Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KULTUR IKAN HIAS

BUDIDAYA IKAN HIAS BLUE DEVIL


(Chrysiptera cyanea)

NAMA

: HARDIATI MARDING

NIM

: L221 13 314

KELOMPOK

: IV (EMPAT)

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERISTAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Ikan Blue Devil merupakan satu dari ribuan jenis ikan hias laut yang
populer, Ikan dengan nama latin Chrysiptera cyanea juga di kenal dengan
nama lain seperti dameselfish blue. Yang menarik dari ikan ini yaitu termasuk
jenis ikan ganas, agresif tetapi juga tahan banting. Ikan ini menaruh
keagresifan yang tinggi, oleh karenanya disematkan nama devil atau iblis
untuk melukiskan keganasannya.
Blue devil merupakan ikan hias air laut yang sangat digemari oleh
masyarakat karena warnanya begitu cantik, agresif dan termasuk ikan rakus
serta tahan terhadap perubahan lingkungan dan harganya relatif terjangkau,
sehingga

ikan

ini

biasanya

dijadikan

sebagai

ikan

pemula

dalam

pemeliharaan diaquarium air laut bahkan ikan ini merupakan ikan hias yang
terlaris di Amerika Serikat. Blue devil ikan yang berbadan langsing, struktur
badannya hampir mirip badan seekor ikan mujair. Seluruh tubuh ikan ini
berwarna dominan biru cerah, terkadang disertai titik-titik putih. Pada ujung
sirip punggung biasanya terdapat titik berwarna hitam letaknya dipangkal
siripnya.
Sesuai dengan namanya

ikan ini dapat merubah warnanya dalam

seketika disaat ikan ini merasa terancam, seringkali ikan ini terlihat berenang
dengan cepat mengejar makanan atau hanya bermain-main dengan
kawanannya. Meskipun bergerak amat gesit, umumnya ikan ini cenderung

jarang mengganggu ikan ikan lain kecuali ada yang mendekati sarangnya.
Blue devil ditemui hampir disemua daerah karang berpasir, perbedaan jantan
dan betina dapat dilihat dari postur tubuh, warna dan ukuran. Jantan
kelihatan memanjang, bagian sirip ekor dan dada berwarna orange dan
ukurannya lebih besar sedangkan betina kelihatan pendek dan agak bulat,
bagian sirip ekor dan dada teransparan dan lebih kecil.
I.2 Tujuan
Mengetahui sistem budidaya ikan hias blue devil (Chrysiptera
cyanea).

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Klasifikasi dan Morfologi Blue Devil (Chrysiptera cyanea)
Blue devil merupakan hewan vertebrate (bertulang belakang) yang
termasuk dalam filum Chodata.
Kingdom

: Animalia

Fhylum

: Chodata

Class

: Actinopterygii

Family

: Fomacentridae

Genus

: Chrysiptera

Speciaes : Chrysiptera cyanea


Blue Devil ikan yang berbadan langsing, struktur badannya hampir
mirip badan seekor ikan mujair. Seluruh tubuh ikan ini berwarna dominan biru
cerah, terkadang di sertai titik- titik putih. Blue devil Chrysiptera cyanea yang
juga dikenal sebagai damselfish blue. Ikan ini sangat agresif dan tahan
banting, ukurannya biasa sampai 7 cm. Damselfish (Keluarga famili
Pomacentridae) terkenal di seluruh dunia, spesies yang terdaftar sudah
mencapai 320 dan masih tumbuh, tetapi setiap tahun beberapa spesies baru
telah ditambahkan ke dalam daftar, dan sekarang spesies yang valid sudah
mencapai 370 nomor, termasuk yang undescribed.
Ada

begitu

banyak

damselfish

berbadan

biru

dan

beberapa

diantaranya masi diidentifikasi dalam literatur populer baru-baru ini, tetapi


iblis biru cukup jelas diwarnai dengan warna biru kehitaman, biru metalik.

Kecerahan warna tergantung pada kekuatan cahaya. Habitat ikan blue devil
atau iblis biru banyak ditemui di darah karang berpasir dan biasanya
berkelompok.

III. METODE BUDIDAYA


III.1 Persiapan Bak Induk
Wadah yang akan digunakan dicuci dengan menggunakan kaporit dan
dibilas sampai bersih, kemudia dipasangkan beberapa titi aerasi sebagai
pensuplai oksigen kedalam air. Pada bagian dasar bak diberikan beberapa
buah selter berupah potongan pipa yang berfungsi sebagai sarang bagi induk
atau tempat peletakan telur lalu diisi air laut dengan sistim sirkulasi Setelah
semuanya terpenuhi baru dimasukkan 120 ekor ikan blue devil dengan
perbandingan 40 jantan dan 80 betina atau 1:2.
III.2 Seleksi induk

Gambar 1. Sebelah atas


jantan dan sebelah bawah
betina
Induk yang digunakan sebaiknya diseleksi terlebih dahulu baik dari
segi kesehatan, ukuran, warna maupun bentuk tubuhnya yang harus lengkap
dan tidak cacat.

Untuk jantan sebaiknya berukuran 6 7cm dan betina

berukuran 4,5 5,5 cm, adapun cirri-ciri sebagai berikut: Jantan ukurannya
lebih besar dari betina, bentuk memanjang, biru menyalah dan bagian dada
dan sirip ekor berwarna orange sedangkan betina ukurannya lebih kecil, agak
bulat dan biru polos.
III.3 Penanganan Induk

Gambar 2. Induk ikan Blu devil


Dalam menangani induk perlu ketekunan dan ketelitian terutama
dalam pemberian pakan dan pegontrolan terhadap kesehatannya. Pakan
yang diberikan adalah pakan buatan, ikan rucah maupun pakan hidup berupa
artemia, udang renik, jentik nyamuk atau pakan hidup lainnya yang sesuai
dengan bukaan mulutnya. Frekwensi pemberian pakan sebaiknya 3 kali
sehari dan diberikan sampai kenyang.

III.4 Pemijahan Induk


Induk dipelihara dalam bak beton berukuran 8 ton dengan jantan
sebanyak 20 ekor dan betina 80 ekor (1:4). Induk dipelihara dengan sistem
sirkulasi dan juga aerasi yang berasal dari blower. Dasar bak diberi pasir dan
substrat berupa batu untuk tempat bersarang dan menempelkan telur.
Bak induk juga diisi teripang pasir sebagai pembersih sisa pakan.
Induk dijatah pakan pellet komersial sekenyangnya dua kali sehari, pukul
09.00 dan 15.00.
Pemijahan dilangsungkan secara alami. Induk betina yang akan
memijah perutnya gendut, sedangkan yang jantan sangat agresif bergerak
membuat dan membersihkan sarang. Induk betina mulai bergerak ke arah
substrat untuk menempelkan telurnya.
Induk di bak terkontrol tersebut dapat memijah tiap saat dan larvanya
bisa dipanen tiap malam. Induk betina menempelkan telurnya pada batu atau
shelter berupa potongan pipa paralon, sedangkan induk jantan berperan
menjaga dan membersihkan telur.
III.5 Panen larva
Larva yang
pada malam

menetas pada malam hari maka panenpun dilakukan

hari, karena jika tidak segera dipanen larva tersebut habis

dimakan oleh induk pada saat matahari terbit. Metode panen yang dilakukan
adalah menyedot langsung larva yang terkumpul oleh cahaya lampu dengan

menggunakan selang ke bak larva pada malam hari. selama 2 sampai 4


malam panen dalam setiap bak larva tergantung kepadatan larva yang
dihasilkan di bak induk.
III.6 Pemeliharaan larva
Telur yang telah terbuahi akan menetas menjadi larva. Penetasan
dilakukan dalam bak induk. Setelah telur menetas, yaitu saat matahari
terbenam atau hari sudah mulai gelap, larva ini dipindahkan ke bak
pemeliharaan larva berukuran 8 ton menggunakan selang inci.
Pengambilan larva dibantu dengan lampu sorot supaya larva
mengumpul. Kalau terlambat dipindahkan, dikhawatirkan siang harinya larvalarva ini akan habis dimakan induknya.
Pakan pertama bagi larva umur sehari adalah chlorella yang diberikan
tiap hari selama 20 hari dan dapat diselingi pakan rotifer. Setelah berumur 15
hari, larva dijatah naupli artemia setiap hari. Selain naupli artemia, larva juga
dilatih makan pellet MB.
Pada umur 20 hari, larva mulai diberi pakan pellet NRD meski
terkadang masih diberikan naupli artemia. Lima hari kemudian, warna
badannya mulai berubah dari hitam menjadi biru.
III.7 Pemberian pakan pada larva
Larva yang berumur 1 hari diberikan pakan alami berupa Clorella sp
sebanyak 5 sampai 7 % dari volume air dalam bak dan rotifer dengan
kepadatan 10 sel per milli liter sampai larva berumur 20 hari. Setelah larva

berumur 15 hari baru diberikan naupli artemia dengan kepadatan 2 sampai 5


ekor per milli liter air dalam bak, tergantung kepadatan larva dalam bak,
khusus pakan pellet (pakan buatan) diberikan pada larva yang berumur 1 hari
sampai larva dipanen dan ukurannya disesuaikan dengan bukaan mulut
larva. Untuk menjaga agar kualitas air dalam wadak pemeliharaan tetap stabil
maka dilakukan penyiponan pada saat larva berumur 20 hari guna
membersihkan kotoran yang mengendap didasar. Setelah larva berumur
30 40 hari maka akan berubah warna dari hitam menjadi biru dan siap
dipindahkan ke wadah pembesaran
III.8 Budidaya (Pembesaran)
Benih yang keluar dari bak larva dibesarkan di bak fiber yang
bervolume 2 sampai 3 ton dengan menggunakan sistim air mengalir selama
24 jam. Pakan diberikan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari berupa
pakan artemia dan pakan pellet. Pakan harus disesuaikan dengan bukaan
mulut ikan yang dipelihara dan untuk membersihkan kotoran yang ada di
dasar bak maka penyiponan dilakukan setiap selesai pemberian pakan.
Panen dilakukan setelah ikan berumur 5 sampai 6 bulan, untuk masalah
ukuran dan jumlah disesuaikan dengan permintaan pasar.

III.8 Gambar Kegiatan

Bak induk yang dilengkapi dengan lampu untuk panen larva

Telur Blue devil di bawah mikroskop

Benih umur 3 bulan

Larva Blue devil di bawah mikroskop

Larva Blue devil

IV. KESIMPULAN
IV.1 Kesimpulan
Budidaya ikan hias blue devil dapat dilakukan secara massal dengan
perbandingan induk 1:2 (1 jantan dan 2 betina). Dengan induk 120 ekor dapat
menghasilkan larva hampir setia malam. Masa pemeliharaan larva berkisar
40 hari. Untuk mencapai ukuran pasar dapat ditempuh dengan lama
pemeliharaan yaitu 5-6 bulan
IV.2 Saran
Teknologi budidaya ikan hias blue devil perlu ditingkatkan dan
dipublikasikan guna membuka lapangan kerja sehingga hasil budidaya dapat
menyaingi hasil tangkapan alam.

DAFTAR PUSTAKA
Burgess, W. et all., 1990. Atlas of Marine Aquarium Fishes, Second Edition.
TFH Publication. Sidney-Australia
Emmens, C.W., 1988. Marine Fishes and Invertebrates in Your Own Home.
TFH Publications. Sydney-Australia
Richard, B., Rickajzen, S., Barker, J. 2007. Ocean, Revealing The Secrets of
The Deep. Atlantic Publishing. UK. Pg 210

Anda mungkin juga menyukai