Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya, penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang berjudul “Kajian Proses dan Teknologi Pengolahan Emisi
PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9”. Laporan Praktik Kerja Lapangan ini
terdiri atas 5 (lima) bab, yaitu bab Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Praktik
Kerja Lapangan, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Saran serta Daftar Pustaka.
Setiap isi dari bab tersebut terangkai secara komprehensif untuk membahas Kajian
Proses dan Teknologi Pengolahan Emisi PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9
Probolinggo, Jawa Timur.
Laporan Praktik Kerja Lapangan ini merupakan salah satu syarat wajib yang
digunakan untuk menyelesaikan PKL di PT PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9
sehingga dapat melampaui mata kuliah PKL. Penyusunan Laporan PKL ini sesuai
dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Program S-1 Teknik Lingkungan,
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.
Semoga proposal PKL ini dapat diterima serta dapat memberikan manfaat pada
mahasiswa, perusahaan serta perguruan tinggi sesuai dengan tujuan.
Farah Mutia
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
iv
DAFTAR ISI
v
4.1.4 Siklus Udara Pembakaran .......................................................... 39
4.1.5 Sumber Emisi ............................................................................. 39
4.2 Proses Pengolahan dan Pemantauan Emisi Gas Buang ....................... 40
4.2.1 Pengolahan Emisi Gas Buang .................................................... 40
4.2.2 Sistem Penanganan Abu ............................................................ 45
4.2.3 Pemantauan Emisi Gas Buang ................................................... 46
4.3 Kuantitas dan Kualitas Emisi Gas Buang ............................................ 47
4.3.1 Kuantitas Emisi Gas Buang ....................................................... 48
4.3.2 Kualitas Emisi Gas Buang ......................................................... 51
4.3.3 Analisis Data Kualitas Emisi Gas Buang Berdasarkan Baku
Mutu PERMEN LH No. 21 Tahun 2008 ................................... 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 59
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 59
5.2 Saran ................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 61
LAMPIRAN ................................................................................................... 63
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Sarana dan Fasilitas Pendukung Kegiatan PT. PJB
UBJ O&M PLTU Paiton 9 .......................................................... 9
Tabel 2.2 Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak ............................... 27
Tabel 4.1 Laju Alir Volumetrik Emisi Gas Buang Hasil Pengukuran
Manual Triwulan I dan II Tahun 2019 ...................................... 48
Tabel 4.2 Hubungan Laju Alir Volumetrik Emisi Gas Buang dengan
Kapasitas Produksi Listrik Hasil Pengukuran CEMS Tahun
2019 ........................................................................................... 49
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Manual Kualitas Emisi Gas Buang
Triwulan I dan II Tahun 2019 ................................................... 52
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan CEMS Bulan Januari-Juni 2019 ................. 54
Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Pengukuran Manual dan CEMS ................ 55
Tabel 4.6 Analisis Kualitas Emisi Gas Buang Pengukuran
Manual ....................................................................................... 56
Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Pengukuran CEMS dengan Baku
Mutu .......................................................................................... 57
Tabel 4.8 Persentase Pemenuhan terhadap Baku Mutu Hasil
Pengukuran CEMS .................................................................... 57
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Unit PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 .................................... 6
Gambar 2.2 Lokasi PLTU Paiton 9 ................................................................. 7
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT. PJB UBJ O&M PLTU
Paiton 9 ........................................................................................ 8
Gambar 2.4 Electrostatic Precipitator .......................................................... 18
Gambar 2.5 Tipe Cyclone.............................................................................. 20
Gambar 2.6 Bag Filter................................................................................... 21
Gambar 2.7 Wet Scrubber ............................................................................. 22
Gambar 2.8 Gravity Settling Chamber .......................................................... 23
Gambar 2.9 Spray Tower............................................................................... 23
Gambar 2.10 Proses Adsorbsi ......................................................................... 24
Gambar 2.11 Proses Pembakaran .................................................................... 25
Gambar 2.12 Kondensasi ................................................................................ 26
Gambar 3.1 Cara Kerja Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) .......... 30
Gambar 4.1 Siklus Air dan Uap Air di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton
Unit 9 ......................................................................................... 37
Gambar 4.2 Siklus Batubara di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 ... 38
Gambar 4.3 Alur Perjalanan Flue Gas dari Boiler Menuju Stack ................. 41
Gambar 4.4 Cara Kerja Electrostatic Precipitator ........................................ 42
Gambar 4.5 Peralatan yang Terdapat pada Electrostatic Precipitator .......... 43
Gambar 4.6 Electrostatic Precipitator di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 944
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak revolusi industri abad ke-18 telah terjadi perubahan tatanan ekonomi
masyarakat dunia dari sistem agraris menjadi sistem industrialisasi yang berbasis
ekonomi dan produksi yang semakin besar setiap tahunnya. Produksi listrik
membutuhkan bahan bakar minyak bumi, gas, dan batubara (Kristanto, 2013).
Salah satu pembangkit listrik di Indonesia adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap
yang sering disebut PLTU. Pembangkit Listrik Tenaga Uap merupakan pembangkit
listrik yang mengandalkan energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik.
Pembangkit listrik ini menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai
ketenagalistrikan (Anonim, 2014). PT. PJB Unit Bisnis Jasa Operation &
Maintenance PLTU Paiton 9 atau dikenal sebagai PT. PJB UBJ O&M Paiton unit
Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. PLTU Paiton unit 9 dalam kinerja pengelolaan
1
2
pengelolaan limbah sebagai hasil samping produksinya, salah satunya yaitu emisi
PLTU berbahan bakar batubara seperti PT. PJB UBJO&M Paiton unit 9
dibuang merupakan hasil dari pembakaran batubara pada boiler. Emisi gas buang
yang dihasilkan terdiri dari SOx, NOx, COx, dan partikel debu yang mengandung
unsur radioaktif (Iswan, 2010). Gas SO2 di udara yang bereaksi dengan uap air atau
larut pada tetesan air membentuk H2SO4 yang merupakan komponen utama dari
hujan asam. Dengan cara yang sama, NOx di udara yang bereaksi dengan uap air
atau larut pada tetesan air membentuk HNO3 yang juga merupakan komponen
utama dari hujan asam (Mulia, 2005). Partikel debu yang terdeposit ke paru-paru
Salah satu upaya menjaga kesehatan lingkungan yaitu perlu adanya pengolahan
emisi yang tepat. Proses pengolahan yang tepat akan menghasilkan gas yang tidak
mencemari lingkungan. Emisi yang tidak mencemari lingkungan yaitu pada saat
dimasukkan ke lingkungan, emisi gas buang telah sesuai dengan baku mutu yang
telah ditetapkan. Kualitas emisi gas buang pada PLTU batubara mengacu pada
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara
Analisis pengolahan emisi pada PT. PJB UBJ O&M Paiton unit 9 perlu
berbahaya bagi makhluk hidup. Disamping itu, kinerja pengolahan emisi di PLTU
Paiton unit 9 menjadi indikator penilaian kinerja perusahaan. Oleh karena itu, PT.
PJB UBJ O&M PLTU unit 9 cocok menjadi tempat pelaksanaan Praktik Kerja
Lapangan (PKL) untuk mempelajari proses dan teknologi pengolahan emisi. Sesuai
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan mata kuliah wajib yang bertujuan untuk
Rumusan masalah pada praktik kerja lapangan ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa proses produksi listrik PT. PJB UBJ O&M PLTU unit 9 yang menghasilkan
emisi?
2. Apa unit pengolahan dan pemantauan emisi di PT. PJB UBJ O&M PLTU unit
9?
3. Apakah emisi hasil pengolahan di PT. PJB UBJ O&M PLTU unit 9 sesuai
1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses produksi listrik PT. PJB UBJ O&M PLTU unit 9 yang
menghasilkan emisi.
2. Mengetahui unit pengolahan emisi di PT. PJB UBJ O&M PLTU unit 9.
4
1.4 Manfaat
Bagi mahasiswa
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan emisi di PT. PJB UBJ O&M
PLTU unit 9.
2. Hasil analisis dari PKL dapat menjadi bahan masukan bagi instansi untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 dikenal sebagai PLTU Paiton baru
merupakan salah satu PLTU yang menggunakan uap sebagai pembangkit listriknya.
PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 menggunakan 2 jenis bahan bakar yaitu minyak
HSD (High Speed Diesel) sebagai bahan bakar untuk penyalaan (start up),
sedangkan untuk proses produksi listriknya menggunakan bahan bakar batu bara.
Batu bara yang digunakan adalah batu bara jenis low rank coal yang memiliki kalori
± 4200 kcal/kg dengan kebutuhan batu bara 2,7 juta ton/tahun (Prasetyo dan Sahid,
2016).
