Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian pada dasarnya meliputi pengembangan dan
peningkatan pada faktor-faktor teknologi, sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, dan kelembagaan (Uphoff, 1986; Johnson, 1985 dalam Pakpahan,
1989). Faktor-faktor tersebut merupakan syarat kecukupan (sufficient
condition) untuk mencapai performance pembangunan yang dikehendaki.
Artinya, apabila satu atau lebih dari faktor tersebut tidak tersedia atau tidak
sesuai dengan persyaratan yang diperlukan, maka tujuan untuk mencapai
performance tertentu yang dikehendaki tidak akan dapat dicapai. Salah satu
permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya pertanian adalah masalah
kelembagaan pertanian yang tidak mendukung, salah satunya kelembagaan
petani.
Kelembagaan petani, sangat menentukan keberhasilan pembangunan
pertanian. Kelembagaan petani di pedesaan berkontribusi dalam akselerasi
pengembangan sosial ekonomi petani; aksesibilitas pada informasi pertanian;
aksesibilitas pada modal, infrastruktur, dan pasar; dan adopsi inovasi-inovasi
pertanian. Di samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan
bagi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi
dan memberikan penguatan pada petani.
Pentingnya kelembagaan petani diakui dalam pembangunan pertanian,
baik di negara industri maupun negara berkembang seperti Indonesia. Namun
kenyataan memperlihatkan kecenderungan masih lemahnya kelembagaan
petani di negara berkembang, serta besarnya hambatan dalam menumbuhkan
kelembagaan pada masyarakat petani.
Kelembagaan petani diharapkan mampu membantu petani keluar dari
persoalan kesenjangan ekonomi petani, namun sampai saat ini masih belum
berfungsi secara optimal. Diperlukan penguasaan teknologi pertanian yang
memadai dan kemampuan bersaing dari para petani agar mampu bertahan di
tengah-tengah persaingan ekonomi dunia. Upaya meningkatkan produktivitas,
efisiensi usaha tani, dan daya saing petani dilakukan melalui pengembangan

1
kelembagaan pertanian, termasuk di dalamnya penguatan kapasitas
kelembagaan petani.
1.3 Tujuan
Tujuan dari laporan ini adalah:
1. Mengetahui fungsi kelembagaan ekonomi pertanian di Desa Kucur
2. Mengetahui peran kelembagaan dan unit usaha bagi petani di Desa Kucur
3. Mengetahui akses informasi dan transportasi untuk petani dan masyarakat
terhadap kelembagaan dan unit usaha yang berada di Desa Kucur
1.4 Manfaat
Manfaat dari laporan ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran dan fungsi kelembagaan ekonomi pertanian,
khususnya bagi petani di Desa Kucur
2. Untuk mengetahui akses informasi dan transportasi untuk petani dan
masyarakat terhadap kelembagaan dan unit usaha yang ada di Desa Kucur
3. Sebagai sumber pembelajaran untuk Mahasiswa

2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kelembagaan dan Kelembagaan Pertanian
Kelembagaan adalah keseluruhan pola-pola ideal, organisasi, dan
aktivitas yang berpusat di sekeliling kebutuhan dasar seperti kehidupan
keluarga, negara, agama dan mendapatkan makanan, pakaian, dan
kenikmatan serta tempat perlindungan. Suatu lembaga dibentuk selalu
bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia sehingga lembaga
mempunyai fungsi. Selain itu, lembaga merupakan konsep yang berpadu
dengan struktur, artinya tidak saja melibatkan pola aktivitas yang lahir dari
segi sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi
untuk melaksanakannya (Roucek dan Warren, 1984).
Kelembagaan menurut para ahli :
1. Ostrom (1985-1986) kelembagaan diidentikkan dengan aturan dan
rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu
kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling
mengikat atau saling tergantung satu sama lain.
2. Djogo dkk (2003) menyimpulkan dan mendefinisikan kelembagaan
sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat
atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk
hubungan antar manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam
suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor
pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun
informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk
bekerjasama dan mencapai tujuan bersama.
3. Daymon dan Immy (2008) Teori kelembagaan (institutional theory)
menyatakan bahwa organisasi yang menghadapi tuntunan-tuntunan
yang saling berlawanan dapat mengadopsi praktik dan struktur yang
mengalihkan perhatian stakeholder dari hal-hal yang mereka anggap
tidak dapat diterima (unacceptabel).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas kelembagaan merupakan suatu
wadah yang terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki norma dan struktur
untuk mencapai tujuan bersama.
2.1.1 Kelembagaan Pertanian

