Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

“Pogiraha Adhara” Tradisi Adu Kuda dari Tanah Muna


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Perdesaan

DISUSUN OLEH
Roihan Faiz (134190101)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKUKTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
POGIRAHA adhara atau perkelahian kuda adalah pertarungan adu kuat yang sesungguhnya.
Dua kuda jantan petarung dibiarkan berkelahi. Begitu salah satu kuda menunjukkan tanda-
tanda kelelahan, atau lari ketakutan, pertarungan dihentikan. Uniknya, dalam pertarungan
yang benar-benar adu kuat sekalipun, tetap ada norma yang dijaga. Norma tentang apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan sang kuda, norma tentang kuda mana yang layak menjadi
pemenang, dan norma tentang kapan pertarungan harus berakhir.

Dengan disaksikan ribuan warga yang datang dari berbagai penjuru para pemangku adat dan
penonton perkelahian kuda mampu menyuguhkan sebuah tontonan yang cukup menghibur
sekaligus mendebarkan. Tak jarang banyak penonton yang harus berlari menyelamatkan diri
saat kuda yang kalah dalam pertarungan berlari kearah penonton. hilang dari peredaran. Oleh
masyarakat di Kabupaten Muna tradisi ini cukup dikenali. tidak hanya karena tradisi ini
berasal dari daerah itu namun tradisi semacam ini terbilang sangat langka bahkan bisa
dibilang tradisi ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Sesuai falsafahnya tradisi ini sendiri
tidak dilakukan secara sembarangan karena pihak yang terhebat dalam tradisi ini merupakan
orang-orang pilihan termasuk kuda yang ditampilkan.

Meski tidak memiliki kalender paten namun tradisi ini kerap dilakukan pada hari-hari sakral
seperti hari besar keagamaan saat menyambut tamu agung dan setelah melaksanakan panen
raya. 'Selain bermakna kultural tradisi ini juga menjadi salah satu hiburan yang menjadi alat
perekat dan pemersatu masyarakat khususnya di Kabupaten Muna
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna filosofis Perkelahian Kuda


Meski dikemas dalam bentuk hiburan, pogiraha adhara kaya dengan nilai filosofis
tentang penghormatan atas hak, tanggung jawab, harga diri, kepekaan, kekuatan,
keuletan, kesetiaan, penghargaan, kepatuhan dan keteladanan. Inilah cara cerdas
yang dipilih para sepuh masyarakat Muna dalam menanamkan nilai-nilai tadi kepada
generasi penerusnya. Sebuah cara mengedukasi warga, yang jauh dari intimidasi
atau indoktrinasi. Emosi warga dibuat cair, lalu mereka dibiarkan memetik
hikmahnya sendiri.

Meski ujungnya menang dan kalah, tradisi yang sudah dipraktikan sejak masa
kepemimpinan Omputo Sangia (Raja Muna La Kila Ponto 1538-1541) tersebut tidak
pernah menyisakan luka atau dendam. Yang berkelahi hanya kuda petarung, pemilik
dan masyarakat penggemar tetap bergembira. Alih-alih menggores luka, atraksi
perkelahian kuda terpelihara karena kemanjuran fungsinya sebagai ajang
pemelihara silaturahmi, kekeluargaan, dan kekerabatan antar warga. Penuturan Wa
Ode tentang pogiraha adhara terasa aktual karena hampir tiap saat masyarakat terlibat dalam
pertarungan.