Kontrak proyek PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 ditandatangani pada
proyek dikerjakan oleh Consurtium Harbin Power Engineering Co. Ltd. (HPE) dari
China sebagai Leader Consurtium dengan partner lokal MSHE (PT. Mitra Selaras
Hutama Energi), institut desain dari China yaitu CSEPDI (Central Southern China
Electric Power Design Institute), dan jasa konsultan QA/QC yaitu BVI (Black and
berdampingan dengan kompleks PLTU Paiton Unit 1-8 (Anonim, 2013). Unit
PLTU Paiton unit 9 yang terletak dengan lahan seluas 55,71 Ha dan merupakan
sebuah unit yang terletak pada wilayah administrasi di Desa Binor, Kecamatan
Paiton, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur dengan batas wilayah sebagai
2.1.3 Visi dan Misi Perusahaan PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9
Visi dan misi perusahaan yang dimiliki adalah Visi Perusahaan PT. PJB UBJ
a. Visi Perusahan
PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 memiliki visi untuk menjadi perusahaan
dunia.
b. Misi Perusahaan
Misi perusahaan PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9, sebagai berikut:
Struktur organisasi manajemen perusahaan PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Perusahaan PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9
(Sumber: Anonim, 20182)
9
Deskripsi mengenai kegiata yang dilakukan oleh PT. PJB UBJ O&M PLTU
Paiton 9 dilengkapi dengan sarana dan fasilitas pendukung yang dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis Sarana dan Fasilitas Pendukung Kegiatan PT. PJB UBJ O&M
PLTU Paiton 9
Jenis Sarana dan
No. Keterangan
Fasilitas
1. Plant Water System Desalination Plant System
Tipe : Reverse Osmosis
Jumlah : 2 Unit
Kapasitas Produksi : 2 x 125 m3/jam
Kapasitas Storage Tank : 2 x 3.000 m3
2. Waste Water Treatment Dibangun untuk pengolahan limbah yang berasal
Plant dari seluruh pengoperasihan pembangkit. Sistem
yang digunakan adalah Drainage System
3. Open Cycle Cooling Water Circulating Water
System Sumber : Air laut
Temperatur inlet : 30oC
10
Precipitator
Tipe : Electro Static Precipitator
Jumlah :2
5. Steam Turbine System Tipe : Sub-critical, once-middle
reheat, single-shaft, three cylinder and four
stages steam extraction, condenser type turbine
Jumlah :1
Debit : 2.064,1 t/h
Tekanan : 167 bar
Suhu gas : 538oC
6. Condensing System Condenser
Tipe : Double shell and flow
Jumlah :1
Pembersihan Tabung : Spongeball cleaning
system
7. Condensate and Feed Condensate Pump
Water System Tipe : Vertical sleeve type pump
Jumlah : 2
Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal yaitu
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara
ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak
adanya bahan-bahan atau zat-zat asing dalam udara yang menyebabkan perubahan
susunan (komposisi) udara dari keadaan normal, atau kehadiran zat-zat asing dalam
inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber
tergantung dari jenis industri dan prosesnya, peralatan industri dan utilitasnya.
Berbagai industri dan pusat pembangkit tenaga listrik menggunakan tenaga dan
panas yang berasal dari pembakaran arang dan bensin. Hasil samping dari
polutan atau pencemar yang dikeluarkan ke udara dalam satuan waktu. Emisi dapat
disebabkan oleh proses alam maupun kegiatan manusia. Emisi akibat proses alam
13
bakteri pengurai yang menghasilkan gas metan (CH 4). Emisi yang disebabkan
emissions yaitu hasil pembakaran bahan bakar fosil, pemakaian zat kimia yang
kimia.
1. Pencemar Partikulat
ambien. Partikulat merupakan polutan yang tidak memiliki susunan kimia yang
seragam (contoh: CO), satu molekul di CO identik dengan yang lain namun
memiliki variasi dalam hal ukuran, bentuk dan komposisi kimia. Partikulat sendiri
merupakan bentuk yang terdispersi padatan dan cairan dengan ukuran molekul
2. Pencemar Gas
Beberapa kategori polutan adalah SO2, NO2, NO, dan CO. Polutan SO2
dihasilkan dari pembakaran sulfur atau materi lain yang mengandung sulfur.
Sumber utama SO2 adalah pembakaran bahan bakar fosil dari instalasi pembangkit
listrik serta beberapa industri lainnya. NOx terbentuk karena ada pembakaran di
udara bebas. Sumber utama NOx berasal dari transportasi (sumber bergerak) serta
14
berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang disebabkan adanya pembakaran yang
tenaga listrik dan industri peleburan yang besar pada umumnya mampu
(Soedomo, 2001).
yaitu:
1. Pencemar Anorganik
2. Pencemar Organik
aldehid dan keton. Beberapa jenis pencemar organik lain adalah asam
karboksilat, alkohol, eter, ester dan senyawa sulfur organik (Soedomo, 2001).
Bahan pencemar primer adalah bahan pencemar yang dikeluarkan dari suatu
sumber yang dapat diidentifikasi, seperti SO2, CO, NOx, SOx, partikulat,
oleh USA, EC, dan WHO, adalah CO, NO2, O3, SO2, PM-10 (partikulat
sedangkan asam-asam nitrogen adalah HNO2 (asam nitrit) dan HNO3 (asam nitrat).
Senyawa NOx dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti minyak,
batubara, kayu, dan gas. Senyawa NOx terbentuk melalui oksidasi nitrogen yang
terdapat dalam senyawa bahan bakar tersebut. Nitrogen dalam gas alam dapat
diabaikan, tetapi nitrogen yang terdapat pada batubara dan minyak dapat mencapai
tiga persen berat. Umumnya emisi NOx dalam bentuk NO dimana secara cepat
Gas belerang oksida (SOx) terdiri atas gas sulfur dioksida (SO2) dan gas sulfur
trioksida (SO3) yang mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak
mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif, mudah bereaksi dengan
uap air (H2O) yang ada di udara untuk membentuk Asam sulfat (H2SO4). Gas
buangan di udara pada umumnya mengandung gas SO2 lebih banyak daripada gas
SO3. Sulfat dioksida (SO2) dapat terkonversi di udara menjadi pencemar sekunder
seperti aerosol sulfat yang umumnya mempunyai ukuran yang sangat halus
kurang dari 10 μm. Particulate Matter-10 (PM-10) terdiri dari aluminosilikat dan
16
oksida lain dari unsur kerak dengan sumber utama termasuk debu yang berasal dari
jalan, industri, pertanian, konstruksi, pembongkaran gedung, dan debu terbang dari
pembakaran bahan bakar fosil. Particulate Matter-10 (PM-10) menyebar pada jarak
bervariasi mulai kurang dari 1 km sampai 10 km. Partikel PM-10 yang berdiameter
10 mikron memiliki tingkat kelolosan yang tinggi dari saringan pernafasan manusia
4. Opasitas
Tingkat kepekatan asap atau yang sering disebut dengan opasitas, yaitu suatu
parameter untuk mengetahui apakah asap yang dihasilkan oleh cerobong suatu
industri melebihi batas aman yang sudah ditetapkan atau tidak. Menurut
cahaya yang dihasilkan dari gas buang proses pembakaran pada emisi sumber tidak
Pencemaran udara sebenarnya dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi
partikulat yang terbawa bersama gas. Pengolahan emisi secara teknis dilakukan
lebih baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar lebih tinggi dan kerusakan
1. Pengendalian partikulat
2. Pengendalian gas
Perlengkapan pengendalian pencemaran udara prinsipnya mengikuti proses
pengendalian dengan cara pemasangan unit eksternal pada bagian akhir proses
pengendali partikulat yang akan digunakan. Data yang perlu diperhatikan adalah
karakteristik fisik dan kimia partikulat, debit aliran gas, kapasitas dust loading,
temperatur gas, tekanan yang terjadi, kelembaban gas, dan kondisi yang ingin
abu hasil proses pembakaran dengan jalan memberi muatan listrik padanya. Prinsip
kerja ESP yaitu dengan memberi muatan negatif kepada abu-abu tersebut melalui
dikatakan abu yang memiliki ion negatif akan ditarik dan menempel di plat
akan dijatuhkan dengan digetarkan oleh vibrator yang terdapat dalam ruang ESP
tersebut. Abu yang telah dijatuhkan akan ditampung dalam hopper dan akan di
Pengendap siklon merupakan pengendap debu (abu) yang terdapat dalam gas
buangan atau udara di ruangan pabrik yang berdebu. Nama lain unit ini cyclone
Polutan yang sesuai adalah partikulat dengan ukuran lebih besar dari 10 mikrometer
(μm). Namun, ada cyclone efisiensi tinggi dirancang agar efektif untuk PM10 dan
PM2.5. Alat ini menggunakan prinsip gerakan cyclo dan gravitasi untuk memisahkan
Prinsip kerja alat ini berawal dari gas yang masuk dengan bantuan fan. Gas akan
mengkuti bentuk alur yang bersirip siklon. Hal ini mengakibatkan gas akan
mengarah ke bawah sehingga partikel debu akan terpantul dan bergerak ke atas
bawah. Sistem ini memiliki efisiensi 80%, namun alat ini sangat bergantung pada
tekanan dan temperature sehingga pada kondisi riil akan mengalami perubahan.
Alat ini biasa digunakan di industri peleburan timah, pengolahan kayu, maupun
industri yang mengunakan bahan bakar batu bara atau limbah tebu. Terdapat 3 tipe
Cyclone ini adalah cyclone yang paling banyak digunakan di area industri.
B. Axial entry
Cyclone ini umumnya digunakan pada multicyclone dan jenis ini memiliki
C. Bottom entry
3. Bag Filter
sebagai medium filternya. Gas (dan juga cairan) dipisahkan dari partikel halus
dengan cara melewatkannya melalui medium yang terbuat dari kain atau keramik
dengan area yang luas. Partikel yang tidak bisa menembus medium akan tertinggal
di permukaannya, dan membentuk apa yang disebut dengan Filter Cake. Ratusan
atau ribuan filter bag yang terbuat dari kain, umumnya berbentuk silinder atau pipa,
di kumpulkan dalam sebuah Bag House dimana proses filtrasi berlangsung. Alat ini
fabric dust collectors, filter collectors, dust collectors, cloth collectors atau filter
21
house. Fabric filter terdiri dari inlet, outlet, filter bag, hopper, mekanisme
pembersihan. Berikut adalah gambar dari fabric filter pada Gambar 2.6 (Theodore,
2008).
