Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM EKOLOGI PETERNAKAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Ekologi Peternakan

DHANDY RIZALDI IRDIANSYAH


NPM. 200110200072

LABORATORIUM EKOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADAJRAN
SUMEDANG
2021
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 2 dari 53

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 3 Maret 2021 dan 10 Maret 2021


Materi : Identifikasi Komponen Ekosistem Peternakan Intesif dan
Peternakan Ekstensif
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Identifikasi Ekosistem Peternakan Intensif dan Peternakan Ekstensif

2. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mengerti dan mampu mengidentifikasi komponen-komponen ekosistem
pada peternakan yang dikelola secara intensif baik komponen biotik, abiotik, dan
hubungan antara kedua komponen tersebut.
2. Praktikan mengerti dan mampu mengidentifikasi komponen-komponen ekosistem
pada peternakan yang dikelola secara Ekstensif baik komponen biotik, abiotik, dan
hubungan antara kedua komponen tersebut.

3. Kajian Pustaka
Pemeliharaan sistem intensif sering digunakan pada peternakan di Indonesia karena lebih
efisien dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, penanganan penyakit dan
memandikan ternak (Sugeng, 2000).

Pemeliharaan ternak secara intensif adalah memelihara sapi terus-terusan di dalam


kandangnya. Melalui cara ini, ternak memperoleh pakan sesuai dengan yang ditentukan
pemiliknya. Cara ini dinilai kurang baik oleh (Nahrowi, 2018) karena pemilik ternak
belum tentu konsisten dalam meberikan pakan yang mengandung nutrisi dan gizi bagi
ternak. Padahal, ternak yang hanya di dalam kandang tidak memiliki pilihan lain selain
memakan apa yang diberikan.

Arga Sawung Kusuma (2010) menyatakan ayam broiler mampu memproduksi daging
secara optimal dengan hanya mengkonsumsi pakan dalam jumlah relatif sedikit.

Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan


utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Meski demikian domba lebih menyukai
rumput dibandingkan dengan jenis pakan yang lainnya. Domba juga merupakan hewan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 3 dari 53

mamalia karena menyusui anaknya. Sistem pencernaan yang khas di dalam rumen,
menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan ruminansia (Muttaqien, 2007).

Menurut Williamson and Payne (1993) pada sistem pemeliharaan ekstensif, ternak
dipelihara secara bebas dan merumput tumbuhan yang ada dialam. Pada sistem ini ternak
dilepas dengan komposisi jantan dan beberapa betina dalam satu populasi.

Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu campur


tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak dilepas begitu
saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan, pinggiran hutan atau
tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber pakan. (Mulyono dan
Sarwono,2007).

Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak
bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau water bufallo
yang ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang
masih liar adalah B. mindorensis, B. depressicornis dan B. cafer (Hasinah dan
Handiwirawan, 2006). Kebanyakan kerbau di Indonesia adalah tipe kerbau rawa/lumpur
(Bubalus bubalis), hanya beberapa ratus ekor kerbau tipe sungai yang terdapat di
Sumatera Utara (Situmorang, 2005).

Ternak itik merupakan salah satu jenis unggas air (water fowl) karena unggas ini suka
berenang di perairan. Itik termasuk kelas aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub
famili Anatinae, genus Anas. Potensi itik cukup menarik bagi penduduk pribumi.
Pemeliharaannya sangat mudah dan mempunyai ketahanan hidup sangat tinggi sehingga
angka mortalitasnya cukup rendah (Murtidjo, 2006).

4. Hasil Pengamatan
4.1 Daftar komponen biotik dan abiotik
4.1.1 Peternakan intensif
• Video A (Peternakan Ayam Pedaging)
A. Komponen biotik
1. Manusia (peternak)
2. Ayam (ternak)
3. Tumbuhan (pepohonan, rumput diluar kandang)
4. Mikroorganisme (virus, bakteri, decomposer)
5. Hama makro (tikus, ular, serangga, detritivore)
B. Komponen abiotik
1. Kandang
2. Udara (tekanan udara)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 4 dari 53

3. Air
4. Tanah
5. Cahaya (matahari, lampu penghangat)
6. Temperatur suhu (kelembapan)
7. Polutan udara (CO2, N)
8. Garam mineral (cairan)
9. Pakan (dedak, pelet, dll.)
10. Alat semprot desinfektan

• Video B (Peternakan Domba)


A. Komponen biotik
1. Manusia
2. Domba
3. Tumbuhan (pohon;rumput)
4. Mikroorganisme (bakteri, virus)
5. Hama makro (cacing, serangga)
6. Hama mikro (protozoa, bakteri, jamur)
B. Komponen abiotik
1. Kandang
2. Udara
3. Air
4. Suhu
5. Cahaya matahari
6. Pakan
7. Garam mineral
8. Feses
9. Polutan udara
10. Alat semprot desinfektan

4.1.2 Peternakan ekstensif


• Video 1 (Peternakan Kerbau Rawa)
A. Komponen biotik
1. Kerbau rawa
2. Manusia
3. Hewan lain (ikan, kepiting, siput, dll.)
4. Tumbuhan (rumput rawa, eceng gondok)
5. Mikroorganisme (bakteri, virus, decomposer)
6. Predator (buaya)
B. Komponen abiotik
1. Kandang apung
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 5 dari 53

2. Air
3. Suhu
4. Cahaya matahari
5. Kelembapan
6. Perahu kayu
7. Rakit bambu, dan bambu penggiring hewan

• Video 2 ( Peternakan Itik)


A. Komponen biotik
1. Itik
2. Manusia
3. Tumbuhan
4. Hewan lain (keong, ikan)
5. Predator (musang sawah)
6. Mikroorganisme (bakteri, virus, dekomposer)
B. Komponen abiotik
1. Kandang
2. Air
3. Pakan
4. Cahaya matahari
5. Tanah
6. Gerobak pengangkut
7. Suhu
8. Tongkat penggiring

5. Pembahasan
5.1 Deskripsi singkat masing-masing komponen
5.1.1 Peternakan intensif
• Peternakan Ayam Pedaging
A. Komponen biotik
1. Manusia sebagai pengatur produktivitas ayam (breeding, feeding, manajemen).
2. Ayam sebagai sumber daya yang akan dimanfaatkan.
3. Tumbuhan (pohon) sebagai salah satu sumber oksigen.
4. Tumbuhan (rumput) sebagai mencegah pengikisan tanah di daerah peternakan.
5. Mikroorganisme seperti bakteri yang terdapat pada feses, virus dari udara,
decomposer yang mengurai ayam mati.
6. Hama makro sebagai gangguan seperti tikus, serangga berbahaya, detritivore.
B. Komponen abiotik
1. Kandang sebagai tempat dimana hewan tersebut berada,dan hampir semua
aktivitas dilakukan di kandang.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 6 dari 53

2. Udara berpengaruh pada lingkungan kandang secara fisiologi dan hal lainnya.
3. Air komponen pendukung keberlangsungan hidup ternak.
4. Suhu berpengaruh pada Kesehatan ternak.
5. Tanah berpengaruh pada tekanan suhu, serta kelembapan udara.
6. Cahaya sebagai pengatur suhu, sumber energi, juga sumber vitamen D dan E dari
matahari.
7. Polutan udara sebagai udara yang menggangu kesehatan ternak.
8. Garam mineral merupakan campuran pakan.
9. Pakan komponen sebagai sumber pokok energi ternak.
10. Alat semprot desinfektan sebagai seperangkat alat untuk keamanan dari berbagai
penyakit,virus,bakteri yang dapat mengancam ternak.

• Peternakan Domba
A. Komponen Biotik
1. Manusia sebagai pengatur produktivitas domba (breeding, feeding, manajemen).
2. Domba sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
3. Mikroorganisme seperti bakteri, jamur pada feses, virus dari udara, decomposer
pengurai domba mati.
4. Hama mikro seperti protozoa, jamur, bakteri yang menjadi simbiosis parasitisme.
5. Hama makro seperti cacing pada perut.
6. Tumbuhan (pohon) sebagai penghasil dan memberi oksigen.
7. Tumbuhan (rumput) sebagai penyedia oksigen dan pencegah erosi tanah area
ternak.
B. Komponen abiotik
1. Kandang sebagai tempat dimana hewan tersebut berada,dan hampir semua
aktivitas dilakukan di kandang.
2. Udara berpengaruh pada lingkungan luar dan dalam kendang.
3. Suhu berpengaruh pada kesehatan ternak.
4. Tanah berpengaruh pada kelembapan udara dan tekanan suhu.
5. Cahaya matahari sebagai sumber vitamen D dan E.
6. Polutan udara sebagai udara yang mengganggu kesehatan ternak.
7. Garam mineral campuran pakan dan minum ternak.
8. Air dan pakan sebagai komponen utama sumber energi dan keberlangsungan
hidup ternak.

5.1.2 Peternakan ekstensif


• Peternakan Kerbau Rawa
A. Komponen biotik
• Peternakan Kerbau Rawa
B. Komponen biotik
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 7 dari 53

1. Kerbau rawa sebagai komponen makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan


sebagai penghasilan dalam peternakan untuk peternak.
2. Manusia sebagai pengatur kehidupan dan kesejahteraan hewan ternak dari
segala aspek (breeding, feeding, manajemen).
3. Hewan lain merupakan hewan yang berada disekitaran rawa yang dapat
memakan kotoran ternak, seperti ikan rawa.
4. Tumbuhan seperti rumput rawa dan eceng gondok sebagai tumbuhan yang
berfungsi sebagai bahan pakan kerbau rawa.
5. Mikrooganismekomponen kecil yang dapat menimbulkan penyakit seperti
bakteri, dan virus. Komponen ini juga terdapat sebuah komponen yang
berdampak positif bagi hewan.
6. Predator sebagai makhluk yang tinggal bisa berada disekitaran rawa yang
memberi ancaman besar seperti memangsa ternak dan peternak, seperti
buaya.
C. Komponen abiotik
1. Kendang apung merupakan hal utama sebagai tempat hidup para hewan
ternak.
2. Air sebagai salah satu faktor penunjang keberlangsungan hidup.
3. Suhu merupakan komponen yang dipengaruhi faktor lain disekitar
lingkungan.
4. Cahaya matahari merupakan hal yang sangat berpengaruh pada kesehatan,
kelembapan, suhu, air, dan tekanan udara.
5. Tekanan udara dan kelembapan merupakan hal yang terpengaruh oleh faktor
topografi, suhu.
6. Perahu kayu merupakan alat transportasi manusia dari darat menuju kendang
ternak.
7. Rakit dan bambu penggiring merupakan pengangkut ternak untuk digembala
mencari makan yang ditarik perahu, dam untuk menggiring ternak supaya
teratur dan terkendali oleh peternak.

