Anda di halaman 1dari 93

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI PT. ABBOTT INDONESIA,
JL. RAYA BOGOR KM 37 CIMANGGIS, DEPOK
PERIODE 8-30 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

IRMA APRINITA, S.Farm


1106047000

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115
JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A
PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Apoteker

IRMA APRINITA, S.Farm.


1106047000

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012
ii
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) Angkatan LXXIV Universitas Indonesia, yang diselenggarakan
pada tanggal 8 Mei 30 Mei 2012 di PT. Abbott Indonesia, Jl. Raya Bogor Km.
37, Cimanggis, Depok.
Proses PKPA ini dapat diselesaikan dengan baik berkat adanya bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Julvizar Prihardono, Apt selaku Plant Director dan Ibu Dra. Triyanti
Huniyati, Apt selaku Head of Quality PT. Abbott Indonesia.
2. Ibu Vera Meliala, S.Si., Apt., selaku Manajer Produksi dan pembimbing dari
PT. Abbott Indonesia.
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA
UI.
4. Bapak Dr. Harmita, Apt selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen
Farmasi FMIPA UI.
5. Bapak Sutriyo, M.Si., Apt. selaku pembimbing PKPA dari Departemen
Farmasi, FMIPA UI.
6. Ibu Ratih Firukhsyia Sjukri, Apt selaku Product Compliance yang telah banyak
membantu dan memberi masukan pada penyusunan laporan ini.
7. Seluruh Supervisor, Analis dan Pegawai PT. Abbott Indonesia.
8. Teman-teman Program Profesi Apoteker Angkatan 74 Universitas Indonesia.
9. Seluruh pihak yang telah membantu demi kelancaran pengerjaan laporan ini.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat kelak untuk semua pihak
yang berkepentingan. Penulis memohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan
laporan ini.

Depok, Juni 2012

Penulis

iv
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM .......................................................................... 3


2.1 Industri Farmasi ..................................................................... 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ............................. 5

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. LAPI LABORATORIES .................... 13


3.1 Sejarah Singkat PT. Abbott Indonesia ................................... 13
3.2 Visi dan Misi PT. Abbott Indonesia ...................................... 13
3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Abbott Indonesia ................ 13
3.4 Struktur Organisasi ................................................................ 14

BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 42


4.1 Manajemen Mutu .................................................................. 42
4.2 Personalia............................................................................... 43
4.3 Bangunan dan Fasilitas ......................................................... 44
4.4 Peralatan ................................................................................ 46
4.5 Sanitasi dan Higiene .............................................................. 46
4.6 Produksi ................................................................................. 47
4.7 Pengawasan Mutu .................................................................. 48
4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ................................................ 48
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan
Kembali Produk dan Produk Kembalian ............................... 49
4.10 Dokumentasi .......................................................................... 50
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ..................... 50
4.12 Kualifikasi dan Validasi ........................................................ 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 52


5.1 Kesimpulan ........................................................................... 52
5.2 Saran ..................................................................................... 52

DAFTAR REFERENSI ................................................................................... 53

v
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Abbott Indonesia..................................... 54


Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Manufaktur
PT. Abbott Indonesia ..................................................................... 55
Lampiran 3. Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (QA)
PT. Abbott Indonesia ..................................................................... 56
Lampiran 4. Bagan Sistem HVAC ..................................................................... 57
Lampiran 5. Bagan Air Murni............................................................................ 58
Lampiran 6. Bagan Pengolahan Air Limbah ..................................................... 59

vi
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri farmasi memiliki peranan penting dalam rangka memenuhi
kriteria obat yang aman, berkhasiat dan berkualitas. Obat yang diproduksi harus
sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan
tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya. Oleh karena itu,
industri farmasi harus berupaya untuk menghasilkan produk yang aman, bermutu,
dan efektif, serta memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan (Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006)
Jaminan kualitas obat yang baik, aman dan bermanfaat mutlak diperlukan
sehingga masyarakat dapat menggunakannya dengan rasa aman. Untuk itulah
maka industri farmasi wajib mengikuti panduan Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB). CPOB adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di
Indonesia yang digunakan untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat
yang beredar sehingga dapat meminimalkan kemungkinan terjadinya penurunan
mutu suatu obat. CPOB bertujuan untuk menjamin bahwa produk yang dibuat
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat dalam
CPOB harus diterapkan oleh semua industri farmasi (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2006).
Salah satu aspek penting dalam CPOB adalah sumber daya manusia
(SDM). Penyediaan SDM yang mempunyai keterampilan dan pengetahuan khusus
mengenai CPOB yaitu apoteker mutlak diperlukan. Apoteker merupakan profesi
yang bertanggung jawab dalam penerapan seluruh aspek CPOB di industri farmasi
(Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006). Untuk mewujudkannya maka
kurikulum Program Profesi Apoteker UI mengadakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA).
PKPA merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk
mendapatkan pengalaman praktis dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


2

dan fungsi Apoteker di industri farmasi. Oleh sebab itu Program Profesi Apoteker
Universitas Indonesia menjalin kerjasama dengan PT. Abbott Indonesia untuk
memberikan kesempatan kepada calon Apoteker memperoleh pengalaman praktek
kerja dengan menyelenggarakan PKPA yang dilaksanakan tanggal 8-30 Mei 2012.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui penerapan CPOB di PT. Abbott Indonesia.
2. Mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Abbott
Indonesia.
3. Mengetahui peran dan tanggung jawab apoteker di industri farmasi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi


Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan
dalam menghasilkan obat yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan
pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai
diperoleh obat untuk didistribusikan. Obat adalah bahan atau paduan bahan,
termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia. Sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu
sebagai bahan baku farmasi.
Industri farmasi mempunyai fungsi dalam pembuatan obat dan/atau bahan
obat, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, serta penelitian dan
pengembangan.

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri farmasi


Perusahaan industri farmasi wajib mempunyai Izin Usaha Industri
Farmasi sebelum berproduksi. Izin usaha industi farmasi diberikan kepada
pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan CPOB. Tahap
persetujuan prinsip harus dilalui oleh setiap industri farmasi untuk dapat
memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi. Persetujuan prinsip diberikan kepada
industri farmasi agar melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan,
pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang diperlukan
termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-
undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka
waktu tiga tahun, dan setiap enam bulan sekali perusahaan yang bersangkutan
menyampaikan informasi kemajuan pembangunan proyeknya kepada Direktur
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


4

Jenderal dari Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan


POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan kepala dinas kesehatan provinsi.
Industri farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam
golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin usaha industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan
industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Industri farmasi yang melakukan
perubahan bermakna terhadap pemenuhan CPOB, baik untuk perubahan kapasitas
dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap perubahan alamat di lokasi yang
sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan penanggung jawab,
atau nama industri harus dilakukan perubahan izin.
Persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 agar suatu industri farmasi
memperoleh izin industri farmasi adalah sebagai berikut :
1. Berbadan usaha berupa Perseroan Terbatas (PT).
2. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,produksi,
dan pengawasan mutu.
5. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak
langsungdalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Setiap pendirian industri farmasi wajib memenuhi ketentuan
sebagaimanadiatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan
lingkungan hidup.Oleh karena itu industri farmasi wajib memenuhi persyaratan
CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama
5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan.
Selain wajib memenuhi persyaratan CPOB, industri farmasi juga
wajibmelakukan farmakovigilans yaitu seluruh kegiatan tentang pendeteksian,
penilaian (assessment), pemahaman dan pencegahan efek samping atau masalah

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


5

lainnya terkait dengan penggunaan obat.Apabila dalam melakukan


farmakovigilans industri farmasi menemukan obat dan/atau bahan obat hasil
produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut
kepada Kepala Badan POM.

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi


Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan
Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:
a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi
danperluasan tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau
dengansengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan RI.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)


CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai
proseduratau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk
menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan
GoodManufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu
yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten
memenuhipersyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
Ruang lingkup CPOB terdapat dua belas aspek yang harus dipenuhi dalam
penerapan CPOB meliputi: manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan
audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


6

produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak,


serta kualifikasi dan validasi (BPOM, 2006).

2.2.1 Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengantujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin
edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.Manajemen mutu bertanggung
jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu, yang
memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.Untuk mencapai tujuan
mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang
didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem
mutuyang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya
serta pemastian mutu. Konsep dasar pemastian mutu, CPOB dan pengawasan
mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling terkait.
Pemastian mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengantujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaanya. Sedangkan pengawasan mutu adalah bagian dari
CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sampel, spesifikasi, dan pengujian,
serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan.Setiap industri
farmasi hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.Selain itu di dalam
manajemen mutu dijelaskan pula mengenai pengkajian mutu produk. Pengkajian
mutu produk dilakukan secara berkala terhadap semua obat terdaftar, termasuk
ekspor dengan tujuan membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi
bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.

2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapansistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang
benar.Olehsebab itu industri farmasi bertanggung-jawab untuk menyediakan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


7

personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan


semua tugas.Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing
dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan
dengan pekerjaan.
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala
bagianpengawasan mutu dan kepala bagian pemastian mutu. Kepala produksi,
pemastian mutu dan pengawasan mutu hendaklah seorang apoteker yang terdaftar
dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman
praktis yang memadai sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugas secara
profesional. Dalam struktur organisasi industri farmasi bagian
produksi,manajemen mutu atau pengawasan mutu dipimpin oleh orang berbeda
serta tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh
personilyang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang
penyimpanan atau laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan, dan petugas
kebersihan) dan personil lain yang kegiatannya akan berdampak pada mutu
produk. Pelatihan hendaknya diberikan oleh orang yang terkualifikasi secara
berkesinambungan dan efektifitas penerapannya dinilai secara berkala.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas


Mengenai bangunan dan fasilitas, CPOB menjelaskan ketentuan-
ketentuanbangunan dan fasilitas pada area penimbangan, area produksi, area
penyimpanan, area pengawasan mutu, serta sarana pendukung (ruang istirahat,
kantin, mengganti pakaian kerja, toilet, bengkel perbaikan dan perawatan
peralatan).Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki
desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan
dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata
letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan
dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat, serta memudahkan pembersihan,
sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


8

2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksiyang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi
dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke
bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Bab peralatan
menjelaskan mengenai ketentuan desain dan konstruksi, pemasangan dan
penempatan peralatan serta perawatan. Peralatan hendaknya didesain dan
dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan yang bersentuhan dengan
bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi,
adisi, absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian.
Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan satu sama
lain ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindari penumpukan serta
memastikan tidak terjadi kekeliruan dan campur-baur produk. Peralatan dirawat
sesuai jadwal untuk mencegah malfungsiatau pencemaran yang bisa
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene


Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan dalam
setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi
personalia, bangunan, peralatan, perlengkapan, bahan produksi, serta wadahnya,
dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melaui suatu program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu. Program senantiasa dievaluasi secara
berkala untuk menjamin efektifitas dan memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang
telahditetapkan, dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi hendaklah dilakukan
dan diawasi oleh personil yang kompeten.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


9

Aspek produksi mencakup perlakuan terhadap bahan awal; validasi proses;


pencegahan pencemaran silang; sistem penomoran bets atau lot; penimbangan dan
penyerahan; pengembalian; pengolahan; bahan dan produk kering; liquid,
creamsdan ointment; bahan pengemas; kegiatan pengemasan; pengawasan selama
proses; bahan dan produk yang ditolak, dipulihkan dan dikembalikan; karantina
dan penyerahan produk jadi; penyimpanan bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi; pengiriman dan pengangkutan.
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi
terhadappencemaran mikroba dan pencemaran lain. Perhatian khusus diberikan
pada masalah pencemaran silang. Pencemaran silang dihindari dengan tindakan
teknis atau pengaturan yang tepat, misalnya dengan tersedianya ruang penyangga
udara dan penghisap udara.
Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan diperiksa lebih
dahulusebelum digunakan. Kondisi daerah pengolahan dipantau dan dikendalikan
sampai tingkat yang disyaratkan. Sebelum pengolahan dimulai ditempuh langkah
yang menjamin bahwa daerah pengolahan dan peralatan bebas dari bahan, produk
yang tidak diperlukan.

2.2.7 Pengawasan Mutu (Quality Control)


Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan
Obat yang Baik untuk memberikan kepastian mutu bahwa produk secara
konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap
merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan
sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait
dengan mutu produk. Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi
dianggap hal yang fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan
dengan memuaskan.
Pengawasan mutu mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan
dilaboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini mencakup juga

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


10

program pemantauan lingkungan, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan


memperbaharui spesifikasi bahan dan produk.
Pengawasan mutu/Quality Control mencakup ketentuan
caraberlaboratorium pengawasan mutu yang baik; pengawasan bahan awal,
produk antara, produk ruahan dan produk jadi; dokumentasi; pengambilan sampel,
dan persyaratan pengujian.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Program inspeksi diri hendaklah dirancang
untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan
tindakan perbaikan yang diperlukan.Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara
independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan, dan dilakukan
secara rutin. Pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali
obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan
perbaikan supaya dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah
didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

2.2.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan


Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah
suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets
produk tertentu dari peredaran dilakukan. Penarikan kembali produk dilakukan
apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi
yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan.Penarikan kembali
produk dari peredaran dan dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar,
yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


11

kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang
menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang
bersangkutan.
Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan
fisik,kimia dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik (tidak
berkhasiat). Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi
dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan
laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada
produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian
dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, daluwarsa, masalah
keabsahan, atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang
bersangkutan. Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki
dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah obat tersebut
dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan.

2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa
tiappersonil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk/formula pembuatan, prosedur tetap, metode dan instruksi, laporan dan
catatan harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan
dokumen adalah sangat penting.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar,disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


12

jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak


harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian pemastian mutu.
Pada bab ini meliputi tanggung jawab industri farmasi terhadap Otoritas
Pengawasan Obat (OPO) dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi


Pada bab ini menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan
di industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dan kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikasi terhadap fasilitas, peralatan,
dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang
lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasi di dalam Rencana
Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara.
Pada validasi proses dapat berupa validasi prospektif, validasi concurent,
validasi retrospektif, selain validasi proses ada pula validasi pembersihan, validasi
metode analisis, validasi ulang dan pengendalian perubahan.
Kualifikasi adalah suatu tindakan pembuktian yang terdokumentasi dengan
tujuan untuk memastikan bahwa instrumen atau sistem yang digunakan sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Kualifikasi mencakup :
a. Kualifikasi desain (Design Qualification) yaitu suatu tindakan yang
terdokumentasi untuk memastikan bahwa desain dari fasilitas, sistem dan
peralatan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
b. Kualifikasi instalasi (Installation Qualification) yaitu suatu tindakan yang
terdokumentasi untuk memastikan bahwa alat atau instrumen telah dipasang
sesuai dengan desain dari spesifikasi instalasi alat tersebut.
c. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification) adalah suatu tindakan
yang terdokumentasi untuk memastikan bahwa alat atau instrumen tersebut
telah dapat beroperasi sesuai spesifikasinya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


13

d. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification) yaitu suatu tindakan yang


terdokumentasi untuk memastikan kinerja dari alat tersebut telahmenghasilkan
produk atau keluaran (output) lain secara konsisten sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan.
e. Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah operasionalyaitu
suatu tindakan yang terdokumentasi untuk memastikan parameteroperasional
dan batas variabel kritis pengoperasian alat, kalibrasi,pembersihan, perawatan
preventif serta prosedur dan catatan pelatihanoperator.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 3
TINJAUAN KHUSUS PT. ABBOTT INDONESIA

3.1 Sejarah Singkat PT. Abbott Indonesia


PT. Abbott Indonesia berdiri pada tahun 1971 sebagai anak perusahaan
(cabang ke-163) dari Abbott Laboratories yang berbasis di Chicago Utara, Illionis,
Amerika Serikat.Pada mulanya berfungsi sebagai penyalur obat hasil produksi
Abbott Laboratories, kemudian pada tahun 1973 mulai memproduksi dan
menyalurkan produknya antara lain obat-obat antibiotik, vitamin, obat luar, dan
cairan oral.

3.2 Visi dan Misi PT. Abbott Indonesia


PT. Abbott Indonesia memiliki visi yaituBecoming supply center for
ASEAN countries, yaitu menjadi pusat penyediaan bagi Negara-negara ASEAN.
Dan misinya adalahTo become supply center for ASEAN countries by providing
high quality pharmaceutical products, with orientation to the customer and
stakeholder satisfaction whilst maintaining compliance to local and importing
countries regulation as well as corporate policies at the most effective cost,
menjadi pusat penyediaan bagi Negara-negara ASEAN yang berorientasi pada
kepuasan pelanggan dan pemegang saham dengan tetap memenuhi regulasi dan
kebijakan perusahaan lokal dan Negara importer, serta dengan biaya yang efektif.