4. Wet Scrubber
Wet scrubber merupakan alat yang menggunakan liquid atau cairan untuk
membuang polutan. Prinsip kerja dari wet scrubber adalah saat arus gas kotor
mengalirkannya atau dengan metode kontak lainnya. Desain dari alat ini tergantung
pada kondisi proses industri dan sifat alami polutan udara yang bersangkutan. Wet
scrubber membuang partikel dengan cara menangkapnya dalam tetesan atau butiran
cairan. Adapun butiran cairan yang masih terdapat dalam arus gas pasca pencucian
selanjutnya harus dipisahkan dari gas bersih dengan alat lain yang disebut
22
berukuran besar dan partikel abrasif. Nama lain unit ini settling chamber, gravity
collectors, expansion chambers, dan outfall chamber. Cara kerja dari teknologi ini
dapat mengendap secara gravitasi. Polutan yang sesuai dengan gravity settling
chamber adalah partikulat dengan ukuran lebih besar dari 10 mikrometer (μm).
Kebanyakan desain hanya efektif terhadap PM lebih besar dari 50μm. Berikut
6. Spray Tower
Scrubber berenergi rendah yang paling umum adalah gravity spray tower
dimana tetesan cairan jatuh secara gravitasi ke aliran gas yang mengarah naik dan
cairan terkumpul di bawah ruang (chamber). Tetesan dari cairan yang terkumpul
biasanya dibentuk oleh cairan yang disemprotkan oleh nozel semprot. Alat ini
mampu mengatasi volume gas besar dan sering digunakan sebagai quenchers. Laju
gas alat ini adalah mulai 800 hingga 2500 pon/jam.ft 2 serta mempunyai waktu
retensi 2–5 detik. Spray tower tidak cocok untuk partikel berukuran 0-5μm. Berikut
1. Adsorbsi
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap kedalam. Bila
gas atau uap bersentuhan dengan permukaan padatan yang bersih, maka gas atau
uap tadi akan teradsorpsi pada permukaan padatan tersebut. Permukaan padatan
disebut sebagai adsorben, sedangkan gas atau uap disebut sebagai adsorbat. Semua
padatan dapat menyerap gas atau uap pada permukaan. Banyak gas yang teradsorpsi
yang bergantung pada suhu dan tekanan gas serta luas permukaan padatan. Padatan
yang paling efisien adalah padatan seperti arang dan butiran padatan yang sangat
halus (Bird, 1993). Berikut adalah ilustrasi dari proses adsorbsi pada Gambar 2.10.
2. Pembakaran (Combustion)
Cara kerja dari proses pembakaran adalah gas kotor (hidrokarbon) akan
dibakar menjadi karbondioksida dan air. Selama pembakaran, suplai oksigen terus
memiliki operasi yang sederhana, mendaur ulang panas hasil pembakaran, memiliki
memiliki biaya operasi relatif mahal dan memiliki bahaya ledakan. Berikut adalah
3. Kondensasi
Proses penyisihan gas pencemar dengan cara mengubah fasa dari fasa gas
senyawa yang murni dan pendingin yang digunakan dapat di daur ulang. Sedangkan
kelemahannya adalah efisiensinya yang relatif rendah. Berikut adalah gambar dari
instrumen yang terdiri dari beberapa analiser untuk memantau berapa banyak zat
yang diemisikan ke udara oleh power plant. Alat ini digunakan untuk mengetahui
kadar polutan dan melihat sejauh mana efisiensi plant. Nilai-nilai emisi merupakan
cerminan sistem proses yang dihasilkan oleh plant sehingga dilakukan monitoring
secara terus-menerus. CEMS terdiri dari beberapa buah gas analyzer yang
Controller bisa berupa data logger atau system PLC. Fungsi utama dari
controller ini ialah untuk record hasil pemantauan emisi dan melakukan
autokalibrasi gas analyzer. Biasanya controller ini dihubungkan lagi dengan sebuah
PC agar user/operator bisa melihat hasil pemantauan dalam bentuk grafik atau
mencetak hasil dengan software khusus. Jenis-jenis gas gas analyzer yang dipasang
27
tergantung dari jenis industrinya. Gas yang dipantau di PLTU yaitu Sulfur Dioksida
Emisi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap harus memenuhi baku mutu yang
berlaku. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi Pembangkit Listrik Tenaga
2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Selain itu, Pembangkit Listrik Tenaga Uap wajib memasang alat pemantau
Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal Pasal 9
ayat 1(c) yang berbunyi “Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit
tenaga listrik termal kecuali PLTP wajib memasang alat Continuous Emission
yang dihitung pada tahap awal perencanaan pemasangan, dan beroperasi secara
3.1.1 Tempat
Bali Unit Bisnis Jasa Operation & Maintenance PLTU Paiton unit 9, tepatnya di
3.1.2 Waktu
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan selama empat (4) minggu, yaitu
Metode yang digunakan pada pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini
atau data, dan pengambilan data sekunder proses teknologi pengolahan emisi serta
konsentrasi bahan pencemar pada emisi tahun 2018 dan 2019. Tahapan mengenai
cara kerja pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dapat dilihat pada Gambar
3.1.
29
30
Pengumpulan Data:
1. Sumber Emisi
Observasi
Penentua 2. Teknis Pengolahan Emisi
Kegiatan
n Topik
Industri 3. Data Kuantitas dan Kualitas
Emisi Triwulan I dan II Tahun
2019
Penyusunan
Analisis dan Pengolahan Data
Laporan
Topik yang diambil adalah kajian proses dan teknologi pengolahan emisi di PT
Observasi dilakukan dengan tujuan untuk memahami proses kerja yang ada di PT.
Data konsentrasi bahan pencemar pada emisi diperoleh dari perhitungan manual
atau analisis dari pihak eksternal dan CEMS (Continous Emission Manual
debit bulanan emisi pada outlet cerobong serta kualitas emisi setelah dilakukan
pengolahan pada unit pengolahan emisi. Data kualitas emisi setelah diolah unit
pengolah emisi disebut dengan data outlet. Data kualitas emisi pada cerobong
didapat dari buku Laporan Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) Triwulan I dan
II Tahun 2019. Data kualitas emisi pada sistem pengolahan akan dibandingkan
dengan standar baku mutu dalam PERMEN LH No. 21 Tahun 2008 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegatan Pembangkit
PEMBAHASAN
4.1 Proses Produksi Listrik PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 yang
Menghasilkan Emisi
mangandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Bentuk
utama dari pembangkit listrik jenis ini adalah generator yang dihubungkan ke turbin
yang digerakkan oleh tenaga kinetik dari uap panas/kering. Pembangkit listrik
tenaga uap menggunakan berbagai macam bahan bakar terutama batubara dan
minyak bakar serta LFO untuk start up awal. Salah satu PLTU terbesar adalah
1. Pertama, energi kimia dalam bahan bakar diubah menjadi energi panas dalam
bentuk uap bertekanan dan temperatur tinggi.
2. Kedua, energi panas (uap) diubah menjadi energi mekanik dalam bentuk
putaran.
3. Ketiga, energi mekanik diubah menjadi energi listrik.
PLTU menggunakan fluida kerja air uap yang bersirkulasi secara tertutup.
1. Pertama, air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan
pemindah panas. Di dalam boiler, air ini dipanaskan dengan gas panas hasil
32
33
2. Kedua, uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu
putaran.
energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan,
sehingga ketika turbin berputar dihasilkan energi listrik dari terminal output
generator.
dengan air pendingin agar berubah kembali menjadi air yang disebut air
kondensat. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi sebagai
pemanasan air menjadi uap untuk menggerakkan turbin. Selanjutnya, turbin akan
dari turbin dijadikan air kembali dengan proses kondensasi. Hal ini dilakukan
(reverse osmosis) dan sistem penukaran ion (ionic exchanger) melalui peralatan
Water Treatment Plant (WTP). Air murni yang dihasilkan oleh WTP telah
34
memenuhi syarat untuk disalurkan melalui sistem pengisian air ke dalam boiler.
Selanjutnya, pembakaran awal (start up) dalam proses pemanasan air menjadi uap
digunakan bahan bakar minyak (HSD) yang diproses di auxiliary boiler (boiler
Sistem pengisian air ke boiler berasal dari proses kondensasi uap, dimana air
hasil kondensasi uap (water condensate) yang tertampung di dalam dipompa oleh
Polisher Plant (Unit Pengolahan Air dengan Penukaran Ion). Setelah itu air
Deaerator Storage Tank (DST). Dari DST, air pengisian boiler dipompa dengan
Boiler Feed Pump (BFP) lalu dilewatkan ke pemanas tekanan tinggi (HPH-1, HPH-
keluar dari boiler untuk pemanasan awal supaya air yang masuk ke steam drum
memiliki temperatur tinggi yaitu antara 3000C-5000C. Dari economizer, air masuk
ke steam drum.