• Peternakan Itik
A. Komponen biotik
1. Itik sebagai salah satu SDA yang sangat bermanfaat bagi manusia, hidupnya
berkelompok.
2. Manusia sebagai peternak yang menjaga kesehatan dan kesejahteraan
peternakannya dari segala aspek (breeding, feeding, manajemen).
3. Tumbuhan merupakan ekosistem yang dsapat hidup dipersawahan seperti
rumput, padi dan lainnya, yang dapat bermanfaat sebagai penghasil oksigen,
dan mengatur keseimbangan udara lingkungan.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 8 dari 53

4. Hewan lainmerupakan hewan-hewan yang tinggal di daerah sekitaran


peternakan yang dapat hidup dipersawahan seperti keong, ikan kecil, cacing,
dan sejenisnya yang bisa juga sebagai makanan ternak.
5. Predator merupakan makhluk hidup yang tinggal disekitaran peternakan yang
dapat membahayakan kesehatan dan hidup ternak karena dapat memangsa
sewaktu waktu seperti musang.
6. Mikroorganisme merupakan komponen kecil seperti bakteri, virus yang dapat
menimbulkan penyakit, dan komponen pengurai seperti dekomposer.
B. Komponen abiotik
1. Kandang merupakan hal utama sebagai tempat hidup para hewan ternak.
2. Air merupakan salah satu faktor penunjang keberlangsungan hidup.
3. Pakan merupakan komponen penunjang hidup ternak yaitu Jerami, butir padi
sisa panen, dan sejenisnya.
4. Cahaya matahari merupakan hal sangat berpengaruh pada kesehatan,
kelembapan, suhu, air serta tekanan udara.
5. Tanah dapat digunakan sebagai tempat tinggal hewan ternak Ketika sudah
menjadi lumpur, dan sebagai tempat tumbuh tumbuhan.
6. Gerobak pengangkut sebagai alat pengangkut digunakan peternak untuk
membawa hewan ternak dari kendang ke persawahan untuk mencari makan
dan juga sebaliknya.
7. Suhu berpengaruh pada lingkungan dan kesehatan ternak.
8. Tongkat penggiring sebagai alat untuk menggiring ternak supaya teratur dan
terkendali oleh peternak.

5.2 Gambaran hubungan faktor-faktor biotik dan abiotik


5.2.1 Peternakan intensif
• Peternakan ayam pedaging
Manusia memberi pakan ternak serta air yang sehat untuk dikonsumsi oleh
ayam. Pertumbuhan dan perkembangan ayam tersebut dipengaruhi oleh suhu,
cahaya, udara, dan lainnya. Ayam menghasilkan residu berupa feses dan urin
yang akan diurai oleh mikrooganisme. Hasil perkembangannya menjadi
ternak dewasa. Ternak dewasa tersebut juga dapat didistribusi ke masyarakat
untuk diperjual belikan lalu dapat dikonsumsi.
Manusia dengan ternak memiliki hubungan sebagai simbiosis mutualisme.
Feses dan dekomposer memiliki hubungan simbiosis mutualisme. faktor
abiotik terhadap ternak ada yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme
dan ada yang parasitisme atau yang merugikan bagi ternak.

• Peternakan domba
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 9 dari 53

Manusia memberi pakan ternak serta air yang sehat untuk dikonsumsi oleh
ternak domba. Pertumbuhan dan perkembangan domba-domba tersebut
dipengaruhi oleh suhu, cahaya, udara, dan lainnya. Hasil perkembangannya
menjadi ternak dewasa, yang nantinya melakukan perkawinan untuk
menghasilkan anak domba baru lagi. Ternak dewasa tersebut juga akan
didistribusi ke masyarakat untuk diperjual belikan lalu dapat dikonsumsi.
Manusia dengan ternak memiliki hubungan sebagai simbiosis mutualisme.
Feses dan dekomposer memiliki hubungan simbiosis mutualisme. faktor
abiotik terhadap ternak ada yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme
dan ada yang parasitisme atau yang merugikan bagi ternak.

5.2.2 Peternakan ekstensif


• Peternakan kerbau rawa
Manusia atau peternak yang tinggal didaratan Ketika ingin ke kendang apung
menggunakan perahu. Hidup hewan ternak Ketika dikandang harus dibuat
dan diatur sebaik mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor
pemengaruhnya yaitu air, cahaya, suhu, serta kelembapan udaranya. Ketika
hewan ternak ingin diberi makan, maka mereka dimasukkan ke dalam rakit
untuk mencari makanannya di air seperti eceng gondok. Setelah hal itu selesai
maka peternak menggiring Kembali hewan ternaknya menuju kendang
Kembali. Peternak juga harus dapat menjaga dengan baik peternakan ini
supaya jauh dari ancaman bahaya predator. Semua hal tersebut dilakukan
secara terus menerus hingga hewan ternak dapat di pasarkan untuk diperjual
belikan.
Manusia dengan ternak memiliki hubungan sebagai simbiosis mutualisme.
Feses dan dekomposer memiliki hubungan simbiosis mutualisme. faktor
abiotik terhadap ternak ada yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme
dan ada yang parasitisme atau yang merugikan bagi ternak.

• Peternakan itik
Manusia menggiring ternak untuk mencari pakan, lalu setelah selesai digring
ke gerobak angkut untuk Kembali dimasukkan kedalam kendang. Peternak
juga menjaga selalu keamanan dan kesejahteraan itik dengan memperhatikan
air, matahari, tanah, suhu, dan udara yang ada dikandang dan menjauhi
musang-musang predator.
Manusia dengan ternak memiliki hubungan sebagai simbiosi mutualisme.
Feses dan dekomposer memiliki hubungan simbiosis mutualisme. faktor
abiotik terhadap ternak ada yang memiliki hubungan simbiosis mutualisme
dan ada yang parasitisme atau yang merugikan bagi ternak. Predator dengan
manusia dan ternak memiliki hubungan simbiosis parasitisme dimana
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 10 dari 53

predator sangat merugikan bagi manusia bbilamana ternak itu dimangsa oleh
predator.

6. Kesimpulan
Peternakan intensif dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
dan kesejahteraan hidup sebuah peternakan bergantung pada campur tangan manusia.
Peternakan ekstensif dapat definisikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut kehidupan
dan kesejahteraan hidup sebuah peternakan tidak selalu bergantung campur tangan manusia,
melainkan lebih benyak tersedia secara alami pada ekosistem.

7. Daftar Pustaka

Adiwirman, D. 2017. Modul 1: Peternakan dan Lingkungannya. Pengantar Ilmu


Peternakan.
Arisasmita, S.A.M. 2018. Pertumbuhan sapi Bali pada Pemeliharaan Intensif dan estensif
Di BPTU-HPT Denpasar. [Skripsi]. [Jakarta (ID)]. Institut Pertanian Bogor.
Arifiantini RI, Ferdian F. 2006. Tinjauan Aspek Morfologi dan Morfometri Spermatozoa
Kerbau Rawa (Bubalus Bubalis). J Vet 7:83-91.
(BPTP), B. P. 2009. Beternak Kambing / Domba Intensif. Nusatenggara Barat:
Direktorat Jendral Pertanian, Departemen Peternakan.
Rashaf, M. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta penebar Swadaya; 2000.
Fatkhurrohman, Proyono, B. 2013. Pemanfaatan Ekosistem Dengan Model Sains Teknologi
Masyarakat : Unnes Journal of Biology Education. FMIPA Universitas Negeri
Semarang, Indonesia.
Hutagalung RA. 2010. Ekologi Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 11 dari 53

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 17 Maret 2021


Materi : Identifikasi Dekomposer dan Detritivor
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Identifikasi Dekomposer dan Detritivor

2. Tujuan Praktikum
Praktikan mengerti dan mampu mengidentifikasi detitrivor dan dekomposer serta
menganalisis peranannya dalam ekosistem.

3. Kajian Pustaka
Detritivor adalah heterotroph yang menghasilkan zat makanan dengan memakan detritus
(mereput bahan organik). Mereka telah menyumbang kepada penguraian dan kitaran zat
makanan. Detritivor ialah sebuah aspek penting dalam kebanyakan ekosistem. Mereka
hidup dalam mana-mana tanah yang mempunyai komponen organik, dan juga hidup
dalam ekosistem marin di mana mereka dinamakan kesalingbolehtukaran dengan
penghantar bawahan (Jimmy, 2001). Detritivor seringkali membentuk suatu hubungan
utama antara produsen primer dan konsumen dalam suatu ekosistem. Di sungai,
misalnya, banyak di antara bahan organik yang digunakan oleh konsumen, disediakan
oleh tumbuhan teresterial yang memasuki ekosistem sebagai dedaunan dan serpihan-
serpihan lain yang jatuh ke dalam air atau tercuci oleh aliran permukaan (Campbell dkk,
2005).

Dekomposer adalah organisme yang mengurai atau memecah organisme yang sudah
mati, proses penguraian yang dilakukannya disebut dekomposisi. Sama seperti karnivora
dan herbivora, dekomposer adalah heterotrofik yang menggunakan substrat organik
untuk mendapatkan energi, serta karbon dan nutrisi untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Dekomposer dapat memecah sel-sel organime lain menggunakan reaksi
biokimia yang mengkonversi jaringan organisme mati menjadi senyawa kimia
metabolik, tanpa menggunakan pencernaan internal. Dekomposer menggunakan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 12 dari 53

organisme yang sudah mati sebagai sumber nutrisi mereka, contoh-contoh organisme
yang tergolong dekomposer : bakteri, fungi dan cacing (Hayat, 2013).

Sampah organik terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari alam (Samekto, 2006). Secara
alami sampah organik mengalami pembusukan atau penguraian oleh mikroba atau jasad
renik seperti bakteri, jamur dan sebagainya.

4. Hasil Pengamatan
Daftar detritivor dan dekomposer yang terdapat pada video praktikum
• Video 1 (Bahan/sampah organik)
A. Detritivore
1. Cacing tanah (epigeic)
B. Dekomposer
1. Fungi atau jamur (mesofil, termofil)
2. Bakteri (mesofil, termofil)

• Video 2 (Buah Nanas)


A. Detritivore
1. Lalat buah
2. Semut dan serangga kecil lain
B. Decomposer
1. Fungi atau jamur
2. Bakteri

• Video 3 (Bangkai Rusa)


A. Detritivore
1. Lalat daging
2. Belatung (larva, mogot)
3. Semut (besar, kecil)
4. Cacing
B. Decomposer
1. Bakteri (Saprofit; Escherichia Colie, Clostridrum Welchi)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 13 dari 53

5. Pembahasan
Deskripsi peran masing-masing
• Video 1 (Bahan/sampah Organik)
A. Detritivore
1. Cacing tanah merupakan hewan yang hidup ditanah dan memakan bahan-
bahan organik. Dalam video ini, cacing tanah memakan sayuran busuk,
kardus serta kertas. Pengomposan membutuhkan bantuan air dan tanah untuk
menciptakan kelembapan sehingga pengomposan lebih cepat.
B. Dekomposer
1. Fungi atau jamur berfungsi dalam mengurai sisa tanaman (hemiselulosa,
selulosa, dan lignin). Pertumbuhan pucuk hifa ,ataupun miselium
meyebabkan tekanan fisik di sertakan dengan pengeluaran enzim yang
melarutkan dinding sel jaringan kayu, menghasilkan enzim ekstraseluler
untuk perombakan komponen polimer.
2. Bakteri dapat memutus ikatan rantai korban (c) dalam bahan organik,
penyusun lignin (pada bahan berkayu), selulosa (pada bahan berserat), dan
hemiselulosa yang merupakan komponen penyusun bahan organik sisa
tanaman.

