Anda di halaman 1dari 46

Laporan Penilaian Sertifikasi SmartWood

untuk:

PT Erna Djuliawati
Kalimantan Tengah, Indonesia

Tanggal Laporan Penilaian Sertifikasi Akhir: 30 Juni 2005


Tanggal Kunjungan Lapangan Audit Verifikasi Prekondisi : 14 – 18
Maret, 2005
Tanggal penyelesaian laporan akhir dengan prekondisi: April 2004
Tanggal penyelesaian draf laporan: September 2003
Tanggal Kunjungan Lapangan Penilaian: 9 – 18 Juli, 2003

Tim Sertifikasi:
Art Klassen, Pimpinan Tim dan Pengelolaan hutan
Jason Patlis, Spesialis hukum/sosial
Dwi R. Muhtaman, Sosiolog
Edward Pollard, Spesialis Ekologi

Kerja sama dengan LEI/PT TUV


Cecep Saepullah, Fasilitator dan Produksi
Machfudh, Spesialis Ekologi
Teddy Rusolono, Produksi Hutan

Tim Audit Verifikasi Prekondisi:


Edward Pollard, Pimpinan Tim/Spesialis Ekologi
Cecep Saepullah, Pengelolaan Hutan
DAFTAR ISI
SINGKATAN................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1. RINGKASAN UMUM.......................................................................................................... 5
1.1. NAMA DAN INFORMASI PERUSAHAAN ........................................................................... 5
1.2. LATAR BELAKANG UMUM ............................................................................................. 5
1.3. HUTAN DAN SISTEM PENGELOLAANNYA ....................................................................... 8
1.4. KONTEKS LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI ........................................................... 15
1.5. PRODUK YANG DIHASILKAN DAN LACAK BALAK......................................................... 19
2. PROSES PENILAIAN SERTIFIKASI............................................................................. 22
2.1. TANGGAL PENILAIAN ................................................................................................... 22
2.2. TIM PENILAI.................................................................................................................. 22
2.3. PROSES PENILAIAN ....................................................................................................... 24
2.4. STANDAR ...................................................................................................................... 28
2.5. PROSES DAN HASIL KONSULTASI DENGAN STAKEHOLDER .......................................... 28
3. HASIL, KESIMPULAN dan REKOMENDASI.............................................................. 33
3.1. PEMBAHASAN UMUM TENTANG TEMUAN-TEMUAN ..................................................... 33
3.2. KEPUTUSAN SERTIFIKASI ............................................................................................. 43
3.3. KONDISI DAN REKOMENDASI ....................................................................................... 43
4. KRITERIA SERTIFIKASI: SKOR dan TEMUAN-TEMUAN........Error! Bookmark not
defined.
5. KESIMPULAN ........................................................................Error! Bookmark not defined.
5.1. SKOR KUMULATIF PER BIDANG PENILAIAN ........... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
5.2. REKOMENDASI TIM................................................ ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.
LAMPIRAN I: Daftar konsultasi stakeholder..............................Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN II: Tambahan dari Peer review...............................Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN III: Lacak Balak: Penelusuran dan Identifikasi Produk ...Error! Bookmark not
defined.
LAMPIRAN IV: Lembar Informasi Kontrak Sertifikasi FM ....Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN V: PETA Perusahaan ...............................................Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN VI: LAPORAN KEMAJUAN dari PENILAIAN oleh SGS QUALIFOR .Error!
Bookmark not defined.
LAMPIRAN VII: Daftar dokumen sosial yang direview ............Error! Bookmark not defined.
ACRONYMS

AAC Annual Allowable Cut


ACIAR Australian Center for International Forestry Research
ALP Annual Logging Plan
AMDAL Analisis dampak Lingkungan (Environmental Impact Analysis)
BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah – Regional Planning Office
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional – National Planning Office
BOD Biological Oxygen Demand
CBD Convention on Biological Diversity
CIFOR Center for International Forest Research
CITES Convention on Trade in Endangered Species
DBH Diameter at Breast Height
DOC Department of Conservation
DR Dana Reboisasi – reforestation fund
EIA Environmental Impact Assessment
FMU Forest Management Unit
FMO Forest Management Organization
FSC Forest Stewardship Council
HPH Hak Pengelolaan Hutan – Forest Management Concession
HPHH Hak Pengelolaan Hasil Hutan – Forest Product Management Concession
HPK Hutan Produksi dan Konversi – Production and Conversion Forest
HPHTI Hak Pengelolaan Hutan Tanaman Industri – Industrial Forest Plantation and
Management Concession
ILO International Labor Organization
IPB Institut Pertanian Bogor – Agricultural Institute of Bogor
Kab. Kabupaten – district
Kec. Kecamatan – sub-district
KPPL Kawasan Peruntrakan dan Pangunaan Lain – Other land use areas (Privincial)
LATIN Lembaga Alam Tropika Indonesia - The Indonesian Tropical Institute
LEI Lembaga Ekolabel Indonesia – Indonesia Ecolabeling Institute
LOA Logged over area
MoF Ministry of Forestry
NGO Non Governmental Organization
NRMP Natural Resources Management Project
OSH Occupation Safety and Health
Petak Block (usually 100 ha) used for inventory, planning, and operational control
PGM Pemukiman dan Garapan Masyarakat – Community land use areas
PMDH Pembinaan Masyarakat Desa Hutan – Forest Village Development Program
P&C Principles and Criteria of the FSC
PRA Participatory Rural Appraisal
PSDH PSDH Pungutan Sumber Daya Hutan (Forest Resource Royalty)
PUP Petak Ukur Permanen – permanent sample plots
RKAP Rencana Kerja dan Anggaran Pembelanjaan – Annual working plan and budget
RKL Rencana Kerja Lima Tahun – Five year operations plan
RKPH Rencana Kerja Pengelolaan Hutan - Forest Management Plan (20 year)
RKT Rencana Kerja Tahunan – Annual operating plan
RIL Reduced Impact Logging
RO Rencana Operasi – Operating Plan Document
RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi – Provincial spatial/land use plans
SFM Sustainable Forest Management
SK Surat Keputusan - Decree Letter
SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia – Indonesian Laborers Union
TGHK Tata Guna Hutan Kesepakatan – Agreement on Forest Use Plan
TN Taman Nasional – National Park
TPTI Tebang Pilih Tanaman Indonesia (Indonesian selective cutting and planting
system)
TPTJ Tebang Pilih Tanaman Jalur (Selective cutting and line planting system)
USAID United States Agency for Interantional Development

PENDAHULUAN

Laporan ini menjelaskan temuan-temuan dari penilaian sertifikasi independen yang dilakukan
oleh tim spesialis yang mewakili Program SmartWood dari Rainforest Alliance. Tujuan
penilaian tersebut adalah untuk mengevaluasi kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial dari
pengelolaan konsesi hutan oleh PT Erna Djuliawati (yang setelah ini disebut sebagai PT Erna
atau Perusahaan). Penilaian dilaksanakan bersama-sama dengan tim dari lembaga sertifikasi
yang diakreditasi oleh PT TUV International Indonesia. Menurut Joint Certification Protocol
antara FSC dan LEI, PT Erna Djuliawati harus memenuhi persyaratan dari sistem LEI dan
FSC untuk mendapatkan sertifikat.

Laporan ini hanya fokus pada hasil penilaian dengan sistem FSC1. Laporan ini berisi lima
bagian tentang informasi dan temuan-temuan. Bagian I hingga III akan menjadi informasi
publik mengenai pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan yang bisa didistribusikan oleh
SmartWood atau Forest Stewardship Council (FSC) kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Bagian IV, V dan lampiran-lampiran merupakan bagian yang rahasia, yang
akan direview oleh staf SmartWood dan FSC yang berwenang dan reviewer yang terikat
dengan kesepakatan kerahasiaan.

Sebagian besar dari isi laporan ini ditulis setelah penilaian pada bulan Juli 2003 dan
difinalisasi pada bulan April 2004. Perusahaan mereview laporan dan menyampaikan
komentar kepada SmartWood pada bulan Oktober 2003. Tim peer reviewer membaca draf
laporan dan komentar perusahaan dan menyampaikan laporan mereka ke SmartWood pada
bulan Desember 2003. Setelah review input secara substansial ini, dan tanggapan pada peer
reviewer dan perusahaan untuk semua komentar, SmartWood menyelesaikan laporan
sertifikasi dengan Prekondisi pada bulan April 2004, dan laporan sertifikasi yang terahir pada
bulan July 2005.

Tujuan dari Program SmartWood adalah untuk mengakui kepengurusan lahan yang
bertanggungjawab melalui evaluasi independen dan sertifikasi praktek-praktek kehutanan.
Kegiatan kehutanan yang mendapatkan sertifikasi SmartWood bisa menggunakan label
SmartWood untuk pemasaran dan iklan pada publik.

1
Untuk hasil dari proses penilaian dengan sistem LEI, silakan hubungi LEI pada www.lei.or.id .
1. RINGKASAN UMUM

1.1. Nama dan Informasi Perusahaan


Nama sumber: PT Erna Djuliawati
Contact Person: Ir. Iwan Djuanda, Director
Alamat: Kota BNI, Jl. Jend. Sudirman, Kav. 1
Jakarta 10220, Indonesia
Tel: (021) 570-8558
Fax: (021) 574-5777
E-mail: id@lyman.co.id

1.2. Latar Belakang Umum

A. Jenis Operasional

PT Erna Djuliawati (‘Perusahaan’ atau ‘PT Erna’) saat ini menjalankan bisnisnya pada konsesi hutan dan
pabrik kayu lapis. Konsesi HPH terletak di Kalimantan Tengah, Kabupaten Seruyan, Kecamatan
Seruyan Hulu. Pabriknya berlokasi di Desa Kayu Tunu, Kecamatan Sanggau Kapuas, Kabupaten
Sanggau, Kalimantan Barat.

PT Erna merupakan anak perusahaan dari Grup Lyman, yang memiliki 98 persen saham dalam PT Erna.
Sisa dua persennya dimiliki oleh 17 koperasi lokal. Grup Lyman merupakan konglomerat besar yang
dimiliki sebuah keluarga dengan jenis bisnis dalam manufakturing, real estate perdagangan dan
perumahan. PT Erna merupakan satu-satunya bisnis mereka dalam sektor pengelolaan hutan alam.
Ketujuhbelas koperasi lokal tersebut terdiri dari 10 Koperasi Unit Desa (dengan kepemilikan individu
lokal) dan satu Koperasi Karyawan (dengan kepemilikan oleh berbagai koperasi pemerintah), dan satu
Koperasi Karyawan Perusahaan (dengan kepemilikan oleh pegawai perusaan).

Luas kawasan konsesi ini adalah 184,206 hektar, sebagaimana yang diijinkan dalam SK Menteri pada
tahun 1999. Ijin2 untuk pabrik kayu lapis diperbaharui pada tahun 1995 yang menggunakan kapasitas
operasional sebesar 203,900 m3/tahun sebagai berikut:

Kapasitas ijin Kapasitas


Jenis Produk (m3.) terpasang
(m3.)
Kayu gergajian 18,000 23,400
Kayu lapis 134,000 174,200
Papan blok 27,900 36,270
Polyester 24,000 31,200
Total 203,900 265,070

Saat ini pabrik kayu lapis beroperasi dengan dua shift. Menurut diskusi dengan manajemen senior, 80%
pasokan bahan baku log dalam pabrik tersebut berasal dari kawasan HPH PT. Erna.

2
Dirjen Industri Aneka No. 210/DJA/PP/D.IV/XI/1995 (7th November)

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 5 July 2005


B. Status Keuangan

Pada tahun 2001 penerimaan kotor PT Erna mencapai 590.5 milyar rupiah, lebih rendah dibandingkan
dengan 599.7 milyar rupiah pada tahun 2000. PT Erna mengalami penurunan yang tajam dalam
penjualan sejak tahun 2000 (lihat Tabel 17). Keuntungan bersih turun dari 20.3 milyar rupiah pada
tahun 2000 menjadi 2.2 milyar pada tahun 2001 dan merosot tajam pada titik terendah pada tahun 2002
ketika perusahaan tersebut hanya mampu membukukan keuntungan sebesar 70 juta rupiah saja.
Penurunan keuntungan perusahaan ini disebabkan oleh penurunan harga kayu lapis dari US$350-400/m3
hingga US$225/m3. Nilai tukar juga turut memperburuk pendapatan dari ekspor. Dalam masa yang
sama juga dicatat bahwa Perusahaan juga mengalami turunnya pasokan log sebesar 50% kepada industri
karena sumber-sumber log lain menjadi langka dan Perusahaan hanya beroperasi dengan pasokan log
dari konsesi Erna saja.

C. Manajemen dan Kegiatan Operasional

PT Erna mempekerjakan kira-kira 1,400 orang di HPH dan lebih dari 4,000 di pabrik pengolahan kayu
lapis. Dewan Direktur yang terdiri dari empat orang memimpin Perusahaan ini. Eksekutifnya terdiri dari
enam anggota. Manajer camp untuk konsesi HPH melapor langsung kepada Dewan Direktur.

Di bawah manajer camp ada lima departemen:


• Produksi,
• Pemeliharaan dan Logistik,
• Personalia dan Administrasi Umum
• Asistensi Hutan,
• Asistensi Masyarakat.

Terdapat dua departemen yang juga melapor langsung kepada Manajer Camp, namun sifatnya lintas
sektor, dan departemen-departemen ini adalah:
• Perencanaan dan Analisis Operasional
• Audit internal.

Di bawah departemen ada seksi-seksi. Departemen Produksi dibagi menjadi lima seksi:
• Tebangan dan yarding,
• Pembangunan jalan,
• Pemeliharaan jalan,
• Petak A dan B.

Petak A dan B mewakili dua kawasan manajemen dari konsesi itu sendiri. Konsesi tersebut dibagi
menjadi separuh yang beroperasi sebagian besar di utara-selatan, dan sepanjang jalan utama, yang secara
umum mengikuti batas daerah aliran sungai dari dua sungai yang melewati konsesi itu.

Departemen Pemeliharaan meliputi 9 seksi, yang sebagian besar berhubungan dengan pemeliharaan
kendaraan, truk, mesin, dan traktor. Departemen Personalia terdiri dari empat seksi, yang meliputi staf
klinik. Asistensi Hutan meliputi Konservasi dan PENgelolaan hutan, Riset dan Inventarisasi, Monitoring,

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 6 July 2005


Penanaman; sedangkan Asistensi Masyarakat terdiri dari 4 seksi yaitu PMDH, Masyarakat, Pendidikan
dan Pengolahan Data.

PT Erna mempekerjakan kira-kira 1,406 orang pada Unit Pengelolaan 2, yang merupakan kegiatan
operasional konsesi (sedangkan unit 1 adalah pabrik kayu lapis), sebagai berikut: 400 pada produksi; 400
pada pemeliharaan dan logistik (MLD); 125 pada teknik dan analisis operasional (FEOA); 260 pada
administrasi umum dan personalia (PGA); 110 pada asistensi kehutanan (DPH); 70 pada logpond; dan
10 staf dan 40 pekerja pada asistensi masyarakat (PMDH).

Gaji untuk pekerja lebih tinggi dari rata-rata untuk industri. Para pekerja biasanya mendapatkan bayaran
untuk 40 jam kerja seminggu ditambah lembur. Operator tebangan dan penyaradan menerima gaji pokok
plus bonus yang didasarkan pada output. Sebagai contoh, standar pokok untuk penebang adalah sekitar
Rp 512,000/bulan, plus insentif yang dapat mencapai lebih dari satu juta rupiah per bulan. Perusahaan
membayar ‘bonus khusus’ untuk semua pegawai apabila mereka mencapai target dalam tahun itu. Selain
itu, Perusahaan juga telah menetapkan insentif untuk RIL, untuk operator penebang dan penyarad.
Semua pekerja (yang dibayar harian atau bulanan) memperoleh bonus, asuransi dan kompensasi untuk
kecelakaan atau kematian, yang jumlahnya tergantung pada rumus-rumus tertentu yang berlaku.
Asuransi dan kecelakaan kerja dibayar dan dikompensasikan menurut aturan pemerintah dengan
mengikuti aturan Jamsostek.

PT Erna memiliki banyak dokumen perencanaan, pedoman, dan laporan-laporan pada kantor
basecampnya. Total Standard Operating Procedures (SOP)-nya saja berjumlah kira-kira 209. Dokumen-
dokumen ini menyentuk setiap aspek kegiatan operasional, mulai dari logging dan produksi hingga
survey hidupan liar sampai bantuan yang diberikan kepada masyarakat. Pada tingkat yang paling umum
ada pernyataan visi dan misi. Visi dan misi ini kemudian dijabarkan dalam sebuah rencana pengelolaan,
yang terakhir diperbaharui pada 1 Januari 2003. Dari rencana pengelolaan didapatkan SOP. SOP-SOP ini
kemudian dibagikan kepada kepala-kepala Departemen.

Sebagai bagian dari operasional pengelolaannya, PT Erna mendirikan Departemen Auditing pada tahun
2000. Sebagaimana tersebut di atas, Departemen ini melaporkan langsung kepada manajer camp. Bagian
ini didirikan untuk mengembangkan audit berdasar kriteria FSC dan LEI, dan melakukan review
bulanan. Review-review terhadap departemen dilakukan oleh tim ad-hoc yang terdiri dari staf dari luar
departemen yang dinilai, dan laporan-laporan itu disampaikan langsung kepada manajer camp.

D. Lamanya beroperasi

Perusahaan induknya, PT Lyman Investindo, telah beroperasi dengan berbagai nama dan bentuk sejak
akhir tahun 1950an, ketika mereka mulai sebagai perusahaan ekspor impor untuk berbagai produk non-
kayu dan non-hutan. Kemudian mereka mendapatkan identitas perusahaan yang sekarang pada tahun
1989.

PT Erna membentuk organisasi perusahaan ini pada tanggal 27 Oktober 1978, sebagai anak perusahaan
dari salah satu pendahulu Lyman (PT Satya Djaya Raya), dan mendapatkan ijin untuk kegiatan
kehutanan di Kalimantan Barat dari Departemen Pertanian (yang mengelola sektor kehutanan sebelum
pembentukan Departemen Kehutanan) pada tahun itu (SK FA/N/020/IV/78). Pada tahun 1984, PT Erna
bermerger dengan PT Satya Volunteer Raya (yang berafiliasi dengan PT Satya Djaya Raya), yang
menerima SK HPH tersendiri pada tahun 1979 (SK HPH 242/Kpts/Um/4/1979). Perusahaan baru ini
kemudian menerima ijin baru dari Departemen Kehutanan, yang mengakui merger tersebut, pada tahun
1087 (SK HPH 238/Kpts-IV/1987).

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 7 July 2005


Pada tahun 1994, PT Erna dibeli oleh PT Lyman Investindo. Perubahan kepemilikan ini diakui melalui
Surat Keputusan yang baru dari Menteri Kehutanan (SK 35/Kpts-II/94). SK menteri terbaru, yang
merevisi dan memperpanjang ijin, dikeluarkan pada tanggal 18 Januari 1999, SK 15/Kpts-IV/1999. Luas
HPH sekarang ini adalah 184,206 hektar dan diperpanjang untuk 70 tahun. Menurut kerangka hukum
kehutanan, ijin HPH yang menyelenggarakan TPTI adalah 35 tahun. Namun untuk HPH yang
menggunakan TPTJ, lamanya ijin adalah 70 tahun. Sistem TPTJ merupakan konsep yang dikembangkan
oleh Departemen Kehutanan. Waktu tujuh puluh tahun tersebut merupakan pengakuan atas fakta bhawa
penanaman sistematis yang dianggap sebagai investasi hanya bisa diwujudkan dalam waktu siklus dua
rotasi (70 tahun).