(superheating steam). Uap kering tersebut dialirkan ke turbin tekanan tinggi untuk
memutar HP Turbine, sisa uap dari HP Turbine dipanaskan lagi di reheater. Dari
Turbine dan selanjutnya sisa uap dari IP Turbine dialirkan ke turbin tekanan rendah
(LP Turbine) yang terdiri dari dua buah turbin (LP Turbine A dan LP Turbine B).
35
Generator PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 menghasilkan tegangan
listrik sebesar 20 kV, kemudian dinaikkan oleh PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton
Unit 9 sebesar 600 MW, energi listrik tersebut kemudian disalurkan ke P3B dan
Sistem siklus air dan uap merupakan fluida kerja dari siklus “Rankine”. System
siklus air dan uap ini menggunakan peralatan boiler, turbin, dan alat bantu dari
masing-masing alat. Cara kerja siklus air dan uap dimulai dari pemanasan air di
dalam pipa pemanas air boiler dengan pembakaran di ruang bakar boiler.
Selanjutnya air mendidih berubah menjadi uap karena proses pemanasan tersebut.
Uap yang terbentuk ditampung di dalam steam drum yang bertekanan 167 kg/cm2
dan bersuhu kira-kira 3200C. Uap jenuh selanjutnya dialirkan ke pipa-pipa pemanas
Untuk pengaturan suhu uap yang keluar dari super heater supaya konstan
dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan mengatur arah nyala api pada coal burner
ke atas atau ke bawah dan dengan membuka spray water desuperheater. Sedangkan
untuk pengaturan tekanan uap utama dilakukan dengan set point pada boiler master
control. Uap dari super heater yang bersifat kering selanjutnya dialirkan ke turbin
tekanan tinggi (HP turbine) melalui katup utama (Main Stop Valve) dan Control
Throtle Valve untuk memutar HP turbine. Uap dari HP turbine yang kira-kira
36
bersuhu 3400C dan mempunyai tekanan 42 kg/cm2 tersebut dipanaskan ulang dalam
Uap yang dipanaskan ulang tersebut suhunya naik menjadi 5400C dengan
Intersep Reheat Valve untuk memutar IP turbine. Uap bekas pemutaran IP turbine
dialirkan melalui crossover kedua set LP turbine ini mempunyai parameter tekanan
dan suhu yang rendah yaitu pada tekanan vacuum 700 mmHg data dengan suhu
menggunakan media pendinginan air laut yang disebut air pendingin utama
kondensor. Uap bekas tersebut akan terkondensasi dari fasa uap menjadi
kontak langsung untuk membuang gas oksigen yang terlarut dalam air kondensat.
Selanjutnya air kondensat ditampung dalam storage tank yang dijaga ketinggian
level airnya. Air tersebut dipompakan oleh Boiler Feed Pump (BFP) menuju steam
drum dengan melewati High Pressure Heater (HPH) dan economizer. Sistem ini
yang disebut dengan sistem air pengisi boiler. Siklus ini berlangsung secara
kontinyu yang disebut siklus Rankine yang menggerakkan turbin uap. Siklus air dan
Gambar 4.1 Siklus Air dan Uap Air di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9
(Sumber: Laporan PPU PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9, 2019)
Dalam proses produksi listrik memerlukan energi untuk proses tersebut. Energi
tersebut berasal dari bahan bakar yang pada PLTU biasanya berasal dari batubara.
Proses penyediaan bahan bakar batubara pada PLTU biasanya disebut dengan
sampai pengiriman ke area penyimpanan atau stock pile hingga proses pengisian
coal bunker (silo) yang selanjutnya digunakan untuk proses pembakaran pada
furnace.
diletakkan di atas belt conveyor untuk kemudian ditransfer menuju stock pile area.
38
Pada stock pile area batubara ditata dengan menggunakan stacker reclaimer.
Batubara pada stock pile area dijadikan sebagai cadangan batubara selamaunit
beroperasi.
Bila batubara dari stock pile area akan digunakan maka stacker reclaimer
mengambil batubara dan menaruh di atas belt conveyor yang kemudian ditransfer
menuju coal bunker (coal silo). Kapasitas angkut belt conveyor adalah 750 ton per
jam. Batubara akan dimasukkan dan mengisi coal bunker yang kemudian akan
digunakan sebagai bahan bakar untuk proses pembakaran diatur laju aliran batubara
oleh coal feeder. Besarnya laju aliran massa batubara yang dimasukkan menuju
pulverizer tergantung oleh beban yang dibangkitkan unit. Dari coal feeder batubara
200 mesh yang kemudian diangkut dengan udara pembakaran yang berasal dari
primary air fan menuju furnace. Siklus batubara dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Siklus Batubara di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9
(Sumber: Laporan PPU PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9, 2019)
39
Siklus udara pembakaran adalah siklus udara yang digunakan untuk proses
pembakaran pada PLTU. Terdapat dua udara pembakaran yang digunakan yaitu
Udara primer merupakan penyedia 30% udara total dari proses pembakaran.
Udara primer pembakaran disediakan oleh primary air fan. Udara primer
bakar dari pulverizer menuju ruang bakar dan mengeringkan batubara untuk
pembakaran. Udara sekunder pembakaran disediakan oleh FDF air fan yang
berasal dari force draft fan. Udara sekunder dipanaskan melalui pemanas udara
awal terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke ruang bakar. Selain sebagai penyuplai
pembakar (firing system) agar tidak rusak karena panas (radiasi) api.
Emisi gas buang yang dihasilkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap yaitu abu
sisa pembakaran. Abu sisa pembakaran berupa bottom ash dan fly ash. Bottom ash
dan fly ash berasal dari pembakaran batubara dalam boiler dimana setiap jenis
batubara akan menghasilkan karakteristik emisi yang berbeda. Batubara PT. PJB
UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 yaitu jenis low rank. Jenis ini mengandung sulfur
rendah namun menghasilkan fly ash dan bottom ash cukup banyak sehingga perlu
adanya penanganan. Sumber emisi gas buang yaitu berasal dari boiler seperti yang
40
terdapat pada Gambar 4.3. Hasil pembakaran boiler yaitu abu dengan total
partikulat tinggi sehingga harus diolah terlebih dahulu agar tidak terlalu banyak
material berupa abu terbang (fly ash) dan padatan dari sisa pembakaran batubara
yang disebut abu berat (bottom ash). Bottom ash yang berupa padatan dari sisa
pembakaran batubara akan jatuh pada sisi bawah boiler hopper yang kemudian
ditampung pada bottom ash silo. Gas yang membawa abu sisa pembakaran akan
keluar dari boiler dan masuk menuju ESP (Electrostatic Precipitator) dengan
bantuan incude draft fan. ESP menggunakan prinsip elektrostatik tegangan tinggi
untuk mengurangi kadar abu yang terbawa oleh gas buang agar tidak mencemari
lingkungan. Debu akan menempel pada plat-plat ESP dimana ada hammer yang
memukul rangkaian plat secara periodik sehingga debu akan jatuh dan ditampung
fly ash silo. Setelah melalui ESP, gas buang dibuang melalui stack.
Gas buang (Flue Gas System) adalah gas sisa pembakaran yang terbentuk dari
hasil pembakaran campuran udara pembakaran dan serbuk batubara. Gas hasil
Primary Air Heater (PAH) dan Secondary Air Heater (SAH). Gas buang yang akan
dibuang menuju stack harus memenuhi standar keselamatan lingkungan dan tidak
41
seperti membatasi kadar sulfur yang keluar dan mengontrol kadar oksigen yang
terkandung dalam gas sebelum dibuang ke stack. Pada alur perjalanan flue gas dari
boiler menuju ke stack, aliran flue gas sebelum keluar ke atmosfer dijaga suhunya
sebesar 1200C setelah melewati electrostatic precipitator. Alur perjalanan flue gas
Gambar 4.3 Alur Perjalanan Flue Gas dari Boiler Menuju Stack
(Sumber: Marsudi, 2005)
Dari Gambar 4.3, dapat dijelaskan bahwa serbuk batubara yang bercampur
dengan udara pembakaran dari FDF (Force Draft Fan) akan terbakar di dalam
furnace. Hasil pembakaran itu berupa gas panas. Panas dari gas tersebut digunakan
sebagai pemanas air sistem agar berubah wujud menjadi uap. Gas hasil pembakaran
yang disebut juga gas bekas mengandung abu yang berukuran seperti pasir akan
jatuh karena massanya ke eco hopper ketika melewati economizer, selanjutnya gas
bekas ini digunakan untuk pemanas PAH dan SAH. Ketika terjadi pertukaran panas
ada sebagian abu yang terkumpul di PAH/SAH hopper akan tetapi biasanya hanya
sedikit sekali abu yang terkumpul di sini. Gas bekas ini akan dilewatkan ke ESP
42
yang merupakan alat untuk menangkap abu ringan yang masih terbawa dengan
ESP, kandungan abu pada gas bekas akan sangat sedikit sehingga tidak akan
mencemari udara luar. Gas bekas ini akan dihisap oleh Induced Draft Fan (IDF)
statis. Gas mengandung abu dilewatkan ke dalam ruang tegangan tinggi. Partikel-
partikel abu ini kemudian akan bermuatan negatif dan akan tertarik keluar dari
aliran gas dan menempel pada elektroda karena perbedaan muatan antara partikel
abu dengan elektroda dimana elektroda bermuatan positif. Cara kerja electrostatic
precipitator dapat dilihat pada Gambar 4.4 sedangkan peralatan yang terdapat pada
Gambar 4.4 merupakan prinsip kerja dan peralatan yang terdapat pada
precipitator yang terdiri dari tiga buah chamber. Masing-masing chamber terdiri
dari jajaran-jajaran plat dengan tinggi sekitar 10 meter digantung dalam lintasan
laluan gas. Plat-plat ini berfungsi sebagai elektroda pengumpul dan diletakkan
berjajar dengan jarak 260 milimeter antara satu dengan yang lainnya untuk laluan
gas. Discharge electrode digantung pada isolator dan diberi tegangan DC untuk
membentuk medan magnet diantara collecting electrode. Namun, ada juga sebagian
kecil yang menempel pada discharge electrode. Oleh karena itu, mekanisme
rapping juga harus dipasang pada kedua macam eletroda tersebut. Rapping ini
menyebabkan partikel abu jatuh ke dalam Hopper yang terletak di bawak elektroda.
negatif.
