LAPORAN PRAKTIKUM
Disusun oleh:
Kelompok 5 Offering C
Adera Suri Wardani (180341617544)
Gracia Fillia Mulyono (180341617552)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya Rochmy (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)
Disusun oleh :
Kelompok 5 Offering C
Adera Suri Wardani (180341617544)
Gracia Fillia Mulyono (180341617552)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya R (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)
Tabel 10. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Kedua (T2)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,75 -0,29 -0,22
californicus 0,57 0,82 0,72
Microphotus 0,5 -0,69 0,35
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
angustus
Tabel 11. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Ketiga (T3)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,33 -1,1 0,36
californicus
Aedes albopictus 0,33 -1,1 0,36 1,08 0,98 1,82
(larva)
Lampyris 0,33 -1,1 0,36
noctiluca
Tabel 12. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Keempat (T4)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Anoteropsis 0,5 -0,69 0,35
hilaris 0,7 1,01 1,45
Varroa destructor 0,5 -0,69 0,35
G. Pembahasan
1. Isolasi Kering
Di alam banyak ditemukan berbagai macam hewan. Hewan tersebut dapat
ditemukan di tanah yang lembab, perairan, udara dan di semak belukar. Kehadiran
populasi hewan pada suatu tempat dan distribusinya di muka bumi selalu
berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat merupakan
lingkungan yang cocok untuk ditempati suatu populasi hewan dalam hal ini tanah
merupakan suatu habitat dari hewan epifauna maupun infauna (Dharmawan,
2005).
Tanah merupakan komponen penting dalam suatu ekosistem, terutama bagi
kelangsungan hidup fauna tanah. Sugiyarto (2003) mengatakan bahwa tanah
merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh
banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah
merupakan diversitas yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus
meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya.
Pada praktikum isolasi kering digunakan barless set yang dapat memisahkan
hewan tanah dari sampel tanah yang telah diambil. Terdapat 5 sampel tanah yang
diambil dari samping gedung O4, kandang kelinci, kandang kambing dan satu
sampel tanah bebas mengambil dimana saja, kelompok kami mengambil sampel
tanah yang ada di samping kanopi hijau. Hewan tanah yang terdapat pada kelima
sampel sangat beragam spesiesnya.
Spesies Larva capung hanya terdapat di sampel tanah ke-1. Phthiraptera
terdapat di sampel tanah ke-1 dan ke-4. Drosophila melanogaster, larva
Syrphidae dan larva Archichauliodes diversus ditemukan pada sampel tanah ke-1
dan masing-masing spesies jumlahnya hanya 1 saja. Spesies Pogonomyrmex
californicus ditemukan pada sampel tanah ke-2, 3 dan 5. Spesies Aphids hanya
ditemukan di sampel tanah 1. Larva Lepidoptera ditemukan di sampel tanah ke-3
dan 4. Earwig ditemukan pada sampel tanah ke-3. Spesies Thrips hanya
ditemukan di sampel tanah ke-4. Dari 10 spesies tersebut, spesies yang paling
tinggi kemunculannya pada berbagai sampel tanah yaitu spesies Pogonomyrmex
californicus.
Teknik analisis yang digunakan untuk praktikum ini yaitu tekni analisis
Shannon-Wiener. Pada analisis ini dicari indeks keanekaragaman (H1), indeks
kemerataan (E) dan indeks kekayaan jenis (R). Indeks nilai keanekaragaman (H1)
yang nilainya paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar 1,57. H 1
bernilai 1,57 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang. Indeks nilai kemerataan
(E) yang paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar 0,98 yang
menunjukkan bahwa kemerataan hewannya tinggi. Sedangkan indeks nilai
kekayaan (R) yang paling besar terdapat pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
2,23. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kekayaan jenis hewan yang
rendah.