E. Tanggal Pertama disertifikasi

September 6, 2005

F. Garis Bujur dan Lintang dari unit pengelolaan yang disertifikasi

Perkiraan titik pusat dari konsesi hutan tersebut adalah pada 111o 54’ 30” Bujur Timur dan 01o 04’ 40”
Lintang Selatan. Radius kurang lebih 25 km dari titik ini menjelaskan besarnya konsesi secara umum.

Manajemen menggunakan grid pemetaan menurut abjad dan nomor yang telah membuat petak-petak
peta seluas 100 hektar dan berfungsi sebagai dasar untuk semua kegiatan perencanaan dan pengendalian
operasional. Referensi pada tempat-tempat yang dikunjungi selama penilaian dapat dirujuk dengan grid
ini dengan akurasi yang tinggi.

1.3. Hutan dan Sistem Pengelolaannya

A. Jenis hutan dan sejarah tata guna lahan

Kawasan konsesi terletak dekat pusat pulau Kalimantan yang kira-kira satu derajat dari bagian selatan
ekuator. Beriklim basah, dengan rata-rata curah hujan sebesar 3600 mm/tahun (RPHL 2003). Elevasi
berkisar dari 111 m hingga 1082 di atas air laut, dengan sebagian besar kawasan terletak di bawah 500 m
dari permukaan air laut. Jenis tanah sebagian besar adalah podsolik merah-kuning (56% dari kawasan)
dan latosol (44% dari kawasan).

Tidak ada peta jenis hutan yang lengkap untuk kawasan itu namun dari kunjungan lapangan dan peta
topografi jelas bahwa tutupan hutan alam di sepanjang konsesi ini merupakan hutan dipterocarpacea
perbukitan yang hampir homogen. Hutan dipterocarpacea dataran rendah ditemukan pada lembah-
lembah sungai yang lebih rendah (di bawah 300m dpl) pada tanah-tanah aluvial. Ada hutan pegunungan
dataran rendah di puncak-puncak tertinggi namun tidak dilaporkan. Paling tidak ada satu hutan rawa air
tawar yang dikenal sebagai situs budaya Sepan Biha. Kawasan inipun belum dipetakan namun mencakup
beberapa hektar. Perbedaan minor dalam jenis hutan ini tidak dipertimbangkan sebagai kepentingan
komersial. Hanya hutan dipterocarp saja yang dijadwalkan akan ditebang.

Hutan ini merupakan hutan hujan daun lebar tropis pada tanah-tanah lahan kering. Sebagian besar
spesies kayu termasuk dalam famili Dipterocarpaceae yang berasal dari genera Shorea, Dipterocarpus
dan Hopea. Spesies lainnya meliputi Kompasia spp, dan Eusideroxylon zwageri.

Konsesi ini sekarang telah memasuki tahun ke-15 dari siklus penebangan 35 tahun. Kegiatan
penebangan dimulai pada tahun 1989 dengan menggunakan sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 8 July 2005


(TPTI) yang menerapkan batas diameter tebangan sebesar 60 cm. Pada tahun produksi 1999/2000,
Departemen Kehutanan menerapkan perubahan sistem silvikultur dengan Tebang Pilih Tanam Jalur
(TPTJ). Perusahaan itu menerapkan kedua sistem menurut kriteria kelas kelerengan.

Logging dilakukan dengan menggunakan sistem penebangan darat dengan kerapatan jalan kira-kira 19.4
m/ha (berdasar pada pengukuran peta selama 3 RKT).

Sungai Seruyan, dengan kawasan ladang berpindah yang ekstensif, merupakan batas konsesi pada bagian
Selatan. Demikian pula, Sungai Kaleh membatasi konsesi di bagian timur. Batas utara barat adalah
kawasan hutan lindung yang juga berbatasan dengan Kalimantan Barat. Di sebelah barat, timur dan
timur-utara dari konsesi itu ada perusahaan konsesi lain yang mengelola hutan.

Dua sistem sungai besar dengan hulu di bagian utara konsesi, membagi konsesi tersebut dengan arah
Utara Selatan. Drainase utama ini memiliki kawasan perladangan berpindah di sepanjang jalurnya.
Manajemen membagi konsesi menjadi Blok A dan Blok B mengikuti arah daerah tangkapan air dari
sistem sungai ini di dalam konsesinya.

B. Luasan unit pengelolaan hutan yang disertifikasi, dan luas hutan produksi, konservasi,
dan/atau restorasi

Tabel 1 Kelas tata guna lahan dari unit pengelolaan hutan (hingga 1999)

Blok pengelolaan
Tata Guna Lahan Petak ‘A’ Petak ‘B’ Luas Total
(ha)
KAWASAN PRODUKSI 82,314 86,276 168,590
Hutan primer 51,761 60,487 112,248
Kawasan bekas tebangan 25,376 16,513 41,889
Kawasan non-hutan 5,177 9,276 14,453

HUTAN NON-PRODUKSI 3,563 5,045 8,608


Kelerengan >40% 1,186 886 2,072
Zona penyanggan riparian 1,877 1,444 3,321
Cadangan Keanekaragaman Hayati 500 200 700
Zona penyangga hutan lindung - 2,515 2,515

KAWASAN TIDAK EFEKTIF 4,048 2,960 7,008


(termasuk dalam dua kategori di atas)
Sungai 173 166 339
Petak Ukur Permanen 400 300 700
(bagian dari kawasan hutan yang
dikerjakan)
Persemaian 500 200 700
Areal Khusus 553 567 1,120
Perumahan 34 41 75
Camp, Workshop, dsb. 2,388 1,686 4,074
LUAS TOTAL KONSESI 184,206

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 9 July 2005


Menurut ijin pengelolaan hutan terbaru yang diterbitkan pada tahun 1999 (SK HPH Pembaharuan No.
15/Kpts-IV/1999), luas total kawasan konsesi adalah 184,206 ha. Perusahaan membagi kawasan ini
menjadi Blocks ‘A’ di bagian Timur, dan Block ‘B’ di bagian Barat, yang mengikuti arah tangkapan dari
sistem sungai yang mengalir lewat konsesi. Tabel di atas menggambarkan kawasan konsesi menurut
blok pengelolaan dan kategori tata guna lahan secara umum.

Sejak awal 1999, Perusahaan telah menebang kira-kira 24,562 hektar lagi hutan primer hingga akhir
tahun 2003 dengan rata-rata tebangannya seluas 4400 ha/tahun (lihat Tabel 2). Hingga 1 Januari 2004,
ini berarti masih ada 20 tahun lagi untuk memanfaatkan hutan alam.

C. Jatah Tebangan Tahunan yang dicakup oleh rencana pengelolaan

Sebagaimana dengan konsesi hutan alam lain di Indonesia, mekanisme kontrol penebangan utama adalah
berdasar luasan. Luas total hutan produksi dikelola dengan asumsi siklus tebang selama 35 tahun dan
konsekuensinya luasan itu dibagi-bagi menjadi 35 blok tebang tahunan yang disebut sebagai RKT.
Inventarisasi dengan intensitas rendah untuk seluruh kawasan konsesi ini memberikan parameter stok
tegakan dasar.

Pertumbuhan diasumsikan sebagai riap tahunan sebesar 1 m3/ha. Riap tiap pohon dinyatakan sebagai 1
cm pertumbuhan riap per pohon/tahun. Asumsi yang mendasarinya adalah bahwa pertumbuhan riap akan
terjadi dengan minimum 25 batang/ha yang diameternya berkisar antara 20 hingga 49 cm (59cm dalam
kawasan hutan yang digolongkan sebagai “hutan produksi terbatas”).

Dua tahun sebelum penebangan, dilakukan inventarisasi 100 persen pada usulan RKT untuk semua
batang pohon komersial dan berkualitas dan lebih besar daripada batas minimum diameter yang dapat
ditebang. Inventarisasi itu dilakukan dan dikompilasikan berdasar blok yang kemudian membentuk satu
petak dengan luasan 100 ha. Hasil kompilasi cruising tahunan (LHC) disampaikan kepada Departemen
Kehutanan. Volume ini dikurangi lagi dengan faktor pengurang untuk cacat dan limbah (0.8) dan untuk
memberikan margin keamanan (0.8). Kombinasi pembobotan faktor pengurang ini menjadi efek
multiplier sebesar 0.64 pada volume cruising operasional. Hasil volume bersih ini kemudian digunakan
oleh Departemen Kehutanan untuk menyusun target produksi tahunan atau Jatah Penebangan Tahunan
(JPT) yang khusus pada kawasan tebangan pada tahun yang bersangkutan dan juga khusus pada masing-
masing petak 100 ha menurut komposisi spesies.

Departemen Kehutanan kemudian menyetujui kawasan RKT tahunan dan Perusahaan dapat menebang di
dalam RKT hinnga volume maksimum yang disyaratkan oleh JPT pada petak per petak.

Pelaporan kawasan yang ditebang tidak selalu berhubungan dengan luasan total RKT karena sering ada
kawasan yang curam atau kawasan dengan miskin tegakan dalam RKT. RKT yang tidak terealisasi ini
dapat menambah luasan RKT tahun berikutnya jika kawasan tersebut secara signifikan merupakan
kawasan bersambungan yang belum ditebang karena kendala operasional seperti cuaca yang basah.
Namun penting diketahui bahwa batas RKT biasanya geometris dan kadang-kadang meninggalkan
kawasan penyangga yang signifikan, khususnya yang dekat dengan kawasan ladang berpindah.
Akibatnya adalah bahwa kawasan hutan primer yang “dihabiskan” oleh tiap RKT sering lebih luas
daripada luasan RKT yang seharusnya.

Tabel 1 menunjukkan sisa luasan hutan primer seluas 112,248 hektar pada awal 1999. Dengan
menggunakan perkiraan tambahan 24,562 yang akan ditebang menjelang akhir tahun 2003, sisa hutan
primer tersebut menjadi 87,686 ha pada awal tahun 2004. Luasan ini akan habis selama duapuluh tahun

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 10 July 2005


kedepan untuk menyelesaikan ijin selama 35 tahun sesuai siklus tebang. Namun. Pada tahun 1998/99,
Perusahaan berpartisipasi dalam uji coba penelitian LITBANG yang menyebabkan penebangan 1000
hektar lagi sehingga mengurangi hutan alam hingga luasnya hanya 86,686 pada awal tahun 2004.

Pada tingkat tebangan saat ini seluas 4,400 ha/tahun, sisa luasan hutan alam primer ini secara teoritis
dapat digunakan hanya sekitar 19.7 tahun dan bukan 20 tahun. Namun, penelitian pada peta tata ruang
jangka panjang dan citra satelit terbaru semakin meragukan proyeksi ini.

Kawasan perladangan berpindah oada citra satelit semakin ekstensif daripada yang ditunjukkan pada
peta konsesi dengan skala 1:100,000 yang menunjukkan bahwa luasan hutan virgin lebih kecil daripada
yang diperkirakan. Juga praktek-praktek meninggalkan penyangga di sepanjang ladang yang ada
sekarang menyebabkan isolasi dan pengurangan luasan hutan virgin efektif.

Tabel 2 Data Produksi Aktual sejak mulai pembalakan

Data produksi sejak awal pembalakan


(ringkasan luas dan volume)
Tahun Ha m3 m3/ha
1989 1,300 56,682 43.6
1990 2,683 150,766 56.2
1991 4,200 179,179 42.7
1992 4,072 189,901 46.6
1993 3,110 202,361 65.1
1994 4,100 202,378 49.4
1995 4,229 208,435 49.3
1996 4,894 251,211 51.3
1997 4,617 268,750 58.2
1998 4,374 265,518 60.7
1999 4,691 290,329 61.9
2000 3,228 284,914 88.3
2000 3,702 204,711 55.3
2001 2,388 133,370 55.8
2002 6,1533 147,246 23.94
2003 (2,230)5 (75,500)6 33.8
(62,141)

Selama penilaian, upaya-upaya untuk mengidentifikasi luasan aktual (RKT) untuk 20 tahun ke depan
(siklus tebang tahun pertama) berujung pada kerugian. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini,
sangat jelas bahwa Perusahaan perlu memeriksa kembali rencana tata ruangnya dalam konteks 35 tahun
siklus tebang dan tingkat penebangan saat ini.

3
RKT 2002 mencakup sisa jatah seluas 2,241 ha dari tahun 2001 dengan realisasi volume sebesar
46,392m3.
4
RKT 2002 menunjukkan penurunan tajam pada vol/ha. Hal ini diverifikasi dengan memeriksa laporan
LHC pada tahun yang bersangkutan. Recovery aktualnya adalah 70% dari volume cruising. Pemeriksaan
lapangan pada RKT 2002 juga menunjukkan dampak rendah dan struktur tegakan yang khusus untuk luasan
volume rendah.
5
Proyeksi area yang akan ditebang adalah 4,400 ha dalam RKT 2003.
6
Produksi aktual hingga akhir June 2003

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 11 July 2005


Pada tahun 1999, Perusahaan, dengan dorongan dari Departemen Kehutanan, sepakat untuk
melaksanakan sistem silvikultur baru pada konsesinya. Sistem baru tersebut, TPTJ merupakan
modifikasi dari sistem TPTI biasa dalam dua aspek yang sangat mendasar. Pertama, sistem tersebut
mengurangi diameter minimum tebangan hingga 40 cm dan kedua, sistem tersebut mensyaratkan
penanaman jalur yang sistematis di seluruh areal yang ditebang. Sebagai imbalan atas pelaksanaan
sistem ini bagi perusahaan adalah perpanjangan ijin konsesi selama masa 70 tahun.

Pada tahun 1998/99 Perusahaan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Departemen Kehutanan dalam melaksanakan uji coba seluas 1000 hektar untuk menguji sistem TPTJ.
Hasil dari pembalakan hingga batas diameter 40 cm menyebabkan kerusakan parah pada tegangan
tinggal. Laporan7 LITBANG sendiri meragukan viabilitas sistem TPTJ jika diadopsi begitu saya.
Kunjungan lapangan ke areal uji coba tersebut menegaskan derajat kerusakan yang disebabkan oleh
pelaksanakan sistem TPTJ.

Tabel 3 Statistik Rencana Produksi dan Produksi Aktual menurut Sistem silvikultur
(selama lima tahun terakhir sejak pelaksanaan sistem TPTJ dan penerbitan SK baru
selama 70 tahun)

Rencana Aktual
Tahun Sistem Luas (ha) Volume Luas (ha) Volume Vol/ha
(m3) (cu.m.)
1999/2000 TPTI 0 - - - -
TPTJ 4,500 320,000 4,456 284,914 63.9
2000 TPTI 0 - - - -
TPTJ 4,400 266,497 3,702 204,711 55.3
2001 TPTI 0 - - - -
TPTJ 5,398 235,436 2,343 133,371 56.9
2002 TPTI 150 4,674 150 4,489 29.9
TPTJ 6,493 178,551 6,003 142,757 23.8
2003 TPTI 950 44,700 (322) (13,506) -
TPTJ 3,450 116,300 (1,908) (61,987)

Berdasar hasil ujicoba dan pengamatan mereka sendiri, Perusahaan memutuskan untuk memodifikasi
sistem TPTJ. Tabel 4 menggambarkan ringkasan modifikasi dibandingkan dengan konsep awal
sebagaimana yang diwajibkan dalam dokumen SK mereka.

Perusahaan juga telah membuat perkiraan riap tumbuh untuk menjustifikasi asumsi AAC dasar.
Kemudian dilakukan pengambilan contoh pasca tebangan pada 3 RKT (1999/00, 2000, and 2001). Rata-
rata tegakan pohon tinggal dalam kelas diameter 20-50 cm berjumlah 37 pohon/ha. Ditentukan juga
rata-rata tinggi untuk kelas diameter semua spesies.

Perusahaan telah mengembangkan tiga Petak Ukur Permanen (PUP). PUP pertama didirikan pada tahun
1993 yang sekarang telah menghasilkan pengukuran pertumbuhan selama 5 tahun dengan total luasan 6

7
LITBANG telah mempublikasikan dua makalah mengenai ujicoba ini “Ujicoba Sistem Silvikultur Tebang
Pilih dan Tanam Jalur (TPTJ di Kelompok Hutan Seruyan, Kaltimantan Tengah”, Harun Alrasyid, bulletin
PenelitianHutan, FERDA, No. 623/2000, and “Pengaruh Penebangan Mekanis Dengan Sistem TPTJ
Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal di Kelompok Hutan Seruyan, Kaltimantan Tengah”, Yetti Heryati &
Harun Alrasjid, Buletin Penelitian Hutan, FERDA, No.630/2002

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 12 July 2005


hektar. Pengukuran ini telah menentukan rata-rata pertumbuhan diameter sebesar 1.2 cm/tahun untuk
semua kelas diameter di atas 20 cm dan untuk semua spesies.

Tabel 4 Perbandingan antara Konsep TPTJ dan Praktek Aktualnya oleh Perusahaan

Konsep awal TPTJ Modifikasi Perusahaan


1 Dimaksudkan untuk diterapkan pada hutan Juga diaplikasikan pada hutan primer
sekunder (bekas tebangan)
2 TPTJ diterapkan pada kelerengan yang Perusahaan menunjuk kawasan untuk ditebang dengan
kurang dari 25% dan elevasi yang kurang menggunakan TPTI dan TPTJ berdasar penilaian
dari 500m topografi yang menyeluruh
3 Batas diameter tebangan adalah 40 cm+ Perusahaan mencoba batas 40 cm+ ini pada tahun
pertama pelaksanaan tetapi mengabaikannya dan
menetapkan batas diameter 55 cm+ (40 cm+ untuk
Bangkirai dan Keruing) setelah mengevaluasi dampak
yang besar pada pengalaman ini dan uji coba
LITBANG.
4 Jalur yang dibuat setiap 25 m; dibersihkan Dilaksanakan sebagaimana aturan
hingga lebarnya 3 m; ditanami setiap 5
meter.
5 Pembersihan gulma pada jalur tanamn Sedang dilaksanakan
selebar 3m setelah 6 bulan, 1 tahun dan 2
tahun
6 Pembebasan vertikal dalam jalur selebar 5m Masih terlalu awal namun Perusahaan menyatakan
yang masuk pada jalur tanam pada tahun ke bahwa mereka tidak bermaksud untuk menjalankan
4, 6 dan 10 kegiatan ini. Pemeriksaan lapangan memverifikasi
bahwa perlakuan seperti ini tidak bisa dilakukan.

Untuk memperkirakan AAC, Perusahaan menggunakan cadangan minimum pohon inti sebanyak 25
pohon per hektar seperti standar yang diwajibkan oleh Departemen Kehutanan meskipun cadangan
aktualnya 40.6 pohon/ha. Perusahaan kemudian mengasumsikan dengan mortalitas sebesar 25% maka
cadangan bersih untuk rotasi kedua adalah 19 pohon/ha. Dengan menggunakan persamaan volume
standar terhadap hubungan tinggi dan diameter, maka Perusahaan memperkirakan bahwa volume yang
tersedia pada tahun ke 25, 30, 32, 33, 34, dan 36 adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Perkiraan jadwal volume/hektar komersial untuk rotasi kedua

Vol/Ha Komersial pada


tahun ke:
Kelas Batang Asumsi Rata-rata Asumsi
diame pohon batang pohon riap tinggi 25 30 35
ter komersial komersial diameter rata-rata
aktual/Ha8 /Ha9
20-29 17.6 8 1.2 1910 22.0 28.9 34.7
30-39 12.6 6 1.2 20 26.1 32.8 38.6
40-49 7.7 4 1.2 21 22.9 28.1 32.4

8
Jumlah batang aktual per hektar berdasarkan sampling pada RKT 1999/2000, 2000, dan 2001
9
Angka ini adalah asumsi Dephut 25 pohon inti/ha pada sistem TPTI dengan tingkat mortalitas 25%
10
Satu meter kurang yang digunakan untuk tahun ke 25.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 13 July 2005


50-59 2.7 2 1.2 22 12.4 14.9 16.9
Total 40.6 19 - - 83.4 104.4 122.6

Pemeriksaan lapangan dilakukan pada dua dari empat PUP dan pada areal bekas tebangan berumur 10
tahun. Asumsi dan pengukuran pertumbuhan oleh perusahaan bisa diverifikasi dengan observasi
lapangan dan dianggap dapat dipercaya untuk mencapai tujuan penghitungan AAC.

D. Gambaran umum tentang tujuan sistem/rencana pengelolaan

Misi PT Erna Djuliawati adalah berkomitmen pada pengelolan hutan berkelanjutan melalui pencapaian
tujuan-tujuan berikut ini:
- Mengikuti semua peraturan dan undang-undang yang berhubungan dengan hukum,
lingkungan, sosial, operasional dan keselamatan.
- Untuk meningkatkan pengembangan masyarakat di dalam dan sekitar konsesi dalam rangka
mewujudkan hubungan dengan masyarakat yang lebih baik.
- Mengoptimalkan keuntungan dari hutan dan meminimalkan limbah.
- Meminimalkan dampak lingkungan dari semua kegiatannya.
- Bekerja keras untuk mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan.

Rencana duapuluh tahun pertama disiapkan pada tahun 1979. Pembalakan dimulai pada 1988/89 setelah
menyelesaikan infrastruktur jalan koridor dan camp.

Pada tahun 1999, Perusahaan diberikan ijin untuk 70 tahun karena bersedia melaksanakan sistem TPTJ.
Rencana pengelolaan yang disiapkan dengan merujuk SK ini sebenarnya mencakup periode rotasi 35
tahun penuh. Rencana jangka panjang kedua membagi konsesi menjadi Blok A dan Blok B dengan
rencana untuk keberlangsungan operasional pada kedua blok tersebut. Rencana pengelolaan disiapkan
sesuai dengan semua peraturan pemerintah dan terakhir diperbaharui pada bulan Januari 2003.

Dengan ijin konsesi yang ada sekarang, Perusahaan memiliki mandat untuk menerapkan sistem TPTI
atau TPTJ berdasar berbagai kategori kelerengan. Tujuannya adalah untuk menerapkan TPTI pada areal-
areal dimana kelerengan rata-rata lebih dari 25%.

Asumsi keseluruhan mengenai sistem TPTJ masih berdasar pada siklus tebang 35 tahun. Keputusan
perusahaan untuk mengabaikan batas diameter 40cm dan menggantinya dengan batas diameter 55cm (40
cm untuk Bangkirai dan Keruing), didasarkan pada evaluasi sendiri oleh Perusahaan dan juga hasil
ujicoba LITBANG mengenai sistem TPTJ.

Kapasitas perencanaan dan teknik kehutanan pada PT Erna yang sangat berkembang. Semua fungsi-
fungsi tersebut ada di dalam base camp pada konsesi itu. Standar pemetaan pada tingkat operasional
sangat bagus. Perusahaan memanfaatkan pemetaan berdasar lapangan ini untuk perencanaan dan
pengendalian aktifitas pada lokasi jalannya.

Pembangunan jalan merujuk pada pedoman Departemen Kehutanan dalam hal arah dan lebar jalan
meskipun sekilas jalan-jalan tampak sempit. Kerapatan jalan diperkirakan sepanjang 19.4 m/ha11 untuk
tiga tahun lalu, sementara kerapatan jalan keseluruhan dinyatakan oleh Perusahaan kira-kira 17 m/ha.
Sebagaimana khas untuk sistem pembalakan di darat, kerapatan jalan ini menyebabkan tingginya level
fragmentasi pada kawasan hutan.

11
Didapatkan dengan mengambil rata-rata pengukuran peta dari tiga RKT terakhir.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 14 July 2005


Jalan-jalan dibangun dengan standar tinggi. Jalan-jalan diperkeras dan dipadatkan dan dibangun untuk
spesifikasi penggunaan oleh truk di semua musim.

Semua kegiatan operasional di bawah kontrol Perusahaan. Perusahaan memelihara armada pembangunan
jalan dan mesin-mesin pembalakan. Peralatan pembangunan jalan terdiri dari 8 unit Cat D-8R dan 14
unit Cat D-7G atau Komatsu SS185 plus dua eksavator Komatsu dan sejumlah dump truk, grader,
pemadat jalan dan peralatan pembangunan jalan lainnya.

Perusahaan memiliki alat tarik yang sangat panjang. Dari kawasan operasional saat ini, log diangkut
kurang lebih 10 km ke tempat penimbunan kayu sementara pada masing-masing Blok kerja. Dari sini,
log diangkut sepanjang +/-55 km ke TPK pusat di base camp, dan kemudian diangkut oleh truk ke tujuan
akhir yang berjarak 97 km ke log pond yang kira-kira jaraknya 10 km ke hulu dari Nanga Pinoh. Dari
sini, logs kemudian dirakit dan ditarik oleh pontoon (spesies sinker) secara langsung di pabrik mereka di
Sanggau. Perusahaan memiliki armada mesin-mesin pengangkut plus 14 truk trailer Renault untuk
angkutan pendek dan 15 truk Kenworth untuk angkutan panjang ke log pond.

Pemeliharaan peralatan ini dicapai melalui workshop pusat yang sangat besar dan dijalankan secara
efisien yang dilengkapi dengan workshop di dekat kawasan operasional plus pelayanan yang mobile dan
truk-truk untuk perbaikan.

1.4. Konteks Lingkungan dan Sosial Ekonomi

Konteks Lingkungan:

Konsesi tersebut terletak di pusat pegunungan di pulau Kalimantan. Konteks level lanskap dari konsesi
tersebut merupakan kelerengan berhutan dengan perladangan berpindah dan perumahan di sepanjang
sungai-sungai utama yang membagi lanskap tersebut. Konsesi tersebut dikelilingi oleh hutan pada semua
sisi. Pemerintah menetapkan batas hutan lindung daerah aliran sungai hingga ke utara sepanjang 19.6 km
dari batas konsesi. Sisanya berbatasan dengan konsesi lain. Kawasan tersebut sebagian besar berupa
hutan dataran rendah dan perbukitan dipterocarpaceae.

Diperkirakan bahwa 7,000 hingga 10,000 spesies tanaman terdapat dalam hutan dataran rendah di
Kalimantan, yang membuatnya kaya flora dibanding dengan seluruh Afrika (MacKinnon et al 1996).
Hutan tersebut memiliki 3 strate dengan kanopi hingga 45m dan tinggi pohon-pohonnya bisa mencapai
65m. Sesuai dengan namanya, pohon-pohon keluarga Dipterocarpaceae mendominasi hutan dipterocarp
dataran rendah. Pohon-pohon berkanopi besar ini memiliki kerapatan yang tinggi. Hutan tersebut terdiri
dari 10% pohon-pohon dan 80% pohon-pohon tinggi dengan kanopi besar (Ashton 1982 dalam
MacKinnon et al 1996). Pulau Kalimantan merupakan pusat keragaman untuk keluarga ini dengan 267
spesies, 60%nya endemik (Ashton 1982 dalam MacKinnon et al 1996). Reproduksi dan regenerasi
pohon-pohon ini mengikuti masa pembungaan dan pembuahan massal sporadis yang dikenal sebagai
‘tiang’. Masa pembuahan terjadi rata-rata setiap 4-5 tahun pada lebih dari 90% dipterocarpaceae pada
kawasan tersebut, yang berbuah secara bersamaan. Diduga bahwa pemicu untuk tiang ini adalah musim
kemarau yang berkepanjangan karena kejadian angin panas El-Nino (Curren and Leighton 2000).
Tiang-tiang ini kemungkinan besar merupakan strategi saturasi dimana kelimpahan benih sangat tinggi
dibanding predator benih sehingga benih-benih itu bisa bertunas. Pada hutan dipterocarp dataran rendah
di Kalimantan predator benih utamanya adalah babi hutan (Sus barbatus) (Curren and Leighton 2000).

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 15 July 2005


Ukurannya yang besar, tingkat cadangan yang tinggi dan kualitas kayu yang bagus telah membuat
spesies dipterocarpaceae menjadi target kegiatan operasional kehutanan sejak tahun 1930an. Pada tahun
1980an, kegiatan pembalakan secara dramatis meningkat yang menyebabkan degradasi hutan dan
deforestasi meluas. Formasi hutan dipterocarp dataran rendah biasanya menutupi tanah-tanah di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Philippina dan Semenanjung Malaysia. Saat ini hutan-hutan tersebut rusak total
di Jawa dan Philippina. Hutan yang sangat beragam ditemukan pada tanah-tanah aluvial datar pada
ketinggian yang rendah. Kegiatan logging dan konversi hutan yang intensif telah menghancurkan jenis-
jenis hutan ini. Hanya 23% yang masih tersisa di Kalimantan. Banyak hutan dipterocarpaceae yang
masih terdiri dari kawasan-kawasan antara 300m dan 1000 m pada kelerengan yang curam dan topografi
yang sulit, dan biasanya disebut sebagai hutan dipterocarp perbukitan.

Hewan mamalia di Kalimantan merupakan yang terkaya di seluruh pulau-pulau di Indonesia dengan 222
spesies yang dikenal (Sumatera punya 196 dan Jawa 183). Hutan yang paling kaya dengan spesies
adalah hutan dipterocarpaceae dataran rendah, khususnya hutan-hutan yang terletak pada 300 m di atas
permukaan laut. Keragaman burung dan mamalia dan juga taksa-taksa yang lain, juga tinggi pada hutan-
hutan ini. Empatpuluh empat spesies mamalia bersifat endemik di pulau ini, termasuk 5 primata. Salah
satu dari spesies ini, adalah kera daun merah (Pesbitis rubicunda) ditemukan dalam konsesi dan hutan di
sekitarnya. Laporan-laporan dari staf lapangan bahwa Orangutan (Pongo pygmaeus) masih ditemukan
dalam konsesi ini. Primata yang hampir punah ini hanya ditemukan di pulau Kalimantan dan Sumatera.
Populasi global orangutan menurun drastis dalam duapuluh tahun terakhir dan sekarang ini jumlahnya
kurang dari 15,000. Konsesi ini juga memiliki Agile Gibbon (Hylobates agilis albibonger ). Harimau
(Panthera tigris) dan Leopard (Panthera pardus) tidak ada di Borneo. Kucing terbesar adalah Clouded
leopard (Neofilis nebulosa) yang ditemukan di sepanjang Kalimantan di manapun ada hutan, termasuk
kawasan PT Erna. Dari 420 jenis burung yang ada di pulau ini, 37 diantaranya adalah endemik, dengan
25% yang endemik berada di hutan dataran rendah (MacKinnon 1996). Satu spesies burung di
Kalimantan yang hampir punah dan misterius dilaporkan ada dalam konsesi PT Erna (E. Pollard pers
obs). Burung Merak Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri ) terbatas pada hutan dataran rendah dan
populasi globalnya kurang dari 1000. Satwa-satwa dari kelompok ikan, reptil dan amfibi kurang begitu
dikenal di Kalimantan namun tampaknya sama dilihat dari tingginya keragaman dan endemiknya di
kawasan pegunungan. Sebagai contoh, Kalimantan memiliki kekayaan tertinggi untuk spesies ular (166
spesies) dan ikan air tawar (394 jenis) dari semua pulau-pulau di Indonesia, termasuk Papua. Kalimantan
juga memiliki kekayaan tertinggi untuk amfibi di bioregional Sunda. Distribusi taksa ini kurang dikenal
di pusat Kalimantan, namun dapat diasumsikan bahwa sebagian besar dari mereka ditemukan di hutan-
hutan dan sungai-sungai di sekitar konsesi PT Erna.

Konteks sosial ekonomi:

Keberadaan masyarakat lokal jelas ada di dalam dan di sepanjang konsesi, dalam hal populasinya dan
tataguna lahan. Mereka dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori dalam hal hubungannya dengan
konsesi itu: (1) desa-desa di dalam konsesi yang menggunakan kawasan konsesi; (2) desa-desa di luar
konsesi yang menggunakan kawasan konsesi; dan (3) desa-desa sepanjang koridor jalan yang
menghubungkan konsesi dengan log pond dan jalan umum.

Ada 14 desa di dalam konsesi, dan delapan lagi di luar batas selatan dari konsesi tersebut.
Keduapuluhdua desa ini sebenarnya terdiri dari 24 perkampungan, karena ada dua perkampungan lagi
yang terletak di kawasan terpisah, namun masih menjadi bagian dari batas administrasi yang sama (yang
disebut sebagai dusun). Tigabelas dari 14 desa, dan ladang mereka, mengikuti dua sistem sungai besar
yang mengaliri bagian utara-selatan di sepanjang konsesi. Menurut perkiraan, total populasi dalam
ketigabelas desa itu sejumlah 4,286 jiwa. Perkiraan lainnya menunjukkan bahwa dalam ketigabelas desa
tadi, terdapat 895 keluarga yang total jumlah penduduknya sebesar 3,977 jiwa.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 16 July 2005


Perkiraan jumlah penduduk dalam Tabel berikut diambil dari Corporate Statement pada tanggal 1
January 2003, yang juga digunakan dalam Monografi Desa, Maret 2002. Dari Utara ke selatan
sepanjang Sungai Manjul, terdapat desa dan dusun berikut ini:

Tabel 6 Statistik tentang Desa-Desa di dalam dan dekat dengan konsesi

Keluarga*
Nama Desa Jumlah (Kepala
Penduduk* Keluarga)
1a Nusa Tujuh (Dusun Buntut Sapau) -
1 Buntut Sapau 245 56
2 Tumbang Laku 339 71
3 Tumbang Kubang 248 60
4 Tumbang Sepunduk Hantu 312 67
5 Tumbang Gugup 524 109
6 Tumbang Rantau Betung (Dusun Salau) - -
Total 1,668 363

Dari utara ke selatan, sepanjang Sungai Seruyan, terdapat desa-desa berikut:


Keluarga
Nama Desa Penduduk (Kepala
Rumahtangga)
7 Tumbang Posang 0
8 Tumbang Setawai 239 48
9 Tumbang Kasai 250 58
10 Tumbang Darap 518 122
11 Tumbang Bahan 428 94
12 Tumbang Kalam 179 43
13 Tumbang Tusuk Belawan 161 40
Total 1,775 405

Desa terakhir dalam konsesi, Mongoh Juoi, terletak di sepanjang batas tenggara, yang bersisian dengan
Sungai Pelingkau karena sungai itu menyatu dengan Sungai Kaleh:
Keluarga
Nama Desa Penduduk (Kepala
Rumahtangga)
14 Mongoh Juoi 240 56

Di luar batas selatan konsesi, sepanjang sungai Salau, terdapat desa-desa:


Keluarga
Nama Penduduk (Kepala
Rumahtangga)
15 Tumbang Magin 134 31
16 Tumbang Setoli 435 110
17 Tumbang Hentas 27 7
18 Tumbang Langkai 584 133
19 Rangkang Munduk 125 36
20 Tumbang Salau 272 75

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 17 July 2005


6a Marandang 115 34
21 Tumbang Suwai 144 39
22 Tumbang Magin 134 31

Sebelah utara batas konsesi, di sepanjang jalan kayu yang menuju konsesi, ada tujuh
perkampungan:
Dusun Desa Penduduk Km. No.
1 Senain Madya Raya 600 74
2 Jongkong Sasak Pekawai 312 57
3 Meta Makmur Mekar Pelita 222 44
4 Sungai Enau Nanga Pintas 360 34
5 Nanga Boli Nanga Pintas 210 28
6 Bemban Pengersit Landau Garong 465 17
7 Emang Manggala 516 12

Hampir semua anggota masyarakat adalah Dayak, dari sejumlah suku seperti: Kuhin, Dohoy, Sebaung,
Kaninjal, dan Kahayan, Melayu dan Ot Danum. Beberapa desa merupakan tempat tinggal bagi mereka
yang datang dari tempat lain di Indonesia: ada dua orang Sumbawa di Kubang, satu orang Jawa di
Darap. Mereka ini mulai bekerja dengan perusahaan dan akhirnya mapan hidup dengan masyarakat
lokal.

Praktek beragama berbeda dalam tiga agama utama: Kristen, Islam dan bentuk animisme yang disebut
sebagai Hindu Kaharingan. Berdasar dokumen-dokumen perusahaan, dalam konsesi tersebut, Hindu
Kaharingan merupakan agama yang banyak penganutnya, kira-kira 1,720 orang. Desa-desa dengan
banyak penganut Hindu Kaharingan adalah Tumbang Gugup dengan 95 persen, Mongoh Juoi dengan 87
persen, Sepunduk Hantu dengan 74 persen, dan Setawai dengan 63 persen. Populasi Islam total dalam
konsesi itu lebih dari 1000 orang. Desa-desa dengan banyak penganut Islam adalah Darap dengan 77
persen, dan Tumbang Laku dengan 100 persen. Jumlah total pemeluk Kristen adalah 1,253 orang yang
1,094 orang diantaranya adalah Protestant. Desa-desa dengan banyak pemeluk Kristen adalah Tumbang
Kasai dengan 73 persen, Tumbang Bahan dengan lebih dari 50 persen, Buntut Sapo dengan 94 persen,
Tumbang Kalam dengan 65 persen, dan Tumbang Kubang dengan 73 persen.

Desa-desa di dalam dan sekitar konsesi telah ada sejak dulu, mungkin dari 50 hingga 90 tahun lalu,
meskipun perkiraan dari masyarakat itu sendiri adalah perkiraan kasar. Berdasar wawancara, Sepunduk
Hantu dan Kasai telah ada dalam lokasinya sekarang sejak tahun 1920an; Tumbang Kubang sejak
1930an.

Kebiasaan adat atau tradisional terlihat lebih kuat dalam Hindu Kaharingan dibanding dengan agama
lain. Sebagai contoh, hanya desa-desa dengan pemeluk Kaharingan yang memiliki Kepala Adat dan juga
Kepala Desa. Selain itu, masyarakat Hindu Kaharingan menggunakan beberapa lokasi yang berbatasan
dengan kawasan hutan untuk berbagai ritual dan upacara.

Masyarakat memiliki ladang yang sangat ekstensif, dimana mereka menanam tanaman untuk konsumsi
sendiri dan untuk tujuan komersial. Yang ditanam di ladang adalah padi, ubi jalar, singkong, dan
berbagai sayuran dan buah-buahan. Kopi dan karet juga ditanam. Menurut kebiasaan mereka, mereka
akan berpindah ladang setiap tahun dan kembali ke ladang yang sama secara berkala. Lamanya masa ini
bervariasi antara kedua sistem sungai tersebut. Di sepanjang Sungai Manjul, rotasi ladang terjadi kira-
kira setiap 10 tahun (meskipun angka ini bervariasi antara 8 dan 15 tahun menurut anggota masyarakat).
Sepanjang Sungai Seruyan, rotasi ladang terjadi setiap 3-5 tahun, menurut anggota masyarakat. Namun,

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 18 July 2005


observasi langsung dari tim penilai menunjukkan bahwa beberapa ladang telah tidak digunakan selama
15-20 tahun.

Anggota masyarakat menjual ke pasar lokal dan Perusahaan. Pasar lokalnya terletak di Nanga Pinoh.
Penjualan ke Perusahaan bisa dilakukan secara individu atau melalui koperasi yang terletak di base
camp. Penjualan ke Perusahaan merupakan pendapatan tunai yang signifikan untuk masyarakat lokal.

