Anda di halaman 1dari 29

ISOLASI KERING DAN ISOLASI BASAH

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi


Yang Dibina oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si, dan Farid Akhsani, S.Si, M.Si

Disusun oleh:
Kelompok 5 Offering C
Adera Suri Wardani (180341617544)
Gracia Fillia Mulyono (180341617552)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya Rochmy (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN MALANG
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Februari 2020

ISOLASI KERING DAN ISOLASI BASAH


LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi yang


Dibina oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si. dan Farid Akhsani, S.Si., M.Si.

Disusun oleh :
Kelompok 5 Offering C
Adera Suri Wardani (180341617544)
Gracia Fillia Mulyono (180341617552)
Hendrawan (180341600135)
Naily Adniya R (180341617575)
Rahma Nur Aini Berlian (180341617547)
Siti Widyawati (180341617501)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BIOLOGI
Februari 2020

A. Topik : Isolasi Kering dan Isolasi Basah


B. Tujuan :
1. Mengetahui spesies hewan infauna yang ditemukan di kebun Biologi Universitas
Negeri Malang
2. Mengetahui nilai indeks keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan
infauna di kebun Biologi Universitas Negeri Malang
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H, E, R jenis hewan tanah yang
ditemukan di kebun Biologi Universitas Negeri Malang
C. Dasar Teori
Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki banyak
kandungan unsur hara. Tanah juga digunakan sebagai habitat suatu organisme tanah
baik hewan (fauna) atau tumbuhan (flora). Tanah disebut sebagai suatu sistem terbuka
yang merupakan suatu bagian dari ekosistem tanah, vegetasi dan hewan yang saling
memberi dan menerima bahan-bahan yang dibutuhkan. Tanah terdiri dari lingkungan
biotik dan abiotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini akan membentuk suatu
wilayah yang bisa dijadikan habitat atau tempat tinggal beberapa jenis makhluk hidup,
terutama makrofauna tanah (Hardjowigeno, 2007).
Fauna tanah dapat ditemukan di tempat yang lembab dan teduh. Kehidupan
fauna tanah ini dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik bagi fauna
tanah meliputi organisme lain yang terdapat di habitatnya seperti tumbuh-tumbuhan,
mikroflora, dan golongan hewan lainnya. Sedangkan faktor abiotik terdiri dari faktor
fisik dan faktor kimia. Faktor kimia meliputi salinitas, unsur mineral, pH, dan kadar
organik tanah (Suin, 2006).
Fauna tanah merupakan salah satu organisme tanah yang memiliki peran
terbesar dalam memperbaiki kesuburan tanah. Salah satu peran fauna tanah adalah
sebagai dekomposer. Menurut tempat hidupnya, fauna tanah dibagi menjadi epifauna
dan infauna. Epifauna merupakan hewan yang terdapat di permukaan tanah,
sedangkan infauna merupakan hewan yang berada di dalam tanah. Menurut
ukurannya, fauna tanah dibagi menjadi mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna
(Mas’ud, 2011).
Makrofauna tanah ialah kelompok hewan tanah yang merupakan bagian dari
biodiversitas tanah yang memiliki peran penting untuk memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Makrofauna tanah lebih sering berperan dalam proses fragmentasi.
Selain itu, makrofauna juga berperan dalam perombakan materi pada tumbuhan dan
hewan mati, pengangkutan materi organik, perbaikan struktur tanah serta proses
pembentukan tanah. Makrofauna tanah memiliki peran yang beragam. Selain
memiliki manfaat bagi tanah, makrofauna juga dapat menyebabkan kerusakan pada
tanah, salah satunya dapat berperan sebagai hama dalam berbagai jenis tanaman
budidaya. Banyaknya populasi suatu jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor
lingkungan, meliputi sumber nutrisi/makanan, kompetitor, predator, dan kondisi
lingkungan fisik dan kimia. Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi suatu
aktivitas organisme tanah ialah suhu tanah, kelembapan tanah, pH tanah, curah hujan,
vegetasi, dan cahaya matahari (Husamah, 2014).
Isolasi kering merupakan suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan
hewan tanah terutama jenis infauna. Metode ini memiliki cara yang lebih sederhana.
Metode ini memiliki kelebihan yaitu hewan tanah yang diperoleh memiliki struktur
tubuh yang utuh sehingga lebih mudah untuk di amati. Metode ini memiliki prinsip
utama yaitu adanya respon positif dan negatif dari hewan tenah terhadap cahaya
matahari (Suin, 2006).
Metode Barless Tullgreen adalah metode yang berguna untuk mengisolasi
suatu arhtropoda dari tanah dan rumput. Metode ini menggunakan penyinaran dari
sinar matahari secara lansung sehingga dapat menghasilkan panas yang menyebabkan
hewan yang terdapat pada sampel tanah akan terjebak ke bawah. Cahaya memiliki
peran yang penting karena cahaya memiliki efek ganda dan dapat menyebabkan
organisme fotofobik menjauh dari sumber cahaya serta dapat memanaskan sampel
hingga sampel menjadi kering. Sampel yang kering ini akan menyebabkan
terbentuknya gradien suhu dan kelembapan. Gradien akan bergerak ke bawah
sehingga hewan akan masuk ke dalam cairan pada botol sampel (Arias dkk, 2003).
Isolasi basah disebut juga sebagai dekantasi basah. Dekantasi mengandung arti
sebagai suatu proses mengenapkan semua endapan, kemudian menuang cairan di atas
endapan dengan hati hati sehingga endapan tetap tinggal di dalam wadah (Moeljadi,
dkk, 2016). Dalam metode isolasi basah, hasil hewan infauna yang diperoleh sangat
bergantung pada bagaimana proses pengendapan dilakukan, karena itu dalam metode
ini proses pengendapan dan penyaringan harus dilakukan dengan sangat hati-hati.
Prinsip kerja metode ini yaitu organisme infauna di dalam tanah sampel dilarutkan
dalam air dan di endapkan kemudian dilakukan penyaringan, sehingga oganisme
infauna terpisah dari tanah oleh air, dan terpisah dari endapan tanah oleh penyaringan.
Pada metode ini penyaringan dilakukan sebanyak dua kali, penyaringan pertama
dilakukan untuk memisahkan organisme infauna dari tanah dengan bantuan air dan
pemisahan dilakukan dengan menggunakan saringan. Penyaringan kedua dilakukan
untuk memisahkan organisme dari air yang telah bebas dari tanah, sehingga diperoleh
organisme infauna yang terdapat dalam suatu sampel tanah tersebut dengan cara
menjaring organisme infauna menggunakan saringan dengan kerapatan kecil.
Perbedaan dari metode isolasi basah ini adalah lebih besarnya kemungkinan
memperoleh organisme infauna karena dalam metode ini dilakukan pemisahan oleh
air serta pengendapan sehingga kemungkinan organisme terpisah dari tanah sampel
adalah lebih besar dan tidak membutuhkan cahaya matahari sebagai faktor primer,
serta organisme yang ditemukan biasanya bersifat lebih mikroskopis daripada
organisme yang didapatkan pada metode isolasi kering (Sakdiyah, 2018).

D. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Alat
a. Metode Isolasi Kering
1) Soil Survey Instrument
2) Thermometer tanah
3) Set modifikasi Barless Eco 12
4) 5 botol serangga
5) Bak plastik
6) Cetok
7) Mikroskop stereo
8) Mikroskop cahaya
9) Animal Chamber
10) Jarum pentul
11) Kuas kecil
b. Metode Isolasi Basah
1) Soil Survey Instrument
2) Thermometer tanah
3) Saringan bertingkat
4) Saringan kerapatan kecil
5) Nampan tinggi
6) Bak plastik
7) Cetok
8) Mikroskop stereo
9) Mikroskop cahaya
10) 4 Botol plakon
11) Animal Chamber
12) Jarim pentul
13) Kuas
14) Sprayer
2. Bahan
a. Metode Isolasi Kering
1) Plastik
2) Alkohol 70%
3) Kertas label
4) Gelas air mineral
b. Metode Isolasi Basah
1) Plastik
2) Alkohol 70%
3) Kertas Label
E. Prosedur
1. Prosedur Kerja Isolasi Kering
Diambil sampel tanah sebanyak 1 ember lalu dihomogenkan

Diambil sampel tanah sebanyak 1 gelas air mineral ( 100 ml)

Diletakkan Set Barless Tulgren pada tempat terbuka atau terpapar cahaya
matahari

Diletakkan sampel tanah pada Set Barless Tulgren dan diratakan secara
perlahan

Diukur faktor abotik sampel tanah pada jam 07.00, 09.00 dan 12.00

Diambil botol serangga yang melekat pada corong, dan dibawa botol serangga
berisi spesimen organisme ke dalam laboratorium ekologi untuk dilakukan
pengamatan menggunakan mikroskop

Diidentifikasi spesies organisme yang ditemukan

Dihitung jumlah hewan yang didapatkan

Dicatat hasil pengamatan pada tabel hasil pengamatan

2. Prosedur Kerja Isolasi Basah


Diambil sampel tanah sebanyak 1 gelas dari setiap sampel tanah

Dimasukkan tanah ke dalam nampan dengan diposisikan pada salah ujung
sudut nampan