3.3 Lokasi Pabrik dan Fasilitas PT. Abbott Indonesia


Pabrik PT. Abbott Indonesia terletak di Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 37
Cimanggis, Kelurahan Sukamaju Depok, Jawa Barat, Indonesia, sedangkan kantor
pusat terletak di Wisma Pondok Indah 2, Suite 1100 Jl. Sultan Iskandar Muda
Kav. V-TA Pondok Indah, Jakarta Selatan. Pabrik memiliki luas bangunan 22.671
m2, meliputi bangunan kantor, bangunan pabrik yang terdiri dari bagian pemastian
mutu, area proses, gudang, area pengemasan, kantin, area teknik mesin, gudang
bahan mudah terbakar, gudang bahan limbah, dan sarana pengolahan limbah.
Rinciannya adalah: bangunan kantor 1.295 m2, bangunan pabrik yang terdiri dari
bagian pemastian mutu 247 m2, produksi 1.548 m2, gudang 2.420 m2, dan sarana
penunjang 833 m2, parkir 1.939 m2, taman 14.302 m2, dan area sisa 87 m2.
14 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


15

3.4 Struktur Organisasi


Secara garis besar PT. Abbott Indonesia terdiri dari Abbott Nutritional
International (ANI) Indonesia, Abbott International (AI) Indonesia, Abbott
Diabetic Care (ADC), Abbott Diagnostic Division (ADD), dan Established
Pharmaceutical Operation (EPO) (Lampiran 1).
ANI Indonesia berada di bawah pimpinan seorang Manajer dan
bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk nutrisi.ANI Indonesia
terdiri dari beberapa divisi, yaitu Divisi Pemasaran, Divisi Penjualan, dan Divisi
Bisnis.AI Indonesia bertanggung jawab terhadap penjualan produk-produk
farmasi dan berada dibawah pimpinan seorang Manajer yang membawahi Divisi
Produk Farmasi dan Divisi Produk Rumah Sakit.AI dan ANI masih berhubungan
dengan bagian EPO dalam mengelola produk jadi, sedangkan ADC dan ADD
tidak berhubungan dengan EPO, tetapi produk langsung ke distributor tanpa
melalui Abbott Indonesia.
Pada produk farma lokal, EPO melakukan proses pembuatan sampai
pengemasan, sedangkan untuk produk impor, seperti nutrisi, hanya melakukan
perubahan kemasan (overlabeling). EPO juga melayani negara-negara pengimpor
untuk produk-produk tertentu seperti antibiotik (Klaritromisin, Eritromisin
topikal), vitamin (Surbex T, Surbex Z), danhematinik (Iberet, Iberet folic), dengan
melakukan proses pembuatan sampai pengemasan.
EPO terdiri dari Departemen Manufaktur yang dipimpin oleh seorang
Direktur dan membawahi Manajer Manajemen Material, Manajer Produksi,
Manajer Bagian Teknik Mesin, Manajer Pelayanan Teknis, Manajer Keuangandan
Supervisor Distribusi serta Departemen pemastian mutu yang dipimpin oleh
seorang Kepala Mutu dan membawahi Manajer Pengawasan Mutu, Manajer
Pemenuhan Sistem Mutu dan Pelatihan, Spesialis Pengawasan Dokumen, dan
Manajer Pemastian Mutu. (Lampiran 2 dan 3).

3.4.1 Departemen Manajemen Material


Departemen Manajemen Material terdiri dari 3 bagian yaitu Pengawasan
Persediaan dan Perencanaan Produksi (Production Planning and Inventory
Control /PPIC), Gudang, Ekspor-Impor, Pembelian dan Distribusi.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


16

Departemen Manajemen Material berhubungan dengan bagian lain dalam


kegiatannya yaitu Departemen Pemastian Mutu, Produksi, Keuangan, dan
Pemasaran.

3.4.1.1 Pengawasan Persediaan dan Perencanaan Produksi (PPIC)


Bagian PPIC menjadi penghubung antara bagian pemasaran dan bagian
produksi. Bagian PPIC menerjemahkan kebutuhan pengadaan barang ke dalam
bentuk rencana produksi, pengadaan bahan baku, dan bahan kemas dengan
mengacu pada efisiensi biaya produksi. Bagian PPIC juga bertanggung jawab
dalam menetapkan kapasitas alat dan mengendalikan persediaan bahan baku.
Berikut adalah penjelasan dari tanggung jawab bagian PPIC:
a. Menetapkan Perencanaan Produksi
Dalam merencanakan produksi, bagian PPIC mendapat permintaan
produksi dari bagian pemasaran. Mula-mula bagian manajemen pemasaran dan
penjualan melakukan pengkajian permintaan produk dengan melihat hasil
penjualan sebelumnya dan membuat rencana penjualan 28 bulan ke depan
termasuk produk baru. Dari hasil pengkajian permintaan produktersebut,bagian
manajemen pemasaran dan penjualan membuat Proposal Perkiraan Permintaan
(PDS) untuk diajukan ke bagian PPIC. Bagian PPIC memeriksa material yang
tersedia, kapasitas kerja dari mesin, dan personel yang tersedia serta membuat
pengkajian pasokan produk. Hasil pengkajian pasokan produk diserahkan ke
bagian keuangan dan pemasaran untuk dilakukan rekonsiliasi keuangan sehingga
dapat diperkirakan jumlah penjualan sesuai target atau belum dalam pemenuhan
penjualan. Setelah itu dilakukan pertemuan untuk membahas Rencana Penjualan
dan Operasional untuk menilai apakah target produksi dapat tercapai atau tidak
berdasarkan penjualan, persediaan, dan perhitungan untung-rugi dari rekonsiliasi
keuangan. Jika telah disepakati, maka PDS berubah menjadi ADS (Perkiraan
Permintaan yang Disetujui). ADS merupakan rencana jumlah produk PT. Abbott
Indonesia yang akan dijual dalam Satuan Unit Persediaan (SKU) berdasarkan
perkiraan permintaan pasar baik lokal maupun ekspor untuk jangka waktu 28
bulan ke depan. Setiap bulan, ADS untuk 3 bulan akan diperbaharui pada Sistem
Perencanaan Bisnis dan Pengawasan Persediaan (Business Planning and Control

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


17

System/BPCS). Untuk ADS yang diperbaharui tersebut berlaku sistem kunci,


artinya permintaan yang sudah disetujui dalam tiga bulan ke depan tidak dapat
diubah.
Berdasarkan ADS, bagian PPIC akan menyusun Jadwal Induk Kedatangan
Barang (Master Arrival Schedule/MAS) yaitu rencana ketersediaan barang setiap
bulan untuk jangka waktu 28 bulan ke depan. Bagian PPIC kemudian menyusun
Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule/MPS) untuk jangka waktu
satu tahun, enam bulan, tiga bulan, satu bulan, dan dirinci kembali menjadi jadwal
produksi mingguan. Jadwal harian produksi dibuat sendiri oleh bagian produksi
sesuai dengan tahap-tahap proses dengan mempertimbangkan waktu tunggu
masing-masing proses. Hal yang dipertimbangkan dalam penyusunan MPS antara
lain keseimbangan persediaan, persediaan pengaman, dan proses produksi yang
sedang berjalan.
Bagian PPIC berdasarkan data MPS akan mendukung kegiatan produksi
dengan membuat dokumen pesanan yang mewakili satu bets produksi. Dokumen
pesanan memuat alat apa yang digunakan dan berapa lama, untuk kapasitas
berapa, data bahan baku yang digunakan,dan pelabelan. Bagian produksi
kemudian melengkapi dokumen pesanan dengan dokumen catatan pengolahan
bets dan catatan pengemasan induk untuk kemudian dijadikan SOP untuk kegiatan
produksi.
b. Membuat Perencanaan Bahan dan Kapasitas
Berdasarkan data MPS, bagian PPIC akan membuat Rencana Kebutuhan
Bahan Baku (Master Resource Planning/MRP), Rencana Perkiraan Kasar
Kapasitas Produksi(Rough Capacity Plan/RCCP) dan Rencana Kebutuhan
Kapasitas Produksi (Capacity Resource Planning/CRP). MRP berisi perencanaan
kebutuhan bahan baku untuk rencana produksi yang tercantum dalam MPS.
RCCP dan CRP merupakan kegiatan untuk menilai apakah kapasitas yang tersedia
dari mesin, alat atau fasilitas (area kerja) dapat mendukung kegiatan produksi.
RCCP tidak menilai semua area kerja, tetapi hanya melihat area kerja yang paling
kritis. Jika area kerja yang paling kritis mampu berjalan (100%), maka area kerja
yang lain dinilai dapat berjalan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


18

Area kerja adalah jika terdapat tiga alat/mesin dalam satu ruangan dan
proses produksi tersebut memerlukan ketiga mesin tersebut, maka jika satu mesin
digunakan untuk pengolahan, maka dua mesin lainnya tidak boleh digunakan
untuk pengolahan produk apapun selain produk tersebut (kapasitasnya sudah
dihitung sebagai satu area kerja). Tetapi jika mesin berbeda ruangan, masih
memungkinkan digunakan untuk pengolahan produk lain dan tidak dianggap
sebagai satu area kerja.Jika persediaan bahan baku tidak dapat memenuhi
kebutuhan untuk produksi yang direncanakan, bagian PPIC akan mengajukan
Permintaan Pembelian (Purchase Request/PR) kepada bagian pembelian untuk
dilakukan pemesanan bahan baku.

c. Mengendalikan Persediaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh bagian PPIC dalam mengendalikan
persediaan yaitu menentukan jumlah persediaan, mengatur, dan mengawasi
pengadaan bahan-bahan yang diperlukan selama proses produksi; mengawasi dan
memeriksa ketersediaan bahan baku; mengatur jadwal pemesanan kembali bahan
baku, yaitu jumlah yang dipesan untuk tiga bulan ke depan.
Dalam mengendalikan persediaan barang, setiap bahan baku memiliki
persediaan pengaman untuk mengantisipasi peningkatan jumlah permintaan atau
pemesanan yang datang terlambat. Persediaan pengaman produk jadi biasanya
disediakan untuk kebutuhan sepuluh hari. Untuk kebutuhan ekspor tidak
disediakan persediaan pengaman karena sistem produksinya dibuat berdasarkan
pesanan dengan waktu tunggu pemesanan tiga bulan, sedangkan untuk kebutuhan
lokal sistem produksinya dibuat berdasarkan persediaan, sehingga disediakan
persediaan pengaman. Pengendalian persediaan barang dilakukan dengan sistem
komputerisasi BPCS.

3.4.1.2 Gudang
Bagian gudang bertanggung jawab dalam hal penerimaan, penyimpanan,
dan penyaluran barang berupa bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi.
Berdasarkan statusnya gudang dibagi menjadi gudang karantina, gudang produk
disetujui, dan gudang produk ditolak. Sementara berdasarkan fungsinya, gudang
di PT. Abbott Indonesia dibedakan menjadi lima yaitu:
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


19

a. Gudang Bahan Baku


Gudang bahan baku merupakan tempat untuk menyimpan bahan baku
yang telah memenuhi syarat dan disetujui untuk digunakan. Pengaturan suhu
dalam gudang ini terdiri dari suhu kamar 20-30C, suhu terkendali 15-25C, dan
untuk bahan yang membutuhkan tempat penyimpanan dengan suhu yang lebih
rendah disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2-8C.
b. Gudang Bahan Pengemas
Gudang bahan pengemas merupakan tempat untuk menyimpan bahan-
bahan pendukung produk, seperti karton, botol, plastik, cup, label, etiket, dan lain-
lain. Pengaturan suhu dalam gudang ini terdiri dari suhu kamar 20-30Cdan suhu
terkendali15-25C.
c. Gudang Produk Jadi
Gudang produk jadi merupakan tempat untuk produk yang telah disetujui
atau diluluskan oleh bagian pengawasan mutu dan siap untuk didistribusikan.
Pengaturan suhu dalam gudang ini terdiri dari suhu kamar dan suhu terkendali.
Gudang produk jadi terdiri dari gudang produk farmasi (PPD) dan gudang produk
nutrisi (NPD).
d. Gudang Bahan Mudah Terbakar
Gudang ini khusus untuk menyimpan bahan-bahan yang mudah terbakar,
seperti alkohol, aseton, dan isopropil alkohol. Gudang ini letak bangunannya
terpisah dari bangunan pabrik.
e. Gudang Karantina
Gudang karantina merupakan tempat penyimpanan sementara barang-
barang yang masih dalam pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu, baik bahan
baku, bahan pengemas, dan produk jadi.
f. Gudang Produk Ditolak
Gudang Produk Ditolak merupakan tempat penyimpanan barang-barang
yang tidak memenuhi syarat sebelum dikembalikan ke pemasok dan penyimpanan
produk yang kadaluarsa sebelum dimusnahkan.
Secara garis besar kegiatan gudang yaitu penerimaan bahan baku, bahan
pengemas, dan produk jadi, pengeluaran barang serta pengembalian barang ke
gudang.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


20

Penerimaan Bahan Baku, Bahan Pengemas,dan Produk Jadi


Barang-barang yang dikirim oleh pemasok (supplier) berdasarkan pesanan
pembelian PO (Purchasing Order) dari PPIC diterima di gudang oleh bagian
penerimaan. Kemudian diberi label berbahaya untuk barang yang berbahaya atau
label tidak berbahaya untuk barang yang tidak berbahaya. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan, meliputi pemeriksaan fisik, kuantitas, sertifikat analisis, dan
kesesuaian barang dengan PO. Apabila barang telah sesuai dan disetujui, maka
dibuat laporan penerimaan barang (RIR). Untuk barang yang telah dibuatkan RIR,
disimpan di gudang karantina dan diberi label berwarna kuning yang bertuliskan
Quarantinedan mencantumkan nama material, nomor kode, nomor lot, nomor
lot manufaktur, nomor kontainer, tanda tangan, dan tanggal pelabelan. Nomor lot
dikeluarkan oleh bagian pemastian mutu untuk diperiksa lebih lanjut oleh bagian
pengawasan mutu. Melalui RIR, petugas pemastian mutu mengetahui adanya
barang yang datang untuk kemudian mengambil contoh barang dan diperiksa di
laboratorium. Bila hasil pemeriksaan memenuhi syarat yang ditentukan, maka
barang-barang tersebut dipindahkan dari ruang karantina ke ruang penyimpanan
(area untuk produk disetujui) dan pada barang tersebut ditempelkan label yang
bertuliskan Approved yang berwarna hijau. Jika hasil pemeriksaan tidak
memenuhi syarat, maka barang-barang tersebut diberi label berwarna merah dan
bertuliskan Reject yang berarti barang tersebut tidak dapat digunakan atau
ditolak dan dikembalikan ke pemasoknya.
Barang-barang yang telah diterima dan disetujui oleh bagian pengawasan
mutu disimpan berdasarkan spesifikasinya dan sistem penyimpanan dilakukan
berdasarkansistem lokasi, yaitu dengan menggunakan abjad dan angka. Sistem
penyimpanan ini juga dimasukkan ke dalam sistem komputerisasi BPCS untuk
mempermudah dalam penyimpanan dan pengambilan barang.

Pengeluaran Barang
Pengeluaran barang dari gudang dilakukan jika ada permintaan dari bagian
produksi atau distributor. Pengeluaran barang untuk keperluan produksi
didasarkan pada Permintaan Produksi (Manufacturing Order/MO) dan
Permintaan Pengemasan (Finishing Order/FO) yang diterima dari bagian
produksi. Bila ada permintaan pengeluaran barang di luar MO atau FO atau ada
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


21

pengembalian barang dari bagian produksi ke gudang maka transaksi tersebut


dicatat dalam formulir permintaan atau pengembalian barang. Petugas gudang
harus mengeluarkan bahan baku untuk ditimbang sesuai dengan dokumen bahan
baku (SPM) minimal satu hari sebelum proses produksi dilaksanakan. Sistem
pengeluaran barang dari gudang menggunakan sistem FEFO (First Expired First
Out) yaitu barang yang kadaluwarsanya lebih awal dikeluarkan lebih dahulu.
Apabila memiliki tanggal daluarsa yang sama, maka menggunakan system FIFO
(First In First Out), yaitu barang yang lebih dulu masuk gudang, akan dikeluarkan
terlebih dahulu.
Pengeluaran barang ke distributor dilakukan dengan menggunakan surat
perintah pembelian (Purchase Order/PO) ke bagian pemasaran. Berdasarkan PO
maka akan dibuat surat perintah pengiriman barang (Delivery Order/DO). Sistem
pengeluaran barang dari gudang menggunakan sistem FEFO. Bagian distribusi
bertugas mendistribusikan pesanan ke distributor dengan mengeluarkan dokumen
terkait berdasarkan PO yang tercantum pada sistem BPCS dan menyerahkan
dokumen tersebut ke bagian gudang. Kemudian produk jadi yang telah disiapkan
sesuai dengan dokumen terkaitdiperiksa kembali sebelum barang dimasukkan ke
dalam kendaraan pengiriman barang. Selanjutnya bagian distribusi membuat surat
jalan berupa DO yang diberikan kepada pengirim barang. Waktu yang dibutuhkan
dari adanya PO sampai barang siap dikirim adalah empat hari. Untuk mengetahui
barang telah diterima distributor, maka ada berkas dari DO yang kembali ke
bagian distribusi.

Pengembalian Barang
Barang yang dikembalikan dari distributor harus diperiksa oleh bagian
pengawasan mutu untuk diketahui apakah barang tersebut harus dimusnahkan atau
tidak. Barang yang dikembalikan dapat berupa barang dengan kemasan rusak
(Dented) atau mendekati masa kadaluarsa (tiga bulan sebelum masa kadaluarsa).

3.4.1.3 Ekspor-Impor
Bagian ekspor-impor bertugas menyiapkan dokumen-dokumen yang
diperlukan terkait produk ekspor maupun impor. Dokumen yang disiapkan sesuai

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


22

dengan keperluann di bea cukai dalam rangka mengeluarkan barang dari bea cukai
atau mengirimkan barang ke negara lain.

3.4.2 Departemen Produksi


Departemen produksi berada di bawah struktur organisasi pabrik,
bertanggung jawab dalam pembuatan obat berdasarkan prinsip-prinsip CPOB.
Manajer produksi dibantu oleh tiga orang Supervisor yang bertanggung jawab
dalam proses produksi sediaan padat, produksi sediaan cair, dan pengemasan.