3. Rapper
Alat penggetar untuk menjatuhkan fly ash yang menempel pada elektroda (CE
atau DE).
untuk elektroda.
Elctrostatic precipitator yang terdapat pada PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9
Gambar 4.6 Electrostatic Precipitator di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9
45
Sistem penanganan abu terbagi atas dua bagian, yaitu bottom ash yang
tertinggal di bagian bawah ruang bakar dan fly ash atau abu halus yang terbawa
bersama gas sisa pembakaran. Abu sisa pembakaran dibuang ke ash disposal area.
Ash disposal area direncanakan mampu menampung selama life time unit kurang
lebih hingga 30 tahun. Lokasi ash disposal area terletak di barat daya dan selatan
area PLTU Paiton dengan total luas kurang lebih 222 Ha. Untuk mengindari
perembesan yang dapat mencemari air tanah, maka area penimbunan debu diberi
lapisan yang kedap air dan dikelilingi oleh selokan yang langsung mengalir ke laut.
1. Bottom Ash
Bottom ash merupakan abu berat sisa pembakaran dari batubara. Bottom ash ini
diambil dari bagian bawah furnace, pyrites, dan mill reject dari tangki yang terletak
di setiap mill, dan abu economizer dari tangki yang terletak di bawah hopper
2. Fly Ash
Selain abu berat, pada proses pembakaran batubara juga dihasilkan abu halus
(fly ash). Fly ash ini diambil dari Primary Air Heater (Hopper 1), Secondary Air
Heater (Hopper 2), Electrostatic Precipitator (Hopper 3-18), dan gas duct. Setelah
melewati ketiga jenis hopper tersebut maka udara sisa pembakaran akan terbebas
dari debu sisa pembakaran batubara. Udara bersih tersebut dapat dibuang ke
atmosfer melalui chimney/stack. Fly ash yang tertangkap akan ditampung di fly ash
silo yang berada di dekat stack sebelum akhirnya dibawa ke ash disposal area. Silo
46
ini berfungsi sebagai Surge Tank dan dilengkapi dengan vacuum boiler untuk
Resiko perembesan oleh ash yang ditimbun di areal penimbunan abu ditangani
dengan cara membuat lapisan di bawah tanah. Selain itu, di sekeliling ash disposal
area diberi keran air sebagai spray untuk ash, selokan, dan penghijauan untuk
cukup banyak dilakukan dengan cara mengolah abu menjadi bahan bangunan,
Pencemaran Udara (PPU). Hasil dari PPU dibuat dalam bentuk laporan dan wajib
dilaporkan setiap tiga bulan sekali kepada dinas dan kementerian terkait. Laporan
PPU terdiri dari laporan kualitas emisi gas buang hasil pemantauan setiap tiga bulan
oleh pihak eksternal dan hasil pemantauan CEMS. Hal tersebut dilakukan sebagai
bentuk kontribusi terhadap pelestarian lingkungan sehingga PT. PJB UBJ O&M
PLTU Paiton 9 mendapatkan Proper Hijau pada tahun 2017 dan 2018.
Sebagai bentuk pengendalian emisi gas buang, Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga Listrik Termal Pasal 9 ayat 1(c)
47
listrik termal kecuali PLTP wajib memasang alat Continuous Emission Monitoring
System (CEMS) pada cerobong dengan beban pencemaran tertinggi, yang dihitung
CEMS terdiri dari beberapa buah gas analyzer yang terintegrasi ke sebuah
controller. Fungsi utama dari controller ini ialah untuk me-record hasil pemantauan
emisi dan melakukan auto-kalibrasi gas analyzer. Controller ini dihubungkan lagi
dengan sebuah PC agar user/operator bisa melihat hasil pemantauan dalam bentuk
grafik atau mencetak hasilnya dengan bantuan software khusus. Jenis-jenis gas
analyzer yang dipasang pada CEMS di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton 9 ialah
NO2, SO2, CO, O2, total partikulat, dan opasitas. Jika konsentrasi pencemar cukup
tinggi, maka akan muncul peringatan pada software yang telah terhubung dengan
gas analyzer. Pengambilan data pada CEMS dilakukan setiap jam per harinya.
Kuantitas dan kualitas emisi gas buang PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit
9 diukur dengan 2 cara, yaitu manual dan CEMS. Pengukuran secara manual
dilakukan oleh pihak eksternal yaitu PT. Unilab Perdana. Pengukuran secara
merupakan pengukuran secara otomatis. CEMS menampilkan data emisi dari stack
setiap menitnya yang kemudian akan dipantau oleh operator di bagian Central
Control Room (CCR). CEMS dipasang di bawah cerobong dan selangnya (sensor)
dipasang sesuai dengan SNI yaitu setinggi 90 meter. Hal ini dimaksudkan agar
Pengukuran ini dilakukan setiap hari selama 24 jam dan 7 hari dalam 1 minggu.
CEMS dikalibrasi setiap 6 bulan sekali untuk menjaga keakuratan data yang
ditampilkan.
Data kuantitas dan kualitas emisi gas buang PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton
I (bulan Januari hingga Maret) dan Triwulan II (bulan April hingga Juni) Tahun
2019.
Kuantitas emisi gas buang atau laju alir volumetrik yang dihasilkan oleh PT.
PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 yang diukur secara manual dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Laju Alir Volumetrik Emisi Gas Buang Hasil Pengukuran Manual
Triwulan I dan II Tahun 2019
Laju Alir Volumetrik Kapasitas Produksi
Triwulan
(m3/s) Listrik (MWh)
I 444,6554 405.015,434
II 258,1000 379.282,877
Sumber: Anonim, 2019
49
Kuantitas emisi gas buang atau laju alir volumetrik yang dihasilkan oleh PT.
PJB UBJ OM PLTU Paiton Unit 9 dengan Pengukuran CEMS dan hubungannya
Tabel 4.2 Hubungan Laju Alir Volumetrik Emisi Gas Buang dengan Kapasitas
Produksi Listrik Hasil Pengukuran CEMS Tahun 2019
Laju Alir Volumetrik Kapasitas Produksi
Bulan
Rata-rata (m3/s) Listrik (MWh)
Januari 710,64 433.186,130
Februari 768,88 419.222,625
Maret 547,69 362.637,550
April 889,40 459.077,590
Mei 902,44 451.043,560
Juni 671,20 227.727,480
Pengukuran secara manual oleh pihak eksternal dilakukan pada Triwulan I yaitu
antara bulan Januari hingga Maret dan Triwulan II antara bulan April hingga Juni
tahun 2019. Sampling emisi secara manual Triwulan I dilaksanakan pada tanggal
CEMS dilakukan secara terus menerus setiap hari selama 24 jam. PT. PJB UBJ
O&M PLTU Paiton Unit 9 melakukan dua pengukuran, manual dan CEMS, untuk
mendapatkan data yang akurat sehingga dapat memantau laju alir emisi gas buang.
Tinggi rendahnya laju alir volumetrik emisi gas buang dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya kapasitas produksi. Semakin tinggi kapasitas produksi listrik maka akan
semakin tinggi laju alir volumetrik gas buang atau semakin banyak emisi yang
dibuang. Sebaliknya, semakin rendah kapasitas produksi listrik maka akan semakin
rendah laju alir volumetrik. Laju alir hasil pengukuran secara manual Triwulan I
tersebut cukup rendah jika dibandingkan dengan laju alir hasil pengukuran CEMS
50
dengan laju alir rata-rata pada Bulan Januari hingga Juni. Hasil pengukuran CEMS
pada tanggal sampling pengukuran manual juga menunjukkan hasil yang bebeda.
Adanya perbedaan angka pada hasil pengukuran manual dan CEMS karena periode
sampling pengukuran manual hanya dilakukan sekali setiap 3 bulan pada waktu
per hari. Hal tersebut menyebabkan angka yang ditampilkan oleh CEMS sangat
tinggi.
Laju alir volumetrik emisi gas buang pada pengukuran CEMS sangat fluktuatif.
Hal tersebut disebabkan oleh tinggi rendahnya kapasitas produksi pada saat
pengukuran laju alir volumetrik. Rata-rata laju alir volumetrik tertinggi yaitu pada
Bulan Mei 2019 sebesar 902,44 m3/detik. Namun, rata-rata laju alir volumetrik pada
bulan tersebut tidak diikuti dengan kapasitas produksi listrik yang paling tinggi.