Masyarakat melaporkan rata-rata setiap rumahtangga akan mengelola ladang kira-kira seluas satu hektar,
namun ini bervariasi sekitar 1 hingga 1.5 hektar. Angka ini sama dengan angka yang diberikan oleh
pegawai Perusahaan. Di Tumbang Darap, ukuran ladang untuk setiap keluarga diperkirakan adalah
sekitar dua hektar. Sekali lagi, perkiraan ini hanyalah perkiraan kasar, dan dapat diperbaiki sejalan
dengan waktu melalui survey lapangan tambahan.

Dengan asumsi paling tinggi dua hektar, dengan jumlah 768 keluarga, selama 10 tahun, total ladang
yang dimanfaatkan oleh masyarakat sudah mencapai kira-kira 9,210 hektar. Masyarakat di sepanjang
Sungai Manjul melaporkan bahwa ladang yang ada sekarang dapat memenuhi tujuan mereka dan ada
beberapa individu yang sedang membuat ladang baru. Namun demikian, meskipun informasi ini tidak
dapat diandalkan, laporan perusahaan menyatakan dalam corporate statement mereka pada bulan Januari
2003 bahwa pembukaan ladang baru cukup tinggi. Selama masa 2000-02, ada sekitar 2,550 hektar
ladang baru yang dibuka (perkiraan untuk 2001 dan 2002 sama, kira-kira 1050 hektar tiap tahun).

Interaksi utama antara masyarakat dan hutan adalah dalam menyiapkan ladang baru. Namun, mereka
juga menggunakan hutan untuk sumber kayu dan non kayu (sebagaimana dibahas dalam Temuan pada
Prinsip 2 dan 3). Sebagian besar mereka juga berburu babi liar dan ada sedikit bukti perburuan spesies-
spesies burung, seperti burung rangkong. Hampir semua desa mencari ikan, dengan laporan kelimpahan
ikan saat ini yang berbeda (beberapa melaporkan adanya penurunan potensi ikan terutama pada blok
tebang, beberapa masih stabil). Penduduk desa menggunakan perahu dan ketinting, yang menjadi
kendaraan utama, dilengkapi dengan mesin panjang berkekuatan 15 HP, untuk mengarungi sungai.
Beberapa penggunaan nonkayu meliputi pengumpulan buah-buahan, yang dikenal secara luas, dan tiap
desa memiliki kawasan tersendiri untuk pengumpulan buah-buahan ini. Rotan juga dipanen oleh
masyarakat, seperti ulin, yang mengundang para kolektor untuk datang ke kawasan tersebut.

Hanya ada satu jalan yang menghubungkan konsesi dengan dunia luar. Jalan ini adalah jalan sepanjang
97 km yang dibangun oleh Perusahaan dari log pond dekat Nanga Pinoh di Kalimantan Barat, hingga di
dalam base camp pada konsesi. Semua jalan dalam konsesi tersebut berujung di jalan ini. Perusahaan
mengontrol akses ke dalam konsesi, yang merupakan aspek penting dalam mengendalikan penebangan
liar.

Keseluruhan kawasan konsesi menggunakan kawasan hingga ke selatan melalui berbagai sungai utama.
Sementara sungai-sungai tersebut tidak dapat digunakan untuk transport log komersial, rakit-rakit kecil
dapat dihanyutkan ke sungai. Bagian yang dapat dihanyuti sepanjang batas selatan dibatasi oleh kawasan
vegetasi sekunder yang ekstensif dan ladang aktif. Hal ini secara signifikan bisa mengurangi resiko
penebangan liar yang menggunakan akses sungai.

1.5. Produk yang dihasilkan dan Lacak Balak

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 19 July 2005


A. Sertifikat Lacak Balak

Perusahaan melaksanakan penandaan dan pelabelan pohon yang sistematis dan terlihat memiliki kontrol
yang baik terhadap inventarisasi stok tegakan. Pelabelan pohon-pohon komersial mengikuti peraturan
Dephut. Pemetaan posisi pohon sangat akurat dan dapat diandalkan.

Pada penumbangan, nomor pohon dipatok pada kedua ujung log dengan tambahan informasi dalam hal
kode identifikasi scaler, nomor produksi log, panjang, diameter, kode spesies dan nomor petak.

ID scaler Y.508.A # Prduksi Y.508.A


Panjang 12.5 – 114 (1st log) RR45
MM Petak # 227
Spesies Diameter
Tree#

Laporan hasil produksi (LHP) kemudian dibuat dan diperiksa silang dengan laporan cruising (LHC).

Semua truk yang mengangkut log memiliki Trip Ticket (surat jalan), yang mendata nomor produksi log
pada masing-masing log. Contoh acak dari nomor produksi ini diambil dari TPK pusat dan diperiksa
silang terhadap sistem kontrol inventarisasi yang dikomputerisasi di base camp yang menghasilkan
seluruh data yang dimasukkan dalam ujung-ujung log.

Check kontrol inventarisasi juga dilaksanakan di log pond. Perusahaan terlihat memiliki kontrol yang
ketat terhadap pemindahan inventarisasi dan harusnya tidak ada kesulitan dalam melakukan standar
sertifikasi lacak balak.

B. Spesies dan volume yang dicakup oleh Sertifikat

Data produksi spesies diperoleh untuk tahun 2001 dan diringkas sebagai persentasi dari total produksi
untuk satu tahun dalam tabel berikut ini. Ada perbedaan kecil dari tahun ke tahun tergantung pada variasi
alam pada hutan.

Tabel 7 Profil Spesies yang ditebang


Spesies Nama ilmiah Persenta Produk
se
Red meranti group Shorea leprosula 37.7 Kayu lapis
White meranti group Shorea lamellate 6.9
Yellow meranti group Shorea Macrobalanus; 18.5
(incl. Mersawa) Anisoptera costata
Bangkirai Shorea laevis 10.1 Produk kayu solid, juga
untuk kayu lapis khusus
Keruing Dipterocarpus confectus 16.4 Kayu lapis
Geronggang Cratoxylum arborescens “Fancy wood”:
Nyatoh Palaquium blanco

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 20 July 2005


Resak Vatial rassak 3.0 Molding, mebel dll.
Sindur Swodra wallichii
Bungur Lagerstroemia speciosa
Rengas Melanochyla auriculata
Others Mixture 7.9 Kayu lapis
100%

C. Gambaran tentang Rencana Kapasitas Pengolahan yang dicakup oleh Sertifikat

Satu-satunya pabrik pengolahan kayu perusahaan ini ada di Sanggau, Kalimantan Barat. Konsesi PT
Erna Djuliawati merupakan satu-satunya sumber bahan baku untuk pabrik ini.

Kapasitas output yang diijinkan untuk PT Erna adalah 203,900 m3/tahun yang ditetapkan oleh Dirjen
Industri Aneka No. 210/DJA/PP/D.IV/XI/1995. Kapasitas ini ini adalah untuk pabrik kayu lapis yang
memproduksi:

Jenis Produk Kapasitas


output yang
diijinkan (m3)
Kayu gergajian 18,000
Kayu lapis 134,000
Blockboard 27,900
Polyester 24,000
Total 203,900

Saat ini pabrik tersebut beroperasi berdasar dua 2-shift. Berdasar hasil diskusi dengan manajemen
senior, pabrik tersebut membeli kira-kira 80% bahan baku log dari konsesi ini.

Orientasi ekspor perusahaan ini adalah:

China & Hong Kong 60%


Jepang 33%
Pasar Asia Tenggara 3%
Timur Tengah 3%
USA 1%

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 21 July 2005


2. PROSES PENILAIAN SERTIFIKASI

2.1. Tanggal Penilaian

Pertemuan dengan top manajemen PT Erna Djuliawati dan keseluruhan tim penilai dilakukan
di kantor pusat Jakarta pada tanggal 8 Juli 2003. Penilaian lapangan dilaksanakan dari
tanggal 9 hingga 17 Juli 2003.

Tabel 8 Kegiatan Penilaian

Tanggal Lokasi Kegiatan Peserta


26 Juni2003 Pertemuan Perwakilan TUV &
Palangkaraya, Kalteng
multistakeholder. SmartWood
7 Juli 2003 Perencanaan awal oleh Keseluruhan anggota
Jakarta
tim tim SmartWood
8 Juli 2003 Pertemuan dengan Tim SmartWood &
Jakarta – PT Eran Djuliawati
pejabat teras TUV
9 Juli 2003 JKT – Concession base camp Travel
10 Juli 2003 Sintang, W. Kalimantan Pertemuan publik DM
10 Juli 2003 Pertemuan dan Semua anggota tim
Kantor Base Camp
pengumpulan dokumen
11-15 Juli Kunjungan lapangan Semua anggota tim
Konsesi
2003 pada konsesi
16 Juli 2003 Presentasi dan review Semua anggota tim
Base Camp
serta penutupan
17 Juli 2003 Perjalanan ke Jakarta Semua anggota tim
21 Juli – 29 Persiapan draf pertama Semua anggota tim
Agt Jakarta laporan dan konsultasi
lebih lanjut

2.2. Tim Penilai

Arthur W. Klassen, Pimpinan Tim dan Spesialis Kehutanan


Saat ini (dan untuk 3 ½ tahun belakangan), Direktur Regional dari Tropical Forest
Foundation (TFF) yang mengkhususkan diri pada pelatihan tentang penebangan berdampak
rendah. Mr. Klassen memiliki pengalaman selama 32 tahun dalam berbagai kegiatan
pengelolaan hutan, perencanaan, operasional, permesinan, inventarisasi dan pelatihan-
pelatihan. Dia telah mengerjakan hal-hal tersebut selama lebih dari 17 tahun dalam hal
proyek-proyek pembangunan hutan di Tanzania, Guyana, Iran, Bhutan, dan Indonesia. Mr.
Klassen adalah lead assessor yang dilatih oleh SmartWood dan telah ikur dalam kegiatan 2
kegiatan penilaian sertifikasi, satu scoping dan satu peer review. Selain dengan TFF,
pengalaman Indonesiannya meliputi 13 jenis pekerjaan jangka pendek mengenai pengelolaan
hutan, kebijakan kehutanan, pelatihan, penelitian operasional, kehutanan masyarakat dan
penilaian hutan.

Edward Pollard, Penilai Ekologi

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 22 July 2005


MSc dalam bidang Anthropology. Enam tahun pengalaman dalam ekologi hutan, ekologi
manusia hutan tropis dan pengelolaan kawasan lindung. Mr. Pollard merupakan spesialis
dalam perancangan kawasan lindung dan pengembangan strategi konservasi yang dapat
diterapkan pada lingkungan ekologi, sosial dan politik dari satu lokasi. Dia telah bekerja di
Indonesia selama lebih dari 5 tahun dan sangat lancar berbahasa Indonesia. Ini merupakan
pengalaman pertamanya dalam melakukan penilaian sertifikasi FSC, namun dia memiliki
pengalaman dalam mengembangkan strategi konservasi dalam konsesi hutan alam dan
identifikasi serta pengelolaan HCVF di Indonesia.

Dwi Rahmad Muhtaman, Asesor Sosial


Dengan gelar MPA dari Auburn University, Alabama, Mr. Muhtaman memiliki 10 tahun
pengalaman dalam permasalahan kebijakan kehutanan dan keanekaragaman hayati dan telah
bekerja dengan sertifikasi hutan selama enam tahun. Dia telah berpartisipasi dalam tujuan
penilaian konsesi hutan di Indonesia dan juga sangat aktif dalam penilaian sertifikasi lacak
balak. Dia juga menjadi penulis utama dalam buku yang berjudul Kriteria dan Indikator untuk
Hutan Tanaman yang lestari di Indonesia, yang diterbitkan oleh CIFOR dan ACIAR, 2000.
Dia juga anggota pendiri LATIN dan aktif dalam mengembangkan kolaborasi
SmartWood/LATIN di Indonesia. Dia sekarang ini bekerja sebagai konsultan independen and
associate pada LATIN Inc, sebuah kelompok konsultasi untuk pembangunan berkelanjutan.

Jason M. Patlis, Penasehat Hukum/Asesor Sosial


Mr. Patlis adalah Director, Asociate untuk Hukum Lingkungan dan Pengembangan
Perundangan yang mengkhususkan diri pada reformasi dan tatakelola hukum lingkungan
hidup. Dia tinggal di Indonesia selama tiga tahun, untuk menyelesaikan Beasiswa Fulbright
Senior pada tahun 2000-01, dan saat ini melayani berbagai klien dalam sektor pantai, laut dan
kehutanan termasuk The World Bank, U.S. AID, Packard Foundation, The Nature
Conservancy dan lainnya. Sebelum ke Indonesia, dia bertugas sebagai Majority Counsel
untuk Komite Lingkungan dan Pekerjaan Umum dari U.S. Senate (1997-2000), dan sebagai
counsel pada kantor Counsel Umum di dalam National Oceanic and Atmospheric
Administration (NOAA), yang menangani permasalahan perikanan dan hidupan liar domestik
dan hidupan liar. Dia telah berpartisipasi dalam kegiatan peer review dan scoping untuk PT
SmartWood, Indonesia.

Peer Review

Tiga peer reviewer independen (internasional dan nasional) diseleksi untuk proses penilaian
ini, berdasar pengalaman sertifikasi mereka, dan juga pengalaman dengan pengelolaan hutan
dan permasalahan kebijakan hutan di Kalimantan.
• 1 spesialis pengelolaan hutan dengan gelar PhD.
• 1 peneliti permasalahan kehutanan masyarakat dengan gelar PhD.
• 1 ilmuwan sosial dengan gelar PhD.

Tim Audit Verifikasi Prekondisi:

Edward Pollard, Pimpinan Tim/Asesor Ekologi


Lihat di atas.

Cecep Saepulloh, Pengelolaan hutan


Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor. Setelah lulus dari IPB, dia bekerja dengan
perusahaan kehutanan (HPH dan industri kayu) di Kalimantan (Kalimanis Group) selama 5

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 23 July 2005


tahun. Saat ini dia adalah manajer dari program sertifikasi hutan di PT. TUV International
Indonesia. Dia telah melakukan banyak audit untuk Penilaian Lacak Balak dan Pengelolaan
Hutan (Standar LEI dan FSC) sejak tahun 2001. Selain itu, dia juga telah melakukan banyak
audit untuk Environmental Management System (EMS) ISO 14001 dan Quality Management
System (QMS) ISO 9001 di Indonesia.

2.3. Proses Penilaian

Selama fase-fase penilaian lapangan, pelaporan dan pengambilan keputusan dalam proses
penilaian ini, tim penilai dan SmartWood melakukan langkah-langkah berikut sebagai bagian dari
proses sertifikasi SmartWood:

1) Perencanaan Pra-penilaian dan review dokumentasi – Tim penilai bertemu pada


tanggal 7 Juli untuk membagi dokumen dan membahas alokasi tugas umum. Dokumen yang
dibagikan sebelum perjalanan meliputi laporan scoping dan penilaian dari proses sertifikasi
sebelumnya yang diselenggarakan oleh SGS, dan juga dokumen rencana pengelolaan. Begitu
datang ke camp, tim melakukan review dokumen dengan ekstensif. Malam itu, tim
mendiskusikan dan merencanakan jadwal penilaian secara umum.
Semua pejabat dan staff PT Erna ada selama penilaian lapangan berlangsung (Lampiran I).
Berbagai laporan, prosedur, peta, manual dan dokumen lainnya tersedia untuk tim penilai
selama kunjungan ke konsesi tersebut. Daftar dokumen lengkap yang direview oleh pakar
sosial ada dalam Lampiran VII. Sampling dokumentasi yang direview selama proses
penilaian meliputi:
o Laporan Utama : Analysis Dampak Lingkungan HPH PT ERNA DJULIAWATI. March
1997 (Penilaian Dampak Lingkungan: Laporan Utama)
o Rencana Pengelolaan Lingkungan. March 1997
o Petak ukur permanen untuk pengukuran pertumbuhan dan riap hutan bekas tebangan –
PUP seri II.
o Laporan analisa vegetasi virgin forest dan LOA, RKL II s/d V. Jan 2003
o Laporan Pemantauan Satwa Liar di areal hutan alam produksi PT ERNA DJULIAWATI.
Dec 2002.
o Laporan Inventarisasi Satwa Liar di areal hutan alam produksi PT ERNA DJULIAWATI.
July 2003.
o Prosedur Operasional Pemantauan Kegiatan Pembinaan Hutan : EDL-II/SOP/DPL-VI.1
to 6
o Standard Operating Procedures Pelaksanaan Permanent Sample Plots di areal hutan
alam produksi EDL-II/03/SOP/LING-PSP.
o Rencana Pengelolaan Hutan Lestari Januari 2003.
o Realisasi Pencapaian Pengelolaan Hutan Lestari :Aspek Ekologi.
o Penjelasan tentang tugas dan pekerjaan pada PT Erna Djuliawati
o Peta HCVF, Citra lansat 2002 [120/61 (17th May 2002)]
o Peta HPH dengan skala 1:100,000; 1:50,000 dan juga peta blok operasional untuk 11
tahun pertama operasional yang dihasilkan dari survey lapangan dengan skala 1:1,000.
o Peta laporan kemajuan operasional dengan skala 1:50,000.
2) Pertemuan dengan pejabat senior dan manajemen camp – Tim penilai bertemu
pada tanggal 8 Juli dengan pejabat senior PT Erna untuk membahas visi dan tujuan
perusahaan, operasional umum dari PT Erna dan perusahaan induknya, Group Lyman, untuk

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 24 July 2005


mengumpulkan beberapa dokumen seperti audit keuangan perusahaan, dan untuk membahas
logistik dalam kunjungan lapangan. Setelah kedatangan ke camp, manajemen camp
mempresentasikan tinjauan yang mendalam tentang operasional dan manajemennya. Selama
kunjungan lapangan, berbagai pertemuan informal digelar dengan manajemen lokasinya.
Setelah penyampaian draf laporan dengan prekondisi, SmartWood dan PT Erna bertemu
beberapa kali pada tahun 2004 untuk saling mengetahui kemajuan atau persyaratan untuk
menyelesaikan sertifikasi.
3) Pemilihan lokasi dan Pemeriksaan Lapangan:
Konsesi dibagi menjadi petak dengan ukuran 1,000 x 1,000 m yang diidentifikasi menurut
sistem penomoran abjad-nomor. Dalam banyak hal sistem ini cukup memadai untuk
mengidentifikasi lokasi-lokasi yang dikunjungi.
Kegiatan operasional konsesi dipisah ke dalam dua kompartemen yang memiliki ukuran yang
sama. Kompartemen A di bagian Timur dan B di bagian Barat. Dalam rangka
menginvestigasi ekologi dan dampak kegiatan logging pada keseluruhan kawasan konsesi,
kunjungan dilakukan pada kedua compartemen tersebut. Sebisa mungkin pemilihan lokasi
distratifikasi dalam kedua kompartemen itu.
Dalam semua kunjungan anggota tim penilai ditemani oleh perwakilan dari PT Erna.
Kunjungan khususnya melibatkan pengamatan kegiatan dan lapangan dan permintaan
penjelasan tentang kegiatan dari staf Perusahaan. Sebisa mungkin pertanyaan diperiksa silang
dengan orang lain, laporan-laporan lain dan pertanyaan yang berulang.
Inspeksi oleh tim gabungan dilaksanakan pada semua kegiatan produksi dan kegiatan
pembangunan jalan. Berbagai lokasi dikunjungi untuk memeriksa kondisi hutan setelah
pembalakan dan untuk menegaskan pelaksanaan sistem TPTJ. Situs-situs budaya yang
teridentifikasi juga dikunjungi untuk memeriksa demarkasi dan pengamatan pada status
lindungnya. Lokasi persemaian diperiksa dan juga sebagian besar infrastuktur camp di
sepanjang konsesi itu.
Penilaian ekologi meliputi kunjungan ke lokasi logging dan hauling pada blok logging 2002.
Kunjungan ini dilakukan pada dua kompartemen tadi. Dalam rangka menilai dampak
penebangan dan penyaradan pada kegiatan ekologi hutan dilakukan pengamatan pada Petak
R34. Diamati juga ketaatan perusahaan dengan penyangga sisi sungai. Pembangunan jalan
dan penggunaannya untuk hauling diamatai pada kawasan tebang 2003 termasuk tempat
penumpukan log di RR 45.
Blok-blok logging terdahulu dikunjungi untuk menginvestigasi dampak kegiatan logging di
masa lalu dan efeknya pada sistem TPTJ. Kedua kawasan dalam RKT tahun 2001 dikunjungi
(WW 38 dan S 30). Penerapan awal dari TPTJ mengikuti rejim penebangan yang lebih
intensif daripada yang dilaksanakan sekarang. Kawasan ini juga dikunjungi (blok S30) untuk
melihat dampak dan derajat regenerasinya.
Kegiatan monitoring diamati pada blok WW 38 dan WW 30 dimana ada plot PUP dan erosi.
Polusi dan infrastruktur diperiksa pada basecamp dan kamp produksi pada Branch 1200.
Hutan yang belum ditebang (yang diusulkan dalam RKT 2004 dan 2005 di Kompartemen B).
juga dikunjungi untuk menilai kebutuhan akan kawasan konservasi dan analisis HCVF.
Kedua kawasan ini diakses dengan jalan kaki dari blok 2002. (Q31 ke O31 to M/L 32/33).
Banyak waktu untuk mereview banyaknya dokumentasi peta, data dan sistem pegnelolaan
Tabel 9 Lokasi yang dikunjungi selama penilaian
Tanggal Lokasi/Tujuan Titik Anggota

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 25 July 2005


(2003) koordinat tim
10 Juli Base Camp – review dokumen dan arientasi Seluruh tim
11 Juli Kawasan logging yang aktif pada RKT 2003, Compt. R 34/35 Seluruh tim
‘B’
11 Juli Pembangunan jalan Compt. ‘B’ Q 35 Seluruh tim
11 Juli PSP#32 dalam RKT 2002; plot kerusakan dan S 30 AK,EP
pertumbuhan
11 Juli Persemaian Sungai Jenang V 29 AK,EP
11 Juli Camp Produksi, Compt. ‘B’, Br. 1200 II 28 AK,EP
11 Juli Situs budaya Batu Nyempit dan Sepan Biha R 36 JP,DM
12 Juli Poliklinik pada Base Camp Km. 97 JP,DM
12 Juli Post batas TT 44 AK,EP
12 Juli Kawasan logging yang aktif pada RKT 2003, Compt. RR 45 AK,EP
‘A’
12 Juli TPK: log yard/transfer point, Compt, ‘A’ Km. 156 AK
12 Juli PUP WW 30 EP
12 Juli Kawasan TPTJ, RKT 2002 – pemeriksaan WW 38 AK,EP
pelaksanaan TPTJ
12 Juli RKT 1999/00 – upaya pertama melaksanakan TPTJ WW31, XX31 AK
12 Juli PUP – rangkaian PUP kedua AF 18 AK, EP
12 Juli Desa Tumbang Kubang dan Desa Sepunduk Hantu - JP,DM
13 Juli RKT 1992/93 – pemeriksaan blok tebang berusia 10 KK 18 AK
tahun
13 Juli LITBANG bereksperimen dalam hal TPTJ dengan KK 17, KK 18 AK
berbagai tanaman
13 Juli PUP – rangkaian PUP pertama HH11 AK
13 Juli Desa Tumbang Kasai, Desa Setawai, Desa Darap - JP,DM
14 Juli Desa Tumbang Bahan, Tumbang Kalam, Manjul - JP,DM
(bertemu dengan pejabat pemerintah daerah)
14 Juli Kawasan hutan primer – penilaian HCV M & L 32,33 EP
15 Juli Desa Langke, Desa Hentas - JP,DM
15 Juli TPK pusat base camp – pemeriksaan penelusuran Km. 97 AK
inventarisasi
15 Juli Persemaian utama Km. 95 AK
15 Juli workshop pusat dan areal camp Km. 97 AK
16 Juli Desa Senain - JP,DM
16 Juli Log pond; pemeriksaan penelusuran log, lingkungan Km.0 Seluruh tim
dsb.
AK = Art Klassen EP = Ed Pollard
JP = Jason Patlis DM = Dwi Muhtaman

Lokasi-lokasi yang dikunjungi selama audit verifikasi prekondisi

15 Maret 2005: Base Camp Beruang. Km 93.

16 Maret 2005:
√ Base Camp Beruang. Km 93
√ AA 34. lahan pertanian baru yang dibuka pada tahun 2003. Saat ini digunakan
sebagai dasar untuk pengumpulan kacang illipe.
√ Hutan Adat Biukit Sekajang (AA 31, 33. BB 33, 34). Pemeriksaan lokasi dan
demarkasi kawasan HCVF.
√ Kanton Satwa (AA 35, 36). Pemeriksaan lokasi, kondisi dan demarkasi kawasan
konservasi keanekaragaman hayati.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 26 July 2005


17 Maret 2005:
√ Bukit Beruang. Pemeriksaan kondisi dan kesesuaian perlindungan daerah aliran
sungai dan kawasan konservasi keanekaragaman hayati.

4) Interview lapangan/Konsultasi stakeholder

Lokasi desa-desa hanya dipilih oleh auditor, berdasarkan persepsi mereka tentang adanya potensi
konflik ekonomi dan sosial, baik di masa lalu dan masa kini. Dalam memilih lokasi desa untuk
dikunjungi, auditor mencari informasi dan pengalaman seluas mungkin, baik yang positif ataupun
yang negatif. Karena itu, desa-desa terpilih adalah desa-desa di dalam PGM, luar PGM,
sepanjang batas selatan yang dicirikan oleh hutan virgin dan sepanjang koridor jalan.

Dalam hal proses wawancara lapangan, setiap wawancara di desa mengikuti format yang sama.
Pejabat perusahaan menfasilitasi perkenalan antara auditor dan pimpinan desa atau pimpinan
adat, dan kemudian mereka pergi, sehingga auditor akan mewawancarai penduduk desa sendiri.
Auditor kemudian menjelaskan apa dan siapa SmartWood/LEI, proses dan alasan kunjungan.
Auditor mengundang sebanyak mungkin anggota desa sebagaimana yang diinginkan, dengan
pertemuan yang dihadiri oleh 5 hingga 25 peserta, tergantung pada jumlah penduduk desa.
Biasanya pertanyaan-pertanyaan dimulai dengan informasi tentang demografi desa, sejarah,
pemukiman, tinjauan ekonomi dan agama. Pertanyaan berikutnya akan mengangkat permasalahan
adat tentang penguasaan lahan, perburuan, tatapemerintahan, resolusi persengketaan. Pertanyaan-
pertanyaan kemudian fokus pada hubungan dengan perusahaan.
Sebelas desa dipilih untuk kunjungan lapang dan wawancara dengan anggota masyarakat.
Tumbang Kupang dipilih karena dekat dengan jalan, dan salah satu desa terdekat dengan base
camp, sehingga mereka mendapatkan perhatian dan sedikit kemacetan. Sepundu Hantu dipilih
karena anggota masyarakat tersebut menggunakan beberapa situs budaya pada Kompartemen B.
Tumbung Setawai dipilih karena belakangan sedang bernegosiasi untuk batas-batas (PGM)
dengan perusahaan, batas ladang mereka pada hutan yang ditebang sepuluh tahun lalu (memberi
masukan kepada tim tentang konflik di masa lalu, jika ada), dan batas pada hutan yang akan
ditebang pada tahun 2004 (memberi masukan pada tim tentang persiapan perusahaan,
pemahaman masyarakat dan upaya-upaya untuk mengurangi potensi konflik). Tumbang Darap
dipilih karena menjadi ibukota kecamatan dan memberikan peluang untuk bertemu dengan
pejabat Pemda. Hentas dan Langkai dipilih karena lokasi mereka terletak berbatasan di bagian
selatan konsesi, mereka menggunakan kawasan konsesi sebagai ladang, dan salah satunya berada
dalam PGM serta yang lainnya tidak.
Tema umum di semua desa, sebagaimana dijelaskan dalam temuan Prinsip 2 dan 3, sehubungan
dengan pemanfaatan ladang di dalam dan luar PGM, dan juga kawasan konsesi, meskipun ada
tanda batas oleh perusahaan
Tidak ada komentar, pertanyaan atau masukan lain dari stakeholder yang diterima setelah
penilaian lapangan. Tim audit verifikasi prekondisi mewawancarai beberapa penduduk desa
sebagai bagian dari audit ini.
5) Perkembangan Laporan Penilaian
Laporan penilaian ini dikembangkan selama lebih dari sebulan setelah selesai kunjungan
lapangan. Selama masa penyelesaian laporan asesor masih terus melakukan wawancara dengan
stakeholder dan penelitian lainnya.
6) Review laporan oleh Perusahaan dan Peer reviewer independen

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 27 July 2005


Perusahaan mereview laporan dan menyampaikan komentar kepada SmartWood pada bulan
Oktober 2003. Tim peer reviewer membaca draf laporan dan komentar perusahaan dan
menyampaikan laporan mereka ke SmartWood pada bulan Desember 2003. Setelah review input
secara substansial ini, dan tanggapan pada peer reviewer dan perusahaan untuk semua komentar,
SmartWood menyelesaikan laporan sertifikasi dengan Prekondisi pada bulan April 2004.
7) Finalisasi Laporan dan Keputusan Sertifikasi
Keputusan sertifikasi awal yang dibuat oleh SmartWood adalah bahwa perusahaan
direkomendasikan untuk sertifikasi setelah menyelesaikan lima prekondisi wajib yang perlu
dipenuhi sebelum sertifikasi bisa diberikan. Pada awal tahun 2005, setelah satu tahun bekerja
untuk memenuhi prekondisi, perusahaan meminta SmartWood untuk melakukan audit prekondisi.
Sebelum evaluasi lapangan, perusahaan memberikan dokumentasi kepada SmartWood mengenai
langkah-langkah yang diambil perusahaan dalam rangka memenuhi lima prekondisi tadi.
Meskipun dokumentasi sangat komprehensif, audit lapangan tetap diperlukan untuk
memverifikasi ketaatan. SmartWood melakukan audit selama empat hari untuk memverifikasi
prekondisi, yang berlangsung pada 14 hingga 18 Maret 2005. Temuan dan rekomendasi laporan
tim audit, yang difinalisasi pada bulan Mei 2005 adalah bahwa perusahaan telah memenuhi
semua prekondisi yang diwajibkan. Berdasar rekomendasi dan kesepakatan dengan hal tersebut,
SmartWood menerbitkan sertifikat untuk PT Erna Djuliawati pada tanggal 7 Juli 2005. Laporan
penilaian sertifikasi dan ringkasan publik dari laporan tersebut difinalisasi pada bulan Juli 2005.

2.4. Standards

Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan Prinsip dan Kriteria FSC dan Pedoman SmartWood
untuk menilai pengelolaan hutan di Indonesia (Draft 3, April 2003). Penilaian ini dilakukan
bersamaan dengan Dokumen LEI-V/5000-1/1, Pedoman LEI 5000-1: Sistem Pengelolaan Hutan
Alam Lestari. Penilaian sertifikasi merujuk pada Joint Certification Protocol antara LEI dan
lembaga sertifikasi yang diakreditasinya serta lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh FSC.

2.5. Proses dan Hasil Konsultasi Stakeholder

Tujuan dari strategi konsultasi stakeholder untuk penilaian ini ada tiga:
1) Untuk menjamin bahwa publik mengetahui dan menerima informasi tentang proses
penilaian ini dan tujuannya;
2) Untuk membantu tim penilai dalam mengidentifikasi potensi permasalahan; dan,
3) Untuk memberikan ragam peluang bagi publik untuk membahas dan bertindak terhadap
temuan-temuan dari penilaian ini.
Proses ini bukan sekedar pemberitahuan kepada stakeholder, namun sebisa mungkin berupa
interaksi stakeholder yang terperinci dan berarti. Proses interaksi stakeholder tidak berhenti
sampai pada kunjungan lapangan, atau untuk masalah tersebut, bahkan setelah keputusan
sertifikasi dibuat masih diperlukan interaksi dengan stakeholder. SmartWood menyambut baik
komentar terhadap perusahaan ini setiap saat dan komentar-komentar seperti ini sering
memberikan dasar untuk audit lapangan.
Permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi melalui komentar stakeholder dan
pertemuan-pertemuan publik

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 28 July 2005


Kegiatan konsultasi stakeholder diselenggarakan untuk memberikan peluang kepada peserta
dalam memberikan masukan menurut kategori umum kepentingan terhadap kriteria penilaian.
Dalam hal PT Erna, sebelum proses penilaian aktual berlangsung, ada dua pertemuan stakeholder
untuk konsultasi yang dijadwalkan, dengan menyebarkan undangan melalui email, FAX dan surat
biasa. Pertemuan stakeholder pertama dilakukan di Palangkaraya, ibukota propinsi Kalimantan
Tengah, pada tanggal 26 Juni 2003. Pertemuan tersebut dihadiri oleh LSM (Predator, Walhi,
SHK, FKD, LPSM), wartawan (Suara Kalteng, Palangkaraya Post, Media Kalteng), PHI,
Yayasan Pemberdayaan Masyarakat Seruyan Hulu), dan seorang dosen dari Universitas
Palangkaraya (lihat daftar peserta pertemuan konsultasi publik).
Beberapa permasalahan yang disoroti dalam pertemuan tersebut:
• Keprihatinan pada program bina desa, yang menurut peserta tidak memberikan cukup
dukungan pada masyarakat adat, dibandingkan dengan masyarakat imigran, khususnya yang
tinggal di sepanjang perbatasan.
• Keprihatinan bahwa kayu ulin ditebang oleh Perusahaan sehingga suplai untuk ada untuk
kebutuhan masyarakat.
• Perusahaan juga dituduh menebang pohon di luar RKTnya pada tahun 2002 dan beroperasi
pada hutan adat selama masa 2001-2002.
• Peserta juga menyebutkan bahwa tidak ada program pengembangan masyarakat di sepanjang
sungai Selau dan Manjul.
Ada pengakuan bahwa Perusahaan memberikan program beasiswa kepada masyarakat lokal dan
mendukung pengembangan Jurusan Hukum pada Universitas Palangkaraya, yang merupakan
tanda positif untuk mengisi kesenjangan pada kapasitas sumberdaya manusia pada bidang itu.
Pertemuan kedua dilakukan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat pada tanggal 10 Juli 2003.
Pertemuan Sintang dihadiri oleh LSM, universitas, Bappeda, Bappedalda, Dinas Kehutanan,
HPH, tokoh masyarakat. Pertemuan ini dimulai dengan mempresentasikan latar belakang tentang
proses sertifikasi dan tujuan pertemuan itu sendiri. Profil perusahaan secara singkat juga dibahas.
Kertas metaplan dibagikan kepada para peserta untuk memberikan input secara tertulis. Beberapa
peserta menyampaikan penghargaannya kepada kontribusi positif dari Perusahaan seperti akses
jalan pada kawasan-kawasan pedalaman, fasilitas pendidikan dan kesehatan, serta peluang
pekerjaan (meskipun beberapa juga berkomentar bahwa peluang pekerjaan yang disediakan tidak
memadai). Ada permasalahan pada pembangunan jalan koridor yang melintasi hutan lindung.
Ada saran untuk melakukan audit lingkungan (Amdal) dari jalan untuk mengidentifikasi dampak
yang ada sekarang. Konflik sosial sudah muncul di sepanjang jalan koridor. Para peserta
mengatakan bahwa paling tidak terjadi 56 demonstrasi selama 1998-2002 oleh masyarakat lokal
di sepanjang jalan. Demonstrasi itu berkisar antara klaim lahan hingga tuntutan kompensasi
karena binatang-binatang yang terbunuh oleh truk perusahaan.
Beberapa peserta mengkritik program PMDH sebagai program yang lemah dan kurang
kewenangan. Dalam hal struktur organisasi Perusahaan, PMDH ditangani dibawah kepala seksi
dalam divisi “Pembinaan Masyarakat.” Program PMDH seharusnya merekrut ahli sosial atau
antropologi sebagai staf dalam rangka memahami lebih baik karakter masyarakat di lokasi itu.
Namun demikian, ada penghargaan dalam hal PMDH sekarang yang mengembangkan fasilitas
pendidikan, transportasi publik dan pelayanan pertanian.
Tabel di bawah memberikan gambaran ringkas permasalahan yang diidentifikasi oleh tim
penilaian dengan sedikit pembahasan pada masing-masing permasalahn berdasar wawancara
khusus dan/atau komentar pada pertemuan publik. Karena dalam banyak hal tim penilai tidak
memiliki kesempatan untuk melakukan review lapangan dalam konsesi itu, tanggapan

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 29 July 2005


SmartWood berikut ini dimasukkan dalam Tabel untuk melengkapi dan tidak selalu ada dalam
tanggapan langsung dan segera terhadap pertanyaan stakeholder.

Table 10 menggambarkan secara ringkas komentar stakeholder dan temuan SmartWood dalam
hal masukan ini. Tabel ini mengkombinasikan dan meringkas komentar dari seluruh pertemuan
stakeholder karena banyak masukan sifatnya sama.

Tabel 10 Komentar Stakeholder

Prinsip FSC Komentar Stakeholder Tanggapan SmartWood


P1: Ketaatan pada 1. Ada tuduhan bahwa PT Erna 1. Pemeriksaaan lapangan yang ekstensi mengungkap
hukum dan tidak memenuhi kewajibannya bahwa penanaman dan penyulaman yang sistematis
Prinsip-Prinsip untuk menanami jalur pada mengalami kejadian mortalitas. Angka-angka
FSC sistem TPTJ produksi bibit memenuhi persyaratan TPTJ, namun
2. Ada tuduhan bahwa perusahaan review dari kapasitas persemaian menunjukkan
tidak membayar pajak, DR dan adanya kekurangan jika dilihat dari persyaratan total
PSDH stok. SW akan mengaudit mekanisme monitoring
3. Penebangan di luar RKT pada PT Erna untuk persyaratan bibit ini di audit-audit
tahun 2002. mendatang.
4. Ada keprihatinan bahwa konsesi 2. Catatan penyampaian pajak-pajak sudah lengkap,
PT Erna melebihi jatah sehingga tuduhan ini tidak benar.
seharusnya karena melebihi 3. Audit lapangan dalam RKT 2002 menunjukkan
100,000 ha sebagaimana tidak ada bukti mereka menebang di luar batas
ditetapkan dalam peraturan RKT.
Departemen Kehutanan. 4. Dipahami bahwa ukuran maksimum 100,000 ha per
perusahaan per propinsi diusulkan oleh mantan
Menteri Kehutanan Muslimin Nasution. Keputusan
ini tidak pernah ditegakkan oleh Menteri-Menteri
berikutnya.
P2: Hak 1. Salah satu permasalahan yang 1. Tenurial lahan di sepanjang jalan koridor tidak
penguasaan, hak dianggap sebagai penyebab berada dalam wilayah PT Erna karena hal ini
guna dan konflik di sepanjang jalan merupakan masalah pemerintah.
tanggungjawabnya koridor adalah tenurial lahan. 2. Perusahaan tidak menebang ulin pada prakteknya,
2. Ada kasus di Bukit Sekajang meskipun dilaporkan ada beberapa kerusakan yang
dimana perusahaan menebang tidak disengaja. (Lihat P3).
ulin, tengkawang, durian (pada 3. Tim penilai menemukan bukti bahwa PT Erna
tahun 2002) mendorong masyarakat lokal dengan cara yang
3. Penggunaan Brimob dalam konstruktif dan proaktif. Untuk memahami dan
konsesi khususnya dalam jalan mengelola “faktor intimidasi”, SmartWood meminta
koridor dianggap sebagai jalan perusahaan untuk melakukan analisis mendetil
bagi perusahaan untuk tentang dampak sosial ekonomi pada keberadaan,
menyelesaikan konflik lokal, penggunaan dan pemeliharaan jalan koridor pada
namun juga menjadi sumber masyarakat, termasuk keberadaan Brimob.
tekanan atau intimidasi bagi
masyarakat lokal.