3.4.2.1 Proses Produksi


Departemen produksi melaksanakan kegiatan produksi sesuai surat
perintah produksi (Manufacturing Order). Bahan baku yang diperlukan ditimbang
olehbagian produksi sehari sebelumnya, kemudian diperiksa ulang oleh
Supervisor produksi. Sebelum produksi dimulai, Supervisor produksi memeriksa
kesiapan ruangan dan alat-alat produksi. Masing-masing alat dibuat catatan
kelayakan untuk pemakaian yang berisi informasi tentang nama alat, produk
sebelumnya yang menggunakan alat tersebut, nomor bets atau lot produk
sebelumnya, nama petugas yang membersihkan alat, nama produk yang
akandiproses, nomor bets atau lot produk yang akan diproses, jam mulai dan
selesai proses, serta tanda tangan Supervisor pemeriksa.

Produksi di PT. Abbott Indonesia dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :


a. Produksi Sediaan Padat
Produksi sediaan padat meliputi sediaan granul dan tablet. Proses yang
dilakukan antara lain pencampuran, granulasi, pengayakan, lubrikasi, pencetakan
tablet, penyalutan, penandaan logo, dan pengemasan primer.
Proses pembuatan tablet di PT. Abbott Indonesia dilakukan sebagai
berikut: pencampuran kering, granulasi, pengeringan, lubrikasi, pencetakan,
perlakuan sebelum penyalutan, penyalutan, pencetakan logo, dan pengemasan
primer.
Proses diawali dengan pencampuran bahan baku yang dilakukan dengan
menggunakan mesin pengaduk High Shear Mixer (HSM) atau Double Cone Mixer
selama waktu tertentu. Kemudian dilakukan proses granulasi dengan cara

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


23

granulasi basah atau granulasi kering. Penambahan larutan pengikat pada


granulasi basah dilakukan dalam mesin Reynold Mixer danHigh Shear
Mixerkemudian campuran diayak dalam mesin granulator Rotorgrant atau Fitz
Mill dengan nomor ayakan tertentu. Granul basah yang diperoleh dikeringkan
dalam oven (Fluid Bed Drier/FBD), kemudian diperiksa kadar airnya (Lost of
Drying/LOD). Granul kering diayak, dicampur dengan pelincir, dan diaduk dalam
Drum Rotator selama waktu tertentu, kemudian granul siap dicetak.
Pencetakan tablet dapat dilakukan dengan mesin pencetak tablet Killian
TX atau JCMCO. Selama pencetakan, operator melakukan pemeriksaan selama
proses (In Process Control/IPC) secara berkala sesuai dengan prosedur tetap dari
masing-masing produk. Pemeriksaan IPC meliputi keragaman bobot,
keseragaman ukuran (panjang, diameter atau tebal), kekerasan, dan waktu hancur.
Tablet yang telah dicetak dilewatkan pada alat penyedot debu untuk
menghilangkan debu yang melekat.
Setelah pencetakan, dilakukan proses perlakuan sebelum penyalutan, yaitu
proses vakum dengan uap aseton. Proses ini hanya untuk produk Iberet. Produk
ini merupakan tablet lapis ganda, dimana lapisan pertama mengandung zat besi
dan lapisan kedua mengandung vitamin. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan profil bioavailabilitas zat besi yang sempurna atau pelepasan
terkendali zat besi menggunakan aseton sebagai bahan pengikat dengan alat
Gradumet Chamber. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah penyalutan.
Penyalutan tablet dilakukan dengan menggunakan penyalut filmdalam pelarut air.
Penyalutan tablet dapat dilakukan dengan menggunakan mesin coating
Accelacota 48 dan mesin coating Toyo.Tablet yang telah memenuhi persyaratan
mutu dimasukkan ke dalam panci penyalut, dipanaskan pada suhu tertentu sesuai
spesifikasi dan dengan putaran tertentu. Larutan penyalut akan disemprotkan
dengan tekanan dan kecepatan tertentu agar cairan yang keluar dalam
bentuktetesan yang sehalus mungkin.
Setelah penyalutan, dilakukan proses pencetakan logo pada salah satu sisi
tablet yang dapat dilakukan dengan cara dicetak menggunakan tinta maupun
dicetak timbul.Proses terakhir dari pembuatan tablet adalah pengemasan primer
dengan cara menggunakan strip atau blister.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


24

b. Produksi Sediaan Cair


Produksi sediaan cair terdiri dari sediaan cair oral steril dan sediaan cair
non steril.Untuk pembuatan sediaan cair oral steril dilakukan persiapan alat dan
ruangan sehari sebelum proses produksi dilaksanakan dan peralatan yang
digunakan dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan cairan antiseptik.
Kemudian dilakukan uji mikrobiologi oleh petugas pengawasan mutu. Petugas
bagian produksi mengambil bahan-bahan baku yang telah disiapkan dan
ditimbang oleh bagian produksi sehari sebelumnya, kemudian diperiksa ulang
oleh Supervisor produksi.
Sediaan cair oral steril yang diproduksi oleh PT. Abbott Indonesia adalah
Pedialyte Solution dan Pedialyte Bubble Gum Flavor. Produk ini merupakan
sediaan berupa larutan pengganti cairan tubuh yang berisi garam-garam (NaCl, Na
Sitrat), Dekstrose monohidrat, dan Asam sitrat anhidrat.
Proses pembuatan sediaan cair (Pedialyte Solution) terdiri dari: proses
pencampuran dan penyaringan, proses meniup dan menghisap, proses pengisian,
proses penyegelan dengan aluminium foil, proses sterilisasi, proses pemasangan
tutup botol, dan proses pelabelan.
Proses pencampuran bahan dilakukan dalam tangki pencampur. Petugas
pengawasan mutu akan mengambil contoh untuk dilakukan pemeriksaan suhu dan
pH.Setelah proses pencampuran selesai, cairan dialirkan ke dalam tangki
penampungan melalui tiga buah saringan yaitu prefilter 10 mikron, 2 mikron, dan
0,45 mikron (penyaring bakteri). Sebelum dan sesudah penyaringan dengan
penyaring bakteri, dilakukan uji gelembung udara untuk mengetahui kebocoran
pada penyaring bakteri.
Proses uji gelembung udara yaitu alirkan perlahan-lahan gas CO2 pada
aliran masuk Pedialyte Solution dan pada aliran keluar. Pasang selang yang
dihubungkan ke wadah berisi bulk untuk pengamatan gelembung udara.Perhatikan
jarum penunjuk pada manometer. Pada angka berapa pertama kali keluar
gelembung udara dari selang/pipa yang dimasukkan ke dalam wadah.Apabila
jarum menunjuk pada angka 28-32 psi atau 2,2 kg/cm2 berarti saringan mulai
tersumbat dan harus diganti dengan yang baru.Apabila jarum menunjuk angka
kurang dari 28 psi berarti saringan bocor dan harus diganti dengan yang baru.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


25

Sebelum dilakukan pengisian, botol-botol yang akan digunakan


dibersihkan agar botol-botol terbebas dari debu. Proses ini dijalankan oleh
mesinBlow & Suck. Botol yang akan dibersihkan diletakkan dalam posisi terbalik
kemudian dibersihkan oleh mesin dengan cara ditiup dan dihisap dengan
menggunakan udara bertekanan 6-12 psi selama lima detik. Kemudian operator
mengambil untuk diletakkan ke ban berjalan yang dihubungkan langsung dengan
mesin pengisian larutan.
Proses pengisian larutan dilakukan dengan menggunakan alatFlimatic
Filling. Selama proses pengisian petugas pengawasan mutu akan mengambil
contoh dalam botol pada awal, pertengahan, serta pada akhir proses
pengisian.Setelah proses pengisian selesai, botol-botol yang telah berisi larutan
akan ditutup dengan aluminium foil dan direkatkan dengan mesin Aluminium
Heat Sealing. Kemudian operator memeriksa satu persatu apakah botol bocor atau
tidak. Jika botol tidak bocor, botol keluar dari ruang produksi melalui ban berjalan
diletakkan pada nampan yang terbuat dari stainless steeluntuk selanjutnya
dilakukan sterilisasi dengan autoklaf.
Jika pemeriksaan memenuhi persyaratan, dilakukan proses sterilisasi
dalam autoklaf dengan suhu sterilisasi 114-116oC dan waktu sterilisasi 25-30
menit. Setelah proses sterilisasi selesai, petugas pengawasan mutu akan
melakukan pemeriksaan pH, kadar, kejernihan, dan sterilitas (uji mikrobiologi).
Selanjutnya dilakukan proses pemasangan tutup botol dan proses pelabelan.
Untuk sediaan cair non steril, bagian produksi akanmengambil bahan-
bahan baku yang telah disiapkan dan ditimbang oleh bagian produksi sehari
sebelumnya, kemudian diperiksa ulang oleh Supervisor produksi. Proses produksi
dilakukan setelah ada catatan kelayakan untuk pemakaian. Proses pencampuran
bahan dilakukan pada tangki pencampuran. Setelah proses pencampuran
selesai,cairan dialirkan ke dalam tangki penyimpanan melewati suatu saringan.
Banyaknya penyaringan yang dilakukan tergantung dari jenis sediaan yang
diproduksi, terakhir dilakukan proses pengisian larutan ke dalam botol. Sediaan
cair ini tidak melewati proses sterilisasi.
Dalam melakukan proses produksi, kondisi ruangan selalu diperhatikan,
seperti sanitasi, suhu, kelembapan, dan tekanan udara. Sanitasi (pembersihan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


26

ruangan) dilakukan setelah kegiatan produksi dan alat-alat yang digunakan selalu
dibersihkan agar dapat digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya dan
diberikan identitas masing-masing. Suhu ruangan selalu dipantau dan diatur oleh
sarana penunjang seperti Unit Tata Udara (Air Handling Unit/AHU). Udara yang
dialirkan ke ruangan produksi dengan sistem ini merupakan udara kering dengan
tingkat kelembapan tertentu. Sistem AHU ini juga mengatur tekanan udara dalam
ruangan produksi. Tekanan udara dalam koridor lebih besar daripada tekanan
udara dalam ruang produksi, sedangkan tekanan udara dalam ruang produksi lebih
besar dari tekanan udara dalam ruang pengemasan sekunder. Hal ini ditujukan
untuk menghindari kontaminasi antar produk yang terdapat pada masing-masing
ruang produksi. Tekanan udara tersebut diukur dengan alat pengukur perbedaan
tekanan yang diletakkan di atas setiap pintu ruang produksi sehingga dapat terus
terkendali.
Setiap personel yang terlibat secara langsung harus memahami ketentuan
yang telah ditetapkan dalam BOP seperti mengenakan pakaian khusus, pelindung
yang telah disediakan seperti masker, penutup telinga, tidak mengenakan
perhiasan dan komestik secara berlebihan untuk mencegah pencemaran terhadap
produk, menerapkan sanitasi dan higiene dalam ruangan produksi serta proses
dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang tercantum dalam laporan bets. Personel
masuk ke dalam ruang lokerkemudian melalui ruang Air Lock untuk mengurangi
cemaran udara dari luar lalu mengambil bahan yang telah disiapkan oleh Gudang
dari ruang penyimpanan sementarasehingga ada pemisahan antara jalur personel
dengan alur barang masuk.

3.4.2.2 Proses Pengemasan


Bagian pengemasan bertanggung jawab dalam pengemasan produk ruahan
menjadi produk jadi. Produk ruahan disimpan di ruangan grey area dan bagian
pengawasan mutu akan melakukan pengujian sesuai dengan spesifikasi masing-
masing produk. Sebelum proses pengemasan dilakukan, Supervisorbagian
pengemasan akan memeriksa kesiapan ruangan, jalur pengemasan serta alat-alat
yang akan digunakan yang kemudian dicatat dalam catatan yang sesuai. Bahan-
bahan pengemas diambil dari gudang berdasarkan Permintaan Pengemasan(FO)
yang mencantumkan jenis dan jumlah bahan pengemas kemudian dibawa ke
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


27

ruang pencetakan untuk diberi nomor lot dan tanggal kadaluarsa menggunakan
mesin pencetak label dan mesin pencetak karton. Kegiatan di bagian pengemasan
meliputi:
a. Pengemasan Primer
Pengemasan primer yaitu pengemasan produk ruahan ke dalam wadah
pertama (pengemas primer). Pengemasan primer dilakukan pada grey areayang
meliputi pengemasan dalam strip, blister, dan pengisian ke dalam botol.
Pengemasan ke dalam strip dilakukan terhadap tablet dengan menggunakan
alat Uhlmann Stripping. Dalam proses ini dilakukan tes kebocoran tiap satu jam
sekali untuk 30 tablet.
Sedangkan pengisian dilakukan terhadap pengemasan primer yang
dilakukan pada produk sediaan cair dan ditutup dengan alat Capping. Produk jadi
selanjutnya dilakukan uji kebocoran.
b. Pengemasan Sekunder
Pengemasan sekunder yaitu pengemasan produk ruahan yang sudah dalam
kemasan primer menjadi obat jadi dan dilakukan pada black area. Meskipun
pengemasan sekunder dilakukan di black area namun kebersihan udara dan
ruangannya harus tetap dipelihara. Kegiatan kemasan sekunder meliputi:
penempelan label, pengemasan ke dalam karton, dan pengemasan karton ke dalam
dus besar.
Penempelan label adalah proses dimana botol-botol yang telah terisi dan
ditutup, diberi label. Letak label yang ditempel harus diperhatikan. Botol-botol
yang telah diberi label atau strip tablet/kapsul dengan jumlah tertentu dimasukkan
ke dalam karton dan diberi brosur. Botol atau karton-karton yang berisi
blister/strip dimasukkan ke dalam dus besar lalu ditimbang.
Semua dokumen proses produksi diserahkan ke bagian pengawasan mutu
beserta contoh obat jadi yang telah dikemas untuk pemeriksaan dan pengecekan
kelengkapan dokumen. Obat jadi yang telah dikemas disimpan di gudang
karantina obat jadi untuk menunggu pemeriksaan oleh bagian pengawasan mutu.
3.4.3 Departemen Teknik Mesin
Departemen teknik mesindipimpin oleh seorang Manajer yang mempunyai
tugas menjaga dan memelihara lingkungan perusahaan, bangunan, peralatan, dan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


28

sarana penunjang. Departemen teknik mesin terdiri dari empat bagian yaitu sarana
penunjang, pemeliharaan, kalibrasi, serta bagian lingkungan, kesehatan, dan
keselamatan yang saat ini berada di bawah Departemen Teknik Mesin. Bagian
sarana penunjang menangani masalah instalasi listrik, udara bertekanan, uap
panas, HVAC (sistem tata udara), dan air bersih.

3.4.3.1 Sarana Penunjang


a. Listrik
Sumber energi listrik di PT. Abbott Indonesia berasal dari PLN dan
genset. Kapasitas listrik dari PLN 865 KVA dan dari dua generator set (genset)
kapasitar 250 KVA berbahan bakar solar dan 640 KVA berbahan bakar
gas.Masing-masing genset menggunakan dua baterai yang diganti setiap dua
tahun sekali.Oli diganti setiap 200 jam. Total penggunaan daya listrik oleh PT.
Abbott Indonesia per hari yaitu 400 KWh.
b. Udara Bertekanan
Udara bertekanan berasal dari tiga mesin kompresor yaitu mesin
kompresor yang menghasilkan udara bertekanan bebas minyak merek Atlas
COPCD kapasitas 162 CFM (Cubic Feet per Minute) untuk keperluan produksi
dan laboratorium serta udara bertekanan mengandung sedikit minyak merek
Demag kapasitas 50 CFM dan merek IR kapasitas 38 CFM untuk keperluan
pembersihan selain produksi dan laboratorium. Prinsip kerja dari alat ini adalah
memasukkan udara ke dalam alat dan dikeringkan dengan adanya pengering
udara, sehingga dihasilkan udara kering yang tidak mengandung uap air.
Pengaliran udara bertekanan dilakukan melalui pipa-pipa yang terhubung pada
masing-masing ruangan.
c. Uap Panas
Uap panas di PT. Abbott Indonesia dihasilkan oleh dua mesinboiler
dengan kapasitas 3,2 ton per jam dan 1,6 ton per jam menggunakan bahan bakar
gas. Boiler 1,6 ton artinya mesin boiler dapat menghasilkan uap air panas
sebanyak 1,6 ton per jam dari 8m3 air. Uap panas dihasilkan dengan mendidihkan
air pada suhu 200C dan tekanan 8-10 bar. Prinsip kerja alat boiler yaitu
memanaskan air yang berasal dari tanah dengan api yang disemburkan oleh
pompa. Uap air panas yang dihasilkan disalurkan melalui pipa ke bagian produksi
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


