Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Individu Hari/ Tanggal : Rabu/06/06 2018

m.k Teknik Produksi Pakan Alami Kelompok :4


Dosen : Andri Hendriana, S.Pi, M.Si
Asisten : Benedictus Victor, SE
Dian Surya Prathiwi, AMd

KULTUR MIKROALGA
SKALA LABORATORUM, INTERMEDIET, DAN MASSAL

Disusun oleh :

Salsabilla Galbi Fataya J3H216133

PROGRAM KEAHLIAN
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam kegiatan budidaya, salah satu komponen penting yakni keberadaan mikroalga.
Mikroalga memiliki peran sebagai pakan alami sekaligus produsenprimer di dalam suatu
perairan. Hal ini menjadikan mikroalga berfungsi sebagairangkaian awal aliran energi pada
rantai makanan di perairan. Selain itu,keberadaan mikroalga sebagai pakan alami sampai
saat ini masih tidak dapatdigantikan secara keseluruhan oleh pakan buatan. Terdapat
beberapakandungan dalam pakan alami, seperti contohnya asam lemak esensial yangbelum
dapat dipenuhi oleh pakan buatan (Ekawati 2005)
Perkembangan budidaya perikanan yang berkembang pesat pada saat ini belum diiringi
dengan upaya penyediaan benih yang memadai. Ada pun hambatan dalam penyediaan
benih ini salah satunya disebabkan oleh karena adanya kesulitan dalam penyediaan pakan
alami dengan kualitas yang baik. Selain itu,kendala yang lain adalah tingkat mortalitas yang
tinggi pada stadia awal larva.Salah satu penyebab tingginya tingkat kematian pada stadia
larva adalah kegagalan larva pada awal pemangsaan. Keberhasilan larva pada awal
pemangsaan dipengaruhi oleh keadatan pakan alami, ukuran pakan alami dankandungan
gizinya (Fajar 2005)
Pakan merupakan salah satu faktor pembatas bagi organisme yang
dibudidayakan.Sebagian besar stadia awal larva ikan (finfish,non finfish), memerlukan
pakan alami fitoplankton atau zooplankton. (De Pauw 1982) (Fulks and Main 1991)
menyatakan bahwa fitoplankton sangat dibutuhkan dalam kegiatan budidaya yang bersifat
komersial, seperti pada jenis ikan (larva dan atau dewasa), bivalvia dan moluska (larva,
juvenil dan dewasa). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pakan alami
adalah ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, mudah dicerna, tidak beracun,
mudah dikultur secara massal dan mengandung nutrisi tinggi (Brown, 1997 Fulks and
Main, 1991).
Salah satu cara untuk mendapatkan pakan alami adalah dengan budidaya mikroalga.
Mikroalga mengandung protein, lemak, hidrokarbon, pigmen dan vitamin yang merupakan
sumber energi dan dihasilkan dari proses fotosintesis (Prince dan Haroon 2005) Biomassa
mikroalga adalah sumber yang kaya akan asam lemak omega3 dan omega6, asam amino
esensial (Histidine, Isoleucine,Leucine, Lysine, Methionin, Phenylalanine, Threonine, Tr-
ptophan, dan Valine) serta karoten (Becker 1994).Kandungan lemak pada mikroalga dapat
ditingkatkandengan memodifikasi faktor lingkungan pada media kultur.
Dalam dunia perikanan, budidaya mikroalga cukup dibilang sulit. Hal ini karena dalam
budidaya mikroalga dibedakan dalam cara mengkultur, yaitu skalala loratorium, skala
intermediet dan skala massal. Hambatan yang terjadi dalam skala laboratorium biasanya
sering terjadi kontaminasi sehingga mikroalga yang seharusnya tumbuh menjadi tidak
tumbuh. Pada skala intermediet atau massal,kolam,kolam alga yang berada diruang terbuka
mengalami variasi perubahan cuaca harian atau pun musiman seperti cahaya, suhu, dan
curah hujan. variasi suhu didaerah tropis tidak sebesar di daerah sub tropis, namun kondisi
awan yang menutupi sinar matahari dimusim hujan dapat menurunkan produktivitas alga.
Mikroalga merupakan mikroba tumbuhan air yang berperan penting dalam lingkungan
sebagai produser primer, disamping bakteri dan fungi yang ada di sekitar kita.Sebagian
besar mikroalga bersifat fotosintetik, mempunyai klorofil untuk menangkap energi matahari
dan karbon dioksida menjadi karbon organik yangberguna sebagai sumber energi bagi
kehidupan konsumer seperti kopepoda, larvamoluska, udang dan lain-lain. Selain perannya
sebagai produser primer, hasil sampingan fotosintesa mikroalga yaitu oksigen juga
berperan bagi respirasi biota sekitarnya. Pengetahuan tentang fikologi telah berkembang
pesat setelah beragam jenis alga dengan karakteristiknya masing-masing berhasil dikultur.
Berbagai institusi di dunia telah menyimpan koleksi kultur mikroalga yang potensial dapat
dimanfaatkan untuk berbagai aplikasi (Panggabean, 2007).
Sebagai produsen, mikroalga mengandung nutrisi yang lengkap kaya protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral.Selain itu alga juga mengandung pigmen astaxanthin,
zeaxanthin, chlorophil, phycocyanin, phycoeritrin yang memiliki fungsi pewarnaan dan
antioksidan. Mikro mineralnya bersama vitamin mampu memperbaiki metabolisme tubuh
dan daya tahan. Contoh-contoh yang sudah dikenal di masyarakat adalah Chlorella dan
Spirulina yang dimanfaatkan sebagai pakan ikan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum budidaya mikroalga skala kultur murni ini adalah praktikan
dapat memahami cara kultur pakan alami skala laboratorium dengan metode isolasi agar,
serta memahami faktor faktor apa saja yang membuat mikroalga tersebut tumbuh atau tidak
tumbuh.

