Anda di halaman 1dari 11

PAPER

NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NUSANTARA


YANG SESUAI DENGAN SILA-SILA PANCASILA

PEKAN II

Disusun Oleh :

Alief Rezki Rinaldy

K01121139

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanuddin

2021
A. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari banyak pulau. Negara
Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan sekarang umurnya telah mencapai 76
Tahun. Banyak budaya, adat, dan lainnya yang diwariskan dari nenek moyang kita
sebelum Indonesia Merdeka.

Sekarang ini, Indonesia mempunyai 8 pulau besar dan dibagi menjadi 34


provinsi. Masing-masing pulau mewarisi banyak budaya, norma, adat, dan lain-lain.
Namun, banyak budaya dan adat yang sudah mulai hilang dikarenakan tidak
dibudidayakan lagi atau bisa saja dihilangkan karena bertentangan dengan Pancasila
yang merupakan dasar negara kita.

Di paper kali ini, saya ingin membawa pembaca untuk mengetahui nilai-nilai
budaya sosial atau kearifan lokal yang sesuai dengan sila-sila Pancasila dan juga kali
ini saya akan menjelaskan dengan tuntas mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

B. Pembahasan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa
dengan berjuta kekayaan alamnya, suku, ras, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat
yang beragam. Cita-cita dan tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri
adalah membangun seluruh masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Indonesia terdiri dari 8 pulau besar yang dihuni oleh masyarakat indonesia.
Pulau-pulau tersebut yakni Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua. Pulau-pulau tersebut memiliki kearifan lokal yang
sangat banyak, namun kita hanya membahas yang terkenal saja. Berikut
penjelasannya :

1. Sumatera

Sumatera merupakan Pulau yang memiliki 10 provinsi yaitu Nanggroe


Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau,
Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan
Lampung. Namun, yang kita bahas yaitu kearifan Sumatera selatan.

Sumatera Selatan terkenal dengan bentuk rumahnya, yakni Rumah Limas.


Menurut Maryetti (2010:9) Rumah Limas adalah tipe rumah panggung, karena
didirikan di atas tiang-tiang. Bentuk bangunannya berupa empat persegi
panjang dengan lantai yang bertingkat-tingkat. Setiap tingkatan tersebut
berbentuk persegi panjang dan berjumlah dua atau tiga tingkatan. Rumah
tersebut disebut Rumah Limas, dikarenakan atapnnya berbentuk yang
menyerupai piramida terpenggal. Jika dilihat dari sisi samping, rumah tersebut
terdiri dari tiga atau lima bagian, masing-masing adalah bagian depan, tengah
dan belakang

Dilansir dari Jurnal Volume X, Nomor X Indonesian Journal of Sociology,


Education, and Development bahwa Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan pada Rumah Limas, sesuai dengan teori Alport menunjukkan bahwa
terdapat nilai-nilai kearifan lokal pada Rumah Limas, diantaranya Nilai
Religius dari Rumah Limas tersebut, Nilai Estetika, Nilai Sosial dan Nilai
Politik dari Rumah Limas tersebut sebagai berikut:

1. Nilai Religius, Pada saat pembangunan rumah ada acara penyembelihan


hewan untuk selamatan pembangunan rumah, pada saat pemasangan alang
pada atap rumah ada acara juga yang berarti agar membawa kemakmuran pada
saat rumah dihuni, pindahan rumah dilakukan pada hari senin dengan maksud
mengingat hari kelahiran nabi Muhammad SAW, hiasan simbar yang ada di
dalam Rumah Limas dipercaya dengan jumlahnya dua, artinya mengingat
akan kejadian manusia di bumi yaitu adam dan hawa. yaitu (a) adanya
penyembelihan hewan untuk selamatan acara pembangunan rumah, (b) adanya
acara upacara pemasangan alang pada atap Limas agar membawa
kemakmuran, (c) adannya kegiatan selamatan pindahan rumah yang dilakukan
pada hari senin dengan maksud agar mengingat Nabi Muhammad SAW., (d)
adanya kepercayan bahwa hiasan simbar dengan jumlahnya dua, artinnya
bahwa mengiatkan kita akan kejadian manusia di bumi yaitu tentang adam dan
hawa.
2. Nilai Estetika, Didalam Rumah Limas terdapat ukiran yang bermotifkan
tumbuhan-tumbuhan yang berarti memperlihatkan keagungan, kemewahan
dan kekuasaan pemilik rumah tersebut, ukiran dengan motif matahari di
Rumah Limas, ukiran motif buah srikaya di Rumah Limas, ukiran motif bunga
melati di Rumah Limas, Adanya ukiran motif daun pakis di Rumah Limas.
Estetika yang terdapat pada Rumah Limas yaitu (1) adanya ukiran dengan
motif tumbuhan-tumbuhan memperlihatkan keagungan, kemewahan, dan
kekuasaan pemiliknya, (2) adanya ukiran motif matahari pada hiasan Rumah
Limas, (3) adanya ukiran motif buah srikaya pada Rumah Limas, (4) adanya
ukiran motif bunga melati pada Rumah Limas (5) adanya ukiran motif daun
pakis pada Rumah Limas.

