PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pucuk tebu
Pucuk tebuh merupakan ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang dipotong dari tebu
yang dipanen. Pucuk tebu diperoleh dari batang tebu yang telah ditebang dan bagian pupusnya
saja yang diambil peternak dengan kisaran 13-15% dari berat tebu. Jumlah pucuk tebu yang
dapat dihasilkan untuk setiap satuan luas tanam (ha) adalah sekitar 3,8 ton bahan kering. Dari
jumlah produk ikutan yang dihasilkan ini, maka setiap ha industri gula tebu dapat menyediakan
pakan temak sejumlah 1,4 ST sapi per tahun. Pucuk tebu segar dapat menggantikan sebagian
atau seluruh rumput gajah sebagai hijauan pakan ternak, yang diberikan untuk pakan tanpa
memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi tubuh maupun produksi ternak.
Pucuk tebu kering mengandung nutrisi lainnya seperti protein kasar yang lebih baik dari jerami
padi maupun jagung dan rumput gajah. Karena kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi,
maka penggunaannya sebagai sumber pakan hijauan/sumber serat (dalam bentuk segar)
disarankan tidak melebihi dari 8% bobot hidup ternak. Pemberiannya dilakukan bersama-sama
dengan bahan pakan lainnya yang mengandung protein kasar cukup tinggi serta ditambahkan
molase secukupnya sebagai perangsang. Pucuk tebu dapat diperoleh sewaktu panen dalam
jumlah yang banyak dan relatif singkat. Untuk dapat bertahan dalam waktu yang lama perlu
proses pengawetan. Untuk menghindari kerusakan, karena mengandung air yang Cukup
banyak, serta dapat dipergunakan dalam waktu yang lama, sebaiknya bahan diawetkan dalam
bentuk silase, wafer ataupun pelet.
Water pucuk tebu adalah pucuk tebu yang diawetkan dengan proses pengeringan secara cepat
sehingga kadar airnya tinggal 9-12%, kemudian ditekan dengan tekanan tinggi sehingga
berbentuk balok empat persegi panjang.
2
Wafer pucuk tebu dapat diberikan kepada sapi potong dan sapi perah sebanyak 2% dari berat
badan dan pada temak domba dan kambing masing-masing 2,4 dan 2,9% dari berat badan,
tetapi pemberiannya harus disertai pakan tambahan.
Pelet pucuk tebu dibuat dengan cara memotong-motong pucuk tebu kemudian dikeringkan.
Potongan kering tersebut kemudian digiling menggunakan alat penggiling (hammer mill) lalu
dicetak menggunakan mesin pelet. Untuk menghasilkan 1 ton pelet dengan kadar air sekitar 9-
1194 diperlukan 4 ton pucuk tebu segar.
Pada penggemukan sapi, pemberian pelet dapat mempercepat kenaikan berat badan, sedang
pada sapi perah laktasi, pemberian pelet dapat menurunkan kadar lemak susu.
Berdasarkan hasil penelitian pada penggemukan sapi pemberian pucuk tebu segar 20 kg/hari
dan konsentrat 2,80 kg dengan bahan kering 4,59 kg, dari 1,35% berat badan diperoleh
pertambahan berat badan 0,77 kg/ekor/hari. Sedang dengan pemberian pelet pucuk tebu 5
kg/hari dan konsentrat 2,94 kg, dengan bahan kering 4,25 kg dari 1,39% berat badan diperoleh
pertambahan berat badan 0,83 kg/ekor/hari.
Daun kletekan adalah daun tebu yang diperoleh dengan cara melepaskan 3-44 daun tebu
sebelum dipanen, pada saat tebu berumur 4, 6 dan 8 bulan yang masing-masing disebut
kletekan 1, 2 dan 3. Sedang sogolan adalah tunas-tunas tebu yang diafkir. Daun kletekan dan
sogolan merupakan sumber pakan ternak yang potensial untuk didayagunakan, baik secara
langsung maupun diolah dahulu.
5.Ampas Tebu
Ampas tebu adalah salah satu sisa produksi pembuatan gula, yang merupakan hasil limbah
kasar setelah tebu digiling. Serat kasar cukup tinggi yang terdiri dari sellulosa, pentosan dan
lignin sehingga dapat digunakan sebagai sumber serat kasar untuk temak ruminansia.
Mengingat serat kasar ampas tebu yang tinggi, maka pemakaiannya untuk ternak ruminansia
hanya bisa 254 dari total ransum.
3
Empulur ampas tebu (baggase pith) merupakan hasil samping dari pengolahan ampas tebu
(bagasse) yang telah diambil seratnya untuk keperluan serat kertas. Empulur digunakan
sebagai pakan ternak untuk mengimbangi jumlah tetes yang dipergunakan dalam pakan ternak
dan sebagai pengganti onggok.
Jumlah pith sekitar 9,972 dari berat tebu atau sekitar 3046 dari berat ampas tebu sehingga
sebagai sumber serat bagi ternak. Pith tidak digunakan sebagai pakan ternak secara tunggal
karena palatabilitasnya yang rendah, namum ditambahkan urea pada proses amoniasi dan
pemberiannya kepada ternak harus dicampurkan ke dalam pakan penguat. Untuk sapi potong,
pith amoniasi dapat menggantikan setengah bagian hijauan, sedang untuk sapi perah dapat
menggantikan 1574 dari hijauan.
7.Tetes
Tetes adalah cairan kental hasil ikutan pemurnian gula yang merupakan sisa nira yang telah
mengalami proses kristalisasi. Di kalangan peternak, tetes dikenal sebagai bahan pakan
tambahan. Hal ini terutama karena tetes merupakan zat gizi yang mengandung gula. Karena
rasanya yang manis, tetes dapat meningkatkan palatabilitas pakan (disukai ternak),
mengandung vitamin B komplek terutama untuk ternak ruminansia muda serta sejumlah kecil
mineral yang memiliki fungsi utama bagi kesehatan temak.
Tetes diketahui memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai komponen bahan baku
industri fermentasi maupun sebagai komponen pakan ternak. Sebagai bahan pakan ternak
dapat dilakukan berbagai cara, antara lain :
(4). Sebagai pengawet dalam pembuatan silase sebanyak 14Y4 dari berat hijauan. Sebagai
bahan pengawet dalam proses ensilasi, tetes merupakan Sumber utama pertumbuhan dan
perkembangbiakan bagi banyakjenis mikroba, terutama untuk memacu pertumbuhan bakteri
asam laktat. Penambahan tetes selama proses silase dapat meningkatkan kualitas silase dan
disukai oleh ternak (palatabilitas).
4
Selain itu, tetes juga memiliki hasil samping. Hasil samping dari tetes, antara lain :
(1). Urea Molasses Block, yaitu hasil tetes (6096) dengan campuran urea, mineral, dedak padi,
CaCo3 serta ditambahkan serbuk gergaji. Zat yang terkandung di dalamnya dapat
meningkatkan konsumsi pakan dan pertambahan berat badan ternak. Pada umumnya UMB
digunakan sebagai bahan pakan imbuhan sumber energi, nitrogen dan mineral serta biasanya
dibuat dalam bentuk baiok berukuran 40 x 20 x 15 cm.
(2). L-Lysine, merupakan fermentasi dari tetes dan digunakan sebagai nutrisi pelengkap dalam
formulasi pakan ternak.
(3). Ragi pakan temak, diperoleh melalui pembiakan dari tetes atau sebagai hasil samping dari
proses fermentasi etanol dari tetes. Ragi pakan ternak merupakan sumber protein (50-5196)
biasanya diberikan sebagai substitusi sumber protein dalam formulasi pakan temak
(mensubstitusi bungkil kedelai sampai 60”4 atau sekitar 974 dari berat pakan ternak tanpa
pengaruh negatif).
8. Blotong
Blotong adalah kotoran yang dapat dipisahkan dengan proses penapisan dalam proses
klarifikasi nira dan mengandung bahan organik, mineral, protein kasar dan gula yang masih
terserap di dalam kotoran tersebut. Blotong dapat dimanfaatkan untuk pakan temak atau
pupuk organik. Agar memberikan hasil optimal dalam model integrasi ini, pemeliharaan
temak disarankan dilakukan secara intensif dengan pola mengandangkannya. Kandang dapat
dibuat dalam bentuk individu maupun kelompok. Model dan ukuran kandang disesuaikan
dengan
kebutuhan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan dalam pengumpulan limbah ternak sapi
maupun dalam pemberian pakannya.
5
Sistem ini memiliki satu pusat dan satu tujuan yaitu manusia yang harus dipenuhi kebutuhannya.
Pusat ini dikelilingi dengan berbagai model kegiatan ekonomi pertanian yang saling berkaitan
satu sama lain misalnya petemakan, perikanan, ladang/persawahan dan pengelolaan limbah
(waste treatment). Satu persatu kita akan membahas komponen integrated farming system
tersebut:
1. Manusia
Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan energi sebagai motor kehidupannya. Dengan
integrated farming system, manusia tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial tetapi juga
pangan sebagai kebutuhan primer dan energi panas serta listrik.
Skema alur interaksi antara satu komponen dengan komponen lainnya dalam integrated farming
system.
2. Peternakan
Peternakan memainkan peran sebagai sumber energi dan penggerak ekonomi dalam integrated
farming system. Sumber energi berasal dari daging, susu, telur serta organ tubuh lainnya bahkan
kotoran hewan. Sedangkan fungsi penggerak ekonomi berasal dari hasil penjualan temak, telur,
susu dan hasil sampingan temak (bulu dan kotoran).
Dalam mendesain komponen petemakan yang akan digunakan untuk integrated farming system
faktor biosekuriti adalah faktor penting yang harus selalu diperhatikan. Adalah pencegahan
penularan penyakit antar hewan yang menjadi fokus biosekuriti tersebut.
Seperti kita ketahui bahwa babi dan unggas air tidak boleh dipelihara berbarengan dengan ayam.
Hal ini dikarenakan unggas air adalah reservoir yang akan menularkan virus Al ke berbagai
6
hewan termasuk ayam tanpa unggas air tersebut menderita sakit. Sedangkan babi adalah mixing
vessel, yang bila bersamaan terinfeksi virus Al dan influenza manusia, berpotensi menghasilkan
virus baru yang dikhawatirkan dapat menyerang manusia dan ayam. Oleh karena itu, keduanya
tidak boleh dipelihara dalam satu peternakan.
Hal serupa juga berlaku untuk sapi dan babi. Keduanya disarankan tidak dipelihara dalam satu
lokasi karena beresiko terjadi penularan cacing pita dari sapi ke babi atau sebaliknya.
Di lapangan, kombinasi antar hewan ternak umumnya jarang dilakukan. Biasanya ternak
dikombinasikan dengan ikan. Jikapun ada, biasanya dipelihara dalam kandang atau lokasi
berbeda, terpisah jarak yang jauh juga sistem kerja yang terpisah, atau dengan kata lain, tidak
berhubungan satu sama lain. Contohnya adalah pekerja di kandang babi tidak boleh masuk ke
kandang sapi begitupun sebaliknya.
Syarat tanaman yang bisa diusahakan adalah bernilai ekonomi dan bisa menyediakan pakan
untuk peternakan. Padi, strawberi, apel, anggur, singkong, tomat, talas dan jamur dapat
digunakan dalam integrated farming system. Perhatikan bahwa padi yang digunakan harus
berlabel biru atau yang tahan terhadap air yang agak tinggi. Hasil samping pertanian berupa
jerami, sekam dan sisa batang dapat digunakan sebagai pakan temak dan ikan, pembuatan biogas
dan kompos. Jamur dapat dipilih karena menggunakan kotoran ternak dan tidak membutuhkan
lahan luas.
4. Perikanan
Ikan yang digunakan untuk integrated farming system adalah ikan air tawar yang dapat
beradaptasi dengan lingkungan air yang keruh, tidak membutuhkan perawatan ekstra, mampu
memanfaatkan nutrisi yang ada dan memiliki nilai ekonomis. Ikan yang sering digunakan adalah
ikan nila, gurami, mas, tambakan dan lele. Ikan dapat dipeli-hara secara tunggal (monoculture)
atau campuran (polyculture), asaikan jenis yang dipelihara mempunyai kebiasaan makan berbeda
agar tidak terjadi perebutan pakan, misalnya ikan mas dengan gurami.
Nutrisi untuk ikan berasal dari jatuhan kotoran temak yang kering dan sisa pakan ternak. Selain
yang kering, kotoran temak yang jatuh ke kolam juga memacu perkembangan plankton yang
7
menjadi makanan ikan. Oleh karena itu, sebaiknya peternak juga memilih ikan yang dapat
memanfaatkan plankton di dalam kolam seperti ikan tambangan. Ikan nila, gurami, mas dan lele
adalah ikan yang dapat digunakan dalam integrated farming system.
5. Waste Treatment
Komponen ini berperan dalam penyediaan energi dan penekan pencemaran lingkungan. Hasil
dari pengolahan limbah tersebut adalah:
Bahan pembuat kompos adalah kotoran sapi (80 83%), jerami padi (bisa sekam, serbuk gergaji
dan lain-lain sebanyak 5%), abu dapur (10%), bakteri starter (0,25%) dan kapur (2%). Bahan lain
dapat digunakan asalkan kotoran sapi minimal 40% dan kotoran ayam 25%. Teknik
pembuatannya adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 lokasi (lokasi 1, 2, 3,
4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut dinaungi agar pupuk tidak terkena
sinar matahari dan air hujan secara langsung. Proses pembuatannya diawali dengan membiarkan
kotoran sapi (feses dan urin) selama 1 minggu agar kadar air menurun hingga 60%. Lalu kotoran
dipindahkan ke lokasi satu dan dicampur merata dengan jerami padi, abu dapur, kapur dan
bakteri starter. Setelah satu minggu tumpukan dipindahkan ke lokasi kedua dengan cara diaduk/
dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan.
Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga 70°C untuk mematikan pertumbuhan
biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan bebas dari biji gulma. Dan kompos didapat telah
siap digunakan.
Biogas
Biogas terbentuk dari hasil penguraian kotoran hewan oleh mikroorganisme yang terdiri atas
karbondioksida (30-40%), hidrogen (1-5%), metana (50-70%), uap air (0,3%), nitrogen (1-2%),
dan hidrogen sulfat (endapan). Metana sebagai komponen terbesar dapat dimanfaatkan untuk
memasak dan pemanas. Banyaknya metana yang dihasilkan juga menentukan daya listrik yang
dihasilkan. Satu meter kubik (m3) metana yang setara dengan 10 kWh atau 0,6 liter bensin,
mampu menghidupkan lampu 60-100 watt selama 6 jam. Cukup 3 ekor sapi untuk memenuhi
kebutuhan energi skala rumah tangga. Pada dasarnya, biogas dapat diolah dari berbagai macam
feses. Hanya, tiap feses ternyata memiliki kelebihan dan kekurangan. Contoh, feses sapi yang
8
mudah dibuat biogas karena sedikit mengandung unsur-unsur kimia. Selain itu, perbandingan
C/N (Carbon/Nitrogen) feses sapi adalah yang paling baik sehingga bakteri pembentuk gas dapat
tumbuh lebih baik.
Lain halnya dengan feses ayam yang dipelihara secara intensif. Feses ayam tersebut memiliki
kandungan zat kimia yang tinggi sehingga membutuhkan perhatian khusus dalam pembuatannya.
Terlepas dari itu, feses ini juga mengandung lebih banyak nitrogen dan mekar lebih banyak
sehingga dapat menghasilkan biogas dan pupuk lebih banyak.
Prinsip utama pembuatan biodigester (tabung pembuatan biogas) adalah kedap udara. Gambar di
bawah ini memperlihatkan biodigester menggunakan dua tabung yang saling berhubungan.
Melalui pipa (lubang inle9, kotoran dan air dimasukkan menuju tabung pertama. Perbandingan
kotoran dengan air adalah 1:2. Jika kotoran terlalu padat maka biogas yang dihasilkan tidak
Optimal karena sulit dibebaskan ke biodigester.
Letak tabung pertama harus lebih rendah daripada tabung kedua. Saat kotoran baru dimasukkan
ke tabung 1, kotoran yang lama akan terdesak ke tabung kedua. Di tabung pertama inilah tempat
keluarnya biogas. Beberapa peternak menggunakan plastik yang didesain sedemikian rupa
membentuk balon berisi biogas sebagai penampung biogas. Plastik ini biasanya digantung di
langit-langit kandang dan terlindung dari hujan dan panas. Dari penampung biogas inilah, biogas
dialirkan ke rumah rumah menggunakan selang plastik.
Tabung kedua berfungsi sebagai tempat kontrol kualitas biogas dan juga tempat pengambilan
ampas kotoran. Jika yang terdapat di permukaan tanah adalah endapan kotoran, berarti proses
berjalan baik. Namun jika yang tampak adalah air maka dipastikan telah terjadi kebocoran
instalasi atau terjadi proses biogas yang tidak optimal.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah jangan memasukkan air yang mengandung desinfektan
dan antibiotik ke dalam tempat pembuatan kompos dan biogas. Tindakan ini akan mematikan
mikroorganisme tersebut.
9
1. Sepanjang penggunaan obat-obatan masih mengikuti aturan pakai, sistem ini sangat ramah
lingkungan.
3. Meningkatkan efektivitas lahan, dengan luas lahan yang sama, petemak bisa memiliki dua
usaha sekaligus.
1. Resiko penularan penyakit antar hewan. Biosekuriti ketat dan tidak memelihara lebih dari satu
hewan temak dapat menjadi solusi
2. Daya tampung satu komponen terhadap komponen lain agar tercipta keseimbangan. Contoh,
populasi ayam harus menyesuaikan populasi ikan di kolam agar ikan tidak keracunan ammonia
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pemanfaatan potensi kapasitas tampung dapat dilakukan dengan menambah jumlah usaha
pembiakan menggunakan sapi rumpun lokal dan mendatangkan sapi indukan impor.Pentingnya
penguatan kelembagaan produksi bibit pemerintah dan swasta untuk mendukung penyediaan sapi
bibit dan sapi bakalan domestik.Pemanfaatan pakan yang berasal dari pucuk tebu, daun
klethek/rogesan/daduk dapat dilakukan dengan mendatangkan teknologi pembuatan pakan
komplit ke sentra-sentra potensi limbah yang didukung dengan bimbingan teknis dan manajemen
dan bantuan modal dan/atau peralatan pengolahan pakan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Neswati, N., & Irsyad, F. (2017). Peran Teknologi Pertanian Dalam Penerapan Sistem Bio-
Cyclo Farming Di Kecamatan Canduang (Upaya Transformasi Teknologi dalam Keberlanjutan
Pertanian. Jurnal Warta Pengabdian Andalas, 24(2).
Khuluq, A. D. (2012). Potensi pemanfaatan limbah tebu sebagai pakan fermentasi probiotik.
Julianto(2010)https://tabloidsinartani.com/detail/indeks/mimbar-penyuluhan/907-integrasi-sapi-dengan-
tebu.
Alamsyah, I., Lestari, T., & Adriani, D. (2008). Analisis Finansial Sistem Usahatani Terpadu
(Integrated Farming System) Berbasis Ternak Sapi Di Kabupaten Ogan Ilir. Publikasi Penelitian
Terapan dan Kebijakan, 2(3).
12