Dimasukkan air ke dalam nampan secara perlahan dari ujung berlawanan
dengan ujung ditempatkannya sampel tanah

Diaduk air dan tanah secara memutar satu arah

Ditunggu air menjadi tenang kembali dan tanah mengendap cukup sempurna

Disaring air dengan menggunakan saringan bertingkat, dijaga agar selama
penyaringan endapan tidak ikut tersaring atau masuk kembali ke air saringan

Diendapkan kembali air hasil saringan bertingkat dan ditunggu sampai tenang

Disaring kembali air menggunakan saringan kerapatan kecil, diusahakan agar
aliran air dalam penyaringan jatuh ke sisi tepi saringan sehingga memudahkan
pemindahan sampel organisme yang tersaring ke dalam botol plakon

Dipindah sampel yang tersaring ke dalam botol plakon dengan bantuan
sprayer

Di tuangkan sampel ke dalam animal chamber

Diletakkan animal chamber di bawah mikroskop

Diidentifikasi hewan yang ditemukan

Dihitung jumlah hewan yang didapatkan, dan dicatat hasil pengamatan dalam
tabel hasil pengamatan

F. Data Pengamatan dan Analisis


Tabel 1. Tabel Jumlah Spesies pada Isolasi Kering
Sampel
Nama Spesies
∑ T1 ∑ T2 ∑ T3 ∑ T4 ∑ T5
Larva capung 1
Phthiraptera 2 2
Drosophila
1
melanogaster
Syrphidae
1
(larva)
Cacing (larva) 1
Pogonomyrme
12 11 2
x californicus
Aphids 1
Lepidoptera
11 4
(larva)
Earwig 3
Thrips 1
Total 6 13 25 7 2

Tabel 2. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Kering Tanah Pertama (T1)


T1
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Larva capung 0,16 -1,83 0,3
Phthiraptera 0,33 -1,11 0,37
Drosophila 0,16 -1,83 0,3
1,57 0,98 2,23
melanogaster
Syrphidae (larva) 0,16 -1,83 0,3
Cacing (larva) 0,16 -1,83 0,3
Tabel 3. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Kering Tanah Kedua (T2)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,92 -0,08 0,07
californicus 0,27 0,4 0,39
Aphids 0,08 -2,56 0,2

Tabel 4. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Kering Tanah Ketiga (T3)


T3
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,44 -0,82 0,36
californicus
Lepidoptera 0,44 -0,82 0,36 0,97 0,89 0,62
(larva)
Earwig 0,12 -2,12 0,25

Tabel 5. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Kering Tanah Keempat (T4)


T4
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Phthiraptera 0,28 -1,27 0,35
Lepidoptera 0,57 -0,56 0,31 0,93 0,85 1,03
(larva)
Thrips 0,14 -1,96 0,27

Tabel 6. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Kering Tanah Kelima (T5)


T5
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 1 0 0 0 0 0
californicus

Tabel 7. Faktor Abiotik Sampel Tanah pada Isolasi Kering


T1 T2 T3 T4 T5
Faktor
SS SS SS SS SS
Abiotik Pi Si Pi Si Pi Si Pi Si Pi Si
i i i i i
Intensit 18 31 6 20 34 5 22 33 4 28 31 3 25 32 2
as 3 4 4 5 2 2 3 7 9 5
cahaya
(lx)
Suhu 2 2 2 2 2
27 28 27 29 28 28 25 28 27 28
(°C) 8 8 8 7 8

Tabel 8. Tabel Jumlah Spesies pada Isolasi Basah


Sampel
Nama Spesies
∑ T1 ∑ T2 ∑ T3 ∑ T4
Lepidoptera 1
(larva)
Archichauliodes 1
diversus
Pogonomyrmex 3 1
californicus
Microphotus 1
angustus
Aedes albopictus 1
(larva)
Lampyris 1
noctiluca
Anoteropsis 1
hilaris
Varroa destructor 1
Total 2 4 3 2

Tabel 9. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Pertama (T1)


T1
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Lepidoptera 0,5 -0,69 0,35
(larva) 0,7 1,01 1,45
Archichauliodes 0,5 -0,69 0,35
diversus

Tabel 10. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Kedua (T2)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,75 -0,29 -0,22
californicus 0,57 0,82 0,72
Microphotus 0,5 -0,69 0,35
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
angustus