3. Nilai Sosial, Di Rumah Limas pada saat mengadakan acara sedekahan dan
musyawarah, seseorang akan ditentukan berdasarkan status sosialnnya yaitu:
Untuk keekejeng pertamaSebagai empat berkumpul golongan pemuda, Untuk
keekejeng kedua tempat berkumpulnya golongan setengah baya, Untuk
keekejeng ketiga tempat golongan yang dituakan atau golongan tua. yang
terdapat pada Rumah Limas yaitu (1) adanya acara sedekahan tempat para
undangan ditentukan oleh status sosial, (2) untuk keekejeng pertamaSebagai
empat berkumpul golongan pemuda, (3) untuk keekejeng kedua tempat
berkumpulnya golongan setengah baya, (4) untuk keekejeng ketiga tempat
golongan yang dituakan atau golongan tua.

4. Nilai Politik, Rumah Limas terdapat kekijing, Setiap kekijing menjadi


simbol perbedaan garis keturunan asli masyarakat Palembang, kekijing
pertama merupakan teras paling rendah, tempat berkumpulnya golongan
kemas (kms), kekijing kedua lebih merupakan tempat berkumpulnya para
kiagus (kgs) dan massagus (mgs), kekijing ketiga merupakan tempat golongan
untuk raden dan keluarganya. Nilai politis yang terdapat pada Rumah Limas
yaitu (1) Rumah Limas terdapat kekijing, Setiap kekijing menjadi simbol
perbedaangaris keturunan asli masyarakat Palembang (2) Untuk kekijing
pertama merupakan teras paling rendah, tempat berkumpulnya golongan
kemas (kms). (3) Untuk kekijing kedua lebih merupakan tempat
berkumpulnya para kiagus (kgs) dan massagus (mgs). (4) Untuk kekijing
ketiga merupakan tempat golongan untuk raden dan keluarganya.
2. Jawa

Pulau Jawa merupakan pulau yang terdiri dari 6 provinsi, yakni Banten,
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta. Di
pulau Jawa kental akan adat istiadat dan pulau Jawa juga menjaga bahasa
sanskertanya.

Di kutip dari jurnal Franciscus Xaverius Wartoyo tentang KEARIFAN


LOKAL BUDAYA JAWA DALAM PERSPEKTIF PANCASILA
mengatakan bahwa Pada kehidupan masyarakat Jawa juga dikenal dengan
istilah beberapa falfasah yang menghendaki manusia berperilaku ke arah
ketenteraman hidup dan bukan konflik terus menerus. Sikap dan perilaku
masyarakat Jawapun perlu dilandasi kehendak untuk menghiasi dunia dan
bukan merusak tatanan dunia. Adapun cerminan falsafah terkenal di kalangan
masyarakat Jawa, yakni sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup
manusia), berarti kesadaran akan asal mula (sangkan) dan tujuan (paran)
hidup. Bagi orang Jawa segala sesuatu sudah ditetapkan oleh Tuhan dan harus
kembali kepada-Nya. Maka perlu suatu usaha atau cara agar manusia bisa dan
pantas sampai ke asalnya, yaitu Tuhan. Orang Jawa menekankan laku prihatin
untuk mencari kesempurnaan hidup, misalnya puasa mutih atau puasa
ngebleng, kungkum di sungai. Mereka memiliki timbunan sistem filosofis
berupa endapan pengalaman para pujangga dan leluhur yang berusaha mencari
arti kehidupan manusia, asal-usul, tujuan akhir, dan hubungan manusia dengan
Tuhan.

Pakubawana V memberikan pesan, dalam Serat Centhini V: 279, yang


berisi (Endraswara, 2003): “Awya lunga yen tan wruha, ingkang pinaranan ing
purug, lawan sira awya nadhah, yen tan wruha rasanipun, ywa nganggo-anggo
siraku, yen tan wruh raning busana, weruha atakon tuhu, bisane tetiron nyata.”

Kutipan tersebut mengarahkan masyarakat Jawa untuk senantiasa


berhati-hati dalam menjalankan hakikat hidup, serta menyadari dengan
sungguh-sungguh asal mula (sangkan) dan tujuan (paran) hidupnya. Falsafah
ini menunjukkan bahwa hidup manusia di dunia itu sekedar mampir ngombe
(singgah untuk minum), karena pada hakikatnya manusia itu berasal dari
Tuhan dan akan kembali atau menuju pada Tuhan.

3. Bali

Pulau Bali merupakan Pulau yang sangat indah. Banyak turis yang
mengunjungi Bali karena keindahan alamnya. Bali sebenarnya masuk dalam
Lingkup Pulau Nusa Tenggara. Namun, karena kekentalan adat istiadat dan
juga budaya nya, maka biasanya Bali disebut pulau Bali.

Pulau bali memiliki banyak nilai kearifan lokal yang sejalan dengan nilai-
nilai pancasila. Salah satu yang terkenal adalah Tri Hita Karana. Tri Hita
Karana merupakan konsep spiritual dan juga sebagai falsafah Hidup
Masyarakat Bali. Dilansir dari jurnal POLITICOS: Jurnal Politik dan
Pemerintahan, 1 (1) (2021), 48 Penggalian Nilai-Nilai Pancasila Berbasis
Kearifan Lokal Bali Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan
menemukan bahwa Tri Hita Karana merupakan sebuah konsep spiritual,
konsep kearifan lokal, dan kosmologi sekaligus falsafah hidup masyarakat
Hindu Bali yang bertujuan untuk membentuk keselasaran hidup manusia.
Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri =
tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana
mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada
keharmonisan hubungan antara:

a. Manusia dengan Tuhannya (parahyangan).


b. Manusia dengan sesamanya (pawongan)
c. Manusia dengan alam lingkungannya (palemahan).

4. Kalimantan

Pulau Kalimantan merupakan Pulau yang terdiri dari 5 provinsi, yakni


Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Utara. Pulau Kalimantan memiliki satu suku yang
sangat terkenal dan khas, namanya suku Dayak. Suku Dayak merupakan suku
yang memiliki kekentalan akan adat istiadatnya dan sampai sekarang masih
ketat dengan animisme. Namun, yang kali ini kita bahas adalah kegiatan
Gawai Dayak.

Gawai Dayak merupakan kegiatan dimana para warga suku Dayak


merayakan ucapan rasa syukur kepada tuhan atas kelimpahan pertanian. Acara
ini juga dilakukan rutin setahun sekali dan telah menjadi ritual rutin. Dilansir
dari artikel KONTRIBUSI GAWAI DAYAK DALAM MENUMBUHKAN
NILAI-NILAI SOLIDARITAS GENERASI MUDA DESA SEKENDAL
OLEH SIMEON HATTA mengatakan bahwa Kontribusi Gawai Dayak dalam
menumbuhkan nilai perasaan moral pada generasi muda, Gawai Dayak
memberikan kontribusi dalam menumbuhkan nilai perasaan moral pada
generasi muda terlihat dari hasil observasi bahwa pemuda suku Dayak
memiliki rasa solidaritas yang tinggi, terlihat jelas dalam pelaksanaan Gawai
generasi muda sangat antusias mengikuti Gawai dengan saling mengunjungi
sanak saudara dan kerabat. Dalam Gawai dayak generasi muda tampak saling
mengunjungi dengan saling menghormati serta sopan santun baik kepada
sesama maupun kepada para tua-tua adat desa serta warga desa satu sama
lainnya. Kontribusi Gawai Dayak dalam menumbuhkan kepercayaan bersama
pada generasi muda, Gawai Dayak merupakan tradisi rutin tahunan yang mana
ditunjukan oleh para pemuda suku Dayak sendiri tampak dengan mengikuti
Ritual-ritual dan adat istiadat yang dianut oleh nenek moyang sebagai warisan
budaya desa adanya kegiatan dan pelaksanaan membuat sesaji dan melakukan
ritual yang dalam kebudayaan Suku Dayak sudah menjadi kegiatan rutin Suku
Dayak setelah pasca panen dan kegiatan budaya Dayak lainnya.

5. Sulawesi

Pulau Sulawesi merupakan pulau yang terdiri dari 6 provinsi, yakni


Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Sulawesi merupakan pulau yang terkenal
kekentalan khas dari warisan nenek moyang seperti penamaan andi pada
keturunan bangsawan bugis dan lain sebagainya. Namun, yang akan kita bahas
kali ini adalah nilai kearifan lokal dari kata Pammali yang ada kabupaten
Wajo, Sulawesi Selatan.

Pammali ini sangat banyak jenisnya, ada dari lisan, tindakan, dan
sebagainya. Salah satu pammali yang terkenal di Wajo adalah Pémmali
Paggalung/Paddareq. Dilansir dari tesis “NILAI KEARIFAN LOKAL
DALAM UNGKAPAN PÉMMALI MASYARAKAT BUGIS WAJO
PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh JUMADI” menemukan bahwa
Masyarakat Bugis Wajo yang berprofesi sebagai paggalung/ paddareq
(bercocok tanam) umumnya mematuhi dan memegang teguh beberapa
pantangan dalam menjalankan profesinya. Salah satu pantangan tersebut ialah
sebagai berikut: Pantangan bagi anak-anak bermain di depan orang yang
sedang menampi bibit/benih.

Bagi anak-anak, terkadang senang ketika menyaksikan seseorang yang


sedang menampi benih sebab benih hampa yang beterbangan dapat dijadikan
mainan. Namun, tentu kehadiran anak-anak sangat mengganggu bagi orang
yang sedang menampi benih. Selain itu, anak- anak tersebut juga harus
dihindarkan dari dampak gatal-gatal setelah menyentuh kulit gabah (benih).
Dengan demikian maka ungkapan pémmali tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat Bugis sangat menjaga nilai kesopanan/kesantunan dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu, dengan ungkapan pémmali tersebut juga
ditunjukkan kasih sayang yang diberikan kepada anak.

6. Maluku

Pulau Maluku terdiri dari 2 Provinsi, yakni Maluku dan Maluku Utara.
Walaupun pulau ini memiliki provinsi yang sedikit, namun pulau ini tidak
kalah banyak dengan pulau lain tentang warisan adat istiadat. Pulau Maluku
memiliki nilai kebudayaan tersendiri.

Salah satu sifat atau kebiasaan masyarakat Maluku yang terkenal adalah
monodualitis siwalima. Kebiasaan ini merupakan turunan dari nenek moyang
dan sampai sekarang kini telah menjadi identitas masyarakat Maluku. Dilansir
dari jurnal “Nilai-nilai Pendidikan Multikultural dalam Kearifan Lokal
Masyarakat Maluku oleh Dr. Abidin Wakano, M.Ag” mengatakan bahwa
Semangat monodualistis siwalima yang merupakan akar budaya masyarakat
Maluku adalah nilai dasar terhadap pelbagai bentuk kerukunan dan
persaudaraan di Maluku. Bentuk-bentuk persaudaraan dalam budaya Maluku
sangat menghargai perbedaan, baik itu suku, agama maupun golongan.
Apapun perbedaan itu tetap dianggap sebagai saudara, yang dalam istilah lokal
Maluku disebut sebagai Orang Basudara (orang yang bersaudara). Filosofi
hidup Orang Basudara itu adalah “potong di kuku, rasa di daging, ale rasa,
beta rasa (kamu rasa, saya juga rasa), dan sagu salempeng dibage dua
(sepotong sagu dibagi dua)”. Persaudaraan ini bersifat pro-eksistensi, karena
sama-sama merasa memiliki dan punya tanggung jawab terhadap yang lain.

Keunikan dan keindahan nilai-nilai persaudaraan sejati ini tercermin di


dalam pelbagai kearifan lokal (local wisdom) atau kecerdasan lokal (local
genius) masyarakat Maluku, misalnya nilai persaudaraan dalam budaya Pela,
Gandong, dan Family.

7. Nusa Tenggara

Pulau Nusa Tenggara merupakan pulau yang terdiri dari 3 provinsi, yakni
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pulau ini menyimpan
banyak kekayaan budaya dan adat istiadat. Namun, yang kita bahas disini
ialah kearifan lokal di kota Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Di kota Lombok, masyarakat sana memiliki suatu pementasan yang


disebut pementasan kemidi rudat Lombok. Kemidi Rudat merupakan salah
satu jenis teater tradisional yang sudah ada dari jaman nenek moyang dan
sekarang menjadi milik masyarakat suku sasak di Lombok, Nusa Tenggara
Barat.

Dilansir dari jurnal “Nilai-Nilai Budaya Sasak Kemidi Rudat Lombok:


Perspektif Hermeneutika oleh Murahim” menemukan bahwa gambaran
pementasan Kemidi Rudat yang menjadi dasar pengambilan data dalam
penelitian ini. Data-data nilai yang ditemukan dalam pementasan kemidi
Rudat adalah (1) nilai religius yang berupa nilai akidah, ibadah dan
muamallah; (2) nilai filosofis berupa filosofi yang berkaitan dengan budaya
dan kearifan masyarakat Sasak Lombok, yaitu filosofi Sang Pemilik (epe aik),
filosofi Tanah Air (gumi paer), dan filosofi kekayaan budi pekerti (budi kaye);
(3) nilai etis yang berupa nilai kepatutan dan kerja keras, kepatuhan dan
disiplin, dan nilai etis kepacuan atau ketekunan; (4) sedangkan yang terakhir,
yaitu nilai estetis yang berupa wujud atau rupa, bobot atau isi, dan yang
terakhir adalah nilai estetis dalam hal penampilan atau penyajian pementasan
Kemidi Rudat Lombok.

8. Papua

Pulau Papua merupakan pulau yang terdiri dari 2 provinsi, yakni Papua
dan Papua Barat. Pulau Papua banyak mewarisi kekayaan budaya dan adat
istiadat mereka. Salah satu yang terkenal akan budaya di Papua ialah budaya
Farkawawin.

Dilansir dari jurnal “KEARIFAN LOKAL BUDAYA FARKAWAWIN


SUKU BIAK DI DESA SYABES KECAMATAN YENDIDORI
KABUPATEN BIAK NUMFOR oleh Nimbrot Nixon Padur, Shirley Y.V.I.
Goni, dan Hendrik W Pongoh” menemukan bahwa Farkawawin adalah
merupakan suatu bentuk ikatan dalam kehidupan masyarakat biak yang
menjadi norma susila dalam menuju kehidupan berumahtangga yang langgeng
karena banyak aturan di dalamnya yang cukup berat sehingga setiap individu
dalam masyarakat biak harus berusaha hidup menurut aturan agar suasana
yang baik, aman dan tenteram bisa tercapai.

Farkawawin megajarkan kita bagaimana kita beretika, menghormati, taat


akan keputusan, mengajarkan bagaimana kita menjadi pemimpin dan
bagaimana cara kita melatih kesabaran. Hal ini lah yang menjadi pokok inti
dari makna Farkawawin

C. Daftar Pustaka

Luciani, R., Malihah, E. (2020). Analisis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Rumah Limas Di
Sumatera Selatan. Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development, 2(1),
11-18.
I Nyoman Wiratmaja*, I Wayan Gede Suacana Dan I Wayan Sudana.Penggalian Nilai-
Nilai Pancasila Berbasis Kearifan Lokal Bali Dalam Rangka Penguatan Wawasan
Kebangsaan

Jumadi. NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM UNGKAPAN PÉMMALI


MASYARAKAT BUGIS WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN

Murahim. Nilai-Nilai Budaya Sasak Kemidi Rudat Lombok: Perspektif Hermeneutika

Dr. Abidin Wakano, M.Ag.Nilai-nilai Pendidikan Multikultural dalam Kearifan Lokal


Masyarakat Maluku

Nimbrot Nixon Padur, Shirley Y.V.I. Goni, dan Hendrik W Pongoh. KEARIFAN
LOKAL BUDAYA FARKAWAWIN SUKU BIAK DI DESA SYABES KECAMATAN
YENDIDORI KABUPATEN BIAK NUMFOR

Franciscus Xaverius Wartoyo.KEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWA DALAM


PERSPEKTIF PANCASILA

SIMEON HATTA.KONTRIBUSI GAWAI DAYAK DALAM MENUMBUHKAN


NILAI-NILAI SOLIDARITAS GENERASI MUDA DESA SEKENDAL

Anda mungkin juga menyukai