3
Kelembagaan pertanian adalah norma atau kebiasaan yang
terstruktur dan terpola serta dipraktikkan terus-menerus untuk
memenuhi kebutuhan anggota masyarakat yang terkait erat dengan
penghidupan dari bidang pertanian di pedesaan. Dalam kehidupan
komunitas petani, posisi dan fungsi kelembagaan petani merupakan
bagian pranata sosial yang memfasilitasi interaksi sosial atau social
interplay dalam suatu komunitas.
Kelembagaan petani juga memiliki titik strategis entry point dalam
menggerakkan sistem agribisnis di pedesaan. Untuk itu segala
sumberdaya yang ada di pedesaan perlu diarahkan/diprioritaskan dalam
rangka peningkatan profesionalisme dan posisi tawar petani (kelompok
tani). Saat ini potret petani dan kelembagaan petani di Indonesia diakui
masih belum sebagaimana yang diharapkan (Suradisastra, 2008).
2.2 Jenis-jenis Kelembagaan Pertanian
1. Kelembagaan Penyedia Input
Kelembagaan penyedia input ini menyediakan input pertanian
berupa bibit, benih, pupuk, obat-obatan pestisida, dan alat-alat
pertanian.
2. Kelembagaan Penyedia Modal
Kelembagaan modal ini menyediakan biaya untuk membeli input
pertanian serta menyediakan biaya pada saat terjadi kendala dalam
proses usaha taninya.
3. Kelembagaan Penyedia Tenaga Kerja
Kelembagaan penyedia tenaga kerja ini menyediakan tenaga kerja
seperti buruh tani. Buruh tani dipekerjakan untuk menggarap sawah
tuan tanah.
4. Kelembagaan Penyedia Lahan
Kelembagaan penyedia lahan ini menyediakan lahan pertanian
untuk para petani yang tidak memiliki lahan tapi mereka memiliki
modal untuk usaha tani.

5. Kelembagaan Pemasaran
Kelembagaan pemasaran ini membantu dalam proses pemasaran
hasil panen petani, dengan cara menjual langsung ke juragan atau
tengkulak.
6. Kelembagaan Penyedia Informasi

4
Kelembagaan penyedia informasi ini menyediakan informasi
berupa penyuluhan petanian, yang biasanya diadakan oleh mahasiswa,
pemerintah, ataupu organisasi pertanian (Uphoff, 1986).
2.3 Fungsi Kelembagaan Pertanian
Secara umum kelembagaan memiliki fungsi sebagai pedoman
berperilaku kepada individu dalam kehidupan bermasyarakat. Kelembagaan
terdiri dari norma-norma yang mengatur suatu peran tiap struktur yang
terlibat sehingga mau tidak mau tetap harus dipatuhi. Kelembagaan
memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengontrol sosial, dimana
suatu kelembagaan dapat mencegah terjadinya penyimpangan sosial. Dalam
kelembagaan juga menjaga keutuhan sesama individu dengan memberikan
wadah dan waktu dalam berinteraksi. Berjalannya suatu sistem kelembagan
dengan baik dapat memenuhi kebutuhan pokok sosial dalam masyarakat.
Fungsi kelembagaan pertanian terdiri dari beberapa aspek, yaitu aspek
ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya. Fungsi kelembagaan pertanian
secara ekonomi membantu petani dalam penyediaan input (produksi) yaitu
seperti penyediaan bibit, benih, pupuk, obat-obatan pestisida dan alsintan.
Penyediaan tersebut terdapat pada toko Gapoktan. Pada saat pasca panen
kelembagaan berfungsi sebagai pengeringan dan sortasi (pemisahan produk
yang sudah bersih menjadi bermacam-macam kualitas atas dasar-dasar fisik).
Selain itu, kelembagaan pertanian berfungsi sebagai badan yang mengatur
bagaimana cara penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran hasil panen dari
petani.
Fungsi kelembagaan pertanian secara sosial ialah memberikan informasi
dan penyuluhan ketika ada pertemuan antar kelompok tani guna
meningkatkan sumber daya manusianya yaitu sumber daya petani. Informasi
dan penyuluhan tersebut disampaikan oleh ketua gapoktan mengenai bantuan
subsidi input produksi, usaha tani dan pemasaran.
Fungsi kelembagaan pertanian secara kebudayaan ialah tata cara
penanamannya, pengolahan pertaniannya, dan adat yang dilakukan setelah
pasca panen misalnya seperti mengadakan syukuran (wujud rasa syukur
kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah) (Suhud, 2005)

5
6
III. METODOLOGI

Siapkan alat (kuisioner, alat tulis,


perekam suara dan kamera)

Pengumpulan data hasil


wawancara

Mengidentifikasi
masalah

Analisis hasil
pengumpulan data
)

Pembuatan
laporan

Gambar 1. Diagram Alir

3.1 Objek Survei


Objek survei dalam pembuatan makalah ini adalah petani yang bernama
Bapak Sanuri. Lokasi penelitian berada di Dusun Krajan, Desa Kucur,
Kecamatan Dau Kabupaten Malang pada hari jumat tanggal 11 Desember
2015. Petani yang menjadi narasumber dalam survei ini bernama Bapak
Sanuri yang berusia 42 tahun. Dasar pemilihan objek berdasarkan tujuan
pembuatan makalah, yaitu untuk mengetahui tentang pemilihan usaha tani
dalam aspek sosial dan ekonomi, pranata sosial yang terkait dengan usaha
tani, kelembagaan sosial yang khususnya bergerak di bidang pertanian,
kendala dalam usaha tani yang berupa akses kedalam kelembagaan, kondisi
ekonomi petani dan pengaruh dari hasil produksi usaha taninya, serta
kebijakan pemerintah yang terkait dengan usaha tani.

7
3.2 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode
deskriptif. Menurut Nazir (2013), metode deskriptif adalah suatu metode
dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu
sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran,
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Metode deskriptif ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data sesuai
dengan keadaan sebenarnya, kemudian data dan fakta tersebut di analisis
dan diinterpretasikan untuk digunakan sebagai penarik kesimpulan secara
umum mengenai keadaan atau kondisi dari objek penelitian, yaitu petani di
desa tersebut.
3.3 Alur Kegiatan
3.3.1 Persiapan Kuisioner
Kuisioner adalah suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada orang yang
bersangkutan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian, yang disebut dengan narasumber. Isi dari kuisioner secara
umum antara lain biodata petani, deskripsi dari usaha tani, lembaga sosial
yang terkait dengan usaha tani, kendala dalam pelaksanaan pertanian
dalam aspek sosial dan ekonomi, dan kebijakan pemerintah terkait dengan
usaha tani.
3.3.2 Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data dengan orang yang
bersangkutan dengan cara tanya jawab secara langsung di lapang. Dari
hasil wawancara tersebut akan didapatkan data mengenai gambaran umum
tentang fakta katual dari persoalan yang terjadi di lapang. Pertanyaan yang
diajukan sesuai dengan kuisioner yang telah dibuat. Langkah-langkah
wawancara adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan kuisioner, alat tulis, alat perekam suara, kamera
(jika diperlukan)

8
b. Mencari lokasi survei dengan objek yang sesuai dengan tujuan
c. Menjelaskan maksud kedatangan dan tujuan kedatangan, serta
membuat janji atas ketersediaannya untuk diwawancara
d. Melakukan wawancara atau sesi tanya-jawab sesuai dengan
kesepakatan yang telah dibuat
e. Menganalisis dan menginterpretasikan data wawancara menjadi
laporan
3.3.3 Teknik Analisis Data
Langkah-langkah dari teknis analisis data di lapang hingga menjadi
laporan adalah sebgai berikut :
a. Menyiapkan alat tulis
b. Menyiapkan kuisioner yang telah terisi saat wawancara
c. Menyalin data dari kuisioner ke dalam catatan dengan rapi
d. Menginterpretasikan data dan dibahas dalam laporan
e. Menarik kesimpulan dari hasil laporan

9
IV. PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Petani
Pada fieldtrip tanggal 11 Desember 2015, kami mengunjungi salah satu
desa di Kabupaten Malang, tepatnya di Dusun Krajan Desa Kucur Kecamatan
Dau. Kami mengunjungi petani bernama Bapak Sanuri yang berusia 42 tahun.
Beliau merupakan kepala keluarga, yang beranggotakan keluarga 5 orang.
Beliau mulai bertani sejak kecil dan mengetahui cara bertani dari orang
tuanya, beliau hanya lulusan sekolah dasar, namun dari hal cara bertani beliau
sangat ahli, dikarenakan budaya yang ada pada daerah disekitarnya.
Komoditas utama yang ditanam Bapak Sanuri adalah jagung. Beliau
menanam jagung di tanah seluas dua hektar yang merupakan milik pribadi,
jagung tersebut ditanam hanya pada saat musim hujan, karena di desa tersebut
tidak memiliki irigasi dan sumber air yang memadai. Oleh karena itu Bapak
Sanuri mulai menanam jagung pada bulan November sampai Februari pada
masa tanam pertama, dan Maret sampai Juni pada masa tanam kedua. Dalam
proses pengolahan lahannya, Bapak Sanuri dibantu oleh beberapa buruh yang
dibayar per-hari dan biasanya berasal dari tetangga sekitaran rumahnya.
Selain menanam jagung Bapak Sanuri juga menanam cabai dan kacang-
kacangan, namun itu hanya sesekali karena keuntungan pada komoditas
jagung lebih menjanjikan. Selain itu Bapak Sanuri juga menanam singkong
diseparuh lahan tersebut (maro) yang dipanen setahun sekali, singkong
tersebut dikonsumsi sendiri, karena di sana singkong sangat sulit untuk
dipasarkan.
Dalam hal masalah komoditas yang akan digarap, Bapak Sanuri biasanya
menanam komoditas yang telah ditentukan dan disepakati oleh masyarakat
desa, kesepakatan itu biasanya terjadi secara lisan dari mulut ke mulut, atau
saat masyarakat sedang berbincang-bincang tanpa ada forum resmi yang
menunjang, namun kesepakatan tersebut berdasarkan pikiran logis para petani
dengan melihat kondisi alam, lingkungan, pasar dan biaya input. Sehingga
pada satu masa tanam komoditas yang ditanam di desa tersebut hasilnya
sama.
Untuk pemasaran pasca panen Bapak Sanuri menyalurkan hasil panen
melalui tengkulak. Hal tersebut dilakukan karena tidak adanya lembaga yang
mengatur pemasaran, ditambah sistem pemasaran melalui tengkulak

10
merupakan budaya yang telah dipakai sejak lama di desa tersebut. Bapak
Sanuri sendiri pernah mencoba memasarkan hasil panennya langsung ke
pasar sendiri, namun keuntungan yang diperoleh sama seperti saat
memasarkan hasil panen kepada tengkulak, sehingga pemasaran secara
langsung yang dilakukan oleh Bapak Sanuri dinilai tidak efektif dan efisien.
Menurut pendapat kami, pemasaran yang dilakukan melalui tengkulak
sudah sangat membantu petani dan berjalan dengan efisien, namun belum
efektif karena pendapatan yang diterima petani sangatlah kecil. Kami menilai
akan lebih baik lagi jika gapoktan menjalankan fungsinya sebagai lembaga
pemasaran, agar keuntungan yang diperoleh petani lebih besar dan juga
gapoktan tersebut memiliki tambahan alokasi dana.
4.2 Peran Kelembagaan di Desa Kucur
Pada Dusun Krajan Desa Kucur Kecamatan Dau terdapat kelembagaan
pertanian, berupa gapoktan yang bernama “GEMAHRIPAH”,
GEMAHRIPAH sendiri berdiri sejak 10 tahun yang lalu dan masih aktif
hingga saat ini. Struktur gapoktan tersebut sangat sederhana, hanya terdiri
dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. Ketua GEMAHRIPAH sendiri
bernama Bapak Jumain, lalu sekretarisnya bernama Bapak Anwar, dan
bendaharanya bernama Bapak Tamjid. GEMAHRIPAH sendiri beranggotakan
74 orang yang semuanya aktif, dan Bapak Sanuri merupakan salah satu
anggota dari gapoktan tersebut, namun karena kegiatan yang diadakan tidak
terlalu banyak maka para anggota jarang berkumpul,. Untuk menjadi anggota
gapoktan GEMAHRIPAH hanya terjadi secara tersirat, yang berarti tidak ada
syarat apapun untuk menjadi anggota. Setiap petani di desa tersebut langsung
menjadi anggota gapoktan GEMAHRIPAH. Saat menjadi anggota, Bapak
Sanuri tidak dipungut iuran apapun. Lalu untuk biaya operasionalnya sendiri,
gapoktan GEMAHRIPAH mendapatkan biayanya dari bunga yang berasal
atas pinjaman anggota. Selain itu biaya operasional pun diperoleh dari hasil
penjualan pupuk dan produk input lainnya.
Selama menjalankan usaha taninya Bapak Sanuri mendapat bantuan
setelah mengikuti kegiatan dari kelompok gapoktan tersebut. Bantuan yang
diberikan berupa, pengetahuan tentang budidaya tanaman, pemberian
informasi mengenai usaha tani tanaman jagung, penyebaran informasi ini

11
membuat Bapak Sanuri mudah dalam melakukan usaha taninya. Informasi ini
didapat melalui penyuluhan-penyuluhan yang diadakan atas kerjasama
dengan dinas pertanian setempat. Informasi yang didapat berupa cara
budidaya tanaman jagung, meliputi bibit dan pupuk yang cocok, namun
terkadang informasi yang diberikan tidak cocok diaplikasikan pada daerah
tersebut. Penyuluhan ini tidak memiliki waktu yang tetap, namun menurut
Beliau penyuluhan diadakan pada saat akan memasuki musim tanam.
Selain itu Bapak Sanuri juga menerima bantuan berupa bibit, pupuk,
ponska, urea dan MPK, dan juga Bapak Sanuri mendapat banyak relasi dari
keikutsertaannya pada lembaga tersebut. Alat dan bahan input pertanian
tersebut disediakan gapoktan sebagai hasil kerja sama dengan intansi
pertanian setempat, namun penyediaan alsintan tersebut hanya dipasok
sampai pasar terdekat, karena masalah transportasi. Sehingga untuk
pengambilan ke pasar sendiri petani haru mengambilnya dengan transportasi
perorangan. Tidak semua alsintan dibeli dari gapoktan hal ini disebabkan
karena adanya harga yang lebih murah dipasaran.
Untuk masalah peminjaman modal, gapoktan GEMAHRIPAH tidak
memberlakukan syarat yang rumit, hanya membutuhkan fotokopi KTP dan
sesuatu yang akan dijaminkan, tanpa ada survei terlebih dahulu. Karena pada
gapoktan tersebut asas kepercayaan dan hubungan sosial masihlah sangat
erat. Untuk pengembalian modal tersebut diberlakukan sistem kredit maupun
tunai, yang dibayarkan setiap panen, dengan kompensasi bunga sebesar satu
persen. Bapak Sanuri pun pernah meminjam uang yang tidak bisa disebutkan
jumlahnya, dan dikembalikan tunai pasca satu masa tanam.
Menurut kami peran kelembagaan yang ada belum maksimal. Secara
sosial kelembagaan yang ada telah berperan sangat baik, mampu menjadi
wadah bagi relasi petani untuk lebih baik. Selain itu kelembagaan tersebut
juga sudah mampu bekerjasama dengan dinas terkait setempat, untuk
memajukan sumber daya manusianya, namun dilihat dari segi ekonomi,
kelembagaan yang ada belum memainkan peranannya dengan baik. Tidak ada
peranan atau fungsi gapoktan sebagai lembaga pemasaran.
4.3 Akses Petani Desa Kucur Terhadap Kelembagaan