Tabel 11. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Ketiga (T3)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Pogonomyrmex 0,33 -1,1 0,36
californicus
Aedes albopictus 0,33 -1,1 0,36 1,08 0,98 1,82
(larva)
Lampyris 0,33 -1,1 0,36
noctiluca

Tabel 12. Tabel Perhitungan untuk Isolasi Basah Tanah Keempat (T4)
T2
Nama Spesies
Pi ln Pi -(Pi ln Pi) H´ E R
Anoteropsis 0,5 -0,69 0,35
hilaris 0,7 1,01 1,45
Varroa destructor 0,5 -0,69 0,35

Tabel 13. Faktor Abiotik Sampel Tanah pada Isolasi Kering


Faktor T1 T2 T3 T4
Abiotik Pi SSi Si Pi SSi Si Pi SSi Si Pi SSi Si
Intensitas
cahaya 183 31 64 204 34 55 222 33 42 283 31 37
(lx)
Suhu (°C) 27 28 28 27 29 28 28 28 28 25 28 27

Analisis Data Isolasi Kering


Pada praktikum isolasi ini dilakukan dengan menggunakan dua macam isolasi,
yaitu isolasi kering dan isolasi basah. Praktikum ini dilakukan di belakang gedung O5
FMIPA Universitas Negeri Malang. Pada sampel tanah 1 ditemukan larva capung
sebanyak 1. Phthiraptera sebanyak 2, Drosophila melanogaster berjumlah 1,
Syrphidae sebanyak 1 dan cacing dalam bentuk larva sebanyak 1. Jika dihitung nilai
keanekaragamannya 1,57; nilai kemerataannya 0,98; dan nilai kekayaannya 2,23.
Pada sampel tanah 2 ditemukan Pogonomyrmex californicus sebanyak 12 dan
Aphids sebanyak 1. Jika dihitung nilai keanekaragamannya 0,27; nilai kemerataannya
0,4; dan nilai kekayaannya 0,39. Pada sampel tanah 3 ditemukan Pogonomyrmex
californicus sejumlah 11, Lepidoptera sebanyak 11, dan Earwig sebanyak 3. Jika
dihitung nilai keanekaragamannya 0,97; nilai kemerataannya 0,89; dan nilai
kekayaannya 0,62.
Pada sampel tanah 4 ditemukan Phthiraptera sebanyak 2 dan Lepidoptera
sejumlah 4 serta ditemukan . Jika dihitung nilai keanekaragamannya 0,93; nilai
kemerataannya 0,85; dan nilai kekayaannya 1,03. Sementara pada sampel tanah 5
hanya ditemukan Pogonomyrmex californicus sebanyak 2. Baik nilai
keanekaragaman, nilai kemerataan dan nilai kekayaannya 0
Nilai H.E.R hewan tanah yang ditemukan dipengaruhi oleh faktor abiotik.
Faktor abiotik yang diukur yaitu intensitas cahaya dan suhu. Pada tiap sampel tanah
diukur intensitas cahaya nya menggunakan soil survey instrument dan termometer
tanah untuk mengukur suhu.
Intensitas cahaya maupun suhu diukur berkala pada pagi hari jam 07.00 WIB,
setengah siang jam 09.00 WIB dan siang hari tepat jam 12.00 WIB. Pada sampel
tanah 1 diperoleh intensitas cahaya sebesar 183 di pagi hari ,31 di siang hari dan 64 di
siang hari. Sementara suhu yang diukur di sampel tanah 1 diperoleh 27ºC pada pagi
hari. Namun pada siang hari mengalami kenaikan sebesar 1ºC menjadi 28ºC.
Intensitas cahaya pada sampel tanah 2 sebesar 204 di pagi hari ,34 di siang
hari dan 55 di siang hari. Pada suhu sampel tanah 2 diperoleh 27ºC pada pagi hari,
29ºC pada setengah siang dan 28ºC di siang hari. Pada sampel tanah 3 diperoleh
intensitas cahaya sebesar 222 di pagi hari ,33 di siang hari dan 42 di siang hari.
Sementara suhu yang diukur di sampel tanah 1 diperoleh suhu konstan 28ºC dari pagi
hari sampai siang hari.
. Pada sampel tanah 4 diperoleh intensitas cahaya sebesar 283 di pagi hari ,31
di siang hari dan 37 di siang hari. Sementara suhu yang diukur di sampel tanah 1
diperoleh suhu 25ºC di pagi hari, 28ºC pada setengah siang dan 27ºC pada siang hari.

Analisis Data Isolasi Basah


Pada sampel tanah 1 ditemukan larva Lepidoptera sebanyak 1 dan
Archichauliodes diversus sebanyak 1. Jika dihitung nilai keanekaragamannya 0,7;
nilai kemerataannya 1,01; dan nilai kekayaannya 1,45. Pada sampel tanah 2
ditemukan Pogonomyrmex californicus sebanyak 3 dan Microphotus angustus
sebanyak 1. Jika dihitung nilai keanekaragamannya 0,57; nilai kemerataannya 0,82;
dan nilai kekayaannya 0,72. Pada sampel tanah 3 ditemukan Pogonomyrmex
californicus sejumlah 1, larva Aedes albopictus sebanyak 1, dan Lampyris noctiluca
sebanyak 1. Jika dihitung nilai keanekaragamannya 1,08; nilai kemerataannya 0,98;
dan nilai kekayaannya 1,82. Pada sampel tanah 4 ditemukan Anoteropsis hilaris
sebanyak 1 dan Varroa destructor sejumlah 1. Jika dihitung nilai keanekaragamannya
0,7; nilai kemerataannya 1,01; dan nilai kekayaannya 1,45.

G. Pembahasan
1. Isolasi Kering
Di alam banyak ditemukan berbagai macam hewan. Hewan tersebut dapat
ditemukan di tanah yang lembab, perairan, udara dan di semak belukar. Kehadiran
populasi hewan pada suatu tempat dan distribusinya di muka bumi selalu
berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat merupakan
lingkungan yang cocok untuk ditempati suatu populasi hewan dalam hal ini tanah
merupakan suatu habitat dari hewan epifauna maupun infauna (Dharmawan,
2005).
Tanah merupakan komponen penting dalam suatu ekosistem, terutama bagi
kelangsungan hidup fauna tanah. Sugiyarto (2003) mengatakan bahwa tanah
merupakan suatu bagian dari ekosistem terrestrial yang di dalamnya dihuni oleh
banyak organisme yang disebut sebagai biodiversitas tanah. Biodiversitas tanah
merupakan diversitas yang sangat berperan dalam mempertahankan sekaligus
meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di atasnya.
Pada praktikum isolasi kering digunakan barless set yang dapat memisahkan
hewan tanah dari sampel tanah yang telah diambil. Terdapat 5 sampel tanah yang
diambil dari samping gedung O4, kandang kelinci, kandang kambing dan satu
sampel tanah bebas mengambil dimana saja, kelompok kami mengambil sampel
tanah yang ada di samping kanopi hijau. Hewan tanah yang terdapat pada kelima
sampel sangat beragam spesiesnya.
Spesies Larva capung hanya terdapat di sampel tanah ke-1. Phthiraptera
terdapat di sampel tanah ke-1 dan ke-4. Drosophila melanogaster, larva
Syrphidae dan larva Archichauliodes diversus ditemukan pada sampel tanah ke-1
dan masing-masing spesies jumlahnya hanya 1 saja. Spesies Pogonomyrmex
californicus ditemukan pada sampel tanah ke-2, 3 dan 5. Spesies Aphids hanya
ditemukan di sampel tanah 1. Larva Lepidoptera ditemukan di sampel tanah ke-3
dan 4. Earwig ditemukan pada sampel tanah ke-3. Spesies Thrips hanya
ditemukan di sampel tanah ke-4. Dari 10 spesies tersebut, spesies yang paling
tinggi kemunculannya pada berbagai sampel tanah yaitu spesies Pogonomyrmex
californicus.
Teknik analisis yang digunakan untuk praktikum ini yaitu tekni analisis
Shannon-Wiener. Pada analisis ini dicari indeks keanekaragaman (H1), indeks
kemerataan (E) dan indeks kekayaan jenis (R). Indeks nilai keanekaragaman (H1)
yang nilainya paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar 1,57. H 1
bernilai 1,57 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang. Indeks nilai kemerataan
(E) yang paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar 0,98 yang
menunjukkan bahwa kemerataan hewannya tinggi. Sedangkan indeks nilai
kekayaan (R) yang paling besar terdapat pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
2,23. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kekayaan jenis hewan yang
rendah.
Kehidupan hewan tanah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti suhu tanah,
pH tanah, kandungan air tanah, iklim dan cahaya matahari. Faktor-faktor tersebut
dapat menentukan kehadiran suatu spesies serta dapat menentukan kepadatan
populasi hewan tanah. Faktor kesediaan nutrisi juga menentukan kepadatan dan
distribusi fauna yang ada di tanah. Secara umum semakin besar kedalaman tanah,
maka jumlah individu semakin sedikit dikarenakan berkurangnya oksigen untuk
pernapasan hewan tanah. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan hidup hewan tanah dan berhubungan dengan perilaku untuk
memberikan morfologi dan fisiologi yang berbeda-beda pada hewan tanah
(Suwondo, 2007).
2. Isolasi Basah
Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di bawah mikroskop stereo dan
hasil perhitungan yang telah dilakukan, diketahui bahwa nilai keragaman untuk
tanah yang diberi label T1; T2; T3, dan T4 secara berurutan, yaitu sebesar 0.7;
0,57; 1,08, dan 0,7. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh Shannon-Wienner
untuk nilai keragaaman, sampel tanah yang memilki nilai keragaman yang rendah
adalah T1, T2, dan T4. Hal ini dikarenakan nilai keragaman T1, T2, dan T4
dibawah 1. Sedangkan untuk tanah dengan kode sampel T3 nilai keragamannya
