Oleh
Kelompok 3
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
1.1 SKEMA SVLK (SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU)
Tujuan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu adalah untuk membangun suatu alat
verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil sebagai salah satu upaya
mengatasi persoalan pembalakan liar. Hasil verifikasi Legalitas Kayu merupakan
jaminan keabsahan kayu yang menunjukkan bahwa produk yang diperdagangkan
berasal dari sumber yang sah.
Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) merupakan sistem pelacakan yang
disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu yang
beredar dan diperdagangkan di Indonesia.
Tujuan SVLK
1. Membangun suatu alat verifikasi legalitas yang kredibel, efisien dan adil
sebagai salah satu upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
2. Memperbaiki tata kepemerintahan (governance) kehutanan Indonesia dan
untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.
3. Meningkatkan daya saing produk perkayuan Indonesia
4. Mereduksi praktek illegal logging dan illegal trading
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Prinsip SVLK
1. Tata Kelola Kehutanan yang baik (Governance)
2. Keterwakilan (Representatif)
3. Transparansi/keterbukaan (Credibility)
Dasar hokum
1. UndangUndang No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo. No.3 tahun 2008 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.30/MenLHK/Setjen/PHPL.3/3/2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang izin,
Hak Pengelolaan, atau pada Hutan Hak
4. Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor
P.15/PHPL/PPHH/HPL.3/8/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur
Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Nomor P.14/PHPL/SET/4/2016
tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan
Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Verifikasi Legalitas Kayu (VLK)
Kayu legal
Kayu disebut legal jika kebenaran asal kayu, ijin penebangan, system dan
prosedur penebangan, administrasi dan dokemtasi angkutan, pengelohan, dan
perdagangan atau pemindahtangannya dapat dibuktikan memenuhi semua
persyaratan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
Pengaudit VLK
Audit verifiasi legalitas kayu (VLK) dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi yang
telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan ditetapkan oleh SK
Menteri Kehutanan sebagai Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu (LV-LK)
1. Permohonan verifikasi
2. Perencanaan verifikasi
3. Pelaksanaan verifikasi
4. Penerbitan sertifikat legalitas dan sertifikasi ulang
5. Penilikan (Surveillance)
6. Audit khusus
Resertifikasi
1. Resertifikasi dilakukan sebelum berakhirnya masa aktif Sertifikat LK;
2. Terhadap kepemilikan S-LK yang diperoleh secara kolektif, verifikasi pada
proses re-sertifikasi dilakukan terhadap anggota kelompok yang telah
diverifikasi awal maupun pada penilikan, dan terhadap anggota yang belum
diverifikasi pada proses verifikasi awal maupun pada penilikan, dengan
jumlah yang sama dengan jumlah anggota yang diverifikasi awal, dan dipilih
menggunakan pendekatan random sampling;
3. Pengajuan re-Sertifikasi LK dilakukan selambat-lambatnya 6 bulan sebelum
masa berlaku berakhir;
4. Biaya resertifikasi merupakan beban pemegang izin
Surveillance
1. Surveillance merupakan pengawasan yang dilakukan oleh auditor dan
dilakukan setiap 1 tahun sekali dan selambat-lambatnya 12 bulan sejak
terbitnya S-LK;
2. Jika pemegang izin, pemegang hak pengelolaan atau pemilik hutan hak
menghendaki penilikan dilakukan oleh LVLK (Lembaga Verifikasi Legalitas
Kayu) selain yang menerbitkan S-LK, maka dilakukan verifikasi dari awal;
3. Keputusan hasil penilikan dapat berupa kelanjutan, pembekuan atau
pencabutan S-LK.
4. Jika terdapat perubahan standar verifikasi LK, pada pelaksanaan peniÂlikan
LVLK wajib melakukan verifikasi untuk mengetahui pemenuhannya;
5. Terhadap kepemilikan S-LK yang diperoleh secara kolektif, penilikan
dilakukan terhadap anggota kelompok yang belum diverifikasi pada pro-ses
verifikasi awal dan/atau penilikan sebelumnya, dengan jumlah yang sama
dengan jumlah anggota yang diverifikasi awal, dan dipilih mengguÂnakan
pendekatan random sampling.
Tanda V-legal
Tanda V-Legal adalah tanda yang dibubuhkan pada kayu, produk kayu, atau
kemasan, yang menyatakan bahwa kayu dan produk kayu telah memenuhi standar
PHPL atau standar VLK yang dibuktikan dengan kemepemilikan S-PHPL atau S-
LKPenggunaan tanda V-Legal diatur dalam pedoman penggunakan tanda V-Legal
Dokumen V-legal
Tanda V-Legal adalah tanda yang dibubuhkan pada kayu, produk kayu, atau
kemasan, yang menyatakan bahwa kayu dan produk kayu telah memenuhi standar
PHPL atau standar VLK yang dibuktikan dengan kemepemilikan S-PHPL atau S-
LK
Penggunaan tanda V-Legal diatur dalam pedoman penggunakan tanda V-Legal
Kayu legal
Kayu disebut SAH/LEGAL jika memenuhi kebenaran asal kayu, Ijin,
Penebangan, Sistem dan Prosedur Penebangan, Administrasi dan Dokumen
Angkutan, Pengolahan, Perdagangan/ pemindahtanganannya dapat dibukdkan
memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku.
Visi:
Menjadi organisasi yang bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam
berkelanjutan.
Misi:
1. Mengembangkan kema sertifikasi hutan dan sistem pemantauan untuk
pengelolaan sumber daya alam.
2. Mempromosikan dan mendorong pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
3. Mendorong model pengelolaan sumber daya alam multi-stakeholder yang
termasuk partisipasi masyarakat adat.
1.2.1 KENDALA
1.3 SKEMA PEFC
"Penatagunaan dan penggunaan hutan dan lahan hutan dengan cara, dan pada
tingkat tertentu, yang mempertahankan keanekaragaman hayati, produktivitas,
kapasitas regenerasi, vitalitas dan potensi mereka untuk memenuhi, sekarang dan
di masa depan, fungsi ekologi, ekonomi dan sosial yang relevan, di tingkat lokal,
nasional, dan global, dan itu tidak menyebabkan kerusakan pada ekosistem lain. "
PEFC melengkapi prinsip, kriteria, dan indikator yang berasal dari proses
internasional ini dengan persyaratan tambahan, yang dikembangkan melalui
proses multi-pihak untuk menjadikannya operasional sebagai ukuran kinerja di
hutan.
Sejalan dengan akarnya dalam kehutanan kecil dan keluarga, dan nilai-nilai
pembangunan pedesaan dan sebagai sistem sertifikasi pilihan untuk pemilik hutan
kecil, PEFC adalah sistem global pertama yang mewajibkan kepatuhan terhadap
semua konvensi ILO yang mendasar pada awal tahun 2001, pengaturan tolok ukur
baru untuk masalah sosial, terutama di lingkungan sosial pedesaan.
Akses ke pasar
Sertifikasi Chain of Custody menawarkan kepada perusahaan akses ke pasar
yang menuntut produk ramah lingkungan dan keuntungan pasar dalam
kaitannya dengan perusahaan dengan produk yang tidak bersertifikat. Ini
meningkatkan nilai merek.
Kepercayaan
Sertifikasi lacak balak memungkinkan perusahaan untuk yakin tentang sumber
kayu dan produk berbasis kayu mereka.
Keterlacakan
Sertifikasi lacak balak menawarkan jaminan bahwa kayu akhir dan / atau
produk non-kayu dapat dilacak kembali ke sumber yang berkelanjutan dan
bahwa proses produksi yang digunakan untuk mengubah produk jadi telah
dilaksanakan dengan menghormati standar lingkungan, ekonomi dan sosial.
Manajemen risiko
Sertifikasi lacak balak mencakup sistem uji tuntas untuk mengecualikan kayu
dari sumber yang tidak diketahui, ilegal dan kontroversial. Dengan
menerapkan dan memelihara sistem Lacak Balak yang kuat, perusahaan dapat
memberikan jaminan bahwa produk mereka tidak mengandung kayu dari
sumber ilegal.
Selain itu, kecuali semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam perumusan
kebijakan dan implementasi kebijakan berkelanjutan, pengelolaan hutan lestari
tidak dapat dicapai.
PEFC bekerja sama dengan sistem sertifikasi hutan nasional yang disesuaikan
dengan kondisi setempat dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk
mendorong pengiriman produk yang bersumber berkelanjutan ke pasar
a) Memberikan keyakinan kepada pelaku pasar dan publik bahwa hutan yang
disertifikasi dengan skema Standar Sertifikasi IFCC adalah hutan yang dikelola
secara sistematis dan menerapkan prinsip- prinsip keberlanjutan;
Luas hutan bersertifikat FSC hingga tahun 2017 meliputi 2,755.000 hektar, dan
terdapat lebih dari 250 industri berbasis kayu dan kertas mendapatkan sertifikasi
FSC-COC. Penerapan Sertifikasi FSC di Indonesia Di Indonesia untuk produk
consumer goods yang menggunakan label FSC dan telah beredar di pasaran
adalah Tissue Tessa, Susu Ultrajaya, Teh Kotak, Buavita
2. Aturan pemerintah yang tidak sesuai dengan kondisi hutan saat ini.
Pemerintah Indonesia meminta agar Forest Stewarship Council (FSC)
mengevaluasi aturan sertifikat produk hutan buatan tahun 1994 atau „1994
rule‟. Aturan yang dibuat FSC ini dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi
hutan Indonesia saat ini. Padahal, sebagian besar HTI di Indonesia baru
dibangun setelah 1994. Maka itu pemerintah berusaha membantu dengan
mengusulkan ke FSC agar syarat deforestasi dalam 1994 rule diubah. Dalam
pertemuan ini FSC menargetkan penyelarasan “1994 rule” untuk Indonesia
agar segara tuntas sesuai dengan kondisi lokal dan industri kehutanan dan
Indonesia segera memperoleh sertifikasi dari FSC. Hal ini juga akan
menunjang masuknya FSC di Indonesia. Finalisasi (penyelarasan) standar
nasional khususnya Indonesia ini merupakan agenda terbesar FSC ungkap
Direktur Eksekutif FSC Kim Carstensen.
Hambatan-hambatan lain yang kerap kali ditemui pada pengelolan hutan, yakni:
1. Hambatan Perilaku
Secara psikologis, aparatur pemerintahan seringkali merasa bahwa aparat yang
memiliki status yang lebih tinggi dan terhormat dibandingkan dengan masyarakat
di sekitar hutan. Demikian juga sebaliknya masyarakat merasa bahwa mereka
lebih rendah dan kurang pengetahuannya dibandingkan denga aparat
pemerintahan.
2. Hambatan Kebijakan
Aparatur pemerintahan sudah terbiasa bekerja dengan memakai pedoman aturan
yang baku yang bersifat instruktif dan top down. Cara-cara lama dalam
pengambilan kebijakan tersebut tercermin dalam bentuk Surat Keputusan dll.