12
Menjadi salah satu anggota GEMAHRIPAH di Desa Kucur tersebut
menurut penjelasan Bapak Sanuri tidak terdapat syarat-syarat khusus, tiap
petani yang terdapat di Desa Kucur bisa langsung menjadi anggota.
Dengan terbentuknya gapoktan Bapak Sanuri dengan mudah bisa
mendapatkan segala informasi tentang komoditas tanaman utamanya yaitu
jagung. Informasi mengenai jagung diberikan setiap tahun kepada petani
secara langsung melalui penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh dinas
pertanian di Desa Kucur, sehingga petani disana mampu mengembangkan
produktivitas tanaman jagung miliknya. Pemberian informasi tersebut
dilakukan melalui mulut ke mulut tanpa adanya fasilitas pendukung seperti
media cetak, dll. Dalam mengelola tanaman jagung tersebut dari gapoktan
memberikan fasilitas khusus salah satunya dengan memberi bantuan obat-
obatan untuk mengendalikan penyakit.
Gapoktan di desa tersebut juga memberikan bantuan modal usaha kepada
petani yang ingin mengembangkan usaha tani miliknya. Hal ini sangat mudah
dilakukan oleh petani karena tidak diberlakukannya syarat-syarat khusus.
Bantuan tersebut diberikan kepada petani dengan bunga 1% dan mudah
didapatkan. Syarat untuk meminjam modal tersebut petani hanya
menyerahkan identitas dirinya yaitu menyerahkan fotokopi KTP dan Kartu
Keluarga. Ketentuan yang diberikan gapoktan untuk pengembalian modal
yang dipinjamkan kepada petani yaitu dengan mengembalikan modal
langsung lunas maupun kredit setelah panen berlangsung.
Manfaat yang diperoleh petani dalam bantuan peminjaman modal ini
adalah petani bisa mengembangkan hasil pertanian dan mengelola lahannya
juga tanpa memikirkan pinjaman yang dilakukan, mengingat bunga yang
ditetapkan hanya 1% dan pinjaman tersebut pun dapat dibayar setelah panen
berlangsung.

4.4 Permasalahan dan Kurangnya Fungsi Kelembagaan di Desa Kucur


Walaupun sudah satu dekade lebih kelembagaan tersebut yang ada
berdiri, namun itu tidak berarti gapoktan GEMAHRIPAH terlepas dari
permasalahan, baik fungsi yang tidak maksimal maupun belum terpenuhinya
harapan anggotanya, akan program yang ada. Berikut permasalahan yang
berhasil kami dapatkan dari hasil wawancara dengan Bapak Sanuri:

13
1. Modal Infrastruktur
Meski kelembagaan yang ada telah memberikan bantuan modal
berupa pinjaman uang, namun hal tersebut belum cukup untuk menunjang
pertanian. Modal infrastruktur sangat penting bagi keberlajutan pertanian,
akan tetapi di Desa Kucur modal infrastruktur sangatlah minim. Hanya
traktor dan alat pertanian sederhana yang ada. Bahkan untuk pengairan
sendiri hanya mengandalkan air hujan yang ada (tadah hujan), tanpa
adanya sistem pangairan yang menunjang secara tetap untuk lahan, seperti
irigasi. Padahal untuk daerah yang relatif sulit mendapatkan air seperti
Desa Kucur, irigasi sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup
tanaman, karena air merupakan zat yang sangat dibutuhkan tanaman
untuk melakukan fotosintesis untuk bertahan hidup.
2. Penyuluh pemasaran
Walaupun sudah sering mengadakan penyuluhan, namun tidak
sekalipun penyuluhan yang dilakukan berkenaan tentang pemasaran hasil
pertanian. Penyuluhan yang ada selama ini lebih terfokus pada dua
subsistem awal agribisnis, yaitu penyuluhan tentang alat dan bahan
pertanian (industri hulu) serta tentang budidaya komoditas yang ditanam
(on farm).
Hal tersebut sangat disayangkan karena petani seolah-olah buta akan
keadaan pasar yang ada, dan hal tersebut sangat membuka ruang bagi
pihak yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan petani. Padahal
Bapak Sanuri sendiri sangat mengharapkan adanya penyuluhan tentang
pemasaran dari kelembagaan, karena sangat rendahnya pendidikan yang
didapat oleh petani sekitar sehingga mereka sulit memahami informasi
tentang pasar dari luar.
3. Lembaga Pemasaran
Peran gapoktan sebagai lembaga pemasaran sangat penting, namun
tidak demikian yang terjadi di Desa Kucur, karena dari hasil wawancara
kami tidak terlihat sama sekali aktivitas, program atau kegiatan dari
gapoktan yang ada menunjukan fungsinya sebagai lembaga pemasaran.
Hal tersebut terlihat jelas dari pemasaran hasil pertanian yang
langsung ke tengkulak. Selain itu, menurut Bapak Sanuri, harga pasar
tidak dapat diprediksi, sehingga memungkinkan terjadinya kerugian
terhadap petani. Dari hasil wawancara kami, terlihat bahwa harga

14
komoditas yang akan dipasarkan sangat tergantung pada sistem pasar
yang ada (invisible hand), tanpa adanya usaha untuk mengorganisir atau
rekayasa sistem pasar demi stabilnya harga komoditas yang ada.
Salah satu contoh yang dapat diterapkan seperti mengatur
diversifikasi komoditas yang ditanam sesuai dengan kondisi pasar, hal ini
bertujuan agar tidak terlalu besarnya pasokan supply dan menjadi
turunnya harga komoditas yang dapat ditanam petani, sehingga petani pun
merugi.

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan hasil wawancara terhadap seorang petani bernama Bapak
Sanuri, di Dusun Krajan Desa Kucur Kecamatan Dau memiliki lembaga
pertanian yaitu sebuah gabungan kelompok tani dengan nama
GEMAHRIPAH, kelembagaan tersebut telah berdiri sejak 10 tahun yang lalu.
Menurut Bapak Sanuri dengan adanya kelembagaan tersebut petani di Desa
Kucur lebih mudah mendapatkan informasi tentang pertanian dengan adanya
kegiatan penyuluhan.
Selain sebagai pemberi informasi tentang masalah pertanian, gabungan
kelompok tani GEMAHRIPAH juga berperan sebagai penyedia benih dan
pupuk untuk para petani. Selain itu gabungan kelompok tani tersebut juga
memberi pinjaman modal kepada petani, dengan sistem pengembalian setelah
panen dengan bunga 1% dengan begitu, tentu dapat membantu petani yang
membutuhkan modal untuk pengembangan usaha taninya.

15
Menjadi anggotan gapoktan tersebut, petani di Desa Kucur tidak harus
memiliki syarat-syarat khusus yaitu hanya dengan menyerahkan fotokopi
KTP dan Kartu Keluarga yang digunakan untuk mendata nama-nama
anggotanya. Dengan adanya kelembagaan pertanian di desa tersebut, tentunya
dapat mempermudah petani untuk lebih maju dalam kegiatan pertanian.
5.2 Saran
Kurangnya penyuluhan tentang pemasaran di desa Kucur tersebut
membuat petani-petani ketergantungan kepada tengkulak. Seharusnya
pemerintah memberikan penyuluhan tentang pemesaran agar petani di Desa
Kucur tersebut dapat melakukan proses pemasaran secara langsung kepada
konsumen agar tidak terjadinya rantai pasok yang panjang.
Pengolahan lahan Bapak Sanuri menggunakan cangkul sendiri, karena
beliau tidak memiliki mesin traktor untuk membajak lahannya, beliau merasa
kesulitan karena hanya menggunakan cangkul tersebut. Seharusnya
kelembagaan di Desa Kucur tersebut dapat menyediakan alsintan yang
tujuannya dapat membantu para petani di Desa Kucur dalam membajak
lahan-lahannya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Daymon, Christine dan Immy, Holloway. 2008. Metode-metode Riset Kualitatif:
dalam Public Relations dan Marketing Communications. Yogyakarta: PT
Bentang Pustaka.
Djogo, Tony; Sunaryo; Suharjito, Didik; dan Sirait, Matuar. 2003. Kelembagaan
dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: World
Agroforesty Centre (ICRAF)
Pakpahan, Agus. 1989. “Kerangka Analitik Untuk Penelitian Rekayasa Sosial:
Perspektif Ekonomi Institusi” dalam Prosiding Patanas Evolusi
Kelembagaan Pedesaan. Disunting oleh Effendi Pasandaran dkk. Pusat
Penelitian Agro Ekonomi. Bogor. Hal 1-18.
Roucek, S. J. dan Warren, L. R. 1984. Pengantar Sosiologi. Bina Aksara, Jakarta.
Suradisastra, K. 2008. Strategi Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Forum
Penelitian Agro Ekonomi. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Bogor.

16
Uphoff, Norman Thomas. 1986. Local Institutional Development: An Analytical
Sourcebook With Cases. Kumarian Press.

LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai