Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ANDI ALBAB SHIDDIQ SUDIRMAN

NIM : 4520034002

PRODI : BUDIDAYA PERAIRAN

KOMODITAS IKAN PATIN ( Pangasius sp. )

MORFOLOGI IKAN PATIN

Menurut Hadinata (2009) Tubuh ikan patin secara morfologi dapat dibedakan yaitu bagian
kepala dan badan. Bagian kepala terdiri dari : Rasio panjang standar/panjang kepala 4,12 cm,
Kepala relatif panjang, melebar kearah punggung, Mata berukuran sedang pada sisi kepala,
Lubang hidung relatif membesar, Mulut subterminal relatif kecil dan melebar ke samping,
Gigi tajam dan sungut mencapai belakang mata, dan Jarak antara ujung moncong dengan tepi
mata lebih panjang. Sedangkan bagian badan terdiri dari : Rasio panjang standar/tinggi badan
3.0 cm, Tubuh relatif memanjang, Warna punggung kebiru-biruan, pucat pada bagian perut
dan sirip transparan, Perut lebih lebar dibandingkan panjang kepala, dan Jarak sirip perut ke
ujung moncong relatif panjang.

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung
berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup
besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak
diujung kepala agak disebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada
sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba (Amri,
2007).

Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan
besar di sebelah belakangnya. Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam
atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun
sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Sirip duburnya panjang, terdiri dari
30-33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada
memiliki 12-13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang
dikenal sebagai patil (Amri, 2007).
Klasifikasi ikan patin menurut (Hernowo, 2001), adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp

HABITAT DAN SEBARAN IKAN PATIN

Sebagai ikan air tawar, ikan patin hidup di habitat perairan air tawar, seperti kawasan sungai
besar, muara sungai, dan danau. Berdasarkan antomi mulutnya yang terletak agak dibawah
kepala, maka dapat disimpulkan bahwa ikan ini hidup di dasar perairan. Posisi mulut seperti
itu digunakan untuk mencari makan di lapisan bawah sungai yang berlumpur.

KEBIASAAN HIDUP IKAN PATIN

Ikan patin adalah salah satu jenis ikan yang hidup secara nokturnal. Hewan ini mulai
melakukan aktivitas setelah masuk waktu malam hari. Pada siang hari patin menghabiskan
waktu untuk bersembunyi di dalam liang tanah yang berada di tepi sungai.

Selain itu, patin juga dikenal sebagai ikan yang hidup secara bergerombol atau berjumlah
banyak. Hampir semua kegiatan ikan ini dilakukan di bagian dasar sungai, tetapi pada saat
menjelang fajar akan dijumpai ikan patin yang muncul ke permukaan untuk mengambil
oksigen di udara.

Aspek Ekonomi Ikan Patin


Prospek bisnis ikan patin, baik di pasar domestic maupun untuk ekspor, sangat besar.
Terlebih lagi, para pembudidaya jenis ikan ini banyak yang sudah menguasai teknologi
budidaya dan pengolahan yang tepat untuk ikan patin. Namun demikian, produksi ikan patin
di Indonesia sebagian besar masih berupa ikan patin segar. Padahal, ikan patin yang telah
diolah menjadi fillet (daging ikan tanpa tulang) memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan lebih
diminati konsumen global. Di pasar internasional, harga ikan patin segar per kilogram adalah
USD 1. Sementara itu, harga fillet ikan patin per kilogram mencapai USD 3.4.
Industri Ikan Patin Dalam Negeri

Keyakinan akan pengembangan usaha budi daya ikan patin ini juga didasarkan pada produksi
dalam negeri yang terus mengalami peningkatan. Tahun 2006, produksi ikan patin dalam
negeri mencapai 31.490 ton. Sementara itu, tahun 2012, produksi ikan patin meningkat
signifikan hingga mencapai 651.000 ton. Karena itu, pemerintah menargetkan produksi ikan
patin lokal mencapai 1.107.000 ton pada tahun 2013. Dengan demikian, kebutuhan ikan patin
untuk perhotelan yang mencapai 100 ton per bulan, diharapkan tidak perlu lagi bergantung
pada impor dari Vietnam. Prinsip-prinsip tersebut diimplementasikan dalam bentuk
penggunaan benih unggul, pakan berkualitas dengan harga terjangkau, serta pemanfaatan
teknologi yang ramah lingkungan. Dengan aplikasi skema blue economy ini, fokus dalam
meningkatkan nilai tambah suatu produk layak ekspor diharapkan akan dapat tercapai.
Berdasarkan pertimbangan geografi Indonesia yang berbentuk kepulauan, maka industri
pengolahan ikan patin difokuskan di Indonesia bagian barat, sementara sentra produksi ikan
patin dipusatkan di Indonesia bagian timur di mana sebagian besar wilayahnya adalah lautan
atau perairan. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan, Pemerintah membangun lokasi
sentra budi daya ikan patin yang tersebar di 10 provinsi di wilayah Sumatera, Jawa dan
Kalimantan. Sementara itu, untuk industri ikan patin yang diolah dalam bentuk fillet, sentra
produksi terdapat di 8 (delapan) lokasi yang berada di Jakarta, Surabaya dan Banjarmasin.
Selain itu, masih ada lagi 6 (enam) lokasi yang mengolah patin menjadi tepung ikan, yaitu di
Jambi, Kampar-Riau, Karawang, Banjar, Tulungagung dan Purwakarta. Ini memperlihatkan
bahwa industri ikan patin di Indonesia telah dikembangkan dari hulu ke hilir. Namun
demikian, masih terdapat permasalahan lain yang dihadapi oleh industri ikan patin di
Indonesia, yaitu ongkos produksinya yang tinggi, yakni sebesar Rp 8.000 – Rp 11.000 per kg.
Biaya ini lebih mahal bila dibandingkan dengan di Vietnam yang hanya Rp 6.000 per kg.
Akibatnya, harga jual ikan patin dari Vietnam pun menjadi lebih murah, yaitu Rp 12.000 per
kg, di pasar internasional. Kendala lain yang mempengaruhi harga jual ikan patin Indonesia
adalah karena pakannya masih tergantung pada impor.

