SKRIPSI
Oleh :
Oleh :
Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin
Fachrie Rezka Ayyub, L 111 02 018. Studi Rekrutmen Makro Alga pada
Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau Kayangan, Samalona dan
Barranglompo, Makassar. Di bawah bimbingan Jamaluddin Jompa sebagai
pembimbing ketua dan Khairul Amri sebagai pembimbing anggota.
Sulawesi Selatan merupakan wilayah penyebaran makro alga atau rumput laut
yang cukup luas, khususnya di berbagai pulau di kawasan Spermonde. Salah satu
bentuk pendekatan untuk mendapatkan informasi mengenai komposisi jenis dan sebaran
makro alga yaitu dengan studi rekrutmen. Studi rekrutmen ini juga diperlukan untuk
memahami struktur komunitas terumbu karang.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui penutupan makro alga yang
rekrut pada beberapa lokasi penempatan dan dimensi kolektor dalam waktu yang
berbeda. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh daratan utama
Makassar terhadap penutupan makro alga pada kolektor di Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo berdasarkan letak pulau tersebut. Adapun
kegunaannya sebagai informasi mengenai rekrutmen makro alga di Pulau
Kayangan, Samalona dan Barranglompo sehingga dapat digunakan dalam
pengelolaan terumbu karang. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi sumber
informasi untuk penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilaksanakan selama 9 (sembilan) bulan, mulai bulan Maret
sampai bulan November 2006, yang berlokasi di mintakat reef flat Pulau Kayangan,
Samalona dan Barranglompo, Makassar. Pada setiap pulau ditentukan 2 (dua)
stasiun pengamatan, yaitu lokasi berhadapan (winward) dan terlindung (leeward)
dari arus. Penelitian ini menggunakan tegel kolektor berbentuk bujur sangkar
dengan ukuran 10x10 cm2 dan tebal sekitar 1 (satu) cm yang dipasang pada
substrat karang dan dilakukan penggantian setiap satu bulan tiga pekan (± 50 hari).
Dari hasil penelitian ini, makro alga yang rekrut terdiri atas 13 ordo, 15
famili dan 19 genera. Penutupan rata-rata tertinggi adalah genera Peyssonnelia
sebesar 9,39 %. Penutupan makro alga terbesar yaitu pada Pulau Kayangan dan
terkecil pada Pulau Barranglompo, namun komposisi jenis terbanyak terdapat pada
Pulau Barranglompo dan tersedikit adalah Pulau Samalona. Gerakan arus
menyebabkan total penutupan pada posisi leeward lebih besar jika dibandingkan
dengan posisi winward, sedangkan komposisi jenis posisi winward lebih banyak
dibandingkan posisi leeward. Penutupan dan komposisi makro alga tertinggi terjadi
pada bulan September – November dan yang terendah pada bulan Mei – Juli.
Berdasarkan dimensi kolektor, penutupan makro alga pada posisi atas lebih tinggi
dibandingkan posisi samping.
Kata Kunci : Rekrutmen, Settlement Plate, Makro Alga, Reef Flat, Pulau Kayangan,
Pulau Samalona, Pulau Barranglompo.
HALAMAN PENGESAHAN
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman, M.P. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si.
NIP. 131 860 849 NIP. 131 992 466
Makassar tahun 1996, pendidikan lanjutan di SLTP Neg. 6 Makassar tahun 1999
Laut.
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kec. Bontoa Kab. Maros, Praktek Kerja Lapang (PKL)
tahun 2006. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi
Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu Karang Pulau
Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. dan Bapak Khairul Amri, ST, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi
dengan judul Studi Rekrutmen Makro Alga pada Mintakat Reef Flat di Terumbu
akhir untuk memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Ilmu Kelautan Universitas
Hasanuddin.
Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap apa yang dilakukan dapat
bermanfaat dan membawa kepada suatu kebaikan. Oleh karenanya, kritik dan
Akhirnya kepada semua pihak yang tak sempat penulis sebut namanya satu
demi satu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dengan
tumpuan harapan semoga Allah SWT membalas segala budi baik para pihak yang
Wassalam.
PENULIS
UCAPAN TERIMA KASIH
berikut :
pada saat pemilihan judul, penyusunan draft, sampai kepada tahap akhir
Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya satu demi satu, yang telah
khususnya Komunal 2002 yang tidak sempat disebutkan namanya satu demi
satu, kesemuanya penulis ucapkan terima kasih atas segala toleransi yang
tua penulis tercinta, Ayahanda Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh, SH. MH. dan
Ibundaku dr. Hj. Nursiah Dg. Ugi, yang telah melahirkan dan membesarkan
7. Seiring dengan ucapan tersebut di atas, penulis tujukan pula kepada nenek,
paman dan tante penulis khususnya Hj. Rahma Dg. Bulang, yang telah banyak
yang telah banyak membantu dalam mengerjakan karya ini melalui semangat
dan doanya.
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN
Simpulan ..................................................................................................... 46
Saran ........................................................................................................... 47
LAMPIRAN ........................................................................................................ 51
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
11. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak
pulau ............................................................................................................ 58
12. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau .... 58
13. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi
pulau ............................................................................................................ 59
14. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu
penelitian ..................................................................................................... 60
15. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu
penelitian ..................................................................................................... 60
Nomor Halaman
10. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-pulau (p≤0,05) .......... 31
11. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-pulau ............. 32
(p≤0,05) ....................................................................................................... 36
15. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-posisi pulau ... 37
16. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-posisi pulau .......... 38
17. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-bulan (p≤0,05) .......... 39
18. Penutupan makro alga pada kolektor setiap pulau selama penelitian ........ 40
19. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-bulan ............. 41
21. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-dimensi (p≤0,05) ...... 43
22. Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau ........................ 43
23. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-dimensi .......... 44
Nomor Halaman
Nomor Halaman
Latar Belakang
Makro alga laut yang hidup di dasar laut (bentik) dikenal dengan bermacam-
macam nama, misalnya agar-agar, ganggang atau rumput laut. Makro alga adalah
tumbuhan bertalus yang banyak dijumpai hampir di seluruh perairan pantai Indonesia
terutama di rataan terumbu karang. Makro alga bentik ini umumnya terdiri atas divisi
Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah)
dirinya pada substrat lumpur, pasir, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu
ataupun kayu. Adapula yang hidupnya melekat pada tanaman lain yang bersifat
makro alga laut merupakan salah satu produsen primer, sebagai tempat asuhan biota
laut simbion, sebagai tempat mencari makan, lebih jauh asosiasinya dengan terumbu
karang, makro alga memberi kontribusi besar dalam menghasilkan zat kapur sebagai
matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tanaman laut, pada
kedalaman yang sudah tidak didapatkan cahaya matahari, makro alga tidak dapat
hidup. Iklim dan letak geografis menentukan pula jenis-jenis makro alga yang
laut yang keberadaannya melibatkan berbagai komponen floristik dan faunistik yang
erat kaitannya dengan faktor lingkungan fisik habitatnya. Flora yang berada di
ekosistem terumbu karang ini tumbuh tersebar berdasarkan kecocokan habitat atau
Sulawesi Selatan merupakan wilayah penyebaran makro alga atau rumput laut
yang cukup luas, khususnya di berbagai pulau di kawasan Spermonde (Jompa, 2002;
komposisi jenis dan sebaran makro alga untuk pengelolaan wilayah tersebut.
dengan studi rekrutmen. Rekrutmen merupakan salah satu mata rantai penting yang
menjaga eksistensi populasi dari suatu organisme (Bellgrove et al., 2004). Studi
rekrutmen makro alga juga bertujuan untuk memahami struktur komunitas terumbu
karang. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang rekrutmen makro alga pada
daerah terumbu karang, serta melihat pengaruh dari faktor lingkungan terhadap
rekrutmen tersebut.
terumbu karang.
2. Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
dari arus.
Penelitian ini dibatasi pada masalah penutupan makro alga yang rekrut
oseanografi yaitu suhu, salinitas, kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, nitrat dan
fosfat.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Luning (1990) menyatakan bahwa tubuh makro alga umumnya disebut talus.
Talus merupakan tubuh vegetatif alga yang belum mengenal diferensiasi akar,
batang dan daun sebagaimana yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi.
Talus makro alga umumnya terdiri atas blade yang memiliki bentuk seperti
daun, stipe (bagian yang menyerupai batang) dan holdfast yang merupakan bagian
dari talus yang serupa dengan akar. Pada beberapa jenis makro alga, stipe tidak
dijumpai dan blade melekat langsung pada holdfast. Blade pada makro alga
substrat dan pengaruh lingkungan seperti gelombang dan arus yang kuat yang
bentuk talus yang bervariasi. Caulerpa memiliki bentuk seperti pipa tanpa sekat
dengan talus hanya tersusun atas satu sel yang mengandung banyak inti.
Sedangkan Halimeda sp memiliki talus yang keras karena banyak mangandung zat
Menurut Soegiarto dkk. (1978), bentuk luar makro alga tidak mempunyai
perbedaan susunan kerangka antara akar, batang dan daun. Keseluruhan dari
tanaman ini merupakan batang yang dikenal sebagai talus. Ada beberapa tanaman
ini yang mempunyai bentuk kerangka tubuh menyerupai tanaman yang berakar,
hanyalah talus belaka. Bentuk talus makro alga ada bermacam ragam. Ada yang
bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, seperti rambut dan lain
sebagainya. Talus ini ada yang tersusun oleh hanya satu sel (uniselluler) dan atau
calcareous algae, turf algae, erect calcareous algae dan fleshy macroalgae.
topografi substrat. Crustose Coralline Algae (CCA) juga termasuk dalam kelompok
ini.
Kelompok makro alga berikutnya yaitu erect calcareous algae (Gambar 3).
Sifat substansi talusnya keras diliputi atau mengandung zat kapur. Umumnya
ini yang paling umum dikenal sebagai makro alga. Bentuk talus biasanya tumbuh
tegak di atas substrat. Namun terdapat juga makro alga yang bentuk talusnya
seperti pita.
Sebaran Makro Alga
besarnya ada dua keadaan yaitu lokasi yang selalu tergenang air (submerged) dan
lokasi-lokasi yang hanya sewaktu-waktu saja tergenang air, lokasi pasang surut
atau intertidal. Lokasi-lokasi yang selalu tergenang air antara lain : (1) lereng luar
terumbu (reef slope) sampai ke dasar perairan, (2) parit-parit (moats) yang berada
di bagian sisi dalam dinding terumbu (reef edges), (3) perairan goba (lagoons) yang
penghubung atau kanal tempat keluar masuknya air pada saat pasang surut.
Lokasi-lokasi yang mengalami kekeringan pada saat surut dan terkena air
pada saat pasang antara lain : (1) paparan atau rataan terumbu (reef flats),
(2)pantai batas rataan terumbu dan daratan, (3) daerah pematang alga (reef edges)
dan (4) gudus atau tumpukan karang batu mati di daerah pinggir luar rataan
terumbu (rampart).
pola sebaran lokasi tersebut dan berdasarkan kesesuaian substrat dasar sebagai
tempat melekat. Substrat berupa karang mati lebih banyak ditemukan makro alga
dibanding substrat karang hidup yang pada proses awalnya dihuni oleh makro alga
berbentuk tabung dan disusul kemudian oleh makro alga dalam bentuk dan ukuran
Rataan terumbu (reef flat) umumnya bersubstrat pasir dan terdapat pula di
beberapa tempat karang batu dan karang hidup. Pada saat surut air rendah
sebagian besar mengalami kekeringan dan pada waktu air pasang terendam air.
Alga yang tumbuh di daerah ini umumnya memiliki ketahanan terhadap suasana
acerosa, Gelidiopsis, Halimeda, Padina dan Ulva. Secara fisik alga tersebut
dilengkapi dengan adaptasi untuk kondisi kekeringan seperti substansi talus yang
tampak dan ada juga yang berupa lembaran tipis (Cribb, 1984).
rekrutmen komunitas itu sendiri. Berbagai studi telah meneliti faktor-faktor yang
perekrutan makro alga, walaupun makro alga telah dipandang sebagai organisme
yang cukup menonjol dan penting pada komunitas intertidal dan subtidal. Studi-
spasial dan temporal dalam hal ketersediaan propagula dan pergerakan air yang
dapat berperan dalam proses perekrutan makro alga (Bellgrove et al., 2004).
Sebagai akibatnya, studi lebih lanjut yang menggambarkan pola-pola ini telah
dianjurkan pada ekosistem lain. Dalam sistem laut, perlu studi pola spasial
organisme dalam skala yang berbeda untuk menguraikan proses ekologis yang
mungkin saja mengatur pola-pola tersebut, juga pentingnya pemahaman lebih lanjut
Sementara studi lainnya telah menilai variasi temporal dan spasial pada
berlimpahnya populasi dewasa dan larva invertebrata bentik laut, beberapa studi
yang tersisa telah mempelajari pola-pola ini untuk menetapkan pengelompokan
alga, khususnya di Australia, ada juga studi yang masih mempelajari variabilitas
temporal dan spasial pada tingkatan fase awal hidup makro alga. Akan tetapi,
penting pemahaman variasi pada tingkatan fase awal hidup alga dan menilai
rekrutmen, atau agar tingkatan fase awal hidup alga menjadi subyek penekanan
antara zona dekat pantai dan zona-zona Hormosira tidak hanya bergantung pada
Komposisi dan banyaknya propagula dalam lajur dan penerimaan air juga
berbeda antara tiap zona, hal ini menunjukkan variasi seiring dengan lamanya
waktu. Hal ini mengindikasikan bahwa pola distribusi dan jumlah makro alga di
pantai tidak hanya merupakan sebuah refleksi akan rekrutmen dan suplai
propagula.
sangat penting bagi struktur dan dinamika kumpulan makro alga. Banyak studi
compressa) dan kedua hal ini dapat menjadi indikasi akan tingkat kematian pasca-
Suhu
pembatas yang penting dalam lingkungan bahari. Setiap makhluk hidup memiliki
tubuh talus berhenti, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan
rusaknya enzim dan hancurnya mekanisme biokimia dalam talus makro alga.
Perubahan suhu yang ekstrim juga akan mengakibatkan kematian bagi makro alga,
(Luning,1990).
penaikan suhu yang tinggi akan dapat menurunkan keanekaragaman jenis makro
alga. Namun ada beberapa jenis makro alga yang tahan terhadap perubahan suhu,
sampai pada suhu 30 0C, dan mengalami penurunan secara drastis pada suhu di
fisika, kimia dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan
kondisi suhu dan intensitas cahaya atau pada kombinasi di antara kedua parameter
suhu antara 25 – 30 0C, tetapi terhambat pada suhu rendah dan intensitas cahaya
tinggi (Aslan,1998).
Salinitas
alga di laut. Makro alga yang mempunyai toleransi yang besar terhadap salinitas
(eurihalin) akan tersebar lebih luas di banding dengan makro alga yang mempunyai
tinggi (30 – 35 ‰). Gracilaria yang berasal dari Atlantik dan Pasifik Timur
38‰) dengan kadar optimum 25 ‰, yang ditunjang kadar nitrogen dan fosfat yang
rendah dan berhubungan langsung dengan pasang surut dan curah hujan
(Aslan,1998).
terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan pada proses
Kecepatan arus
lingkungan dan status makro alga dalam suatu komunitas. Gelombang dan arus
amat penting dalam proses aerasi, transpor nutrisi dan pencampuran air untuk
Gelombang juga penting untuk mengontrol biomassa. Hal ini terlihat pada
saat ombak besar/badai, banyak material dari makro alga yang terdampar di
sepanjang tepi pantai. Umumnya arus juga mempengaruhi distribusi lokal makro
alga dan monodifikasi faktor lingkungan dan dengan cara mengurangi kondisi
salinitas, temperatur air, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO) dan lain-lain
(Darley, 1982).
Banyak jenis makro alga yang beradaptasi terhadap tipe substrat yang
berbentuk cakram (discoidal) yang disebut hapter. Holdfast jenis ini mencengkeram
substrat dengan kuat dan umumnya dijumpai di daerah yang berarus kuat
(Sze,1993).
dari jenis substrat dan gerakan air pada masing-masing lokasi serta cara alga bentik
lautan. Dengan bantuan cahaya matahari, makro alga mensintesis bahan organik
dari unsur yang lebih sederhana. Agar dapat berfotosintesis, makro alga harus
tumbuh di bagian laut yang dangkal, sehingga kebutuhan akan cahaya matahari
dapat terpenuhi.
beberapa faktor. Di antaranya ialah penyerapan cahaya oleh atmosfir, cuaca, sudut
faktor dalam suatu perairan di mana fitoplankton dan organisme hidup seperti
matahari adalah faktor utama yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan laut sepeti
makro alga, di mana pada kedalaman tertentu yang sudah tidak didapatkan cahaya
dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, nilai kekeruhan juga
semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan
Nitrat
Distribusi vertikal nitrat di laut menujukkan bahwa kadar nitrat semakin tinggi
semakin tinggi menuju ke arah pantai, dan kadar tertinggi biasanya ditemukan di
perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.
di perairan berasal dari wilayah pertanian yang menggunakan pupuk secara intensif
maupun dari kegiatan domestik. Sedangkan sebagian besar nitrogen yang terlibat
Fosfat
reproduksi alga bila zat hara tersebut melimpah di perairan. Kadar nitrat dan fosfat
nigrescnce).
Fosfor juga merupakan nutrien utama bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
itu, fosfor juga berasal dari dekomposisi bahan organik. Sumber antropogenik
fosfor adalah limbah industri dan domestik, yakni fosfor yang berasal dari detergen.
Faktor Biotik
Beberapa jenis ikan yang bersifat herbivor, gastropoda dan bulu babi, menjadikan
Littler et al. (1983) berasumsi bahwa terumbu karang tidak akan bertahan
hidup jika tidak ada herbivor, karena dasar perairan yang bersubstrat keras akan
penuh ditumbuhi makro alga, sehingga dengan sendirinya organisme pembentuk
yang besar bagi lingkungan dan organisme yang lain di sekitarnya, yaitu makro alga
gelombang yang kuat, menjadi naungan dan tempat berlindung dari pemangsa
alga. Hewan moluska dapat memakan spora dan menghambat pertumbuhan stadia
muda alga, sedangkan ikan herbivora memakan alga sehingga merusak talus dan
akan mengurangi jumlah spora yang dihasilkan oleh alga (Lotze et al., 2000).
III. METODE PENELITIAN
sampai bulan November 2006, yang berlokasi di mintakat reef flat Pulau Kayangan,
Hasanuddin.
perairan, layang-layang arus untuk mengukur arah dan kecepatan arus, makroskop
untuk mengamati sampel, obeng untuk memasang tegel, palu untuk melubangi
substrat dasar, pensil dan sabak sebagai alat tulis menulis bawah air, peralatan
speed boat sebagai transportasi dan termometer untuk mengukur suhu perairan.
10x10 cm2 sebagai substrat buatan dan wadah/baki tempat merendam kolektor.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun
representatif, yaitu yang memiliki keragaman jenis karang tinggi. Setiap pulau
terlindung (leeward) dari arus, pada mintakat reef flat dengan kedalaman ± 3 (tiga)
Positioning System.
119023I48,9II BT. Sedangkan zona yang mendapat pengaruh arus lebih lemah
(leeward) adalah sebelah barat laut pulau dengan koordinat 506I41,1II LS dan
119023I50,8II BT.
119020I24,2II BT. Sedangkan zona yang mendapat pengaruh arus lebih lemah
119020I25,3II BT.
Lokasi yang berhadapan dengan arus (winward) di Pulau Barranglompo
Sedangkan lokasi yang terlindung dari arus (leeward) adalah sebelah barat laut
alga, diukur secara in-situ dan laboratorium pada 6 (enam) stasiun yang telah
sampel. Adapun parameter, alat dan teknik pengamatan disajikan dalam Tabel 1
berikut.
Tabel 1. Parameter oseanografi yang diukur, alat yang digunakan dan teknik
pengamatannya
Parameter Teknik
No. Satuan Alat yang digunakan
oseanografi pengamatan
0
1 Suhu C Termometer In-situ
0
2 Salinitas /00 Salinometer In-situ
3 Kedalaman m Depthmeter In-situ
4 Kecepatan arus m/detik Layang-layang arus In-situ
5 Kekeruhan NTU Turbiditymeter Laboratorium
6 Nitrat ppm Spektrofotometer Laboratorium
7 Fosfat ppm Spektrofotometer Laboratorium
• Kekeruhan
yang diukur disimpan dalam botol gelap. Hal ini untuk mencegah
tetes larutan brucine sulfat dan 2 (dua) ml H2SO4. Kemudian didiamkan selama 30
• Kandungan Fosfat
kerja analisisnya adalah metode asam askorbik. Sampel dipipet 2 (dua) ml,
Tegel kolektor berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10x10 cm2 dan tebal
sekitar 1 (satu) cm (Gambar 6). Luas permukaan tegel (atas, bawah dan samping)
ialah masing-masing 100 cm2 untuk permukaan atas dan bawah serta 40 cm2 untuk
sisi samping. Untuk memudahkan dalam pemasangan, pada bagian tengah dibuat
lubang kecil untuk sekrup. Bahan tegel ini dibuat dari batu alam. Jumlah
Lubang sekrup
10 cm
10 cm
memakai sekrup. Tegel dipasang di setiap mintakat pada substrat karang (Gambar
ulangan pada masing-masing stasiun. Kelima tegel tersebut akan dibiarkan selama
satu bulan tiga pekan (± 50 hari) dan dilakukan penggantian selama 9 (sembilan)
bulan penelitian.
Tegel yang telah dipasang selama satu bulan tiga pekan (± 50 hari), lalu
diangkat dan diganti dengan yang baru. Penggantian tegel dilakukan dengan cara
sampel dibungkus dengan kertas koran sebanyak 5 (lima) lapis dan dimasukkan ke
dalam kantong sampel untuk menghindari gesekan antara tegel dan benda-benda
lain.
Pengamatan Penutupan Makro Alga
pengamatan selanjutnya. Kolektor direndam di dalam baki yang berisi aquades dan
Pengambilan gambar dari jenis makro alga yang direkrut dilakukan dengan
mengidentifikasi yaitu Price dan Scott (1992), Atmadja dkk. (1996), Cribb (1996)
Analisis Data
terdiri atas 100 kisi masing-masing berukuran 1x1 cm2 (Gambar 8). Penutupan dari
setiap marga alga yang rekrut, dihitung dengan menggunakan formula Saito dan
∑ (mi x fi)
C =
∑f
Di mana :
C = Penutupan setiap marga makro alga (%)
mi = % rata-rata dari kelas
f = Frekuensi (jumlah sektor yang didominasi oleh kelas yang sama (i))
Tabel 2. Kriteria penutupan berdasarkan skala
mintakat dan antar waktu pengambilan, dilakukan uji statistik dengan menggunakan
Pulau Kayangan
kondisi terumbu karang Pulau Kayangan termasuk jelek. Kondisi yang jelek
ini terutama disebabkan oleh perairan keruh yang kurang mendukung untuk
Penutupan alga pada mintakat reef flat di periode I sebesar 2,32 % dan
sebesar 9,67 %.
Pulau Samalona
bahwa kecepatan arus permukaan Pulau Samalona cukup tinggi. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh pengaruh arus dari aliran Sungai Jeneberang serta
Pada umumnya daerah reef flat Pulau Samalona didominasi oleh karang
keras (44 %), pecahan karang (15,5 %) dan karang lunak (13,75 %). Penutupan
dead coral algae (DCA) pada mintakat ini 10 % dan makro alga sebesar 3 %.
Sedangkan daerah reef slope juga didominasi oleh karang keras (27,5 %), DCA
(24 %), pasir (14 %) dan pecahan karang sebesar 11,75 % (PPTK, 2006.a).
Pada daerah reef top pulau ini menunjukkan ada 14 genera makro alga
yang terdiri atas lima genera dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi
Phaeophyta dan lima genera dari divisi Rhodophyta. Sedangkan pada daerah reef
edge terdapat 15 genera makro alga yang terdiri atas lima genera dari divisi
Chlorophyta, empat genera dari divisi Phaeophyta dan enam dari divisi Rhodophyta
(Octaviani, 2002).
Pulau Barranglompo
utama Makassar, dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Pada sisi timur
pulau ini terdapat dua buah dermaga yang dijadikan sebagai tempat bersandarnya
kapal-kapal besar, karena cenderung lebih dalam meskipun dalam keadaan surut.
didominasi oleh DCA dan pecahan karang yang masing-masing 32,36 % dan
pulau ini menunjukkan ada 13 genera makro alga yang terdiri atas empat genera
dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi Phaeophyta dan lima genera dari
divisi Rhodophyta. Sedangkan pada daerah reef edge ditemukan 15 genera makro
alga yang terdiri dari lima genera dari divisi Chlorophyta, empat genera dari divisi
Suhu
alga. Rata-rata suhu bulan Mei 30,83 0C, Juli 28,67 0C, September 29,83 0C dan
0
November 30,83 C. Adapun rata-rata suhu tertinggi ditemukan pada Pulau
0 0
Samalona (30,38 C), kemudian Pulau Barranglompo (30,13 C) dan Pulau
(Luning, 1990). Kisaran suhu di lokasi penelitian masih dalam batas toleransi untuk
Salinitas
Juli dan September sebesar 30,17 0/00, sedangkan yang terendah di bulan Mei yaitu
29,33 0/00. Jika dilihat berdasarkan lokasi penelitian, rata-rata salinitas tertinggi
pada Pulau Samalona sebesar 30,63 0/00, kemudian Pulau Barranglompo 29,63 0/00,
sedangkan yang terendah di Pulau Kayangan yaitu 29,5 0/00 (Lampiran 3, Tabel 10).
0
Alga bentik tumbuh pada perairan dengan salinitas 13 – 37 /00
(Soegiarto dkk., 1978). Menurut Luning (1990), makro alga umumnya hidup di laut
dengan salinitas antara 30 – 32 0/00, namun banyak jenis makro alga hidup pada
Kecepatan Arus
gelombang yang besar dan terekspos pada daerah intertidal berbatu dan substrat
yang padat.
Dari hasil penelitian, rata-rata kecepatan arus tertinggi adalah di bulan Mei
sebesar 0,08 m/s, sedangkan terendah di bulan Juli dan September yaitu 0,06 m/s.
Berdasarkan lokasi penelitian, rata-rata kecepatan arus tertinggi pada Pulau
Samalona dan Barranglompo sebesar 0,08 m/s, sedangkan yang terendah di Pulau
Kekeruhan
tertinggi terjadi pada bulan Juli yaitu 0,62 NTU, kemudian berturut-turut bulan
September (0,55 NTU), Mei (0,51 NTU) dan November (0,39 NTU). Pada stasiun
cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh alga (Puren dkk., 2001).
perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga.
Rata-rata kadar nitrat pada perairan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu
0,78 ppm, kemudian berturut-turut bulan September (0,58 ppm), Mei (0,4 ppm) dan
Juli (0,26 ppm). Pada stasiun penelitian, rata-rata kadar nitrat tertinggi ditemukan di
Pulau Kayangan (0,7 ppm) dan terendah di Pulau Barranglompo (0,29 ppm).
pada waktu akhir penelitian yaitu sebesar 0,56 ppm, sedangkan kadar terendah
ditemukan pada bulan Juli sebesar 0,27 ppm. Pulau yang memiliki rata-rata kadar
fosfat tertinggi adalah Pulau Kayangan (0,52 ppm), dibandingkan dengan Pulau
Samalona (0,4 ppm) dan kadar terendah pada Pulau Barranglompo (0,27 ppm).
Tingginya kadar nitrat dan fosfat kemungkinan dikarenakan oleh aktivitas
industri dan domestik dari daratan utama Makassar. Hal ini menyebabkan kadar
Mulyadi (2007), perairan Indonesia dipengaruhi oleh tipe iklim Muson, sehingga
terjadi proses upwelling pada beberapa periode, antara lain musim peralihan kedua
(September – November).
Dari hasil penelitian rekrutmen diperoleh genera makro alga seperti yang
didapatkan 13 ordo, 15 famili dan 19 genera. Makro alga dari kelas Chlorophyceae
Hildenbrandia.
Penutupan rata-rata makro alga yang rekrut pada kolektor dapat dilihat
pada Gambar 9.
Sphacelaria 0.73
Spermothamnion 7.26
Sargassum 1.03
Ralfsia 9.19
Polyshiponia 3.28
Peyssonnelia 9.39
Padina 0.55
Lobophora 1
Hildenbrandia 6.89
Genera
Halimeda 0.05
Eucheuma 2.15
Enteromorpha 0.19
Dictyota 1.59
Cladophora 8.44
Chlorodesmis 2.69
Caulerpa 0.09
Bryopsis 0.01
Amphiroa 2.43
Acanthophora 0.03
0 2 4 6 8 10 12
Penutupan (%)
Selanjutnya berturut-turut didominasi oleh Ralfsia (9,19 %), Cladophora (8,44 %),
dua jenis dari genera ini yang tersebar di Kepulauan Spermonde, yaitu P. capensis
dan P. conchicola. Habitat dari genera ini cukup luas karena kemampuan tumbuh
pada daerah pasang surut dan perairan, baik tertutup bahkan terkena ombak
ini tumbuh pada habitat pasang surut, terkadang juga ditemukan pada perairan
persentase penutupan brown encrusting algae ini yang rekrut pada substrat buatan
ini tersebar sangat luas pada daerah pasang surut, baik mintakat tertutup sampai
semi-terbuka.
Cribb (1984) memaparkan bentuk pertumbuhan dari Cladophora tergolong
sebagai turf algae. Dari hasil pendataan yang dilakukan pada tiga lokasi di Great
Barrier Reef, kelompok tumbuhan alga yang paling berperan adalah turf algae,
dengan total line cover 50,5 %. Penutupan ini sangat tinggi jika dibandingkan
dengan kelompok fleshy macroalgae (29,9 %), erect calcareous algae (6,4 %) dan
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kadar nitrogen, fosfor, perubahan
Coralline Algae (CCA). Makro alga ini ditemui rekrut dengan penutupan yang tinggi
pada setiap stasiun. Cribb (1996) sering menemukan genera ini pada daerah
Beberapa jenis CCA mengandung zat kimia yang menfasilitasi pelekatan dan
metamorfosis beberapa planula karang keras dan planula karang lunak. Namun
jika penutupannya pada substrat sangat tinggi, maka akan terjadi kompetisi ruang
bahwa sebaran jenis makro alga ini di daerah tropik Indo-Pasifik belum banyak
menunjukkan keterkaitan yang kuat dengan hewan herbivora dan beberapa kadar
Dari hasil perhitungan penutupan makro alga yang rekrut, dapat dilihat
Samalona dan penutupan yang terkecil adalah pada Pulau Barranglompo. Total
70
a
60 a
b
50
Penutupan (%)
40
30 62.37 58.98
50.33
20
10
0
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau
Gambar 10. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-pulau (p≤0,05)
makro alga pada kolektor antar-pulau terdapat perbedaan yang nyata (p≤0,05).
Pulau Kayangan dan Samalona memiliki penutupan makro alga yang lebih tinggi
Samalona, di mana letak pulau tersebut dekat dari daratan utama Makassar,
letak Pulau Barranglompo relatif jauh dari pengaruh daratan utama Makassar dan
di mana rata-rata kadar nitrat dan fosfat ditemukan tertinggi di Pulau Kayangan dan
Menurut McCook dan Price (1996), kondisi eutrofik dapat diakibatkan oleh
kandungan padatan tersuspensi dan nutrien pada zona dalam perairan yang
mintakat tersebut.
18
16
14
12
Genera
10
8 16
15 14
6
4
2
0
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau
Gambar 11. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-pulau
Barranglompo, dengan jumlah makro alga yang rekrut sebanyak 16 genera. Hal ini
diduga dikarenakan kondisi terumbu karang di pulau tersebut yang masih bagus
(Puren dkk., 2001). Menurut Littler dan Littler (1984), semakin kompleks dan
arus dan tingginya tingkat sedimentasi juga dapat mengakibatkan komposisi makro
Sphacelaria
Spermothamnion
Sargassum
Ralfsia
Polyshiponia
Peyssonnelia
Padina
Lobophora
Hildenbrandia
Genera
Halimeda
Eucheuma
Enteromorpha
Dictyota
Cladophora
Chlorodesmis
Caulerpa
Bryopsis
Amphiroa
Acanthophora
0 2 4 6 8 10 12 14
Penutupan (%)
adalah Padina. Hal ini diduga karena genera ini melimpah pada kondisi eutrofik,
seperti yang ditemukan Octaviani (2002) di mana Padina melimpah pada pulau-
menyebabkan genera ini melimpah pada stasiun tersebut. Umar et al. (1998)
menemukan genera ini mendominasi pada waktu sedimentasi tinggi di mintakat reef
cukup tinggi di Pulau Kayangan dibandingkan pulau lainnya. Atmadja dkk. (1996)
mengemukakan bahwa sebaran genera ini tidak begitu luas. Dictyota tumbuh
Peyssonnelia dan Ralfsia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kuatnya arus di
stasiun tersebut.
Di pulau ini rekrut genera Acanthopora yang tidak ditemukan di stasiun lain.
Namun penutupannya cukup kecil yaitu sebesar 0,66 %. Menurut Atmadja dkk.
(1996), sebaran makro alga ini tidak begitu luas, biasanya tumbuh melekat di
Di Pulau Samalona, makro alga yang rekrut hampir sama dengan di Pulau
frekuensi kemunculan Amphiroa di Pulau Samalona yaitu 0,25, baik di daerah reef
top maupun reef edge. Genera ini tersebar di sebelah utara dan selatan pulau.
Dari hasil pendataan makro alga di Kepulauan Spermonde, jenis yang banyak
pulau lain adalah Bryopsis, Caulerpa dan Halimeda. Hal ini kemungkinan
sebelah barat dan utara pulau. Sedangkan Halimeda ditemukan di setiap sisi pulau,
Chlorodesmis di Pulau Barranglompo pada daerah reef top dan reef edge yang
tersebar di sebelah utara, selatan dan barat pulau. Genera lainnya yaitu
Lobophora, Jompa (2002) mengemukakan bahwa jenis dari Lobophora yang paling
(Aslan, 1998). Selain itu, arus mempengaruhi sebaran dan melekatnya spora
penutupan makro alga berdasarkan posisi pulau terdapat perbedaan yang nyata
berdasarkan posisi pulau. Total penutupan pada posisi leeward (59,43 %) lebih
60 b
a
50
Penutupan (%)
40
30 59.43
55.02
20
10
0
Winward Leeward
Posisi
Gambar 13. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-posisi pulau
(p≤0,05)
Hal ini membuktikan bahwa perbedaan penutupan makro alga bentik antar-
lokasi pengamatan tidak lepas dari gerakan air pada masing-masing lokasi,
spora pada substratnya. Walaupun sirkulasi air di posisi leeward lebih lemah
dibandingkan posisi winward, namun gerakan air di posisi tersebut masih cukup
70
a a a
60 a b
50 a
Penutupan (%)
40
10
0
Winward Leeward Winward Leeward Winward Leeward
winward dan leeward di Pulau Kayangan dan Samalona tidak berbeda yang nyata
(p≥0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan posisi pada pulau tersebut memiliki
posisi winward dan leeward menunjukkan perbedaan yang nyata (p≤0,05). Aktivitas
pasokan nutrien pada posisi leeward lebih tinggi dibandingkan posisi winward,
sehingga penutupan makro alga pada kolektor posisi leeward menjadi lebih tinggi.
pulau, komposisi jenis di posisi winward lebih banyak yaitu 18 genera dibandingkan
20
18
16
14
12
Genera
10
18
8 16
6
4
2
0
Winward Leeward
Posisi
Gambar 15. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-posisi pulau
(Gambar 16). Hal ini diduga berkaitan dengan cara alga bentik melekatkan dirinya
pada substrat.
Sphacelaria
Spermothamnion
Sargassum
Ralfsia
Polyshiponia
Peyssonnelia
Padina
Lobophora
Hildenbrandia
G enera
Halimeda
Eucheuma
Enteromorpha
Dictyota
Cladophora
Chlorodesmis
Caulerpa
Bryopsis
Amphiroa
Acanthophora
0 2 4 6 8 10 12
Penutupan (%)
Winward Leeward
Gambar 16. Penutupan rata-rata setiap genera pada kolektor antar-posisi pulau
dan karakteristik spora yang berbeda dengan alga yang berada di perairan tenang.
Aslan (1998) mengemukakan spora alga yang tumbuh di perairan yang selalu
berombak dan berarus kuat, umumnya bersifat cepat tenggelam dan mempunyai
nyata penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu penelitian (p≤0,05).
dengan ketiga waktu penelitian lainnya, sedangkan bulan Maret – Mei, Mei – Juli
dan Juli – September tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 15).
sebesar 62,74 %, sedangkan penutupan terendah adalah bulan Mei – Juli sebesar
sebesar 53,28 %.
70
ab b
60
a a
50
Penutupan (%)
40
30 62.74
54.4 54.09 57.68
20
10
0
Maret - Mei Mei - Juli Juli - September September -
November
Bulan
Gambar 17. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-bulan (p≤0,05)
Hal ini diduga berhubungan erat dengan perbedaan kadar nitrat dan fosfat
dan terendah pada bulan Juli (Lampiran 3, Tabel 10). Tingginya kadar nitrat dan
nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
Paul, 2002). Di lokasi penelitian, sumber nutrien dapat berasal dari kegiatan
industri dan domestik, baik dari daratan utama Makassar maupun masing-masing
pulau.
80
b b
70
ab ab
60 a a a a
a a a a
Penutupan (%)
50
40
70.11
62.14 65.33
30 57.61 57.19 60.84
55.81 53.78 52.77
49.64 48.87 50.04
20
10
0
Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov Mar-Mei Mei-Jul Jul-Sept Sept-Nov
Gambar 18. Penutupan makro alga pada kolektor setiap pulau selama penelitian
Distribusinya sama dengan pola umum penutupan makro alga pada kolektor
penutupan makro alga pada kolektor tidak berbeda nyata antar-waktu penelitian
penelitian Mulyadi (2007), proses tersebut biasa terjadi pada bulan peralihan kedua
(September – November).
Gerakan naik ini membawa serta perairan bawah yang kaya nutrien. Tingginya
kadar hara, terutama nitrat dan fosfat, di permukaan dipadukan dengan intensitas
cahaya matahari yang tinggi, akan memacu laju fotosintesis (Mulyadi, 2007).
18
16
14
enera 12
10
8 17 17
G
14
6 13
4
2
0
Maret - Mei Mei - Juli Juli - September September -
November
Bulan
Gambar 19. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-bulan
Dari hasil penelitian, komposisi jenis makro alga yang paling banyak
17 genera. Sedangkan komposisi jenis terendah makro alga yang rekrut ditemukan
Sphacelaria
Spermothamnion
Sargassum
Ralfsia
Polyshiponia
Peyssonnelia
Padina
Lobophora
Hildenbrandia
Genera
Halimeda
Eucheuma
Enteromorpha
Dictyota
Cladophora
Chlorodesmis
Caulerpa
Bryopsis
Amphiroa
Acanthophora
0 2 4 6 8 10 12 14
Penutupan (%)
komposisi jenis antar-bulan penelitian. Kecuali genera Bryopsis dan Halimeda yang
nirat dan fosfat pada perairan. Selain itu, tingkat kekeruhan mempunyai kontribusi
cukup besar untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan,
di mana tingkat turbiditas tertinggi ditemukan pada bulan Juli dan terendah bulan
tertinggi terjadi bulan April – Agustus, kemudian bulan Oktober di mana distribusi
temporal lebih spesifik per jenis. Berbeda halnya dengan yang ditemukan Jernakoff
(1985) dalam Bellgrove et al. (2004), rekrutmen makro alga tercepat pada musim
pola antar-musim, tetapi lebih menjelaskan distribusi temporal dalam tahun yang
Penutupan rata-rata makro alga tertinggi pada Pulau Kayangan, Samalona dan
40
30 60.72
53.73
20
10
0
Atas Samping
Dimensi
Gambar 21. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor antar-dimensi (p≤0,05)
Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau disajikan pada
Gambar 22. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara dimensi
(p≤0,05).
50
45 a
a
40 b b a
35
b
Penutupan (%)
30
25
43.98 41.50
20 38.37 37.09 35.92
15 31.18
10
5
0
Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Kayangan Samalona Barranglompo
Pulau & Dimensi
Gambar 22. Penutupan makro alga pada dimensi kolektor setiap pulau
mana pada kolektor dimensi atas lebih banyak ditemukan makro alga, jika
jarang ditemukan makro alga, sehingga pada dimensi tersebut lebih didominasi oleh
biotik lain, misalnya karang keras, sponge, hewan bercangkang dan organisme
sehingga akan berdampak bagi proses fotosintesis alga. Menurut Darley (1982),
mutu dan kuantitas cahaya berpengaruh terhadap produksi spora dan pertumbuhan
makro alga.
20
18
16
14
12
Genera
10
17 18
8
6
4
2
0
Atas Samping
Dimensi
Gambar 23. Jumlah genera makro alga yang rekrut pada kolektor antar-dimensi
Berdasarkan Gambar 23, nampak bahwa jumlah genera makro alga yang
rekrut pada kolektor antar-dimensi tidak jauh berbeda, yaitu 17 genera pada
Dari hasil penelitian ditemukan banyak kesamaan genera yang rekrut pada
dimensi atas dan samping. Perbedaan genera antar-dimensi kolektor yaitu pada
adalah dimensi samping lebih didominasi oleh genera yang pertumbuhan talus
berkerak dan menjalar, yang biasanya melekat kuat mengikuti topografi substrat.
Sedangkan dimensi atas, genera yang memiliki talus tegak juga cukup
Sphacelaria
Spermothamnion
Sargassum
Ralfsia
Polyshiponia
Peyssonnelia
Padina
Lobophora
Hildenbrandia
Genera
Halimeda
Eucheuma
Enteromorpha
Dictyota
Cladophora
Chlorodesmis
Caulerpa
Bryopsis
Amphiroa
Acanthophora
0 2 4 6 8 10 12 14
Penutupan (%)
Atas Samping
Sedangkan dimensi atas lebih didominasi oleh makro alga dari kelas
Simpulan
1. Makro alga yang rekrut terdiri atas 13 ordo, 15 famili dan 19 genera, dengan
(9,39 %), Ralfsia (9,19 %), Cladophora (8,44 %), Spermothamnion (7,26 %),
2. Tipe makro alga yang mendominasi pada kolektor adalah encrusting calcareous
(55,02 %), sedangkan komposisi jenis posisi winward (18 genera) lebih banyak
terendah pada bulan Mei – Juli (54,09 %), komposisi jenis juga ditemukan
tertinggi pada bulan September – November (17 genera) dan yang terendah
penutupan makro alga pada dimensi atas (60,72 %) lebih tinggi dibandingkan
3. Perlu diadakan penelitian tentang kompetisi ruang antara makro alga dengan
Belliveau, S. A. dan V. J. Paul, 2002. Effects of herbivory and nutrients on the early
colonization of crustose coralline and fleshy algae. Marine Ecology Progress
Series. Vol. 232: 105 – 114.
Cribb, A. B., 1984. The Algae of the Great Barrier Reefs. Kingswood Press.
Underwood. Queensland. Australia.
Dawes, C. J., 1981. Marine Botany. John Wiley and Sons. New York.
English, S., C. Wilkinson dan V. Baker, 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resources. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia.
Ismail, 2002. Studi rekrutmen karang keras (skleraktinia) di daerah reef slope Pulau
Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Jompa, J., 2002. Penilaian ekosistem Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan.
Laporan Akhir Pusat Studi Terumbu Karang. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Lotze, H. K., B. Worm dan U. Sommer, 2000. Propagule banks, herbivory and
nutrient supply control population development and dominance patterns in
macroalgal blooms. Oikos 89 : 46 – 58.
McCook, L. J., 2000. Competition betwen coral and algal turfs along a gradient of
terrestrial influence in the nearshore central Great Barrier Reefs. Townsville.
Queensland. Australia.
Nybakken, J. W., 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Peckol, P., 1983. Seasonal physiological responses of two brown seaweed species
from a North Carolina continental shelf habitat. Elsevier. Journal of
Experimental Marine Biology and Ecology. Vol. 72, pp. 147 – 155.
Price, I. R. dan F. J. Scott, 1992. The Turf Algal Flora of the Great Barrier Reef ;
Part I. Rhodophyta. James Cook University. Townsville. Australia.
Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK), 2006.a. Laporan kondisi terumbu karang
Pulau Samalona Makassar. Laporan Pusat Penelitian Terumbu Karang.
Makassar.
Pusat Penelitian Terumbu Karang (PPTK), 2006.b. Metode pengambilan dan
analisis data transek permanen terumbu karang pada beberapa lokasi di
perairan Kepulauan Spermonde. Laporan Pusat Penelitian Terumbu Karang.
Makassar.
Puren, H. H., W. Moka, A. Tuwo dan A. A. A. Husain, 2001. Kondisi terumbu karang
di Pulau Kayangan, Barrang Lompo dan Kapoposang, Kepulauan
Spermonde Sulawesi Selatan. Torani. Vol. 11 (2) Desember 2001 : 73 – 78.
Rata, S., 2003. Rekrutmen karang batu (Skleraktinia) pada mintakat reef flat dan
reef slope di terumbu karang Pulau Barrang Lompo, Makassar. Skripsi.
Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana, 2001. Biologi Laut : Ilmu Tentang Biota Laut.
Djambatan. Jakarta.
Safii, L. O., 2004. Studi ekologi makro algae di daerah reef-top perairan Pulau
Barrang Lompo Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Soegiarto, A., Sulistijo, W. S. Atmadja dan H. Mubarak, 1978. Rumput Laut (Algae);
Manfaat, Potensi dan Usaha Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional-
LIPI. Jakarta.
Sumich, J., 1992. An Introduction to the Biology of Marine Life. WMC Brown.
Dubuque. Iowa.
Sze, P., 1993. A Biology of Algae. Wm. C. Brown Publishers. Dubuque. Iowa.
1 mm
1 mm
1 mm
1 mm
Polyshiponia
1 mm
Sargassum
Tabel 4. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Kayangan
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Amphiroa 10.5 5.06 2.93 0 2.25 1.13 3.15 3.56
Chlorodesmis 3.23 3.38 0 0 2.93 4.69 6.45 10.5
Cladophora 0 0 10.95 8.63 7.95 5.06 1.8 0
Dictyota 0 0 8.03 3 6.23 2.63 4.05 3.55
Enteromorpha 2.1 1.5 0 0 0 0 0 0
Eucheuma 0 0 0 0 2.03 4.13 3.68 5.63
Hildenbrandia 11.25 12.19 3.15 16.13 2.85 9.19 2.93 3.36
Lobophora 0.6 2.06 0 0 0 0 0 0
Padina 0 0 0.6 0 0.15 0 0 0
Peyssonnelia 5.62 8.81 6.04 22.88 4.58 13.31 1.43 10.68
Polyshiponia 0.6 0 3.6 0 9.9 8.81 16.28 13.68
Ralfsia 17.53 20.44 0 0 6.41 5.06 12.71 10.5
Sargassum 6.23 0 13.2 0 9.15 2.06 11.93 4.3
Spermothamnion 2.7 0.75 7.65 4.5 6.3 3.56 3.3 0
Sphacelaria 0 0 2.55 0 3.26 0.38 4.2 1.69
Tabel 5. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Kayangan
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Amphiroa 13.88 8.53 1.88 2.63 1.35 1.88 1.88 4.88
Cladophora 0 0 33.75 24.56 18.15 15 6.23 0
Dictyota 0 0 0 0 2.63 3.94 4.05 6.75
Eucheuma 0 0 0 0 2.7 6 5.03 12.75
Hildenbrandia 11.63 10.88 1.88 2.25 0.68 1.45 0 0
Padina 0 0 3.9 0 4.2 4.5 5.775 7.5
Peyssonnelia 24.75 19.13 8.81 14.81 8.10 11.25 12.08 15.19
Polyshiponia 0 0 0 0 11.25 5.06 19.95 9.56
Ralfsia 0 0 0 0 4.95 7.69 8.78 11.44
Spermothamnion 22.8 4.31 12.98 7.5 7.28 4.31 5.7 0
Sphacelaria 0 0 0 0 2.25 0 3.6 0
Tabel 6. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau Samalona
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Acanthophora 0 0 0 0 0.15 0 1.5 0
Amphiroa 3 2.25 2.25 1.5 3.3 5.63 4.13 8.63
Chlorodesmis 7.69 3 0 0 0 0 0 0
Cladophora 13.95 6.38 17.25 7.13 15.3 8.91 11.48 10.13
Dictyota 0 0.75 0 0 0 0 0 0
Eucheuma 0 0 0 0 4.2 4.13 6.75 6.38
Hildenbrandia 7.54 8.81 4.88 11.63 4.8 9.94 5.63 5.44
Lobophora 1.5 4.88 0 0 0.75 0.75 1.2 3.38
Peyssonnelia 1.88 2.25 3 12.75 6.45 10.88 7.66 9.38
Polyshiponia 5.44 0 1.13 0 0.6 0 0 0
Ralfsia 11.25 13.31 16.88 6.38 14.85 6.94 10.8 5.63
Sargassum 0 0 0 0 0.98 0 1.69 0
Spermothamnion 9.19 8.06 9.38 9.75 11.33 11.06 11.55 11.25
Tabel 7. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di leeward Pulau Samalona
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Amphiroa 4.09 0 0 0 1.88 0 2.93 0
Chlorodesmis 5.7 4.5 0 0 5.03 3 7.95 5.25
Cladophora 2.1 1.88 6.08 7.69 4.2 8.91 4.43 10.13
Dictyota 0 0 0 3 0.56 2.63 1.73 0
Eucheuma 0 0 0 0 5.29 1.88 8.18 3.38
Hildenbrandia 20.81 16.13 6.75 6.75 6.15 7.13 6.68 10.88
Lobophora 1.8 3.38 0 0 0 3.33 0 6.38
Peyssonnelia 12.11 16.31 6 11.81 4.05 12.66 5.33 12.94
Polyshiponia 0 0 0 0 3.53 0 6.6 0
Ralfsia 7.8 6.75 34.5 12.75 19.95 11.16 8.4 11.06
Spermothamnion 7.65 1.13 7.5 8.44 9.75 8.25 13.99 8.44
Sphacelaria 0 0 0 0 3.15 0 4.13 0
Tabel 8. Penutupan rata-rata makro alga pada kolektor di winward Pulau
Barranglompo
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Amphiroa 0 0 2.4 2.63 1.05 1.88 1.2 0
Bryopsis 0 0.38 0 0 0 0 0 0
Chlorodesmis 4.91 1.13 5.85 0 4.95 1.5 4.13 0.75
Cladophora 15.53 9 11.25 2.25 7.13 2.81 4.31 4.88
Dictyota 0 0 1.5 3 2.85 2.34 4.05 2.25
Enteromorpha 0 0 0 0 0.98 0 1.5 0
Eucheuma 0 0 0 0 1.8 1.88 2.7 4.88
Halimeda 2.25 0.38 0 0 0 0 0 0
Hildenbrandia 4.28 4.03 9 11.63 4.5 6.56 0 0
Lobophora 0 3 0 1.31 0 1.13 0 1.41
Peyssonnelia 5.74 7.03 1.8 16.5 5.18 10.22 7.31 11.25
Polyshiponia 2.93 0 0 0 4.88 1.97 7.13 4.83
Ralfsia 8.03 4.69 2.85 2.44 7.76 7.69 11.81 11.81
Spermothamnion 8.96 8.44 10.5 5.06 6.26 4.59 2.31 2.06
Sphacelaria 0 0 0 0 1.05 0.38 1.5 0.38
Penutupan (%)
September –
Genus Maret – Mei Mei – Juli Juli – September
November
Atas Samping Atas Samping Atas Samping Atas Samping
Amphiroa 0 0 0 0 0 1.13 0 1.5
Caulerpa 0 0 0 0 0 1.5 0 3
Chlorodesmis 6.38 0 7.2 0 4.8 3.38 4.05 6.75
Cladophora 16.73 6.09 10.95 9.56 10.58 8.06 10.88 7.13
Dictyota 0 0 0 0 1.2 1.31 1.2 3
Enteromorpha 0 0 0 0 1.2 0 1.73 0
Eucheuma 0 0 0 0 1.58 2.06 2.21 3.94
Hildenbrandia 6.6 6 6 7.31 9.15 6.94 10.35 8.81
Lobophora 0 0 0 0 1.28 2.91 1.95 5.06
Peyssonnelia 7.5 12.75 6.53 15.75 3 10.69 0 6.75
Polyshiponia 0 0 0 0 6.43 1.5 8.61 3.38
Ralfsia 16.35 9 13.35 7.5 11.7 6.75 11.06 4.31
Spermothamnion 14.1 6.38 10.13 11.25 1.46 7.41 4.28 5.06
Sphacelaria 0 0 0 0 2.85 0 3.68 0
Lampiran 3. Parameter oseanografi setiap stasiun selama penelitian
Tabel 11. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak
pulau
Tabel 12. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan letak pulau
95% Confidence
Mean Difference Std. Interval
(I) Pulau (J) Pulau (I-J) Error Sig. Lower Upper
Bound Bound
Kayangan Samalona 3.39358 1.83068 .195 -1.0204 7.8075
Barranglompo 12.04161(*) 1.83068 .000 7.6277 16.4556
Samalona Kayangan -3.39358 1.83068 .195 -7.8075 1.0204
Barranglompo 8.64803(*) 1.83068 .000 4.2341 13.0620
Barranglompo Kayangan -12.04161(*) 1.83068 .000 -16.4556 -7.6277
Samalona -8.64803(*) 1.83068 .000 -13.0620 -4.2341
Tabel 13. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan posisi
pulau
Tabel 14. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu
penelitian
Tabel 15. Uji lanjut penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan waktu
penelitian
Tabel 16. Analisis ragam penutupan makro alga pada kolektor berdasarkan
dimensi kolektor