TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.
3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur Sulawesi
Tenggara.
4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota yang berada dalam Kawasan Teluk
Bone.
5. Kawasan Teluk Bone adalah wilayah yang meliputi pesisir dan laut Provinsi
Sulawesi Selatan yang terdiri atas Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu
Timur serta Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri atas Kabupaten Kolaka
Utara, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton,
Kabupaten Muna dan Kota Baubau.
6. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
7. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
8. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan generasi masa depan.
9. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
10. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber
daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan
ekosistem.
11. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur
pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu
sebagai unsur lingkungan hidup.
12. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan
sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditolerir oleh
lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
13. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
14. Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Peraturan Bersama Gubernur ini dimaksudkan untuk:
a. sebagai instrumen pengelolaan Kawasan Teluk Bone secara bersama,
terpadu, optimal, dan berkelanjutan;
b. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup, secara
berkelanjutan dan mendorong peningkatan kesejahterakan masyarakat; dan
c. melakukan pengawasan, pengendalian dan pengamanan sumber daya
lingkungan hidup secara terpadu terhadap potensi pengrusakan dan
dampaknya, pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan serta pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan ekosistem kawasan Teluk Bone.
(2) Tujuan Peraturan Bersama Gubernur ini yaitu :
a. mewujudkan keterpaduan, keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
dalam pengelolaan lingkungan hidup secara efektif;
b. memberikan manfaat bersama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bersama yang berkelajutan;
dan
c. melestarikan serta mengoptimalkan fungsi lingkungan hidup di Kawasan
Teluk Bone.
BAB III
KEWENANGAN PENGELOLAAN
Pasal 3
Pemerintah Daerah dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur perlindungan dan
pengelolaan sumber daya lingkungan hidup sesuai kedudukan dan kewenangan
masing-masing.
BAB IV
KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 4
1. Kewajiban Pemerintah Daerah meliputi:
a. memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan sumber daya lingkungan hidup;
b. mencegah terjadinya kesalahan dalam pemanfaatan sumber daya dan
kerusakan lingkungan hidup;
c. melakukan penegakan hukum sesuai kedudukan dan kewenangan masing-
masing;
d. menyediakan data dan informasi potensi sumber daya lingkungan hidup
berbasis teknologi informatika;
e. memberikan kepastian terhadap pemanfaatan sumber daya lingkungan hidup
secara lestari dan berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan;
Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Teluk Bone vi
f. mendorong peluang kerjasama masyarakat, swasta, baik secara regional,
nasional dan internasional sesuai kebutuhan dan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
g. memberikan pelayanan perizinan terhadap pengelolaan sumber daya
lingkungan hidup secara berkelanjutan di Kawasan Teluk Bone sesuai
kedudukan dan kewenangan masing-masing.
BAB V
PELAKSANAAN
Pasal 5
Dalam rangka penyelenggaraan kewenangan dan kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Pemerintah Daerah melakukan kegiatan
yaitu masing-masing :
a. perencanaan, penelitian, pengkajian dan pengembangan pengelolaan sumber
daya lingkungan hidup secara berkelanjutan di Kawasan Teluk Bone;
b. pertukaran data dan informasi serta pemberdayaan pengelolaan sumber daya
lingkungan hidup secara berkelanjutan di Kawasan Teluk Bone;
c. pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia dan teknologi berbasis
teknologi informatika dalam pengelolaan sumber daya lingkungan hidup
secara berkelanjutan di Kawasan Teluk Bone;
d. sosialisasi rutin kepada masyarakat terhadap peraturan terkait perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup di Kawasan Teluk Bone dengan melibatkan
Kabupaten/Kota terkait;
e. secara berkala melakukan monitoring terpadu di Kawasan Teluk Bone oleh
masing-masing Provinsi minimal setiap 6 (enam) bulan;
f. melakukan pertemuan dan koordinasi, evaluasi secara berkala minimal 1
(satu) kali dalam setahun;
g. penetapan bersama kawasan konservasi laut Daerah di Kawasan Teluk Bone;
h. peningkatan pengawasan lingkungan hidup secara bersama;
i. pengembangan dan pengawasan aktifitas pemanfaatan sumber daya
lingkungan hidup di kawasan Teluk Bone dengan memperhatikan
pembangunan berkelanjutan;
j. pengaturan dan pengendalian alat dan bahan yang digunakan dalam
pemanfaatan sumber daya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
k. penetapan dan penilaian indikator, pendekatan berbasis ekosistem terhadap
jaringan konservasi.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 6
(1) Pemerintah Daerah mengikutsertakan masyarakat, perguruan tinggi dan
pemangku kepentingan yang terkait dalam setiap kegiatan perencanaan dan
pengelolaan sumber daya lingkungan hidup sesuai kebutuhan.
(2) Setiap kegiatan pengelolaan sumber daya lingkungan hidup yang dilakukan
oleh masing-masing Pemerintah Daerah, seseorang dan/atau Badan Hukum,
wajib memperhatikan kearifan lokal dan kebiasaan yang berlaku pada
masyarakat setempat.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 8
(1) Biaya yang timbul sebagai akibat pelaksanaan Peraturan Bersama
Gubernur ini dibebankan pada :
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
c. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat
(2) Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, meliputi dukungan pembiayaan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Bersama
Gubernur ini, diatur tersendiri oleh Gubernur sesuai kewenangan masing-masing
dan berdasarkan peraturan perundang–undangan.
Di tetapkan di Makassar
pada tanggal 20 Mei 2015
GUBERNUR GUBERNUR
SULAWESI TENGGARA, SULAWESI SELATAN,
Ttd ttd
NUR ALAM, SE, M.Si Dr.H. SYAHRUL YASIN LIMPO, SH, M.Si, MH
Diundangkan di Makassar
pada tanggal 20 Mei 2015
ttd
Diundangkan di Kendari
pada tanggal 22 Mei 2015
ttd
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat,
Karunia, serta Taufik dan Hidayah-Nya sehingga Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dapat
menyusun Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup (RAPLH) Kawasan Teluk Bone ini.
Dokumen RAP-Lingkungan Hidup Kawasan Teluk Bone ini merupakan kesatuan dokumen
lingkungan terhadap kabupaten yang ada di kawasan pesisir dan laut kawasan Teluk Bone.
Kehadiran dokumen RAPLH kawasan Teluk Bone ini diharapkan menjadi solusi dalam pengelolaan
permasalahan lingkungan melalui perencanaan dari berbagai sektor keilmuan secara terpadu.
Adanya perencanaan program lingkungan yang ada selama ini bersifat sektoral dan belum
mampu menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan lingkungan pesisir di kawasan Teluk Bone
seperti degradasi ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove, kemiskinan dan pemukiman
kumuh, permasalahan sampah, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, erosi, abrasi dan
sedimentasi, konversi lahan tambak, pencemaran laut, penegakan hukum, tingkat pengetahuan dan
persepsi masyarakat terhadap lingkungan. Sedangkan pada sisi yang lain, harapan pemerintah
efektivitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pesisir Teluk Bone. Oleh karenanya
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak dan stakeholder yang telah membantu
dalam menyelesaikan dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup (RAPLH) kawasan
Teluk Bone ini. Semoga dokumen ini dapat membantu Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam
mewujudkan pembangunan di Bidang Lingkungan Hidup secara terpadu dan berkelanjutan pada
kawasan pesisir Teluk Bone dan menjadi pondasi dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Sulawesi Selatan.
Penyusun
Halaman
1. Hubungan Antar Dokumen Perencanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkup Pesisir ........................... 4
7. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kota Palopo Tahun 2010 ................................................ 17
8. Luas Wilayah dan banyaknya kecamatan di Kabupaten Luwu Tahun 2012 ............................................... 18
11. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Tahun 2007 – 2011 ............................................ 22
12. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu dirinci per kecamatan Tahun 2008 – 2009 .............. 22
22. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Sinjai tahun 2009............. 36
23. Komposisi Penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Sinjai tahun 2009. .......................................... 37
24. Kepadatan Penduduk dirinci menurut kecamatan di Kabupaten Sinjai, Tahun 2009 ............................... 37
Pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup
daerah yang masih terkena pengaruh air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi
daratan. Pada dasarnya kawasan pesisir merupakan batasan (interface) antara zona laut dan
darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu sama lain baik secara bio-geofisik
maupun sosial-ekonomi yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi
Kawasan pesisir sebagai kawasan peralihan ekosistem darat dan laut yang saling
memengaruhi dimana kearah 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah
laut untuk kabupaten kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota dengan
karakteristik kearah darat dapat meliputi wilayah daratan baik kering mapun terendam air yang
masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut. Sementara ke arah laut perairan pesisir mencakup
wilayah terluar dari wilayah paparan benua yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah
Salah satu permasalahan yang butuh perhatian sangat besar hingga sekarang ialah
belum mendapat perhatian dan penanganan yang konkrit. Akibatnya lingkungan dari waktu ke
waktu terus mengalami degradasi. Pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, laut dan pulau
kecil yang tidak harmonis atau tidak terkelola dengan baik, pada akhirnya justru dapat
merugikan daerah dan masyarakat sendiri. Hal ini disebabkan karena karakterisitiknya yang
dinamis, berubah sesuai dengan peruntukannya dan memiliki ekosistem yang rentan
dengan kerusakan. Dampak pemanfaatan lahan pesisir yang dapat terjadi antara lain: abrasi
pantai, sedimentasi, pencemaran, banjir, permasalahan sampah dan pemukiman kumuh, serta
Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Teluk Bone 1
|
degradasi ekosistem pesisir khususnya mangrove, lamun, dan terumbu karang. Selain itu,
budidaya yang dapat menimbulkan degradasi lingkungan dan konflik kepentingan antara
Berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
Sebagai upaya mendukung pemanfaatan wilayah pesisir, laut dan pulau kecil secara
undangan, yang beranjak dari undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau kecil dalam hal ini konsen pada pengelolaan lingkungan di kawasan teluk
bone.
Teluk bone yang merupakan bagian dari tak terpisahkan dari kawasan pesisir Sulawesi
Selatan menyimpan potensi besar dan permasalahan lingkungan yang kompleks. Pentingnya
suatu pedoman pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau kecil menjadikan penyusunan
rencana aksi teluk bone dalam lingkup penyelesaian masalah dan isu-isu lingkungan pesisir dan
Rencana Aksi pengelolaan lingkungan hidup kawasan teluk bone pada prinsipnya akan
membuat suatu jaringan dan pedoman lingkungan pesisir dan laut yang memuat suatu upaya
konkrit dalam penyelesaian masalah lingkungan dan aturan-aturan yang terkait dengan upaya
perlindungan ekosistem pesisir dan laut yang ada di kawasan teluk bone dalam rangka
Sehingga pada akhirnya, diharapkan akan memberikan manfaat dan kontribusi dalam
Rencana aksi ini dmaksudkan sebagai dokumen implementasi dari rencana strategi yang
terkoordinasi antar beberapa komponen dan daerah yang terkait dengan pemanfaatan wilayah
teluk bone dengan mengacu pada pendekatan partisipatif masyarakat dalam mewujudkan
dengan prinsip pengelolaan dan pemanfaatan, prioritas program, lokasi, alokasi anggaran
2. Untuk mewadahi rencana stategis pengelolaan pesisir sulsel dengan rencana kegiatan
pembangunan daerah masing-masing kabupaten yang ada di kawasan teluk bone, dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antar kabupaten yang ada di kawasan
Teluk Bone ;
7. Dasar pengendalian dan kontrak politik bagi masyarakat dan pihak-pihak lain yang
kecil.
pesisir dan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan
jadwal untuk satu atau beberapa tahun kedepan secara terkoordinasi untuk melaksanakan
berbagai kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan
pada isu yang telah termaktub dalam Rencana Strategis Sulawesi Selatan, Lokasi kegiatan
dalam Rencana Aksi pengelolaan lingkungan hidup berada pada kawasan yang termuat dalam
Rencana Zonasi, sedangkan tata kelola setiap kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi
pengelolaan lingkungan hidup yang menyangkut kebijakan, prosedur dan tanggung jawab
dalam rangka pengambilan keputusan mengacu pada Rencana Pengelolaan yang juga telah
ditetapkan.
Berikut bagan alur arahan perencanaan sesuai dengan pedoman penyusunan rencana
aksi pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil seperti terlihat pada Gambar 1.
Penyusunan dokumen Rencana Aksi pengelolaan lingkungan hidup Teluk Bone ini
didasarkan pada data-data yang tersedia dalam dokumen Renstra PWP-3-K, RZWP-3-K di
daerah kawasan Teluk Bone. RAP Lingkungan Hidup Teluk Bone melingkupi seluruh Kawasan
P-3-K yang telah ditetapkan dalam rencana zonasi dan bagian dari kawasan Teluk Bone, serta
1. Kawasan Lindung mencakup kawasan lindung mangrove, ekosistem padang lamun dan
dan Wisata
3. Kawasan yang rawan abarasi/erosi dan sedimentasi serta rawan pencemaran pada
kawasan pesisir
Teluk Bone merupakan cekungan yang terletak diantara dua lengan Pulau Sulawesi
yaitu lengan tenggara dan lengan selatan. Secara administratif Teluk Bone terletak antara dua
provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara Adminsitratif
Provinsi Sulawesi Selatan, meliputi kabupaten/kota yang berbatasan langsung laut Teluk Bone
dengan daratan pesisir timur Kab. Luwu Timur, Kab. Luwu Utara, Kota Palopo, Kab. Luwu, Kab.
Wajo, Kab. Bone, Kab. Sinjai Kab. Bulukumba dan, Kab. Kepulauan Selayar. Sedangkan
berbatasan langsung laut Teluk Bone dengan daratan pesisir barat Kab. Kolaka Utara, Kab/Kota
Kolaka, Kab. Bombana, Perairan Teluk Bone sebelah selatan merupakan Laut Flores.
pengelolaan wilayah yakni penentuan batas 12 mil ke arah laut dan batas kearah darat
ditetapkan pada wilayah terjauh dari garis pantai ke arah darat dengan kecamatan yang
Secara geografis kabupaten Luwu Timur berada di sebelah selatan garis khatulistiwa
dengan posisi 2° 29’24” - 2° 51’ 33” Lintang Selatan dan 120° 57’ 16”-121° 22’ 46” Bujur
Timu. Luas wilayah Kabupaten Luwu Timur dari luas Provinsi Sulawesi Selatan meliputi
6.944,88 Km2 atau 11,14%. Kabupaten Luwu Timur dengan ibukota Malili merupakan
kabupaten yang berada timur di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Batasan wilayah
Bone
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2003 pada tanggal 3 Mei 2003 Kabupaten Luwu Timur
diresmikan sebagai daerah otonom yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten
Luwu Utara. Peresmian Kabupaten Luwu Timur sampai tahun 2007 terdiri atas 11
Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Towuti yaitu 1.820,48 km² atau
26,21% dan Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Tomoni Timur yaitu 43,91 km² atau
0,63% dari total luas wilayah Kabupaten Luwu Timur. Kecamatan yang berada di pesisir
yakni Kecamatan Burau, Kecamatan Wotu, Kecamatan Angkona dan Kecamatan Malili.
Kabupaten Luwu Timur dialiri oleh beberapa sungai yang bermuara di pesisir.
Sungai-sungai yang mengalir di wilayah pesisir Kabupaten Luwu Timur disajikan pada
Tabel 3.1. Sumber air bersih yang dimanfaat masyarakat adalah air tanah dengan
memanfaatkan sumur gali dan sumur pompa. Kedalaman air tanah 1 - 15 meter. Khusus
Kawasan Sepanjang pesisir banyak ditumbuhi hutan mangrove. Pantai Kabupaten Luwu
Timur tergolong datar dan landai. Substrat didominasi oleh lumpur, lumpur berbatu dan pasir
dengan kemiringan pantai tidak terlalau besar yaitu antara 0 – 0,3 derajat.
b. Ekosistem Pesisir
Mangrove, Padang Lamun, dan Terumbu Karang); Sumberdaya Ikan Karang (Kelimpahan);
Ekosistem pesisir yang ditemukan di lokasi rencana antara lain berupa ekosistem
mangrove, ekosistem terumbu karang dan ekosisitem padang lamun. dari ketiga jenis
ekosistem tersebut, mangrove adalah salah satunya yang dapat ditemukan disepanjang
pesisir, meskipun kondisinya sudah banyak mengalami kerusakan. Sementara terumbu karang
dimana terdapat beberapa sungai besar dan kecil yang bermuara di pantai dan mempengaruhi
kondisi perairan. Demikian pula halnya dengan padang lamun, dimana tidak semua wilayah
pesisir lokasi rencana. Ekosistem lamun terlihat hanya terdapat di beberapa spot di pantai
Angkona, sementara terumbu karang hanya ditemukan di lokasi sekitar perairan pulau Bolu
poloe
1. Ekosistem Mangrove
Hasil analisis citra satelit menunjukkan bahwa luas hutan mangrove disepanjang
pesisir Kabupaten Luwu Timur adalah 8672,4 hektar. Secara umum kondisi hutan
mangrove di Kabupaten Luwu Timur masih cukup bagus dengan kerapatan dan
keanekaragaman jenis yang tergolong tinggi dan tutupan tajuk dan akar pohon yang
Timur yakni kecamatan malili, kecamatan Angkona, kecamatan Burau dan kecamatan
Wotu.
Sebaran ekosistem padang lamun di Kabupaten Luwu Timur berada di sekitar pantai,
meskipun demikian ekosistem lamun berkembang agak jauh dari garis pantai karena bentuk
pantainya yang landai. Ekosistem padang lamun di pesisir Kab. Luwu Timur umumnya
berkembang di daerah sub tidal (daerah yang selalu tergenang pada saat surut terendah) di
depan muara sungai dengan substrat pasir atau pasir berlumpur. Ekosistem lamun ditemukan di
perairan pantai Kecamatan Malili dan Angkona dengan hamparan padang lamunnya relatif kecil
dan sebarannya tidak merata dengan kondisi perairan yang cukup keruh.
yang hidup di lokasi, yaitu Enhalus acoroides, Thallasia hemprichii, Halodule uninervis,
Halophylla minor, Halophylla ovalis, Cymodocea serrulata dan Syringodium. Jenis E. acoroides
dan T. hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki sebaran yang luas dengan penutupan
yang tinggi.
Terumbu karang di lokasi umumnya adalah tipe terumbu karang tepi (fringing reef).
Terumbu karang di lokasi menyebar hanya di beberapa spot pesisir di Kecamatan Malili, yakni
Pada beberapa daerah pengamatan kerusakan terumbu karang disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor alami dan non-alami. Faktor alami seperti sedimentasi, predasi hewan
pemangsa karang (Achantaster, culcita, dan beberapa jenis ikan karang) serta bleaching
oleh perubahan suhu yang drastis. Faktor non-alami lebih banyak disebabkan oleh
c. Kepadatan Penduduk
estimasi Hasil sensus Penduduk 2000 mencapai jumlah 241.617 jiwa dengan jumlah rumah
tangga sebanyak 56.197 Rumah Tangga. Penyebaran penduduk di tiap kecamatan kurang
merata. Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya adalah Kecamatan Malili
Kepadatan penduduk tahun 2008 di Luwu Timur masih kecil, hanya 35 jiwa per Km2.
Kecamatan yang paling padat adalah Kecamatan Tomoni Timur dengan kepadatan 274 Jiwa
per km2. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, terlihat
dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Luwu Timur sebesar 107,26 yang artinya
setiap 100 perempuan di Luwu Timur terdapat 107 laki-laki (BPS Luwu Timur , 2009).
menunjukkan bahwa 34,43 % penduduk Luwu Timur berusia muda (umur 0-14 tahun),
61,50 % berusia produktif (15-64 tahun) dan 4,07 % usia tua (65 tahun ke atas). Sehingga
diperoleh rasio ketergantungan penduduk Luwu Timur 62,61, yang artinya setiap 100 penduduk
usia produktif menanggung 62-63 penduduk usia non produktif (BPS Luwu Timur , 2009).
bawah ini,
terbesar yakni 33.386, diikuti Kecamatan Burau sebanyak 31.726 jiwa, sedangkan Angkona dan
Jumlah penduduk Kabupaten Luwu Timur yang bekerja adalah sebesar 86.464
jiwa. Jenis pekerjaan utama adalah sebagai petani yang mencapai 60,85 % dari jumlah
pekerja. Lapangan kerja lain yang berperan adalah sektor perdagangan 10,78%. Selebihnya
d. Kondisi Sosial-Budaya
Secara sosial budaya masyarakat Luwu Timur termasuk dalam kategori Masyarakat
yang terbuka. Keberadaan PT. INCO Tbk telah menggerakkan arus tenaga kerja dari luar
memasuki Luwu Timur, yang selanjutnya mempengaruhi nilai-nilai budaya masyarakat asli.
Aktifitas ekonomi masyarakat utamanya pada sektor pertanian, yakni tanaman padi dan
tanaman perkebunan. Sedangkan di wilayah pesisir, kegiatan ekonomi ditandai pula oleh sektor
Masyarakat memiliki keragaman budaya, baik yang berasal dari masyarakat setempat
maupun dari masyarakat pendatang, utamanya transmigran. Beberapa asal budaya masyarakat
yang berkembang di Luwu Timur antara lain Bugis, Makassar, Toraja Bali dan Jawa. Dalam
kegiatan bermasyarakat kesemua etnis ini saling, berbaur, meskipun secara umum
penduduk. Dibukanya PT INCO Tbk di Soroako, Kecamatan Nuha, memiliki pengaruh yang
sangat besar. Selain itu, sejak masuknya transmigran dari Pulau Jawa dan Bali pada tahun
Kabupaten Luwu Utara merupakan salah satu wilayah kabupaten yang berada di dalam
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 14.447,56 Km2 dengan 11 (sebelas)
Kabupaten Luwu Utara secara geografis berada pada koordinat yaitu 2o30’45”–
2o37’30”LS dan 119o41’15”–121o43’11”. Adapun batasan administrasi Kota Palopo terdiri dari :
Adapun luas Kabupaten Luwu Utara diperinci menurut wilayah kecamatan dapat dilihat
pada tabel 3.
1 Sabbang 525.08 7
b. Kepadatan Penduduk
Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada tahun 2011 data hasil Sensus penduduk
2011 tercatat 290.365 yang terdiri dari laki-laki sebanyak 146.312 jiwa dan perempuan
sebanyak 144.053 jiwa. Dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun 1,26 %. Pertumbuhan
penduduk setiap tahun terus meningkat harus menjadi perhatian pemerintah dalam
rumah tangga, dimana rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa. Kecamatan
Bone-bone merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 46.364 jiwa.
Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Rampi, sebesar 2.912 jiwa. Kepadatan penduduk
Pada umumnya kondisi hidrologi di Kabupaten Luwu Utara sangat berkaitan dengan tipe
iklim dan kondisi geologi yang ada. Kondisi hidrologi permukaan ditentukan oleh sungai-sungai
yang ada yang pada umumnya berdebit kecil, oleh karena sempitnya daerah aliran sungai
sebagai wilayah tadah hujan (cathmen area) dan sistem sungainya. Kondisi tersebut diatas
menyebabkan banyaknya aliran sungai yang terbentuk. Air tanah bebas (watertable
groundwater) dijumpai pada endapan aluvial dan endapan pantai. Kedalaman air tanah sangat
Diwilayah wilayah Kabupaten Luwu Utara terdapat 8 (delapan) sungai besar yang
melintas diwilayah tersebut, dan sungai yang terpanjang adalah Sungai Rongkong dengan
panjang sekitar 108 Km dan melewati 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sabbang, Baebunta, dan
cathmen area.
Kabupaten Luwu Utara merupakan salah satu daerah dengan komposisi penduduk yang
multi etnis, agama dan budaya yang terdiri dari penduduk asli (Luwu), pendatang (Bugis,
Makassar dan Toraja). Dan para pendatang atas program pemerintah melalui transmigrasi
(Jawa, Bali, dan Lombok). Secara umum menyebar pada semua Kecamatan sedang para
pendatang menyebar pada dataran rendah yang subur dan daerah pesisir. Sementara
pendatang dari etnis Jawa, Bali dan Lombok terkonsetrasi pada 3 Kecamatan masing – masing
Kecamatan Bone – Bone, Sukamaju dan Mappedeceng dengan mata pencaharian mayoritas
bergerak pada sektor pertanian. Kemajemukan penduduk ini membawa konsekwensi dengan
terjadinya pembauran (Assimilasi) budaya dan social antar etnis, termasuk perkawinan,
Kota Palopo merupakan salah satu wilayah kota administrasi yang berada di dalam
wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas wilayah 258,17 Km2 dengan 9 (sembilan)
wilayah administrasi kecamatan yang meliputi Kecamatan Wara, Kecamatan Wara Utara,
Kecamatan Wara Selatan, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat, Kecamatan
jumlah 48 kelurahan.
Posisi Kota Palopo secara geografis berada pada koordinat 20 53’ 15’’ – 30 04’ 08’’
Lintang Selatan dan 1200 03’ 10’’ – 1200 14’ 34’’ Bujur Timur. Adapun batasan administrasi Kota
berikut :
berbagai etnis dan budaya yang beragam, sehingga kultur masyarakat yang bersifat tradisional
mulai tertinggal oleh moderenisasi atau budaya-budaya moderen. Hal tersebut terjadi sebagai
akibat dari akumulasi pembentukan kota atau sifat kekotaan yang terjadi secara alamiah dan
sulit untuk dihindari, oleh karena berbagai kepentingan dan konflik masyarakat didalamnya.
Kondisi ini dapat terlihat dari aktivitas keseharian penduduk kota, pudarnya kebiasaan budaya
dan adat istiadat tradisonal, sifat kekeluargaan terganti oleh individualisme yang tinggi,
Pada dasarnya masyarakat Kota Palopo terdiri dari berbagai etnis yang ada di Provinsi
Sulawesi Selatan, yang membawa adat dan budaya masing-masing, sehingga kultur dan
kebiasaan masyarakat Kota Palopo mengalami pembauran. Akan tetapi Kota Palopo masih
dapat dikategorikan sebagai kota kecil sehingga pembauran dan dampak urbanisasi dan
perubahan kultur masih dalam taraf pusat kota saja. Kultur budaya masyarakat yang masih
homogen terlihat pada daerah pinggiran Kota Palopo, hal tersebut dicirikan dari berbagai ragam
sifat tradisional masyarakat seperti bentuk bangunan perumahan, sifat kegotong royongan dan
kekeluargaan yang masih kuat, pengelolaan lahan dan industri masih secara tradisional (industri
kota.
c. Potensi Penduduk
dipengaruhi oleh pertambahan secara alami yaitu faktor angka kelahiran yang lebih tinggi dari
angka kematian, selain itu juga dipengaruhi oleh perpindahan penduduk (migrasi masuk dan
keluar). Data perkembangan jumlah penduduk yang tersaji dalam sistem pendataan merupakan
Data pertumbuhan penduduk Kota Palopo dari Tahun 2002-2010 menunjukkan angka
peningkatan. Hal ini terlihat dari jumlah penduduk Kota Palopo tahun 2002 berjumlah 114.829
jiwa, sedangkan jumlah penduduk pada tahun 2010 mencapai 147.677 jiwa. Hal ini
menunjukkan adanya pertambahan jumlah penduduk sekitar 22.997 jiwa dengan rata-rata
tingkat pertumbuhan sekitar 3,12 % pertahun selama kurun waktu 9 tahun terakhir. Untuk lebih
jelasnya mengenai tingkat perkembangan jumlah penduduk Kota Palopo Tahun 2002-2010
Sumber data yang diperoleh dibawah ini menunjukkan penduduk Kota Palopo pada
Timur dengan jumlah penduduk 30.997 jiwa dan Kecamatan Wara dengan jumlah penduduk
30.983 jiwa. Secara rinci distribusi dan kepadatan penduduk di Kota Palopo diuraikan pada
table dan pada gambar Peta Kepadatan Penduduk Kota Palopo berikut ini :
merata. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Wara, dengan jumlah
2.697 jiwa/Km2 , Kecamatan Wara Timur dengan kepadatan 2.566 jiwa/Km2, disusul Kecamatan
Wara Utara dengan jumlah 1.796 jiwa/Km2, sedangkan kepadatan terendah terdapat di
Kecamatan Mungkajang dengan tingkat kepadatan 130 jiwa/Km2 dan Kecamatan Sendana
Berdasarkan data pada Tahun 2010 jumlah penduduk Kota Palopo menurut kelompok
umur diketahui bahwa kelompok umur terbanyak berada pada usia rata-rata penduduk adalah
15-19 tahun dengan jumlah terbanyak yakni 17.089 jiwa, sedangkan kelompok umur yang
termasuk dalam kategori usia sekolah yakni 5-24 tahun dengan jumlah 63.952 jiwa dan
tergolong usia produktif dengan usia 15-54 tahun dengan jumlah 89.420 jiwa, sedangkan yang
tergolong ke dalam usia tidak produktif lagi (55 tahun keatas) dengan jumlah 12.353 jiwa. Untuk
lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel
8 berikut ini.
Ditinjau dari segi geografis, Kabupaten Luwu terletak di bagian utara Provinsi Sulawesi
Selatan, dimana posisi Kabupaten Luwu terletak 2º.34’.45” – 3º.30’.30” LS dan 120º.21’.15” –
121º.43’.11” BT. Secara administratif, Kabupaten Luwu memiliki batas sebagai berikut:
Luas wilayah Kabupaten Luwu sebesar 15,25 persen dari total luas daratan Provinsi
Sulawesi Selatan yaitu sebesar 3.000,25 km2. Menurut ketinggian daerah, sebagian besar
wilayah Kabupaten Luwu berada pada ketinggian di atas 100 m. Luas wilayah yang berada
diatas 100 m tercatat sekitar 63,99 persen, sisanya sekitar 36,01 persen wilayahnya berada
pada ketinggian 0 – 100 m. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan
menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan di Kabupaten Luwu selama
tahun 2014 berkisar 195,03 mm per bulan dan rata-rata hari hujannya 13,66 hari per bulan.
dimana Ibukota Kabupaten adalah Kota Belopa (terdiri dari Kecamatan Belopa dan Kecamatan
Belopa Utara). Kecamatan Latimojong merupakan kecamatan yang terluas jika dibandingkan
dengan kecamatan lainnya di Kabupaten Luwu dengan luas 467,75 Km2 atau 15,59%.
Sedangkan wilayah kecamatan dengan luas yang paling kecil adalah Kecamatan Lamasi
dengan luas 42,2 Km2 atau 1,41 %. Perbandingan luas wilayah dan banyaknya kecamatan di
Kabupaten Luwu, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Luas Wilayah dan Banyaknya Kecamatan Di Kabupaten Luwu Tahun 2012
Banyaknya Desa/Kelurahan
Luas
No Kecamatan (km2) %
Defenitif Persiapan Jumlah
1 Larompong 225,25 7.51 13 - 13
11 Bassesangtempe Utara
** ** ** - **
b. Ekosistem pesisir
Sebagai wilayah yang memiliki garis pantai yang cukup panjang, Kabupaten Luwu
merupakan bagian yang sangat strategis bagi pengelolaan kawasan Teluk Bone. Di sepanjang
garis pantai terdapat hutan mangrove yang terbentang luas, padang lamun dan beberapa
pulau-pulau kecil yang dikelilingi terumbuh karang. Konversi lahan mangrove menjadi
pertambakan intensif mendorong degradasi lingkungan pesisir yang cukup cepat. Selain itu
pertambahan penduduk dan pemukiman disekitar wilayah pesisir juga menjadi potret yang
Sumberdaya perikanan kabupaten Luwu terdiri atas perikanan laut dan perrikanan
darat. Total potensi lahan untuk kegiatan budidaya perikanan seluas 28.315 ha, terdiri atas
lahan tambak seluas 10.525 ha, lahan mina padi 2.711 ha, lahan kolam 79 ha, dan perairan
pantai 15.000 ha. Tingkat pemanfaatan lahan mencapai 12.743 ha, atau sekitar 45 persen dari
total potensi budidaya perikanan yang tersedia. Sumberdaya kelautan yang dimiliki Kabupaten
Luwu sangat potensial, meliputi wilayah laut seluas 800.000 ha dengan panjang garis pantai
116,16 km. berdasarkan data yang ada luas tutupan terumbu karang diperkirakan sekitar
17.310 ha, dengan estimasi persentase tutupan karang 10 persen dalam kondisi baik, 25
persen dalam kondisi sedang dan 65 persen dalam kondisi rusak. Wilayah perairan di
Kabupaten Luwu selain dimanfaatkan untuk perikanan tangkap, juga dimanfaatkan untuk usaha
luwu.
JENIS ALAT
TANGGAK
JARING INSANG
PANCING ULUR
BAGAN APUNG
PUKAT CINCIN
RAWAI DASAR
RAWAI TETAP
RAJUNGAN
HANDLINE
PANCING
PAYANG
HUHATE
JUMLAH
SERO
PUKAT
BUBU
NO. KECAMATAN
PESISIR
1 LAROMPONG
32 58 150 7 7 65 41 2 1 20 383
SELATAN
2 LAROMPONG 44 40 51 93 40 268
3 SULI 2 180 46 146 144 73 591
4 BELOPA 5 37 213 1 25 26 3 310
5 BELOPA UTARA 26 75 1 12 114
6 KAMANRE 40 1 41
7 PONRANG SELATAN 73 165 19 257
8 PONRANG 20 16 145 25 206
9 BUA 104 210 3 43 143 5 19 20 547
10 WALENRANG
11 5 16
TIMUR
11 LAMASI TIMUR 15 3 18
JUMLAH 103 220 411 1263 11 77 209 387 7 3 20 40 2.751
Berikut ini adalah tabel kelompok usaha masyarakat perikanan yang ada di kabupaten
luwu.
JUMLAH JUMLAH
NO. JENIS USAHA KELOMPOK ANGGOTA
2 Penangkapan 53 577
3 Pengolahan 43 470
4 Pemasaran 13 130
demikian cara yang dilakukan oleh masyarakat pesisir dalam pemamfaatan sumberdaya
tersebut terkadang menggunakan cara-cara yang dapat merusak kelestarian sumberdaya yang
ada. Akitifitas tersebut antara lain penggunaan bahan peledak atau bahan pembius (sianida)
dalam penangkapan ikan, pengambila/penambangan batu karang dan perusak areal hutan
mangrove. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kerusakan ekosistem pesisir dan laut yang
ada. olehnya itu Dinas Kelautan dan Perikanan mengambil langkah-langkah strategis dalam
dan berkelanjutan.
untuk memberi jaminan terhadap perlindungan dan pengendalian sumberdaya kelautan dan
perikanan dilakukan baik oleh badan usaha maupun oleh masyarakat umum agar terlaksana
secara aman dan bertanggung jawab. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah agar tercipta
keselarasan antara pengelola dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan upaya
pelestarian untuk menjamin ketersediaan sumberdaya alam perikanan dan kelautan yang dapat
dikelola dan dimanfaatkan secara berkesinambungan dan terus menerus guna mendukung laju
maupun pengelola usaha dibidang perikanan dan jasa-jasa kelautan lainnya yang bergerak
dan atau berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pengelolah dan
pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Ruang lingkup pengawasan tersebut dari
a. Sumberdaya Ikan :
b. Ekosistem Laut :
1. Mangrove, Estuari
c. Pencemaran Laut
d. Kepadatan penduduk
mengalami peningkatan, dimana berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Luwu diketahui bahwa rata-rata pertambahan penduduk dalam lima tahun terakhir
yaitu dari tahun 2007- 2011 sebanyak 3.918 jiwa per-tahun. Laju pertumbuhan penduduk
dari tahun 2007 – 2011 mengalami peningkatan sebesar 1,04 persen, dengan jumlah penduduk
pada tahun sebelumnya sebesar 335.828 jiwa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel.