Ini berbeda dengan Vietnam yang sudah mampu memproduksi sendiri. Untuk mengatasi
kendala ini, perlu adanya klaster budidaya ikan patin yang tersentralisasi agar biaya produksi
bisa ditekan dan volume produksi ikan patin bisa ditingkatkan. Kekurangan ikan patin
Indonesia lainnya, apabila dibandingkan dengan ikan patin Vietnam, adalah ukurannya yang
Indonesia rata-rata 500-600 gram, sedangkan pasar Eropa menginginkan ikan patin dengan
ukuran 800 gram hingga satu kilogram. Idealnya, ikan patin yang bagus adalah yang
berukuran satu kilogram hingga 1,2 kilogram agar mudah diolah dalam bentuk fillet. Ukuran
ikan patin ini semakin menjadi hambatan karena para peternak ikan patin Indonesia, yang
umumnya kalangan rumah tangga, cenderung tidak sabar menunggu hingga ikan patin
mereka mencapai berat dan ukuran ideal. Ketika datang permintaan ikan patin berukuran 500
gram, para peternak ikan patin langsung menjualnya.

Industrialisasi Ikan Patin untuk Tingkatkan Ekspor


Ikan patin adalah ikan asli Indonesia khususnya pulau Sumatera. Ikan ini dibawa ke Vietnam
sekitar 12 tahun yang lalu, yang kemudian dibudidayakan dengan baik oleh pengusaha
setempat. Hasilnya, kini Vietnam berhasil menjadi pengekspor ikan patin terbersar di dunia
dengan menguasai 96% pasar ikan patin internasional, yang terdiri dari 80 pasar negara
tujuan ekspor, termasuk negara di Eropa, AS dan Australia. Selain itu, pengusaha ikan patin
Vietnam mampu membaca selera konsumuen dunia, khususnya di negara maju, yang lebih
menyukai kuliner praktis. Melihat hal itu, maka bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk
mengejar ketertinggalan dan membangun optimisme agar bisa menjadi salah satu produsen
produk ikan patin di dunia. Terlebih, dengan potensi ekonomi yang tersedia, baik di pasar
lokal maupun internasional, serta kemampuan produksi dalam negeri yang cukup tinggi,
maka pengembangan industri ikan patin di Indonesia juga memiliki masa depan yang
menjanjikan terutama untuk memenuhi permintaan pasar dunia yang besar. Langkah-langkah
perbaikan yang perlu dilakukan adalah dengan mengembangkan sistem budidaya ikan patin
yang terpadu, yang bisa menekan ongkos produksi dan harga jual. Lalu, kualitas produk harus
tetap diperhatikan agar mampu memenuhi kebutuhan pasar di dalam dan luar negeri. Untuk
mencapai visi ini, pemerintah Indonesia menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik dari
dalam maupun luar negeri, dalam rangka meningkatkan mutu produk ikan patin Indonesia.
Dengan luar negeri, misalnya, dengan Vietnam untuk mempelajari bagaimana teknik
budidaya yang diterapkan selama ini dalam mengembangkan industri pengolahan ikan patin.
Dari segi teknologi, pada dasarnya tidak sulit untuk mempelajari teknologi pengolahan yang
telah dipraktikkan oleh pengusaha dan peternak ikan patin di Vietnam. Yang dibutuhkan
adalah kesiapan sumber daya manusia di Indonesia yang perlu diberikan melalui kegiatan
penyuluhan. Selain kerjasama dengan luar negeri, para pengusaha ikan patin Indonesia juga
telah menerapkan berbagai metode sebagai upaya menghasilkan ikan patin dengan kualitas
baik untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Dalam pembudidayaan ikan patin,
terdapat dua kegiatan utama yaitu pembenihan dan pembesaran. Kegiatan pembesaran
ditujukan untuk memperolah ikan patin konsumsi, baik pasar domestik maupun pasar global.
Jangka waktu yang dibutuhkan dalam kegiatan pembesaran ikan patin disesuaikan dengan
permintaan pasar. Semakin lama jangka waktu yang ditentukan, maka peternak akan dapat
memperoleh ikan patin dengan ukuran yang lebih besar. Dalam jangka waktu enam bulan,
rata-rata ikan patin akan memiliki berat 600 gram sampai dengan 700 gram.
DAFTAR PUSTAKA:

https://www.teorieno.com/2016/10/klasifikasi-dan-morfologi-ikan-patin.html?m=1

https://rimbakita.com/ikan-patin/

https://www.lemonilo.com/blog/category/kesehatan-tubuh

https://dkpp.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/ikan-patin-segalanya-kamu-harus-
tahu-tentang-patin-73

http://penyuluhankelautanperikanan.blogspot.com/2018/08/belum-ada-judul_26.html?m=1

https://www.tokomesin.com/peluang-usaha-budidaya-ikan-patin-dan-analisa-usahanya.html

www.bappenas.go.id › files › Strategi_Pengelolaan Perikanan_Berkelanjutan

Anda mungkin juga menyukai