29

untuk proses pemanasan seperti oven pengering, FBD, pengaturan


kelembabanrelatif ruangan (Relative Humidity/RH),dan lain-lain. Pengisian air ke
dalam boiler dilakukan secara otomatis menggunakan sensor dengan mengatur
volume air minimal yang harus terdapat pada boiler.
d. HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioner)
HVAC merupakan sistem pengaturan udara yang bertujuan untuk
mengatur suhu dan kelembapan udara di dalam ruangan produksi. Sistem
pengaturan udara di PT. Abbott Indonesia terdiri dari mesin Chiller, bak
penampungan air, Unit Tata Udara(AHU), dan alat pengering udara. Prinsip kerja
sistem HVAC yaitu sebagai berikut (Lampiran 4): Air dari bak penampungan air
dialirkan ke dalam mesin Chiller untuk didinginkan hingga 6C. Air dingin
kemudian dialirkan ke masing-masing AHU yang merupakan unit pengendali
udara yang dapat mengatur suhu, kelembapan, perubahan udara dan tekanan
udara. Suhu udara yang tadinya 27-28oC akan menjadi dingin hingga 12C
karena adanya air dingin. AHU yang digunakan ada dua yaitu AHU 1 untuk ruang
produksi yang membutuhkan pengaturan kelembapan udara dan AHU 2 untuk
ruang produksi yang tidak membutuhkan pengaturan kelembapan udara. Untuk
AHU 1, udara dingin tersebut melewati alat pengering udara yaitu suatu alat yang
digunakan untuk menghilangkan kelembapan uap air di udara sehingga
kelembapannya berubah menjadi 35% dan suhunya 40oC. Setelah itu, udara
melewati AHU kembali sehingga suhunya kembali turun menjadi 25oC yang
kemudian dialirkan ke ruang produksi.Untuk AHU 2 udara tidak melalui alat
pengering udara, tapi langsung dialirkan ke ruang produksi.Aliran udara sisa dari
masing-masing ruang produksi kemudian dilewatkan melalui alat penyaring
udara, sehingga dihasilkan udara yang jernih untuk dibuang ke udara bebas dan
limbah berupa cairan diolah di tempat pengolahan limbah cair.Aliran udara dari
ruang produksi juga dapat dialirkan kembali melalui kipas penggerak, kemudian
masuk kembali ke alat pengering udara untuk digunakan kembali oleh ruang
produksi.
e. Air
Sumber air yang digunakan oleh PT.Abbott Indonesia berasal dari sumur
dengan kapasitas 216 m3. Air tersebut ditambahkan kaporit untuk membunuh

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


30

bakteri kemudian dipompa ke dalam tempat penampungan air. Kaporit


diinjeksikan melalui pipa sebanyak 2L setiap minggu atau tergantung pada jumlah
debit air. Air kemudian dipompa kembali ke tangki penampungan air2 dan
digunakan untuk tiga keperluan yaitu untuk air murni, untuk pemadam kebakaran,
dan toilet. Air yang digunakan untuk toilet dan pemadam kebakaran tidak
memerlukan pengolahan lagi, sedangkan untuk air murni dilakukan pengolahan
lebih lanjut.
Prosedur pengolahan air murni yaitu sebagai berikut (Lampiran 5): Air
yang berasal dari tempat penampungan air 2 disaring melalui karbon filter,
kemudian ditambahkan metabisulfit (dibuat dengan mencampur 125 L air murni
dengan 1 kg metabisufit) untuk menghilangkan kaporit, antiscalant (dibuat dengan
mencampur 90 L air murni dengan 9 L antiscalant) untuk membran dan garam
untuk menetralkan anion dan kation. Air kemudian disaring melalui multimedia
filter danmelewati anion resin untuk menghilangkan resin, kemudian disalurkan
melalui pipa yang terdapat penyaring (kation resin) menuju bak penampungan
3.Air dari tank 3 dialirkan ke dalam alat osmosis balik (RO-01), masuk ke dalam
tank 4 untuk disinari dengan ultraviolet (UV I), kemudian dialirkan ke dalam RO-
02 dan melewati tempat pencampur rsein, selanjutnya disinari dengan ultraviolet
(UV II). Air kemudian dipanaskan dengan suhu 70-80C dan siap digunakan
untuk produksi. Air yang berasal dari produksi akan melewati tangki penyaringan,
dihitung kadar total senyawa organic (Total Organic Count/TOC) maksimal 400
ppb dan konduktivitas tidak lebih dari 1,2 Si dan kembali kebak air murni.

3.4.3.2 Pemeliharaan
Bagian pemeliharaan bertugas memelihara dan merawat perlengkapan,
mesin-mesin, dan peralatan untuk proses produksi dan pengemasan. Sistem
pemeliharaan di PT Abbott menggunakan work order yang digunakan untuk
pemeliharaan sarana penunjang dan alat produksi, tidak termasuk alat
laboratorium. Isi work order mencakup BOP pemeliharaan masing-masing alat
sebagai langkah baku prosedur pelaksanaan pemeliharaan, jadwal pemeliharaan,
dan form khusus yang harus diisi bagian sarana penunjang ketika melakukan
perawatan.
Pemeliharaan dilakukan dengan dua cara yaitu:
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


31

a. Program Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintain Program/PMP)


Program pemeliharaan ini bertujuan untuk memelihara dan mencegah
kerusakan mesin, terutama saat produksi. Setiap mesin atau alat dibuat kartu
riwayat pemeliharaan dan jadwal pelaksanaanya. Pelaksanaan PMP harus sesuai
dengan BOP yang dimiliki khusus oleh setiap mesin. Jadwal pemeliharaan untuk
setiap alat atau mesin telah diatur yaitu dalam jangka waktu 1,3,6 dan 12 bulan.
Mesin dan alat yang telah dilakukan perawatan dan pemeliharaan dibuat laporan
ke work order.
b. Pemeliharaan Saat Kerusakan
Pemeliharaan saat kerusakan adalah pemeliharaan yang langsung
dilaksanakan pada saat ada permintaan dari bagian produksi.Bagian pemeliharaan
melakukan pengecekan setelah menerima permintaan dari bagian produksi.

3.4.3.3 Kalibrasi
Bagian kalibrasi bertugas untuk mengkalibrasi semua alat ukur, mesin, dan
peralatan produksi agar tetap memiliki pengukuran sesuai standar. Kalibrasi
adalah kegiatan membandingkan alat atau sistem yang sudah diketahui (standar)
dengan alat atau sistem yang belum diketahui agar diperoleh informasi
penyimpangan yang ada sehingga dapat dilakukan koreksi.
Kegiatan bagian kalibrasi antara lain menginventarisasi alat dan mesin
yang harus dikalibrasi, membuat jadwal kalibrasi dalam satu tahun, bulan, minggu
dan hari, melakukan kalibrasi alat atau mesin sesuai jadwal berdasarkan BOP
danprosedur kalibrasi produksi, serta membuat laporan kalibrasi setiap satu bulan,
tiga bulan, dan satu tahun.
Kalibrasi dilakukan melalui dua cara yaitu secara in situ dan eks situ.
Kalibrasi alat secara in situ dilakukan di tempat, contohnya alat laser, sedangkan
secara eks situ dilakukan oleh KIM LIPI (Kantor Instrumentasi Metrologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), contohnya anak timbangan. Interval
kalibrasi dilakukan selama enam bulan atau satu tahun tergantung dari alat yang
akan dikalibrasi. Alat yang sudah dikalibrasi harus diberi label sebagai tanda
untuk membuktikan bahwa alat sudah dikalibrasi.
Proses kalibrasi dilakukan melalui tahapan berikut ini :

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


32

a. Mendata alat-alat yang akan dikalibrasi misalnya nama, tipe alat, lokasi, dan
informasi lainnya tentang alat tersebut.
b. Mendata parameter-parameter apa saja yang akan diukur/dikalibrasi pada
masing-masing alat.
c. Memberikan nomor kode pada masing-masing alat sesuai panduan cara
penulisan nomor kode dalam BOP.
d. Membuat data parameter misalnya merk, skala terkecil alat (resolusi), toleransi
alat, dan unit alat.
e. Melihat program kalibrasi, apakah perlu dikalibrasi atau tidak, alat termasuk
kelas A (kritis, berhubungan dengan kualitas yang sangat penting, misalnya
alat produksi) atau kelas B (tidak berhubungan dengan kualitas yang sangat
penting, misalnya alat untuk lingkungan).
f. Data alat yang akan dikalibrasi kemudian dimasukkan ke dalam Daftar Induk
Peralatan, kemudian dibuat jadwal kalibrasi tahunan, bulanan, dan mingguan
untuk memudahkan pengaturan jadwal. Jadwal alat yang akan dikalibrasi
kemudian diinformasikan ke masing-masing departemen.
g. Alat yang sudah dikalibrasi kemudian dipasang stiker yang berisi informasi
tentang tanggal kalibrasi dan jadwal kalibrasi selanjutnya serta paraf petugas
yang mengkalibrasi, dibuat laporan kalibrasi bulanan, dan dilaporkan ke
manajer bagian teknik mesin dan bagian pemastian mutu.

3.4.3.4 Lingkungan, Kesehatan, dan Keselamatan atau Environment, Health, and


Safety (EHS)
Bagian EHS yang berada di bawah Departemen Teknik Mesin dipimpin
oleh seorang Manajer yang bertanggung jawab dalam pengolahan limbah,
kesehatan karyawan, dan keamanan karyawan dalam bekerja. Sistem manajemen
EHS di pabrik PT. Abbott Indonesia mengacu pada ISO 14000 dan OHSAS
18000. EHS merupakan suatu sistem dengan kegiatan-kegiatan yang bertujuan
untuk :
a. Mengintegrasikan EHS di dalam proses bisnis perusahaan
b. Memenuhi semua hukum peraturan pemerintahan mengenai EHS dalam
memenuhi Standar Manajemen Global Abbott

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


33

Untuk mencapai hal tersebut, departemen EHS memiliki delapan konsep


kegiatan EHS yang dijalankan yaitu :
a. Membuat kebijakan dan program
b. Membuat perencanaan strategis
c. Melakukan peninjauan ulang atau penilaian
d. Integrasi bisnis
e. Mengadakan pelatihan dan peningkatan kesadaran akan EHS
f. Komunikasi dan informasi
g. Penilaian kinerja
h. Peninjauan kembali asuransi
Kegiatan yang dilakukan di PT. Abbott Indonesia terhadap lingkungan,
kesehatan, dan keselamatan kerja antara lain :
a. Lingkungan
Departemen EHS bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah industri
sebelum dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah dilakukan untuk memastikan
bahwa limbah yang dibuang ke lingkungan telah aman dan memenuhi persyaratan
limbah yang ditetapkan pemerintah.
Limbah yang dihasilkan oleh PT. Abbott dibedakan menjadi dua macam
yaitu limbah padat dan limbah cair.Limbah padat PT. Abbott Indonesia dibagi
menjadi tiga, yaitu limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), limbah domestik,
dan limbah nutrisi. Limbah B3 berasal dari laboratorium yang merupakan sisa
pereaksi dan sisa hasil analisis. Yang termasuk limbah B3 yaitu bahan-bahan yang
reaktif, mudah terbakar, mudah meledak, beracun atau menyebabkan infeksi.
Limbah B3 akan dikumpulkan, ditimbang dan dikirim ke PT. Prima Karya.
Limbah domestik berasal dari sisa bahan kemas yang rusak antara lain alumunium
foil, kardus, karton, palet, insert, dan sebagainya. Limbah nutrisi dijadikan
sebagai makanan ternak sapi.
Limbah cair PT. Abbott Indonesia berasal dari sisa produksi, sisa
pencucian, dan limbah cair lain yang tidak termasuk limbah B3. Parameter
pengolahan limbah cair disesuaikan dengan SK Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun
1999. Pengolahan limbah cair dilakukan secara kimia dan biologi melalui
bebererapa tahapan yaitu (Lampiran 6):

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


34

Limbah cair dari bagian produksi padat dan laboratorium, septictank akan
masuk ke dalam tangki penampungan 1 (jalur 1). Limbah cair dari produksi cair,
pedialyte,cuci botol, toilet, pengemasan akan masuk ke dalam tangki
penampungan 2 (jalur 2). Limbah dari sisa regenerasi campuran anion-kation dan
sampah lain akan ditampung pada bak netralisasi(jalur 3). Semua limbah akan
dialirkan ke bak penampungan utama (Collected Chamber).
Pengaliran limbah ke bak penampungan utama melewati bak-bak kecil
yang bersekat dengan tujuan memisahkan padatan agar mengendap dalam bak
tersebut sebelum mencapai bak penampungan utama.Dalam bak penampungan
utama limbah akan diaduk menggunakan pengaduk yang terdapat pada bagian
bawah agar padatan terhomogenisasi dalam campuran limbah, kemudian
diberikan nutrisi untuk bakteri yang ada dalam bak penampungan utama
tersebut.Limbah dari bak penampungan utama dipompa ke bak aerasi selama
waktu tertentu. Dalam tangki ini limbah ditampung sampai ketinggian 2,5m dan
dilakukan proses aerasi dimana udara dipompa dari bawah ke dalam campuran
limbah, sehingga berfungsi juga sebagai pengaduk. Pada bak aerasi ini
ditambahkan urea dan NPK secara otomatis melalui pompa sebagai sumber nutrisi
bagi bakteri pengurai. Dalam bak aerasi ini pH limbah harus 6-8, jika belum
ditambahkan kalsium karbonat atau HCl hingga pH-nya tercapai. Limbah
kemudian dialirkan ke dalam bak klarifier untuk memisahkan endapan dan bagian
yang cair, dimana endapan akan ditampung ke dalam bak sedimentasi,
dikeringkan, dan dimasukkan ke dalam drum plastik untuk di kirim ke PPLI,
sedangkan bagian cair akan dialirkan ke bak pengolahan air dan kemudian
dialirkan ke dalam tangki yang berisi karbon aktif untuk menjernihkan limbah
cair.
Limbah yang telah jernih dialirkan melalui dua pipa. Satu ke dalam bak
kontrol yang berisi ikan dan dialirkan juga ke bak penampungan lain untuk
diklorinasi, dilewatkan ke penyaring karbon aktif masuk bak penampungan air
untuk digunakan menyiram taman, sehingga limbah cair tidak dibuang ke sungai.
Pemeriksaan limbah cair dilakukan pada bagian dalam dan luar, meliputi
pemeriksaan pH, TSS (Total Solid Suspension/Total Suspensi Padat), COD
(Chemical Oxygen Demand/Nilai Oksigen Kimia), BOD (Biological Oxygen

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


35

Demand/Nilai Oksigen Biologi), Nitrogen, bahan organik, dan bakteri oleh bagian
pengawasan mutu.
b. Kesehatan
Departemen EHS bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan karyawan
dengan program kesehatan antara lain pemeriksaan umum (medical surveillance
campaign) yang dilakukan rutin sekali dalam setahun untuk pegawai tetap,
pelatihan sanitasi dan higiene,pemberian asuransi kesehatan, pemantauan sanitasi
dan higiene karyawan pada saat bekerja, serta penanganan kecelakaan kerja..
Sementara sarana kesehatan yang terdapat dalam pabrik adalah sebuah
klinik kesehatan yang dikepalai oleh seorang suster yang selalu ada setiap hari dan
dilengkapi dengan perlengkapan untuk pertolongan pertama pada kecelakaan.
c. Keselamatan dan Keamanan
Dalam penerapan keselamatan dan keamanan kerja, departemen EHS
melatih karyawan untuk menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja sesuai
dengan lokasi kerja dan menggunakan alat pemadam kebakaran. APAR (Alat
Pemadam Api Ringan), detektor kebakaran, alat pemadam kebakaran(sprinkler),
dan tersedia kotak P3K pada tempat tertentu.
PT. Abbott Indonesia menggalang moto dan program zero accident atau
bebas kecelakaan kerja.

3.4.4 Departemen Pelayanan Teknis (Technical Service/TS)


Departemen pelayanan teknis awalnya berada di bawah departemen bagian
teknik mesin, namun pada tahun 2004 menjadi departemen sendiri dipimpin oleh
seorang Manajer. Departemen TS di PT. Abbott Indonesia bertugas menangani
masalah pengembangan produk baru, validasi dan kualifikasi (bersama bagian
pemastian mutu), dan produk ekspor.
Pengembangan produk baru meliputi percobaan formula yang diperoleh
dari Abbott Laboratories menggunakan mesin dan peralatan yang dimiliki oleh
PT. Abbott Indonesia dan dilakukan penyesuaian hingga diperoleh produk yang
sesuai persyaratan, pembuatan produk dengan dosis yang berbeda, misalnya
Abbotic granul 125 mg ingin dibuat produk dengan dosis 250 mg, dan lain-lain.
Validasi yang dilakukan departemen TS yaitu validasi proses terkait
pengembangan produk dan perubahan alat seperti pergantian mesin Ribbon
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


36

Blender menjadi High Speed Mixer. Validasi proses dilakukan dengan jumlah bets
bets normal sebanyak tiga lot berurutan. Validasi alat baru menggunakan bets
produksi normal dengan parameter terkait, misalnya kecepatan pengadukan mixer,
lamanya pengadukan/waktu, suhu pengadukan, dan parameter terkait lainnya,
kemudian dinilai perubahan yang terjadi pada produk.
Kualifikasi alat oleh departemen TS meliputi kualifikasi alat baru maupun
rekualifikasi. Kualifikasi dilakukan terhadap alat maupun ruangan produksi
meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan
kualifikasi kinerja.Rekualifikasi dilakukan tergantung peralatan dan dilakukan
secara periodik.Penilaian dapat dilakukan dengan mengevaluasi dokumen
kalibrasi alat dan catatan pemeliharaan, sehingga rekualifikasi bisa tidak
dilakukan jika alat masih memenuhi spesifikasi.
Untuk produk ekspor, departemen TS merencanakan tahapan mulai dari
produk dipesan hingga produk dikirim ke negara tujuan, memastikan seluruh
proses berjalan sesuai rencana. Bagian TS bekerja sama dengan bagian pemastian
mutu juga menyiapkan data-data terkait keperluan registrasi produk di negara lain
dimana produk akan dijual.
3.4.5 Departemen Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA)
Departemen Pemastian MutuPT. Abbott Indonesia dipimpin oleh seorang
Kepala Mutuyang membawahi empat bagian, yaitu Pemastian Mutu Operasional,
Pengawasan Mutu, Pemenuhan Sistem Mutu, dan Pelatihan serta Pengawasan
Dokumen. Departemen ini dipimpin oleh seorang Apoteker dan bertanggung
jawab untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan memenuhi syarat yang telah
ditetapkan oleh Badan POM maupun standar Abbott Internasional.

3.4.5.1 Pemastian Mutu Operasional


Supervisor bagian pemastian mutu operasional di PT. Abbott Indonesia
membawahi inspeksi produksi dan inspeksi bahan kemas. Tugas dan tanggung
jawab bagian pemastian mutu operasional antara lain:
a. Pengambilan contoh dan pelabelan bahan baku dan produk jadi.
b. Transaksi bagian pemastian mutu dalam sistem BPCS untuk pengeluaran
bahan/produk.
c. Inspeksi terhadap aktivitas produksi.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


37

d. Inspeksi terhadap produk jadi.


e. Inspeksi terhadap pembuatan laporan bets (MO, FO).
f. Pemeliharaan sampel pertinggal.
g. Pemeliharaan dokumentasi bagian pemastian mutu untuk laporan bets.
h. Menyetujui spesifikasi bahan.
i. Mengeluarkan produk jadi.
j. Pemeriksaan dokumen produk setengah jadi dan produk jadi.
k. Inspeksi dan pengujian terhadap bahan pengemas.
l. Pengawasan mutu selama proses pembuatan dan pengemasan.
m. Investigasi bahan/komponen yang berhubungan dengan masalah pengemasan
dan proses.
Secara garis besar, kegiatan bagian pemastian mutu operasional dapat
dijelaskan sebagai berikut: Bahan baku yang datang ke gudang diberi nomor lot
oleh bagian pemastian mutu operasional, dicatat di buku induk dan diberi nomor
lot sesuai urutan kedatangan pada bulan tersebut. Nomor lot bahan baku terdiri
dari lima digit diikuti huruf XQ, XR atau XP. Digit 1,2 menunjukkan kode bulan
dan tahun kedatangan bahan baku, digit 3,4,5 menunjukkan nomor seri bets atau
urutan kedatangan bahan baku pada bulan tersebut. XQ merupakan kode untuk
bahan baku, XR kode untuk bahan kemas, dan XP kode untuk produk jadi.
Pengambilan sampel bahan baku dilakukan oleh petugas pemastian mutu
operasional, kecuali sampel bahan baku mikrobiologi dilakukan oleh petugas dari
pengawasan mutu. Cara petugas masuk ke dalam ruang pengambilan sampel
tercantum dalam yaitu:
a. Pengambilan sampel dilakukan di ruangan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu
ruang tempat masuk orang, ruang tempat masuk barang, dan ruang tempat
pengambilan sampel.
b. Petugas masuk melalui ruang masuk orang, mengganti pakaian, menggunakan
masker, dan mencuci tangan dengan sabun dan alkohol.
c. Petugas mengambil barang yang telah dimasukkan melalui tempat masuk
barang kemudian dibawa ke ruang pengambilan sampel.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


38

d. Pengambilan sampel dilakukan di ruang pengambilan sampel yang dilengkapi


dengan aliran udara laminar atau (Laminar Air Flow/LAF) untuk menghindari
petugas terkontaminasi dengan sampel.
e. Jumlah pengambilan sampel untuk setiap bahan baku atau produk tercantum
dalam BOP.
Inspeksi kegiatan produksi dilakukan secara rutin dalam ruang produksi
pada saat berjalannya proses produksi dalam rangka pemenuhan CPOB. Inspeksi
kegiatan produksi meliputi pemeriksaan dokumen catatan bets, inspeksi surat
permintaan produksi (MO) dan permintaan pengemasan (FO), dan inspeksi
laporan hasil analisis bagian pengawasan mutu terkait produk yang sedang
diproduksi. Semua dokumen catatan bets lengkap dan hasil analisis laboratorium
yang telah disetujui diberi cap approved yang di tandatangani oleh Kepala Mutu
departemen pemastian mutu. Bagian inspeksi produksi selanjutnya akan
menempelkan label approved pada produk.
Inspeksi bahan kemas dilakukan berdasarkan spesifikasi yang telah
ditetapkan oleh Abbott Internasional atau berdasarkan permintaan pemasaran
yang telah disetujui oleh Abbott Internasional. Pemeriksaan yang dilakukan
terhadap wadah dan kemasan meliputi :
a. Barang cetakan seperti label, insert, etiket, dan barang cetakan lainnya
diperiksa mutu cetakan, tulisan yang tertera termasuk ukuran dan huruf,
gambar, kestabilan warna, ketahanan terhadap gesekan, bobot, dan ukurannya
dibandingkan standar yang ditetapkan.
b. Karton pengemas diperiksa ketebalannya, berat, warna, tulisan yang tertera,
dan ketahanan terhadap gesekan.
c. Botol plastik/botol gelas diperiksa bentuk, tinggi, diameter, berat, volume,
cacat tampak, dan kebocoran.
d. Tutup botol plastik/botol gelas diperiksa kekuatan, berat, kesesuaian dengan
botol dan kebocoran.
e. Alumunium foil diperiksa ketebalan, berat, warna, tulisan yang tertera,
ketahanan terhadap air, ukuran rol, delaminasi, dan tebal lapisan polietilen.

3.4.5.2 Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


39

Kegiatan yang dilakukan bagian pengawasan mutu di PT. Abbott


Indonesia mengikuti pemenuhan cara berlaboratorium yang baik (Good
Laboratory Practice/GLP, Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) atau GMP
(Good Manufacturing Practice), dan Cara Dokumentasi Yang Baik (CDB) atau
GDP (Good Documentation Practice), persyaratan lokal dan ekspor serta petunjuk
ASEAN yang meliputi hal-hal berikut:
a. Analisis Bahan Baku, Produk Antara, Produk Ruahan, dan Produk Jadi
Analisis bahan baku baik yang baru datang maupun pengujian kembali,
analisis pada saat pemeriksaan selama proses, dan analisis produk akhir secara
kimia dan mikrobiologi dilakukan oleh bagian pengawasan mutu.
Bagian pengawasan mutu menerima permintaan untuk pemeriksaan bahan
baku dari gudang berupa salinan laporan inspeksi dan penerimaan atau RIR.
Contoh bahan baku, produk setengah jadi, dan produk jadi dari bagian pemastian
mutu operasional dianalisis sesuai prosedur pengawasan standar (Standard
Control Procedure/SCP) yang berisi parameter pengujian, spesifikasi tiap
parameter, metode spesifik masing-masing parameter uji atau metode uji standar
(Standard Test Method/STM). Kegiatan analisis dicatat dalam lembar kerja dan
dibuat laporan analisis. Tiap jenis pengujian memiliki lembar kerja sendiri,
sehingga satu jenis bahan baku laporan analisisnya terdiri dari banyak lembar
kerja. Laporan analisis diperiksa oleh Manajer pengawasan mutu dan disetujui
oleh Head of Quality.Status bahan baku dicantumkan dalam RIR, berupa stempel
berwarna biru jika diluluskan dan berwarna merah jika ditolak.
Analisis terhadap produk antara dilakukan pada saat proses produksi
berjalan. Analisis yang dilakukan untuk sediaan padat yaitu pemeriksaan kadar air
granul, organoleptis, kekerasan, kerenyahan, keseragaman ukuran, keragaman
bobot, dan waktu hancur tablet, pemeriksaan fisika-kimia tablet berlapis ganda
setelah proses perlakuan terhadap profil lepas lambatnya, dan kadar zat aktif atau
potensi antibiotik, sedangkan pada analisis sediaan cair dilakukan pemeriksaan
organoleptis, kejernihan, pH, viskositas, bobot jenis, dan kadar zat berkhasiat atau
potensi antibiotik
Analisis mikrobiologi dilakukan terhadap produk tertentu, antara lain
antibiotik, asam folat, dan vitamin B12, pedialyte, wadah botol untuk produk oral

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


40

steril, pemeriksaan air, meliputi air demineralisata dari tangki sirkulasi.Air


demineralisata yang digunakan dalam produksi, air untuk mencuci wadah botol,
air yang langsung dari sumbernya, dan pemeriksaan ruangan. Pemeriksaan
mikrobiologi bahan baku dilakukan dengan mensuspensi bahan dalam aquades
steril kemudian ditanam dalam media, wadah botol dengan cara dibilas dengan
aquades steril, disaring dengan saringan membran dan saringan dibilas dengan
aquades steril untuk ditanam dalam media, pemeriksaan air dilakukan dengan
mengencerkan sampel air dan menyaringnya melalui penyaring membran,
kemudian selaput penyaring dipindahkan ke cawan petri steril yang berisi media
agar untuk diinkubasi, sedangkan pemeriksaan ruangan produksi dilakukan
dengan metode setting plate dan swab test. Metode setting plate yaitu
menggunakan cawan petri yang berisi media agar beku yang dipaparkan pada
udara di ruangan tertentu selama waktu tertentu kemudian diinkubasi, sedangkan
metode swab test yaitu mengusapkan kapas pada permukaan ruangan, kemudian
kapas dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi larutan dapar fosfat steril dan
larutan dipindahkan ke dalam cawan petri dan dituangkan media agar untuk
diinkubasi dan dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri.
b. Kalibrasi dan Validasi Alat/Instrument Laboratorium
Kalibrasi alat dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal, tergantung
tingkat kerumitan alat. Jika alat rumit, maka kalibrasi dilakukan oleh pemasok alat
tersebut yang memiliki otorisasi. Alat-alat yang dikalibrasi oleh pihak eksternal
yaitu HPLC, GC, Climatic Chamber, Spektrofotometri UV-Vis, dan FTIR.
Kalibrasi dilakukan setiap enam bulan atau satu tahun sekali, sedangkan alat-alat
yang dikalibrasi oleh pihak internal (analis dan bagian teknik mesin), antara lain
pH/conductivity meter, polarimeter, refraktometer, oven, dan lain-lain. Jadwal
kalibrasinya dilakukan setiap bulan atau tiga bulan sekali yang dibuat oleh bagian
teknik mesin. Laporan hasil kalibrasi internal dan eksternal masuk ke bagian
pengawasan mutu.
Laboratorium di PT. Abbott Indonesia,yaitu : laboratorium kimia (pH-
meter, alat pengukur konduktivitas, oven, oven vakum, tanur, climatic chamber,
destilasi, shaker, alat sentrifugasi, fluorometer, sonicator, Karl Fisher, polarimeter,
alat uji waktu hancur, viskometer brookfield, penangas air), laboratorium

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


41

mikrobiologi (inkubator, autoklaf, dan LAF); serta laboratorium instrumen


(HPLC, GC, Spektrofotometri, alat disolusi, climatic chamber, dan FTIR).
c. Analisis Produk untuk Stabilitas dan Validasi Proses
Uji stabilitas oleh bagian pengawasan mutu dilakukan untuk pendaftaran
produk baru, produk uji coba dari departemen TS, perubahan proses produksi
produk yang masih divalidasi, dan uji stabilitas produk rutin. Uji stabilitas untuk
produk baru, produk uji coba, dan produk validasi dilakukan pada dua kondisi
penyimpanan yaitu : stabilitas jangka panjang disimpan pada suhu 30C 2C
dengan kelembapan relatif 75% 5%, dilakukan pengujian setiap tiga bulan
sekali pada tahun pertama, enam bulan sekali pada tahun kedua, dan setiap 12
bulan pada tahun ketiga, sedangkan stabilitas dipercepat disimpan pada suhu 40C
2C dengan kelembapan relatif 75% 5%, dilakukan pengujian pada bulan ke-
1, 2, 3, dan 6 bulan. Untuk produk rutin, uji stabilitas dilakukan minimal satu bets
untuk setiap produk, pengujian dilakukan setiap satu tahun.
d. Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan oleh bagian pengawasan mutu meliputi peralatan
produksi, ruangan, dan personel, area uji mikrobiologi, uji air dan udara
bertekanan. Peralatan produksi dipantau kebersihannya dengan melakukan swab
permukaan yang kontak dengan produk, ruangan produksi dilakukan swab pada
dinding, lantai dan kebersihan udara. Untuk personel dilakukan pelatihan tentang
sanitasi dan higiene serta K3, dan dilakukan pemantauan air yang digunakan oleh
produksi (air murni) dilakukan secara rutin.
e. Laporan dan Dokumentasi Hasil Analisis
Laporan dan dokumentasi yang dibuat oleh bagian pengawasan mutu
meliputi laporan kalibrasi, laporan analisis, dan lembar kerja.

3.4.5.3 Pemenuhan Sistem Mutu dan Pelatihan


Bagian pemenuhan sistem mutu dan pelatihan merupakan bagian
departemen pemastian mutu yang dipimpin oleh seorang Manajer. Kegiatan yang
dilakukan oleh bagian ini antara lain :
a. Manajemen Mutu

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


42

Kegiatan yang dilakukan dalam hal manajemen mutu adalah audit internal,
penilaian terhadap pemasok, peninjauan ulang manajemen, mengeluarkan
kebijakan, peninjauan ulang catatan bets, dan penarikan kembali produk.Audit
internal dilakukan oleh tim internal yang mewakili masing-masing departemen
atau bagian yang akan diaudit dengan periode setahun sekali untuk tiap
departemen, biasanya awal tahun. Hal-hal yang diaudit terdapat dalam BOP.
Laporan hasil audit kemudian dibuat rencana tindakan, dan ditindak lanjuti untuk
mengetahui status tindakan tersebut sudah dilakukan atau belum.
Penilaian terhadap pemasok meliputi sertifikat analisis bahan yang
diberikan pemasok, sampel setiap bahan, kualifikasi pemasok, dan pemenuhan
pemesanan.Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
dilakukan sesuai dengan BOP, yaitu : keluhan yang datang dari pelanggan masuk
ke pelayanan konsumen dan dimasukkan ke dalam form khusus. Kemudian
dilakukan investigasi yang mencakup catatan bets, contoh pertinggal, produk yang
dikeluhkan,dan riwayat keluhan dari produk dengan mengacu pada dokumen
kontrol. Untuk produk impor, investigasi dilakukan olehbagian pemastian
mutumasing-masing negara. Kemudian dilakukan penilaian oleh tim CAPA
(Corrective Action and Preventive Action) terhadap hasil investigasi. Hasilnya ada
dua, yaituconfirmed (produk terbukti seperti yang dikeluhkan)dan unconfirmed
(keluhan tidak terbukti disebabkan oleh produk). Jika hasilnya adalah
confirmed,dilihat risiko terhadap keluhan tersebut (tinggi, menengah, rendah).
Jika risiko tinggi, hingga dilakukan penarikan produk, maka dilakukan
rekonsiliasi dan bekerja sama dengan bagian distribusi untuk menarik semua
produk yang beredar. Setelah itu dilakukan pengkajian tahunan atas produk,
validasi, dan kualifikasi.Kegiatan validasi yang dilakukan terdiri dari validasi
proses, validasi pembersihan, validasi metode pengujian serta kualifikasi fasilitas
dan peralatan penunjang.
b. Pelatihan
Bagian pemenuhan sistem mutu dan pelatihan menyusun program
pelatihan tahunan mengenai hal apa saja yang harus didapat oleh personel dan
memantau pelaksanaan pelatihan sesuai jadwal. Personel yang telah mengikuti
pelatihan akan mendapat tugas sesuai bidang pelatihannya sehingga tidak ada

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


43

personel yang mendapat tugas tertentu tapi belum terlatih. Hasil pelatihan
dievaluasi, dinilai departemen pemastian mutu, dan didokumentasikan oleh bagian
pengawasan dokumen.

c. Kegiatan Perbaikan dan Pencegahan (Corrective Action and Preventive


Action/CAPA)
CAPA merupakan bagian dari Sistem Mutu Global yang dikembangkan
dan distandardisasi oleh Abbott Laboratories. Sistem CAPA merupakan suatu
pendekatan yang sistematis untuk meninjau kembali data dan informasi sistem
mutu yang berguna untuk mengidentifikasi, memperbaiki, dan mencegah
terjadinya ketidaksesuaian antara produk, bahan baku, bahan kemas, prosedur atau
proses yang tidak memenuhi spesifikasi atau standar. Tahapan-tahapan yang
dilakukan pada sistem CAPA yaitu investigasi apabila terjadi penyimpangan dan
dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan agar ketidaksesuaian tidak terjadi
kembali.Tindakan tersebut diuji efektivitasnya untuk mengatasi penyimpangan
agar tidak terulang kembali.

3.4.5.4 Pengawasan Dokumen


Bagianpengawasan dokumen bertanggung jawab terhadap semua dokumen
yang berkaitan dengan produksi dan analisis, baik penyimpanan maupun
perubahan dokumen. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian pengawasan dokumen
antara lain :
a. Dokumen lokal
Dokumen lokal mencakup pengisian BOP dan pembuatan laporan (MO,FO),
koordinasi jadwal revisi BOP (setiap tiga tahun), memelihara BOP yang terbaru di
setiap area, memelihara gambar-gambar, mengatur prosedur pemantauan kembali
dan memelihara data distribusi, mengatur arsip-arsip yang berhubungan dengan
dokumen mutu (buku besar, catatan kalibrasi, catatan perawatan mesin, dan lain-
lain), mengatur dokumen permintaan perubahan, memelihara dan memperbaharui
dokumen mutu dan catatan pelatihan. Dokumen pencatatan batch (MO,FO)
sebelum diturunkan untuk proses produksi harus ditandatangani oleh manager
produksi untuk memastikan bahwa dokumen yang diturunkan adalah dokumen
yang telah disetujui dan efektif saat itu.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


44

b. Dokumen dari Kepala Bagian


Dokumen dari kepala bagian mencakup kebijaksanaan atau standar Abbott,
Formula Induk Pengolahan Produksi (Manufacturing Master Formula/MMF) dan
Alternatif Pengolahan Produksi yang Disetujui (Manufacturing Alternative
Approved/MAA), Prosedur Pengawasan Standar (SCP), dan Metode Uji Standar
(STM).

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Manajemen Mutu


PT. Abbott Indonesia berkomitmen terhadap mutu dan sistem manajemen
mutu yang berkelanjutan untuk memenuhi persyaratan konsumen dan peraturan
yang berlaku di Indonesia. Hal ini diwujudkan dengan cara menyediakanproduk-
produk yang bermutu tinggi, aman, efektif dan terjamin kesesuaiannya. Penerapan
sistem pemastian mutu tidak hanya dilakukan ketika pengujian tertentu saja, tetapi
juga mutu obat yang diproduksi selalu dipantau dan dikendalikan dalam semua
tahap kegiatan. Penerapan sistem manajemen ditunjang oleh partisipasi dan
komitmen dari semua personel yang terlibat dalam perusahaan, para pemasok dan
para distributor.Manajemen mutu tersebut dirancang secara menyeluruh dan
diterapkan secara benar agar dicapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat
diandalkan.
Pemilihan Pabrik Besar Farmasi (PBF) selaku pemasok bahan baku dan
bahan kemas untuk produksi (List Approve Provendor) serta distributor (List
Approve Distributor)dilakukan dengan suatu sistem tersendiri untuk menjamin
mutu, khasiat dan keamanan produk. Selain itu, PT. Abbott Indonesia juga
memiliki program Keep Performance Indicator (KPI) yang digunakan sebagai
indikator untuk memastikan bahwa seluruh cabang Abbott sudah menjalankan
fungsinya dengan baik untuk menghasilkan produk yang bermutu, berkualitas dan
berkhasiat.
Pelaksanaan manajemen mutu di PT. Abbott Indonesia antara lain
mencakup:
a. Melakukan pengkajian mutu produk secara berkala pada semua obat yang terdaftar,
termasuk produk ekspor serta kajian terhadap semua dokumentasi yang ada baik di
area produksi maupun area pemastian mutu.
b. Infrastruktur atau sistem mutu yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur
pelaksanaan kegiatan dan sumber daya.

45 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


46

c. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian mutu dengan


tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Peninjauan produk tahunan tiap tahun dan didokumentasikan dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan meliputi :
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
b. Kajian terhadap pengemasan selama proses yang kritis dan hasil pengujian obat
jadi.
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
dan investigasi yang dilakukan.
d. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang signifikan
dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan.
e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau metode
analisis.
f. Kajian terhadap variasi yang diajukan, disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk produk
ekspor.
g. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala kejadian yang
tidak diinginkan.
h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat yang
terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan.
i. Kajian terhadap tindakan perbaikan proses produksi atau peralatan yang
sebelumnya.
j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran yang dilakukan pada obat baru,
mendapatkan persetujuan pendaftaran obat dengan persetujuan pendaftaran
variasi, status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan, misal sistem tata
udara (HVAC), air, gas bertekanan dan lainlain.

4.2 Personalia
PT. Abbott Indonesia memiliki struktur organisasi yang sesuai dengan
CPOB dimana bagian produksi dan bagian pemastian mutu terpisah.Keduanya
tidak saling bertanggung jawab namun memiliki tanggung jawab bersama
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


47

terhadap aspek yang berkaitan dengan mutu. PT. Abbott Indonesia memiliki dua
Departemen yaitu Departemen Manufaktur yang dipimpin oleh Direktur dan
Departemen Mutu yang dipimpin oleh Kepala Mutu. Bagian Produksi dan
Pemastian Mutu masing-masing dipimpin oleh seorang Apoteker yang terlatih dan
berpengalaman di bidangnya masing-masing serta mempunyai keterampilan
dalam memimpin sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional.
PT. Abbott Indonesia menyediakan personil yang terkualifikasi dan
berpengalaman untuk melaksanakan tugas sesuai bidangnya masing-masing.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat diutamakan melalui program-
program pelatihan yang berkesinambungan dan efektifitas penerapannya dinilai
secara berkala.PT. Abbott Indonesia memberikan pelatihan awal dan
berkesinambungan mengenai CPOB kepada personel sehingga setiap personel
memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang CPOB, memahami prinsip CPOB
dan memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaannya masing-masing.Untuk
meningkatkan efektifitas kerja, setiap personil tidak diberikan pekerjaan yang
berlebihan untuk menghindari timbulnya risiko terhadap mutu obat dan
menghasilkan personil yang berkualitas.

4.3 Bangunan dan Fasilitas


Pabrik PT. Abbott Indonesia berdekatan dengan pemukiman penduduk
namun pabrik tersebut telah dirancang khusus sehingga tidak menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan sekitar. PT. Abbott Indonesia memiliki pabrik
dan kantor pusat yang terletak di lokasi berbeda. Pabrik terletak di daerah
Cimanggis, Depok sedangkan kantor pusat terletak di Pondok Indah, Jakarta. Pada
pabrik terdapat beberapa bagian yaitu kantor, area produksi, area pengemasan
sekunder, area gudang, area pengujian mutu atau laboratorium, dan area
pengolahan limbah.
PT. Abbott Indonesia memiliki bangunan dan fasilitas yangsesuai dengan
CPOB. Bangunan dan fasilitas dirancang, dilengkapi, dan dirawat secara berkala
untuk melindungi terhadap pengaruh lingkungan serta adanya pencemaran dari
udara, tanah, dan air. Area produksi terpisah dari laboratorium pengawasan mutu,
dimana area produksi terdiri dari produksi solid dan likuid yang letaknya terpisah.
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


48

Area produksi, laboratorium, gudang, koridor, kantor, dan lingkungan sekeliling


bangunan dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan ditinjau secara
berkala dan jika diperlukan, dilakukan perbaikan.
Tenaga listrik, lampu penerangan, ventilasi, kelembapan, dan suhu diatur
secara tepat untuk menghindari timbulnya dampak yang merugikan terhadap
produk selama proses pembuatan dan penyimpanan atau terhadap ketepatan dan
ketelitian fungsi dari peralatan. Ventilasi dan kondisi ruangan telah dilengkapi
dengan sarana pengatur suhu dan kelembapan yakni dengan adanya sistem tata
udara (HVAC) yang dikendalikan dengan Unit Tata Udara (AHU).
Permukaan lantai ruang produksi dilapisi epoksi, dibuat dari bahan kedap
air, halus, bebas retak, licin, rata, dan tidak melepaskan partikel.Sudut-sudut
antara dinding, lantai, dan langit-langit dalam daerah kritis dibentuk lengkungan
untuk memudahkan dan memungkinkan pembersihan secara efektif, cepat, dan
efisien.
Ruang produksi terdiri dari dua daerah yaitu grey area dan black area
yang terpisah. Sistem air lock diterapkan untuk mencegah terbukanya dua pintu
secara bersamaan sehingga alur pergerakan udara dapat dikendalikan.Pemisahan
ini didukung oleh pengaturan tekanan udara dan pengujian mikrobiologi serta
jumlah partikel yang ada. Tekanan udara di koridor produksi lebih besar dari
ruang proses sehingga udara dalam ruang proses tidak keluar ke koridor saat pintu
ruang tersebut dibuka. Tekanan udara di ruang proses lebih besar dari ruang
pengemasan sekunder sehingga udara tak terkendali dari ruang pengemasan
sekunder tidak masuk ke ruang proses. Pada ruang produksi likuid, sistem air lock
dilengkapi dengan alarm dimana alarm tersebut akan berbunyi jika salah satu
pintu dibuka sehingga mencegah pintu dibuka bersamaan.
Sarana untuk mengganti pakaian kerja, mencuci tangan, dan toilet
disediakan dalam jumlah yang cukup dan mudah dicapai.Toilet terletak di
luarruang produksi, sedangkan ruang ganti pakaian berhubungan langsung dengan
area produksi tetapi letaknya terpisah.
Gudangmemiliki kapasitas yang memadai untuk menyimpan bahan baku,
bahan kemas, dan produk secara rapi dan teratur. Gudang juga dilengkapi dengan
pengaturan suhu dan kelembapan relatif (Relative Humidity/RH) dengan

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


49

menggunakan alat Higrometer sehingga dapat menjamin kondisi


penyimpanan.Area gudang dipisahkan untuk masing-masing kategori yaitu
gudang bahan baku, bahan kemas, produk jadi, bahan mudah terbakar, ruang
karantina, dan ruang produk yang telah diluluskan oleh bagian pengendalian
mutu.
Laboratorium pengawasan mutu dirancang sesuai dengan kegiatan yang
dilakukan dengan luas yang memadai dan terpisah dari area produksi. Ruangan
peralatan terpisah dari ruangan lain untuk memberikan perlindungan terhadap
peralatan dari gangguan listrik, getaran, kelembapan yang berlebihan, dan
gangguan lain.
Pada ruangan istirahat dan kantin terpisah dari area produksi dan
laboratorium pengawasan mutu.Untuk loker ganti pakaian, toilet, tempat sampah,
P3K, dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dalam jumlah yang cukup dan
mudah dicapai.Jumlah APAR yang diletakkan bergantung pada tingkat kekritisan
lokasi tersebut terhadap terjadinya kebakaran.

4.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan obat di PT. Abbott
Indonesia memiliki rancangan, konstruksi, serta ukuran yang memadai dan telah
terkualifikasi. Semua alat produksi terbuat dari stainless steelsehingga tidak
menimbulkan kontaminasi jika bersentuhan dengan bahan dalam proses produksi
dan tidak mempengaruhi identitas, mutu, atau kemurnian produk. Satu produk
memiliki alatnya masing-masing dan ditempatkan serta dipasang pada tempat
yang sesuai sehingga kontaminasi silang dapat dihindari dan resiko kekeliruan
tidak terjadi.Kalibrasi secara berkala dilakukan pada peralatan yang digunakan
untuk menimbang, mengukur, memeriksa, dan mencatat.
Pemeriksaan dilakukan setiap hariatau sebelum peralatan tersebut akan
digunakan sehingga dapat dipastikan bahwa peralatan dalam keadaan baik.
Tanggal kalibrasi, perawatan, dan kalibrasi ulang dicantumkan secara jelas pada
peralatan tersebut.Perawatan pada peralatan dilakukan sesuai jadwal untuk
mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau
kemurnian produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian peralatan dicatat dalam

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


50

buku besaralat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan, dan nomor
bets atau nomor lot produk yang sedang diolah.

4.5 Sanitasi dan Higiene


a. Sanitasi Bangunan dan Fasilitas
Sanitasi (pembersihan ruangan) selalu dilakukan setelah kegiatan produksi
selesaisehingga dapat digunakan kembali untuk proses produksi selanjutnya. Tiap
ruangan produksi PT. Abbott Indonesia memiliki desaindan konstruksi yang
memudahkan sanitasi.
PT Abbot Indonesia mengategorikan sanitasi menjadi 2 macam yaitu
sanitasi minor dan mayor. Sanitasi minor dilakukan pada saat akan memproduksi
produk yang sama sedangkan sanitasi mayor dilakukan pada saat akan
memproduksi yang ketiga untuk produk yang sama atau saat akan memproduksi
obat yang berbeda. Pembersihan memilikimasa kadaluarsa selama 14 hari.Jika
dalam 14 hari tidak terdapat aktivitas produksi pada ruangan tersebut, maka harus
dilakukan pembersihan kembali.
b. Pembersihan dan Sanitasi Peralatan
Peralatan yang digunakan harus dalam keadaan yang bersih dan harus
dibersihkan ketika selesai menggunakannya.Mesin-mesin yang sudah dibersihkan
harus dilabeli Bersih disertai dengan tanggal saat dibersihkan dan tanggal harus
dibersihkan kembali.Jika mesin-mesin tersebut masih kotor maka dilabeli
Kotor.
c. Higiene Perorangan
Pemeriksaan kesehatan sudah dilakukan sejak masa perekrutan
personel.Hal ini berguna untuk menjamin bahwa kondisi kesehatan personel tidak
mempengaruhi mutu produk.Tiap setahun sekali dilakukan pemeriksaan kesehatan
secara berkala. Setiap personel dan pengunjung yang masuk ke area produksi baik
solid maupun likuid wajib mengenakan pakaian khusus yang sesuai dengan
kegiatan yang dilaksanakan, menggunakan pelindung yang telah disediakan
seperti masker, penutup telinga (pada daerah tertentu yang memiliki kebisingan
lebih dari 8 desibel), tidak mengenakan perhiasan dan komestik secara berlebihan
untuk mencegah pencemaran terhadap produk, serta mencuci tangan sesuai
dengan prosedur pencucian dan mengeringkannya. Setiap personel dan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


51

pengunjung yang masuk dalam area produksi, gudang, dan laboratorium


dilarangmelakukan hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu produk yang
dihasilkan, misalnya merokok, makan, dan minum.

4.6 Produksi
PT. Abbott Indonesia melakukan produksi dengan mengikuti pedoman
CPOB dan Abbott Laboratories. Proses produksi dilakukan oleh bagian produksi
dan diawasi oleh bagian pemastian mutu. Hal ini bertujuan agar produk yang
dihasilkan selalu terjaga dan terjaminmutunya dalam setiap tahap pembuatannya
serta memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Proses produksi obat yang dilakukan pada ruangan yang berbeda sesuai
dengan tahap pengerjaannya. Peralatan yang digunakanuntuk produksi oabt tidak
dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruangan kerja yang sama. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pencampuran bahan atau produk dan
kontaminasi silang sehingga produk-produk yang dihasilkan memiliki mutu,
khasiat dan keamanan yang baik dan secara konsisten telah memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.

4.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu dilakukan oleh bagian QC yang bersifat independen dari
bagian produksi dan berada di bawah departemen pemastian mutu.Bagian QC
bertugas memeriksa dan menguji bahan awal, produk antara, produk ruahan,
bahan pengemas, dan produk jadi.Bagian QC juga melakukan uji stabilitas,
program pemantauan lingkungan, pengujian dalam rangka validasi, penanganan
sampel pertinggal, menyusun, dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk
serta metode pengujiannya.
PT. Abbott Indonesia memiliki laboratorium pengujian yang dilengkapi
dengan peralatan dan ruang yang memadai sehingga dapat melaksanakan kegiatan
dengan optimal.Laboratorium pengujian juga memiliki personel yang terlatih dan
terampil di bidangnya sehingga kebenaran dan ketepatan hasil analisis yang
diperoleh dapat terjamin.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


52

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi diri dilakukan oleh suatu tim internal dari perusahaan yang
mewakili masing-masing departemen atau bagian yang akan diaudit secara
independen dan kompeten tiap setahun sekali pada awal tahun.Inspeksi diri dan
audit dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam BOP. Laporan hasil
audit selanjutnya dibuat action plan, dan ditindaklanjuti untuk mengetahui status
action plan sudah dilakukan atau belum. PT Abbott melakukan audit secara
internal maupun eksternal kepada pihak luar (vendor audit) yaitu pemasok dan
distributor yang bekerja sama dengan PT. Abbott Indonesia agar tetap memenuhi
standar yang ada.

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk,


dan Produk Kembalian
Keluhan dan penarikan kembali produk ditangani oleh tim CAPA
(Corrective Action and Preventive Action). CAPA berisi deskripsi lengkap serta
rincian tentang gambaran kejadian yang tidak diinginkan merupakan alat bantu
yang bersifat dokumentasi untuk kejadian yang tidak sesuai dengan standar yang
ada. Penanganan keluhan dilakukan sebagai berikut :
1. Keluhan dari pelanggan melalui customer serviceakan dicatat dalam suatu form
khusus.
2. Catatan tersebut selanjutnyaakandiinvestigasi yang mencakup catatan bets,
contoh pertinggal, produk yang dikeluhkan, riwayat keluhan dari produk
dengan mengacu pada dokumen kontrol untuk mencari akar masalah dan
kemungkinan penyebab kejadian yang tidak diinginkan tersebut.
3. Hasil investigasi selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan segera (correction
action) dan tindakan perbaikan dengan jangka waktu lebih lama (corrective
action) serta dilakukan tindakan pencegahan (preventif action) agar kasus tidak
terulang.
4. Menguji keefektifan tindakan-tindakan yang telah diambil sebelumnya untuk
memastikan tindakan perbaikan yang dilakukan berjalan efektif (effectiveness
plan).
Hasil dari investigasi CAPA ada dua yaitu: conformed (produk terbukti
seperti yang dikeluhkan) dan unconformed (keluhan tidak terbukti disebabkan
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


53

oleh produk). Jika hasilnya adalah conformed, maka dilihat resiko terhadap
keluhan tersebut (high, medium,atau low). Jika beresiko tinggi, maka dilakukan
penarikan produk dengan cara rekonsiliasi dan bekerja sama dengan bagian
distribusi untuk menarik semua produk yang beredar.
Pada produk kembalian maka tindakan yang dilakukan adalah penahanan,
penyelidikan, dan pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan
apakah produk kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah
dilakukan evaluasi.Berdasarkan hasil evaluasi, produk kembalian dapat
dikategorikan menjadi tiga yaitu :
1. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi sehingga dapat
dikembalikan ke dalam persediaan,
2. Produk kembalian yang dapat diproses ulang,
3. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi dan tidak dapat diproses
ulang sehingga harus dimusnahkan.

4.10 Dokumentasi
PT. Abbott Indonesia telah mendokumentasikan seluruh kegiatan
produksi, bahan baku hingga obat jadi yang meliputi prosedur, metode dan
instruksi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh
rangkaian kegiatan pembuatan obat secara sistematis. Hal ini berguna untuk
memastikan bahwa setiap personil menerima uraian tugas yang relevan secara
jelas dan rinci sehingga resiko kesalahan dan kekeliruan akibat komunikasi lisan
dapat diminimalisir. Dokumentasi juga berguna untuk memudahkan penelusuran
kembali jika terdapat produk yang tidak memenuhi syarat atau sebagai antisipasi
jika terjadi kesalahan di masa selanjutnya.

4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


PT. Abbott Indonesia tidak melakukan pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak.

4.12 Kualifikasi dan Validasi


Kualifikasi dan validasi yang diterapkan di PT. Abbott Indonesia sudah
sesuai dengan CPOB.Alat dan ruangan yang digunakan di PT. Abbott Indonesia

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


54

sudah terkualifikasi yaitu meliputi kualifikasi desain, kualifikasi instalasi,


kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi dilakukan terhadap alat
baru dan secara rutin tiap satu tahun sekali dilakukan rekualifikasi pada alat
tersebut. Rekualifikasi bisa juga tidak dilakukan jika hasil evaluasi dokumen
kalibrasi alat dan catatan pemeliharan menunjukkan hasil yang masih memenuhi
spesifikasi. Kualifikasi berguna untuk memastikan alat maupun ruangan yang
digunakan memenuhi standar atau tidak.
PT. Abbott Indonesia melakukan validasi sesuai dengan yang tertera pada
CPOB yaitu meliputi validasi proses, validasi pembersihan, validasi metode
analisis, dan validasi ulang. Validasi tersebut dilakukan terhadap fasilitas,
peralatan, dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk. Validasi dilakukan
secara berkala sehingga fasilitas, peralatan, dan proses digunakan dapat
memberikan hasil yang tepat dan sesuai dengan standar yang
ditetapkan.Revalidasi atau validasi ulang dilakukan pada peralatan yang
mengalami pemindahan, perbaikan, atau terjadi penambahan komponen pada
alatuntuk meningkatkan kinerja alat tersebut. Revalidasi berguna untuk
mengoptimalkan kondisi alat yang ada sehingga mutu, khasiat dan keamanan
produk yang dihasilkan tetap terjamin untuk setiap betsnya.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. PT. Abbott Indonesia telah menerapkan seluruhaspek CPOB dengan baikdalam
tiap rangkaian proses produksinya yang meliputi aspek manajemen mutu,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap
produk, penarikan kembali produk, dan produk kembalian, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.
2. Kegiatan di PT. Abbott Indonesia meliputi manufaktur (produksi dan
pengemasan) dan pemastian mutu.
3. Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam industri farmasi, yaitu
sebagai kepala bagian produksi, pengawasan mutu, dan pemastian mutu.

5.2 Saran
1. Tetap menjaga dan mempertahankan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan
CPOB dan pedoman Abbott Laboratories.
2. Meningkatkan kerjasam aantara PT Abbott Indonesia denganUniversitas Indonesia
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang
farmasi.

55 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Petunjuk
Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta
Daris, A. (2008). Himpunan Peraturan dan Perundang-undangan Kefarmasian.
Jakarta: PT. ISFI Penerbitan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.245/Menkes/SK/V1990 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pelaksanaan dan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta

56 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


57

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Abbott Indonesia

Abbott Indonesia

Established Abbott Abbott


Global Abbott
Pharmaceutical Nutritional Abbott Diagnostic
Pharmaceutical Diabetic Care
International International Division
Operation
Operation (ADC)
(ANI) (AI) Indonesia (ADD)
(GPO)
(EPO) Indonesia

Plant Director

Head of
Quality

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


58

Lampiran 2. Struktur Departemen Manufaktur PT. Abbott Indonesia

Plant Director

Plant Secretary

Material Management Production Engineering, EHS, Technical Plant


Manager Manager Project, and Security Service Controller
Senior Manager Manager (Finance)

PPIC Production
Manager Supervisor Engineering
Supervisor Technical
(Process) Service
Warehouse Officer
Manager Production Utility
Supervisor Supervisor
Exp & Imp (Packaging)
Manager Calibration
Coordinator
Purchasing
Supervisor
EHS
Manager
Distribution
Supervisor

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


59

Lampiran 3.Struktur Organisasi Departemen Pemastian Mutu (QA) PT. Abbott


Indonesia

Head of Quality

ASEAN - TPM
QA Regulatory QA (Regional HC)
Liaison

QA Operation Quality System Document Control


& Export Filling QC Manager
Manager Compliance &
Training Manager Supervisor

QA Production QC Supervisor
Inspector QS Ass. Manager

QA Finishing Microbiologist
Material Laboratory Analyst
Inspector

Chemical
Laboratory Analyst

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


60

Lampiran 4. Bagan Sistem HVAC

Scrubber

Ruang produksi
AHU non RH
(20-27oC)

Cooling tower

AHU Ruang produksi


Chiller fresh air Dehumudifier AHU RH
(20-27oC)

Booster Fan

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


61

Lampiran 5. Bagan Air Murni

Water Carbon Filter Multimedia filter


Storage (untuk menghilangkan (menghilangkan
Tank kaporit) pasir)

1. Na metabisulfit (1 kg : 125 L air murni)


2. 9 L antiscalant : 90 L air murni (sebagai membran)
3. Garam (menetralkan anion dan kation)

Softener
(menghilangkan resin)

Break Tank Besar

RO 01 (Filter)

Break Tank Kecil


Solid (first
floor)
Coating
solution RO 02 (Filter)
preparation
Oral liquid
Bottle rinser
pedialyte UV Disinfectant Unit
(membunuh bakteri)

Hot Loop
Main Tank Mix Bed Polisher
Distribution

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


62

Lampiran 6. Bagan Pengolahan Air Limbah

Jalur 1
nutrien
Jalur 2 t
Antifoaming
Oxidator chemical
agent
Jalur 3
Clarifier tank

Bar screen
Collected chamber Equalization tank Aerator tank
(existing) by other
Treated
water tank

To sewer
Active carbon
Sludge drying chamber Sludge collector filter

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


VALIDASI PROSES PENGERINGAN GRANUL

IRMA APRINITA, S.Farm


1106047000

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK
JUNI 2012

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3


2.1 Validasi ...................................................................................... 3
2.2 Definisi Tablet............................................................................ 5
2.3 Metode Pembuatan Tablet .......................................................... 7
2.4 Pengeringan ............................................................................... 8

Bab 3 PEMBAHASAN ................................................................................. 16


3.1 Pengeringan Menggunakan Oven .............................................. 16
2.3 Pengeringan Menggunakan Fluidized Bed Drying .................... 18

Bab 4 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 20


5.1 Kesimpulan .................................................................................... 20
5.2 Saran ............................................................................................... 20

DAFTAR ACUAN .......................................................................................... 21

ii

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Kurva Pengeringan.................... 9

2.2. Oven......................................... .. 12

2.3. Fluidized Bed Drying............... 13

2.4. Bagian-bagian dari mesin pengering sistem fluidisasi......... 13

iii

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling umum diresepkan


dan juga sebagai obat bebas yang paling banyak jenis serta jumlahnya yang dijual
di apotek maupun toko obat dibandingkan dengan bentuk sediaan obat lainnya.
Tablet haruslah merupakan produk menarik yang mempunyai identitasnya sendiri
serta bebas dari serpihan, retakan, pelunturan/pemucatan, kontaminasi, dan lain-
lain. Maka dari itu, tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling banyak
tantangannya dalam hal mendesain dan membuatnya.

Tablet dibuat dengan tiga cara, yakni dengan metode granulasi basah,
metode granulasi kering, dan metode cetak langsung. granulasi basah merupakan
metode terluas yang digunakan dalam memproduksi tablet kompresi. Salah satu
tahap yang menentukan hasil dari produksi tablet dengan metode granulasi basah
adalah tahap pengeringan. Proses pengeringan pada metode granulasi basah
merupakan suatu tahap proses yang penting karena akan sangat mempengaruhi
kualitas granul yang akan melalui tahap proses produksi tablet selanjutnya. Granul
yang dihasilkan untuk proses selanjutnya haruslah memiliki tingkat pengeringan
yang merata di semua bagian.

Untuk mencapai tingkat kekeringan granul yang diinginkan dan untuk


memberikan kesesuaian secara berulang terhadap suatu syarat, maka harus
didukung oleh serangkaian proses dan sistem yang konsisten. Untuk itu maka
harus dilakukan validasi proses pengeringan granul. Validasi proses bertujuan
untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang
berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin (batch processing record)
senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus, mengidentifikasi
dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses produksi, memperkecil
kemungkinan terjadinya proses ulang serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi
proses produksi. Dalam validasi proses pengeringan tablet ada beberapa faktor

1 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


2

yang harus diperhatikan, faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan


granul tergantung dari alat yang digunakan untuk pengeringan.

Pada pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini mahasiswa


mendapatkan tugas khusus untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
validasi proses pengeringan granul. Diharapkan mahasiswa dapat menambah
pengetahuan, pemahaman, dan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan di
industri farmasi.

1.1 Tujuan
Penyusunan tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam validasi proses pengeringan granul.

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Validasi

Istilah validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus,


Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun
1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk
industri farmasi. Hal ini dilatar belakangi adanya berbagai masalah mutu yang
timbul pada saat itu dimana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari
pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.
Selanjutnya, validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam the
Pharmaceutical Inspection Co-operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan
World Health Organization (WHO). Bahkan, validasi merupakan aspek kritis
(substantial aspect) dalam penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI memberikan definisi validasi
sebagai tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan, proses,
prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam
produksi maupun pengawasan mutu akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2006). Dari definisi-definisi
tersebut di atas membawa pengertian validasi adalah suatu tindakan pembuktian,
artinya validasi merupakan suatu pekerjaan dokumentasi.
Salah satu bidang industri dengan banyak persyaratan yang harus dipenuhi
dalam proses produksinya adalah industri farmasi. Industri farmasi dituntut untuk
menghasilkan produk yang seragam secara kualitas, aman bagi pasien, berkhasiat,
dan efektif. Untuk mencapai hal-hal tersebut, maka harus didukung oleh
serangkaian proses dan sistem yang konsisten. Validasi adalah sistem yang akan
mendukung dalam pencapaian tersebut. Dalam dunia farmasi, validasi
didefinisikan sebagai suatu kegiatan pembuktian yang terdokumentasi bahwa
suatu prosedur, proses, alat/mesin, serta sistem akan memberikan kesesuaian
secara berulang terhadap suatu syarat yang telah ditetapkan. Arti penting validasi
bagi industri farmasi antara lain adalah :
3 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


4

a. Jaminan terhadap kualitas. Sebagai ilustrasi, proses pencampuran


dengan menggunakan mesin mixing tidak akan menghasilkan hasil
yang seragam antar batch-nya jika mesin yang digunakan bekerja
tidak konsisten. Oleh karenanya, mesin sebagai salah satu komponen
penting dalam industri farmasi harus dibuktikan terlebih dahulu akan
bekerja secara konsisten dan sesuai ketentuan sebelum digunakan.
b. Memenuhi persyaratan regulator/pemerintah. Validasi telah diatur
dalam Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau disebut juga
Good Manufacturing Practice (GMP). Persyaratan tersebut harus
dipenuhi oleh industri farmasi.
c. Pengurangan biaya. Pengalaman telah membuktikan bahwa proses
produksi yang telah tervalidasi akan lebih efisien serta menunjukkan
kualitas yang terus berulang. Dengan demikian, maka kejadian re-
work (pengolahan kembali), reject, serta sisa proses yang tidak
terdeteksi akan dapat diminimalkan atau dengan kata lain biaya diluar
proses normal dapat ditekan (Badan Pengawas Obat dan Makanan RI,
2006).
2.1.1 Validasi Proses (Priyambodo, 2007)
Validasi proses bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis
bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin
(batch processing record) senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-
menerus, mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses
produksi, memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang serta meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses produksi. Validasi proses terbagi atas 3 jenis yaitu
validasi prospektif, konkuren, dan retrospektif.
Validasi prospektif merupakan validasi proses yang dilakukan untuk
produk-produk baru. Dilakukan setelah proses scale up dan optimalisasi oleh
bagian R & D dan dilakukan pada 3 bets pertama secara berurutan.
Validasi konkuren merupakan validasi proses yang dilakukan pada proses
produksi yang sudah/tengah berjalan. Validasi ini juga dilakukan ketika terdapat
perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan spesifikasi
produk. Dilakukan pada 3 bets yang berurutan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


5

Validasi retrospektif merupakan validasi proses yang dilakukan terhadap


produk-produk yang sudah lama diproduksi namun belum divalidasi. Dilakukan
dengan cara menelusuri data produksi yang sedang berjalan dengan menggunakan
data dari batch record. Data yang digunakan untuk validasi proses 10-30 bets.
Data yang dikumpulkan merupakan hasil pengujian terhadap parameter kritis pada
setiap tahap proses produksi.

2.2 Definisi Tablet


Tablet berdasarkan Farmakope Indonesia edisi ke III adalah sediaan padat
kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler,
kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau
zat lain yang cocok. Sedangkan menurut Farmakope Indonesia edisi IV Tablet
adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa.

Tablet merupakan bentuk sediaan farmasi yang paling banyak


tantangannya didalam mendesain dan membuatnya. Misalnya kesukaran untuk
memperoleh bioavailabilitas penuh dan dapat dipercaya dari obat yang sukar
dibasahi dan melarutkannya lambat, begitu juga kesukaran untuk mendapatkan
kekompakan kahesi yang baik dari zat amorf atau gumpalan. Namun demikian,
walaupun obat tersebut baik kempanya, melarutnya, dan tidak mempunyai
masalah bioavailabilitas, mendesain dan memproduksi obat itu masih penuh
tantangan, sebab masih banyak tujuan bersaing dari bentuk sediaan ini
(Farmakope Indonesia, 1995).

Keuntungan Sediaan Tablet. Sediaan tablet banyak digunakan karena


memiliki berapa keuntungan, yaitu :

1. Tablet dapat bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih;

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


6

2. Tablet memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis;


3. Tablet dapat mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil
sehingga proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan
penyimpanan;
4. Bebas dari air, sehingga potensi adanya hidrolisis dapat
dicegah/diperkecil.
Dibandingkan dengan bentuk sediaan lain, sediaan tablet mempunyai
keuntungan, antara lain:
1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan
kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan
ukuran serta variabilitas ukuran yang paling rendah
2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling
rendah.
3. Merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak
4. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah
5. Sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas dan dikirim
6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal
di tenggorokan, terutama bila bersalut.
7. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk
diproduksi secara besar-besaran.
8. Bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik,
dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik

Akan tetapi selain memiliki keuntungan seperti yang tertulis di atas,


sediaan tablet juga mempunya beberapa kerugian, antara lain :

1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak,


tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya bobot
jenis
2. Tablet sukar diberikan pada anak-anak dan pada penderita yang
kesulitan menelan tablet

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


7

3. Efek terapi relatif lebih lambat dibanding bentuk sediaan yang lain,
seperti larutan dan injeksi (Lachman, 1994).

2.3 Metode Pembuatan Tablet (Ansel, 1989)


Tablet dibuat dengan tiga cara, yakni dengan metode granulasi basah,
metode granulasi kering, dan metode cetak langsung. Tujuan dari proses granulasi
adalah untuk memperbaiki aliran campuran dan atau kompresibilitasnya.
Pemilihan metode granulasi ditentukan oleh sifat-sifat zat yang terkandung di
dalamnya. Granulasi kering ditujukan untuk zat-zat yang tidak tahan pemanasan
dan tidak terurai dengan adanya air, serta kompresibilitasnya bagus, meskipun laju
alirnya tidak baik. Sedangkan pada metode granulasi basah, ditujukan untuk zat-
zat yang tahan pemanasan, tahan air, namun kompresibilitas dan laju airnya
kurang baik.
2.3.1 Granulasi Basah
Tidak diragukan bahwa metode granulasi basah merupakan yang terluas
digunakan orang dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah langkah yang
diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai
berikut :
1. Menimbang dan mencampur bahan bahan
2. Pembuatan granulasi basah
3. Pengayakan adonan lembab menjadi pelet atau granul
4. Pengeringan
5. Pengayakan kering
6. Pencampuran bahan pelincir
7. Pembuatan tablet dengan kompresi
2.3.2 Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembaban atau
penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara
memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk, dan setelah itu
memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih
kecil. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan
metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau untuk

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


8

mengeringkannya diperlukan temperatur yang dinaikkan. Pada metode ini, setelah


penimbangan dan pencampuran bahan dengan cara yang sama seperti pada
metode granulasi basah, kemudian serbuk di slugged atau dikompresi menjadi
tablet yang lebar dan datar. Dan pada metode slugging penggilingan yang
memadatkan dapat digunakan untuk menaikkan kepadatan dari serbuk dengan
mengempanya diantara penggilingan dengan tekanan tinggi. Bahan yang sudah
dipadatkan kemudian dipecahkan, ditentukan ukurannya dan diberi pelincir dan
tablet dibuat dengan pengempaan dengan cara yang biasa.
2.3.3 Cetak Langsung
Beberapa granul bahan kimia seperti kalium klorida, kalium iodida,
ammonium klorida, dan metenamin, memiliki sifat mudah mengalir sebagaimana
juga sifat-sifat kohesifnya yang memungkinkan untuk langsung dicetak dalam
mesin tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau kering.

2.4 Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pemindahan panas maupun massa. Panas
harus dipindahkan kepada bahan yang akan dikeringkan untuk memasok panas
yang diperlukan untuk penguapan dari lembap. Perpindahan massa dilibatkan
dalam difusi air melalui bahan ke permukaan, dalam penguapan air berikutnya
dari permukaan, dan dalam difusi dari uap kedalam aliran udara yang lewat.
Pengeringan didefinisikan sebagai penghilangan cairan dari bahan dengan
menggunakan panas, dan dilakukan dengan pemindahan panas dari permukaan ke
dalam fase uap yang belum jenuh. Tujuan pengeringan terutama digunakan dalam
produksi farmasi sebagai suatu unit proses pada pembuatan granul, yang dapat
dijual dalam bentuk bulk atau diubah menjadi tablet atau kapsul.
Karakteristik proses pengeringan suatu bahan bergantung pada waktu yang
diperlukan, sehingga kurva kandungan air bahan terhadap waktu yang diperlukan
untuk mengeluarkan air dari bahan tersebut dapat digambarkan seperti dalam
gambar 1, yang dinamakan kurva pengeringan. Pada proses pengeringan berlaku
dua proses, yaitu pada permulaan proses air dipermukaan bahan akan diuapkan,
seperti yang digambarkan pada kurva pengeringan yang berkemiringan rendah,
kemudian barulah berlaku proses pemindahan air dari bagian dalam bahan ke

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


9

permukaaannya. Semakin lama semakin sedikit air yang diuapkan. Proses ini
berlangsung sampai air yang terikat saja yang tinggal di dalam bahan tersebut,
seperti digambarkan oleh kurva asimptot di sebelah kanan grafik.

Gambar 2.1. Kurva Pengeringan

Pada proses pengeringan selalu diinginkan kecepatan pengeringan yang


maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha-usaha untuk mempercepat
pindah panas dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan
air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut). Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum, yaitu :

a. Luas Permukaan
Semakin luas permukaan bahan maka akan semakin cepat bahan menjadi
kering. Biasanya bahan yang akan dikeringkan dipotong-potong untuk
mempercepat pengeringan, karena perlakuan tersebut dapat menyebabkan
permukaan bahan semakin luas, dimana permukaan yang luas dapat memberikan
lebih banyak permukaan yang dapat berhubungan dengan medium pemanas serta
lebih banyak permukaan tempat air keluar.
b. Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan
pangan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung sehingga
Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


10

mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu
udara pengering maka akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara
yang akan menyebabkan proses pindah panas semakin cepat sehingga pindah
massa akan berlangsung juga dengan cepat.
c. Kecepatan Udara
Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang
tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari
permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara
jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.
d. Kelembaban Udara
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka
akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga
sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsobsi dan menahan uap air.
e. Tekanan Atmosfir dan Vakum
Pada tekanan udara atmosfir 760 Hg (= 1 atm), air akan mendidih pada
suhu 100oC. Pada tekanan udara lebih rendah dari 1 atmosfir air akan mendidih
pada suhu lebih rendah dari 100oC.
f. Waktu
Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short
Time), short time dapat menekan biaya pengeringan.
Pengering yang biasa digunakan oleh industri farmasi adalah pengering
sistem bidang statis dan dinamis. Oven merupakan contoh pengering bidang statis.
sedangkan pengering bidang dinamis adalah Fluidized Bed Drying. Berikut
penjelasan mengenai Oven dan Fluidized Bed Drying.
2.4.1 Sistem Bidang Statis
pengering nampan dan truk (dorong) merupakan pengering yang paling
banyak digunakan di pabrik-pabrik farmasi. Pengering nampan kadang-kadang
disebut pengering rak, lemari atau kamar. Pengering ini terdiri dari suatu lemari
dimana bahan yang akan dikeringkan ditebarkan pada nampan-nampan. Jumlah
nampan bervariasi tergantung pada ukuran pengering. Pengering ukuran
labolatorium dapat terdiri dari paling banyak tiga nampan, sedangkan pengering
yang lebih besar sering sampai dua puluh nampan.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


11

Pengering truk adalah pengering dimana nampan-nampan dimuat di truk


(rak-rak yang dilengkapi roda) yang dapat didorong masuk dan keluar lemari
pengering. Pada pengoperasian pabrik, pengering dorong lebih disukai daripada
pengering nampan, karena lebih memudahkan pada pemuatan dan pembongkaran.
Pendorong (truk) biasanya mempunyai satu atau dua susun nampan, terdiri dari
kira-kira 18 atau lebih tiap susun.
Mengeringkan di pengering nampan atau dorong merupakan prosedur
batch. Pengering batch digunakan secara luas dalam produksi farmasi untuk
beberapa alasan: masing-masing batch bahan dapat ditangani sebagai kesatuan
tersendiri, ukuran batch dari industri farmasi relatif kecil dibandingkan dengan
industri kimia, peralatan yang sama siap untuk disesuaikan guna pengeringan
berbagai bahan secara luas.
Pengeringan nampan dapat diklasifikasikan langsung dan tidak langsung.
Umumnya nampan yang digunakan pada industri farmasi adalah tipe langsung,
dimana pemanasan dilakukan oleh sirkulasi yang dipaksakan dari suatu udara
panas. Pengering nampan yang tidak langsung, menggunakan rak-rak yang
dipanaskan atau sumber panas yang dipancarkan di dalam ruang pengering untuk
menguapkan lembap, yang kemudian dihilangkan dengan pompa vakum atau
sejumlah kecil gas yang disirkulasi.
Nampan yang digunakan mempunyai dasar yang padat, berpori atau
ayakan kawat. Sirkulasi udara pengering dalam nampan dengan dasar padat
dibatasi sampai puncak dan dasar dari panci, sedangkan pada nampan dengan
saringan berpori, sirkulasi dapat dikontrol untuk lewat melalui tiap nampan
dengan padatan di atasnya. Nampan saringan yang paling banyak digunakan pada
pengeringan obat dilapisi kertas, hingga sirkulasi udara lebih bersifat melewati
daripada menembus bahan yang dikeringkan. Kertas digunakan sebagai pelapis
nampan yang bisa dibuang sehabis dipakai untuk menghemat waktu pembersihan
dan mencegah kontaminasi produk.
Untuk mendapatkan pengeringan yang merata, temperatur harus konstan
dan aliran udara yang merata pada bahan yang dikeringkan. Hal ini dilakukan
pada pengeringan modern dengan menggunakan lemari yang diisolasi sempurna
dengan kipas yang terpasang secara strategis dan gulungan kawat pemanas

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


12

sebagai bagian integral dari peralatan tersebut. Udara tersirkulasi melalui


pengering pada 200-2000 kaki per menit. Penggunaan lubang angin yang dapat
disesuaikan membantu menghilangkan ketidakmerataan aliran udara dan lubang-
lubang penghambat.

Gambar 2.2. Oven

2.4.2 Fluidized Bed Drying

Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) adalah proses


pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan kecepatan tertentu
yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut
memiliki sifat seperti fluida.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


13

Gambar 2.3. Fluidized Bed Drying

Gambar 2.4. Bagian-bagian dari mesin pengering sistem fluidisasi

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


14

Berikut ini adalah bagian-bagian mesin pengering sistem fluidisasi:


1. Kipas (Blower) berfungsi untuk menghasilkan aliran udara, yang akan
digunakan pada proses fluidisasi. Kipas juga berfungsi sebagai
penghembus udara panas ke dalam ruang pengering juga untuk
mengangkat bahan agar proses fluidisasi terjadi.
2. Elemen Pemanas (heater) berfungsi untuk memanaskan udara sehingga
kelembaban relatif udara pengering turun, dimana kalor yang dihasilkan
dibawa oleh aliran udara yang melewati elemen pemanas sehingga proses
penguapan air dari dalam bahan dapat berlangsung.
3. Plenum dalam mesin pengering tipe fluidisasi merupakan saluran
pemasukan udara panas yang dihembuskan kipas ke ruang pengeringan.
Bagian saluran udara ini dapat berpengaruh terhadap kecepatan aliran
udara yang dialirkan, dimana arah aliran udara tersebut dibelokkan menuju
ke ruang pengering dengan bantuan sekat-sekat yang juga berfungsi untuk
membagi rata aliran udara tersebut.
4. Ruang Pengering berfungsi sebagai tempat dimana bahan yang akan
dikeringkan ditempatkan. Perpindahan kalor dan massa uap air yang
paling optimal terjadi diruang ini. Menurut Mujumdar (2000), tinggi
tumpukan bahan yang optimal untuk pengering dengan
menggunakan fluidized bed dryer adalah 2/3 dari tinggi ruang pengering.
5. Hopper berfungsi sebagai tempat memasukkan bahan yang akan
dikeringkan ke ruang pengering.
Berikut merupakan kelebihan pengering sistem fluidisasi:

1. Aliran bahan yang menyerupai fluida mengakibatkan bahan mengalir


secara kontinyu sehingga otomatis memudahkan operasinya.
2. Pencampuran atau pengadukan bahan menyebabkan kondisi bahan hampir
mendekati isothermal.
3. Sirkulasi bahan diantara dua fluidized bed membuatnya memungkinkan
untuk mengalirkan sejumlah besar kalor yang diperlukan ke dalam ruang
pengering yang besar.
4. Pengering tipe fluidisasi cocok untuk skala besar.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


15

5. Laju perpindahan kalor dan laju perpindahan massa uap air antara udara
pengering dan bahan sangat tinggi dibandingkan dengan pengering metode
kontak yang lain.
6. Pindah kalor dengan menggunakan pengering tipe fluidisasi membutuhkan
area permukaan yang relatif kecil.
7. Sangat ideal untuk produk panas sensitif dan non-panas sensitif

Selain memiliki kelebihan pengering sistem fluidisasi juga memiliki kekurangan.


yaitu:

1. Sulit untuk menggambarkan aliran dari udara panas yang dihembuskan ke


ruang pengering, dikarenakan simpangan yang besar dari aliran udara yang
masuk dan bahan terlewati oleh gelembung udara, menjadikan sistem
kontak/singgungan tidak efisien.
2. Pencampuran atau pengadukan bahan padatan yang terus menerus pada
hamparan akan menyebabkan ketidakseragaman waktu diam bahan di
dalam ruang pengering, karena bahan terus menerus terkena hembusan
udara panas.
3. Tidak dapat mengolah bahan yang lengket atau berkadar air tinggi dan
abrasive.

Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


BAB 3

PEMBAHASAN

Perusahaan farmasi harus dapat menjamin bahwa setiap obat yang


dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan kualitas, mutu dan keamanan. Salah
satu cara agar sebuah perusahaan farmasi dapat selalu menjamin kualitas
produknya adalah dengan melakukan validasi. Validasi juga merupakan elemen
yang penting dalam pengendalian proses yang bertujuan untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Selain itu
validasi berguna untuk mengetahui aspek kritis dalam sebuah proses atau sistem.
Dengan mengetahui aspek kritis, pengontrolan rutin tidak perlu dilakukan
terhadap semua aspek sehingga menghemat energi dan biaya. Selain itu,
keberhasilan dalam memvalidasi suatu proses juga dapat mengurangi
ketergantungan pada pengujian produk ruahan dan produk jadi yang intensif.
Salah satu validasi proses yang harus dilakukan adalah validasi proses pada tahap
pengeringan granul. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi validasi proses
pengeringan granul dengan menggunakan oven dan Fluidized Bed Drying (FBD).

3.1 Pengeringan Menggunakan Oven

Ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang
berlangsung secara simultan yaitu :

1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk menguapkan air yang terdapat


di permukaan benda padat. Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat
berlangsung secara konduksi, konveksi , radiasi, atau kombinasi dari
ketiganya. Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan
arah aliran udara, bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan
udara dan tekanan. Proses ini merupakan proses penting selama tahap awal
pengeringan ketika air tidak terikat dihilangkan. Penguapan yang terjadi
pada permukaan padatan dikendalikan oleh peristiwa difusi uap dari
permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film tipis udara.

16 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


17

2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan.


Ketika terjadi penguapan pada permukaan padatan, terjadi perbedaan
temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam benda padat menuju
ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut akan
menentukan mekanisme aliran internal air.
Pada saat proses pengeringan selalu diinginkan kecepatan pengeringan
yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usahausaha untuk mempercepat
pindah panas dan pindah massa (pindah massa dalam hal ini perpindahan air
keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut). Ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan
pengeringan maksimum menggunakan oven, yaitu:
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan bahan yang dikeringkan maka semakin cepat
bahan menjadi kering. Biasanya bahan yang akan dikeringkan
dipotong-potong untuk mempercepat pengeringan.
2. Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan
bahan yang dikeringkan), maka akan semakin cepat proses pindah
panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan
semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu udara pengering, maka
akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan
menyebabkan proses pindah panas semakin cepat sehingga pindah
massa akan berlangsung juga dengan cepat.
3. Kecepatan Udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air
dari permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak
adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang
berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari
permukaan bahan yang dikeringkan.

Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
18

4. Kelembaban Udara
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya,
maka proses pengeringan semakin lama, begitu juga sebaliknya.
Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap air. Setiap
bahan khususnya bahan pangan mempunyai keseimbangan
kelembaban udara masingmasing, yaitu kelembaban pada suhu
tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir
atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.

3.2 Pengeringan Menggunakan Fluidized Bed Drying

Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) adalah proses


pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan kecepatan tertentu
yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut
memiliki sifat seperti fluida

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sistem Fluidized Bed Dryer adalah
pengaturan yang baik antara: tekanan udara, tingkat perpindahan panas dan waktu
pengeringan, sehingga tidak timbul benturan atau gesekan bahan/material pada
saat proses pengeringan berlangsung. Untuk bahan yang lengket atau berkadar air
tinggi sangat beresiko mengaplikasikan sistem ini, situasi seperti ini perlu
dilakukan pengkondisian awal yaitu mencampurnya dengan bahan/material
keringnya terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan masalah pada unit siklon,
demikian pula halnya untuk produk akhir yang halus dan ringan, sangat perlu
menggunakan pulse jet bag filter, dikarenakan siklon penangkap produk
umumnya tidak mampu berfungsi dengan baik, bahkan dapat menimbulkan polusi
udara. Penentuan dimensi ruang bakar, suhu yang diaplikasikan serta volume dan
tekanan udara sangat menentukan keberhasilan proses pengeringan, sehingga
perlu diketahui data pendukung untuk merancang sistim ini diantaranya kadar air
input, kadar air output, densiti material, ukuran material, maksimum panas yang
diizinkan, sifat fisika/kimia, kapasitas output/input dan sebagainya.

Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
19

3.2.1 Range bahan yang dapat dikeringkan


Range lebar dari material yang dapat dikeringkan dengan FBD meliputi
sebuk halus, partikel kasar, kristal, granul, pasta. Bahan dengan kadar air hingga
80% seperti beberapa polimer, zat warna dan katalis molekuler juga dapat
dikeringkan.

3.2.1 Kedalaman Optimum Bed


Kedalaman bed yang optimal ialah dimana dapat difluidisasi pada suhu
yang diperlukan dengan kecepatan udara yang relatif tinggi, mengingat bahwa
selama proses pengeringan bed menjadi lebih mudah untuk fluidise yaitu
kecepatan udara dapat semakin berkurang. Kedalaman bed yang optimum ini akan
bervariasi pada setiap material. Kedalaman awal bed yang digunakan sekitar
75mm untuk mengidentifikasi kondisi optimum dengan prosedur trial and error.
Rentang ukuran partikel yang paling sesuai ialah 0,1 mm sampai 5 mm, dan rasio
ukuran partikel yang terbesar dan yang terkecil tidak boleh lebih dari 8.

Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi validasi proses pengeringan granul
adalah:
a. Pengeringan dengan Fluid Bed Dryers ialah: tekanan udara, tingkat
perpindahan panas, waktu pengeringan, suhu, kedalaman bed, ukuran
partikel, dan kadar air yang terkandung pada bahan.
b. Pengeringan dengan oven pengering ialah luas permukaan bahan, suhu,
kecepatan dan arah aliran udara, kelembaban udara, kadar air pada bahan,
dan ketebalan lapisan granul pada rak oven.

4.2 Saran
Perlu dilakukan pre validation seperti kualifikasi mesin, peralatan dan
sarana penunjang sebelum dilakukan validasi proses. Selain itu juga perlu
pelatihan secara berkala terhadap operator yang tugasnya berkaitan dengan
pembuatan obat seperti operator mesin pengering.

20 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Ansel C Howard. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ed IV.Diterjemahkan oleh


Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press. 1989.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obat.
Jakarta: Author.
Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979.
Farmakope Indonesia edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995.
Lachman, L., Herbert A Lieberman, Joseph L Kanig. Teori dan Praktek Farmasi
Industri 2, edisi ketiga. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI
Press. 1994
Priyambodo, B. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta: Global Pustaka
Utama. 2007.

21 Universitas Indonesia

Laporan praktek..., Irma Aprinita, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai