y., Trijuno, DD., Haryati., Hasnidar., Rusdi, M., Usman, Z. 2018.
Efektivitas Ekstrak Daun Murbei dalam Menstimulasi Peningkatan
Kandungan Ekdisteroid Hemolimph dan Molting Kepiting Bakau (Scylla
olivacea). Torani.2.(1). 32-43.

Fujaya,Y. 2011. Pertumbuhan dan molting kepiting bakau yang diberi dosis
vitomolot berbeda. Jurnal Akuakultur Indonesia.10(1).24-28.

Gusman, E. 2011. Sistem pertahanan tubuh ikan: respon pertahanan adaftif


mayor histocompatibility complex (MHC) Reseptor sel , T, Sitokin. Jurnal
universitas Borneo Tarakan (1): 54-61.

Harpeni, E. (2015). Kajian Ulva SP. Sebagai Suplemen Pakan Terhadap


Performa Pertumbuhan Dan Respon Imun Non-spesifik Ikan Nila
(Oreochromis Niloticus). Maspari Journal, 7(2), 65-84.

Hayani, E. 2006. Analisi kandungan kimia rimpng Temulawak.Temu Teknis


Tenaga Fungsional Pertanian.309-312.

39
Jensch-Junior, B.E., Pressinotil, N., Borges, J.C.S. and Cunha da Silva, J.R.M.,
2006, Characterization of Macrophage Phagocytosis of the Tropical Fish
Prochilodus scrofa (Steindachner, 1881), Aquaculture, 251; 509-515,

Johnny, F., Roza, D. 2004.pengaruh penyuntikan imunostimulan peptidoglikan


terhadap peningkatan tanggap kebal non spesipik ikan kerapu macan
epinephelus fuscoguttalus. Aquacultura Indonesiana. 5(3):103-108.

Juharni dan Muchdar, F. 2017.Peningkatan Aktivitas Fagositosis pada Ikan


Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dengan Pemberian Immunostimulan
(ᵦ-Glucan) yang Diekstrak dari Jamur Tiram Putih (Lerotus ostreatus),
Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumberdaya Pulau-pulau
Kecil. 1(1): 62-70.

Kresno, S. B. (2001). Imunologi: Diagnosis dan Prosedur laboratorium Edisi IV.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 6-12.

Kurniawati, E. (2017). Daya antibakteri ekstrak etanol tunas bambu apus


terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in
vitro. Jurnal Wiyata: Penelitian Sains dan Kesehatan, 2(2), 193-199.

Lusiastuti, AM., Maryanti, SD., Purwaningsih, U. 2013. Probiotik Bacillus cereus


untuk Pengendalian Penyakit Streptococcosis pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Riset Akuakultur. 8(1): 109-119.

Lusiastuti, AM., Sumiati, T., Hadie, E. 2013. Probiotik Bacillus firmus untuk
Pengendalian Penyakit Aeromonas hydrophila pada Budidaya Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus): 253-264.

Mahasri, G., Widyastuti, P., & Sulmartiwi, L. (2011). Gambaran Leukosit Darah
Ikan Koi (Cyprinus carpio) yang Terinfestasi Ichthyophthirius multifiliis
pada Derajat Infestasi yang Berbeda dengan Metode Kohabitasi
[Leukocyte Profil of Koi Fish (Cyprinus carpio) Which Infested by
Ichthyophthirius multifiliis on The Different Infestation Degree With
Cohabitation Methode]. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 3(1), 91-
96.

Mahmudah, FL., Atun, S. Uji Akttifitas Anti Bakteri Dari Ekstrak Etanol Temu
Kunci (Boesenbergia Pandurata) Terhadap Bakteri Streptococcus
Mutans. Jurnal Penelitian Saintek.22(1).59-66.

Mardiana, M., & Budi, S. (2017). Immune Responses Of Tilapia Oreochromis


Niloticusby With The Provision Of Xanthones Extracted From Mangosteen
Peel Garcinia Mangostana. Octopus: Jurnal Ilmu Perikanan, 6(1), 585-
591.

