Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/ kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima,
mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak
sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS
sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of
connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a
single outlet”.

Daerah Aliran Sungai biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan daerah hilir.
Daerah hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, mempunyai kerapan drainase yang lebih
tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng lebih besar (lebih besar dari 15%), bukan
merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase. Sementara
daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan
daerah dengan kemiringan kecil sampai sangat kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat
merupakan daerah banjir (genangan air). Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang sama
pentingnya dengan daerah hilir karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh
bagian DAS (Asdak, 1995).

Morfomeri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. keadaan yang dimaksud untuk
analisa aliran sungai antara lain meliputi Kemiringan Lereng. Kemiringan lereng merupakan
faktor lain yang mempengaruhi keadaan suatu DAS selain penggunaan lahan. Wilayah DAS
bagian hulu yang terletak di dataran tinggi yang pada umumnya didominasi oleh lahan
dengan kemiringan lereng di atas 15%. Kondisi wilayah tersebut berpotensi mengalami erosi
yang besar. Erosi akan meningkat apabila lereng semakin curam. Selain dari memperbesar
jumlah aliran permukaan, semakin curamnya lereng juga memperbesar energi angkut air. Hal
ini disebabkan gaya berat yang semakin besar sejalan dengan semakin miringnya permukaan
tanah dari bidang horizontal, sehingga lapisan tanah atas yang tererosi akan semakin banyak.
1.2 Tujuan

Untuk mengetahui pehitungan kemiringan lereng Daerah Aliran Sungai Tukad


Pungsu, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali.
II. TINJAUAN PUSATAKA

2.1 Pengertian DAS

Menurut I Made Sandy (1985), seorang Guru Besar Geografi Universitas Indonesia;
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam
sungai yang bersangkutan, apabila hujan jatuh. Sebuah pulau selamanya terbagi habis ke
dalam Daerah-Daerah Aliran Sungai. Antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya
dibatasi oleh titik-titik tertinggi muka bumi berbentuk punggungan yang disebut stream
devide atau batas daerah aliran (garis pemisah DAS). Bila suatu stream devide itu merupakan
jajaran pebukitan disebut stream devide range. (Hallaf H.P., 2006).

Berdasarkan sudut pandang biofisik, yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai
(DAS) adalah suatu wilayah daratan tertentu yang merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas di daratan (UU air Pasal 1 ayat 11 UU No. 7 Tahun 2004) .

Sementara dari sudut pandang pengelolaan, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan
satu kesatuan ekosistem yang unsur - unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air
dan vegetasi) serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat dan pengelola sumberdaya
alam tersebut. Daerah aliran sungai dipandang sebagai basis utama yang tepat dalam
membentuk unit pembangunan berkelanjutan yang berpilarkan ekologi, ekonomi dan sosial
dikarenakan beberapa hal, yaitu : Daerah Aliran Sungai(DAS) merupakan sistem alami yang
jelas batas-batasnya, rentang area dimulai dari pegunungan sampai dengan pesisir beserta
area diantaranya, dapat memberikan pandangan secara holistik dari berbagai komponen
pembentuknya, memperlihatkan bagaimana ekosistem dataran tinggi, rendah dan pesisir
saling berhubungan dan sederhana dalam memonitoring pengaruh berbagai aktifitas/kegiatan
terhadap lingkungan. Sebagai sebuah unit pembangunan berkelanjutan sistem DAS
mempunyai kerangka kerja yang mendorong kolaborasi atau kerjasama diantara stakeholder
(pemangku kewajiban) untuk mengelola, mempertahankan dan mendistribusikan manfaat
kepada stakeholder generasi sekarang dan mendatang, diantara dan diluar unit tersebut.
(Rahmat, 2013).
Sehingga sangatlah tepat apabila dikatakan bahwa suatu Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan suatu megasistem kompleks yang dibangun atas sistem fisik (physical systems),
sistem biologis (biological systems) dan sistem manusia (human systems) dimana setiap
sistem dan sub-sub sistem di dalamnya saling berinteraksi. DAS sebagai suatu sistem akan
memelihara keberadaannya dan berfungsi sebagai sebuah kesatuan melalui interaksi antar
komponennya. Kualitas output dari suatu ekosistem sangat ditentukan oleh kualitas interaksi
antar komponennya, sehingga dalam proses ini peranan tiap-tiap komponen dan hubungan
antar komponen sangat menentukan kualitas ekosistem DAS (Senge, 1994 dan Kartodihardjo
et al., 2004 dalam Rahmat,2013)

2.2 Kemiringan Lereng DAS

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi dari dua titik dengan jarak
horisontalnya. Peta kemiringan lereng dibuat berdasarkan pata kontur DAS, yaitu
berdasarkan kerapatan garis kontur dari seluruh areal DAS.
Kemiringan lereng merupakan salah satu ciri daerah aliran sungai dan salah satu dari
beberapa unsur yang berpengaruh pada intensitas erosi lahan. Kemiringan lereng ini secara
langsung berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan di lereng tersebut. Makin besar
kemiringan lereng makin besar kecepatan aliran permukaan.
Lereng mempengaruhi erosi dalam hubungannya dengan kecuraman dan panjang
lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) memiliki pengaruh gaya berat
(gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan dengan kemiringan lereng agak curam (15-
30%) dan landai (8-15%). Hal ini disebabkan gaya berat semakin besar sejalan
dengansemakin miringnya permukaan tanah dari bidang horizontal. Gaya berat ini
merupakan persyaratan mutlak terjadinya proses pengikisan (detachment), pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
III. METODOLOGI PRATIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum kemiringan lereng daerah aliran sungai dilaksanakan pada tanggal 10 Mei
2016, pukul 13.00-15.00 WITA di Ruang Nusantara, Lantai 2, Gedung Agrokompleks,
Kampus UNUD, Denpasar.

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam perhitungan luas dan bentuk daerah aliran
sungai ini adalah Peta Rupa Bumi, kertas kalkir, pensil, penghapus, timbangan elektrik.

3.3 Cara Kerja


1. Siapkan peta kontur atau peta topografi DAS
2. Hitung jarak horizontal untuk kelompok lereng 0-3%, 3-8%, 8-15%, 15-30%, 30-
45%, 45-65%. Jarak horizontal dihitung berdasarkan % kemiringan lereng, beda
tinggi (beda tinggi antara 2 garis kontur atau interval kontur ) dan skala peta.
Misalkan dipakai peta topografi dengan skala 1: 50000 dengan interval kontor 25
meter. Jarak horizontal antar 2 garis kontur untuk lereng 3% : 3/100 = 25 m/x x =
833,33m  dilapangan.
Skala peta 1:50000 berarti 1 cm di peta = 500 m di lapangan (jarak sebenarnya). Jadi
jarak x di peta adalah = 833,3 m/500 m x 1 cm = 1,67 cm.
Dengan cara yang sama hitung jarak antar kontur untuk kemiringan lereng yang lain.
3. Buat peta lereng berdasarkan kerapatan jarak antar garis konturnya.
4. Apa gunanya kita membuat peta kemiringan lereng dalam DAS?

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Perhitungan
Jarak kontur = 12,5 meter
Skala = 250 m
 Kemiringan 0-3%

3% =

x =

= 416,67 m

Jarak di Peta =

= 1,68x 1 m
= 1,68 cm
 Kemiringan 3-8%

8% =

x =

= 156,25 m

Jarak di Peta =

= 0,625 x 1cm
= 0,625 cm
 Kemiringan 8-15%

15% =
=

x =

= 83,33 m

Jarak di Peta =

= 0,33 x 1cm
= 0,33 cm
 Kemiringan 15-30%

30% =

x =

= 41,67 m

Jarak di Peta =

= 0,167 x 1cm
= 0,167 cm
 Kemiringan 30-45%

45% =

x =

= 27,78 m
Jarak di Peta =

= 0,112 x 1cm
= 0,112 cm
 Kemiringan 45-65%

65% =

x =

= 19,23 m

Jarak di Peta =

= 0,07 x 1cm
= 0,07 cm

4.2 Pembahasan

Dari hasi pratikum perhitungan kemiringan lereng DAS Tukad Pungsu memiliki
kemiringan lereng yang bervariasi, diantaranya : 0-3% , 3-8%, 8-15%, 15-30%, 30-45%, dan
45-65%. Kemiringan lereng paling banyak berada pada kemiringan lereng 3-8%, 8-15% dan
15-30%. Kemiringan lereng 3-8% lebih mendominasi penggunaanya digunakan sebagai
ladang dan kebun.
Pembuatan peta kemiringan lereng DAS ini bertujuan untuk membuat atau
merencanakan dalam perencanaan arah penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lerengnya
sehingga daerah aliran sungai agar tetap menjadi lestari dan berkelanjutan. Jika daerah aliran
sungai berkelanjutan dan lestari , maka persediaan air di daerah aliran sungai akan tersedia
sepanjang tahun. Pembuatan peta kemiringan lereng ini juga dapat menentukan debit aliran,
semakin tinggi kemiringan lereng maka aliran debit akan semakin cepat sehingga
kemungkinan akan terjadinya erosi akan semakin besar apaliba pada daerah aliran sungai
tersebut tidak adanya pengelolaan dengan baik. Misalnya saja pada kemiringan lereng 45-
65% tidak adanya tanaman tahunan atau tidak ditanaminya tanaman tahunan maka daerah
aliran sungai tersebut akan mengalami erosi yang menyebabkan terjadinya pendangkalan
atau sedimentasi sungai di hilir. Sehingga sangat diperlukanya percencanaan arahan
penggunaan lahan yang sesuai dengan kemiringan lereng yang ada.

V. PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari hasil pratikum ini dapat diambil kesimpulan yaitu kemiringan lereng yang ada di
Tukad Pungsu sangat bervariasi diantaranya 0-3% , 3-8%, 8-15%, 15-30%, 30-45%, dan 45-
65%, dan tujuan dilakukanya pratikum ini membuat atau merencanakan dalam perencanaan
arah penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lerengnya sehingga daerah aliran sungai agar
tetap menjadi lestari dan berkelanjutan.

5.2 Saran

Sebaiknya dalam pelaksanaan pratikum DAS untuk menggambar DAS secara


keseluruhan dari hulu hingga ke hilir sehingga tidak terjadinya pemotongan DAS yang akan
mempengaruhi perhitungan dari luas DAS dan bentuk DAS.
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.

Hallaf, H.P., 2005. Geomorfologi Sungai dan Pantai. Jurusan geografi FMIPA UNM.
Makassar.

Linsley, Ray K. et.all. 1980. Applied Hydrology. New Delhi: Tata McGraw Hill Publication.
Co.

http://geoenviron.blogspot.co.id/2011/12/karakteristik-das-dan-pengelolaannya.html

(Diakses Tanggal 25 Mei 2016)

Anda mungkin juga menyukai