Anda di halaman 1dari 15

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN SOSIAL

Nama :

Mirza Ghulam Ahmad 201810260311076


Ferdi Agung Prasetiyo 201810260311077
Yusuf Novaldo 201810260311078

JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Agama Islam dan Kemuhammadiyahan ini.
Kami menyusun makalah ini dengan hasil diskusi bersama. Oleh karena itu, kami
sangat menghormati dan menghargai pikiran- pikiran penulis lain yang menjadi sumber
acuan dalam menulis makalah ini. Namun, bagaimana pun hal ini membuat kami berbuat
hati- hati dan tanggung jawab serta upaya yang maksimal demi terselesainya makalah ini
dengan sebaik-baiknya. Dalam memenuhi unsur kemudahan dalam memahami isi makalah
ini, kami mengupayakan menggunakan bahasa yang relatif sederhana dan mudah di pahami.
Selain itu, kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang terlibat
dalam proses kontribusi untuk menyelesaikan tugas makalah ini, khususnya kepada dosen
mata kuliah Agama Islam dan Kemuhammadiyahan, yaitu Bpk. Sugeng Santoso, M.Pd .
Yang mana beliau telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada kami atas
tugas makalah ini.
Bagaimanapun, tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih butuh banyak
pembelajaran. Namun, kami berharap bahwasanya tugas makalah yang kami buat ini dapat
memberikan manfaat bagi semua orang yang membaca.

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................


DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A. Konteks sejarah bangsa indonesia..................................................................
B. Kaum santri penggerak pembaruan............................................................... 3
C. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan terbuka.........................
E. Dampak gerakan sosial muhammadiyah........................................................
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................................
B. Daftar Pustaka................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (Social movement) maksudnya adalah segala upaya
yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat
(islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam. Dalam konteks sosial,
Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan kontribusi dalam segala bidang, politik,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama kepada bangsa dan hal ini telah di lakukan oleh
Muhammadiyah sejak Muhammadiyah di dirikan sampai saat ini. Misi Muhammadiyah
dalam bidang sosial diarahkan kepada terwujudnya manusia Indonesia yang berkualitas dan
mampu bersaing di dunia global. Dalam mewujudkan gerakan sosial tersebut,
Muhammadiyah mendorong etos kerja dan amanah bagi semua pengemban amal usaha
Muhammadiyah. Dengan etos semacam ini, Syafiq Mughni pernah menyatakan bahwa, ada
orang bilang Muhammadiyah itu seperti jam dinding. tidak kedengaran bunyinya tapi
bergerak terus. Di dalamnya terdapat onderdil yang beragam tapi membentuk suatu sistem.
Masing-masing menjalankan fungsinya dengan baik. Sekalipun kadang mengalami trouble, ia
segera berjalan normal ketika ditangani dengan baik oleh ahlinya. Analog itu kedengarannya
berlebihan, tetapi itulah penilaian banyak orang. Muhammadiyah dikenal bukan karena suka
konflik. Ia dikenal karena mempunyai banyak amal usaha dan pikiran-pikiran pencerahannya.
Tidak sedikit orang penasaran, apa rahasia di balik performance (kinerja) seperti itu.
Sebagian dari jawabannya ialah karena kesadaran sejarah. Perjalanan Muhammadiyah masa
lampau dengan seluruh Dinamikanya adalah bahan baku bagi bangunan Muhammadiyah.
Orang tidak mungkin memahami jika tidak menghayati denyut nadinya. Sejarah perjalanan
sebuah organisasi sangat penting untuk kesehatannya, sebagaimana Medical record penting
bagi kesehatan seseorang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa arti muhammadiyah sebagai gerakan sosial ?

2. Apa makna kehadiran muhammadiyah sebagai gerakan sosial ?

3. Bagaimana gerakan sosial muhammadiyah itu?


1.3 Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana muhammadiyah sebagai gerakan sosial dan juga memahami
makna kehadiran muhammadiyah sebagai gerakan sosial tersebut serta mengetahui tentang
bagaimana gerakan sosial muhammadiyah tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konteks Sejarah Bangsa Indonesia


Pada awal abad XX kita menyaksikan suatu perkembangan penting dalam perjalanan
sejarah masyarakat Indonesia ketika daerah perkotaan menggeser peranan komunikasi
pedesaan sebagai tempat berlangsungnya perubahan. Jika tuntutan akan lahan dan
tenaga kerja kaum penjajah telah mengubah tatanan masyarakat di abad XIX, maka
pertumbuhan usaha perdagangan dan industri di abad XX telah merangsang
pertumbuhan dan pembangunan di bidang kehidupan sosial di pusat-pusat kegiatan
tersebut.

Peranan perdagangan dan industri dalam menggerakkan mobilitas sosial, terutama


sangat menonjol di sektor perstekstilan dan batik di beberapa kota di Jawa. Di samping
perdagangan dan industri, peranan pendidikan dalam mobilitas sosial juga tidak dapat
dikesampingkan. Sartono mengatakan bahwa kebijakan pengangkatan pegawai negeri
didasarkan pada pendidikan, dan pendidikan ala ibarat lebih di dahulukan. Meskipun
untuk jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan di tuntut adanya “trah” bangsawan,
namun pendidikan umum telah menghasilkan mobilitas vertikal dari banyak orang
tanpa memandang asal-usul keturunan.

Para pedagang, cendekiawan dan pegawai pemerintah merupakan golongan menengah


kota, dapat ditambahkan pemilik tanah di daerah pedalaman yang merupakan golongan
menengah pedesaan. Kedua jenis golongan menengah ini berbeda satu sama lain
karena yang satu sangat di pengaruhi pemikiran barat tentang masyarakat bebas,
sedangkan golongan kedua hidup dalam masyarakat yang relatif tertutup.

Dengan latar belakang kondisi di atas, terdapat tiga golongan muslim yaitu golongan
muslim yang berorientasi kebudayaan islam yang disebut kaum santri dengan
golongan muslim tradisi atau adat, dan golongan muslim yang berorientasi pada
pemikiran barat. Golong menengah santri memiliki sejarah yang panjang. Orang
peraya bahwa penganjur dan penyebar islam pertama adalah kaum pedagang di kota-
kota sepanjang pantai. Pusat-pusat kaum santri di bagian-bagian kita yang disebut
kaum di kota-kota di Jawa, juga merupakan pusat perdagangan dan industri.

B. Kaum Santri Penggerak Pembaruan


Para santri merupakan kelompok yang paling dinamis dalam sejarah Indonesia. Di
abad XIX, kebangkitan agama dalam bentuk pembenahan lembaga pendidikan
pesantren dan gerakan terekat islam, dipimpin oleh para pemuka agama di pedesaan,
yakni para kiai. Pemerintah kolonial selalu mencurigai kaum santri, sampai-sampai
melakukan beberapa usaha dan tindakan untuk membatasi pengaruh kebangkitan
agama tersebut. Kebangkitan agama sebagai gerakan juga telah mendorong gerakan
menentang kekuasaan kolonial, bersamaan dengan berbagai gerakan protes di daerah
pedesaan Jawa. Berlainan dengan kebangkitan di abad XIX ini Yong bersifat
pedesaan, kolot dan konservatif, kebangkitan kaum santri di abad XX bersifat
kekotaan, reformis, dan dinamis. Harry J. Benda menyatakan bahwa kebangkitan
kaum santri kota berjuang melawan empat seteru; formalisme kolot, kebudayaan adat,
dan priyayi, sikap kebarat-baratan, dan status quo penjajah.

Di awal abad XX, di tengah-tengah kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk


pribumi, kaum santri menghimpun kembali kekuatan dalam masyarakat untuk
melancarkan gerakan baru. Kelahiran syarikat islam (SI) merupakan peristiwa yang
luar biasa dan tidak ada duanya, karena mendahului gerakan kebangsaan sementara
dari segi islam, ia mendahului reformasi keagamaan. Tetapi benda juga menulis bahwa
SI menyajikan perubahan yang hanya bersifat kuantitatif, bukan perubahan kualitatif
terhadap desa-desa di Jawa, dalam arti bahwa paham radikalisme di bidang pertanian
ala SI bukanlah hal yang baru. Bagaimana pun juga bagi rakyat desa dan kota, serikat
islam merupakan gerakan yang sudah lama ditunggu-tunggu bagi suatu perubahan.

1. KH. Ahmad Dahlan Seorang Santri Golongan Menengah


Ahmad Dahlan, pendiri gerakan Muhammadiyah adalah contoh terkemuka dari
seorang Khatib di Masjid Agung Kraton Yogjakarta, namun ia juga di kenal sebagai
pedagang batik yang berhasil memiliki jaringan dagang di bank kota. Di antara abdi
dalam santri, hanya merak yang dianugerahi jabatan sebagai penghulu yang menganut
etika priyayi.
Sejarah kaum santri golongan menengah, Castle mengemukakan bahwa setelah
terjadinya kemunduran SI, para santri pengusaha bergabung ke Muhammadiyah,
sedangkan para santri petaninya mau NU. Meskipun mayoritas anggota NU adalah
petani, para pengurusnya kebanyakan dari golongan menengah, baik pedagang
maupun petani kaya. Adalah sifat pedesaannya yang menjadikan NU berkebudayaan
petani, tradisional dan konservatif. Kenyataannya baik Muhammadiyah yang beraliran
modern maupun NU yang beraliran tradisional, memiliki ciri yang sama, yakni bahwa
keduanya didirikan dan disebarkan melalui hubungan pribadi dan kekeluargaan.