Penjelasan Video 1
- Penambahan balok es bertujuan agar terciptanya ekosistem dengan kondisi
lembap agar mempermudah proses penghancuran han organik, ataupun
anorganik.
- Penambahan pasir untuk memudahkan pergerakan cacing serta proses
reproduksi dan perkembang biakan detritivor dan dekomposer.
- Penambahan dedaunan atau bahan organik agar cacing atau dekomposer lain
terus mencerna dan mendekomposisi sifat tanaman dan mengubahnya
menjadi humus, berlaku juga untuk kertas dan kardus.
- Pada bagian yang berisi dedaunan kering cacing lebih cepat mencerna dan
mendekomposisi dibandingkan dengan yang berisi kardus dan kertas karena
daun kerin memeliki tekstur yang lebih sederhana. Bagian yang berisi kardus
dan kertas lebih susah untuk diurai karena tekstur yang lebih kompleks.

• Video 2 (Buah Nanas)


A. Detritivore
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 14 dari 53

1. Lalat buah atau larva dari lalat buah yang menyebabkan pembusukan buah
nanas. Hal ini karena daging buah nanas dimakan oleh mareka. Sedangkan
lalat buah dewasa memakan nectar bunga.
2. Semut yang mengkonsumsi protein buah nanas dari gula hasil dari nanas.
Protein tersebut untuk memberi makan telur dan larva semut.
B. Dekomposer
1. Jamur biasa tumbuh, hidup, dan berkembangbiak pada buah yang berada
dalam suhu ruangan yang tingkat kelembapan dan keasamannya tinggi.
2. Bakteri yang akan menghasilkan enzim yang mampu melunakkan jaringan
lalu saat jaringan buah nanas lunak, infeksi dilakukakan hingga membusuk.

Penjelasan Video 2
- Buah nanas mengalami proses pengkerutan karena kadar air yang ada
didalam nanas menguap keluar dan suhu udara ruangan yang berbeda dengan
suhu di lemari pendingin. Semut dan lalat buah akan mendatangi buah nanas
karena mencium aroma dari air yang keluar dari nanas yang mengandung gula
dan protein yang dibutuhkan oleh semut dan lalat buah. Kemudian akan
muncul kapang yang akan menyerap nutrisi dan cairan yang masih
terkandung dalam nanas hingga akhirnya benar-benar kering dan mengkerut.

• Video 3 (Bangkai Rusa)


A. Detritivore
1. Lalat berfungsi untuk mengurai bangkai dengan menyimpan talur pada badan
bangkai yang nantinya menjadi larva yang menguraikan.
2. Belatung dalam bentuk larva yang dihasilkan dari telur lalat yang akan
memakan bagian yang busuk dan menguraikannya.
3. Semut akan memakan badan rusa untuk kebutuhan hidupnya.
4. Cacing akan memakan bangkai karena cacing salah satu pengurai bangkai
organik.
B. Dekomposer
1. Bakteri akan menguraikan protein, karbohidrat, serta senyawa organik seperti
karbondioksida (CO2), gas amoniak, dan senyawa lainnya yang terdapat di
rusa.

Penjelasan video 3
- Hewan yang mati akan mengeluarkan aroma beupa cairan atau gas yang
berasal dari pecahnya organ seperti rumen, lambung, dan organ lainnya.
Kemudian lalat datang dan menyimpan telurnya yang kemudian menjadi
faktor munculnya belatung. Belatung akan berperan pada proses penguraian
dan dibantu oleh cacing yang muncul dari permukaan tanah. Adapula semut
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 15 dari 53

dan serangga pemakan bangkai lain akan memakan bangkai dan menjadi
pengontrol belatung.

6. Kesimpulan
Pada hasil pengamatan detritivora adalah heterotrof yang mengambil zat
makanan dengan memakan detritus (mereput bahan organik). Mereka telah
menyumbang kepada penguraian dan kitaran zat makanan. Dekomposer merupakan
mahluk hidup yang berfungsi untuk menguraikan mahluk hidup yang berfungsi untuk
menguraikan mahluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap
oleh tumbuhan yang hidup di sekitar daerah tersebut. Perbedaan utama Detritivor dan
Dekomposer adalah detritivore merupakan organisme yang memakan bahan organic yang
mati dan membusuk dengan menelan secara oral sementara dekomposer adalah
organisme yang menguraikan bahan organik.

7. Daftar Pustaka

Eunike, C, Alva R, DKK. 2020. Identifikasi Keanekaragaman Jenis Dekomposer Di Hutan


Pegunungan. Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanudin.
Mutho, A. 2012. Identifikasi Spesimen Fauna Tanah yang Ditemukan pada Perkebunan :
Peranan ekosistem sebagai detritivor. UIN Malang.
Usman, A. A. 2017. Identifikasi Serangga Tanah di Perkebunan Pattallassang Kecamatan
Pattallassang Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. UIN Alauddin
Makassar. Makasaar.
Sari, M. 2015. IDENTIFIKASI SERANGGA DEKOMPOSER DI PERMUKAAN TANAH
HUTAN TROPIS DATARAN RENDAH : Studi Kasus di Arboretum dan Komplek
Kampus UNILAK dengan Luas 9,2 Ha.
Strakova, P., R.M. Niemi, C. Precman, K. Pieltoniemi, H. Toberman, I. Haiskanen, H. Fritze,
and R. Laiho. 2011. Litter type affect the activity of aerobic decomposition boreal
peat land more than site nutrient and water table regimes. Biogeosciences
8:2741-2755. www.biogeosciences.net/2741-2011 [20 Mei 2021].
Wahyuni, I. 2011. Ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri pada proses dekomposisi seresah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 16 dari 53

daun Avcennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas .
http// www:repository.usu.ac.id.[20 Mei 2021].

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 24 Maret 2021


Materi : Pengenalan Alat, Bahan, dan Metode Sterilisasi di
Laboratorium
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Pengenalan Alat dan Bahan Di Laboratorium

2. Tujuan Praktikum
Praktikan mengenal bentuk serta fungsi alat dan bahan yang digunakan di Laboratorium.

3. Kajian Pustaka
Konsorsium Ilmu Pendidikan (1978) dalam Muhammad Amien (1988: 1) definisi
operasional laboratorium adalah prasarana, sarana dan mekanisme kerja yang menunjang
secara unit satu atau lebih dari dharma sekolah dan atau madrasah (pendidikan dan
pengajaran, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat) melalui pengalaman
langsung dalam membentuk keterampilan, 13 pemahaman, dan wawasan dalam
pendidikan dan pengajaran, dalam pengembangan ilmu dan tekhnologi, serta pengabdian
kepada masyarakat luas.

Dalam sebuah praktikum, praktikan diwajibkan mengenal dan memahami cara kerja,
serta fungsi dan alat-alat di laboratorium. Selain untuk menghindari kecelakaan dan
bahaya, dengan memahami cara kerja dan fungsi dari masing-masing alat dan bahan,
praktikan dapat melaksanakan praktikum dengan sempurna (Walton, 1998).

Menurut Moedjadi (1979: 12), laboratorium adalah tempat dimana percobaan dan
penyelidikan dilakukan. Tempat ini dapat merupakan suatu ruangan tertutup, kamar atau
ruang terbuka. Mohammad Amien (1988: 54) dalam peraturan pemerintah nomer 5 tahun
1980 pasal 29 menyebutkan bahwa laboratorium mempunyai fungsi mempersiapkan
sarana penunjang untuk melaksanakan pendidikan dan pengajaran dalam satu bidang
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 17 dari 53

studi dan mempersiapkan sarana penunjang untuk melaksanakan penelitian dalam satu
bidang studi.

Alat – alat laboratorium mikrobiologi seperti lemari pengeram (incubator), autoklav, rak
dan tabung reaksi, beaker gelas, pipet hisap, pipet ukur, pinset, cawan petri, lidi kapas
steril, lampu spritus, osse (Selian, et all, 2013).
Kebanyakan peralatan untuk percobaan-percobaan di dalam laboratorium terbuat dari
gelas (kaca). Meskipun alat-alat tersebut telah siap dipakai, namun dalam pemasangan
alat untuk suatu percobaan kadang kala diperlukan sambungan-sambungan dengan gelas
atau alat lain untuk membuat peralatan khusus sesuai kebutuhan (Imam, 2010).

Pemakaian bahan laboratorium akan sangat berpengaruh terhadap alat-alat yang


digunakan. Oleh karena itu penggunaan alat dan bahan yang ada dalam laboratorium
praktikum sangat menentukan keberhasilan suatu penelitian (Waltor, 2010).

4. Hasil Pengamatan
Tabel alat dan bahan di laboraturium
No. Nama Ciri-ciri Fungsi
1. Pembakar - Berbentuk seperti labu - Untuk mensterilkan alat
Bunsen - Memiliki sumbu salah satunya osse
- Nyala api menggunakan - Untuk memanasi larutan
spirtus titik didih rendah
2. Osse - Memiliki pegangan dari besi - Untuk memindahkan
- Ada kawat didepannya bakteri atau jamur
3. Object glass - Berbahan kaca tipis - Menaruh/menyimpan objek
- Berbentuk persegi panjang penelitian untuk di
mikroskop
4. Cover glass - Berbahan kaca tipis - Menutup objek pada objek
- Berbentuk persegi gelas agar diam
5. Tabung - Berbentuk tabung sangat - Pendeteksi gelembung gas
durham kecil dari mikroorganisme
6. Tabung reaksi - Terbuat dari kaca - Sebagai tempat larutan
7. Rak tabung - Berbahan kayu - Tempat menyimpan tabung
reaksi - Berlubang reaksi
8. Cawan petri - Berbentuk pipih damn - Untuk menumbuhkan sel
punya tutup dengan ruangan yang luas
- Berbahan kaca
9. Pipet tetes - Berbahan kaca dan pipih - Untuk meneteskan air atau
larutan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 18 dari 53

10. Mikropipet - Berbentuk pipih - Untuk mengambil dan


- Sangat sedikit untuk memindahakan sampel
mengambil cairan dalam jumlah dikit
11. Tip mikropipet - Bentuk sangat kecil dan - Untuk menampung cairan
sekali pakai sementara saat dipindahkan
12. Gelas beaker - Berbentuk tabung dari kaca - Penampung larutan, reaksi,
dan pencampuran
13. Erlenmeyer - Berbentuk hampir bulat dan - Menyimpan dan
memiliki corong memanaskan larutan
- Menampung filtrat hasil
filtrasi
14. Incubator - Terdapat rak didalamnya - Alat penumbuh kultur
- Ada 2 pintu tutup penjaga mikroba, dan kultur sel
sterilant
- Berenergi listrik
15. Autoclave - Berbahan besi, bentuk - Untuk mensterilkan alat-alat
tabung laboratorium
16. Oven - Berenergi listrik berbahan - Mensterilkan dan
sterilisasi besi mengeringkan alat-alat
- Bermuatan banyak leboraturium
17. Colony - Terdapat laampu dan kaca - Penghitung bakteri secara
counter pembesar otomatis dengan sistem
komputerisasi
18. Mikroskop - Terdapat 2 lensa dengan - Alat untuk meneliti secara
fungsi berbeda (objektif, rinci dengn melihat
okuler) mikroorganisme yang tidak
- Terdapat lampu dapat diliht dengan mata
telanjang

5. Pembahasan
5.1 Cara sterilisasi alat laboratorium
A. Pemanasan bassah => Dengan pemanasan tekanan tinggi
1. Autoclave manual:
Menggunakan ketinggian air harus tetap tersedia dalam autoclave. Hal ini tidak
bisa ditinggal dalam waktu lama. Autoclave manual setelah suhu mencapai
12100C setelah 15 menit, jika tidak dimatikan maka suhu akan terus naik, lalu
air habis dan dapat meledak.
2. Autoclave otomatis:
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 19 dari 53

Alat ini dapat diatur dengan suhu mencapai 12100C selama 15 menit Ketika
suhu tercapai, lalu suhu turun otomatis samapi 5000C dan tetap stabil.