Mas’ud F. 2014. Pengaruh Kualitas Air Terhadap Pertumbuhan Ikan Nila


(Oreochromis sp.) Di Kolam Beton Dan Terpal. Grouper Faperik.

Mujalifah., Santoso. H., Laili. S. 2018. Kajian Morfologi Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) dalam Habitat Air Tawar dan Air Payau. Jurnal Ilmiah
BIOSAINTROPIS. 3(3): 10-17

40
Ode. I. 2013. Kajian SIstem Imunitas Untuk Pengendalian Penyakit pada Ikan
dan Udang.Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. 6(2): 41-43.

Pal, GK., Pal, P. (2006).Textbook of Practical Physiology. Orient Longman

Payung, CN dan Manoppo, H. 2015.Peningkatan Respon Kebal Non-Spesifik


dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Pemberian
Jahe, Zingiber officinale. Jurnal Budidaya Perairan. 3(1): 11-18.

Prastito.,Pinandoyo.,Nugroho,RA.,Herawati, VE.2018.The effect of Addition


curcuma (Curcuma Xantorizha Roxb)Extract to increase of feed
consumption, efficiency and the growth of catfish (Pangasius).Aquasains
7(1).637-646.

Prihatini ES. 2014. Manajemen Kualitas Air pada Pembesaran Ikan Nila Salin
(Oreochromis niloticus). Di Instalasi Budidaya Air Payau Kabupaten
Lamongan. Grauper FAPEPRIK

Putra, GP., Mulyana., Mumpuni, FS. 2015. Pengaruh pemberia ekstrak


temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Terhadap mortalitas dan
gambaran darah benih ikan nilem (Ostechilus Hasselti) dengan uji
tantang menggunakn bakteri aeromonas hydrophilla.Jurnal mina sains.
1(2): 68-79.

Purwanti, S. C., & Sudaryono, A. (2014). Gambaran profil darah ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus) yang diberi pakan dengan kombinasi pakan buatan
dan cacing tanah (Lumbricus rubellus). Journal of Aquaculture
Management and Technology, 3(2), 53-60.

Ramadhan, I., Rosidah.,Andriani, Y. 2015. Efektivitas penambahan ekstrak daun


kecubung (Datura metel L) pada pakan untuk pencegahan
streptocococcis pada benih ikan nila sultana, Oreochromis niloticus
(Linnaeus, 1758). Jurnal Iktiologi Indonesia 15(3): 245-255.

Rauf, A., Haeria., Anas, DD. 2016. Efek Imunostimulan Fraksi Daun Katup
(Sauropus androgynous L. MERR.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas
Fagositosis Makrofag pada Mencit Jantan (Mus musculus). JF FIK
UINAM. 4(1): 9-15.

Rawung, ME., Manoppo,H. 2014.Penggunaan ragi roti (Saccharomyces


cereviciae) secara in situ untuk meningkatkan respon kebal non-spesifik
ikan nila (Oreochromis niloticus).Budidaya perairan 2(2).7-14.

Royan, F., Rejeki, S., Haditomo, AHC.2014. Pengaruh Salinitas yang Berbeda
Terhadao Profil darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus).Jurnal of
Aquaculture Management and Technology. 3(2): 109-117

Rukmana. R. 1997. Ikan Nila Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius:


Yogyakarta

Rukyani, A., Selfia, E., Sunarto, A., Taukhid. 1997. Peningkatan Respon Kebal
Non-Spesifik pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Pemberian

41
Imunostimulan (ᵦ-Glucan). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 3(1): 1-
10.

Rustikawati, I. (2012). Efektivitas ekstrak Sargassum sp. terhadap diferensiasi


leukosit ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diinfeksi Streptococcus
iniae. Jurnal Akuatika, 3(2).

Sani, A., Dahlia, D., Amrullah, A., & Yuliadi, Y. (2014). Pengaruh Penambahan
Fukoidan pada Pakan terhadap Respon Imun Non Spesifik Induk Ikan
Nila (Oreochromis Niloticus). Jurnal Galung Tropika, 3(3), 159-170.