Secara umum, jumlah penduduk terbesar pada tahun 2011 terdapat di Kecamatan Bua
sebanyak 31,266 Jiwa sedangkan penduduk jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan
Latimojong sebesar 5,512 Jiwa, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Dirinci Per Kecamatan Tahun
2008 – 2009
Tahun
No Kecamatan 2008 2009 2010 2011
1 Larompong 18,381 18,454 18,834 19,024
2 Larompong Selatan 16,267 15,623 15,800 15,959
3 Suli 19,115 18,420 18,479 18,665
4 Suli Barat 8,403 1,457 8,491 8,577
5 Belopa 10,850 14,707 14,812 14,961
6 Kamanre 13,356 11,123 11,238 11,351
7 Belopa Utara 11,634 14,410 14,545 14,691
8 Bajo 11,554 13,849 14,238 14,381
9 Bajo Barat 7,651 8,976 9,324 9,418
10 Bassesangtempe 15,265 13,908 14,115 14,257
11 Bassesangtempe Utara ** ** ** **
12 Latimojong 667 5,358 5,457 5,512
13 Bupon 16,113 14,377 14,451 14,596
14 Ponrang 22,683 25,866 26,114 26,377
15 Ponrang Selatan 20,774 23,664 23,744 23,983
16 Bua 27,533 30,288 30,955 31,266
17 Walenrang 19,220 17,283 17,433 17,608
18 Walenrang Timur 17,783 15,183 15,281 15,435
19 Lamasi 19,659 19,955 20,364 20,569
20 Walenrang Utara 18,528 17,331 17,744 17,923
21 Walenrang Barat 10,130 8,834 8,897 8,987
22 Lamasi Timur 12,653 12,114 12,166 12,288
Jumlah 318,219 321,180 332,482 335,828
Sumber : Kabupaten Luwu Dalam Angka Tahun 2012
e. Kondisi sosial-budaya
tingkat SD, Angka Partisipasi Murni (APM) pada tahun 2007 mencapai 92,77% (diatas rata-
rata Provinsi yang sebesar 88,89%); Angka Partisipasi Kasar (APK) sebesar 97,13 (diatas rata-
rata Provinsi yang sebesar 95,25%); Angka Putus Sekolah sebanyak 1,79% (dibawah rata-
rata Provinsi yang sebesar 2,84%); rasio murid-guru sebesar 21 (lebih besar dari rata-rata
Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Teluk Bone 22
|
Provinsi yang sebesar 17%);dan rasio-sekolah 190 (lebih besar dari rata-rata Provinsi yang
sebesar 161). Pada tingkat SLTP/Sederajat, APM sebesar 64,32% (diatas rata-rata Provinsi
yang sebesar 59,63%); APK mencapai 75,55% (diatas rata- rata Provinsi yang sebesar
71,23%); Angka Putus Sekolah sebanyak 1,22% (lebih rendah dari rata-rata Provinsi yang
sebanyak 2,99%); rasio murid-guru sebesar 13 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi yang sebesar
12); dan rasio murid-sekolah senilai 224 (lebih rendah dari rata-rata Provinsi yang senilai 248).
Pada tingkat SLTA/sederajat, APM sebesar 45,03% (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi tang
sebesar 22,39%); APK sebesar 56,23% (di atas rata-rata Provinsi yang sebesar 30,48%);
Angka Putus Sekolah sebanyak 5,49% (dibawah rata- rata Provinsi yang sebesar 7,09%); dan
rasio murid-sekolah Sebesar 283 (lebih kecil rata-rata Provinsi yang sebesar 292). Sebagai
salah satu komponen dari IPM, indeks pendidikan Kabupaten Luwu berada pada tingkat cukup
tinggi dan mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Indeks pendidikan
Kabupaten Luwu tahun 2007 sebesar 78,09 (lebih tinggi rata-rata Provinsi yang sebesar 73,56
dan rata-rata nasional yang sebesar 77,84). Indeks ini pada tahun 2006 sama yakni
78,11, yang justru meningkat dari nilai 77,40 pada tahun 2004. Angka buta huruf
10,17% (rata-rata Provinsi sebesar 13,76%), naik dari 8,90% pada tahun 2004 (rata-rata
Provinsi sebesar 13,76%). Rata-rata lama bersekolah pada tahun 2007 sebesar 7,7 tahun
(ebih besar dari rata-rata Provinsi yang sebsar 7,23 tahun), naik dari 7,5 tahun pada tahun 2004
penduduk pada tahun 2007 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi yang besarnya 2,6).
Angka ini meningkat dari tahun 2006 sebesar 3,4 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi yang
besarnya 2,4), pada tahun 2005 sebesar 0,4 (lebih rendah dari rata-rata Provinsi yang
besarnya 2,2), pada tahun 2004 sebesar 3,4 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi yang
besarnya 2,3) dan pada tahun 2003 sebesar 2,5 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi yang
besarnya 2,4). Tenaga kesehatan pada tahun 2007 Tersedia 17,6/10.000 penduduk (rata-rata
Provinsi 17,5/10.000 penduduk), pada tahun 2006 sebanyak 12,3 (rata-rata Provinsi 15,7),
tahun 2005 tersedia 12,8 (rata-rata Provinsi 15,0) tahun 2004 sebanyak 12,7 (rata-rata
Provinsi 10,8) dan tahun 2003 sebesar 9,6 (rata- rata Provinsi 8,6). Rasio dokter dengan fasilitas
kesehatan yakni Rumah Sakit/Puskesmas di Kabupaten Luwu berfluktuasi dalam lima tahuun
terakhir. Pada tahun 2007, rasio dokter dengan fasilitas kesehatan sebesar 0,4 (rata-rata
Provinsi 1,5) pada 2006 sebesar 0,2 (rata-rata Provinsi1,6), pada tahun 2005 sebesar 1,0 (rata-
rata Provinsi2,0), pada tahun 2004 sebesar 0,5 (rata-rata Provinsi 1,1) dan tahun 2003 sebesar
78,17 (lebih tinggi dari rata-rata Provinsi sebesar 74,00 dan rata-rata Nasional yang sebesar
73,03). Angka ini meningkat terus dalam empat tahun terakhir, pada 2006 nilainya 78,17
(rata-rata Provinsi 73,67 dan rata-rata Nasional 72,44), pada tahun 2005 nilainya 78,00 (rata-
rata Provinsi 72,83 dan Nasional 71,81), pada tahun 2004 nilainya 78,00 (rata-rata Provinsi
72,83 dan rata-rata Nasional 71,00). Pada tahun 2007, IPM Kabupaten Luwu 72,46 (lebih tingg
dari IPM Sulawesi Selatan yang sebesar 69,62 dan IPM Nasional yang sebesar 70,65).
Pada tahun 2006, IPM Luwu sebesar 72,08 (IPM Provinsi 68,81 dan IPM Nasional 70,08);
pada tahun 2005 sebesar 71,83 (IPM Provinsi 68,14 dan Nasional 69,57) dan pada tahun
2004 sebesar 71,57 dimana IPM Provinsi saat itu 67,75 dan IPM Nasional 68,66. Masyarakat
Luwu memiliki keragaman kultural cukup tinggi terkait dengan beragamanya etnis. Selain etnis
Bugis-Luwu, juga berdiam etnis Bugis- Makassar, etnis Toraja, Jawa, Bajo dan lainnya.
Setiap etnis memiliki sistem nilai dan norma serta adat istiadat masing-masing. Di sisi lain,
modernisasi juga berlangsung, terutama dibalik perkembangan Kota Palopo yang memberi
pengaruh kepada masyarakat Luwu, juga interaksi dengan dunia luar yang lebih luas
termasuk melalui media massa dan elektronik, sehingga terjadi pertemuan dan perpaduan
antara sistem budaya masing-masing etnis dengan sistem budaya yang dibawa oleh
kemoderenan.
Dalam hal kehidupan beragama dan kesatuan bangsa, dibalik heterogenitas sosial
yang ada, juga berkembangkehidupan beragama diantara para pemeluknya yakni Islam yang
dominan, Protestan dan Katolik serta Hindu dan Budha, yang disaat ini cukup harmonis satu
satu sama lain, meskipun satu dekade sebelumnya konflik cukup sering terjadi, Aspek-aspek
persatuan dan Kesatuan bangsa juga terpengaruh oleh kompleksitas etnis yang ada berupa
adanya potensi kerawanan sosial. Sarana dabn Prasana kehidupan beragama relatif tersedia
Kabupaten wajo terletak pada posisi 3039’-4016’ Lintang Selatan dan 119053’-120027
Bujur Timur, merupakan daerah yang terletak ditengah-tengah Propinsi Sulawesi Selatan dan
pada zone tengah yang merupakan suatu depresi yang memanjang pada arah laut tenggara
dan terakhir merupakan selat. Batas wilayah Kabupaten Wajo adalah sebagai berikut :
Wilayahnya adalah 2.506,19 Km2 atau 4,01% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan
dengan rincian Penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah 87.975 ha (35,10%) dan lahan
kering 162.644 ha (64,90%). Sampai dengan akhir tahun 2011 wilayah Kabupaten Wajo
Selanjutnya dari keempat-belas wilayah Kecamatan tersebut, wilayahnya dibagi lagi menjadi
wilayahwilayah yang lebih kecil yang disebut desa atau kelurahan. Tetap sama dengan
kondisi pada tahun 2008, wilayah Kabupaten Wajo terbentuk dari 48 wilayah yang berstatus
Kelurahan dan 128 wilayah yang berstatus Desa. Jadi secara keseluruhan, wilayah
tersebut mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berbeda
meskipun perbedaan itu relatif kecil, sehingga pemanfaatan sumber-sumber yang ada relatif
c. Kepadatan penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Wajo tahun 2015 mencapai 404,5 ribu jiwa yang terdiri dari
192.387 laki-laki dan 212151 perempuan. Angka jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan
sekitar 1,31 persen dibanding tahun 2014. Secara umum jumlah penduduk perempuan di
Kabupaten Wajo masih lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk lakilaki. Hal ini juga dapat
ditunjukkan oleh angka sex ratio Kabupaten Wajo tahun 2015 sebesar 91, artinya untuk setiap
100 penduduk perempuan terdapat 91 penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Wajo
berada dalam angka wajar, tercatat sebanyak 161 penduduk menghuni setiap km2 wilayah
Wajo pada tahun 2015. Angka ini meningkat tipis dari tahun 2014 dengan kepadatan penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Wajo tahun 2015 mencapai 404,5 ribu jiwa yang terdiri dari
192.387 laki-laki dan 212.151 perempuan. Angka jumlah penduduk ini mengalami pertumbuhan
sekitar 1,31 persen dibanding tahun 2014. Secara umum jumlah penduduk perempuan di
Kabupaten Wajo masih lebih tinggi dibandingkan jumlah penduduk laki-laki. Hal ini juga dapat
ditunjukkan oleh angka sex ratio Kabupaten Wajo tahun 2015 sebesar 91, artinya untuk setiap
100 penduduk perempuan terdapat 91 penduduk laki-laki. Tingkat kepadatan penduduk Wajo
berada dalam angka wajar, tercatat sebanyak 161 penduduk menghuni setiap km2 wilayah
Wajo pada tahun 2015. Angka ini meningkat tipis dari tahun 2014 dengan kepadatan penduduk
67,21 persen diantaranya termasuk dalam angkatan kerja. Sisanya (32,79%) merupakan
penduduk yang tergolong sebagai bukan angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang
sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Pada tahun 2014, pertumbuhan angkatan kerja
lebih cepat daripada penduduk usia kerja (15 tahun keatas), sehingga TPAK naik menjadi 2,2%
Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pesisir timur Provinsi
Sulawesi Selatan dan berjarak sekitar 174 km dari kota Makassar. Luas wilayahnya sekitar
4.559 km2atau 9,78 persen dari luas Provinsi Sulawesi Selatan. Wilayah yang besar ini terbagi
menjadi 27 kecamatan dan 372 desa/kelurahan. Ibukota Kabupaten Bone adalah Watampone.
Secara astronomis Kabupaten Bone terletak pada posisi 4°13’- 5°6’ Lintang Selatan dan
antara 119°42’- 120°30’ Bujur Timur. Letaknya yang dekat dengan garis khatulistiwa menjadikan
Sepanjang tahun 2014, kelembaban udara berkisar antara 77 – 86 persen dengan suhu
udara 24,40C-27,6°C. Wilayah Kabupaten Bone terbagi menjadi dua tipe hujan: tipe hujan
Moonson dan tipe hujan lokal. Tipe hujan Moonson memiliki curah hujan tertinggi saat bertiup
angin monsun Asia yaitu bulan Januari dan Februari. Tipe ini mencakup wilayah Kabupaten
Bone bagian barat. Tipe kedua memiliki kriteria pola hujan terbalik dengan pola monsoon, yaitu
curah hujan tertinggi ter- jadi pada bulan Mei-Juni. Tipe ini mencakup sebagian besar wilayah
Kabupaten Bone. Selain kedua wilayah tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu
Kecamatan Bontocani dan Kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan
Jumlah curah hujan bulanan di Wilayah Bone bervariasi dengan rata-rata tahunan
sebesar 201,25 mm. Curah hujan tertinggi terjadi di bulan Juni yaitu 638 mm dengan banyaknya
hari hujan sebanyak 23 hari. Bagian timur Kabupaten Bone bertopografi pesisir menjadikan
Bone mempunyai garis pantai sepanjang 138 km dari arah selatan ke utara. Bagian barat dan
selatan terdapat pegunungan dan perbukitan yang celah-celahnya terdapat aliran sungai.
Pada tahun 2014, tercatat 194 sungai mengalir di Kabupaten Bone dan telah
dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Sungai yang terpanjang adalah Sungai Walanae yang
berhulu di Kecamatan Bontocani, mengalir melalui Kabupaten Soppeng hingga Danau Tempe di
Kabupaten Wajo, kemudian mengalir llagi masuk ke Bone hingga bermuara di Teluk Bone.
b. Ekosistem pesisir
Di bidang perikanan sangat ideal dengan potensi penangkapan ikan di sekitar Teluk
Bone dengan panjang pantai 127 Km sampai puluhan mil ke tengah laut, potensi perikanan di
Bone khususnya di Bone Selatan dapat kita rincikan menurut jenis produksinya.
sub sektor pertanian tanaman pangan, selanjutnya sub sektor perikanan, dan perkebunan.
Kabupaten Bone memiliki potensi dan produksi perikanan yang besar. Usaha perikanan terdiri
dari dua kegiatan yaitu penangkapan dan budidaya ikan. Produksi perikanan terbesar berasal
dari kegiatan budidaya ikan di laut, yaitu sebanyak 125.019,75 ton. Kegiatan budidaya yang
dilakukan di tambak juga menunjukkan hasil yang cukup besar, yaitu 115.650,91 ton.
Sementara kegiatan penangkapan ikan di laut menghasilkan produksi ikan sebesar 33.504 ton.
Pengkapan Budidaya
Tambak - 115.650,91
Kolam - 405,30
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015
Salah satu fenomena demografi yang tidak terelakkan adalah pertumbuhan penduduk.
migrasi. Pada pertengahan tahun 2014 penduduk Kabupaten Bone sebanyak 738.515 jiwa,
meningkat dari tahun 2013 dengan laju pertumbuhan penduduk 0,60 persen. Jumlah tersebut
terdiri dari 352.081 penduduk laki-laki dan 386.434 penduduk perempuan. Dengan demikan,
rasio jenis kelamin adalah 91,11 persen yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat
91 hingga 92 penduduk laki-laki. Kabupaten Bone tergolong kabupaten yang besar dan luas di
Sulawesi Selatan. Rata-rata jumlah penduduk per km2 adalah 162 jiwa. Terkait dengan
perannya sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, dan fasilitas publik lain, maka mayoritas
jiwa per km2. Keberadaan penduduk dalam jumlah yang besar, seringkali dianggap sebagai
tinjauan demografi, penting untuk melihat struktur umur penduduk. Penduduk usia produktif
yang besar dan berkualitas dapat berperan positif dalam pembangunan ekonomi.
(jiwa/km2)
Pemanfaatan jumlah penduduk bisa dilakukan dengan melihat seberapa besar penduduk yang
masuk pada kategori usia kerja, dan yang masuk pada angkatan kerja. Bila lapangan pekerjaan
yang ada sesuai dengan jumlah angkatan kerja maka diharapkan akan terjadi full employment
economics. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional pada tahun 2014, terdapat
530.166 penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut, yang termasuk angkatan kerja sebanyak
338.988 jiwa. Dengan tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bone adalah 63,94
persen. Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin tinggi pula pasokan tenaga kerja yang
tersedia untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Angkatan kerja
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Bone sebesar 4,96 persen. TPT di wilayah
perkotaan (5,35 persen) tampak lebih tinggi dari wilayah perdesaan (4,88 persen). Kondisi ini
menunjukkan bahwa belum tersedia kesempatan kerja yang mampu menyerap angkatan kerja
secara optimal. Berdasarkan lapangan usaha, mayoritas penduduk bekerja di Kabupaten Bone
bekerja di sektor pertanian. Hal ini selaras dengan keadaan alam Bone yang merupakan basis
pertanian Sulawesi Selatan. Sektor kedua yang menyerap tenaga kerja terbanyak adalah
perdagangan (17,94 persen). Ditinjau dari jenis kelamin, terdapat perbedaan persebaran
lapangan usaha antara penduduk bekerja lakilaki dan perempuan. Sebagian besar penduduk
laki-laki bekerja di sektor pertanian dan lainnya. Sementara penduduk perempuan, sebagian
d. Kondisi sosial-budaya
Kabupaten Bone adalah salah satu wilayah yang memiliki kekayaan budaya beraneka
ragam. Hal tersebut tidak lepas dari sejarah Kabupaten Bone yang merupakan salah satu
wilayah kerajaan besar di nusantara yang tentunya meninggalkan banyak kebudayaan dan adat
melandasi pembangunan sebuah wilayah. Nilai-nilai budaya lokal yang luhur tentunya akan
memberikan sumbangsih yang cukup baik dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
Seni dan budaya yang ada di Kabupaten Bone sangat dipengaruhi oleh budaya yang
ditinggalkan oleh Kerajaan Bone dan juga budaya Islam, hal ini dikarenakan mayoritas
Kabupaten Bone antara lain berupa masjid kuno, makam para tokoh,dan bangunan-bangunan
istana. Untuk menjaga kelestarian benda-benda yang menjadi cagar budaya di Kabupaten
Bone, pemerintah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata secara rutin melakukan kegiatan
Letak geografis kecamatan pesisir Kabupaten Sinjai disajikan seperti pada tabel di
bawah ini :
1 Kecamatan Sinjai Utara 120° 12' 04.94" - 120° 17' 21.83" 05° 05' 15.00" - 05° 08' 27.99"
2 Kecamatan Sinjai Timur 120° 10' 48.81" - 120° 18' 46.89" 05° 06' 35.49" - 05° 14' 01.91"
3 Kecamatan Tellulimpoe 120° 08' 25.09" - 120° 20' 4.33" 05° 12' 49.98" - 05° 18' 39.42"
4 Kecamatan Pulau 120° 23' 10.97" - 120° 25' 38.91" 05° 02' 17.30" - 05° 07' 31.30"
Sembilan
Tengah.
Kecamatan Sinjai Utara yang memiliki luas 22,67 km2 (2267 Ha) terdiri dari 6
Kelurahan defenitif. Panjang garis pantai sekitar 3,4 km, yang berada di antara muara sungai
Tangka dan muara sungai Mangottong. Kedua muara sungai tersebut merupakan batas
administrasi untuk daerah pesisir Kecamatan Sinjai Utara. Sungai Tangka menandai batas
dengan Kabupaten Bone, dan Sungai Mangottong sebagai batas Kecamatan Sinjai Utara dengan
- Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sinjai Tengah dan Kecamatan Sinjai
Selatan
Kecamatan Sinjai Timur memiliki luas 48,27 km2 (4827 Ha) terdiri dari 13 desa. Panjang
garis pantai sekitar 12,8 km, yang berada di antara muara sungai Mangottong dan muara sungai
Kecamatan Sinjai Timur. Sungai Mangottong menandai batas dengan Kecamatan Sinjai Utara,
dan Sungai Bua sebagai batas Kecamatan Sinjai Timur dengan Kecamatan Tellulimpoe. Selain
kedua muara sungai tersebut, terdapat satu muara sungai besar di sepanjang garis pantai
Kecamatan Sinjai Timur yakni Sungai Baringang yang menandai batas Desa Tongke Tongke
dengan Desa Panaikang. Ibukota pemerintahan Kecamatan Sinjai Timur terletak di Kelurahan
Kecamatan Tellulimpoe memiliki luas 124,73 km2 (12473 Ha) terdiri dari 11 Desa.
Panjang garis pantai sekitar 7,5 km, yang berada di antara muara sungai Bua dan muara sungai
Lolisang. Kedua muara sungai tersebut merupakan batas administrasi untuk daerah pesisir
Kecamatan Tellulimpoe. Sungai Bua menandai batas dengan Kabupaten Bulukumba, dan
Sungai Lolisang sebagai batas dengan Kecamatan Sinjai Timur. Selain kedua muara sungai
tersebut, terdapat dua muara sungai kecil di sepanjang garis pantai Kecamatan Tellulimpoe yakni
terletak di Kelurahan Mananti yang berjarak 38 km dari pusak ibukota Kabupaten Sinjai.
Bone;
Sinjai, dan
Bone.
Kecamatan Pulau Sembilan memiliki luas 7,55 km2 (755 Ha) terdiri dari 4 desa dengan
panjang garis pantai sekitar 17,36 km. Kecamatan Pulau Sembilan terdiri atas sembilan pulau
kecil dan beberapa gosong karang (patch reef) yang tenggelam pada saat air pasang maupun
surut. Delapan pulau yang berpenghuni bila diurut dari Selatan adalah: Burungloe, Liang-liang,
Kambuno, Kodingare, Katindoang, Batanglampe, Kanalo I, dan Kanalo II serta satu pulau tak
yang telah ditumbuhi sebatang pohon adalah Gosong Lapoipoi yang terletak antara P.
Desa Pulau Harapan (Pulau Kambuno) yang berjarak 12 km dari pusat ibukota Kabupaten Sinjai.
b. Ekosistem Pesisir
1. Mangrove
keseluruhan adalah 1157,5 Ha, meskipun demikian masih terdapat area mangrove dalam kondisi
kritis dengan luas 15 Ha yang berada di Kecamatan Tellulimpoe (Data dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Sinjai, tahun 2010). Ekosistem mangrove di Kecamatan Sinjai Utara
dan Sinjai Timur didominasi oleh Rhizopora sp. Kecamatan Sinjai Timur memiliki hutan mangrove
yang terluas yakni 802,5 Ha dengan vegetasi campuran antara spesies Rhizophora sp., Nypah
sp, Avicennia sp, dan Sonneratia sp. sedangkan mangrove di Sinjai Utara khususnya mangrove
sungai merupakan vegetasi campuran antara spesies Rhizophora sp., dan Nypah sp.
2. Padang Lamun
padang lamun dominan berada di dalam wilayah Kecamatan Pulau Sembilan yang luasnya
mencapai 1277 Ha. Pengamatan padang lamun yang dilakukan di Kecamatan Sinjai Utara,
didapatkan 11 jenis lamun yang tersebar di pulau-pulau, namun hanya beberapa jenis yang
keberadaannya hampir dijumpai di setiap pulau, antara lain Cymodocea serrulata, Enhalus
acoroides, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
habitat di rataan terumbu perairan Sinjai. Karakteristik rataan terumbu Sinjai didominasi oleh
asosiasi lamun, alga, dan karang serta organisme bentik lainnya. Beberapa jenis lainnya hanya
1 Cymodocea rotundata
2 Cymodocea serrulata
3 Enhalus acoroides
4 Halodule uninervis
5 Halophila ovalis
6 Halodule pinifolia
7 Halophila minor
8 Halophila decipiens
9 Syringodium isoetifolium
10 Thalassia hemprichii
11 Thalassodendron ciliatum
3. Terumbu Karang
terumbu karang. Hal ini dapat dilihat dari tersebarnya daerah dangkalan terumbu karang di
perairan Kabupaten Sinjai dari Pulau Sembilan hingga Desa Patongko Kecamatan Tellu Limpoe.
Dari empat kecamatan pesisir di Kabupaten Sinjai, hanya perairan Kecamatan Sinjai Utara yang
terumbu karang dominan berada di dalam wilayah Kecamatan Pulau Sembilan yang luasnya
terumbu (taka) dengan total luasan hanya sekitar 19,23 Ha, sementara di Kecamatan
Tellulimpoe tersebar di 7 dangkalan terumbu (taka) dengan luasan sekitar 72,61 Ha.
Dari hasil pengamatan langsung dengan menggunakan metode RRA untuk melihat kondisi
terumbu karang menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang umumnya telah mengalami
kerusakan. Persentase tutupan karang hidup berkisar antara 0 – 75 %, dengan kondisi kerusakan
karang yang dijumpai adalah pecahan karang (rubble), dan karang mati (dead coral).
c. Kepadatan Penduduk
sebuah indikator yang penting untuk diketahui. Penduduk Kabupaten Sinjai hingga tahun 2009
berjumlah 228304 Jiwa yang tersebar tidak secara merata dalam 9 kecamatan. Kecamatan
Sinjai Utara dan Kecamatan Sinjai Selatan merupakan kecamatan yang jumlah penduduknya
Rencana Aksi Pengelolaan Lingkungan Hidup Kawasan Teluk Bone 35
|
paling banyak dibandingkan kecamatan lainnya. Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah
Menurut jenis kelamin, penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-
laki. Sebanyak 118079 jiwa (51,72 % dari penduduk Sinjai) merupakan penduduk perempuan
dan 110225 jiwa (48,28%) merupakan penduduk laki-laki. Dari data tersebut diketahui rasio
jenis kelamin 93,34 % yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat sekitar 93
penduduk laki-laki.
Dalam lima tahun terakhir, pertumbuhan penduduk rata-rata pertahun 0,37%. Terdapat
dua kecamatan yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang menurun yakni Kecamatan
Sinjai Utara dan Kecamatan Bulupoddo. Untuk lebih jelasnya sebagaimana pada tabel di
bawah ini.
Tabel 22. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Sinjai
tahun 2009
No Kecamatan 2005 2009 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laki-laki Perempuan Total 2005-2009 (%)
(I) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Sinjai Barat 22840 11485 12112 23597 0,82
2 Sinjai Borong 15984 8344 8590 16934 1,45
3 Sinjai Selatan 35969 17985 19500 37485 1,04
4 Tellu Limpoe 31827 15851 16978 32829 0,78
5 Sinjai Timur 28168 14202 15566 29768 1,39
6 Sinjai Tengah 24106 13418 13620 27038 2,91
7 Sinjai Utara 38223 17818 19768 37586 (0,42)
8 Bulupoddo 15776 7399 8019 15418 (0,57)
9 Pulau Sembilan 7537 3723 3926 7649 0,37
Kabupaten Sinjai 220430 110225 118079 228304 0,88
Berdasarkan komposisi kelompok umur mengindikasikan bahwa penduduk laki laki dan
perempuan terbanyak berada di kelompok umur 10-14 tahun. Dilihat dari distribusinya
menunjukkan bahwa 32,87% penduduk Kabupaten Sinjai berusia muda (0 – 14 tahun), 61,79%
berusia produktif (15 – 64 tahun) dan 3,11% berusia lansia (65 tahun ke atas). Dari gambaran
tersebut diperoleh rasio ketergantungan penduduk Kabupaten Sinjai sebesar 171,77 yang
artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 177 usia non produktif.
Kepadatan penduduk didapat dari hasil bagi antara luas lahan per jumlah penduduk
yang menempatinya. Jumlah penduduk di Kabupaten Sinjai tahun 2009 sebanyak 228304 jiwa
dengan luas wilayah 819,96 Km2, berarti rata-rata kepadatan penduduk sekitar 278 jiwa/ Km2.
Kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Sinjai Utara yang
merupakan Ibukota Kabupaten Sinjai. Kecamatan dengan tingkat kepadatan terendah adalah
Tabel 24. Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Kecamatan Di Kabupaten Sinjai, Tahun 2009
No Kecamatan Banyaknya Kepadatan
2
Luas (Km ) Kepala Penduduk Per Km2
Keluarga
(I) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Sinjai Barat 135,53 5796 23597 174
2 Sinjai Borong 66,97 4454 16934 253
3 Sinjai Selatan 131,99 9135 37485 284
4 Tellu Limpoe 147,30 7758 32829 223
5 Sinjai Timur 71,88 7302 29768 414
6 Sinjai Tengah 129,70 6551 27038 208
7 Sinjai Utara 29,57 8910 37586 1271
8 Bulupoddo 99,47 4565 15418 155
9 Pulau Sembilan 7,55 1840 7649 1013
Jumlah 819,96 56311 228304 278
Sumber : Sinjai Dalam Angka Tahun 2010
Secara umum, kehidupan masyarakat di Kabupaten Sinjai tidak jauh berbeda dengan
kehidupan masyarakat pesisir pada umumnya di Sulawesi Selatan. Daerah Sinjai yang
memanjang, mencakup daerah pegunungan dan pantai memberi arti tersendiri bagi masyarakat
sebagai nelayan dan petani tambak. Tani dan nelayan menjadi sumber penghasilan utama
penduduk Sinjai. Aktivitas mencari ikan yang dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di
sekitar pantai dan pulau-pulau di wilayah rencana pada umumnya adalah sebagai nelayan
Mayoritas penduduk Kabupaten Sinjai adalah beragama islam yakni 99,97% dari
penduduk sinjai atau sebanyak 228224 jiwa, dan hanya 0,3% merupakan penduduk non muslim
(kristen, hindu, dan budha). Sedangkan berdasarkan etnis, masyarakat Kabupaten Sinjai
didominasi etnis bugis. Sedangkan suku lainnya adalah makassar, bajoe, dan suku lainnya.
Untuk masyarakat suku bajoe umumnya dijumpai dan menetap di pulau-pulau sembilan. Hal ini
Kabupaten Bulukumba terletak di bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan dan berjarak
153 Km dari Makassar (Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan). Luas wilayah Kabupaten
Bulukumba 1.154,67 Km2. Kabupaten Bulukumba terletak antara 05°20’ - 05°40’ LS dan
berikut gambaran administratif kabupaten bulukumba disajikan pada gambar dibawah ini.
b. Ekosistem Pesisir
c. Kepadatan Penduduk
Penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun 2011 tercatat sebanyak 398.531 jiwa
yang terdiri dari laki-laki 187.439 jiwa dan perempuan 211.092 jiwa. Penduduk tersebut tersebar
jiwa/km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Ujung Bulu yaitu 3.360 jiwa/km2 dan yang
Dilihat dari perkembangan jumlah penduduk dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir
yaitu periode 2007-2011 terdapat peningkatan jumlah penduduk sebesar 0,79 %. Pada
tahun 2007 berdasarkan hasil pengolahan data dari Biro Pusat Statistik Kabupaten Bulukumba
jumlah penduduk yang tercatat sebanyak 386.239 jiwa Penduduk Kabupaten Bulukumba yang
d. Kondisi Sosial-Budaya
Kabupaten Kepulauan Selayar terletak antara 5°42' - 7°35' Lintang Selatan dan 120°15' -
122°30' Bujur Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone di sebelah
Utara, Laut Flores sebelah Timur, Laut Flores dan Selat Makassar sebelah Barat dan Propinsi
1.357,03 km2 dan luas lautan 9.146,66 km2 dengan panjang garis pantai 670 km. Hingga akhir
tahun 2015, wilayah tersebut secara administratif terbagi menjadi 11 Kecamatan, 7 Kelurahan
dan 81 desa. Sebagian besar desa di Kab. Kepulauan Selayar merupakan desa pesisir yang
jumlahnya mencapai 75 desa, lembah 2 desa, lereng 5 desa dan dataran 6 desa. Selain itu,
41% wilayah Kepulauan Selayar berada di luar pulau utama. Sementara itu tipe iklim di wilayah
ini termasuk tipe B dan C, musim hujan terjadi pada bulan November hingga Juni dan
sebaliknya musim kemarau pada bulan Agustus hingga September. Pada tahun 2015 terjadi
kelurahan dan 81 desa. Tidak ada pemekaran desa maupun satuan wilayah terkecil yang terjadi
pada tahun 2015. Semua satuan wilayah yang terbentuk di Kepulauan Selayar bertujuan agar
pelayanan administrasi bisa mencapai struktur daerah terkecil hingga level rukun tangga.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kepulauan Selayar tahun 2015 mencapai lebih dari 40 miliar
Kecamatan 11 11
Desa 81 81
Kelurahan 7 7
Lingkungan 40 27
RK 348 415
RT 515 519
b. Kepadatan penduduk
Dari total 130,199 penduduk di Kepulauan Selayar tahun 2015, Kecamatan Benteng
merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu 24,414 jiwa. Sedangkan jumlah
penduduk terkecil adalah Kecamatan Buki dengan jumlah penduduk 6.353jiwa. Selama periode
kepadatan penduduk setiap km² dihuni sebanyak 96 jiwa pada tahun 2015, naik 1 poin
Dari total penduduk usia kerja (15 tahun ke atas), 60 % lebih termasuk dalam angkatan
kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dari tahun 2013-2015 mengalami fluktuasi.
Pada tahun 2015, Angkatan kerja di Kepulauan Selayar berdasarkan tingkat pendidikan,
tamatan SD ke bawah kontribusinya sebesar 56,49% , kemudian tamat SMP dan SMA sebesar
26,69% dan perguruan tinggi ( akademi / universitas ) 16,82% Pasar tenaga kerja Kepulauan
Selayar juga ditandai dengan tingginya angka kesempatan kerja. Hal ini dapat dilihat pada
tingginya persentase penduduk usia kerja yang bekerja besarnya mencapai lebih 99% pada
tahun 2015.
1. Terumbu karang
Topografi pesisir Pulau Selayar pada bagian barat cenderung membentuk rataan yang
landai dengan jarak terumbu karang kearah pantai berada pada kisaran 500 m – 1000 m.
sedangkan pada bagian timur daerah pesisir di dominasi oleh pantai terjal dengan sedikit pantai
berpasir. Pada bagian timur ini topografi terumbu karang yang ditemukan didominasi oleh
terumbu karang drop off, dengan kedalaman perairan lebih dari 100 meter. Jarak terumbu
karang dengan pantai relatif lebih dekat < 50 m. Terumbu karang di kepulauan Selayar sebagian
besar didominasi oleh terumbu karang tepi, patch reef dan atoll. Atoll terbesar di Indonesia
Hamparan terumbu karang yang luas dan pulau-pulau kecilnya yang sangat potensial
membuat Kabupaten Selayar terkenal, salah satu ikon kabupaten maritimnya adalah karena di
kabupaten ini terdapat Taman Nasional Laut Taka Bonerate yang juga dikenal sebagai
daratan utama dan pesisir pulau-pulau keci dengan sebaran terumbu karang yang berada pada
Kabupaten Selayar terdiri dari gugusan pulau dimana didalamnya terdapat pulau atol
dengan tutupan karang yang didominasi oleh bentuk koloni karang karang bulat (massif), karang
menjalar dan bercabang. Berdasarkan hasil penelitian LIPI 2015 kondisi terumbu karang
Kabupaten Selayar berada pada kondisi sedang hingga baik dimana persentase karang hidup
berada pada kisaran 7 – 50%. Dengan rata-rata persentase karang hidup adalah 30% (LIPI-
UNHAS, 2015). Terumbu karang yang sangat luas terutama di Kepulauan Macan (Taka
Bonerate), Taka Karumpa. Estimasi luasan terumbu karang kepulauan Selayar sekitar 896.77,7
selayar adalah jenis Tridacna sp (LIPI-UNHAS, 2015)., Tridacna (giant clams) termasuk dalam
kelompok bivalvia berukuran besar yang hidup didaerah terumbu karang di perairan Indo
Pasifik. Masyarkat banyak memanfaatkan biota ini karena ukurannya yang besar dan mudah
didapatkan. Penurunan populasinya dialam mengakibatkan biota ini masuk dalam daftar CITES
(Sant, 1995). dan berukuran besarhidup di habitat terumbu karang di perairan tropis Indo Pasifik
dan merupakan kelompok Bivalvia yang berukuran besar dan telah dieksploitasi secara luas
sehingga populasinya di dunia semakin menurun sehingga sudah dimasukkan dalam daftar
bagian pulau, terutama di pulau utama Selayar, dan Pulau Jampea. Jenis mangrove yang
ditemukan ada enam jenis, yaitu R. mucronata, R. apiculata, Avicennia marina, A. officinalis,
Keanekaragaman mangrove dipengaruhi oleh faktor antropogenik dan faktor alami. Salah satu
faktor antropogenik yang banyak terjadi adalah penebangan pohon mangrove, sedangkan faktor
alami antara lain kondisi luasan pantai yang terbatas. Selain itu kondisi jenis substrat dasar
3. Ekosistem Lamun
Tutupan lamun di Kabupaten Selayar berada pada kisaran 23.5% - 84.1% yang tersebar
hampir diseluruh perairan selayar kecuali di pantai timur Pulau Selayar. Di kepulauan selayar
ditemukan delapan jenis lamun yakni Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Enhalus
acoroides, Syringodium isetifolium, Halophila ovalis, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan
4. Sektor Perikanan
Di sektor perikanan, perikanan laut yang menjadi primadona dari sektor perikanan.
Produksinya mengalami kenaikan walau sedikit dimana pada tahun 2013 produksinya mencapai
28.573,2 ton maka di tahun 2014 ini menjadi 28.959,2 ton. Untuk perikanan budidaya
nampaknya mesti lebih diperhatikan. Hal ini selain untuk mengurangi eksploitasi perikanan laut
juga bisa menambah pendapatan rumah tangga. Budidaya diutamakan untuk komoditi unggulan
Perikanan (Ton)
Perairan Umum - -
Untuk kegiatan perikanan, nelayan kabupaten ini umumnya skala kecil karena
didominasi oleh perahu tanpa motor dan motor tempel, yaitu perahu tanpa motor 1.041 unit,
perahu motor tempel 2.001 unit, perahu bermesin dalam 723 unit, dan kapal motor besar 570
pancing.
Penduduk Kabupaten Kepulauan Selayar pada tahun 2007 berjumlah 117.860 jiwa yang
sebanyak 18.174 orang. Penduduk kabupaten ini didominasi oleh 5 etnis, yaitu
ekonomi berjalan lambat karena kurangnya akses transportasi yang menghubungkan dengan
daerah lain.
oleh sektor pertanian yaitu 26.285 orang, disusul jasa-jasa 12.177 orang, dan industri 5.341
orang. Namun demikian, mata pencaharian utama sebagian besar penduduk adalah sektor
perikanan dengan jenis usaha sebagai pengusaha hasil-hasil laut, pedagang ikan, penjual
Tahap awal penyusunan Rencana Aksi pengelolaan Teluk Bone adalah dengan
melakukan sosialisasi penyusunan Rencana Aksi Pengelolaan Teluk Bone oleh Badan
Lingkungan Hidup Daerah dengan stakeholder yang terkait untuk membangun persamaan
persepsi, komitmen bersama serta identifikasi awal isu tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
kewenangannya membentuk tim teknis yang terdiri dari pejabat dinas yang membidangi dengan
anggota terdiri dari SKPD/ instansi terkait sesuai dengan kewenangan dominan dan
karakteristik daerah yang bersangkutan seperti dinas kelautan, Pariwisata dan Koperasi dll.
Bila memang dibutuhkan, anggota dari instansi terkait lainnya seperti Dinas Perhubungan,
Pertambangan, Perhubungan Laut, Kesehatan, dan Pendidikan Nasional sebagai anggota tim
teknis.
Tugas tim teknis dalam penyusunan Rencana Aksi pengelolaan Teluk Bone antara lain :
Rencana Aksi pengelolaan Teluk Bone yang setidaknya meliputi arahan maksud dan
tujuan penyusunan Rencana Aksi pengelolaan Teluk Bone, hal-hal strategis terkait
Teluk Bone Tahap Pembentukan Tim Teknis pada penyusunan Rencana Aksi
Proses ini akan mengidentifikasi dan memprioritaskan peluang yang paling layak baik
dari segi finansial maupun teknis untuk mencapai tujuan tertentu. Kegiatan yang bersifat
eksperimentil atau secara teknologi tidak terbukti atau duplikasi program pengembangan
komunitas sebaiknya tidak direkomendasikan untuk diterapkan. Beberapa ide yang inovatif
sebagai proyek riset terapan dan dilaksanakan hanya oleh peneliti berkualitas.
mendaftarkan, mencatat data dan informasi terkait dengan berbagai permasalahan lingkungan
yang ada di kawasan teluk bone. Identifikasi ini diharapkan pula menjadi data awal dalam
permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian di kawasan teluk bone berdasarkan kajian
ekosistem dan potensi SDA secara terpadu yang ada dikawasan teluk bone menjadikan
tidak terstruktur dan tidak dapat membedakan program-program yang belum dan telah
dilakukan. Oleh karenanya perlunya ada upaya untuk membuat database terkait kondisi
wilayah, kajian potensi SDA, tata kelola wilayah pesisir teluk bone dan kajian kerusakan
2. Kerusakan DAS
Kerusakan DAS disebabkan oleh berbagai jenis penggunaan lahan di kawasan teluk
bone saat ini seperti penggunaan hutan, sawah, ladang, perkebunan, padang rumput,
semak belukar dan jenis lainnya yang membawa pengaruh terhadap kelestarian beberapa
Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti: DAS Jeneberang, DAS Bila, dan DAS Walanae.
Penutupan vegetasi daerah aliran sungai saat ini diperkirakan 70 % dari luas total, tetapi
dilain pihak banjir masih terus terjadi di wilayah tersebut dan bahkan dampaknya
semakin luas dan semakin lama waktu genangannya. Hal ini mengindikasikan bahwa
kondisi penutupan lahan di wilayah hulu DAS telah mengalami kerusakan sebagai akibat
Banjir merupakan merupakan masalah pokok yang terus menerus terjadi dan
intesitas terus meningkat yang perlu mendapat perhatian yang serius di Sulawesi Selatan.
Hal ini sangat meresahkan masyarakat terutama masyarakat yang bermukim di sekitar
sungai Jeneberang, Saddang, Bila, Walanae, Cendranae dan Sungai besar lainnya dengan
Sedimentasi merupakan salah satu masalah pokok lingkungan hidup yang ada di
kawasan Teluk Bone. Dimana setiap tahun terjadi peningkatan sedimentasi di beberapa
Pencemaran Air di kawasan teluk bone belakangan ini makin signifikan, hal ini
sekitarnya. Sebagaimana kita ketahui bahwa Danau, Sungai lautan dan air tanah adalah
bagian penting dalam siklus kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi. Pencemaran air disebabkan oleh berbagai hal antara lain :
Saat ini masalah pencemaran udara adalah merupakan isu yang sangat penting
mengingat meningkatnya aktivitas manusia yang setiap hari berpeluang untuk menciptakan
polusi udara yang sangat tinggi. Hal ini perlu kita sikapi bersama dengan cara menekan laju
pencemaran udara yang terjadi pada daerah kota dan daerah padat industri yang
menghasilkan zat di atas batas kewajaran. Gas-gas pencemar udara di antaranya CO, CO2,
NO, NO2, SO, SO2. Semakin banyak kendaraan bermotor dan alat-alat industri yang
mencemarkan lingkungan maka akan semakin parah pula pencemaran uadara yang terjadi,
kualitas Udara semakin memburuk di sebabkan semakin sempitnya lahan hijau atau
pepohonan di suatu daerah untuk itu perlu adanya peran serta pemerintah, pengusaha dan
Selatan.
Kerusakan hutan mangrove di kawasan teluk bone disebabkan oleh lemahnya berbagai
faktor, antara lain kebijakan pemanfaatan wilayah pesisir, Kebijakan pengelolaan hutan
mangrove, penegakan hukum dan koordinasi antar sektor instansi terkait dalam
7. Persampahan
Saat ini masalah persampahan adalah sebuah issu penting yang memerlukan
penanganan secara tepat, dimana pola konsumsi masyarakat yang belum mengarah pada
kantong plastik, kaleng dan bahan-bahan lainnya masih tinggi. Hal ini menyebabkan
tersebut tidak diikuti oleh prasarana dan sarana persampahan yang memadai sehingga
gen, spesies dan ekosistem yang merupakan sumberdaya dan jasa bagi kehidupan umat
manusia.
permasalahan tersendiri yang harus segera di atasi. Hal ini dikarenakan kondisi sanitasi,
tata kelola lingkungan yang baik menjadi salah satu faktor dalam menunjang kesehatan
masyarakat pesisir. Dengan kondisi lingkungan pemukiman yang baik maka tingkat
kesehatan, keindahan lingkungan kawasan pesisir teluk bone akan menjadi lebih baik.
pengembangan sumber daya manusia hendaknya disusun secara cermat dan tepat.
konseptual serta moral sumber daya manusia dalam memandang lingkungan. Sehingga
dengan para pemangku kepentingan melalui Focus Group Discussion (FGD) untuk dilakukan
sistematika, substansi materi dan analisa data yang digunakan dalam rancangan Rencana Aksi
Pengelolaan Teluk Bone serta mendapatkan input yang baik berupa koreksi maupun
dikonsultasikan kepada publik untuk mendapat masukan tanggapan, saran dan perbaikan
dari instansi terkait, LSM dan atau ORMAS dan masyarakat guna menghasilkan dokumen
Dokumen rencana aksi pengelolaan teluk bone ini ialah suatu bentuk dokumen formal
dan legal. Proses panjang yang telah dijalani dalam pembuatan dokumen rencana aksi ini ialah
mulai dari pembentukan tim teknis, Identifikasi isu-isu strategis, pembahasan dan perbaikan
dokumen yang dilakukan melalui FGD, diskusi formal dan informal sampai kepada pengesahan
dan penetapan aturan melalui SK. Gubernur No. 26 tahun 2015 dan No. 40 tahun 2015. Hingga
akhirnya tertanggal 20 mei 2015 penerbitan SK. Ini menjadi bentuk legal formal untuk
kabupaten/ kota, dan tingkat provinsi maupun satuan-satuan perencanaan sektoral. Keberadaan
rencana aksi teluk bone ini bukan untuk menyingkirkan program-program lingkungan yang telah
ada dalam satuan perangkat rencana kerja di tiap-tiap kabupaten/kota kawasan teluk bone.
Akan tetapi menjadi satu-kesatuan kolektif yang tak terpisahkan dan menjadi bagian dari
pengelolaan lingkungan hidup dengan sektor kepesisiran secara administratif dan spasial.
isu-isu yang termuat dalam Rencana Strategis BLHD Prov. Sulawesi Selatan. Lokasi kegiatan
Rencana Aksi Pengelolaan Teluk Bone berada pada Kawasan yang telah ditetapkan yakni di
kawasan pesisir dan laut Teluk Bone yang mencakup 9 kabupaten/Kota, sedangkan tatakelola
setiap kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi ini terutama yang menyangkut kebijakan,
mengacu pada Rencana Pengelolaan Kawasan Teluk Bone yang juga telah ditetapkan.
Semua kegiatan yang ada dalam Rencana Aksi Pengelolaan Teluk Bone ini mengacu
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Rencana Zonasi dan rencana Tata
Ruang daerah dan diintegrasikan menjadi bagian dari kegiatan yang termuat dalam Rencana
Selama ini kegiatan program lingkungan lingkup kepesisiran seringkali dihadapkan pada
berbagi persoalan SDM, baik pada tataran pemerintah daerah maupun pada tingkatan
masyarakat lokal. Pada tataran pemerintah (pusat dan daerah) budaya birokrasi yang lebih
bersifat sektoral menjadi salah satu hambatan krusial yang mengarahkan model pengelolaan
lingkungan yang bersifat terpadu. Sehingga, diperlukan waktu yang cukup lama untuk merubah
menerapkan pola model kegiatan berbasis lingkungan masih dihadapkan pada berbagai
tangga yang sangat rendah mengakibatkan daya beli terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar
sangat terbatas, menjadikan mereka rentan melakukan ekploitasi sumberdaya yang bersifat
mereplikasi paket-paket teknologi yang diberikan. Keterbelakangan ini merupakan bagian dari
mendiami wilayah pesisir. Ketertarikan komunitas ini diakibatkan adanya sumberdaya pesisir
Demikian sebaliknya, segmen masyarakat pesisir telah memiliki kualitas hidup yang lebih
baik, misalnya tingkat pendidikan membaik cenderung berurbanisasi dan meninggalkan wilayah
pesisir seakan-akan membentuk suatu lingkaran setan. Oleh karena itu, persoalan penerapan
kegiatan lingkungan berbasis kepesisiran dan kelautan secara terpadu terletak pada
kemampuan SDM. Isu ini telah menjadi alasan yang melatarbelakangi berbagai proyek/program
mempaketkan kualitas SDM, misalnya pendidikan dan latihan, lokakarya, dan seminar.
Selama ini kegiatan rencana aksi pengelolaan lingkungan di wilayah Sulawesi Selatan
program-program yang difasilitasi oleh pemerintah daerah (PEMDA) dilakukan melalui suatu
perencanaan. Sebelum pemberlakuan UU. No. 25/2004, satuan perencanaan ini merupakan
jangka panjang (ii) perencanaan pembangunan jangka menengah (5 tahun) (iii) rencana kerja
pemerintah daerah.
dari APBN, baik melalui anggaran pemerintah murni-maupun dari alokasi dana CSR dan
pendanaan APBD. Alokasi dana setiap program dari kegiatan yang bersumber dari APBN
bersumber dari pemerintah daerah dikoordinasi oleh Bappeda, setelah mendapat persetujuan
dari DPRD.
oleh perencanaan yang telah dipersiapkan oleh lembaga donor (Founding research). Sistem
perencanaan ini biasanya tidak terintegrasi dengan perencanaan yang telah ada di daerah.
kepesisiran selama ini yang dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran diantaranya :
kegiatan yang sama dilakukan oleh beberapa instansi yang berbeda, misalnya
rehabilitasi mangrove melalui penanaman tegakan pada area kritis dilakukan oleh dinas
kehutanan, Bappeda, BLHD dan dinas kelautan dan perikanan. Kelemahan utama pada
kasus di atas adalah tidak adanya konsistensi dalam menggerakkan mandat dan
memiliki akses terhadap kegiatan tersebut. Padahal aspirasi masyarakat yang tidak
terakomodasi ini justru merupakan representasi isu atau persoalan masyarakat itu.
Perencan dan pelaksana program khawatir melibatkan masyarakat dalam jumlah yang
besar karena keterbatasan biaya. Hal ini disebabkan karena sikap masyarakat terhadap
suatu proyek sering diidentikkan dengan umpan balik berupa materil seperti uang.
kegiatan-kegiatan yang dapat membangun sikap yang benar dan motivasi kuat untuk
dilakukan oleh pelaksana (individu/kelompok) yang tidak memiliki kapasitas yang relevan
dengan paket kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan karena sistem seleksi tidak berjalan
optimal.
4. Sebagian besar kegiatan kepesisiran yang telah terlaksana selama ini hanya berupa
masyarakat lokal untuk meneruskan secara mandiri, tetapi perencanaan proyek dan
pasca proyek tidak dipersipakan secara menyeluruh sehingga sebagian besar kegiatan
tersebut tidak berlanjut dan tidak tereplikasi, akibatnya manfaat (outcome) dan solusi
yang ingin dicapai dari kegiatan/program tersebut tidak tercapai. Seharusnya, masa
pasca proyek adalah periode dimana masyarakat masih perlu mendapatkan fasilitas dan
Responsive Attitude).
Dalam menyusun Rencana Aksi Pengelolaan lingkungan hidup kawasan teluk bone, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu daya dukung sumberdaya dan lingkungan pesisir,
masyarakat, keterlibatan dunia usaha dan kearifan lokal yang masih dianut oleh masyarakat
setempat.
pesisir dan puau-pulau kecil selain itu kajian terhadap dokumen meliputi arah kebijakan
lingkungan hidup.
digunakan sebagai panduan arahan untuk melindungi wilayah pesisir dan laut
daerah, yang secara ekologis sangat penting, yaitu vegetasi mangrove, padang
f. Pendekatan Aspiratif, yaitu dokumen ini diharapkan mampu mengatasi konflik dalam
Begitu banyak program dan kegiatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau namun karena keterbatasan beberapa hal yang membutuhkan
penanganan secara cepat sehingga diperlukan penyusunan rencana aksi skala priorotas.
1. Berdayaguna, artinya kegiatan aksi dapat bermanfaat secara ekonomi, yang dapat
dukung Lingkungan, artinya setiap kegiatan dalam rencana aksi tidak boleh melebihi dari
(APBN dan Loan/grant) biasanya mensyaratkan kriteria dan kondisi tertentu sehingga
tidak secara otomatis dapat digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang telah
dirancang.
dan tidak terbatas hanya pada kelompok masyarakat tertentu atau terhadap
6. Mengakomodasi Rencana Kerja SKPD, artinya Rencana Aksi disusun dengan menyesuaikan
6. Pengembangan Terlaksananya Daerah Selayar, 1000 Selayar, 1000 Selayar, 100 Selayar, 1000 Selayar, 1000 DKP/Dishut/DINAS
hasil database dan pengembangan pesisir Bulukumba Bulukumba Buluku 0 Bulukumba Bulukumba PENGELOLAAN LH
spasial pada hasil database dan laut , Sinjai, , Sinjai, mba, , Sinjai, , Sinjai,
outlet/daerah dan spasial pada sepanjan Bone, Bone, Sinjai, Bone, Bone,
kabupaten outlet/daerah g teluk Wajo, Wajo, Bone, Wajo, Wajo,
kabupaten bone Luwu, Luwu, Wajo, Luwu, Luwu,
Palopo, Palopo, Luwu, Palopo, Palopo,
Luwu Luwu Palopo, Luwu Luwu
Utara, Utara, Luwu Utara, Utara,
Luwu Luwu Utara, Luwu Luwu
Timur Timur Luwu Timur Timur
Timur
Strategi Operasional c. :
Pengelolaan sumberdaya Mangrove berkelanjutan, peningkatan Kualitas SDM dan pengembangan potensi kawasan ekowisata Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove lestari di Kawasan Teluk Bone
1 Pemulihan 1. Penyusunan Tersusunnya Daerah Luwu 500 Luwu 250 Wajo, 500 Selayar, 500 Sinjai, 500 DKP/Dishut/DINAS
kawasan pedoman pedoman pesisir Utara, Palopo Bulukumba Bone PENGELOLAAN LH
mangrove yang pelaksanaan pelaksanaan dan laut Luwu
mengalami krisis rehabilitasi rehabilitasi sepanjan Timur
mangrove mangrove g teluk
bone
2. Pelatihan teknik Terlaksananya Daerah Luwu 500 Luwu 250 Wajo, 500 Selayar, 500 Sinjai, 500 DKP/Dishut/DINAS
rehabilitasi bagi pelatihan teknik pesisir Utara, Palopo Bulukumba Bone PENGELOLAAN LH
dinas/instansi rehabilitasi bagi dan laut Luwu
terkait dan dinas/instansi sepanjan Timur
masyaraat terkait dan g teluk
masyaraat bone
3. Pelaksanaan Terlaksananya Daerah Luwu 500 Luwu 250 Wajo, 500 Selayar, 500 Sinjai, 500 DKP/Dishut/DINAS
kegiatan rehabilitasi kegiatan pesisir Utara, Palopo Bulukumba Bone PENGELOLAAN LH
mangrove pada rehabilitasi dan laut Luwu
kawasan kritis mangrove pada sepanjan Timur
kawasan kritis g teluk
bone
3. Survey kondisi Dilakukannya sur 3 kab. Di Luwu, 500 Luwu, 500 Luwu, 500 Luwu, 500 Luwu, 500 DKP /DINAS
ekosistem lamun di vey kondisi kawasan Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, PENGELOLAAN LH
kawasan teluk ekosistem lamun Teluk Palopo Palopo Palopo Palopo Palopo
Bone di kawasan teluk Bone
Bone
4. Pembuatan Dibuatnya 3 kab. Di Luwu, 450 Luwu, 450 Luwu, 450 Luwu, 450 Luwu, 450 DKP /DINAS
peraturan daerah peraturan daerah kawasan Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, PENGELOLAAN LH
terkait DPL terkait DPL Teluk Palopo Palopo Palopo Palopo Palopo
ekosistem padang ekosistem Bone
Lamun padang Lamun
5. Pembentukan Terbentuknya 3 kab. Di Luwu, 450 Luwu, 350 Luwu, 300 Luwu, 300 Luwu, 300 DKP /DINAS
dan sosialisasi dan kawasan Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, PENGELOLAAN LH
kawasan Daerah tersosialisasinya Teluk Palopo Palopo Palopo Palopo Palopo
Perlindungan Laut kawasan Daerah Bone
(DPL-ekosistem Perlindungan
padang Lamun) Laut (DPL-
ekosistem
padang Lamun)
6. Pembentukan Terbentuknya 3 kab. Di Luwu, 500 Luwu, 400 Luwu, 300 Luwu, 300 Luwu, 250 DKP /DINAS
kelompok kelompok kawasan Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, Wajo, PENGELOLAAN LH
masyarakat masyarakat Teluk Palopo Palopo Palopo Palopo Palopo
kawasan DPL kawasan DPL Bone
ekosistem padang ekosistem
lamun padang lamun
2 Pengurangan Laju 1. Transplantasi Dilakukannya Daerah Sinjai 250 Selayar 250 Luwu 250 Bone 250 Bulukumba 250 DKP /DINAS
kerusakan Karang yang transplantasi pesisir PENGELOLAAN LH
terumbu karang mengalami Karang yang dan laut
dan pengelolaan kerusakan mengalami sepanjan
kawasan terumbu kerusakan g teluk
karang bone
6.1. Pemantauan
Untuk menjawab kebutuhan teknis di lapangan terutama pada masyarakat pesisir dan
penguatan kelembagaan maka perlu dilakukan pelatihan, baik yang bersifat keterampilan
lebih difokuskan pada pelatihan - pelatihan yang meningkatkan kapabilitas staf birokrat dalam
menganalisis data dan Informasi sumberdaya wilayah pesisir yang berorientasi pada
perencanaan ataupun pada peningkatan produksi dan pelayanan kepada masyarakat. Ada
pesisir bisa dilakukan secara kontinu, seperti Teknik Pemetaan/Kartografi, GIS, Evaluasi
Monitoring merupakan salah satu hal penting dalam pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut. Monitoring merupakan pemantauan yang bersifat pengawasan yang dilakukan
dengan tujuan agar program tersebut dapat berjalan sesuai dengan rencana awal yang telah
dapat dilakukan tindakan - tindakan pencegahan pada kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana awal. Program monitoring ini nantinya diharapkan dapat lebih mengoptimalkan
6.2. Evaluasi
perlu proses review atau pengkajian yang mendalam menyangkut output dan outcome
program. Bahan evaluasi yang akan direview berasal dari rencana, temuan di lapangan dan
hasil monitoring. Hasil dari review akan memutuskan apakah rencana kegiatan yang diusulkan
masih relevan atau tidak, sehinggga perlu dilakukan amandemen (perubahan-perubahan) baik
pada program pokok itu sendiri maupun pada kegiatan-kegiatan yang dialokasikan di dalamnya.
Perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat yang tidak relevan lagi
dengan arahan yang terdapat dalam dokumen Rencana Pengelolaan ini maka perlu
Pengelolaan ini maka Tim Pengarah dan pengelola Proyek harus membahasnya bersama-sama
Jangka waktu antara review disesuaikan dengan kebutuhan, terutama yang terkait
Pengelolaan Teluk Bone berlaku selama 1 (satu) – 5 tahun terhitung mulai sejak ditetapkan.
Pelaksanaan review dapat pula dilakukan ketika terjadi perubahan yang dinamis dalam konteks