terbilang sedang karena nilainya masih berda diantara 1-3, yaitu 1,08. Perbedaan
nilai keragaman hewan infauna pada setiap sampel tanah disebabkan oleh faktor
biotik dan abiotik yang mempengaruhi sampel tanah yang digunakan dalam
praktikum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Halli, dkk. (2014) yang meyatakan
bahwa Seperti halnya organisme lain, pertumbuhan dan perkembangan hewan
tanah tidak terlepas dari faktor biotik dan abiotik habitatnya. Namun diketahui
bahwa secara garis besar faktor abiotik sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
perkembangan serta kepadatan suatu populasi hewan tanah di suatu habitat
tertentu. Menurut Monica (2015) Biodiversitas (keanekaragaman) tanah
merupakan diversitas alpha yang sangat berperan dalam mempertahankan
sekaligus meningkatkan fungsi tanah untuk menopang kehidupan di dalam dan di
atas tanah. Tanah yang merupakan komponen penting dalam ekosistem tidak
hanya dihuni oleh kelompok tumbuhan saja, namun tanah juga dihuni oleh
berbagai macam hewan tanah.
Berdasarkan hasi perhitungan kemerataan hewan infauna yang ditemukan
pada empat sampel tanah yang diberi kode T1, T2, T4, dan, T4 yang diamati
dalam praktikum, menunjukan bahwa nilai kemeratyaan hewan infauna pada ke
empat sampel terbilang tinggi karena melebihi nilai kemrataan Shannon-Wienner
yaitu diatas 0,6. Secara berurutan nilai kemerataan sampel tanah T1; T2; T3, dan
T4, yaitu sebesar 1,01; 0,82; 0,98; dan 1,01. Nilai kemerataan sendiri dipengaruhi
oleh banyaknya spesies yang ditemukan dan banyaknya hewan dalam satu spesies
yang ditemukan. Berdasarkan praktikum yang dilakukan diketahui bahwa sampel
tanah yang memilki hewan paling bervariasi adalah sampel tanah dengan kode T3.
Jenis hewan yang ditemukan, yaitu Pogonomyrmex californicus sejumlah 1, larva
Aedes albopictus sebanyak 1, dan Lampyris noctiluca sebanyak 1. Walaupun
demikian nilai kemerataan hewan infauna sampel tanah T3 paling rendah. Samel
tanah yang memilki nilai keragaman paling tinggi adalah sampel tanag dengan
kode T1 dan T2. Perbedaan ini dikarenakan sedikitnya jumlah individu dalam satu
sepesies. Kemerataan jenis yang rendah dapat diakibatkan karena tiap spesies
mempunyai jumlah individu yang relatif berbeda-beda dan tidak ada yang
mendominasi (Krebs, 1989; Mas’ud dkk., 2011). Jenis hewan yang ditemukan
dipengaruhi factor abiotik beruapa suhu, kelembapan, intensistas cahaya, dan pH
tanah, sesuai dengan pernyataan Haryoko (2010) beberapa jenis epifauna yang
ditemukan dalam tanah dipengaruhi berbagai faktor salah satunya karena tingkat
kekeringan atau kebasahan tanah yang berlebihan serta suhu lapisan permukaan
tanah yang ekstrim tinggi atau rendah.
Hasil perhitungan nilai kekayaan hewan infauna yang ditemukan dalam
praktikum menunjukan nilai kekayaan hewan infauna pada ke empat sampel tanah
yang diberi kode T1;T2;T3 dan T4 secara berurutan adalah 1,45; 0,72; 1,82 dan
1,45. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan, nilai kekayaan hewan
infauna ke empat sampel tanah terbilang rendah Nilai-nilai tersebut tergolong
dalam kekayaan jenis rendah (Megurran, 1988). Nilai kekayaan tertinggi terdapat
pada sampel tanah dengan kode T3. Tingginya nilai kekayaan hewan infauna
pada tanah T3 karena, tanah T3 mengandung banyak bahan organic, menurut Suin
(2012) menjelaskan bahan organik tanah sangat menentukan kepadatan populasi
organisme tanah salah satunya adalah fauna tanah diamana semakin tinggi
kandungan organik tanah maka akan semakin beranekaragaman fauna tanah yang
terdapat pada suatu ekosistem. Nilai kekayaan hewan epifauna yang ditemukan
tergantung pada banyak sesies hewan yang ditemukan dan jumlah individu dalam
satu spesies. Semangkin banyak jenis hewan yang ditemukan dan semangkin
sedikit jumlah individu dalam spesiesnya maka semangkin tinggi nilai kekayaan.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan diketahui bahwa hewan infauna
yang paling banyak ditemukan dalam praktikum dekantasi basah ini adalah
Pogonomyrmex californicus. Pogonomyrmex californicus banyak ditemukan pada
sampel tanah 2 (T2) dan sampel tanah 3 (T3), pada sampel tanah 2
Pogonomyrmex californicus ditemukan sejumlah 3 ekor dan ada tanah 3 sejumlah
1 ekor. Hal ini dikarenakan sampel tanah 2 dan tanah 3 memilki bahan organic
yang tinggi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati, selain itu sampel
tanah 3 meruakan tanah yang diambil dari tanah yang tercampur kotoran kelinci,
menurut Davis (2016) Meskipun mereka (Pogonomyrmex californicus) sebagian
besar pemakan biji, mereka juga akan memakan hewan. Ini termasuk kutu,
belatung ulat, kutu, tungau, siput, cacing, kaki seribu, ikan mas, laba-laba,
belatung, kumbang, semut lain, rayap, kutu semut api, dan banyak serangga kecil
lainnya yang cukup sial untuk ditangkap. Mereka juga dikenal memakan sisa
tumbuhan yang telah membusuk yang terdapat pada kotoran hewan herbivora.

H. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan yaitu:
1. Hewan tanah (infauna) yang ditemukan di kawasan kebun Biologi Universitas
Negeri Malang dengan menggunakan metode isolasi kering yaitu larva capung,
Phthiraptera, Drosophila melanogaster, larva Syrphidae, larva Archichauliodes
diversus, Pogonomyrmex californicus, Aphids, Lepidoptera dan Thrips. Sementara
itu, pada metode isolasi basah, hewan infauna yang ditemukan yaitu Lepidoptera
(larva), Archichauliodes diversus, Pogonomyrmex californicus, Microphotus
angustus, Aedes albopictus (larva), Lampyris noctiluca, Anoteropsis hilaris, dan
Varroa destructor.
2. Pada metode isolasi kering diperoleh nilai indeks keanekaragaman (H1) sebesar
1,57 pada sampel tanah ke-1 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang. Nilai
indeks kemerataan (E) yang paling besar ada pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
0,98 yang menunjukkan bahwa kemerataan hewannya tinggi. Nilai indeks
kekayaan (R) yang paling besar terdapat pada sampel tanah ke-1 yaitu sebesar
2,23 yang menunjukkan bahwa tingkat kekayaan jenis hewan yang rendah.
Sementara itu, pada metode isolasi basah, berdasarkan hasil perhitungan yang
dilakukan pada sampel tanah 1 (T1) nilai keanekaragaman, kemerataan, dan
kekayaan hewan infaunanya secara berurutan, yaitu 0,7; 1,01; 1,45. Pada sampel
tanah 2 (T2) nilai keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya
sacara berurutan, yaitu 0,57; 0,82; dan 0,72. Pada sampel tanah 3 (T3) nilai
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya secara berurutan,
yaitu 1,08; 0,98; dan 1,82. Terakhir pada sampel tanah 4 (T4) nilai
keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan hewan infaunanya secara berurutan,
yaitu 0,7; 1,01; dan 1,45.
3. Faktor abiotik memilki pengaruh yang cukup besar terhadap nilai H’, E, R hewan
infauna yang ditemukan pada kebun Biologi Universitas Negeri Malang. Faktor
abiotik menentukan kehadiran suatu spesies serta dapat menentukan kepadatan
populasi hewan tanah. Faktor kesediaan nutrisi juga menentukan kepadatan dan
distribusi fauna yang ada di tanah. Secara umum semakin besar kedalaman tanah,
maka jumlah individu semakin sedikit dikarenakan berkurangnya oksigen untuk
pernapasan hewan tanah. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan hidup hewan tanah dan berhubungan dengan perilaku untuk
memberikan morfologi dan fisiologi yang berbeda-beda pada hewan tanah. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Halli, dkk. (2014) yang meyatakan bahwa Seperti
halnya organisme lain, pertumbuhan dan perkembangan hewan tanah tidak
terlepas dari faktor biotik dan abiotik habitatnya.

DAFTAR RUJUKAN
Arias, Barberena, M.F, González, G. & Cuevas, E. 2003. Quantifying Variation of Soil
Arthropods Using Different Sampling Protocols : Is Diversity Affected?.Tropical
Forest, (Online), 51-70, (http://www.fs.fed.us), diakses 18 Februari 2020.
Davis, J. M. (2016). Management of the Red Harvester Ant Pogonomyrmex barbatus.
Journal Biodiversity, 23(2), 234-240.
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang.
Halli, M., Pramana, W. & Yanuwiadi, B. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di Lahan
Kebakaran dan Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman Nasional Baluran.
Jurnal Biotropika. 2 (1), 34-45.
Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Husamah. 2014. Ekologi Hewan. Malang : S2 Pascasarjana UM.
Krebs, J.C. 1989. Ecological Methodology. New York. Herper Collins Peblisher.
Magurran, Anne E. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey: Princeton
University Press.
Mas’ud A, Sundari. 2011. Kajian Struktur Komunitas Epifauna Tanah di Kawasan Hutan
Konservasi Gunung Sibela Halmahera Selatan Maluku Utara. Bioedukasi Volume 2,
nomor 1: 7-15.
Moeljadi, D., dkk. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI V 0.3.2  (32) Luar
Jaringan (offline). Jakarta: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Monica. 2015. Faktor Abiotik Air terhadap Kehidupan Organisme. Bandung : Bumi Aksara
Sakdiyah, Wiladatus. 2018. Studi Komparasi Komunitas Collembola pada Lahan Terbakar
dan Tidak Terbakar di CA/TWA Kawah Ijen Banyuwangi. Diploma Thesis. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sugiyarto. 2003. Konservasi Makrofauna Tanah dalam Sistem Agroforestri. Surakarta: UNS.
Suin, Muhammad Nurdin. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Bandung : Bumi Aksara
Suwondo. 2007. Dinamika Kepadatan dan Distribusi Vertikal Arthropoda Tanah pada
Kawasan Hutan Tanaman Industri. Jurnal Pilar Sains, 6 (2).

LAMPIRAN
Isolasi Kering Pengkuran Faktor Abiotik
Pengukuran suhu pagi T1 Pengukuran suhu pagi T2

Pengukuran suhu pagi T3 Pengukuran suhu pagi T4

Pengukuran suhu pagi T5 Pengukuran suhu setengah siang T1


Pengukuran suhu setengah siang T2 Pengukuran suhu setengah siang T3

Pengukuran suhu setengah siang T4 Pengukuran suhu setengah saing T5

Pengukuran suhu siang T1 Pengukuran suhu siang T2

Pengukuran suhu siang T3 Pengukuran suhu siang T4

Pengukuran suhu siang T5 Pengukuran intensitas cahaya pagi T1


Pengukuran intensitas cahaya pagi T2 Pengukuran intensitas cahaya pagi T3

Pengukuran intensitas cahaya pagi T4 Pengukuran intensitas cahaya pagi T5

Pengukuran intensitas cahaya setengah Pengukuran intensitas cahaya setengah


siang T1 siang T2

Pengukuran intensitas cahaya setengah Pengukuran intensitas cahaya setengah


siang T3 siang T4
Pengukuran intensitas cahaya setengah Pengukuran intensitas cahaya siang T1
saing T5

Pengukuran intensitas cahaya siang T2 Pengukuran intensitas cahaya siang T3

Pengukuran intensitas cahaya siang T4 Pengukuran intensitas cahaya siang T5

Botol Serangga Isolasi Kering


Botol serangga T1 Botol serangga T2

Botol serangga T3 Botol serangga T4


Botol serangga T5

Spesies Hewan Isolasi Kering


Anisoptera (larva)

Phthiraptera

Drosophila melanogaster

Syrphidae (larva)
Archichauliodes diversus (larva)

Pogonomyrmex californicus

Aphids

Lepidoptera (larva)
Earwig

Thrips
Spesies Hewan Isolasi Basah
Lepidoptera (larva)

Archichauliodes diversus (larva)

Pogonomyrmex californicus

Michrophotus angustus
Aedes albopictus (larva)

Lampyris noctiluca

Anoteropsis hilaris

Varroa destructor
Penyaringan Isolasi Basah
Penyaringan T1

T2 T3

T4

Anda mungkin juga menyukai