B. Pemanasan kering
1. Pemijaran = Memanaskan osse diatas api Bunsen samapai ujung osse berpijar
2. Pembakaran = Dilakukan untuk alat yang berbahan logam atau kaca dengan
melewatkan diatas api Bunsen, dan tidak sampai memijar.
3. Hot Air Oven = Digunakan pada benda dari kaca, tidak boleh dari karet/plastic.
Benda tersebut dibungkus dengan kertas sebelum di sterilisasi.

5.2 Cara pemakaian mikroskop yang baik dan benar (mikroskop Olympus C x 23)
1. Nyalakan dan sesuaikan letak lampu mikroskop
2. Turun dan geserkan ke dalam meja mikroskop
3. Siapkan contoh uji yang akan diamati pada kaca uji coba
4. Putar roleover pada pembesar lensa lemah hingga terdengar bunyi klik
5. Letakkan kaca preparate di meja mikroskop
6. Kencangkan kaca dengan meletakkan diantara penjepit kaca
7. Atur posisi objek hingga di bawah lensa objektif dengan memutar dan mengatur
preparate
8. Amati objek pada lensa okuler dengan menggerakkan penggerak makro
9. Putar pengaruh kondensor hingga objek dapat terlihat jelas
10. Atur diafragma dan kecerahan cahaya dengan memutar pengatur lampu
11. Atur dari 10x pembesaran hingga 40x pembesaran dan amati objek
12. Setelah selesai menggunakan, bersihkan mikroskop dan simpan ditempat yang
baik.

6. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan, setiap alat memiliki nama yang menunjukkan kegunaan
alat, prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan. Terdapat kurang
lebih 18 alat yang digunakan pada praktikum Mikrobiologi Umum. Cara mensterilkan
alat laboraturium ada 2 pemanasan yaitu pemanasan basah dan pemanasan kering. Dalam
pemanasan basah bisa menggunakan autoclave manual atau autoclave digital/otomatis
dan pada pemanasan kering bisa dilakukan dengan pemijaran, pembakaran, dan hot air
oven.

7. Daftar Pustaka

Agustiningtyas, I. 2017. Sterilisasi. Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, UII.


Fardiaz, S. 2004. Analisis Mikrobiologi Pangan. Twenty Second. Ed. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 20 dari 53

Grafindo Persada.Rizkiana, L, Imaniar, H, DKK. Laporan Praktikum Bioteknologi


Farmasi: Pengenalan Alat dan Penggunaannya Sterilisasi Alat, Bahan, dan
Media. Fakultas Farmasi,
Kusnada. Dkk. 2003. Mikrobiologi. Bandung: Jica.
Subaghdja, Rickie. 2010. Sterilisasi dan Pengenalan Alat Mikrobiologi. Bandung:
Yudistira.
Unggul, L, W. 2010. Modul 1 : Dasar - Dasar Praktikum Mikrobiologi. Jakarta: Raja.
Wirjosoemarto. 2007. Pengenalan Alat-Alat Praktikum Ekologi Terrestrial. Jurnal
Ekologi. Vol. 4 No.1.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 21 dari 53

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 31 Maret 2021, 7 April 2021, 21 April 2021


Materi : Pengamatan Bakteri (Perhitungan, Pewarnaan, Isolasi
Bakteri Fungsional, Identifikasi)
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Pengamatan Bakteri (Perhitungan, Pewarnaan, Isolasi Bakteri Fungsional, Identifikasi)

2. Tujuan Praktikum
1. Praktikan mengerti bagaimana konsep isolasi dan cara perhitungan jumlah mikroba.
2. Praktikan mengerti dan mampu menjelaskan bagaimana pembuatan preparat dan
pengamatan bakteri secara mikroskopis dengan beberapa teknik pewarnaan yakni
pewarnaan Gram, pewarnaan spora, dan pewarnaan kapsul.
3. Praktikan mengerti serta mampu menjelaskan bagaimana metode identifikasi bakteri
menggunakan Analytical Profile Index (API) 20E test dan bagaimana metode isolasi
bakteri fungsional (Bakteri penambat Nitorgen dan pelarut Fosfat).

3. Kajian Pustaka
Mikroba merupakan organisme yang berukuran kecil (mikro), dapat melakukan aktifitas
untuk hidup, dapat tergolong dalam prokaryotic seperti bakteri dan virus, dan eukaryot
seperti alga, protozoa. Mikroba sangat berperan dalam kehidupan (Nester, Anderson,
Robert, Nester,2009).

Mikroba terdiri dari bakteri, jamur, dan virus. Secara umum, tiap mikroba mempunyai
morfologi dan struktur anatomi yang berbeda (Waluyo, 2004).

Peranan utama mikroba adalah sebagai (pengurai) bahan-bahan organik. Selain


merugikan, mikroba juga mempunyai banyak keuntungan bagi manusia. Mikroba tidak
perlu tempat yang besar, mudah ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 22 dari 53

pembiakannya relative cepat. Oleh karena itu, setiap mikroba memiliki peran dalam
kehidupan (Darkuni, 2001).

Perhitungan mikroba adalah suatu cara yang digunakan untuk menghitung jumlah colony
bakteri yang tumbuh pada suatumedia pembiakan. Secara mendasar ada dua cara
penghitungan bakteri, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Ada beberapa
cara perhitungan secara langsung, antara lain adalah dengan membuat preparat dari suatu
bahan (preparat sederhana diwarnai atau tidak diwarnai) dan penggunaan ruang hitung
(counting chamber). Sedangkan perhitungan secara tidak langsung hanya mengetahui
jumlah mikroorganisme pada suatu bahan yang masih hidup saja (visible count). Dalam
pelaksanaannya ada beberapa cara yaitu perhitungan pada cawan, perhitungan melalui
pegenceran, perhitungan jumlah terkecil (Hadietomo, Ratna 1990).

Bakteri gram positif relatif lebih sederhana dibanding dengan bakteri gram negative,
yaitu terdiri dari dua sampai tiga lapis membran sitoplasma yang tersusun dari asam
teikhik dan asam teikhouronik berupa polimer yang larut dalam air, sedangkan dinsing
sel bakteri negatif lebih kompleks dan lebih tebal, tersusun dari peptidoglikon,
lipoprotein dan lipopolisakarida, sehingga dinding sel bakteri gram positif lebih
permeable terhadap senyawa yang bersifat hidrofil dibandingkan sel bakteri gram negatif
(Puwarni, 2009).

Pewarnaan gram atau metode gram adalah suatu metode empiris untuk membedakan
spesies bakteri mejadi dua kelompok besar, yaitu gram positif dan gram negatif,
berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding sel mereka. Metode tersebut diberi nama
berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853-1938) yang
mengembangkan teknik tersebut pada tahun 1884 untuk membedakan antara
Pneumococcus dan bakteri Klebsiella Pneumonia.

Pewamaan gram dibagi menjadi dua hasil yaitu gram positif dan gram negatif, tergantung
dari reaksi dinding sel terhadap tinta safranin atau kristal violet. Beberapa bakteri tidak
terwarnai dengan pewarnaan gram, karena dinding selnya mengandung banyak lipid,
sehingga digunakan pewarnaan tahan asam untuk mengidentifikasinya. Pada pewarnaan
tersebut sel bakteri akan berwarna merah tetapi sel jaringan akan berwarna hijau.

Pewarnaan Gram dilakukan untuk mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu bakteri


Gram positif dan bakteri Gram negative. Pada pewarnaan Gram ini, reagen yang
digunakan ada 4 jenis, yaitu kristal violet, iodine, alkohol dan safranin Bakteri Gram
positif akan mempertahankan warna ungu dari kristal violet sehingga ketika diamati
mikroskop akan menunjukkan wama ungu sedangkan bakteri Gram negative tidak dapat
mempertahankan warna ungu dari kristal violet tetapi zat warna safranin dapat terserap
pada dinding sel sehingga akan memperlihatkan warna merah. (Pratita, 2012).
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 23 dari 53

Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha mengamankan diri
terhadap pengaruh buruk dari luar.spora bakteri mempunyai fungsi yang sama sepertti
kristal amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam bentuk Kristal
merupakan suatu fase di mana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk
melindungi diri terhadap faktor luar yang tidak menguntungnkan. Endospora hanya
terdapat pada bakteri merupakan tubuh dinding yang tebal yang sangat refraktif, dan
sangat resisten. Dihasilkan oleh semua spesies basillus, clostidum, dan sporosarcina.
Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama
banyak generasi sehingga sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam
pertumbuhanya, terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang di
maksudkan untuk menjadi spora (Pelczar, 2007).

Metode pewarnaan spora berfungsi untuk mempermudah pengamatan agar peneliti atau
pengamat mampu melihat spora, membedakan dengan sel vegetative ataupun mengamati
bentuknya. Endospora tidak mudah diwarnai dengan zat pewarna pada umumnya. Hal
tersebut yang menjadi dasar dari metode pengecatan endospora dengan larutan hijau
malasit. Metode Shaeffor, foton endospora diwarnai pertama dengan larutan hijau
malasit. Pengecatan tersebut sifatnya kuat karena dapat berpenetrasi ke dalam endospora
dengan perlakuan larutan hijau malasit. Teknik tersebut akan menghasilkan warna hijau
pada endospora dan merah pada sel vegetative (James 2002).

Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang. Hal ini tergantung oleh
spesisesnya endospora ada yang lebih kecil ada pula yang lebih besar dari pada diameter
sel induk. Letak sel di dalam sel serta ukurannya dalam pembentukanya tidaklah sama
bagai semua spesies. Sebagai contoh beberapa spora adalah sental yang dibentuk
ditengah-tengah sel, yang kedua adalah terminal yang dibentuk diujung, ketiga yaitu
subterminal yang dibentuk di dekat ujung. Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi
jika keadaan medium memburuk dan zat-zat yang timbul sebagai zat-zat pertukaran zat
bertimbuntimbun dan faktor-faktor luar lainya merugikan tetapi pada beberapa spesies
mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi dapat di
cegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru, beberapa spesies
bakteri dapat kehilangan kemampuanya untuk membentuk spora-spora dapat tumbuh lagi
menjadi bakteri apabila keadaan di luar menguntungkan. Mula-mula air meresap ke
dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya
keretakan ini dapat terjadi pada salah satu ujung. Tetapi juga dapat terjadi di tengah-
tengah spora. Hal ini merupakan cirri khas bagi beberapa spesies bacillus, jika kulit spora
pecah di tengah-tengah maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada
kedua ujung bakteri (Pelczar, 2001).
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 24 dari 53

Pada dinding sel, banyak bakteri terdapat zat dengan kadar air tinggi, beberapa lapisan-
lapisan dengan berbagai ketebalan merupakan selubung lendir dan kapsul. Bagi bakteri,
selubung lendir dan kapsul ini tidak begitu penting untuk hidup, akan tetapi dengan
memiliki selubung, banyak bakteri patogen 4 menjadi resisten terhadap fagositosis,
sehingga meningkatkan virulensinya untuk hewan percobaan, sel dapat berfungsi sebagai
cadangan makanan, erlindungan terhadap kekeringan karena dehirasi. Kapsul tidak
memiliki afinitas yang besar terhadap bahan-bahan zat warna yang bersifat basa. Kapsul
tampaknya tidak larut dalam air. Beberapa kapsul tidak dirusak oleh gangguan mekanik
atau larut bila dicuci dengan air. Karena kapsul dari berbagai species bebeda dalam
susunan zat-zatnya, maka tidak semua kapsul dapat diperhatikan dalam proses
pewarnaan yang sama. Komposisi kimiawi kapsul berbeda-beada menurut
organismenya, ada yang berupa polimer glukosa contohnya: dekstran pada Leucunostoc
mesentroides, polmer gula-amino misalnya pada Staphilococcus sp., Polipeptida
misalnya: Bacillus disentri, polimer asam D-glutamat, yaitu: Bacillus anthracis
(Schlegel, 1994).

Pewarnaan ini bisa dilakukan dengan menggunakan nigrosin, merah kongo atau tinta
cina. Setelah ditambahkan pewarna yang tidak menembus kapsul, maka kapsul dapat
tampak dengan menggunakan mikroskop cahaya. Ini merupakan penampilan negatif
kapsul yang terlihat jernih dengan latar belakang gelap (Schlegel, 1994).

Kapsula merupakan lapisan polimer yang terletak di luar dinding sel. Jika lapisan polimer
ini terletak berlekatan dengan dinding sel maka lapisan ini disebut kapsula. Tetapi jika
polimer atau polisakarida ini tidak berlekatan dengan dinding sel maka lapisan ini disebut
lendir (Darkuni: 2001).

Mengetahui suatu jenis mikroorganisme diperlukan adanya identifikasi. Identifikasi


merupakan upaya untuk mengetahui nama suatu makhluk hidup dalam suatu kelompok
tertentu berdasarkan karaktenstik persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh masing-
masing makhluk hidup. Identifikasi mikroorganisme dilakukan dengan membandingkan
cin-cin yang ada pada satuan yang belum diketahui dengan satuan-satuan yang sudah
dikenal, Identifikasi mikroorganisme yang baru diisolasi memerlukan perincian,
deskripsi, dan perbandingan yang cukup dengan deskripsi yang telah dipublikasikan
untuk jasad-jasad renik lain yang serupa (Pelezar dan Chan, 1989).

Mengetahui suatu jenis mikroorganisme diperlukan adanya identifikasi. Identifikasi


merupakan upaya untuk mengetahui nama suatu makhluk hidup dalam suatu kelompok
tertentu berdasarkan karaktenstik persamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh masing-
masing makhluk hidup. Identifikasi mikroorganisme dilakukan dengan membandingkan
cin-cin yang ada pada satuan yang belum diketahui dengan satuan-satuan yang sudah
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 25 dari 53

dikenal, Identifikasi mikroorganisme yang baru diisolasi memerlukan perincian,


deskripsi, dan perbandingan yang cukup dengan deskripsi yang telah dipublikasikan
untuk jasad-jasad renik lain yang serupa (Pelezar dan Chan, 1989).

API merupakan singkatan dari Analytical Profile Index dan merupakan sistem komersial
untuk mengidentifikasi bakteri yang berbeda. Salah satu sistem API khusus untuk
membedakan antara anggota keluarga bakteri Gram negatif dari
family Enterobacteriaceae dan disebut API-20E. Sedangkan sistem API lainnya khusus
untuk bakteri Gram positif, termasuk spesies Staphylococcus, Micrococcus, spesies, dan
organisme terkait, dan disebut API-Staph. API terdiri dari strip plastik yang pada
umumnya terdiri dari 20 miniatur tabung atau sumur. Hampir semua jenis bakteri dan
lebih dari 550 spesies yang berbeda bisa diidentifikasi dengan menggunakan uji API.
Identifikasi yang dilakukan dengan API merupakan cara yang paling mudah dan uji API
ini memberikan hasil identifikasi yang akurat (Carson 2001). Salah satu produk
komersial untuk identifikasi bakteri ialah API 20E yang berguna untuk mengidentifikasi
spesies dan subspesies Enterobacteriaceae dan identifikasi kelompok serta spesies
mikroorganisme non-fermentatif. Selain API 20E, terdapat juga beberapa jenis produk
seperti API 20NE yang berfungsi untuk identifikasi bakteri Gram negatif yang
merupakan non-Enterobacteriaceae missal genus Vibrio, Aeromonas, Pseudomonas dll.

4. Hasil Pengamatan
4.1 Perhitungan jumlah mikroba
4.1.1 Alat dan bahan
A. Alat
1. Tabung reaksi disertai sumbat 7. Erlenmeyer
2. Tip mikropet 8. Incubator
3. Rak tabung reaksi 9. Mikropipet
4. Bunsen 10. Colony counter
5. Cawan petri 11. Gelas beaker
6. Autoclave

B. Bahan
1. Larutan fisiologis (NaCl 0,9%) 5. Media nutrient agar (Na)
2. Media malt extract agar (MEA) 6. Spirtus
3. Akuades 7. Media potato dextrose agar (PDA)
4. Alcohol 70% 8. Sampel

4.2 Pewarnaan gram


4.2.1 Alat dan bahan
- Slide gelas
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 26 dari 53

- Lugol/iodin
- Slide dryer
- Kipas
- Alcohol 96%
- Biakan bakteri
- Bunsen
- Safranin
- Kertas saring
- Mikroskop Olympus Cx23
- Osse
- Korek api
- Aquades
- Penjepit slide
- Tabung reaksi
- Minyak imersi
- Bak slide
- Kristal violer

4.3 Pewarnaan spora


4.3.1 Alat dan bahan
- Osse
- Malakit hijau
- Air mengalir
- Kertas hisap
- Pipet tetes
- Kertas saring
- Bunsen dan korek api
- Apusan bakteri
- Aquades
- Slide
- Mikroskop pembesaran 10x100
- Minyak imersi
- Safranin
- Pinset

4.4 Pewarnaan kapsul


4.4.1 Alat dan bahan
- Pewarna asam (India Ink/Nigrosin)
- Pewarna dasar (Kristal violet/Metilin bitu)
- Pipet
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 27 dari 53

- Slide bersih
- Bunsen dan korek api
- Air tisu
- Koroni bakteri
- Penjepit slide
- Mikroskop
- Minyak immerse
- Gelas tabung

4.5 Isolasi bakteri fungsional


4.5.1 Alat dan bahan
1. Penambat nitrogen
- Labu Erlenmeyer
- Osse
- Agar-agar 3,5 gram
- Gelas ukur
- Spatula
- PH Paper Strips
- Timbangan digital
- Autoklav
- Bunsen
- Media:
• Mannitel 20 aV
• Dippotassium 0,2 gram
• Magnesium sulfat 0,2 gram
• Sodium chloride 0,2 gram
• Calcium carbonat 5 gram

2. Pelarut fosfat
- Timbangan digital
- Magnetik striper
- Bottle top dispenser
- Tabung reaksi
- Kapas
- Kertas
- Autoklav
- Cawan petri
- Batang penyebar
- Blue tip
- Oven
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 28 dari 53

- Tanah
- Shaker
- Mikropipet
- Bunsen
- Laminar air klav
- Vortex
- Media:
• Glukosa 10 gram
• Ca3(PO4)2 5 gram
• (MH4)2SO4 0,5 gram
• NaCl 0,29 gram
• MgSO4 0,01 gram
• KCl 0,2 gram
• Yeast extract 0,5 gram
• MnSO4 0,002 gram
• FeSO4 0,002 gram
• Agar 20 gram
• Aquades 1000 ml

4.6 Identifikasi Bakteri


4.6.1 Alat dan bahan
- Kit API 20E
- Baki kelembapan
- Pereaksi TDA
- Reagen kovac 3
- Pipet
- Tabung reaksi
- Rak tabung
- Mineral oil
- Sampel murni
- Inkubator
- Osse
- Pembakar Bunsen
- Reagen VP1 dan VP2

5. Pembahasan
5.1 Perhitungan jumlah mikroba
5.1.1 Prosedur pembuatan medium dan sterilisasi (Video 1)
A. Medium
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 29 dari 53

1. Mengetahui media yang dibutuhkan


2. Menghitung jumlah medium yang digunakan
3. Menimbang menggunakan gelas beaker 100 mL dan spatula dengan
menggunakan masker dan membersihkan neraca analitik. Jika sudah, matikan
dan bersihkan neraca.
4. Memberikan label pada gelas beaker
5. Melarutkan medium dengan akuades
6. Mengukur volume akuades pada gelas ukur sesuai dengan volume yang
diinginkan
7. Menuang akuades sampai setengah gelas beaker
8. Mengaduk searah jarum jam sampai bubuk media larut
9. Menuangkan larutan media pada botol squach berukuran 500 mL.
10. Menuangkan Kembali akuades ke dalam gelas beaker
11. Membersihkan sisa-sisa medium yang belum larut atau menempel dalam gelas
beaker
12. Melakukan terus menerus hingga akuades habis
13. Memberikan label, nama medium;nama peneliti;NPM dan tanggal pembuatan
14. Memanaskan medium menggunakan hot plate
15. Meletakkan botol squach diatas hot plate
16. Menyalakan hot plate, mengatur kecepatan putaran dan suhu yang digunakan
17. Menggunakan magnetic bar untuk mengaduk sesekali, sampai homogen
sambal mengawasi, menunggu medium jadi jernih.

B. Larutan NaCl Fisiologi (0,85%)


1. Menimbang NaCl
2. Melarutkan NaCl dengan akuades (sama seperti medium, namun sebelum
autoclave tidak perlu dipanaskan)
3. Sesudah homogen, pipet larutan NaCl dengan menggunakan mikropipet
sebanyak 9 mL
4. Menuang larutan NaCl ke dalam tabung reaksi
5. Meyumbat tabung reaksi dengan sumbat kassa dan kapas
6. Meletakkan semua tabung reaksi ke dalam gelas beaker 250 mL
7. Merekatkan alumunium foil ke bagian atas tabung fraksi
8. Merekatkan bagian bawah menggunakan selatip kertas
9. Memberikan label
10. Mengautoclave larutan NaCl

C. Proses autoclave
1. Mengisi bagian dasar autoclave dengan menggunakan akuades sampai dengan
tanda atas
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 30 dari 53

2. Mengambil dan memasangkan keranjang ke dalam autoclave dan meletakkan


alat dan bahan yang akan di sterilisasi
3. Menutup autoclave dan memasangkan selang yang ada disebelah kanan, lalu
menutup rapat
4. Mengunci autoclave dengan ulir yang saling berhadapan
5. Mengencangkan semua klamp dengan bantuan pengunci besi. Klamp sebelah
kanan biarkan terbuka dan kiri tertutup.
D. Sterilisasi kering
1. Membungkus alat gelas dengan kertas atau alumunium foil
2. Memasukkan alat gelas ke dalam oven dengan suhu 1800C selama 2 jam
3. Menutup Kembali pintu oven

5.1.2 Prosedur perhitungan jumlah mikroba


1. Menyiapkan sampel dengan cara mengencerkan sampel sebanyak 10 kali (5
gram atau 5 mL sampel diencerkan dengan 45 mL larutan pengencer/NaCl
0,9%) didalam Erlenmeyer sehingga didapatkan pengenceran pertama
sampel padat sebaiknya dihaluskan atau dicacah terlebih dahulu.
2. Meyiapkan sejumlah tabung reaksi berisi 9 mL NaCl untuk pengenceran
berseri. Memberi label tabung dengan kode sampel dan kode pengenceran
(mulai dari pengenceran ke 2 dan seterusnya sesuai dengan jumlah tabung
reaksi yang disediakan).
3. Mengambil sampel dan Erlenmeyer sebanyak 1 mL (pengenceran pertama)
dengan menguraikan mikropipet dan memasukkannya ke dalam tabung
pengenceran kedua kemudian menghomogenkan dengan prinsip turbulensi
dalam tabung. Didapat pengenceran ke 2.
4. Membuat tip pipet yang telah digunakan pada Langkah sebelumnya ke
dalam gelas beaker berisi alcohol kemudia mengganti dengan tip yang baru.
5. Mengambil sampel dari tabung reaksi pengenceran kedua sebanyak 1 mL
menggunakan mikropipet dan memasukkannya ke dalam tabung
pengenceran ketiga kemudian menghomogenkan dengan prinsip turbulensi
didalam tabung. Didapat pengenceran ke 3.
6. Mengulang prosedur 4 dan 5 hingga tabung pengenceran terakhir.
7. Menyiapkan 2 buah cawan petri kemudian mengisi dengan masing masing
1 mL sampel dari pengenceran ke 3. Menambhakan cawan petri lainnya
dengan 15-20 mL MEA.
8. Menyiapkan 2 buah cawan petri kemudia mengisinya dengan masing masing
1 mL sampel dari pengenceran terakhir, kemudian menambahkan masing
masing NA sebanyak 15-20 mL.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 31 dari 53

9. Meletakkan seluruh cawan petri diatas meja dengan menggoyangkannya


membentuk angka 8 sebanyak ±15 kali sehinga sampel dan media menjadi
homogen. Kemudian mendiamkan cawan petri hingga media mngeras.
10. Menginkubasi cawan petri berisi sampel +PDA dan sampel +MEA pada
incubator dengan suhu 300C selama 24-48 jam. Sedangkan menginkubasi
cawan petri berisi sampel +NA pada incubator dengan suhu 370C selama ±24
jam.
11. Menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada masing masing cawan petri
setelah masa inkubasi selesai koloni yang terbentuk menunjukkan
banyaknya mikroba pada setiap mL sampel.
12. Menghitung cawan petri yang memiliki jumlah koloni 25-250 pada media
ayam (segar dan busuk) serta 10-150 koloni pada media PCA.
13. Melaporkan jumlah bakteri, jumlah yang lebih kecil atau lebih besar dari
kisaran tersebut sehingga perkiraan atau estimasi CFU (Colony Farming
Units)/gram atau mL.
14. Contoh perhitungan
Petri dish A ada 126 koloni = 126 x 104 = 1.260.000
Petri dish B ada 125 koloni = 125 x 104 = 1.250.000
1.260.000+1.250.000
= = 1.255.000
2
= 1.255 x 106 CFU/mL
5.1.3 Hasil perhitungan jumlah mikroba
A. Kode jumlah “S”
Penganceran
2
10 103 104 Nilai SPC
288+264
I >300 >300 288 Rata-rata = = 276
2
II >300 >300 264 Nilai SPC = 276 x 104
= 2.700.000 CFU/mL
B. Kode jumlah “R”
Pengenceran
4
10 105 106 Nilai SPC
296+292
I >300 >300 296 Rata-rata = = 294
2
II >300 >300 292 Nilai SPC = 294 x 106
= 294.000.000 CFU/mL
C. Kode jumlah “D”
Pengenceran
102 103 104 Nilai SPC
166+182
I >300 >300 166 Rata-rata = = 174
2
II >300 >300 182 Nilai SPC = 174 x 104
= 1.740.000 CFU/mL
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 32 dari 53

D. Kode jumlah “B”


Pengenceran
6
10 107 108 Nilai SPC
260+248
I >300 344 260 Rata-rata = = 254
2
II >300 264 248 Nilai SPC = 254 x 108
= 25.400.000.000 CFU/mL
5.2 Pewarnaan gram
5.2.1 Prosedur pewarnaan gram
1. Objek gelas datar dibersihkan menggunakan kapas yang telah dibasahi alcohol 96%
untuk menghilangkan lemak dan mikroba lain.
2. Osse dipanaskan diatas pembakar Bunsen hingga berpijar kemudian didinginkan.
3. Suspensi bakteri diambil menggunakan osse secara aseptic kemudian dibuat
preparate tipis dengan cara mengoleskan osse secara merata pada permukaan objek
gelas, kemudian objek gelas dipanaskan diatas Bunsen (Fiksasi) hingga ulasan
bakteri tersebut kering.
4. Setelah proses fiksasi selesai, preparate diwarnai menggunakan gentiana violet dan
dibiarkan selama ±1 menit.
5. Preparate dibilas dengan air mengalir kemudian ditetesi lugol dan dibiarkan selama
±1 menit.
6. Preparate kemudian dibilas alcohol 96% dan dilanjutkan pembilasan oleh air.
7. Selanjutnya, preparate ditetesi safranin dan dibiarkan selama ±1menit.
8. Preparate dibilas dengan air mengalir kemudian dikeringkan dengan kertas saring
dengan cara ditekan-tekan dengan lembut.
9. Permukaan preparate ditetesi dengan minyak imersi lalu diamati dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10x100.
10. Patokan hasil pengamatan yakni bakteri gram positif warna ungu karena mengikat
gentiana violet dengan baik, bakteri gram negative warna merah karena tidak
mengikat gentana violetdan terwarnai oleh safranin.

5.2.2 Pewarnaan gram


1. Teknik pewarnaan gram positif (+)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 33 dari 53

2. Teknik pewarnaan gram negative (-)

3. Teknik pewarnaan gram positif (+) dan negatif (-)

 Gram Positif Gram Negatif


Fixation

Crystal Violet
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 34 dari 53

Iodine Treatment

De Colorization

Counter Stain Safranin

5.3 Pewarnaan spora


5.3.1 Prosedur pewarnaan spora
1. Objek gelas datar dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi alkohol 96%
untuk menghilangkan lemak dan mikroba lain.
2. Osse dipanaskan diatas pembakar Bunsen hingga berpijar kemudian
dinginkan.
3. Suspense bakteri diambil menggunakan osse, letakkan pada objek gelas
secara merata lalu panaskan diatas Bunsen hingga kering. (Proses fiksasi)
4. Tutup objek gelas dengan kertas saring dan tetesi dengan malachite green.
5. Letakkan objek gelas pada penangas air selama 5 menit, perhatikan kertas
saringnya agar tidak kering.
6. Bilas objek gelas dengan air mengalir, lalu tetesi objek gelas dengan safranin
dan biarkan selama ±1 menit.
7. Bilas objek gelas dengan air mengalir, lalu keringkan dengan kertas saring.
8. Tetesi permukaan objek gelas dengan minyak immerse lalu amati dibawah
mikroskop dengan pembesaran 10x100.
9. Patokan pengamatan yakni spora bakteri berwarna hijau karena malachite
green dapat menembus dinding endospore pada saat penangasan, sel bakteri
warna merah karena mengikuti safranin.

5.3.2 Pewarnaan spora


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 35 dari 53

5.4 Pewarnaan kapsul


5.4.1 Prosedur pewarnaan kapsul
1. Objek gelas datar disterilkan dengan menggunakan kapas yang dibasahi
alkohol 96%.
2. Tetesi satu tetes pewarna nigronin pada bagian ujung objek gelas.
3. Panaskan osse diatas api Bunsen dan dinginkan.
4. Ambil suspensi bakteri lalu letakkan pada bagian yang telah di tetesi nigronin
dan campurkan hingga homogen menggunakan osse.
5. Gunakan objek gelas lain, ratakan campuran yang telah dibuat pada Langkah
sebelumnya diratakan dari ujung ke ujung gelas tersebut. (Preparat Dorong)
6. Anginkan objek gelas hingga kering.
7. Tetesi dengan metilin biru dan biarkan 2 – 3 menit, lalu bilas dan keringkan.
8. Tetesi permukaan objek gelas dengan minyak imersi dan amati dibawah
mikroskop dengan pembesaran 10x100.
9. Patokan pengamatan yaitu sel bakteri akan berwarna biru karena mengikat zat
warna methylene biru, kapsul bakteri akan berwarna bening karena tidak dapat
diwarnai oleh zat warna apapun, latar belakang objek gelas akan berwarna
ungu kehitaman karena zat warna nigrosine yang berperan dalam pewarnaan
negative (Pewarnaan Latar Belakang).

5.4.2 Pewarnaan kapsul


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 36 dari 53

5.5 Isolasi bakteri fungsional


5.5.1 Prosedur pekerjaan
A. Penambat nitrogen
1. Timbang bahan-bahan untuk pembuatan media.
2. Campurkan semua bahan ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan aquades.
3. Sterilisasikan media menggunakan autoklav.
4. Masukkan tanah ke dalam Erlenmeyer lalu homogenkan membentuk angka 8.
5. Masukkan media ke dalaam shaker inkubator dengan suhu 300C dan kecepatan
100 RPM selama 2 hari.
6. Setelah diinkubasi, media cair akan berubah warna menjadi lebih keruh yang
menandakan terdapat mikroba didalamnya.
7. Pindahkan mikroba menggunakan osse ke dalam cawan petri yang berisi medium
agar teknik yang digunakan adalah teknik kuadran untuk memudahkan proses
identifikasi.
8. Inkubasi media 3-4 hari.
9. Ambil koloni bakteri dan masukkan ke dalam tabung reaksi.
10. Pindahkan suspensi bakteri ke dalam tanah di tabung Erlenmeyer, homogenkan
suspensi dengan tanah.

B. Pelarut fosfat
1. Timbang semua bahan untuk pembuatan media.
2. Campurkan semua bahan dengan aquades lalu homogenkan menggunakan
magnet stiner.
3. Larutkan NaCl sebanyak 8,5 gram ke dalam 1 liter aquades.
4. Media dikouskaya dan larutan fisiologis. Serta alat lain disterilisasikan
menggunakan autoklav lalu keringkan alat dan bahan didalam oven.
5. Masukkan 10 gram tanah kedalam 90 ml larutan fisiologis kemudia dibakar
minimal 30 menit.
6. Sebelum prosesmisolasi, semua alat dan bahan di UV dalam laminar air flow
selama 19 menit.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 37 dari 53

7. Lakukan sesi pengenceran yang dimulai dari pengambilan 1 ml larutan tanah


menggunakan mikropipet lalu masukkan kedalam larutan fisiologis, kemudian
homogenkan menggunakan vortex. Sesi pengenceran dilakukan hingga 10 menit.
8. Lakukan metode pooplate dengan memasukkan 1 ml suspensi 10-4, 10-5, 10-6, 10-
1
kemudian tambahkan media agar kedalam cawan petri. Homogen suspensi dan
agar dengan membentuk angka 8.
9. Media agar yang telah padat segera ditutup dengan plastik wrap.
10. Lakukan metode spread plate yang diawali dengan memasukkan media agar ke
dalam cawan petri.
11. Media agar yang telah memadat kemudian ditambahkan o,1 ml suspensi bakteri.
Suspensi bakteri tersebut diratakan ke seluruh media permukaan agar
menggunakan batang penyebar.
12. Tutup cawan petri menggunakan plastik wrap, kemudian inkubasi pada suhu
ruang selama 5 hari.

C. Hasil isolasi bakteri


1. Bakteri penambat nitrogen
Setelah masa inkubasi, terlihat koloni-koloni bakteri pada media Ashby’Manitol
Broth. Koloni-koloni tersebut merupakan bakteri penambat nitrogen yang bisa
digunakan untuk pengolahan limbah.
2. Bakteri pelarut fosfat

Halozone

Bakteri pelarut fosfat

Bakteri yang dapat melarutkan fosfat ditandai dengan pertumbuhan bakteri pada
media agar yang disertai adanya halozone atau zona bening disekitar koloni
bakteri.

5.6 Identifikasi Bakteri


5.6.1 Prosedur pekerjaan
1. Biarkan sampel di inokulasikan dalam medium berisi 5 ml NaCl 0,85%.
2. Letakkan strip API pada tray yang telah ditambahkan aquades dengan tujuan
untuk menjaga kondisi tetap lembap dan tidak kering.
3. Menggunkan steril pipet untuk memindahkan suspense ke dalam microtube,
apabila terdapat gelembung pada microtube, hilangkan dengan tapping diatas
meja, tekan perlahan.
4. Strip API 20E terdiri dari 20 mikrotabung dan ditambahkan mineral oil sampai
penuh, yaitu ADH, ODC, CDC, CIT, H2S, URE, singkatan yang tidak bergaris
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 38 dari 53

bawah diisi dengan suspense sebanyak setengah dari mikrotabung yaitu, ONPG,
TDA, INO, GLU, MAN, INU, SOR, RHA, SHI, MEL, ANI, dan ARA.
5. Bungkus stray menggunakan plastik bersih dan inkubasi selama 18 – 24 jam pada
suhu 370C.
6. Selama masa inkubasi, ambil koloni lain dari cawan petri dan lakukan tes
oksidasi, tuliskan warna yang tampak test m, menjadi test ke 4 pada API 20E test.
7. Setelah inkubasi 24 jam reagen lengkap ditambahkan pada IND sebanyak 1 tetes
reagen TDA ditambahkan sebanyak 1 tetes pada mikrotabung TDA reagen VP1
dan VP2 ditambahkan masing-masing 1 tetes pada mikrotabung VP.
8. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar uji positif dan
negative.
9. Hasil positif dan negatif dimasukkan ke dalam software.
Test Colour Result Slorp Profile
ONPG Yellow + 1
ADH Yellow - 0 5
LOL Red + 4
ODL Yellow - 0
CIT Green - 0 0
H2S Colours - 0
URE Yellow - 0
TDA Yellow - 0 4
INP Pink + 4
VP Colours - 0
GEL No Pick - 0 4
GLU Yellow + 4
MAN Yellow + 1
AVO Blue - 0 5
SOR Yellow + 4
RHA Yellow + 1
SAI Blue - 0 5
MEL Yellow + 4
ONPG Blue - 0
ADH Yellow + 2 2
LOL Cream - 0
Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa sampel bakteri E-Coli yang diuji dengan API
20E. Hasil yang diperoleh merupakan hasil identifikasi yang termasuk dapat diterima

Identifikasi
Strip API 20E V4.1
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 39 dari 53

Profile 5044552
Significan Toxa 90 T Test Againts
Escherichia Coli 1 99,8 8,94 -
Next Taxon 9,10 T Test Againt
Escherichia Coli 2 0,1 0,58 Mel 3%

6. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum, perhitungan mikroba adalah suatu cara yang digunakan untuk
menghitung jumlah colony bakteri yang tumbuh pada suatu media pembiakan. Secara
mendasar ada dua cara penghitungan bakteri, yaitu secara langsung dan secara tidak
langsung. Jumlah sel mikroba yang tumbuh dalam suatu cawan sangat bergantung pada
jumlah generasi yang ada dan waktu generasi bakteri yang ia biakkan agar dapat
memprediksi jumlah sel bakteri dengan baik.

Berdasarkan hasil percobaan perhitungan mikroba, hasil perhitungan menunjukkan


bahwa mikroba memenuhi syarat untuk dihitung berdasarkan satuan colony forming
unit (CFU ) karena jumlah koloni mikroba berada diantara 30-300 µ. Mikroba lebih
banyak tumbuh pada media spread plate daripada pour plate. Hal tersebut disebabkan
karena adanya sistem aerasi. Metode sebar (spread plate) mendapatkan udara yang lebih
banyak daripada metode pour plate yang sampelnya ada di bawah media.

Perwarnaan gram yang telah dilakukan kali ini, maka dapat disimpulkan bahwa
organisme gram positif adalah organisme yang dapat menahan zat pewarna setelah dicuci
dengan alkohol, hal ini ditunjukan atau terindikasi dengan tampaknya warna ungu pada
bakteri itu sendiri dan bentuk yang dihasilkan dari bakteri tersebut adalah berbentuk
Monobacillus.

Spora akan terbentuk jika bakteri berada dalam keadaan yang tidak memungkinkan
untuknya, yaitu pada keadaan panas, kering, radiasi, dan adanya bahan kimia. Spora yang
terbentuk ada bermacam-macam yaitu spora terminal, spora subterminal, spora sentral,
spora oval, dan ada juga spora yang membuat bagian sel bakteri mengembang. Larutan
Malachite hijau akan mewarnai spora menjadi hijau dan bentuk bakteri beragam dengan
warna merah dari safranin.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 40 dari 53

Pewarnaan kapsul ialah metode pewarnaan diferensial yang dikhususkan untuk melihat
bagian kapsul dari suatu bakteri. Pewarnaan kapsul merupakan gabungan antara
pewarnaan sederhana dan pewarnaan negative. Hasil pengamatan, bakteri bewarna
merah, sedangkan kapsul tampak sebagai bagian yang kosong di sekitar tubuh bakteri
dan sekitar kapsul bewarna gelap/agak pekat.

Isolasi bakteri pelarut fosfat dan bakteri penambat nitrogen dengan menggunakan metode
identifikasi bakteri menggunakan Analytical Profile Index (API) 20E test berhasil. Hasil
isolasi bakteri bakteri penambat nitrogen setelah masa inkubasi, terlihat koloni-koloni
bakteri pada media Ashby’Manitol Broth. Koloni-koloni tersebut merupakan bakteri
penambat nitrogen yang bisa digunakan untuk pengolahan limbah. Kemudian, bakteri
pelarut fosfat bakteri yang dapat melarutkan fosfat ditandai dengan pertumbuhan bakteri
pada media agar yang disertai adanya halozone atau zona bening disekitar koloni bakteri.

Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa sampel bakteri E-Coli yang diuji dengan
API 20E. Hasil yang diperoleh merupakan hasil identifikasi yang termasuk dapat
diterima.

7. Daftar Pustaka

Artati, D. 2019. Identifikasi Bakteri Melalui Penggunaan KIT Analytical Profile Index
(API) 20E. Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan SDA Kelautan dan
Perikanan.
Bibiana, 2010. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT. Raya Grafindo Persada. Jakarta.
Bulele, T, Rares, F, Porotu, J. 2020. Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram pada
Penderita Infeksi Mata Luar di Rumah Sakit Mata Kota Manado. Prodi
Pendidikan Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Fardiaz S., 2001. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fitri, L, Yasmin, Y. Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitinolitik. FMIPA,
Unsyah, Darussalam Banda Aceh.
Gandjar, I., Ariyanti, O. dan Wellyzar, S. 2006, Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi.
Putri, A, Kusdiyanti, E. 2018. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Dari Pangan Fermentasi.
FMIPA, Universitas Diponegoro.
Rosmania, R, Yanti, F. 2020. Perhitungan Jumlah Bakteri di Laboratorium Mikrobiologi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 41 dari 53

dengan Menggunakan Pengembangan Metode Spektrofotometri. Jurnal


Penelitian Sains (JPS), Universitas Sriwijaya.

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 28 April 2021


Materi : Pengamatan Kapang dan Khamir (Ragi)
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Pengamatan Kapang dan Ragi

2. Tujuan Praktikum
Praktikan mengerti serta mampu menjelaskan bagaimana metode pengamatan kapang
dan khamir.

3. Kajian Pustaka
Jamur adalah mikroorganisme yang masuk golongan eukariotik dan tidak termasuk
golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempuyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau
kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel
tumbuhan. Sel hewan tidak mempunyai dinding sel, sedangkan sel tumbuhan sebagian
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 42 dari 53

besar adalah selulosa. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih
inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual, dan
keduanya (Sutanto, 2008).

Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk
golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai
dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecil dari
selulosa atau kitosan. Ciri khas tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan dan
sel tumbuhan. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti,
tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual atau keduanya.
Jamur bersifat heterotropik yaitu organism yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak
dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti tumbuhan. Untuk
hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan dan
serangga. Dengan menggunakan enzim, zat organik diubah menjadi zat anorganik yang
kemudian diserap oleh jamur menjadi makanannya(Sutanto dkk, 2008). Jamur memiliki
banyak persamaan nama, anatara lain disebut jamur, cendawan, kapang, lapuk, kulat dan
khamir. (Makfoeld, 1993).

Kapang adalah jamur yang tersusun dari hifa-hifa. Hifa tersebut dapat bersekat sehingga
terbagi menjadi banyak sel, atau tidak bersekat disebut hifa senositik (coenocytic).
Anyaman hifa baik yang multiseluler atau senositik disebut miselium. Kapang
membentuk koloni yang menyerupai kapas (cottony, woolly) atau padat (velvety,
powdery, granular) (Sutanto, 2008).

Khamir adalah sel-sel yang berbentuk bulat (uniseluler) dan dapat bersifat dimorfistik,
lonjong atau memanjang yang berkembang biak dengan membentuk tunas dan
membentuk koloni yang basah atau berlendir. Sedangkan kapang terdiri atas sel-sel
memanjang dan bercabang yang disebut hifa, anyaman hifa yang disebut miselium
(Sutanto, 2008).

Kebanyakan kapang membutuhkan air minimal untuk pertumbuhannya dibandingkan


dengan khamir atau bakteri (Waluyo, 2004). Air merupakan pelarut esensial yang
dibutuhkan bagi semua reaksi biokimiawi dalam system hidup dan sekitar 90%
menyusun berat basah sel (Ali, 2005).

