Anda di halaman 1dari 19

PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU DAN

BERKELANJUTAN YANG BERBASIS MASYARAKAT November 12, 2009

Filed under: Lingkungan Sosial Urip Santoso @ 2:25 am


Tags: masyarakat, pembangunan berkelanjutan, wilayah pesisir

LUKITA PURNAMASARI

E2A 009025

ABSTRAK

Sumber daya pesisir dan lautan merupakan potensi penting dalam pembangunan masa depan,
mengingat luas wilayah laut Indonesia adalah 62% dari luas wilayah nasional. Luas wilayah
pesisir Indonesia dua per tiga dari luas daratan dan garis pantainya 95.161 kilometer atau
terpanjang kedua di dunia. Dengan berbagai kekayaaan keanekaragaman hayati dan
lingkungan, sumber daya pesisir dan lautan mempunyai nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi.
Guna menjamin keberlanjutan dari sumber daya tersebut, pengelolaannya harus dilakukan
secara terencana dan terpadu serta memberikan manfaat yang serbesar-besarnya kepada semua
stakeholders terutama masyarakat pesisir, dan menimbulkan dampak serta konflik yang
berpotensi terjadi.

Kata kunci : pesisir, pengelolaan, berkelanjutan

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan
panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan
pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir
dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan
ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan (Beatly et al,
2002).

Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam,
wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah
pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan
pengelolaan. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan
yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan
kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.
Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan
potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman
yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat
dikelola secara berkelanjutan.
Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam
dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan
dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi nilai
wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah
pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan
yang ada di wilayah pesisir (Nurmalasari, 2001)

Sebagai wilayah peralihan darat dan laut yang memiliki keunikan ekosistem, dunia memiliki
kepedulian terhadap wilayah ini, khususnya di bidang lingkungan dalam konteks pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Secara historis, kota-kota penting dunia bertempat
tidak jauh dari laut. Alasannya, kawasan ini memiliki potensi sumber daya kelautan dan
perikanan, serta memudahkan terjadinya perdagangan antar daerah, pulau dan benua. Selain itu,
wilayah pesisir juga merupakan daerah penghambat masuknya gelombang besar air laut ke darat,
yaitu dengan keberadaan hutan mangrove (Muttaqiena dkk, 2009).

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana melakukan pengelolaan
wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan yang berbasis masyaraka. Disamping itu juga
untuk mengetahui manfaat, masalah dan konsep pengelolaan wilayah pesisir itu sendiri.

1. PENGERTIAN DAN KARAKTERISTIK WILAYAH LAUT DAN PESISIR

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan
Indonesia mencakup :

1. Laut territorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal
kepulauan Indonesia,
2. Perairan Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal
lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai,
3. Perairan Pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis air
rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan
yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup

Menurut Dayan, perairan pedalaman adalah perairan yang terletak di mulut sungai, teluk yang
lebar mulutnya tidak lebig dari 24 mil laut dan di pelabuhan. Karakteristik umum dari wilayah
laut dan pesisir dapat disampaikan sebagai berikut :

1. Laut meruapakan sumber dar common property resources (sumber daya milik
bersama), sehingga kawasan memiliki fungsi public/kepentingan umum.
2. Laut merupakan open access regime, memungkinkan siapa pun untuk memanfaatkan
ruang untuk berbagai kepentingan.
3. Laut persifat fluida, dimana sumber daya (biota laut) dan dinamika hydrooceanography
tidak dapat disekat/dikapling.
4. Pesisir merupakan kawasan yang strategis karena memiliki trografi yang relative mudah
dikembangkan dan memiliki akses yang sangat baik (dengan memanfaatkan laut sebagai
prasarana pergerakan.
5. Pesisir merupakan kawasan yang akan sumber daya alam, baik yang terdapat di ruang
daratan maupun ruang lautan, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Wilayah laut dan pesisir beserta sumberdaya alamnya memiliki makna strategis bagi
pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi
nasional. Disamping itu, fakta-fakta yang telah dikemukakan beberapa ahli dalam berbagai
kesempatan, juga mengindikasikan hal yang serupa. Fakta-fakta tersebut antara lain adalah :

1. Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60% dari
penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Dapat
dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi Indonesia
pada masa yang akan dating.
2. Secara administratif kurang lebih 42 Daerah Kota dan 181 Daerah Kabupaten berada di
pesisir, dimana dengan adanya otonomi daerah masing-masing daerah otonomi tersebut
memiliki kewenangan yang lebih luas dalam pengolahan dan pemanfaatan wilayah
pesisir.
3. Secara fisik, terdapat pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi yang tersebar mulai dari
Sabang hingga Jayapura, dimana didalamnya terkandung berbagai asset sosial (Social
Overhead Capital) dan ekonomi yang memiliki nilai ekonomi dan financial yang sangat
besar.
4. Secara ekonomi, hasil sumberdaya pesisir telah memberikan kontribusi terhadap
pembentuka PDB nasional sebesar 24% pada tahun 1989. Selain itu, pada wilayah ini
juga terdapat berbagai sumber daya masa depan (future resources) dengan
memperhatikan berbagai potensinya yang pada saat ini belum dikembangkan secara
optimal, antara lain potensi perikanan yang saat ini baru sekitar 58,5% dari potensi
lestarinya yang termanfaatkan.
5. Wilyah pesisir di Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen (exporter)
sekaligus sebagi simpul transportasi laut di Wilayah Asia Pasifik. Hal ini
menggambarkan peluang untuk meningkatkan pemasaran produk-produk sektor industri
Indonesia yang tumbuh cepat (4%-9%)
6. Selanjutnya, wilayah pesisir juga kaya akan beberapa sumber daya pesisir dan lauatan
yang potensial dikembangkan lebih lanjut meliputi (a) pertambangan dengan
diketahuinya 60% cekungan minyak, (b) perikanan dengan potensi 6,7 juta ton/tahun
yang tersebar pada 9 dari 17 titik penangkapan ikan di dunia, (c) pariwisata bahari yang
diakui duniadengan keberadaan 21 spot potensial, dan (d) keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi (natural biodiversity) sebagai daya tarik bagi pengembangan kegiatan
ecotaurism.
7. Secara biofisik, wilayah pesisir di Indonesia merupakan pusat biodiversity laut tripis
dunia kerena hamper 30% hutan bakau dan terumbu karang dunia terdapat di Indonesia.
8. Secara politik dan hankam, wilayah pesisir merupakan kawasan perbatasan antar Negara
maupun antar daerah yang sensitive dan memiliki implikasi terhadap pertahanan dan
keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
1. PENGERTIAN PENGELOLAAN PESISIR SECARA TERPADU DAN
BERKELANJUTAN YANG BERBASIS MASYARAKAT

3.1. Pengelolaan Pesisir Terpadu

Menurut Sain dan Krecth Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T) adalah proses yang dinamis yang
berjalan secara terus menerus, dalam membuat keputusan-keputusan tentang pemanfaatan,
pembangunan dan perlindungan wilayah dan sumberdaya pesisir dan lautan. Bagian penting
dalam pengelolaan terpadu adalah perancangan proses kelembagaan untuk mencapai harmonisasi
dalam cara yang dapat diterima secara politis.

3.2. Pengelolaan Pesisir Secara Berkelanjutan

Suatu kegiatan dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis,


ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa
suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan
capital (capital maintenance), dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien.
Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti, bahwa kegiatan dimaksud harus dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi
sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan
pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik
mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan
hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan
masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan (Wiyana, 2004).

3.3. Pengelolaan Pesisir Berbasis Masyarakat

Pengelolaan berbasisi masyarakat dapat diartikan sebagai suatu system pengelolaan sumber daya
alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses
pengelolaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya (Nurmalasari, 2001). Di Indonesia
pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan
penguasaan Negara atas sumber daya alam khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan
kepada tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga
harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan
masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.

1. KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN


Luas wilayah pesisir Indonesia dua per tiga dari luas daratan dan garis pantainya 95.161
kilometer atau terpanjang kedua di dunia (Muttaqiena dkk, 2009). Pada masa Orde Baru,
pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat
dilihat pada Undang-Undang Nomor 24 1992 tentang Penataan RUang Pasal 9 ayat 2 dimana
dinyatakan bahwa wilayah lautan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-undang.
Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada
di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis Pantai.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan


yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan
kewenangan daerah di wilayah laut adalah :

Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut
Pengaturan kepentingan administratif
Pengaturan ruang
Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah
Bantuan penegakan keamanandan kedaulatan Negara.

Yang termasuk wilayah laut Daerah Propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari
garis pantai arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut Daerah
Kabupaten dan Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Dengan memperhatikan
ketentuan tersebut maka daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah Kabupaten dan
Kota.

Daerah pesisir sebagai transisi dari ekosistem darat dengan ekosistem darat ekosistem alut berada
dalam kewenagan daerah di bidang kelautan. Sesuai dengan Undang-Undang 22/1999 yang
menyatakan bahwa wilayah laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi
berarti sepanjang 4 (empat) mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada dalam
kewenangan Daerah Kabupaten atau Kota setempat.

Selain itu juga diterbitkan Undang-Undang Nomor 2007 Tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai Negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh
seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data jumlah Kabupaten/Kota yang ada di
Indonesia pada tahun 2002, sebanyak 219 Kabupaten/Kota (68%) diantaranya memiliki wilayah
pesisir. Kabupaten/Kota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir
yang satu sama lain berbeda didalam pengelolaan wilayah pesisir. Akan tetapi hingga akhir
2004, perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir baik ditingkat pusat maupun di tingkat
daerah lebih banyak bersifat sektoral (Muttaqiena dkk, 2009).

1. PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN POTENSI PESISIR DI DAERAH


Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan. Nelayan di pesisir
memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk
memenuhi kebutukan hidupnya. Pada umumnya potensi pesisir dan kelautan yang di manfaatkan
oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.

Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara
ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak
dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada
sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir. Pada umumnya usaha ekonomi
pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak disektor pariwisata.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah berupaya untuk memanfaatkan
potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Disamping itu
Pemerintah Daerah juga memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan
pertumbuhan dan perekonomian masyarakat di daerah.

Mengingat kewenangan daerah untuk melakukan pengelolaan bidang kelautan ang termasuk juga
daerah pesisir masih merupakan kewenangan baru bagi daerah maka pemanfaatan potensi daerah
pesisir ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten atau kota yang berada di
pesisir. Jadi belum semua Kabupaten dan Kota yang memanfaatkan potensi daerah pesisir.

1. PERMASALAHAN PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESISIR

Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir yang dilakukan oleh masyarakat maupun daerah
sebagian belum memenuhi ketentuan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari dan
berkelanjutan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi dan kelestarian pesisir dan
lingkungannya. Penyebab degradasi kondisi daerah pesisir secara tidak langsung juga disebabkan
oleh pengelolaan sumber daya alam di hulu yang berpengaruh terhadap muara di pesisir.

Kebijakan reklamasi yang tidak berdasarkan kepada analisa dampak lingkungan pada beberapa
daerah juga berpengaruh terhadap ekosistem dipesisir. Perizinan pengembangan usaha bagi
kelangan dunia usaha selama ini sebagian besar menjadi kewenangan pusat. Kadangkala dalam
hal ini pemberian izin tersebut tanpa memperhatikan kepentingan daerah dan masyarakat
setempat.

Jika kita perhatikan berbagai permasalahan yang timbul dalam pemanfaatan dan pengelolaan
daerah pesisir dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

Pemanfaatan dan pengelolaan daerah belum diatur dengan peraturan perundang-ungan


yang jelas, seingga daerah mengalami kesulitan dalam menetapkan sesuatu kebijakan.
Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir cendrung bersifat sektoral, sehingga
kadangkala melahirkan kebijakan yang tumpang tindih satu sama lain.
Pemanfatan dan pengelolaan daerah pesisir belum memperhatikan konsep daerah pesisir
sebagai suatu kesatuan ekosistem yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif
pemerintahan, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar daerah
Kewenangan daerah dalam rangka otonomi daerah belum dipahami secara komprehensif
oleh para stakeholders, sehingga pada setiap daerah dan setiap sector timbul berbagai
pemahaman dan penafsiran yang berbeda dalam pemanfaatan dan pengelolaan daerah
pesisir.

Menurut APKASI isu-isu penting yang perlu segera diluruskan dalam pemanfaatan dan
pengelolaan daerah pesisir ke depan antara lain, yaitu :

Adanya kesan bahwa sebagian daerah melakukan pengkaplingan wilayah laut da


pantainya. Utuk itu perlu diterapkan oleh pusat pedoman bagi pelaksanaan kewenangan
daerah di bidang kelautan.
Pemanfaatan daearah terhadap daerah pesisir sebagai suatu kesatuan ekosisitem yang
tidak dibatasi oleh batas wilayah administrative pemerintahan.
Pemanfaatan dan pengelolaan daerah pesisir secara alami dan berkelanjutan.

1. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PERENCANAN PENGELOLAAN WILAYAH


PESISIR

Menteri Kimpraswil dalam Seminar Umum Dies Natalis ITS ke-34 menyatakan beberapa
kebijakan nasional yang terkait dengan pengelolaan wilayah laut dan pesisir adalah sebagai
berikut :

1. Revitalisasi kawasan berfunsi lindung, mencakup kawasan-kawasan lindung yang


terdapat di wilayah darat dan wilayah laut/pesisir, daalm rangka menjaga kualitas
lingkungan hidup sekaligus mengamankan kawasan pesisir dari ancaman bencana alam.
Salah satu factor penyebab berbagai permasalahan di wilayah laut dan pesisir adalah
hilangnya fungsi lindung kawasan-kawasan yang seharusnya ditetapkan sebagai kawasan
lindung, termasuk kawasan lindung di wilayah daratan yang mengakibatkan
pendangkalan perairan pesisir, kerusakan padang lamun, dan kerusakan terumbu karang
(coral bleaching).
2. Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir berbasis potensi dan kondisi sosial budaya
setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan sumber
daya laut dan pesisir secara optimal dan berkelanjutan. Peningkatan tingkat kesejahteraan
masyarakat pesisir merupakan salah satu kunci dalam mengurangi tekanan terhadap
ekosistem laut dan pesisir dari pemanfaatan sumber daya yang tidak terkendali.
3. Peningkatan pelayanan jaingan prasarana wilayah untuk menunjang pengembangan
ekonomi di wilayah laut dan pesisir. Ketersediaan jaringan prasrana wilayah yang
memadai akan menunjang pemanfaatan sumber daya kelautan dan pesisir secara optimal
serta menunjang fungsi pesisir sebagai simpul koleksi-distribusi produk kegiatan
ekonomi masyarakat.
Menurut Nurmalasari, strategi pengembangan masyarakat pesisir dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non structural. Pendekatan structural dalah
pendekatan makro yang menekankan pada penataan sisitem dan struktur sosial politik.
Pendekatan ini mengutamakan peranan instansi yang berwenang atau organisasi yang dibentuk
untuk pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting tetapi akan
kurang kuat karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap awal. Dilain pihak pendekatan non struktural
adalah pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini mengutamakan pemberdayaan masyarakat
secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota masyarakat untuk ikut serta
dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut harus saling
melengkapi dan dilaksanakan secara integratif.

Sasaran utama pendekatan structural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara
semua komponen dan system kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen
pendukung yang terkait, termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik. Dengan penataan aspek
structural, diharapkan masyarakat mendapatkan kesempatan lebih luas untuk memanfaatkan
sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sisitem hubungan sosial
dan ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta
melindungi sumber daya alam dari ancaman yang dating baik dari dalam maupun dari luar.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan masalah-masalah sosial dan
ekonomi yang utama yang selama ini secara terus-menerus menempatkan masyarakat (lokal)
pada posisi yang sulit.

Pendekatan subyektif atau non-struktural adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai
subyek yang mempunyai keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya.
Pendekatan tersebut berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan
kesadarannya dapat meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam sekitarnya.
Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut adalah dengan meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk ebrbuat sesuatu demi melindungi sumber daya
alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan langsung dengan upaya-
upaya penanggulangan maslah kerusakan sumber daya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan
dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali masyarakat dengan usaha ekonomi
alternative sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu :

Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan


Pengembangan keterampilan masyarakat
Pengembangan kapasitas masyarakat
Pengembangan kualitas diri
Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperan serta
Penggalian dan pengembangan nilai tradisional masyarakat.

Konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu
sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan pengelolaan wilayah adalah kombinasi dari
pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan
kebijakan yang diambil didasarkan pada karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan
pemanfaatannya. Oleh karena itu dadalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan
pengambilan keputusan diarahkan pada pemeliharan untuk generasi yang akan dating
(pembangunan berkelanjutan). Idealnya, dalam sebuah proses pengelolaan kawasan pesisir yang
meliputi perencanaan, implementasi dan evaluasi, harua melibatkan minimal tiga unsure yaitu
ilmuawan, pemerintah, dan masyarakat. Proses alam lingkungan pesisir dan perubahan ekologi
hanya dapat dipahami oleh ilmuan dan kemudian pemahaman tersebut menjadi basis
pertimbangan bagi pemerintah untuk melaksanakan program pembangunan yang menempatkan
masyarakat pesisir sebagai pelaku dan tujuan meningkatkan sosial ekonomi kawasan. .

Menurut Muttaqiena dkk, perencanaan pembangunan pesisir secara terpadu harus


memperhatikan tiga prinsip pembnagunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang
dapat diuraikan sebagai berikut ;

Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan, yang
memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis biaya manafaat (cost benefit
analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisir harus memperhitungkan
tingkat pencemarannya terhadap laut, perlunya pengelolaan limbah ikan di Tempat
Pelelangan Ikan, dan lain-lain.
Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam
pengambilan keputusan.
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat
sekarang dan masa yang akan dating, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan
bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan
mitigasi bencana.

Strategi pengelolaan tersebut merupakan upaya-upaya pemecahan masalah-masalah wilayah


pesisir yang yang harus dipecahkan melalui program-program pembangunan. Lebih lanjut lagi
dapat disimpulkan bahwa factor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan dengan program-
program pengelolaan sumberdaya pesisir yaitu;

Pemerintah harus memiliki inisiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan degradasi


sumberdaya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.
Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan (meliputi wilayah perairan dan
wilayah darat)
Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih sektor, didasarkan pada pengakuan alam dan
sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir dan
lingkungan.

1. KESIMPULAN

Wilayah pesisir memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus merupakan wilayah yang sangat
rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Oleh sebab itu diperlukan pengelolaan yang
bijaksana dengan menempatkan kepentingan ekonomi secara proporsional dengan
kepentingan lingkungan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan
sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat
secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Strategi pengembangan masyarakat dapat dilakukan melalui dua pendekatan yatu, yang
bersifat struktural dan non-struktural.
Konsep pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada karakteristik
ekositem pesisir yang bersangkutan, yan dikelola dengan memperhatikan aspek
parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, yang selanjutnya
diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama masyarakat, ilmuan da
pemerintah, untuk menemukan strategi-strategi pengelolaan pesisir yang tepat

pertambahan jumlah penduduk dunia, kegiatan-kegiatan manusia, pencemaran, sedimentasi,


ketersediaan air bersih, overeksploitasi sumberdaya alam,

PERTAMBAHAN JUMLAH PENDUDUK

Populasi manusia meningkat secara eksponensial, hal ini didukung oleh kemajuan dibidang
kesehatan, serta pertanian yang meningkatkan kesejateraan manusia. Pada tahun 1998 fungsi
pendukung kehidupan biosfer harus dibagi pada 6 miliar orang. Jika tingkat fertilitas dan
mortalitas tidak berubah, maka populasi dunia akan mencapai 40 miliar manusia di tahun 2100,
jika bayi yang lahir hari ini tetap hidup. ( Rustiadi, 2003). Indonesia dengan tingkat pertumbuhan
penduduk sebesar 1,8 % per tahun maka pada tahun 2010 penduduk Indonesia akan mencapai
250 juta orang (Sadelie, 2002). Hal ini akan mengakselarasi meningkatnya permintaan (demand)
terhadap kebutuhan sumberdaya dan jasa lingkungan. Sementara itu ketersediaan alam darat
semakin berkurang dan tidak lagi mencukupi, sehingga opsi berikutnya diarahkan unatuk
memanfaatkan sumberdaya dan jasa pesisir untuk mempertahankan dan sekligus melanjutkan
pertumbuhan yang ada. Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya
kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan, maka tekanan ekologis
terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut akan semakin meningkat pula.
Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan
ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang berada disekitarnya.

KEGIATAN-KEGIATAN MANUSIA

Dengan semakin pesatnya pertumbuhan baik pertumbuhan jumlah penduduk dunia maka
kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah pesisirpun akan semakin meningkat pula. Beberapa
kegiatan tersebut antara lain, reklamasi pantai, kegiatan industri disekitar wilayah pesisir, dan
lain-lain. Reklamasi pantai adalah suatu kegiatan atau proses memperbaiki daerah atau areal
yang tidak terpakai atau berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
manusia antara lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan industri (Ensiklopedi
Nasional Indonesia, 1990). Kegiatan reklamasi pantai bagaimanapun telitinya, tetap akan
mengubah kondisi dan ekosistem lingkungan pesisir, dan ekosistem buatan yang baru tentunya
tidak sebaik yang alamiah. Oleh karena itu upaya reklamasi pantai perlu direncanakan
sedemikian rupa dan secara seksama agar keberadaanya tidak mengubah secara radikal
ekosistem pesisir yang asli. Untuk itu diperlukan perencanaan tata ruang yang rinci, peneliatian
lingkungan untuk analisis dampak lingkungan regional, penelitian hidro oceanografi,
perencanaan teknis reklamasi dan infrastruktur, perencanaan drainase dan sanitasi serta
perencanaan social-ekonomi dan pengembangan lainnya (Hasmonel, 2002).

Pengaruh dari adanya industri- industri sisekitar wilayah pesisir juga akan mengakibatkan
berubahnya daya dukung lingkungan pesisir, antara lain pnururunan kadar gas oksigen terlarut,
kadar fosfat dan nitrat yang tinggi. Kadar oksegen terlarut yang berkurang akan menyebabkan
makhluk hidup yang berada di ekosistem wilayah pesisir akan mendapat tekanan secara ekologis,
sehingga akan mengancam kelangsungan hidup komponen ekosistem tersebut.

Perairan wilayah pesisir merupakan salah satu tempat yang kaya akan zat hara, hal ini sangat
penting bila ditinjau dari sumber daya hayati. Namun untuk kelestariannya perlu diperhatikan
limbah yang berasal dari industri-industri maupun aktifitas manusia lainnya yang dibuang ke
perairan tersebut, akan merusak kelestarian flora dan fauna wilayah pesisir dikemudian hari
sehingga dapat merusak keseimbangan ekosistem wilayah pesisir (Simanjuntak, 1996)

PENCEMARAN

Sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi 7 kelas : industri,
limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan urban stormwater), pertambangan,
pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya (Dahuri2001). Pencemaran rumah
tangga dan pencemaran yang dihasilkan oleh kegiatan manusai dan oleh industri. Pencemaran
rumah tangga terjadi terutama di lingkungan pesisir yang berada dekat dengan pemukiman. Jenis
sampah yang diahasilkan ada dua macam, yaitu sampah organic dan sampah anorganik.
Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan meningktnya kegiatan
pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sapah dan kandungan bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan pesisir. Penggunaan pupuk untuk menyuburkan
areal persawahan di sepanjang Daerah Aliran Sungani yang berada di atasnya serta kegiatan-
kegiatan industri di darat yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian
terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperabesar tekanan ekologis
wilayah pesisir.

Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-kapal di sepanjang wilayah
pesisir umumnya mengandung logam berat. Kandungan logam berat diperairan diperkirakan
akan terus meningkat dan akan mengakibatkan terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya
sampah industri dan pembakaran bahan baker fosil ke perairan dan atmosfer, serta pelepasan
sedimentasi logam dari Lumpur aktif secara langsung.

Untuk menjaga keseimbangan ekosistem pesisir makan diperlukan pelaksanaan kegiatan dan
pembangunan di daratan yang terpadu dan berkelanjutan.

SEDIMENTASI
Sedimentasi yang terjadi di wilayah pesisir terjadi pada muara-muara sungai, sebagai contoh
sedimentasi yang terjadi di wilayah Segara Anakan, sediment berasal dari sungai Citanduy,
Sungai Cibeureum dan Sungai Cikonde serta sebagian kecil berasal dari sedimentasi pantai,
jumlahnya mencapai 1 juta m 3 per tahun, apabila keadaan seperti ini tidak berubah maka makin
lama Segara Anakan akan semakin sempit dan pada akhirnya hanya tinmggal alur-alurnya saja
(Sidartha, 2001), . Pola-pola sedimentasi tergantung pada pola pergerakan air, apabila gerakan
air horizontal tinggi, sediment akan tetap dalam bentuk larutan. Namun bila gerakan air perlahan
sehingga tidak cukup energi untuk menjaga agar sediment tetap larut maka akan terjadi proses
pengendapan bahan-bahan sediment. Selain itu energi gerakan air juga berpengaruh terhadap
ukuran bahan-bahan sedimentasi yang akan diendapkan.

KETERSEDIAAN AIR BERSIH

Dibeberapa lingkungan pesisir dapat pula ditemui morfologinya terdiri dari batu gamping yang
mempunyai retakan-retakan (diaklas) yang dapat meresap air hujan ke dalamnya. Makin besar
retakannya berarti makin besar pula daya simpan airnya. Air tersebut akan dikeluarkan melalui
retakan yang besar dan gua-gua (sungai bawah tanah) dan air yang keluar merupakan sumber air
untuk sungai-sungai yang mengalir ke kawasan pesisir yang sangat brperan dalam perkembangan
wilayah pesisir terutama untuk perkembangan pertanian di wilayah pesisir dan sumber air minum
bagi penduduk yang tinggal di wilayah pesisir.

Seandainya batu gamping ini tidak ada maka sumber-sumber airpun akan menghilang, karena
batuan dibawahnya merupakan breksi vulkanis yang lebih kedap air dan sedikit sekali dapat
menyimpan air. Sehingga kondisi seperti ini akan memicu terjadinya krisis kekurangan sumber
daya air bersih bagi sebagian besar penduduk yang tingal dan memanfaatkan wilayah pesisir.

PEMANFAATAN SUMBER DAYA LAUT YANG BERLEBIHAN

Terbatasnya alternative mata pencaharian yang dapat dilakukan oleh penduduk (karena
kemampuan sumber daya manusianya yang terbatas), telah menyebabkan dilakukannya
eksploitasi sumber daya alam secara intensif yang seringkali mengarah kepada over ekploitasi.
Ketika pemanfaatan lebih besar dari pada ketersediaan maka akan terjadi pemanfaatan yang
berlebihan. Salah satu sumber daya laut yang telah diekploitasi secara berlebihan adalah sumber
daya perikanan. Meskipun secara keseluruhan sumber daya perikan laut baru dimanfaatkan
sekitar 38 % daru total potensinya, namun di wilayah perairan yang padat penduduk dan pada
industri menunjukkan bahwa beberapa stok sumber daya perikana telah mengalami kondisi
tangkap lebih (overfishing) dan jumlahnya semakin menurun.

Selain hal-hal di atas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas perekonomian yang
dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula menimbulkan pengaruh dalam
pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah pesisir misalnya (Dahuri 2001):

Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah padat dan kecelakaan.

Pengilangan minyak dan gas : tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar, konversi
kawasan pesisir.
Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi, modal
dan tenaga/ keahlian

Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.

Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.

Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang

Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.

Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran.

1. Profil Laut Indonesia


Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi
kuantitas maupun diversitasnya. Selain itu Indonesia tetap berhak untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil laut ZEE, serta
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar batas
landas kontinen.Nampak bahwa kepentingan pembangunan ekonomi di Indonesia lebih
memanfaatkan potensi sumberdaya daratan daripada potensi sumberdaya perairan laut.
Memperhatikan konfigurasi Kepulauan Indonesia serta letaknya pada posisi silang yang
sangat strategis, juga dilihat dari kondisi lingkungan serta kondisi geologinya, Indonesia
memiliki 5 (lima) keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia,
yaitu:
Marine Mega Biodiversity; wilayah perairan Indonesia memiliki keragaman hayati yang tidak
ternilai baik dari segi komersial maupun saintifiknya yang harus dikelola dengan bijaksana.
Plate Tectonic; Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng tektonik, sehingga wilayah
tersebut kaya akan kandungan sumberdaya alam dasar laut, namun juga merupakan wilayah yang
relatif rawan terhadap terjadinya bencana alam.
Dynamic Oceanographic and Climate Variability , perairan Indonesia merupakan tempat
melintasnya aliran arus lintas antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia, sehingga
merupakan wilayah yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan
variabilitas iklim nasional, regional dan global dan berpengaruh terhadap distibusi dan
kelimpahan sumberdaya hayati.
Indonesia dengan konsep Wawasan Nusantara, sebagaimana diakui dunia internasional
sesuai dengan hukum laut internasional (UNCLOS 82), memberikan konsekuensi kepada negara
dan rakyat Indonesia untuk mampu mengelola dan memanfaatkannya secara optimal dengan
tetap memperhatikan hak-hak tradisional dan internasional.
Indonesia sebagai negara kepulauan telah menetapkan alur perlintasan pelayaran
internasional, yaitu yang dikenal dengan Alur Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI), hal ini
mengharuskan kita untuk mengembangkan kemampuan teknik pemantauannya serta kemampuan
untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.
Pembangunan kelautan dan perikanan dimasa datang diharapkan menjadi sektor andalan
dalam menopang perekonomian negara dalam pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor
kelautan dan perikanan. Menyadari hal tersebut, maka peran ilmu pengetahuan dan teknologi
kelautan dan perikanan menjadi sangat penting dan perlu dioptimalkan serta diarahkan agar
mampu melaksanakan riset yang bersifat strategis yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat luas
terutama oleh para pelaku industri dan masyarakat pesisir pada umumnya.

2. Kekayaan Laut Indonesia


Tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah lautan. Di dalamnya terdapat
lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Banyak sekali kekayaan laut yang dimiliki negara
kita.
Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat diperbaharui
seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah lainnya atau
pun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang,
mineral, serta energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion) yang sedang giat dikembangkan saat ini.
Terdapat 7,5% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di
Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budi
daya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, dan biota laut lainnya
yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi produksi 47 ton/tahun.
Selain itu lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya tambak udang,
bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta
hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta per tahun. Hampir 70% produksi minyak dan gas
bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut.
Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan genetik,
spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta ton kekayaan laut
Indonesia yang dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya masih banyak potensi
kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.
Prakiraan nilai ekonomi potensi dan kekayaan laut Indonesia yang telah dihitung para
pakar dan lembaga terkait dalam setahun mencapai 149,94 miliar dollar AS atau sekitar Rp
14.994 triliun.
Potensi ekonomi kekayaan laut tersebut meliputi perikanan senilai 31,94 miliar dollar
AS, wilayah pesisir lestari 56 miliar dollar AS, bioteknologi laut total 40 miliar dollar AS,
wisata bahari 2 miliar dollar AS, minyak bumi sebesar 6,64 miliar dollar AS dan transportasi laut
sebesar 20 miliar dollar AS.

3. Masalah-masalah yang di hadapi dalam Pemanfaatan Kekayaan Laut


Dengan kekayaan laut yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan secara
optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang sebelah mata,
Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka dilakukan kurang profesional
dan ekstraktif, kurang mengindahakan aspek kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap
dalam menghadapi segala konsekuensi jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara
kepulauan terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan
dalam mengelola kekayaannya.
Di satu sisi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan
lautnya yang melimpah, tetapi di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural
sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis kemiskinan,
sedangkan dalam industri modern, negara kita kalah bersaing dengan negara lain. Semua ini
berdampak juga terhadap sektor industri kelautan sehingga menimbulkan banyak masalah
berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan laut. Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin
dan tertinggal dalam perkembangan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan yang
menyelimuti mereka karena sistem yang sangat menekan seperti pembelian perlengkapan untuk
menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir karena jika melalui Bank, prosesnya yang
berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Juga dengan produksi industri kelautan yang keadaannya
setali tiga uang, terlihat dari rendahnya peranan industri domestik seperti nelayan.
Selain itu, banyak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan kita, tiap tahunnya
jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan asing yang rata-rata peralatan tangkapan ikan
mereka jauh lebih canggih dibandingkan para nelayan tradisional kita. Kerugian yang diderita
negara kita mencapai Rp 18 trilyun-Rp36 trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang kurang bisa
dicegah oleh TNI AL sebagai lembaga yang berwenang dalam mengamankan wilayah laut
Indonesia, karena seperti kita ketahui keadaan alut sista (alat utama sistem senjata) seperti kapal
perang yang dimiliki TNI AL jauh dari mencukupi. Untuk mengamankan seluruh wilayah
perairan Indonesia yang mencapai 5,8 km2, TNI AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal
perang berbagai jenis. Memang jika kita menengok kembali sejarah, di zaman Presiden
Soekarno Angkatan Laut kita pernah menjadi keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat,
Uni Soviet,dan Iran. Akan tetapi semuanya hanya bersifat sementara karena tidak dibangun atas
kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni Soviet dalam rangka permainan geopolitik.
Sebenarnya apa yang salah dari pengelolaan laut Indonesia. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan pemanfaatan laut sebagai potensi bangsa yang dahsyat itu terabaikan di antaranya
yaitu lemah pengamanan, lemah pengawasan, dan lemah koordinasi dari negara. Sebenarnya
Indonesia memiliki Maritime Surveillance System (sistem pengamatan maritim) pada sebuah
institusi militer yang domainnya memang laut.
Maritime Surveillance System dititikberatkan pada pembangunan stasiun radar pantai dan
pemasangan peralatan surveillance di kapal patroli, untuk kemudian data-data hasil pengamatan
dari peralatan yang terpasang tersebut dikirim ke pusat data melalui media komunikasi data
tertentu untuk ditampilkan sebagai monitoring dan untuk diolah lebih lanjut. Karena itu, sistem
ini lebih cenderung berlaku sebagai alat bantu penegakan keamanan di laut, meski sangat
mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai alat bantu pertahanan.
4. Upaya Pemanfaatan kekayaan Laut Indonesia
Pemerintah hendaknya harus bekerja lebih keras dalam mencari penyelesaian masalah ini
agar eksplorasi serta pemanfaatan kekayaan laut kita dapat dilaksanakan secara optimal dan
terarah. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas dan bervisi ke depan karena
menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan dasar tentang pengelolaan sumber daya
kelautan. Kebijakan mengenai berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan
secara optimal dan lestari sebagai keunggulan kompetitif bangsa.
Mengingat potensi sumber daya laut yang kita miliki sangat besar, maka kekayaan laut ini
harus menjadi keunggualan kompetitif Indonesia, yang dapat menghantarkan bangsa kita menuju
bangsa yang adil, makmur, dan mandiri. Memang untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu
adanya koordinasi berbagai pihak dan dukungan dari masyarakat. Seyogyanya harus ada
perubahan paradigma pembangunan nasional di masyarakat kita dari land-based development
menjadi ocen-based development. Pembangunan di darat harus disinergikan dan diintegrasikan
secara proporsional dengan pembangunan sosial-ekonomi di laut. Perlu adanya peningkatan
produksi kelautan kita dengan cara memberikan penyuluhan kepada para nelayan, pemberian
kredit ringan guna membeli perlengkapan untuk menangkap ikan yang lebih memadai, serta
pembangunan pelabuhan laut yang besar guna bersandarnya kapal-kapal ikan yang lebih besar.
Peningkatan produksi juga meliputi sektor bioteknologi perairan, mulai dari proses
produksi (penangkapan ikan dan budidaya), penanganan dan pengolahan hasil, serta
pemasarannya. Selain itu, harus ada perhatian terhadap sektor wisata bahari dengan adanya
perbaikan mencakup penguatan dan pengembangan obyek wisata bahari dan pantai, pelayanan,
pengemasan serta promosi yang gencar dan efektif.
Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya pembangunan
kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga tidak mustahil dengan
pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia menuju Indonesia yang adil,
makmur, dan mandiri.
Dibutuhkan kesinergisan dari banyak pihak (institusi) yang memiliki kewajiban dan
tanggung jawab dalam pengembangan kelautan. Baik secara langsung maupun tidak langsung,
agar manajemen pengelolaan laut ini dapat berhasil dengan optimal.
Institusi tersebut di antaranya DKP, Departemen Perhubungan khususnya Dirjen
Perhubungan Laut, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Departemen Tenaga Kerja,
Departemen Kehutanan, Departemen Pariwisata dan Budaya, Departemen Perdagangan,
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Bea Cukai, Pelindo, TNI AL, Kepolisian
Republik Indonesia, Kejaksaaan, dan sebagainya.

5. Pemanfaatan Kekayaan Laut Untuk Ketahanan Ekonomi Indonesia


Ketahanan ekonomi adalah merupakan suatu kondisi dinamis kehidupan perekonomian
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, kekuatan nasional dalam meghadapi serta
mengatasi segala tantangan dan dinamika perekonomian baik yang datang dari dalam maupun
luar negara Indonesia, dan secara langsung maupun tidak langsung menjamin kelangsungan dan
penigkatan perekonomian bangsa dan negara republik Indonesia yang telah diatur berdasarkan
UUD 1945.
Wujud ketahanan ekonomi tercermin dalam kondisi kehidupan perekonomian bangsa
yang mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis, menciptakan kemandirian
ekonomi nasional yang berdaya saing tinggi, dan mewujudkan perekonomian rakyat yang secara
adil dan merata. Dengan demikian, pembangunan ekonomi diarahkan kepada mantapnya
ketahanan ekonomi melalui suatu iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan teknologi, tersedianya barang dan jasa, terpeliharanya fungsi lingkungan hidup serta
menigkatnya daya saing dalam lingkup perekonomian global.
Ketahanan ekonomi hakikatnya merupakan suatu kondisi kehidupan perekonomian
bangsa berlandaskan UUD 1945 dan dasar filosofi Pancasila, yang menekankan kesejahteraan
bersama, dan mampu memelihara stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta menciptakan
kemandirian perekonomian nasional dengan daya saing yang tinggi.
Potensi bidang kelautan cukup besar meliputi sektor perikanan, pelayaran, pariwisata
bahari, perkapalan, jasa pelabuhan serta sumberdaya mineral bawah laut. Potensi ini dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi kelautan akan tetapi diperlukan keterpaduan
kebijakan publik di bidang kelautan. Karena sektor kelautan menjadi potensi yang sangat
strategis untuk didorong sebagai mainstream pembangunan perekonomian nasional.
Kekayaan sumberdaya pesisir dikuasai oleh Negara untuk dikelola sedemikian rupa guna
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, memberikan manfaat bagi generasi sekarang tanpa
mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang. Ironisnya, sebagian besar tingkat
kesejahteraan masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir justru menempati strata ekonomi
yang paling rendah bila dibandingkan dengan masyarakat darat lainnya. Dengan upaya
peningkatan SDM masyarakat pesisir (nelayan) maka perekonomian akan meningkat, sehingga
ketahanan ekonomi akan semakin baik.
Melihat semakin besarnya peran ekonomi kelautan (marine economy) dalam
pembangunan nasional maka diperlukan adanya agenda kebijakan bidang kelautan dalam upaya
menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan bercirikan nusantara yang sejalan dengan
amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP) 2005- 2025, yakni misi mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri,
maju, kuat, dan makmur yang berbasis kepentingan nasional sebagaimana tersirat dalam misi
ketujuh undang-undang tersebut.
Misi tersebut setidaknya memiliki 3 (tiga) agenda ke depan yang harus segera dilakukan:
Pertama, membuat payung hukum Kebijakan Kelautan Nasional (National Ocean Policy) untuk
arah pembangunan nasional sektor kelautan; Kedua, menyiapkan roadmap penggunaan dan
pemanfaatan (sumberdaya kelautan) yang didedikasikan untuk kepentingan nasional dan
bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat dalam Kebijakan Ekonomi Kelautan Nasional
(National Ocean Economic Policy); dan ketiga, adalah Tata Kelola kelautan yang baik (Ocean
Governance) sebagai panduan atau code of conduct dalam pengelolaan kelautan secara holistik.
Jika Indonesia berhasil memanfaatkan kekayaan laut yang dimilikinya dengan optimal
dan terarah, maka keadaan ekonomi indoesia akan semakin baik, sehingga ketahanan ekonomi
nasional akan terwujud.

Anda mungkin juga menyukai