Kehidupan hewan tanah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti suhu tanah,
pH tanah, kandungan air tanah, iklim dan cahaya matahari. Faktor-faktor tersebut
dapat menentukan kehadiran suatu spesies serta dapat menentukan kepadatan
populasi hewan tanah. Faktor kesediaan nutrisi juga menentukan kepadatan dan
distribusi fauna yang ada di tanah. Secara umum semakin besar kedalaman tanah,
maka jumlah individu semakin sedikit dikarenakan berkurangnya oksigen untuk
pernapasan hewan tanah. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan hidup hewan tanah dan berhubungan dengan perilaku untuk
memberikan morfologi dan fisiologi yang berbeda-beda pada hewan tanah
(Suwondo, 2007).
2. Isolasi Basah
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di bawah mikroskop stereo dan
hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai keragaman untuk
tanah yang diberi label T1; T2; T3, dan T4 secara berurutan, yaitu sebesar 0.7;
0,57; 1,08, dan 0,7. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Shannon-Wienner
untuk nilai keragaaman, sampel tanah yang memilki nilai keragaman yang rendah
adalah T1, T2, dan T4. Hal ini dikarenakan nilai keragaman T1, T2, dan T4
dibawah 1. Sedangkan untuk tanah dengan kode sampel T3 nilai keragamannya
terbilang sedang karena nilainya masih berda diantara 1-3, yaitu 1,08. Perbedaan
nilai keragaman hewan infauna pada setiap sampel tanah disebabkan oleh faktor
biotik dan abiotik yang mempengaruhi sampel tanah yang digunakan dalam
praktikum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Halli, dkk. (2014) yang meyatakan
bahwa Seperti halnya organisme lain, pertumbuhan dan perkembangan hewan
tanah tidak terlepas dari faktor biotik dan abiotik habitatnya. Namun diketahui
bahwa secara garis besar faktor abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
perkembangan serta kepadatan suatu populasi hewan tanah di suatu habitat
tertentu. Menurut Monica (2015) Biodiversitas (keanekaragaman) tanah
merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan
sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di
atas tanah. Tanah yang merupakan komponen penting dalam ekosistem tidak
hanya dihuni oleh kelompok tumbuhan saja, namun tanah juga dihuni oleh
berbagai macam hewan tanah.
Berdasarkan hasi perhitungan kemerataan hewan infauna yang ditemukan
pada empat sampel tanah yang diberi kode T1, T2, T4, dan, T4 yang diamati
dalam praktikum, menunjukan bahwa nilai kemeratyaan hewan infauna pada ke
empat sampel terbilang tinggi karena melebihi nilai kemrataan Shannon-Wienner
yaitu diatas 0,6. Secara berurutan nilai kemerataan sampel tanah T1; T2; T3, dan
T4, yaitu sebesar 1,01; 0,82; 0,98; dan 1,01. Nilai kemerataan sendiri dipengaruhi
oleh banyaknya spesies yang ditemukan dan banyaknya hewan dalam satu spesies
yang ditemukan. Berdasarkan praktikum yang dilakukan diketahui bahwa sampel
tanah yang memilki hewan paling bervariasi adalah sampel tanah dengan kode T3.
Jenis hewan yang ditemukan, yaitu Pogonomyrmex californicus sejumlah 1, larva
Aedes albopictus sebanyak 1, dan Lampyris noctiluca sebanyak 1. Walaupun
demikian nilai kemerataan hewan infauna sampel tanah T3 paling rendah. Samel
tanah yang memilki nilai keragaman paling tinggi adalah sampel tanag dengan
kode T1 dan T2. Perbedaan ini dikarenakan sedikitnya jumlah individu dalam satu
sepesies. Kemerataan jenis yang rendah dapat diakibatkan karena tiap spesies
mempunyai jumlah individu yang relatif berbeda-beda dan tidak ada yang
mendominasi (Krebs, 1989; Mas’ud dkk., 2011). Jenis hewan yang ditemukan
dipengaruhi factor abiotik beruapa suhu, kelembapan, intensistas cahaya, dan pH
tanah, sesuai dengan pernyataan Haryoko (2010) beberapa jenis epifauna yang
ditemukan dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor salah satunya karena tingkat
kekeringan atau kebasahan tanah yang berlebihan serta suhu lapisan permukaan
tanah yang ekstrim tinggi atau rendah.