4. Hasil Pengamatan
4.1 Alat dan bahan
4.1.1 Pengamatan kapang
1. Mikroskop dengan perbesaran 10x10 atau 10x40
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 43 dari 53

2. Slide/objek glass datar dan cover glass


3. Biakan jamur
4. Jamur needle
5. Potato Dextrose Agar (PDA)
6. Alcohol 96%
7. Kapas + kertas saring + glass rood

4.1.2 Pengamatan khamir


1. Mikroskop perbesaran 10x45 atau 10x100
2. Pipet tetes
3. Larutan fisiologis (NaCl 0,9%)
4. Bahan pewarna Methylene Blue
5. Objek glass datar
6. Cover glass
7. Ragi
8. Kapas
9. Alcohol 90%

4.2 Gambar morfologi


4.2.1 Kapang
• Rhizopus
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 44 dari 53

• Aspergillus

• Penicillium
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 45 dari 53

4.2.2 Khamir
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 46 dari 53

5. Pembahasan
5.1 Prosedur pengamatan
5.1.1 Kapang
1. Objek glass datar dibersihkan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan
alcohol 96% untuk menghilangkan lemak dan mikroba lain.
2. Media PDA diteteskan pada permukaan objek glass sebanyak 1-2 tetes secara
aseptis didekat Bunsen dan dibiarkan hingga memadat.
3. Needle dipanaskan diatas pembakar bunsen hingga berpijar kemudia
didinginkan.
4. Pada permukaan PDA yang sudah memadat dibuat goresan melintang
menggunakan needle.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 47 dari 53

5. Biarkan jamur diambil menggunakan needle secara aseptis kemudian diletakkan


disetiap media yang telah dipotong berbentuk kubus dengan ukuran 1x1 cm.
6. Media yang telah diberi biakan jamur kemudian ditutup dengan cover glass dan
ditekan perlahan hingga permukaan media rata dan cover glass menempel dengan
baik.
7. Preparat diletakkan didalam cawan petri yang berisi kertas saring dan glass rood
yang telah ditambahkan air inkubasi selama 2x24 jam atau 5 – 10 hari paa suhu
ruang.
8. Lalu buatlah slide mikrokopis, letakkan satu tetes pewarna ditengah slide yang
baru, kemudian pindahkan cover glass dari preparate ke atas slide yang telah
diberi pewarna.
9. Kemudian preparate diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10 atau
10x40.

5.1.2 Khamir
1. Sebanyak 1 gram fermipan yang berisi biakan ragi Saccharomyces cereviceae
ditimbang dan dilarutkan dengan 50 ml Nacl 0,9% pada wadah steril kemudia
diaduk hingga homogen.
2. Selanjutnya, sebanyak 5 tetes methylenene blue ditambahkan pada larutan
tersebut dan Kembali diaduk sampai homogen.
3. Obhjek ngelas datar dibersihkan dengan kapas yang telah dibasahi dengan akohol
96% untuk menghilangkan lemak dan mikroba lain.
4. Suspensi ragiu yang telah dibuat lalu diambil menggunakan pipet tetes dan
diteteskan diatas objek gelas dan ditutup dengan gelas cover.
5. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x40.
6. Gunakan minytak imersi pada gelas cover untuk dapat melihat morfologi ragi
dengan perbesaran 10x100.

6. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum melalui pengamatan video Identifikasi kapang dan khamir
dilakukan dengan pengamatan makroskopis terhadap pertumbuhannya. Pada
pengamatan makroskopis, pertumbuhan kapang dapat ditentukan berdasarkan adanya
spora seperti benang-benang / bulu halus.
Berdasarkan praktikum melalui pengamatan video Identifikasi kapang dan khamir
dilakukan dengan pengamatan makroskopis terhadap pertumbuhannya. Pada
pengamatan makroskopis, pertumbuhan khamir terlihat seperti lendir dan mengkilat.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 48 dari 53

7. Daftar Pustaka

Anonim. 2006. TEKNIK DASAR ANALISA MIKROBIOLOGI.


Bintari, SH, Mubarok, I. 2012. Isolasi dan Identifikasi Khamir Secara Morfologi Di Tanah
Kebun Wisata Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.
Nasichah, A, Hastuti, U, DKK. 2016. Identifikasi Morfologi Kapang Endofit Cengkeh Afo
dari Ternate. FMIPA Universitas Negeri Malang

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Hari/Tanggal : Rabu / 5 Mei 2021


Materi : Pengamatan Protozoa dan Helminth
Nama : Dhandy Rizaldi Irdiansyah
NPM : 200110200072
Dosen Pengampu : Ir. Wowon Juanda, MP.

1. Judul Praktikum
Pengamatan Protozoa dan Helminth
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 49 dari 53

2. Tujuan Praktikum
Praktikan mengerti serta mampu menjelaskan bagaimana metode pengamatan protozoa
dan helminth.

3. Kajian Pustaka
Protozoa merupakan sekelompok mahluk hidup yang bersel tunggal, yang heterogen,
meliputi kurang lebih 50.000 Spesies yang telah diberih nama, dan 20.000 spesies telah
berubah fosil. Ribuan spesies telah behasil didiskripsikan sebagai mahluk hidup sebagian
babas dan sebagian lainya hidup secara parasit pada hewan lain, terutama hewan tingkat
tinggi. Jumlah hewan protozoa dalam sutu tempat sering sangat menajjubkan, misalnya
dalam suatu kolam dapat mencapai suatu jutaan hewan, bahkan milyaran (Jasin, 1992).

Protozoa berasal dari bahasa yunani, yaitu protos yang artinya pertama dan zoon yang
artinya hewan. Protozoa merupakan hewan yang bersifat uniseluler, dimana setiap satu
sel protozoa merupakan satu keseluruan dari organisme itu sendiri. Protoplasma dari
protozoa dapat mengadakan modifikasi – modifikasi atau penonjolan – penonjolan yang
dapat bersifat sementara atau tetap. Penonjolan – penonjolan yang bersifat sementara
misalnya penonjolan yang berfungsi sebagai kaki pseudopodia (Lahay, 2007).

Protozoa adalah organisme uniseluler, hidup di bebas atau parasit, beberapa diantaranya
bersimbiosis dengan mahluk hidup lain. Pencernaan secara intraseluler di dalam vakuola
makanan. Alat gerak berupa psedium, cilia, atau flagella pengambilan makanan secara
holozik, saprozoik dan holophitik. Umumnya berkembang biak melalui pembelahan sel
dan konjugasi. Alat gerak berupa kaki semu, flagel dan silia. Terdiri atas 4 kelas yaitu 1).
Mastigopora 2). Rhizopoda 3). Sprozoa 4). Ciliata (Lahay, 199)

Helmintologi adalah ilmu yang mempelajari parasit berupa cacing. Berdasarkan


taksonomi, helmin dibagi menjadi : nemathelminthes (cacing gilik ; nema = benang ) dan
platyhelmintes (cacing pipih ). Stadium dewasa cacing yang termasuk nemathelminthes
(kelas nematoda ) berbentuk bulat memanjang dan pada potongan transversal tampak
rongga badan dan alat-alat dengan kelamin terpisah (Susanto dkk, 2011). Soil
Transmitted Helminth (STH), yaitu nematoda yang dalam siklus hidupnya untuk
mencapai stadium infektif, memerlukan tanah dengan kondisi tertentu (Safar, 2010).

Soil-transmitted helminths adalah sekelompok cacing kelas Nematoda yang


menyebabkan infeksi pada manusia akibat tertelannya telur ataupun larva cacing itu
sendiri yang berkembang di tanah yang lembab yang terdapat di negara yang beriklim
tropis ataupun subtropis (Bethony dkk., 2006). Infeksi STH yang banyak ditemukan
adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Darnely dan
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 50 dari 53

Sungkar, 2011). Lebih dari 800 juta anak di dunia terinfeksi oleh Trichuris trichiura
(Capello dan Hotez, 2003).

Soil Transmitted Helminths (STH) adalah nematoda usus yang dalam siklusnya hidupnya
membutuhkan tanah untuk proses pematangan (Rusmatini,2009). Cacing ini di tularkan
melalui telur cacing yang di keluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi.di
daerah ang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mencemari tanah. (Hotez
et al). soil transmitted helminthes yang terpenting bagi manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale,dan Trichuris trichura.

4. Hasil Pengamatan
4.1 Alat dan bahan
4.1.1 Pengamatan protozoa
a. Mikroskop (pembesaran 10x10 atau 10x40)
b. Objek gelas datar dan cover gelas
c. Suspensi protozoa dalam air sungai/selokan/sawah
d. Alkohol 96%
e. Kapas

4.1.2 Pengamatan helminth


a. Mikroskop (perbesaran 10x10 atau 10x40)
b. Objek gelas dan cover gelas
c. Sampel (suspensi feses ternak yang diduga mengandung helminth)
d. Alkohol 96%
e. Kapas

4.2 Gambar morfologi


4.2.1 Protozoa
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 51 dari 53

4.2.2 Helminth
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 52 dari 53

5. Pembahasan
5.1 Prosedur pengamatan
5.1.1 Pengamatan protozoa
1. Objek gelas datar dibersihkan menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan
alkohol 96% sebagai penghilang lemak dan mikroba lain.
2. Suspensi prortozoa yang telah disiapkan kemudai diambil dengan pipet tetes lalu
diteteskan diatas objek gelas dan ditutup cover gelas.
3. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10.
4. Untuk melihat morfologi protozoa lebih jelas, preparate dapat diamati dengan
perbesran mikroskop 10x40.

5.1.2 Pengamatan helminth


a. Metode Natif Sederhana
1. Aduk feses dengan air.
2. Setelah tercampur, suspensi feses yang telah disiapkan kemudia diambil
dengan pipet tetes dan teteskan diatas objek gelas lalu tutup dengan cover
gelas.
3. Preparat diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x40.
b. Metode Apung
1. Sampel feses diaduk dicampur air sampai larut.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PETERNAKAN
MODUL PRAKTIKUM
EKOLOGI PETERNAKAN
No. Dokumen: Tanggal Berlaku: Revisi: Halaman:
MODUL PRAKTIKUM-EKOLOGI PETERNAKAN-J10A237 15-02-2021 0 53 dari 53

2. Tuangkan cairan tersebut ke dalam tabung reaksi.


3. Selanjutnya disentrifuse cairan tersebut selama skitar 5 menit.
4. Cairan hasil sentrifuse berupa cairan jernih dan endapan, cairan jernih
tersebut diatas endapan dibuang namun tidak dengan endapannya.
5. Tambahkan garam jenuh atau gula jenuh ke dalam tabung yang berisi
endapan.
6. Diaduk sampai rata dan disentrifuse Kembali selama kurang lebih 5
menit.
7. Tambahkan lagi garam atau gula jenuh ke dalam cairan sampai
permukaan cairan menjadi cembung.
8. Simpan cover gelas diatas permukaan yang cembung.
9. Diamkan selama 3 menit.
10. Balik cover gelas dengan hati-hati, kemudia letakkan pada objek gelas.
11. Preparate diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x40.

6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, mengamati preparate protozoa dibawah mikroskop
dengan perbesaran 10x10. Untuk melihat morfologi protozoa lebih jelas, mengamati
preparate dapat dengan perbesaran mikroskop 10x40. Protozoa bergerak
dengan Flagella, Pseudopodia, silia atau bergerak sendiri dan ada yang tanpa alat gerak.

Berdasarkan hasil pengamatan, praktikum pengamatan helminth ini menggunakan dua


metode yaitu metode natif sederhana dan metode apung. Perbesaran yang digunakan
10x10 dan untuk melihat morfologi lebih jelasnya menggunakan perbesaran 10x40.

7. Daftar Pustaka

Laeni, M, Ramdhani, N, DKK. 2013. Laporan Praktikum Protozoa. FMIPA, Universitas


Pendidikan Indonesia.
Sanggita, DC. 2019. Identifikasi Telur Cacing Soil Transmited Helminth Pada Bayam
Merah Cabut (Amaranthus Tricolor L). Politeknik Kesehatan Kendari.
Departemen P dan K, Mahluk Hidup II, Kitab Pelajaran biologi untuk SMA kelas II,
Jakarta : PN balai Pustaka, 1980.

Anda mungkin juga menyukai