Kapasitas produksi listrik pada Bulan Mei bukan kapasitas tertinggi yaitu sebesar
451.043,560 MWh. Kapasitas produksi listrik tertinggi yaitu terjadi pada Bulan
April sebesar 459.077,590 MWh dimana rata-rata laju alir volumetriknya sebesar
889,40 m3/s. Hal tersebut disebabkan oleh data pada Bulan April hanya sebanyak
30 data (30 hari) sedangkan data pada Bulan Mei sebanyak 31 data (31 hari)
Rata-rata laju alir volumetrik terendah yaitu pada Bulan Maret 2019 sebesar
547,69 m3/detik dengan kapasitas produksi 362.637,550 MWh. Rata-rata laju alir
volumetrik pada Bulan Maret juga tidak diikuti dengan kapasitas produksi listrik
yang paling rendah. Kapasitas produksi listrik terendah yaitu terjadi pada Bulan
Juni sebesar 227.727,480 MWh dimana rata-rata laju alir volumetriknya sebesar
51
671,20 m3/s. Hal tersebut disebabkan karena pada Bulan Juni produksi listrik hanya
sebanyak 21 hari sehingga kapasitas produksi listrik rendah sedangkan pada Bulan
Maret terdapat 25 hari produksi. Pada tanggal 12-17 Maret, 5-10 Juni, dan 28-30
Juni 2019 unit sedang dalam keadaan shutdown. Hal tersebut menyebabkan
cerobong atau stack atau chimney tidak mengeluarkan emisi sama sekali sehingga
seluruh parameter bernilai 0 (nol). Namun, ada 5 hari pada Bulan Juni dimana laju
alir volumetrik lebih dari 1000 m3/s. Hal tersebut menyebabkan tingginya rata-rata
Pada bulan Maret dan Juni hasil pengukuran CEMS, terdapat tabel yang
berwarna merah yang berarti bahwa unit shutdown karena adanya maintenance
outage berupa perbaikan boiler. Hal tersebut menyebabkan unit tidak menghasilkan
limbah apapun pada saat shutdown termasuk emisi gas buang dari cerobong
Kualitas emisi gas buang PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 dilihat dari
Listrik Tenaga Termal dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2009
tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa
Timur. Parameter yang diukur yaitu Sulfur Oksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx)
dinyatakan NO2, dan partikulat (PM). Adapun parameter lain yang berbeda pada
kedua peraturan tersebut. Pada PERMEN LHK No.15 Tahun 2019 tertera
52
parameter merkuri (Hg) sedangkan pada PERGUB Jatim No. 10 Tahun 2009 tertera
parameter opasitas. Hasil pemerikasaan manual kualitas emisi gas buang oleh PT.
Unilab Perdana Triwulan I dan II Tahun 2019 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Manual Kualitas Emisi Gas Buang Triwulan I dan II
Tahun 2019
Konsentrasi
No Parameter Satuan Metode
TW I TW II
1 Sulfur Dioksida mg/Nm3 29 300 UP.IK.24.01.01
(SO2) (Combustion Gas
Analyser)
3
2 Nitrogen Oksida mg/Nm 279 211 UP.IK.24.01.01
(NOx) dinyatakan (Combustion Gas
sebagai NO2 Analyser)
3
3 Total Partikulat mg/Nm 8 5 SNI 19-7119.12-2005
4 Opasitas % <20 <20 SNI 19-7119.12-2005
5 Oksigen (O2) % 12,8 8,4 UP.IK.24.01.01
(Combustion Gas
Analyser)
6 Laju Alir (v) m/detik 11,56 6,71 UP.IK.24.01.77 (Pitot
tube-inclined
manometer)
7 Merkuri (Hg) mg/Nm3 - 0,02 SNI 19-7119.12-2005
Sumber: Laporan PPU PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9, 2019
Konsentrasi bahan pencemar emisi gas buang pada Triwulan I dan II cukup
berbeda. Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) pada Triwulan I tergolong rendah yaitu
Nitrogen Oksida (NO2) pada Triwulan I dan II cukup tinggi melebihi angka 200
mg/Nm3. Tinggi rendahnya kandungan SO2 dan NO2 dalam emisi gas buang
kondisi unit. Semakin tinggi kapasitas produksi maka semakin tinggi pula emisi gas
tinggi kandungan sulfur pada batubara maka semakin tinggi kandungan sulfur pada
emisi.
Kualitas emisi juga dipengaruhi oleh kondisi peralatan dan unit. Kondisi
peralatan yang buruk akan menghasilkan kualitas emisi yang buruk, dan sebaliknya.
Penyebab lain adalah performa ESP. Kondisi ESP sangat bepengaruh pada hasil
udara buang terutama pada jumlah partikulat yang keluar. Jika kondisi ESP dalam
kondisi yang bagus maka jumlah parikulat yang tersaring juga akan semakin
debu/partikulat juga akan menurun. Kondisi unit juga dapat mempengaruhi kualitas
emisi. Kondisi unit mempengaruhi konsentrasi O2 dalam emisi. Kondisi unit saat
shutdown akan menghasilkan konsentrasi O2 sama seperti udara sekitar yaitu 20%.
Merkuri (Hg). Hasil pada Triwulan I tidak terdapat parameter Merkuri (Hg)
Hidup Nomor 21 Tahun 2008 menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 15 tahun 2019. Pada PERMEN LHK No. 15 Tahun 2019
terdapat parameter Merkuri (Hg) sedangkan pada PERMEN LH No. 21 Tahun 2008
tidak ada. Kualitas emisi di PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 masih
Bulan Juni 2019. Namun, konsentrasi merkuri emisi gas buang PT. PJB UBJ O&M
PLTU Paiton Unit 9 memenuhi baku mutu yaitu sebesar 0,02 mg/Nm 3
Hasil pemerikasaan CEMS kualitas emisi gas buang Bulan Januari-Juni Tahun
dengan CEMS yaitu SO2, NOx, opasitas, O2, CO, laju alir, CO2, dan total partikulat
(TP). Data yang terdapat dalam Laporan PPU PT. PJB UBJ O&M PLTU Paiton
Unit 9 setiap triwulan melaporkan parameter SO2, NOx, total partikulat (TP), O2,
opasitas, dan CO. Parameter tersebut wajib dilaporkan karena wajib memenuhi
baku mutu yang telah ditetapkan dalam PERMEN LH No. 21 Tahun 2008. Hasil
pengukuran CEMS Bulan Januari sampai Juni 2019 mengalami fluktuasi pada
rata-rata setiap parameter dari pengukuran CEMS setiap bulan. Konsentrasi Sulfur
Dioksida (SO2) tertinggi yaitu pada Bulan Februrari sebesar 438,47 mg/Nm3
Nitrogen Oksida (NOx) tertinggi yaitu 175,59 mg/Nm3 pada Bulan Mei sedangkan
terendah pada Bulan April sebesar 95,09 mg/Nm3. Konsentrasi total partikulat
55
tertinggi yaitu pada Bulan Februari 44,08 mg/Nm3 sedangkan terendah sebesar
10,58 mg/Nm3 pada Bulan Mei. Opasitas atau tingkat kepekatan asap tertinggi yaitu
pada Bulan Mei sebesar 14,97% sedangkan terendah 11,89% pada Bulan Januari.
Pada tanggal 12-17 Maret, 5-10 Juni, dan 28-30 Juni 2019 unit sedang dalam
keadaan shutdown. Hal tersebut menyebabkan cerobong atau stack atau chimney
tidak mengeluarkan emisi sama sekali sehingga seluruh parameter bernilai 0 (nol).
karakteristik emisi gas buang. Semakin tinggi kandungan sulfur dalam batubara
atau semakin rendah kelas batubara maka semakin tinggi konsentrasi sulfur dalam
emisi gas buang. Semakin tinggi kapasitas produksi maka semakin tinggi pula
volume emisi yang dihasilkan. Perbandingan kualitas hasil pengukuran manual dan
Hasil pengukuran manual dan CEMS menunjukkan angka yang berbeda. Pada
Triwulan ke-I, hasil pengukuran manual dan CEMS berbeda cukup jauh.
Konsentrasi SO2 dan total partikulat lebih tinggi pada pengukuran CEMS
56
sedangkan NO2 lebih tinggi pada hasil pengukuran manual. Hal tersebut
4.3.3 Analisis Data Kualitas Emisi Gas Buang Berdasarkan Baku Mutu
pemantauan kualitas emisi gas buang pada cerobong atau stack atau chimney. Baku
mutu emisi pembangkit listrik tenaga uap telah ditentukan dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi Pembangkit
Listrik Tenaga Termal. Analisis data kualitas emisi gas buang pengukuran manual
Berdasarkan Tabel 4.3, konsentrasi SO2 pada Triwulan I dan II cukup jauh
berbeda yaitu 29 dan 300 mg/Nm3. Namun, baik pada Triwulan I dan II kualitas
SO2 pada emisi gas buang memenuhi baku mutu emisi. Selain itu, parameter NOx,
total partikulat, dan opasitas menunjukkan grafik yang jauh di bawah baku mutu
dengan baku mutu emisi dapat dilihat pada Tabel 4.7 sedangkan persentase
pemenuhan data terhadap baku mutu dapat dilihat pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Persentase Pemenuhan terhadap Baku Mutu Hasil Pengukuran CEMS
% Tidak
Parameter Baku Mutu Satuan % Memenuhi
Memenuhi
SO2 750 mg/Nm3 100% 0%
NOx 750 mg/Nm3 100% 0%
Total Partikulat 100 mg/Nm3 100% 0%
Opasitas 20 % 98,3% 1,7%
merupakan angka yang cukup tinggi karena mendekati baku mutu emisi. Selain itu,
total partikulat tertinggi sebesar 80,05 mg/Nm 3 juga cukup tinggi karena mendekati
baku mutu emisi. Konsentrasi NOx cukup rendah karena cukup jauh di bawah baku
mutu.