Saopiadi., Amir. S., Damayanti.AA. 2012. Frekuensi Pemberian Pakan Optimum


Menjelang Panen Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal
Perikanan Unram. 1(1): 14-21.

Sari, NW., Lukistyowati, I., Aryani, N. 2012. Pengaruh pemberian temulawak


(Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap kelulus hidupan ikan mas
(Cyprinus carpio L) setelah di infeksi Aeromonas Hydrophilla. Jurnal
Perikanan dan Kelautan 17 (2). 43-59

Satyantin, WH., Agustono., Arimbi., Sabdoningrum, EK., budi, M., Asmi, LW.
2016. Peningkatan respons imun non spesifik ikan gurame pasca
pemberian ekstrak air panas mikroalga Spirulina patensis. Jurna Veterine.
17(3):347-354.

Subryana, N., Wardiyanto, W., & Susanti, O. (2020). Penggunaan Ekstrak Daun
Kelor Moringa oleifera (Lam, 1785) Untuk Meningkatkan Imunitas Non
Spesifik Benih Ikan Nila Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) yang
Diinfeksi Aeromonas hydrophila. Journal of Aquaculture and Fish Health,
9(3), 194-203.

Suhermanto, A., Andayani, S., Maftuch. 2013. Pengaruh total fenol teripang pasir
(Holothuria scabra) terhadap respon imun spesifik ikan mas (Cyprinus
caprio). Jurnal bumi lestari. 13(2):225-233.

Suprayudi, M. A., Indriastuti, L., & Setiawati, M. (2006). Pengaruh Penambahan


Bahan-bahan Imunostimulan dalam Formulasi Pakan Buatan Terhadap
Respon Imunitas dan Pertumbuhan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis).
Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(1), 77-86.

Suryati, E., Tenriulo, A., Tonnek, S. 2012. Pengaruh pemberian ekstrak pkis
sebagai moulting stimulant pada induk udang windu (Penaeus
monodon.Fab) di hatchery.Jurnal Riset Aquaculture.8(2).221-229.

Tjahjo, DWH., Purnomo, K. 1998. Studi interaksi pemanfaatan pakan alami


antarikan sepat (Trichogaster Pectoralis), Betok (Anabas testiduneus),
Mujair (Oreochromis mosambiccus) Nila (O. Niloticus) dan Gabus
(Channa striatas) di rawa Taliwang.Jurnal penelitian perikanan
Insdonesia. 4(3): 50-59.

Utami, D. T., Prayitno, S. B., Hastuti, S., & Santika, A. (2013). Gambaran
parameter Hematologis pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang diberi

42
vaksin DNA Streptococcus iniae dengan dosis yang berbeda. Journal of
Aquaculture Management And Technology, 7-20.
Widyaningrum, H., Simanjutak, S. B. I., & Susatyo, P. (2017). Diferensial leukosit
ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) dengan perbedaan level
suplementasi Spirulina platensis dalam pakan. Scripta Biologica, 4(1), 37-
40.

43
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data total leukosit ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan


pemberian vitomolt plus

Perlakuan Jumlah Leukosit Total Leukosit (x104 sel/mm3)


A1 83.0 8.3
A2 64.0 6.4
A3 59.0 5.9
Rata-rata 68.7 6.87
B1 94.0 9.4
B2 90.0 9
B3 92.5 9.25
Rata-rata 92.2 9.22
C1 88.0 8.8
C2 103.0 10.3
C3 107.0 10.7
Rata-rata 99.3 9.93
D1 78.0 7.8
D2 76.0 7.6
D3 77.0 7.7
Rata-rata 77.0 7.7

Lampiran 2. Data diferensial leukosit ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan


pemberian vitomolt plus

Perlakuan Limfosit Monosit Neutrophil jumlah


A1 85.0 3 12 100.0
A2 86.0 4 10 100.0
A3 77.0 4 19 100.0
Rata-rata 82.7 3.67 13.67 100.0

44
B1 83.0 6 11 100.0
B2 87.0 3 10 100.0
B3 91.0 4 5 100.0
Rata-rata 87.0 4.33 8.67 100.0
C1 87.0 6 7 100.0
C2 90.0 3 7 100.0
C3 86.0 4 10 100.0
Rata-rata 87.7 4.33 8.00 100.0
D1 87.0 4 9 100.0
D2 86.0 5 9 100.0
D3 80.0 3 17 100.0
Rata-rata 84.3 4 11.67 100.0

Lampiran 3. Data Indeks fagositosis ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan


pemberian vitomolt plus

Perlakuan Fagositosis Sel Fagosit Indeks Fagositosis


A1 7 100 7
A2 5 100 5
A3 6 100 6
Rata-rata 6 6
B1 7 100 7
B2 8 100 8
B3 8 100 8
Rata-rata 7.666666667 7.666666667
C1 8 100 8
C2 8 100 8
C3 6 100 6
Rata-rata 7.333333333 7.333333333
D1 8 100 8
D2 5 100 5
D3 6 100 6
Rata-rata 6.333333333 6.333333333

Lampiran 4. Analisis Oneway ANOVA dan uji lanjut W-Tuckey terhadap leukosit
ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan pemberian vitomolt plus

ANOVA
total leukosit
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 17.567 3 5.856 8.814 .006
Within Groups 5.315 8 .664
Total 22.882 11

45
Multiple Comparisons

total leukosit
Tukey HSD
Mean 95% Confidence Interval
Difference (I-
(I) vitomolt plus (J) vitomolt plus J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
A control B 1000 ppm vitomolt
-2.35000* .66552 .032 -4.4812 -.2188
plus
C 3000 ppm vitomolt
-3.06667* .66552 .008 -5.1979 -.9354
plus
D 5000 ppm vitomolt
-.83333 .66552 .614 -2.9646 1.2979
plus
B 1000 ppm vitomolt A kontrol 2.35000* .66552 .032 .2188 4.4812
plus
C 3000 ppm vitomolt
-.71667 .66552 .712 -2.8479 1.4146
plus
D 5000 ppm vitomolt
1.51667 .66552 .182 -.6146 3.6479
plus
C 3000 ppm A kontrol 3.06667* .66552 .008 .9354 5.1979
vitomolt plus
B 1000 ppm vitomolt
.71667 .66552 .712 -1.4146 2.8479
plus
D 5000 ppm vitomolt
2.23333* .66552 .040 .1021 4.3646
plus
D 5000 ppm A kontrol .83333 .66552 .614 -1.2979 2.9646
vitomolt plus
B 1000 ppm vitomolt
-1.51667 .66552 .182 -3.6479 .6146
plus
C 3000 ppm vitomolt
-2.23333* .66552 .040 -4.3646 -.1021
plus
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

total leukosit
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0.05
vitomolt plus N 1 2 3
A. control 3 6.8667
D 4 gr Vitommolt plus 3 7.7000 7.7000
B 0 gr vitomolt plus 3 9.2167 9.2167
C 2 gr Vitomolt plus 3 9.9333
Sig. .614 .182 .712
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 5. Analisis Oneway ANOVA terhadap diferensial leukosit ikan nila
(Oreocrhomis niloticus) dengan pemberian vitomolt plus

ANOVA
Kadar limfosit

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 48.917 3 16.306 1.105 .402


Within Groups 118.000 8 14.750

46
Total 166.917 11

Multiple Comparisons

Kadar Limfosit
Tukey HSD
Mean 95% Confidence Interval
Difference (I-
(I) vitomolt plus (J) vitomolt plus J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
A control B 1000 ppm vitomolt
-4.33333 3.13581 .543 -14.3753 5.7086
plus
C 3000 ppm vitomolt
-5.00000 3.13581 .433 -15.0420 5.0420
plus
D 5000 ppm vitomolt
-1.66667 3.13581 .949 -11.7086 8.3753
plus
B 1000 ppm vitomolt A kontrol 4.33333 3.13581 .543 -5.7086 14.3753
plus
C 3000 ppm vitomolt
-.66667 3.13581 .996 -10.7086 9.3753
plus
D 5000 ppm vitomolt
2.66667 3.13581 .829 -7.3753 12.7086
plus
C 3000 ppm vitomolt A kontrol 5.00000 3.13581 .433 -5.0420 15.0420
plus
B 1000 ppm vitomolt
.66667 3.13581 .996 -9.3753 10.7086
plus
D 5000 ppm vitomolt
3.33333 3.13581 .720 -6.7086 13.3753
plus
D 5000 ppm vitomolt A kontrol 1.66667 3.13581 .949 -8.3753 11.7086
plus
B 1000 ppm vitomolt
-2.66667 3.13581 .829 -12.7086 7.3753
plus
C 3000 ppm vitomolt
-3.33333 3.13581 .720 -13.3753 6.7086
plus

ANOVA
kadar monosit

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups ,917 3 ,306 ,204 ,891


Within Groups 12,000 8 1,500
Total 12,917 11

47
Multiple Comparisons
Dependent Variable: kadar monosit
Tukey HSD

95% Confidence
Interval

Mean Difference Std. Lower Upper


(I) vitomolt plus (J) vitomolt plus (I-J) Error Sig. Bound Bound

A kontrol B 1000 ppm


-,66667 1,00000 ,907 -3,8690 2,5357
vitomolt plus

C 3000 ppm -,66667 1,00000 ,907 -3,8690 2,5357

D 5000 ppm -,33333 1,00000 ,986 -3,5357 2,8690


B 1000 ppm A kontrol ,66667 1,00000 ,907 -2,5357 3,8690
vitomolt plus C 3000 ppm ,00000 1,00000 1,000 -3,2024 3,2024
D 5000 ppm ,33333 1,00000 ,986 -2,8690 3,5357
C 3000 ppm A kontrol ,66667 1,00000 ,907 -2,5357 3,8690
B 1000 ppm
,00000 1,00000 1,000 -3,2024 3,2024
vitomolt plus
D 5000 ppm ,33333 1,00000 ,986 -2,8690 3,5357
D 5000 ppm A kontrol ,33333 1,00000 ,986 -2,8690 3,5357

B 1000 ppm
-,33333 1,00000 ,986 -3,5357 2,8690
vitomolt plus

C 3000 ppm -,33333 1,00000 ,986 -3,5357 2,8690

ANOVA
kadar neutrofil

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 63,000 3 21,000 1,474 ,293


Within Groups 114,000 8 14,250
Total 177,000 11

Multiple Comparisons
Dependent Variable: kadar neutrofil
Tukey HSD

95% Confidence
Interval

(I) vitomolt (J) vitomolt Mean Difference (I- Lower Upper


plus plus J) Std. Error Sig. Bound Bound

48
A kontrol B 1000 ppm 5,00000 3,08221 ,419 -4,8703 14,8703

C 3000 ppm 5,66667 3,08221 ,324 -4,2036 15,5370

D 5000 ppm 2,00000 3,08221 ,913 -7,8703 11,8703


B 1000 ppm A kontrol -5,00000 3,08221 ,419 -14,8703 4,8703
C 3000 ppm ,66667 3,08221 ,996 -9,2036 10,5370
D 5000 ppm -3,00000 3,08221 ,768 -12,8703 6,8703
C 3000 ppm A kontrol -5,66667 3,08221 ,324 -15,5370 4,2036
B 1000 ppm -,66667 3,08221 ,996 -10,5370 9,2036
D 5000 ppm -3,66667 3,08221 ,649 -13,5370 6,2036
D 5000 ppm A kontrol -2,00000 3,08221 ,913 -11,8703 7,8703

B 1000 ppm 3,00000 3,08221 ,768 -6,8703 12,8703

C 3000 ppm 3,66667 3,08221 ,649 -6,2036 13,5370

Lampiran 6. Analisis Oneway ANOVA terhadap indeks fagositosis ikan nila


(Oreocrhomis niloticus) dengan pemberian vitomolt plus

ANOVA
indeks fagositosis

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 5.667 3 1.889 1.511 .284


Within Groups 10.000 8 1.250
Total 15.667 11

49
Multiple Comparisons

indeks fagositosis
Tukey HSD
95% Confidence Interval
Mean
Difference Std. Lower Upper
(I) vitomolt plus (J) vitomolt plus (I-J) Error Sig. Bound Bound
A control B 1000 ppm vitomolt
-1.66667 .91287 .329 -4.5900 1.2567
plus
C 3000 ppm vitomolt
-1.33333 .91287 .501 -4.2567 1.5900
plus
D 5000 ppm vitomolt
-.33333 .91287 .982 -3.2567 2.5900
plus
B 1000 ppm vitomolt A kontrol 1.66667 .91287 .329 -1.2567 4.5900
plus
C 3000 ppm vitomolt
.33333 .91287 .982 -2.5900 3.2567
plus
D 5000 ppm vitomolt
1.33333 .91287 .501 -1.5900 4.2567
plus
C 3000 ppm vitomolt A kontrol 1.33333 .91287 .501 -1.5900 4.2567
plus
B 1000 ppm vitomolt
-.33333 .91287 .982 -3.2567 2.5900
plus
D 5000 ppm vitomolt
1.00000 .91287 .702 -1.9233 3.9233
plus
D 5000 ppm vitomolt A kontrol .33333 .91287 .982 -2.5900 3.2567
plus
B 1000 ppm vitomolt
-1.33333 .91287 .501 -4.2567 1.5900
plus

C 3000 ppm vitomolt


-1.00000 .91287 .702 -3.9233 1.9233
plus

Lampiran 6. Data sintasan ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan tambahan


vitomolt plus

Perlakuan Ikan Awal (ekor) Ikan Akhir (ekor) Sintasan (%)


A1 35 28 80.00
A2 35 33 94.29
A3 35 30 85.71
Rata-rata 86,67
B1 35 32 91.43
B2 35 33 94.29
B3 35 35 100.00
Rata-rata 95,24
C1 35 33 94.29

50
C2 35 34 97.14
C3 35 28 80.00
Rata-rata 90,47
D1 35 30 85.71
D2 35 33 94.29
D3 35 28 80.00
Rata-rata 86,67

Lampiran 7. Analisis Oneway ANOVA dan uji lanjut W-Tuckey pada sintasan
ikan nila (Oreocrhomis niloticus) dengan tambahan vitomolt

ANOVA

Sintasan

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 149.940 3 49.980 .949 .462

Within Groups 421.541 8 52.693

Total 571.480 11

51
Multiple Comparisons

Sintasan
Tukey HSD

95% Confidence Interval


(J) vitomolt Mean Difference
(I) vitomolt plus plus (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

A control B 1000 ppm -8.57333 5.92692 .508 -27.5534 10.4068

C 3000 ppm -4.00000 5.92692 .904 -22.9801 14.9801

D 5000 ppm .00000 5.92692 1.000 -18.9801 18.9801

B 1000 ppm A kontrol 8.57333 5.92692 .508 -10.4068 27.5534

C 3000 ppm 4.57333 5.92692 .865 -14.4068 23.5534

D 5000 ppm 8.57333 5.92692 .508 -10.4068 27.5534

C 3000 ppm A kontrol 4.00000 5.92692 .904 -14.9801 22.9801

B 1000 ppm -4.57333 5.92692 .865 -23.5534 14.4068

D 5000 ppm 4.00000 5.92692 .904 -14.9801 22.9801

D 5000 ppm A kontrol .00000 5.92692 1.000 -18.9801 18.9801

B 1000 ppm -8.57333 5.92692 .508 -27.5534 10.4068

C 3000 ppm -4.00000 5.92692 .904 -22.9801 14.9801

Lampiran 8. Dokumentasi kegiatan

52
53

Anda mungkin juga menyukai