P3 – Hak-hak 1. Stakeholder menunjukkan 1. Sebagaimana disebutkan di atas, Perusahaan


Masyarakat Adat keprihatinan bahwa sumberdaya mengakui bahwa mereka membuat kesalahan dan
tradisional seperti ulin tidak merusak ulin, tengkawang, durian dan HHNK
diberikan kepada masyarakat lainnya, namun Perusahaan telah membayar
lokal, malahan perusahaan kompensasi. Selain melalui Surat Keputusan
menebang ulin, tengkawang dan Direktur Utama PT Erna No. AAJ.Y/SBY-
durian pada tahun 2002 di Bukit KEP/04/XII/2002, Bukit Sekajang (terletak di Petak
Sekajang. AA-31, AA-33, BB-33 dan BB-34) telah

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 30 July 2005


dikeluarkan dari kawasan UPH dan dilindungi.
2. Ada tuduhan bahwa perusahaan Selain itu, perusahaan telah menunjuk beberapa
tidak mengijinkan masyarakat lokasi sebagai kawasan konservasi menyusul hasil
lokal untuk menggunakan ulin konsultasi dengan masyarakat.
karena dia adalah spesies yang 2. Kebijakan Perusahaan dalam hal penggunaan kayu
dilindungi. ulin bersesuaian dengan hukum-hukum yang
berlaku, dan Perusahaan melestarikan ulin untuk
digunakan masyarakat lokal. Pelestarian ulin
dikembangkan berdasar pada keberadaan ulin di
kawasan itu. Dimana ada ulin, perusahaan pasti
akan melindungi. Opini masyarakat yang disuarakan
adalah bahwa perusahaan tidak melarang penduduk
desa menebang ulin.

P4: Hubungan 1. Beberapa stakeholder 1. Temuan SmartWood menunjukkan bahwa ada


Masyarakat dan mengungkapkan keprihatinannya kelompok masyarakat adat yang telah terlibat dalam
Hak-Hak Pekerja bahwa program pengembangan program pengembangan amsyarakat. Hanya satu
masyarakat tidak diberikan desa di luar konsesi yang sedang menerima bantuan
kepada masyarakat adat. pengembangan masyarakat. Diakui bahwa program
Masyarakat di sepanjang pengembangan masyarakat ini merupakan proses
perbatasan menerima banyak yang terus berlangsung dan akan terus ditingkatkan.
dari keuntungan perusahaan. 2. Auditor menemukan bahwa program PMDH
2. Ada saran untuk mengubah merupakan inisiatif yang positif dan konstruktif
pendekatan dalam program meskipun pada tahap ini masih ada ketidaksetaraan
PMDH dengan pendekatan yang dalam penerapannya ke semua desa. Pelaksanaan
lebih partisipatif. PMDH belum memenuhi tujuan sebagaimana yang
3. Sejumlah masyarakat lokal diharapkan di seluruh desa. Ada kelemahan dalam
bekerja pada PT Erna tetapi partisipasi masyarakat dalam mendefinisikan dan
tanpa keahlian merencanakan PMDH, yang menjadikan
4. Ada keprihatinan sehubungan SmartWood mengeluarkan kondisi untuk hal ini.
dengan pendidikan dan 3. Dirasakan bahwa peluang pekerjaan untuk
kesehatan pada desa-desa di masyarakat lokal dapat ditingkatkan.
dalam konsesi. 4. SmartWood menemukan bahwa PT Erna telah
5. Masyarakat Selau dan Manjul bekerja dengan baik dalam hal pendidikan dan
tidak disentuh oleh program kesehatan dengan menyediakan rehabilitasi dan
PMDH. pembangunan sekolah, beasiswa, poliklinik dan
6. Pelatihan untuk masyarakat transportasi dari desa ke pusat kesehatan di camp,
masih sedikit tanpa pungutan bayaran.
7. Tidak ada perubahan yang 5. Auditor menemukan bahwa ada dua desa yang
signifikan pada kehidupan terletak di luar batas konsesi dan perusahaan tidak
masyarakat memiliki tanggungjawab hukum di sana.
8. Perusahaan menggunakan lahan 6. Ini merupakan evaluasi yang subyektif dan tidak
adat. dapat dipertimbangkan dalam hal program
9. Perusahaan kekurangan program dukungan pendidikan dari Perusahaan.
untuk pemberdayaan 7. Ini juga merupakan pernyataan yang subyektif
masyarakat. karena tidak ada dasar untuk perbandingan. Upaya-
10. Tuduhan dibuat bahwa upaya pengembangan masyarakat terlihat ekstensif
stakeholder yang hadir tidak dalam bidang pertanian, infrastruktur, pendidikan
mewakili stakeholder sebenarnya dan kesehatan.
yang memiliki kepentingan pada 8. Ditemukan bahwa Perusahaan telah berupaya keras
kinerja Perusahaan. dan bekerja bersama masyarakat lokal untuk
menunjuk lahan masyarakat pada sistem PGM.
Perusahaan juga berkonsultasi dengan masyarakat
untuk mengeluarkan lahan dengan kepentingan
budaya di dalam kawasan hutan.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 31 July 2005


9. Program PMDH sangat ekstensif dan dirancang
untuk memberdayakan masyarakat lokal.
Direkomendasikan bahwa Perusahaan
meningkatkan sosialisasinya mengenai program
yang sangat baik ini.
10. SmartWood terus berupaya untuk memberitahukan
kepada semua stakeholder dari proses penilaian ini
dan memberikan peluang untuk input dalam proses
konsultasi, yang bisa berbentuk pertemuan publik
atau melalui input langsung kepada SmartWood.

P5: Manfaat dari 1. Ada klaim bahwa terlalu banya 1. SmartWood telah memberikan Kondisi 19 pada PT
Hutan limbah yang ditinggalkan dalam Erna untuk mendokumentasikan kayu limbah yang
hutan oleh PT Erna dapat dihindari dan mengkaji kemungkinan
peningkatan pemanfaatannya.
P6: Dampak 1. Ada keprihatinan bahwa sekitar 1. Sementara hutan lindung terpaksa ditebang untuk
Lingkungan hidup 8-10 kilometer dari hutan membangun koridor, jarak yang diklaim terlalu
lindung harus ditebang untuk berlebihan. Juga harus diketahui bahwa ijin-ijin dan
membangun jalan koridor persetujuan telah diperoleh sebelum membangun
menuju konsesi. jalan tersebut.
2. Jalan koridor dibangun tanpa 2. Jalan akses koridor dibangun dengan baik, termasuk
drainase air pada sisi-sisi jalan. drainasenya.
P7: Rencana Tidak ada masukan. Tidak ada komentar.
Pengelolaan
P8: Monitoring & Tidak ada masukan. Tidak ada komentar
Penilaian
P9: Pemeliharaan Tidak ada masukan. Tidak ada komentar.
Hutan dengan nilai
konservasi tinggi

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 32 July 2005


3. HASIL, KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1. Pembahasan Temuan secara umum

Tabel 11 Temuan berdasar Prinsip FSC


Prinsip Kekuatan Kelemahan
P1: Ketaatan pada • Komitmen pada sertifikasi sangat • Penyelesaian analisis dampak kegiatan
hukum dan tinggi. Manajemen dan staf terlihat Perusahaan di luar batas konsesi (mis koridor
prinsip-prinsip sangat menyadari permasalahan dan dan desa-desa di sepanjang perbatasan selatan)
FSC terbuka dengan informasi. masih belum selesai dilakukan.
• Secara umum ketaatan dengan hukum • Pelaksanaan TPTJ oleh perusahaan tidak
dan peraturan sangat baik. konsisten dengan standar yang disusun dalam
• Pembayaran royalti, iuran, pajak dsb ijin konsesi. Meskipun praktek perusahaan
selalu dilakukan. sebenarnya bisa memperbaiki standar ini,
persyaratan untuk mendapatkan dukungan dari
pemerintah merupakan kapasitas perusahaan
untuk taat hukum.
{Diterbitkan Prekondisi 1 dan 2; Kondisi 1 dan
2}
[Kelemahan bisa diatasai, lihat ringkasan
prekondisi di bawah]

P2: Hak tenurial, • Ada komitmen yang kuat untuk • Perlu ada sosialisasi yang lebih banyak dari
hak guna dan mengembangkan batas-batas yang jelas perusahaan dan juga lebih banyak keterlibatan
tanggungjawabnya dengan lahan masyarakat melalui PGM masyarakat lokal dalam pengembangan dan
dan KPPL. Perusahaan telah membuat demarkasi PGM.
kemajuan besar dalam hal ini. • Status dan penggunaan kawasan ladang di
• Lokasi budaya dan penting telah masa depan harus diputuskan melalui proses
diidentifikasi, ditandai di lapangan dan konsultasi dengan masyarakat lokal.
dihormati pada prakteknya. {diterbitkan Kondisi 3, 4, dan 5 }
P3 – Hak-hak • Hak guna dalam PGM terjamin. • Sebagian besar ladang berada di luar PGM dan
masyarakat adat karenanya hak penguasaan atau hak guna
masih belum jelas.
{diterbitkan Prekondisi 2 & 5; Kondisi 6, 7, 8,
dan 9 issued}
[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan Prekondisi
di bawah ini]
P4: Hubungan • Pelayanan pada pekerja seperti • Proses-proses sosial menuju pada pemahaman
masyarakat dan perumahan, klinik kesejatan, fasilitasi terhadap program pengembangan masyarakat
Hak-hak pekerja olah raga dan asurasi pensiun secara lebih baik seperti PGM dan PMDH
disediakan oleh Perusahaan secara perlu diperkuat melalui sosialisasi dan
gratis dengan kualitas yang baik. keterlibatan masyarakat yang lebih baik.
• Pelayanan pada masyarakat yang • Keberadaan serikat masih dalam tahap sangat
meliputi pusat kesehatan, fasilitasi awal. Meskipun kurangnya minat dalam
pendidikan (bangunan, gaji untuk guru), gerakan serikat pekerja merupakan akibat dari
program beasiswa , akses jalan, baiknya kondisi lingkungan pekerjaan,
transportasi umum gratis disediakan Perusahaan perlu menginformasikan kepada
Perusahaan secara berkala, dan para pekerja mengenai pilihan mereka
dilakukan dengan kualitas memuaskan. terhadap serikat ini.
• Perekrutan dan pelatihan anggota masyarakat
lokal bisa diperkuat.
{diterbitkan Kondisi 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 }

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 33 July 2005


P5: Manfaat dari • Perusahaan menjalankan kegiatan • Tampak ada kehilangan hutan primer dalam
hutan operasional dengan efisien dan kualitas penjadwalan selama siklus rotas pertama
tinggi. Jalan-jalan dan infrastruktur juga dalam 35 tahun. Hal ini harus diklarifikasikan
berkualitas tinggi. Fasilitas workshop dalam peta dan pada dokumentasi pendukung
dan pemeliharaan sungguh luar biasa. dalam bentuk tabel.
• Banyak upaya telah dilakukan untuk • Pelaksanaan RIL harus ditingkatkan untuk
menerapkan RIL. mendapatkan kemajuan lebih dari yang ada
• Perusahaan memiliki program PMDH sekarang.
yang kuat dan progresif yang bertujuan • Perusahaan perlu memeriksa kebijakan
untuk memperkuat masyarakat lokal tentang pemanfaatan hutan untuk lebih cermat
dalam bidang pembangunan ekonomi. mengolah pohon yang ditebang dan untuk
• Adanya sistem SOP yang sangat meminimalkan dampak pada pohon-pohon
ekstensif untuk memberikan pedoman tinggal.
bagi semua aspek kegiatan. {Diterbitkan Prekondisi 3; Kondisi 16 dan 17 }
[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan
prekondisi di bawah ini]
P6: Dampak • Penilaian dampak lingkungan pernah • Perlu diadopsi sistem monitoring yang lebih
Lingkungan Hidup dilakukan pada tahun 1997 dan banyak ketat untuk dampak pembalakan ini.
rekomendasi yang diikuti perusahaan.
Rekomendasi ini meliputi pembuatan • Zona konservasi tidak memadai dalam hal
kawasan penyangga di sepanjang batas ukuran luasnya. Ini merupakan kelemahan
hutan lindung dan khususnya pada sisi- yang signifikan. Total luas dalam zona
sisi sungai yang ditandai pada peta, di konservasi hanya 5% dari total luas hutan. Ini
lapangan dan dihormati oleh tidak sesuai untuk hutan yang mempunyai
perusahaan ketika menjalankan keragaman sebesar keragaman hutan
operasionalnya. dipterocarpaceae dataran rendah dan
• Zona konservasi yang ada sekarang perbukitan di kawasan ini.
ditempatkan dengan baik. Zona-zona
ini merupakan keterwakilan dari jenis {diterbitkan Prekondisi 4; Kondisi 18, 19, dan
hutan yang ditebang dan dilokasikan 20 }
dalam kawasan yang tidak mungkin [Kelemahan diatasi, lihat ringkasan Prekondisi
dipengaruhi oleh aktifitas luar seperti di bawah ini]
pembukaan ladang..
• Staf konsesi memiliki pengetahuan
tentang spesies dilindungi yang
ditemukan dalam kawasan hutan di sini.
Pohon-pohon yang dilindungi dihormati
dan ditandai di lapangan.
• Sistem TPTJ yang dimodifikasi yang
digunakan memiliki dampak minimal
dibanding dengan sistem TPTI. Ukuran
minimum untuk ditebang adalah 55cm
dan berkurangnya jalur untuk ditanami
mengakibatkan gangguan menjadi
sedikit. Permudaan alam terlihat sangat
kuat di banyak wilayah.
• Perusahaan telah menyiapkan
sekumpulan SOP yang menjadi
pedoman bagi semua kegiatan
konservasi.
• Tidak ada bahan kimia yang digunakan
dalam kegiatan operasional hutan.
Workshop memiliki kualitas yang luar
biasa. Limbah minyak dikumpulkan
secara hati-hati dan didaur ulang.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 34 July 2005


Limbah lain juga dikelola dengan hati-
hati.
P7: Rencana • Ada rencana pengelolaan yang disetujui • Ada ketidakkonsistenan dalam pemetaan
Pengelolaan dan selalu diperbaharui yang kawasan ladang. Hal ini menciptakan
menunjukkan praktek dan kebijakan kemungkinan adanya kesalahan dalam
terkini. penjadwalan pada siklus rotas 35 tahun
• Ada banyak peta dengan kualitas yang pertama. Pemetaan kawasan non hutan perlu
baik, dan digunakan secara rutin dalam lebih akurat dan konsisten pada semua peta
perencanaan dan operasional. dan hasil pemetaan ini perlu dimasukkan
• Staff sangat kompeten dan terlatih dalam penjadwalan kawasan tebang tahunan.
dengan baik untuk melaksanakan {Diterbitkan Prekondisi 5 }
rencana pengelolaan tersebut. [kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi
di bawah ini]
P8: Monitoring & • Perusahaan telah menetapkan rangkaian • Tidak ada monitoring pra-pembalakan yang
Penilaian 4 lokasi PUP sebagaimana diwajibkan dijalankan. Semua dugaan dampak dibuat
oleh peraturan. Mereka telah dengan cara membandingkan plot yang
mengumpulkan dan menganalisis data ditebang dan yang tidak ditebang secara
dari plot ini untuk menduga terpisah (plot yang tidak ditebang berada
pertumbuhan. dalam zona konservasi).
• Perusahaan juga telah mengembangkan
sekumpulan plot sample permanen yang • Tidak ada mekanisme formal untuk
sangat komprehensif. Plot ini memasukkan hasil monitoring ke dalam
merupakan tambahan dari standar yang perbaikan manajemen.
ditetapkan oleh pemerintah (PUP). Plot
tambahan ini dirancang dengan baik • Tidak ada monitoring dampak dari kegiatan
dan terpelihara dengan baik juga. Hasil- perusahaan pada masyarakat lokal atau
hasil tersebut akan menjadi data yang keberhasilan dampak pada kegiatan
sangat berharga dalam menilai dampak pengembangan masyarakat
sistem TPTJ dan khususnya untuk
mengukur pertumbuhan. {diterbitkan Kondisi 21}
• Ada sekumpulan SOP yang mendetil
untuk monitoring hidupan liar dan
tumbuhan. Kegiatan monitoring ini
telah berlangsung secara reguler di
lapangan. Laporan monitoring
disiapkan dengan baik dan ditulis tepat
waktu.
• Perusahaan memiliki sistem kontrol
inventarisasi yang mendetil dan efektif
untuk memonitor gerakan log ke pabrik.
P9: Pemeliharaan • Perusahaan telah mulai proses • Proses ini belum selesai. Perlu ada konsultasi
Hutan dengan nilai mengidentifikasi dan mengelola HCVF. yang lebih luas dengan para pakar dan
konservasi tinggi Mereka menunjukkan dedikasi mereka masyarakat lokal. Strategi pengelolaan perlu
dalam menyelesaikan proses ini dengan dinyatakan secara eksplisit dan dimasukkan
berkonsultasi pada pakar dan dalam perencanaan.
stakeholder yang lain. {diterbitkan Kondisi 22 }

Ringkasan Pemenuhan Prekondisi

Berikut ini adalah review dari proses SmartWood untuk mengevaluasi prekondisi yang diberikan
selama penilaian penuh. Sebagaimana yang dijelaskan di atas dalam laporan sertifikasi, auditor
SmartWood melakukan inspeksi lapangan , wawancara dengan staf dan stakeholder, dan

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 35 July 2005


mereview dokumentasi agar dapat menilai ketaatan Perusahaan dalam memenuhi Prekondisi.
Temuan-temuan dijelaskan untuk masing-masing prekondisi yang diterbitkan.

Prekondisi 1 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus mendapatkan perkecualian dari


Departemen Kehutanan sehingga mereka bisa mengklaim legitimasi hukum dalam hal
kesepakatan ijin HPH sembari mempertahankan praktek-praktek yang ada sekarang dalam
hal TPTJ (Kriteria 1.1dan 1.4)

Temuan:
Penilaian prekondisi ini terdiri dari review dokumen surat-surat dan laporan yang disampaikan
kepada Departemen kehutanan, dan wawancara dengan staf senior dari perusahaan. Dokumentasi
utama terdiri dari surat-surat yang didaftar dalam bagian 1.0 F. Dokumentasi itu menunjukkan
langkah-langkah yang dilakukan oleh PT Erna untuk mendapatkan legitimasi hukum untuk batas
tebangan yang digunakan oleh perusahaan tersebut.

1. Tanggal 31 Januari 2004, PT. Erna mengirimkan surat kepada Dirjen BPK No. P.003/04
mengenai permohonan persetujuan untuk ijin tebang dengan batas diameter ≥ 50/55 cm,
kecuali untuk spesies bangkirai dan keruing (masih ≥ 40 cm) sebagaimana disebutkan
dalam SK HPH.
2. Surat dari Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam (Ir. Sutrisno,MM) no.
UN.15/VI/BPHA-2/2004 dated 25/2/2004 mengundang berbagai Direktur dan Kepala
Departemen atau staff dari Departemen Kehutanan dan juga PT. Erna Djuliawati pada
pertemuan untuk membahas permintaan dari PT Erna. Pertemuan dihadiri oleh Direktur
BRPHP, Direktorat Bina Pengembangan Hutan Alam, Direktur Bina Pengembangan
Hutan tanaman, Kasubdit Produksi Hutan Alam, Dit BPHA, Kapuslitbang Hutan &
Konservasi
3. PT Erna mengirimkan surat kepada Dirjen BPK (surat No. APJ-P.021/04 tertanggal 29
June 2004) yang meminta Departemen Kehutanan untuk menerbitkan “ijin” sehubungan
dengan sistem TPTJ (usulan batas diameter).
4. Tanggapan Departemen Kehutan melalui Dirjen BPK terhadap permintaan perusahaan
(surat no. S.687/VI-BPHA/2004 tertanggal 9 September 2004). Dalam surat ini Dirjen
BPK menyetujui proposal mengenai perkecualian dari sistem TPTJ. Mereka menyatakan
bahwa peraturan pemerintah yang lain juga dipenuhi sebagaimana dimaksudkan dalam
dokumen perencanaan biasa, seperti rencana pengelolaan (RKPH), rencana 5 tahunan
(RKL) dan rencana kerja tahunan (RKT). Surat tersebut juga menyatakan bahwa
Departemen Kehutanan akan mendukung tindakan-tindakan yang diambil selama masih
dalam batas-batas peraturan pemerintah mengenai sertifikasi pengelolaan hutan lestari
oleh lembaga sertifikasi yang kredibel.

Surat ini memberikan persetujuan dari Departemen Kehutanan, pada prinsipnya, terhadap sistem
pemenuhan peraturan TPTJ sebagaimana yang diterapkan oleh PT Erna. Sementara Departemen
Kehutanan tidak bersedia memberikan surat keputusan yang memberi kewenangan hukum pada
praktek PT Erna sekarang, perusahaan menerima dukungan dari Departemen Kehutanan
mengenai TPTJ. Perusahaan telah membuat upaya-upaya substansial untuk menjamin bahwa
Departemen Kehutanan mengetahui masalah-masalah ini. Perusahaan telah menerima dukungan
surat dalam bentuk surat dan lisan yang menjamin bahwa penerapan sistem TPTJ mereka saat ini
tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah.

Kesimpulan: Berdasar temuan di atas, auditor menyimpulkan bahwa:


Prekondisi telah dipenuhi dengan sempurna dan ditutup.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 36 July 2005


Prekondisi 2 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus melengkapi dengan analisis lingkungan
dan sosial sesuai dengan AMDAL tentang pemeliharaan dan pemanfaatan jalan koridor. Hal
ini harus mencakup dampak lingkungan dan sosial dari pembangunan, pemanfaatan dan
pemeliharaan jalan, termasuk dampak pada penduduk desa dan kawasan dan sungai-sungai
di sekitarnya. Selain itu, dampak pemeliharaan termasuk lokasi dan pemanfaatan quarries
harus dipertimbangkan (Kriteria 1.1 dan 3.3)

Temuan:
Penilaian prekondisi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu review dokumen dan wawancara dengan
staf perusahaan. Perusahaan memberikan semua bukti komunikasi mereka antara mereka dan
departemen-departemen dalam pemerintahan seperti Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan
Departemen Kehutanan. Perusahaan juga memberikan laporan akhir tentang audit pengelolaan
lingkungan hidup yang sudah dilaksanakan oleh TUV dan laporan perusahaan mengenai
pengembangan sistem pengelolaann lingkungan untuk jalan koridor dan audit internal untuk
lingkungan.

PT Erna mengangkut semua log mereka di sepanjang jalan akses 97 km yang membentang dari
base camp hingga log pon di luar kota Nanga Pinoh di Kalimantan Barat. Kira-kira 10 km dari
jalan ini melalui hutan lindung daerah aliran sungai. Dalam tanggapan terhadap pertanyaan dari
perusahaan mengenai kebutuhan akan penilaian dampak lingkungan (AMDAL) untuk bagian
jalan yang melalui hutan lindung, Kantor Menteri Lingkungan Hidup mengirimkan surat
bernomor B-2368/Dep.IV-4/LH/05/2003. Tertanggal 23 Mei 2003 (lihat bahwa tanggal ini
sebelum dilaksanakannya penilaian yang menunjukkan adanya pengetahuan terhadap masalah ini
dan komitmen untuk menyelesaikannya) surat tersebut berisi tiga hal penting:
1) Jalan tersebut dibangun sebelum pelaksanaan aturan yang mengharuskan adanya
AMDAL (poin 2 dalam surat tersebut)
2) AMDAL tidak dapat diterapkan untuk situasi ini. (poin 3 dalam surat itu)
3) Direkomendasikan bahwa perusahaan menjalankan audit lingkungan dari jalan tersebut
(poin 4 dalam surat itu)
Klarifikasi lebih lanjut diberikan dalam surat 392/II/DAR-3/2003 tertanggal 15 Juli 2003 dari
Kepala Pusat Standar Lingkungan pada Departemen Kehutanan. Surat ini menyatakan bahwa:
1) Perusahaan harus mencapai pemenuhan standar ISO 14001 tentang pengelolaan lingkungan
berkelanjutan (poin 2.b dalam surat itu); dan,
2) Ketaatan pada hal ini akan diaudit oleh pihak ketiga (point 2.c)

Untuk memenuhi rekomendasi ini, perusahaan mengumpulkan informasi mengenai persyaratan


ISO 14001 – 1996. Hal ini meliputi pembuatan team yang membawa pada initiatif dan penulisan
prosedur dan kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan hidup pada koridor jalan tersebut.
Membuat dokumen ini merupakan bagian dari kondisi untuk pemenuhan standar ISO 14001 –
1996.

Ketika perusahaan percaya bahwa mereka siap untuk diaudit mereka mengontrak dua kelompok
dari pihak ketiga untuk dilibatkan dalam audit tersebut. Pada tanggal 5 Februari 2004
SUCOFINDO melakukan uji emisi dari kendaraan dan mesin-mesin dan diuji untuk tingkat
debunya di sepanjang jalan tersebut. Hasil-hasil uji itu diberikan kepada tim audit. PT TUV
melakukan audit penuh untuk ketaatan dengan ISO 14001 – 1996. Audit ini berlangsung pada
tanggal 2-4 Maret 2004 dan laporan akhirnya disampaikan kepada perusahaan pada bulan
September 2004.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 37 July 2005


Harus diingat bahwa audit ini, bukan merupakan audit penilaian dampak lingkungan (EIA)
sebagaimana yang dikehendaki dalam prekondisi tersebut. Namun ini merupakan standar yang
diminta oleh Kantor Menteri Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan. Laporan yang
dihasilkan memiliki informasi dan rekomendasi yang sama sebagaimana yang akan ditemukan
dalam EIA, namun EIA ini merupakan standar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
AMDAL yang biasanya digunakan di Indonesia. Laporan TUV menilai apakah perusahaan
mentaati estándar untuk sistem pengelolaan lingkungan. Tim TUV melihat pada dampak jalan
dan pengangkutan terhadap hutan dan sungai dalam hutan lindung. Mereka melihat tingkat erosi,
sampah, emisi dari kendaraan (dengan menggunakan hasil uji dari SUCOFINDO), tingkat debu
(juga dengan menggunakan hasil uji dari SUCOFINDO). Selain itu, mereka juga mewawancarai
masyarakat di sepanjang jalan, dan melakukan review dokumen. Pada dasarnya tim TUV juga
melakukan audit pada workshop dan base camp. Standar yang digunakan dalam audit ini lebih
ketat daripada norma-norma di Indonesia.

Audit TUV memberikan 11 rekomendasi mengenai bagaimana mengatasi 10 bidang


permasalahan ketidaktaatan minor. Kesepuluh bidang ini lebih terkait dengan masalah-masalah
teknis untuk memenuhi standar tinggi yang diatur dalam ISO 14001. Mereka mengidentifikasi
tidak adanya dampak lingkungan dan sosial dari adanya jalan.

PT Erna Djuliawati telah menerima hasil dari Audit ISO 14001 yang dilakukan pada tahun 1996.
Perusahaan terus berusaha untuk memperoleh persetujuan dari Kantor Menteri Lingkungan Hidup
atas audit TUV tersebut untuk menunjukkan ketaatan pada surat B-2368/Dep.IV-4/LH/05/2003.
Keterlambatan respon dari Menteri tersebut berarti persetujuan belum tercapai. Perusahaan terus
berusaha untuk mendapatkan persetujuan resmi dari dokumen ini.

Selain persyaratan prekondisi perusahaan telah menerbitkan tanggapan pada audit TUV dan terus
berusaha mengatasi permasalahan yang diangkat dalam audit tersebut. Perusahaan telah membuat
SOP untuk pengelolaan dampak lingkungan. Pada bulan Oktober dan November 2004 perusahaan
melaksanakan audit lingkungan internalnya pada jalan koridor yang menghasilkan rekomendasi
lebih lanjut untuk diperbaiki. Hal ini merupakan bagian dari program monitoring untuk dampak
sosial dan lingkungan dari adanya jalan tersebut.

Kesimpulan: Berdasar temuan diatas auditor menyimpulkan bahwa:


Prekondisi telah dipenuhi keseluruhan.

Prekondisi 3 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus mengklarifikasi peta-peta dan dokumen


pendukung, pengaturan tata ruang untuk siklus tebang 35 tahun untuk menjamin kelestarian
dan kawasan tebang yang setara atau sama untuk keseluruhan periode rotasi. Verifikasi dan
pengaturan perencanaan tataruang ini akan mempertimbangkan persyaratan yang dimaksud
dalam Prekondisi 4 dalam Prinsip 6.4.

Temuan:
Evaluasi prekondisi ini dilaksanakan dengan cara mereview dokumentasi. Auditor mempelajari
peta baru dalam bentuk cetak dan GIS perusahaan, dan juga penghitungan Jatah Penebangan
Tahunan (JPT).

Untuk menghitung kembali AAC, PT Erna akan menganalisis kembali citra lansat tahun 2002.
Perusahaan belum mampu mendapatkan citra tahun 2004 yang cukup memadai guna
memperbaharui analisisnya namun telah mencoba untuk mendapatkannya. Analisis planimetris
dilakukan dengan menggunakan citra tahun 2002, dan kawasan HCVF baru dan kawasan
konservasi telah diplotkan dalam peta. Kawasan non-hutan juga dipetakan dengan lebih akurat

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 38 July 2005


dan dimasukkan dalam perencanaan. Selain itu beberapa kawasan yang telah diklasifikasikan
sebagai kawasan bekas tebangan dalam analisis sebelumnya sekarang telah digolongkan menjadi
“hutan virgin dengan potensi rendah”. Staf melaporkan bahwa hal ini didasarkan pada
pengetahuan mengenai sejarah tebangan, dan juga mengenai interpretasi citra yang lebih akurat.

Total kawasan yang dapat dipanen sekarang ini dihitung sebesar 151,887 ha. AAC yang baru
diatur kira-kira sebesar 4,340 ha/tahun. Blok tebang tahunan dalam Kompartemen A dan B dari
konsesi ini telah dihitung kembali dan diplotkan kembali. Operasional logging pertama kali
dimulai pada tahun 1980. Ijin yang ada sekarang dimulai pada tahun 1999. Oleh karena itu
penebangan kawasan hutan bekas tebangan akan terjadi pada tahun kelimabelas dari rencana 35
tahun yang ada sekarang. Inilah masalahnya dan ditunjukkan dalam peta dan dokumen
perencanaan pendukung (PT Erna memberikan dokumen-dokumen prekondisi, vol 1. p.14).
Rotasi kedua, yang berawal pada tahun 2034 juga telah diidentifikasi, namun belum dispesifikasi
dalam peta. Kawasan tebang kira-kira sama untuk setiap tahun dan prediksi baru dari potensi
volume per tahun juga telah dihitung.

Kesimpulan: Berdasar temuan diatas auditor menyimpulkan bahwa:


Prekondisi telah dipenuhi keseluruhan dengan observasi berikut ini:
Peta-peta harusnya diperbarui untuk menunjukkan rotasi berjalan dan rotasi dari blok logging
tahunan dan 5 tahunan (RKT dan RKL) dalam rotas kedua.

Prekondisi 4 Sebelum sertifikasi, pengalokasian konservasi harus ditingkatkan dalam


perencanaan tataruang perusahaan, baik dalam ukuran luas atau kumlah, agar dapat
melindungi ekosistem yang representatif secara memadai dan melindungi nilai-nilai
keanekaragaman hayati. Perusahaan harus mencoba mencapat 10% dari target atau
menunjukkan strategi konservasi yang cukup untuk mengakomodasi masalah-masalah
konservasi. Pengaturan perencanaan khusus dalam hal ini akan dilakukan dalam
hubungannya dengan Prekondisi 3. (Lihat Prinsip 5.6)

Temuan:
Penilaian prekondisi ini dilaksanakan melalui review dokumen, kunjungan lapangan dan diskusi
dengan staf perusahaan. Sumberdaya utama yang direview adalah peta-peta perencanaan
tataruang, volume I dari dokumen PT Erna tentang pemenuhan prekondisi dan laporan HCVF
perusahaan. Konsultasi dilakukan sebagian besar dengan Bapak Nandang Supriatna (Ketua forest
engineering), Pak Suparman (Ketua pengembangan hutan) dan Pak Ellie (Camp manager),
dengan informasi tambahan yang berasal dari staf yang menemani dalam kunjungan lapangan.
Dalam rangka menilai kondisi dan kesesuaian zona konservasi tim audit mengunjungi hutan adat
Bukit Sekajang yang terletak pada referensi peta AA 31-33, BB 33-34 dan yang dekat dengan
zona konservasi hidupan liar (Kantong satwa) yang terletak pada AA 35, BB35, 36, CC36, DD
35, 36, EE 34, 35.

Dokumentasi yang diberikan menunjukkan bahwa saat ini terdapat 15,074 ha yang dikeluarkan
dari kegiatan operasional hutan. Berdasar perhitungan perusahaan, ini mewakili sekitar 9.9% dari
kawasan hutan efektif. Penjabaran angka ini diberikan pada tabel berikut.

Jenis Luas (Ha)


Kantong Satwa 1,000
ASDG 700
Plasma Nutfa 700

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 39 July 2005


Badan Sungai 248
Sempadan Sungai 4,897
Situs Budaya/Hutan adat 926
PUP 700
> 40 % 2,072
Buffer zone 2,515
Mata air 1,141
HL Bukit Beruang 175
TOTAL 15,074

Investigasi lebih telitih untuk angka ini mengungkapkan beberapa permasalahan dalam hal tujuan
konservasi keanekaragaman hayati:
1) Luasan yang dikeluarkan cukup layak untuk menjadi HCVF dan ini meliputi beberapa
kawasan situs budaya yang dirancang untuk tujuan budaya daripada alasan ekologi.
2) Totalnya meliputi 248 ha pada kawasan sungai. Ini bukan hutan, namun masih dapat
dianggap sebagai satu ekosistem.
3) Kira-kira luasan sebesar 6,000 ha dari kawasan yang dikeluarkan, pada peta merupakan
kawasan hutan bekas tebangan.
4) Kawasan terluas dari luas yang dikeluarkan ini adalah zona penyangga sisi sungai. Sementara
memang penting untuk membedakan bahwa pengaturan ini adalah lebih untuk perlindungan
sumber air daripada tujuan konservasi keanekaragaman hati, yang review selanjutnya
menunjukkan bahwa dari 4,897 Ha zona riparian, 3,663 hektarnya dikelompokkan sebagai
non-hutan, kawasan non hutan yang memiliki nilai penting konservasi keanekaragaman
hayati sangat rendah dan bukan merupakan ekosistem yang representative dari mayoritas unit
pengelolaan hutan.

Jika areal diatas (1- 4) tidak dimasukkan dalam perhitungann luas yang dikeluarkan, maka
totalnya adalah 10,237 Ha (6.7 % dari kawasan efektif). Hal ini masih merupakan peningkatan
kawasan konservasi dari 8,608 Ha pada saat penilaian.

Kunjungan lapangan dan konsultasi dengan staf perusahaan menunjukkan bahwa semua situs
budaya berada dalam kawasan hutan yang tidak diganggu dan bahwa situs-situs tersebut memiliki
nilai konservasi keanekaragaman hayati dan juga sosial budaya. Perusahaan secara signifikan
telah menerapkan metode penebangan berdampak rendah dalam 12 bulan terakhir ini, yang
memberikan output konservasi lebih positif. Staf perusahaan dan dokumentasi menunjukkan
bahwa RIL telah mengurangi kawasan yang terkena dampak operasional logging. Ini menjadi
bagian dari strategi konservasi dari perusahaan. Pada hutan dipterocarp perbukitan yang
mendominasi di sepanjang konsesi, mereka biasanya hanya mengganggu secara langsung kira-
kira 50% dari blok tebang tahunan tertentu. Mereka belum secara akurat memetakan ini untuk
memberikan bukti yang mendukungnya, namun hal ini bisa dilakukan di masa depan.

Inspeksi lapangan menunjukkan bahwa kawasan yang dikeluarkan sekarang merupakan


representative dari hutan-hutan yang ada di wilayah konsesi. Mereka secara jelas ditandai di
lapangan dan pendapat auditor adalah bahwa kawasan-kawasan ini memang memiliki nilai-nilai
konservasi keanekaragaman hayati yang signifikan. Kunjungan lapangan juga menunjukkan
adanya batasan-batasan dalam peta kondisi hutan yang sedang digunakan. Penilaian apakah hutan
ini masih virgin atau bekas tebangan sangat tidak jelas. Beberapa kawasan konservasi yang
ditandai di peta sebagai hutan bekas tebangan, namun kenyataan di lapangan kawasan itu masih
virgin. Audit lapangan memasukkan kawasan hutan bekas tebangan yang saat ini di luar blok
tebangan dan kawasan konservasi. Hal ini menjadi “lubang/kesenjangan” dalam perencanaan dan

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 40 July 2005


mungkin beresiko terhadap perambahan atau penebangan liar jika tidak masuk perencanaan.
Auditor mengamati bahwa kawasan bekas tebangan ini memiliki nilai-nilai konservasi dan harus
ditambahkan dalam jaringan kawasan konservasi.

Apakah prekondisi tersebut telah terpenuhi atau tidak sangat tergantung pada penilaian apakah
luasan kawasan yang diperuntukkan tersebut “layak dilihat dari skala dan intensitas kegiatan
operasional dan keunikan sumberdaya yang terkena dampak” (FSC P6.4), dan bahwa PT Erna
telah menunjukkan “strategi konservasi secara memadai untuk mengakomodasi kepentingan-
kepentingan konservasi”.

Tim audit berpendapat bahwa PT Erna telah membuat kemajuan yang bagus dalam meningkatkan
aspek konservasi keanekaragaman hayati dalam pengelolaan hutannya. Kawasan konservasi
tambahan seluas 1,800 Ha meningkatkan cakupan kawasan konservasi dan dilengkapi dengan
perbaikan metode RIL yang menghasilkan sejumlah besar luasan kawasan konservasi secara
efektif. Perusahaan telah menunjukkan komitmen untuk mengembangkan rencana
keanekaragaman hayati yang bagus sebagai bagian dari analisis mereka terhadap HCVF.

Secara keseluruhan, ada sedikit peruntukan kawasan khususnya untuk konservasi


keanekaragaman hayati dan masih ada kekurangan keterwakilan dari hutan virgin pada kawasan
yang mudah aksesnya dan yang bisa ditebang. Unit pengelolaan hutan dibagi menjadi dua bagian,
Kompartemen A dan B, dan blok-blok tebang tahunan terbagi dalam kedua areal tersebut. Kedua
kompartemen itu terdiri dari hutan dengan jenis tanah dan topografi yang berbeda. Jaringan
kawasan konservasi dalam hutan virgin perlu mewakili kawasan dalam kedua kompartemen
tersebut.

Kesimpulan: Berdasar temuan di atas auditor menyimpulkan bahwa:


Prekondisi telah dipenuhi dengan tambahan kondisi berikut ini:
Kondisi 1/05: Dalama enam bulan setelah sertifikasi, kawasan konservasi dalam hutan
bekas tebangan dan hutan virgin ditingkatkan dengan memperhatikan secara khusus pada
peningkatan kawasan konservasi dalam hutan virgin.

Prekondisi 5 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus menjamin bahwa semua peta konsesi
harus secara akurat menunjukkan semua kawasan ladang, kebun dan lahan non-hutan dan
bahwa kawasan-kawasan ini dipertimbangkan ketiga mengatur perencanaan tataruang untuk
blok tebang tahunan selama siklus tebang 35 tahun.

Temuan:
Penilaian prekondisi ini dilaksanakan melalui review dokumen, kunjungan lapangan dan diskusi
dengan staf perusahaan. Sumber utama yang direview adalah peta perencanaan tata ruang,
volume I dari dokumen pemenuhan prekondisi dari Perusahaan dan laporan mengenai
perladangan berpindah. Konsultasi dilakukan sebagian besar dengan Pak Nandang Supriatna
(Ketua forest engineering) dan Pak Aspin Sumarmata (ketua program pengembangan sosial).

Regenerasi kawasan bekas ladang dan kawasan yang baru saja dibuka dibandingkan dengan peta
perencanaan tataruang yang ada. Dikunjungi pula kawasan ladang yang relatif baru dibuka pada
tahun 2003. Petani tinggal di kawasan tersebut namun saat ini tidak mengusahakan lahan itu. Dia
tinggal di sana sambil mengumpulkan dan menyiapkan biji HHNK (dari benih berbagai jenis
Shorea, yang di Indonesia dikenal sebagai tengkawang).

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 41 July 2005


Perusahaan menganalisis kembali citra 7 lansat 2002 dan menghitung kembali kawasan “virgin”,
‘bekas tebangan’ dan ‘non-hutan’. Perhitungan kembali disajikan dalam Tabel berikut ini.

Jenis Perhitungan baru


Hutan perawan 72,102
Bekas Tebang 91,820
Non-hutan 20,824
TOTAL 184,206

Jumlah ini mewakili peningkatan dalam kawasan lebih dari 6000 hektar lahan yang digolongkan
sebagai non-hutan. Ini tidak berarti bahwa ada tambahan lahan seluas 6000 hektar yang ditebang
habis sejak penilaian, hanya bahwa klasifikasi baru secara lebih akurat mewakili situasi aktual di
lapangan. Analisis tataguna lahan belum cukup canggih untuk menentukan berapa bagian yang
menjadi ladang pertanian aktif, kebun hutan atau penggunaan laian. Namun analisis ulang ini
cukup untuk tujuan pengaturan kembali rencana tata ruang dan dengan demikian memenuhi
persyaratan dalam prekondisi.

Namun demikian, peta ini didasarkan pada citra satelit dari tahun 2002. Kunjungan lapangan
menunjukkan bahwa beberapa areal telah dibuka sejak tahun 2002, dan tidak ditunjukkan pada
peta. Beberapa lahan tersebut terlalu kecil untuk digambar pada peta dengan skala 1:100,000.
Untuk mengatasi masalah ini direkomendasikan untuk menganalisis citra satelit yang baru.

Perusahaan menyadari keterbatasan analisis citra satelit yang dilaksanakan dan oleh karenanya
sudah melengkapi informasi ini dengan survey lapangan pada tiap desa dalam konsesi. Survey
tahunan ini mengumpulkan data luas lahan yang dibuka untuk pertanian dan memetakan
lokasinya. Peta partisipatif yang digambar dengan menggunakan tangan ini dimasukkan dalam
Daftar Hasil Inventarisasi Pembukaan Ladang oldeh masysarakat dalam areal HPH PT ERNA
Djuliawati tahun 2004. Namun data ini belum ditambahkan pada fasilitas GIS perusahaan.
Laporan ini meliputi penjabaran kawasan pertanian per desa per rumahtangga dan juga peta-peta
yang digambar dengan tangan. Peta ini menunjukkan warna kuning untuk kawasan
pertanian/ladang tua, biru untuk pertanian yang dibuka kembali pada kawasan tua, dan merah
untuk kawasan yang baru saja dibuka. Data ini telah dianalisis selama lima tahun terakhir. Data
tahun 2004 menunjukkan bahwa jumlah total orang yang menggunakan ladang adalah 534
keluarga, dan total kawasan yang dibuka sekitar 610 Ha dengan kepemilikan per rumahtangga
adalah 1.14 hektare. Laporan ini juga mengakui bahwa perambahan pertanian merupakan salah
satu ancaman terbesar pada pengelolaan hutan berkelanjutan dan memberikan rekomendasi
tentang program untuk mengurangi ketergantungan pada perladangan berpindah. Survey lapangan
ini secara memadai dapat melengkapi kurangnya detil pada analisis satelit.

Kesimpulan: Berdasar temuan di atas auditor menemukan bahwa:


Prekondisi telah dipenuhi seluruhnya, dengan observasi berikut ini.
PT Erna Djuliawati harus melanjutkan upayanya untuk membeli citra satelit terbaru untuk unit
pengelolaan hutannya. Citra ini juga digunakan untuk menganalisis kembali lokasi ladang dan
memeriksa apakah ada perambahan setelahnya. Selain itu proses monitoring perambahan dan
kondisi hutan oleh citra satelit harus dilanjutkan dengan pembelian citra satelit baru secara
reguler. Jika memungkinkan minimum satu citra satelit baru untuk dua tahun. Direkomendasikan
bahwa pemetaan tahunan untuk kawasan pertanian harus didigitasi dan dimasukkan dalam GIS.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 42 July 2005


3.2. Keputusan sertifikasi
Berdasar review lapangan yang menyeluruh, analisis dan kompilasi temuan oleh tim
penilai SmartWood ini, PT Erna Djuliawati direkomendasikan untuk menerima
Sertifikasi Pengelolaan Hutan FSC/SmartWood jika Perusahaan berhasil
menyelesaikan Prekondisi yang terdaftar pada bagian 3.3.
Begitu sertifikasi dicapai, PT Erna Djuliawati akan diaudit tiap tahun dan diwajibkan
untuk tetap mentaati prinsip-prinsip dan kriteria FSC sebagaimana yang didefinisikan
dalam pedoman regional yang dikembangkan oleh SmartWood atau FSC. PT Erna
Djuliawati juga diwajibkan untuk memenuhi kondisi seperti yang digambarkan dalam
Bagian 3.3 dalam jangka waktu yang ditetapkan setelah sertifikat diterbitkan. Para
pakar dari SmartWood akan mereview kinerja pengelolaan hutan dan ketaatan dengan
kondisi yang dijelaskan dalam laporan ini, setiap tahun dengan audit terjadwal dan
audit acak.

3.3. Kondisi dan Rekomendasi

Prekondisi merupakan tindakan yang dapat diverifikasi yang harus dipenuhi sebelum
terbitnya sertifikat. Kondisi merupakan tindakan yang dapat diverifikasi yang harus
dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan sertifikasi yang harus dipenuhi pada saat audit
pertama, atau dalam waktu yang disarankan. Setiap kondisi memiliki jangka waktu
pemenuhannya. Ketidaktaatan pada kondisi akan berakibat pada dibekukannya sertifikasi.
Rekomendasi merupakan saran-saran tidak mengikat yang akan membantu dalam
memenuhi Kondisi atau dalam perbaikan umum pada kegiatan-kegiatan menuju
sertifikasi.

Daftar Prekondisi

Prekondisi 1 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus mendapatkan kesepakatan dari


Departemen Kehutanan sehingga perusahaan tersebut dapat mengklaim legitimasi hukum
dalam hal kesepakatan ijinnya sembari meneruskan praktek-praktek TPTJ (Kriteria 1.1 dan
1.4) Error! Bookmark not defined.
Prekondisi 2 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus menyelesaikan analisis lingkungan dan
sosial sesuai AMDAL dalam rangka pemeliharaan dan penggunaan jalan koridor. Analisis
ini meliputi dampak lingkungan dan sossial dari pembangunan, penggunaan dan
pemeliharaan jalan termasuk dampak pada penduduk desa dan kawasan dan sungai
sekitarnya. Selain itu, dampak pemeliharaan, termasuk lokasi dan pemanfaatan gorong-
gorong harus dipertimbangkan (Kriteria 1.1 dan 3.3) ..............................Error! Bookmark not defined.
Prekondisi 3 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus mengklarifikasi peta dan dokumen-
dokumen pendukungnya, pengaturan tataruang dari siklus tebang 35 tahun, untuk menjamin
kelestarian dan penebangan yang sama dalam masa rotas keseluruhan. Verifikasi dan
pengaturan pertimbangan rencana tata ruang akan mempertimbangkan persyaratan yang ada
dalam Prekondisi 4. (Kriteria 5.6). ...........................................................Error! Bookmark not defined.
Prekondisi 4 Sebelum masa sertifikasi, fungsi konservasi harus ditingkatkan dalam
perencanaan tataruang dalam konsesi, baik dari segi ukuran atau luasan maupun
jumlah kawasan, agar dalam melindungi ekosistem secara memadai dan melindungi
nilai-nilai keanekaragaman hayati. Perusahaan harus mencapai 10% dari target atau
menunjukkan strategi konservasi yang cukup untuk mengakomodasi keprihatinan

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 43 July 2005


dalam bidang konservasi. Pengaturan pada perencanaan tataruang dalam hal ini akan
dilakukan dengan merujuk pada Prekondisi 3. (Kriteria 6.4).............Error! Bookmark not defined.
Prekondisi 5 Sebelum sertifikasi, PT Erna harus menjamin bahwa semua peta konsesi
menunjukkan semua kawasan ladang kebun, dan fungsi lahan non-hutan lainnya dan bahwa
kawasan-kawasan ini harus dipertimbangkan pada saat mengatur tataruang dari kawasan
tebang tahunan selama siklus tebang 35 tahun pertama (Kriteria 7.1). ....Error! Bookmark not defined.

Daftar Kondisi

Kondisi 1 Dalam masa 24 bulan sertifikasi atau sebelum penebangan di sepanjang


Sungai Selau, mana yang lebih dulu tercapai, PT Erna harus menyelesaikan analisis
lingkungan dan sosial dengan merujuk AMDAL pada sembilan desa yang terletak di luar
batas-batas selatan. Analisis ini meliputi identifikasi ladang dan situs-situs lain yang
digunakan oleh masyarakat dalam kawasan konsesi (Kriteria 1.1)..........Error! Bookmark not defined.
Kondisi 2 Dalam enam bulan masa sertifikasi, PT Erna harus mempertahankan patroli di
sepanjang 3 sungai dalam dan yang membatas konsesi (Kriteria 1.5) .............Error! Bookmark not defined.
Kondisi 3 Dalam 12 bulan masa sertifikasi, Perusahaan harus menyelesaikan proses
pemetaan dengan dua PGM yang tersisa. (Kriteria 2.1) .....................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 4 Dalam enam bulan masa sertifikasi, Perusahaan harus mensosialisasikan
PGM yang ada. Pembahasan mengenai PGM yang ada sekarang harus
diselenggarakan dalam musyawarah, dengan anggota masing-masing desa yang
memiliki PGM, dan memeriksa beberapa hak yang berbeda dan batasan-batasan hak
guna dalam dan di luar PGM. Salinan peta dan survey PGM dan dokumentasi yang
berhubungan harus tersedia untuk pengetahuan publik pada masing-masing desa
melalui kepala desa (Kritieria 2.2).........................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 5 Dalam 18 bulan sertifikasi, PT Erna harus melaksanakan penilaian desa
dengan level rumah tangga untuk menentukan kebutuhan dan manfaat-manfaat aktual
masyarakat. Berdasar diskusi dengan masyarakat dan pemeriksaan di lapangan, PT Erna
harusnya merevisi PGM jika perlu untuk memasukkan ladang baru yang baru saja dibuka
oleh desa. Selanjutnya PT Erna dengan jangka waktu yang sama harus menegosiasikan
kesepakatan tertulis dengan desa-desa berdasar pada pemahaman yang jelas mengenai
fungsi-fungsi lahan yang diperbolehkan dalam dan diluar PGM. Kesepakatan ini juga harus
mencakup proses untuk penyelesaian konflik, yang bisa didasarkan pada SOP perusahan
dengan persetujuan masyarakat (Kriteria 2.2)..........................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 6 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus menyelesaikan
kesepakatan dengan Tumbang Kalam dan pemerintah daerah mengenai hak dan kontrol
pada lahan dalam KPPL sehingga ada mekanisme yang jelas untuk membuat keputusan
tentang manfaat hutan dan ladang dalam areal tersebut (Kriteria 3.1). ....Error! Bookmark not defined.
Kondisi 7 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus mengidentifikasi
kawasan-kawasan yang digunakan oleh masyarakat di luar PGM dan enklaf KPPL<
yang dimaksudkan untuk menanami kembali dan bernegosiasi dengan masyarakat
dengan memanfaatkan kawasan-kawasan itu untuk tanaman kembali sebelum
diteruskan (Kriteria 3.1)..........................................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 8 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus sudah mensosialisasikan
dengan anggota masyarakat dalam musyawarah, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
Perusahaan untuk melindungi lokasi-lokasi khusus yang telah diidentifikasi dalam konsesi
oleh masyarakat. Kunjungan bersama ke lokasi ini harus menjadi bagian dari sosialisasi
(Kriteria 3.3).............................................................................................Error! Bookmark not defined.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 44 July 2005


Kondisi 9 Dalam masa 24 bulan sertifikasi, PT Erna harus berkonsultasi dengan desa-desa
yang belum mendapatkan RKT pada batas-batasnya sejauh ini seperti Tb. Posang (untuk
RKT 2005), dan bagian selatan konsesi seperti Suai, Marandang, Salau, Rangkang Munduk,
Tnajung Tukal, Langke, Hentas, Setoli, Magin. Konsultasi ini harus menegaskan apakan
ada kawasan tambahan untuk kepentingan budaya yang perlu dilindungi (Kriteria 3.3).Error! Bookmark not def
Kondisi 10 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus mengembangkan rekruitmen
formal dan program pelatihan bagi anggota masyarakat, yang akan mencakup rekruiting
secara berkala dalam desa-desa, dan pelatihan bari karyawan baru yang diterima (Kriteria
4.1)………................................................................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 11 Dalam masa tiga bulan sertifikasi, PT Erna harus melembagakan dan
melaksanakan kebijakan untuk merespon, secara tertulis dan tepat waktu, semua
korespondensi dari masyarakat (Kriteria 4.1)...........................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 12 Dalam masa enam bulan sertifikasi, Perusahaan harus menjamin jadwal
pertemuan reguler dengan pimpinan serikat dan anggota serikat pekerja. Perusahaan
harus mengumumkan UU 13/2003 dan KKB di semua camp karyawan (Kriteria 4.3).Error! Bookmark not def
Kondisi 13 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus melaksanakan penilaian atau
evaluasi partisipatif mengenai dampak sosial dari kegiatan operasional. Berdasar temuan
evaluasi ini, Perusahaan harus menginternalisasikan temuan ke dalam rencana pengelolaan.
(Kriteria 4.4).............................................................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 14 Dalam enam bulan sertifikasi, PT Erna harus memperbaiki SOP tentang mekanisme
resolusi konflik dan mengembangkan program pelatihan untuk semua staf yang menangani
masalah konflik sosial agar meningkatkan pemahaman dan keahlian mereka dalam bidang
penyelesaian konflik (Kriteria 4.5). ...........................................................Error! Bookmark not defined.
Condition 15 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, dan berdasar pada hasil penilaian
lingkungan yang dipersyaratkan dalam Prekondisi 2, Perusahaan harus
mengembangkan program PMDH formal dengan masyarakat di sepanjang koridor,
dan harus mengembangkan proses penyelesaian sengketa secara formal untuk
potensi persengketaan yang terjadi di masa depan (Kriteria 4.5). .....Error! Bookmark not defined.
Kondisi 16: Dalam 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus memperbaiki pemanfaatan pohon-
pohon yang ditebang dengan mengatur standar tebang dan bucking yang lebih ketat; yang
menjamin bahwa semua penebang dan personil produksi diberitahu dengan baik tentang
perlunya meningkatkan rendemen. Kebijakan ini akan dicerminkan dalam pengaturan yang
layak pada SOP yang relecan dan merevisi standar bucking yang kemudian diberitahukan
kepada penebang, scaler dan supervisor produksi (Kriteria 5.2)..............Error! Bookmark not defined.
Kondisi 17 Dalam masa 12 bulan sertifikasi, Perusahaan harus mengembangkan dan
melaksanakan program RIL yang efektif dan komprehensif. Program ini harus
memadukan pelatihan dan saran-saran teknis dengan sistem monitoring produksi dan
parameter lingkungan............................................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 18 Dalam 12 bulan masa sertifikasi, sistem formal yang layak untuk penilaian
dampak lingkungan untuk semua pembangunan jalan dan kegiatan pembalakan harus
sudah dilaksanakan (Kriteria 6.1).........................................................Error! Bookmark not defined.
Kondisi 19 Dalam 12 bulan sertifikasi, Perusahaan harus melaksanakan protokol
untuk menjamin bahwa jalan sarad sudah tidak digunakan lagi dengan membuat
gundukan untuk meminimalkan resiko erosi (Kriteria 6.5). ..............Error! Bookmark not defined.
Kondisi 20 Dalam masa 24 bulan sertifikasi, Perusahaan harus mengembangkan
sistem monitor rutin dan mengevaluasi dampak pembalakan pada masyarakat lokal
dan efektifitas program-program pembangunan sosialnya. Sistem ini harus melibatkan
semua masyarakat secara aktif (Kriteria 6.2). ..........................................Error! Bookmark not defined.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 45 July 2005


Kondisi 21 Dalam masa 18 bulan sertifikasi, Perusahaan sudah harus memiliki
prosedur yang dilaksnakan dimana laporan audit internal dan data monitoring dijaga
dan dikombinasikan dengan dokumen perencanaan umum dan evaluasi berkala harus
dilakukan terhadap prosedur-prosedur dalam hal rekomendasi pada laporan audit.Error! Bookmark not d
Kondisi 22 Dalam 12 bulan sertifikasi, PT Erna harus menyelesaikan proses
identifikasi HCVs. Dalam 24 bulan, strategi untuk perlindungan dan konservasinya sudah
harus dikembangkan. (Kriteria 9.2)..........................................................Error! Bookmark not defined.

Kondisi 1/05: Dalama enam bulan setelah sertifikasi, kawasan konservasi dalam hutan bekas
tebangan dan hutan virgin ditingkatkan dengan memperhatikan secara khusus pada
peningkatan kawasan konservasi dalam hutan virgin.

PT Erna Djuliawati FM Assessment Report 05 Page 46 July 2005

Anda mungkin juga menyukai