Namun, parameter opasitas memiliki 1,7% data yang tidak memenuhi baku
mutu. Kualitas opasitas menunjukkan angka tertinggi sebesar 23,36% yang berarti
tidak memenuhi baku mutu karena melebihi baku mutu. Nilai opasitas
dari gas buang proses pembakaran pada emisi sumber tidak bergerak. Kandungan
partikel debu dan opasitas dalam udara ambien,merupakan indikator penting yang
58
Tingginya opasitas ini disebabkan oleh tingginya total partikulat yang terdapat pada
emisi gas buang cerobong. Total partikulat tertinggi sebesar 80,05 mg/Nm3
merupakan angka yang cukup tinggi karena mendekati baku mutu senilai 100
mg/Nm3. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh performa ESP yang kurang
disebabkan oleh jenis batubara yang digunakan merupakan jenis batubara dengan
gas buang memenuhi baku mutu emisi sehingga cukup baik jika dimasukkan ke
dalam lingkungan. Berbeda dengan hasil pengukuran CEMS, kualitas SO2, NOx,
dan total partikulat dengan nilai tertinggi masih memenuhi baku mutu. Namun,
1,7% data opasitas tidak memenuhi baku mutu. Berdasarkan hasil pengukuran
CEMS, hanya 98,3% hari selama Bulan Januari-Juni 2019 emisi gas buang yang
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Lapangan pada sistem pengolahan emisi gas
buang di PT. PBJ UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9, dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses produksi listrik di PT. PBJ UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9 menghasilkan
emisi gas buang yang berasal dari aktivitas boiler. Boiler menghasilkan fly ash
dan bottom ash yang harus diolah karena menyebabkan pencemaran udara
2. Pengolahan emisi gas buang di PT. PBJ UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9
sistem penanganan abu (fly ash dan bottom ash) sisa pembakaran berupa
penimbunan di disposal area. Saat ini, fly ash sudah dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan berupa paving block. Pemantauan emisi gas buang di PT. PBJ UBJ
3. Hasil pengukuran emisi gas buang secara manual menunjukkan bahwa emisi gas
buang memenuhi baku mutu emisi sehingga dapat dikatakan baik jika
kualitas SO2, NOx, dan total partikulat dengan nilai tertinggi masih memenuhi
baku mutu. Namun, 1,7% data opasitas tidak memenuhi baku mutu. Berdasarkan
59
60
4. hasil pengukuran CEMS, hanya 98,3% hari selama Bulan Januari-Juni 2019
5.2 Saran
Berdasarkan hasil praktek kerja lapangan pada sistem pengolahan emisi gas
buang di PT. PBJ UBJ O&M PLTU Paiton Unit 9, dapat diberikan saran
yaitu, perlu dilakukan seleksi kualitas batubara agar memiliki standar yang sesuai
untuk digunakan sehingga dapat menghasilkan emisi dengan kualitas yang melebihi
baku mutu. Selain itu, perlu dilakukan maintenance dan pengecekan pada unit
performa ESP tetap baik, hal ini bertujuan untuk menurunkan konsentrasi total
partikulat dan opasitas sehingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 20191. Info Publik: PLTU Paiton Jamin Pasokan Listrik selama Pemilu
Aman. http://www.infopublik.id. Diakses pada tanggal 7 September 2019.
Bird, T. 1993. Kimia Fisika untuk Universitas Cetakan Kedua. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Cooper, D.C dan Alley, F.C. 1994 Air Pollution Control A Design Approach
Second Edition. USA: Waveland Press Inc.
Eko, M., Rizky S., dan Arvin G. 2015. Sistem Electrostatic Precipitator di PLTU
Bukit Asam. Laporan Akhir. Palembang: Politeknik Negeri Sriwijaya. 5-6.
Fauzi M.C.R. dan Siahaan D.O. 2013. Rancang bangun alat pengukur tingkat
kepekatan asap berdasarkan Ringelmann Smoke Chart pada perangkat
bergerak. Jurnal Teknik POMITS. 2(1). 1-6.
61
62
Nevers, Noel. 2000. Air Pollution Control Engineering. Boston: Mc Graw Hill.
Prasetyo, B., dan Sahid. 2016. Heat Rate Pembangkit Listrik Tenaga Uap Paiton
Baru (Unit 9) Berdasarkan Performance Test Tiap Bulan dengan Beban
100%. Jurnal Teknik Energi. 12(2). 30-36.
Theodore, L. 2008. Air Pollution Control Equipment. Kanada: John Wiley & Sons
Inc. 361-554.
Wark, K. Warner, C.F. 1981. Air Pollution: Its Origin and Control Second Edition.
New York: Harper and Row Publishers.
LAMPIRAN
TENTANG
BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL
1
2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3699);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3394);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3838);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3853);
7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 94 Tahun 2006;
MEMUTUSKAN :
2
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pembangkit Tenaga Listrik Termal adalah suatu kegiatan yang
memproduksi tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar
padat, cair, gas, campuran antara padat, cair, dan/atau gas, atau uap
panas bumi.
2. Pusat Listrik Tenaga Uap yang selanjutnya disingkat PLTU adalah
suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan
menggunakan bahan bakar padat, cair, dan/atau gas untuk
memanaskan air dalam ketel uap (boiler) yang memproduksi uap
untuk menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga
membangkitkan tenaga listrik.
3. Pusat Listrik Tenaga Gas yang selanjutnya disingkat PLTG adalah
suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan
menggunakan bahan bakar minyak atau gas yang menghasilkan gas
dari hasil pembakaran yang digunakan untuk menggerakkan turbin
yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga
listrik.
4. Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap yang selanjutnya disingkat PLTGU
adalah suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan
menggunakan bahan bakar minyak atau gas yang menghasilkan gas
hasil pembakaran yang digunakan untuk menggerakkan turbin yang
seporos dengan generator sehingga membangkitkan tenaga listrik
sedangkan sisa panas yang dihasilkan selanjutnya dimanfaatkan
proses pemanasan air di unit Heat Recovery Steam Generator (HRSG)
untuk memproduksi uap yang digunakan sebagai media penggerak
turbin uap yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan
tenaga listrik.
5. Pusat Listrik Tenaga Diesel yang selanjutnya disingkat PLTD adalah
suatu kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan
menggunakan bahan bakar cair (minyak) yang menghasilkan tenaga
berupa gas hasil pembakaran udara terkompresi yang digunakan
untuk mengubah energi gerak Luncur Piston menjadi energi putar
pada poros engkol yang selanjutnya digunakan untuk menggerakkan
turbin yang seporos dengan generator sehingga membangkitkan
tenaga listrik.
6. Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi yang selanjutnya disingkat PLTP
adalah kegiatan yang memproduksi tenaga listrik dengan
memanfaatkan panas bumi yang selanjutnya digunakan untuk
menggerakkan turbin yang seporos dengan generator sehingga
membangkitkan tenaga listrik.
7. Perencanaan adalah proses kegiatan rancang bangun yang dilakukan
untuk melaksanakan pembangunan fisik usaha dan/atau kegiatan
pembangkitan tenaga listrik.
8. Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya.
3
9. Emisi adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang dihasilkan
dari suatu kegiatan yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam
udara ambien yang mempunyai dan/atau tidak mempunyai potensi
sebagai unsur pencemar.
10. Sumber emisi adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan emisi dari sumber bergerak, sumber bergerak spesifik,
sumber tidak bergerak, maupun sumber tidak bergerak spesifik.
11. Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu
tempat.
12. Baku mutu emisi pembangkit tenaga listrik termal adalah batas kadar
maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan
masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien dari kegiatan
pembangkit tenaga listrik termal.
13. Kadar maksimum adalah kadar emisi gas buang tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke udara ambien.
14. Beban emisi maksimum adalah beban emisi gas buang tertinggi yang
masih diperbolehkan dibuang ke udara ambien.
15. Pembangkit tenaga listrik termal yang beroperasi secara terus-
menerus adalah pembangkit listrik yang secara normal beroperasi
selama 24 (dua puluh empat) jam sehari.
16. Pembangkit berbahan bakar fosil adalah pembangkit yang
menggunakan bahan bakar yang berasal dari proses pelapukan sisa-
sisa fosil yang berumur jutaan tahun di dalam perut bumi.
17. Kondisi normal adalah kondisi operasi yang sesuai dengan parameter
desain operasi sesuai kondisi rancang bangun/desain.
18. Kondisi tidak normal adalah kondisi operasi di bawah/di luar
parameter operasi normal kondisi rancang bangun/desain namun
masih dapat dikendalikan.
19. Kondisi darurat adalah kondisi yang memerlukan tindakan secara
cepat, tepat dan terkoordinasi terhadap sistem peralatan atau proses
yang di luar kondisi normal dan tidak normal.
20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2
Pembangkit tenaga listrik termal terdiri atas PLTU, PLTG, PLTGU, PLTD,
dan PLTP.
Pasal 3
Setiap usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal wajib
menaati baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan pembangkit tenaga listrik termal.