Hasil perhitungan nilai kekayaan hewan infauna yang ditemukan dalam
praktikum menunjukan nilai kekayaan hewan infauna pada ke empat sampel tanah
yang diberi kode T1;T2;T3 dan T4 secara berurutan adalah 1,45; 0,72; 1,82 dan
1,45. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, nilai kekayaan hewan
infauna ke empat sampel tanah terbilang rendah Nilai-nilai tersebut tergolong
dalam kekayaan jenis rendah (Megurran, 1988). Nilai kekayaan tertinggi terdapat
pada sampel tanah dengan kode T3. Tingginya nilai kekayaan hewan infauna
pada tanah T3 karena, tanah T3 mengandung banyak bahan organic, menurut Suin
(2012) menjelaskan bahan organik tanah sangat menentukan kepadatan populasi
organisme tanah salah satunya adalah fauna tanah diamana semakin tinggi
kandungan organik tanah maka akan semakin beranekaragaman fauna tanah yang
terdapat pada suatu ekosistem. Nilai kekayaan hewan epifauna yang ditemukan
tergantung pada banyak sesies hewan yang ditemukan dan jumlah individu dalam
satu spesies. Semangkin banyak jenis hewan yang ditemukan dan semangkin
sedikit jumlah individu dalam spesiesnya maka semangkin tinggi nilai kekayaan.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa hewan infauna
yang paling banyak ditemukan dalam praktikum dekantasi basah ini adalah
Pogonomyrmex californicus. Pogonomyrmex californicus banyak ditemukan pada
sampel tanah 2 (T2) dan sampel tanah 3 (T3), pada sampel tanah 2
Pogonomyrmex californicus ditemukan sejumlah 3 ekor dan ada tanah 3 sejumlah
1 ekor. Hal ini dikarenakan sampel tanah 2 dan tanah 3 memilki bahan organic
yang tinggi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati, selain itu sampel
tanah 3 meruakan tanah yang diambil dari tanah yang tercampur kotoran kelinci,
menurut Davis (2016) Meskipun mereka (Pogonomyrmex californicus) sebagian
besar pemakan biji, mereka juga akan memakan hewan. Ini termasuk kutu,
belatung ulat, kutu, tungau, siput, cacing, kaki seribu, ikan mas, laba-laba,
belatung, kumbang, semut lain, rayap, kutu semut api, dan banyak serangga kecil
lainnya yang cukup sial untuk ditangkap. Mereka juga dikenal memakan sisa
tumbuhan yang telah membusuk yang terdapat pada kotoran hewan herbivora.
H. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Hewan tanah (infauna) yang ditemukan di kawasan kebun Biologi Universitas
Negeri Malang dengan menggunakan metode isolasi kering yaitu larva capung,
Phthiraptera, Drosophila melanogaster, larva Syrphidae, larva Archichauliodes
diversus, Pogonomyrmex californicus, Aphids, Lepidoptera dan Thrips. Sementara
itu, pada metode isolasi basah, hewan infauna yang ditemukan yaitu Lepidoptera
(larva), Archichauliodes diversus, Pogonomyrmex californicus, Microphotus
angustus, Aedes albopictus (larva), Lampyris noctiluca, Anoteropsis hilaris, dan
Varroa destructor.
2. Pada metode isolasi kering diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H1) sebesar
1,57 pada sampel tanah ke-1 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang. Nilai
indeks kemerataan (E) yang paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
0,98 yang menunjukkan bahwa kemerataan hewannya tinggi. Nilai indeks
kekayaan (R) yang paling besar terdapat pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
2,23 yang menunjukkan bahwa tingkat kekayaan jenis hewan yang rendah.
Sementara itu, pada metode isolasi basah, berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan pada sampel tanah 1 (T1) nilai keanekaragaman, kemerataan, dan
kekayaan hewan infaunanya secara berurutan, yaitu 0,7; 1,01; 1,45. Pada sampel
tanah 2 (T2) nilai keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya
sacara berurutan, yaitu 0,57; 0,82; dan 0,72. Pada sampel tanah 3 (T3) nilai
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya secara berurutan,
yaitu 1,08; 0,98; dan 1,82. Terakhir pada sampel tanah 4 (T4) nilai
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya secara berurutan,
yaitu 0,7; 1,01; dan 1,45.
3. Faktor abiotik memilki pengaruh yang cukup besar terhadap nilai H’, E, R hewan
infauna yang ditemukan pada kebun Biologi Universitas Negeri Malang. Faktor
abiotik menentukan kehadiran suatu spesies serta dapat menentukan kepadatan
populasi hewan tanah. Faktor kesediaan nutrisi juga menentukan kepadatan dan
distribusi fauna yang ada di tanah. Secara umum semakin besar kedalaman tanah,
maka jumlah individu semakin sedikit dikarenakan berkurangnya oksigen untuk
pernapasan hewan tanah. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan hidup hewan tanah dan berhubungan dengan perilaku untuk
memberikan morfologi dan fisiologi yang berbeda-beda pada hewan tanah. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Halli, dkk. (2014) yang meyatakan bahwa Seperti
halnya organisme lain, pertumbuhan dan perkembangan hewan tanah tidak
terlepas dari faktor biotik dan abiotik habitatnya.
DAFTAR RUJUKAN
Arias, Barberena, M.F, González, G. & Cuevas, E. 2003. Quantifying Variation of Soil
Arthropods Using Different Sampling Protocols : Is Diversity Affected?.Tropical
Forest, (Online), 51-70, (http://www.fs.fed.us), diakses 18 Februari 2020.
Davis, J. M. (2016). Management of the Red Harvester Ant Pogonomyrmex barbatus.
Journal Biodiversity, 23(2), 234-240.
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Halli, M., Pramana, W. & Yanuwiadi, B. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di Lahan
Kebakaran dan Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman Nasional Baluran.
Jurnal Biotropika. 2 (1), 34-45.
Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Husamah. 2014. Ekologi Hewan. Malang : S2 Pascasarjana UM.
Krebs, J.C. 1989. Ecological Methodology. New York. Herper Collins Peblisher.
Magurran, Anne E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton
University Press.
Mas’ud A, Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di Kawasan Hutan
Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan Maluku Utara. Bioedukasi Volume 2,
nomor 1: 7-15.
Moeljadi, D., dkk. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI V 0.3.2 (32) Luar
Jaringan (offline). Jakarta: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Monica. 2015. Faktor Abiotik Air terhadap Kehidupan Organisme. Bandung : Bumi Aksara
Sakdiyah, Wiladatus. 2018. Studi Komparasi Komunitas Collembola pada Lahan Terbakar
dan Tidak Terbakar di CA/TWA Kawah Ijen Banyuwangi. Diploma Thesis. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sugiyarto. 2003. Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri. Surakarta: UNS.
Suin, Muhammad Nurdin. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Bandung : Bumi Aksara
Suwondo. 2007. Dinamika Kepadatan dan Distribusi Vertikal Arthropoda Tanah pada
Kawasan Hutan Tanaman Industri. Jurnal Pilar Sains, 6 (2).
LAMPIRAN
Isolasi Kering Pengkuran Faktor Abiotik
Pengukuran suhu pagi T1 Pengukuran suhu pagi T2
Phthiraptera
Drosophila melanogaster
Syrphidae (larva)
Archichauliodes diversus (larva)
Pogonomyrmex californicus
Aphids
Lepidoptera (larva)
Earwig
Thrips
Spesies Hewan Isolasi Basah
Lepidoptera (larva)
Pogonomyrmex californicus
Michrophotus angustus
Aedes albopictus (larva)
Lampyris noctiluca
Anoteropsis hilaris
Varroa destructor
Penyaringan Isolasi Basah
Penyaringan T1
T2 T3
T4