II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum budidaya mikroalga pada skala intermediet dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 26 April 2018 di lakukan di Laboratorium IKN Institut Pertanian Bogor
PSDKU Sukabumi pada pukul 13.00 s/d selesai.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah galon/plastik volume 10 liter,
saringan bertingkat, timbangan, wadah kecil, aerasi, dan lampu.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah klorin aktif 0,2 ppm, Na 2S2O3 300%
dari konsentrasi klorin, urea, TSP, KCl, NaNO 3/ KNO3, KH2PO4/K2HPO4,MgSO4,FeCl3,
dan inokulan Chlorella sp dan Spirulina fusiformis 1 liter.
2.3 Prosedur Kerja
2.3.1 Sterilisasi
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Selanjutnya disiapkan wadah
galon/plastik dan dipastikan tidak ada bagian yang bocor. Kemudian galon atau plastik diisi
dengan air sebanyak 5 liter. Lalu, dimasukan larutan klorin dengan konsentrasi klorin aktif
sebanyak 1 ml atau 0.2 ppm. Kemudian diberikan aerasi kuat dan dibiarkan selama 1 jam.
Lalu untuk menetralisir klorin, ditambahkan Na2S2O3 dengan konsentrasi 300 % dari
konsentrasi klorin dan dibiarkan selama 1 jam.
2.3.2 Pemupukan
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Kemudian pupuk di timbang sesuai
dengan perlakuan. Perlakuan 1 yaitu urea 600 ppm, TSP 15 ppm, dan KCL 40 ppm.
Perlakuan 2 yaitu urea 800 ppm, TSP 15 ppm, dan KCL 40 ppm. Perlakuan 3 yaitu urea
1000 ppm, TSP 15 ppm, dan KCL 40 ppm. Perlakuan 4 yaitu NaNO 3/ KNO3 500 ppm,
KH2PO4/K2HPO4 200 ppm, MgSO4 100 ppm, dan FeCl3 0,3 ppm. Dan perlakuan 5 yaitu
NaNO3/ KNO3 250 ppm, KH2PO4/K2HPO4 100 ppm, MgSO4 50 ppm, dan FeCl3 0,3 ppm.
Kemudian pupuk dilarutkan dengan akuades atau air bersih yang ada di dalam wadah. Lalu
pupuk dimasukan kedalam galon dan dibiarkan beberapa saat sehingga pupuk larut dengan
baik.
2.3.3 Inokulasi
Disiapkan alat dan bahan terlebih dahulu. Selanjutnya didiapkan inokulan dengan
dipanen kultur Chlorella sp dan Spirulina fusiformis bervolume 1 liter yang telah mencapai
fase eksponensial akhir. Kemudian inokulan disaring terlebih dahulu menggunakan
saringan bertingkat. Lalu inokulan dimasukan kedalam media yang telah disiapkan.
Selanjutnya di tempatkan galon atau wadah plastik di bawah cahaya lampu atau matahari
dan di berikan aerasi kuat. Kemudian diamati pertumbuhan Chlorella sp dan Spirulina
fusiformis setiap harinya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1 HASIL
Tabel hasil kultur intermediet chlorella/spirulina
Kelompok Jenis fitoplankton Perlakuan Hasil
1 Chlorella 4 +
2 Chlorella 2 +++
3 Chlorella 3 -
4 Spirulina A -
5 Spirulina B -
6 Chlorella 5 +++
Keterangan : (- tidak tumbuh), (+ tumbuh sedikit), (+++ tumbuh banyak)
Interpretasi :
Berdasarkan hasil dari tabel diatas dapat diketahui bahwa mikroalga berupa
Chlorella sp tumbuh pada perlakuan 4,2,dan 5 namun tidak tumbuh pada perlakuan 3.
Jumlah mikroalga berupa Chlorella sp yang tertinggi terdapat pada perlakuan 2 dan 5.
Sedangkan untuk mikroalga Sprirulina fusiformis tidak tumbuh di kedua perlakuan, yaitu
baik perlakuan A maupun perlakuan B. Hal ini ditunjukan dengan hasil negatif pada kedua
perlakuan tersebut.

III.2 PEMBAHASAN

Pola pertumbuhan yang normal hanya dimiliki oleh fitoplankton dengan kualitas
yang baik yang dapat digunakan sebagai pakan alami larva ikan. Keberhasilan kultur
tercapai bila media kultur dipadati oleh populasi fitoplankton. Pertumbuhan sel dalam
kultur ditandai dengan bertambah besarnya ukuran sel dan banyaknya jumlah sel.
Keberhasilan kultur dipengaruhi oleh media kultur yang bebas kontaminasi,waktu kultur,
kualitas bibit, kepadatan awal tebar bibit, kondisi lingkungan seperti kuantitas cahaya
matahari dan musim.Berdasarkan pola pertumbuhan fitoplankton, maka pemanenan harus
dilakukan saat fitoplankton mencapai puncak populasi. Apabila belum mencapai puncak
populasi, maka sisa-sisa zat hara masih ada dan membahayakan organisme yang
mengkonsumsinya (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995).
Lebih lanjut Djarijah (1996) menerangkan bahwa media pupuk berpengaruh pada
laju pertumbuhan karena laju pertumbuhan fotosintesa mikroalga dipengaruhi oleh faktor
nutrisi yang terdapat dalam media kultur yang diberikan. Laju pertumbuhan tinggi berarti
peningkatan jumlah populasi lebih cepat karena tingkat kecepatan pertambahan sel
persatuan waktu lebih cepat sehingga masa panenpun akan lebih cepat. Hal ini berakibat
bahwa mikroalga Chlorella tumbuh pada perlakuan 4,2,dan 5 sedangkan pada perlakuan 3
tidak tumbuh. Selanjutnya untuk mikroalga spirulina tidak tumbuh pada kedua perlakuan.
Salah satu penyebabnya adalah perbedaan karakteristik dari kedua mikroalga tersebut.
Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di
berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar (Ciferri, 1983). Ciri-ciri
morfologinya yaitu filamen yang tersusun dari trikoma multiseluler berbentuk spiral yang
bergabung menjadi satu, memiliki sel berkolom membentuk filamen terpilin menyerupai
spiral, tidak bercabang, autotrof, dan berwarna biru kehijauan. Bentuk tubuh Spirulina sp.
yang menyerupai benang merupakan rangkaian sel yang berbentuk silindris dengan dinding
sel yang tipis, berdiameter 1-12 µm.Filamen Spirulina sp. hidup berdiri sendiri dan dapat
bergerak bebas (Tomaselli,1997). Spirulina sp. berwarna hijau tua di dalam koloni besar
yang berasal dari klorofil dalam jumlah tinggi. Spirulina sp. memiliki struktur trichoma
spiral dengan filamen–filamen bersifat mortal dan tidak memiliki heterosit. Sel Spirulina
sp. berukuran relatif besar yaitu 110 µm, sehingga dalam proses pemanenan dengan
menggunakan kertas saring lebih mudah (Borowitzka M.A.,1988) Struktur sel Spirulina sp.
hampir sama dengan tipe sel alga lainnya dari golongan cyanobacteria. Dinding sel
merupakan dinding sel gram-negatif yang terdiri dari 4 lapisan, dengan lapisan utamanya
tersusun dari peptidoglikan yang membentuk lapisan koheren. Peptidoglikan berfungsi
sebagai pembentukan pergerakan pada Spirulina sp. yang membentuk spiral teratur dengan
lebar belokan 26-28 µm, sedangkan sel-sel pada trichoma memiliki lebar 6-8 µm
(Eykelenburg, 1977). Bagian tengah dari nukleoplasma mengandung beberapa
karboksisom, ribosom, badan silindris, dan lemak. Membran tilakoid berasosiasi dengan
pikobilisom yang tersebar disekeliling sitoplasma. Spirulina sp. mempunyai kemampuan
untuk berfotosintesis dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk
karbohidrat (Mohanty et al., 1997).
Siklus hidup Spirulina sp. yaitu proses reproduksinya disempurnakan dengan
fragmentasi dari trikoma yang telah dewasa. Reproduksi Spirulina sp. terjadi secara
aseksual (pembelahan sel) yatiu dengan memutus filamen menjadi satuansatuan sel yang
membentuk filamen baru. Ada tiga tahap dasar pada reproduksi Spirulina sp. yaitu proses
fragmentasi trikoma, pembesaran dan pematangan sel hormogonia, serta perpanjangan
trikoma Selanjutnya trikoma dewasa dapat dibagi menjadi filamen atau hormogonia, dan
sel-sel di hormogonia akan meningkat melalui pembelahan biner, tumbuh memanjang dan
membentuk spiral (Hongmei Gong et al., 2008). Siklus reproduksi mikroalga tersebut
berlangsung melalui pembentukan hormogonium yang dimulai ketika salah satu atau
beberapa sel yang terdapat di tengah-tengah trikoma yang mengalami kematian dan
membentuk badan yang disebut cakram pemisah berbentuk bikonkaf. Sel-sel mati yang
disebut nekrida tersebut akan putus dengan segera, kemudian trikoma terfragmentasi
menjadi koloni sel yang terdiri atas 2-4 sel yang disebut hormogonia dan memisahkan diri
dari filamen induk untuk menjadi trichoma baru. Hormogonia memperbanyak sel dengan
pembelahan pada sel terminal. Tahap akhir proses pendewasaan sel ditandai terbentuknya
granula pada sitoplasma dan perubahan warna sel menjadi hijau kebiruan (Cifferi, 1983).
Laju pertumbuhan spesifik spirulina cenderung terus mengalami penurunan.
Hal ini dikarenakan daya dukung media untuk hidup semakin berkurang seiiring
bertambahnya waktu kultivasi. Faktor yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan spesifik
adalah kandungan unsur hara yang terdapat dalam media kultur. Hasil tersebut sesuai
dengan pernyataan Fogg (1975) yang menyatakan bahwa peningkatan populasi alga yang
terjadi menyebabkan nutrisi media berkurang sangat cepat sehingga terjadi penurunan laju
pertumbuhan.Analisis kimia dari Spirulina sp. dimulai pada tahun 1970 yang menunjukkan
Spirulina sp. sebagai sumber yang sangat kaya protein, vitamin dan mineral.Kandungan
protein pada Spirulina sp. bekisar antara 60% -70% dari berat kering,mengandung
provitamin A tinggi, sumber β-karoten yang kaya vitamin B12 dan digunakan dalam
pengobatan anemia, kandungan lipid sekitar 4-7%, serta karbohidrat sekitar 13,6% (Carrieri
et al., 2010). Menurut Vonshak et al. (2004), setiap jenis mikroalga memiliki perbedaan
komposisi protein dan lemak dalam komposisi biokimia pada tubuhnya, dimana unsur yang
penting berupa nitrogen (N) dan fosfor (P). Protein dalam Spirulina sp. sangat dibutuhkan
untuk proses metabolisme sel dalam menunjang pertumbuhan, yaitu mempengaruhi proses
sintesis dan akumulasi dari kandungan dalam sel seperti karbohidrat, asam amino, asam
nukleat dan lemak (Tokusoglu &Uunal, 2006). Spirulina sp. merupakan mikroalga yang
memiliki daya adaptasi tinggi, yang artinya dia mampu tumbuh dalam berbagai kondisi
pertumbuhan. Misalnya dapat ditemukan di perairan dengan pH basa. Kondisi pH basa
memberikan keuntungan dari sisi budidaya, karena relatif tidak mudah terkontaminasi oleh
mikroalga yang lain, yang pada umumnya hidup pada pH yang lebih rendah atau lebih
asam(Ogawa dan Terui, 1970). Faktor-faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan
Spirulina sp. adalah suhu, cahaya, pH, dan agitasi (Vonshak, 1986).
Sedangkan untuk pertumbuhan Chlorella sp. yang dikultur terdiri dari 4 fase yaitu
fase adaptasi,eksponensial, stasioner dan kematian. Hasil penelitian pada hari pemasukan
inokulan dan hari pertama pengamatan menunjukkan bahwa Chlorella sp. mengalami fase
adaptasi pengamatan hari ke-1, unsur nutrien diduga tersedia cukup banyak sehingga
pertumbuhan Chlorella sp. dapat cepat terjadi. Richmond (1986) menyatakan bahwa
ketersedian sumber unsur nutrien mempengaruhi pertumbuhan Chlorella sp. Pada fase ini
ukuran sel meningkat, fitoplankton menjadi aktif dan terjadi sintesis protein. Organisme
mengalami metabolisme tetapi belum mengalami pembelahan (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995). Faktor pendukung dalam pertumbuhan populasi Chlorella sp selain dipengaruhi oleh
kandungan nutrisi juga dipengaruhi oleh kualitas air. Hasil pengukuran suhu air pagi
selama penelitian berkisar antara 30-320C dan suhu air sore berkisar antara 29-310C.
Menurut Kinne (1970) suhu rata-rata berkisar 200C sampai 300C. Suhu air mempunyai
pengaruh yang besar terhadap proses metabolisme (Suriawiria, 1985). Pada penelitian ini
nilai pH pagi berkisar antara 7-8 dan nilai pH sore berkisar antara 7-7,5. Nilai pH optium
untuk kultur Chlorella sp. berkisar antara 7-9 (Effendi, 2003)

IV. SIMPULAN DAN SARAN

IV.1 SIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa mikroalga


yang dapat tumbuh pada kultur intermediet ini adalah Chlorella, mikroalga spirulina tidak
tumbuh hal ini terjadi karena Laju pertumbuhan spesifik spirulina cenderung terus
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan daya dukung media untuk hidup semakin
berkurang seiiring bertambahnya waktu kultivasi. Faktor yang dapat mempengaruhi laju
pertumbuhan spesifik adalah kandungan unsur hara yang terdapat dalam media kultur.

IV.2 SARAN

Sebaiknya pada kegiatan praktikum kali ini pada proses sterilisasi dilakukan dengan
benar agar tidak terjadi kontaminan pada saat mikroalga di kultur. Sehingga tidak terjadi
kegagalan saat proses panen.

DAFTAR PUSTAKA

Becker, E.W. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge: Cambridge


University Press.

Borowitzka, A.M., and Lesly B. J. 1988. Microalgal Biotechnology. Cambridge University


Press, Australia.

Brown, M.R., Jeffrey, S.W., Volkman, J.K., & Dunstan, G.A. 1997. Nutritional properties
of microalgae for mariculture. Aquaculture. 151: 315-331

Carrieri, D., Momot, D., Brasg, I.A., Ananyev, G., Lenz, O., Bryant, D.A.Dismukes, G.C.
2010. Boosting autofermentation rates and product yields with sodium stress cycling:
Application to production of renewable fuels by cyanobacteria. Journal Applied and
Environmental Microbiology, Volume 76, Issue 19, 6455-6462 page.

Ciferri, O. 1983. Spirulina The Edible Microorganisme. Microbial Review.American


Society.

Djarijah AS. 1996. Pakan Ikan Alami.Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius: Yogyakarta.

Ekawati, A.W. 2005. Diktat kuliah budidaya pakan alami. Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya. Malang. hal. 3-48.

Eykelenburg, V.C. 1977. On the morphology and ultrastructure of the cell wall of Spirulina
platensis. Journal Microbiol. Serol. 43:89-99.

Fogg GE. 1975. Algae Culture and Phytoplankton Ecology. The University of Wisconsin
Press, London.
Hongmei, G., Yunlai, T., Jia, W., Xiaogang, W., Lixin, Z., and Congming L.,2008.
Characterization of photosystem II in salt-stressed cyanobacterial Spirulina platens is
cells. Biochimica et Biophysica acta 1777, pp. 488-495.

Isnansetyo, A., dan Kurniastuty. 1995. Teknik kultur phytoplankton dan zooplankton.
Kanisius: Yogyakarta. hal. 34-85.

Prince, R.C dan S.K. Haroon. 2005. The Photobiological Production of Hydrogen:Potential
efficiency and Effectiveness as a Renewable Fuel. Crit. Rev.Microbiol., 31:1931.

Taw Nyan,DR. 1990 . Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga. Proyek
Pengembangan Budidaya Udang : United Nations Development Progrramme Food
and agriculture organization of the Unite Nations. US. 34 hal (diterjemahkan oleh :
Budiono M & Indah W)

Tokusoglu, O., M.K. Uunal. 2006. Biomass nutrient profile of three microalgae: Spirulina
platensis, Chlorella vulgaris and Isochrisis galbana.Journal Food Sci. Vol. 86 (4):
1144 -1148.

Vonshak A. 1986. Laboratory techniques for the cultivation of mikroalgae. In:Richmond,


A. 1986. CRC Handbook of Microalgal Mass Culture. CRC Press, Inc. Florida. p.
117-145
LAMPIRAN

Dokumentasi Kegiatan

Anda mungkin juga menyukai