Pasal 4
(1) Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan
pembangkit tenaga listrik termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
terdiri atas:
4
a. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan PLTU sebagaimana tercantum dalam Lampiran I A dan
Lampiran I B;
b. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan PLTG sebagaimana tercantum dalam Lampiran II A dan
Lampiran II B;
c. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan PLTGU sebagaimana tercantum dalam Lampiran III A dan
Lampiran III B;
d. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan PLTD sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV A dan
Lampiran IV B;
e. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan PLTP sebagaimana tercantum dalam Lampiran V; dan
f. baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau
kegiatan Pusat Listrik berbahan bakar campuran adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI A dan Lampiran VI B.
(2) Lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
Bagi usaha dan/atau kegiatan unit pembangkit tenaga listrik termal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang:
a. telah beroperasi sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku
baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran A.
b. perencanaannya disusun sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini
dan beroperasi setelah ditetapkannya Peraturan Menteri ini, berlaku
baku mutu emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran A dan wajib
memenuhi Baku Mutu Emisi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
B paling lama tanggal 1 Januari 2015;
c. perencanaannya disusun dan beroperasi setelah ditetapkannya
Peraturan Menteri ini berlaku baku mutu emisi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran B.
Pasal 6
(1) Pada kondisi normal, baku mutu emisi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setiap saat tidak boleh
dilampaui.
(2) Bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik termal yang
menggunakan cerobong yang memasang Continuous Emission
Monitoring System (CEMS), baku mutu emisi dapat dilampaui sampai
batas 5 % (lima persen) dari data rata-rata harian selama 3 (tiga)
bulan waktu operasi.
Pasal 7
(1) Pemerintahan daerah provinsi dapat menetapkan :
a. baku mutu emisi bagi usaha dan/atau kegiatan pembangkit
tenaga listrik termal dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini; dan/atau
5
b. parameter tambahan di luar parameter sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri ini setelah mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Menteri dapat menyetujui atau menolak permohonan penambahan
parameter yang diajukan oleh Pemerintahan daerah provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling lama 90
(sembilan puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.
(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Menteri tidak menyetujui atau menolak permohonan penambahan
parameter, permohonan dianggap disetujui.
Pasal 8
Apabila hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) atau rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) bagi usaha dan/atau
kegiatan pembangkit tenaga listrik termal mensyaratkan baku mutu emisi
lebih ketat dari baku mutu emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) atau Pasal 7, untuk kegiatan tersebut berlaku baku mutu emisi
sebagaimana yang dipersyaratkan oleh AMDAL atau rekomendasi UKL dan
UPL .
Pasal 9
(1) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pembangkit tenaga listrik
termal kecuali PLTP wajib:
a. membuang emisi gas melalui cerobong yang dilengkapi dengan
sarana pendukung pengambilan sampel dan alat pengaman sesuai
peraturan perundang-undangan;
b. melakukan pengelolaan emisi sehingga mutu emisi yang di buang ke
udara tidak melampaui baku mutu emisi yang telah ditetapkan;
c. memasang alat Continuous Emission Monitoring System (CEMS) pada
cerobong dengan beban pencemaran tertinggi, yang dihitung pada
tahap awal perencanaan pemasangan, dan beroperasi secara terus-
menerus, untuk pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas
di atas 25 MW yang dibangun sebelum diberlakukannya Peraturan
Menteri ini;
d. memasang alat Continuous Emission Monitoring System (CEMS) pada
pembangkit berbahan bakar fosil dengan kapasitas diatas 25 MW
atau kapasitas kurang dari 25 MW dengan kandungan Sulfur dalam
bahan bakar lebih dari 2% dan beroperasi secara terus-menerus
yang dibangun sesudah diberlakukannya Peraturan Menteri ini;
e. mengukur parameter SO2, NOx, Opasitas, O2, CO dan laju alir serta
menghitung CO2 dan total partikulat bagi pengukuran emisi dengan
Continuous Emission Monitoring System (CEMS);
f. melakukan pengukuran parameter SO2, NOx, total partikulat,
opasitas, laju alir dan O2 secara manual bagi cerobong lainnya yang
tidak dipasang CEMS oleh laboratorium terakreditasi paling sedikit
1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;
6
g. menghitung beban emisi parameter SO2, NOx, total partikulat, dan
CO2 setiap satuan produksi listrik yang dihasilkan dan
melaporkannya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun;
h. melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format
laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan
Menteri ini setiap 6 (enam) bulan sekali untuk pengukuran secara
manual kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur
dan Menteri;
i. melaporkan hasil pemantauan dan pengukuran sesuai format
laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII Peraturan
Menteri ini setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk pengukuran CEMS
kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada gubernur dan
Menteri;
j. memiliki sistem jaminan mutu (Quality Assurance) dan
pengendalian mutu (Quality Control) untuk pengoperasian CEMS
dan perhitungan beban emisi parameter SO2, NOx, total partikulat,
dan CO2;
k. melaporkan terjadinya kondisi tidak normal atau darurat dalam
jangka waktu paling lama 7 x 24 jam kepada Menteri dan instansi
teknis terkait;
l. menangani kondisi tidak normal atau kondisi darurat sebagaimana
dimaksud pada huruf k dengan menjalankan prosedur penanganan
yang telah ditetapkan, sehingga tidak membahayakan keselamatan
dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan PLTP wajib:
a. melakukan pengelolaan emisi sehingga mutu emisi yang di buang ke
udara tidak melampaui baku mutu emisi yang telah ditetapkan;
b. menghitung beban emisi parameter H2S, NH3 dan CO2 setiap satuan
produksi listrik yang dihasilkan dan melaporkannya setiap 1 (satu)
tahun sekali;
c. memiliki sistem jaminan mutu (Quality Assurance) dan
pengendalian mutu (Quality Control) untuk perhitungan beban emisi
parameter H2S, NH3 dan CO2;
d. melakukan pengukuran emisi parameter H2S dan NH3 secara
manual di seluruh menara pendingin oleh laboratorium
terakreditasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;
e. menyampaikan laporan hasil pemantauan dan pengukuran emisi
sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada
gubernur dan Menteri setiap 6 (enam) bulan sekali;
f. melaporkan terjadinya kondisi tidak normal atau darurat dalam
jangka waktu paling lama 7 x 24 jam kepada Menteri dan instansi
teknis terkait;
g. menangani kondisi tidak normal atau kondisi darurat sebagaimana
dimaksud pada huruf f dengan menjalankan prosedur penanganan
yang telah ditetapkan, sehingga tidak membahayakan keselamatan
7
dan kesehatan manusia, serta tidak menimbulkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan.
Pasal 11
Baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) yang telah ditetapkan:
a. lebih ketat atau sama dengan baku mutu emisi sumber tidak
bergerak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku; atau
b. lebih longgar dari baku mutu emisi sumber tidak bergerak
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini,
wajib disesuaikan dengan baku mutu emisi sumber tidak bergerak
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini
paling lama 1 (satu) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Menteri
ini.
Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, baku mutu emisi untuk
tenaga uap berbahan bakar batu bara sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III A dan Lampiran III B Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor: KEP-13/MENLH/03/1995 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal: 1 Desember 2008
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.
ttd
Ilyas Asaad.
8
Lampiran I A
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 21 Tahun 2008
Tanggal : 1 Desember 2008
Kadar Maksimum
No. Parameter (mg/Nm3)
Batubara Minyak Gas
4. Opasitas 20 % 20 % -
Catatan :
1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer).
2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan.
3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara
dalam keadaan kering kecuali opasitas.
4. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam
keadaan kering kecuali opasitas.
5. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam
keadaan kering kecuali opasitas.
6. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga)
bulan.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd
Ilyas Asaad.
1
Lampiran I B
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 21 Tahun 2008
Tanggal : 1 Desember 2008
Kadar Maksimum
No. Parameter (mg/Nm3)
Batubara Minyak Gas
4. Opasitas 20 % 20 % -
Catatan :
1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer).
2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan.
3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara
dalam keadaan kering kecuali opasitas.
4. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 5% untuk bahan bakar minyak dalam
keadaan kering kecuali opasitas.
5. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 3% untuk bahan bakar gas dalam
keadaan kering kecuali opasitas.
6. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga)
bulan bagi yang menggunakan CEMS.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi MENLH Bidang
Penaatan Lingkungan,
ttd
Ilyas Asaad.
2
Lampiran II A
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 21 Tahun 2008
Tanggal : 1 Desember 2008
Kadar Maksimum
No. Parameter (mg/Nm3)
Minyak Gas
4. Opasitas 20 % -
Catatan :
1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer).
2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan.
3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali
opasitas.
4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga)
bulan.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.
ttd
Ilyas Asaad.
1
Lampiran II B
Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
Nomor : 21 Tahun 2008
Tanggal : 1 Desember 2008
Kadar Maksimum
No. Parameter (mg/Nm3)
Minyak Gas
4. Opasitas 20 % -
Catatan :
1. Volume gas diukur dalam keadaan standar (25oC dan tekanan 1 atmosfer).
2. Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan.
3. Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 15% dalam keadaan kering kecuali
opasitas.
4. Pemberlakuan baku mutu emisi untuk 95% waktu operasi normal selama 3 (tiga)
bulan.
MENTERI NEGARA
LINGKUNGAN HIDUP,
ttd
RACHMAT WITOELAR.
ttd
Ilyas Asaad.