LM Baharuddin, M.Kes. yang dulu pernah menjabat sebagai Bupati Muna menyebutkan
adu kuda mengajarkan makna filosofis yang tinggi. Ia simbol soal harga diri yang harus
dipertahankan. 'Dalam situasi normal, kuda jantan tidak akan bersikap agresif jika keluarga
dalam kelompok yang dipimpinnya tak diganggu. Namun, sebaliknya, ia akan berjuang mati-
matian membela keluarganya jika diganggu kuda lain,” kata Baharuddin. Kuda sejarah
panjang dan kuat di Muna. Masyarakat di daerah ini telah mengenal hewan tangguh tersebut
setidaknya seiak ratusan tahun silam. Kabupaten Muna sendiri menggunakan gambar kuda
pada lambang kabupatennya.
B. Tata cara Perkelahian Kuda di Kabupaten Muna
Dalam perkelahian kuda, pawang memegang peranan penting untuk mengawasi jalannya
pertarungan. Ada pula yang bertugas memegang tali untuk mengontrol kuda agar tak
berlarian liar. Jika salah satu kuda terpojok oleh serangan lawan, pawang harus segera untuk
mencegah dampak fatal bagi kuda tersebut.
Prosesi perkelahian kuda sendiri terlebih dahulu dimulai keluarnya sejumlah kuda. Caranya
sekelompok kuda betina yang dipimpin seekor kuda jantan digiring masuk kelapangan bebas
dan di sudut lain dimunculkan juga seekor kuda jantan. Saat kuda jantan dan kelompok
bertemu dilapangan kuda yang memimpin sekelompok kuda betina akan berusaha
melindungi kelompoknya sehingga, kedua kuda jantan akan berkelahi untuk memperebutkan
kuda betina. Atraksi perkelahian kuda tentu tidak terlepas dari risiko yang ditimbulkannya.
Selain membuat banyak warga panik saat kuda jantan yang kalah dalam pertarungan berlari
kearah penonton kuda-kuda jantan yang terlibat perkelahian pun tidak sedikit yang terluka.
Meski demikian, dimunculkannya kembali tradisi ini warga tentu berharap tradisi warisan
nenek moyang ini bisa tetap dilestarikan.
Atraksi ini adalah peninggalan raja-raja Muna. Awalnya pertunjukan adu kuda ini
dimaksudkan sebagai penghormatan raja kepada tamu-tamu penting yang datang dari luar.

C. Perkembangan Atraksi kuda di Kabupaten Muna


Atraksi adu kuda di Lawa merupakan primadona pariwisata di Kabupaten Muna. Atraksi
tersebut menarik karena merupakan peninggalan raja-raja Muna di era pergerakan. Pada
masa-masa awal kemunculannya di muka umum, adu kuda selalu ditampilkan jika raja-raja
Muna sedang kedatangan tamu penting dari Jawa atau daerah lain. Pertunjukan adu kuda itu
dimaksudkan sebagai penghormatan kepada tamu. Tetapi belakangan ini pertunjukan adu
kuda dikemas khusus untuk menarik wisatawan sebanyak mungkin ke Muna, Tak aneh jika
menjelang pertunjukan itu instansi terkait di Muna gencar melakukan promosi dengan
berbagai cara, termasuk mengiklankannya ke sejumlah neclia yang ada. Memperebutkan
Betina Atraksi Adu Kuda itu sendiri selalu dimulai dengan memunculkan sekelompok kuda
betina yang dipimpin seekor kuda jantan. Tentu saja, kuda yang dijadikan pemimpin
kelompok jantan pejabat terkait untuk lebih meningkatkan promosi atraksi wisata adu kuda.
selama ini, atraksi adu kuda ili, pantauan Djeni Hasmar, hanya ditonton masyarakat Sulawesi
Tenggara. Tapi jika promosi dilakukan secara teratur hingga ke berbagai lokasi hingga ke
Jakarta, maka memungkinkan akan lebih banyak wisatawan menyaksikan daya tarik adu
kuda.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Atraksi Pogiraha Adhara merupakan tradisi Perkelahian kuda di Muna, Sulawesi Tenggara
dan merupakan satu satunya di Indonesia. Tradisi ini merupakan tradisi pertarungan antara 2
kuda jantan yang selain menghibur juga memilik berbagai makna di dalamnya. Bagi
masyarakat Muna tradisi ini tidak hanya sebagai ajang hiburan namun juga sebagai alat
pemersatu masyarakat, pemberi penghormatan kepada tamu di tanah Muna, juga bentuk
penyambutan hari-hari besar yang penting bagi masyarakat di sana. Selain sebagai
primadona perwasitan di pulau muna kita juga dapat mempelajari berbagai pelajaran
kehidupan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://tanahair.kompas.com/read/2013/Ol/]4/15525099/Meneembalikan.Keiavaan.Muna
http:/www.antarasultra.com/print/263932/atraksi-perkelahian-kuda-meriahkan-hutsultra-di-
raha
http:/hnidwancoy.blogspot.com/2009/05/tradisi-perkelahian-kuda.html
http:/www.s/idesharenet/septianraha/budava-kabupaten-muna-perke/ahian-kuda >
http:/www.tempo.co/read/ber'itafoto/11243/Perkelahian-Tidak-Seimbang-AntaraGaiah-dan-
Kuda-Nil
https://www.pikiran-rakyat.com/kolom/2019/07/02/pogiraha-adhara
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pogiraha_Adhara

Anda mungkin juga menyukai