2. Latar Belakang KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari


Para pemimpin Muhammadiyah berpusat di sekitar kampung kauman di Yogyakarta,
sedangkan pemuka NU di pesantren Tebuireng di Jawa timur. Situasi kepemimpinan
kedua organisasi itu pada dasarnya tetap sama, meskipun diseratkan bahwa pemimpin
NU adalah tipe Kharismatik otoriter dari kebudayaan petani, sedangkan pemuka
Muhammadiyah adalah dari tipe rasional demokratik dari kebudayaan borjuis.
Sebenarnya, baik pendiri NU maupun Muhammadiyah sama-sama mendapat
pendidikan dalam lengkingan tradisi pesantren, bahkan dikatakan bahwa Ahmad
Dahlan dan Hasyim Asy’ari dari NU adalah kawan sekamar ketika belajar di pesantren
Semarang.

Ilmuwan pertama yang mengamati hubungan pembaharuan agama beraliran


modern dengan sifat borjuis ialah Wertheim, dalam penelitiannya tentang perubahan
sosial di Indonesia, disusul kemudian oleh banyak penelitian lainnya. Dengan nada
yang sama, penelitian Geertz tentang kota-kota kecil di Jawa timur menemukan bahwa
kaum santri perkotaan masuk ke Muhammadiyah yang beraliran modern dan kaum
santri pedesaan bergabung dengan NU yang beraliran kolot (konservatif), Geertz
memandang bahwa Muhammadiyah lebih sebagai jenis persyarikatan dengan
pengorganisasian yang ketat dan bersemangat agresif. Hal ini mungkin benar di
mojokuto pada tahun 1950-an, namun tidak seluruhnya benar pada tahun-tahun
pembentukan Muhammadiyah. Dukungan kaum yang beraliran modern dengan yang
beraliran tradisi, berbeda dari satu tempat ke tempat lain.
C. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial Keagamaan Terbuka
Pendiri Muhammadiyah mendapat sambutan baik dari golongan menengah perkotaan
di Jawa dan Madura. Di Sumatera tempat pembaharuan agama di barengi oleh
munculnya kaum muda, gerakan Muhammadiyah juga di terima baik. Sedangkan di
Jawa bukan hanya golongan menengah dan golongan yang terdidik, melainkan juga
kaum bangsawan setempat, menyambut gerakan pembaharuan tersebut. Sultan
Hamengkubuwono VII di Yogyakarta bahkan menghibahkan sebidang tanah untuk
mendirikan sebuah sekolah Muhammadiyah.

1. Muhammadiyah Gerakan Pemurnian Islam


Gerakan pemurnian oleh Muhammadiyah ditujukan, baik kepada kalangan tradisional
maupun kalang islam dari segala khurafat, sisa-sisa kebudayaan kuno yang melekat di
kalangan abangan, sebagai contoh, peacock menuju pada sistem kognitif. Jika
seseorang abangan akan lebih mengingat hari lahirnya, seorang Muhammadiyah lebih
suka mengingat tahun kelahirannya. Konsep tentang hari dalam tradisi jawaadalah satu
siklus yang kembali setiap 35 hari. Jarang sekali seorang Jawa dapat mengingat
tanggal dan tahunnya saja, seorang warga Muhammadiyah seperti Ahmad Dahlan,
menanggalkan pandangan siklus kosmologis yang statis dan menggantikannya dengan
pandangan linier yang dinamis, melihat dunia dalam keadaan selalu berkembang maju.

Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih


menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban-beban kultural
islam yang terkena pengaruh budaya agraris. Tampaknya, Concern terbesar yang
melatar belakangi timbulnya gerakan ini adalah untuk membersihkan islam dari
simbol-simbol Agama yang terbentuk dalam tradisi agraris seperti misalnya haul,
berzanji. Manaqib, dan semacamnya. Bagi Muhammadiyah Symbolic formation
semacam itu adalah Bid’ah.

2. Gerakan Kualitatif – Kuantitatif


Perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa gerakan kualitatif itu menimbulkan
dampak kuantitatif. Dengan kata lain, gerakan kultural Muhammadiyah ternyata
menimbulkan dampak sosial. Muhammadiyah misalnya telah menyebabkan
longgarnya ikatan paternalisme santri-kiai; demikian juga telah menyebabkan
memudarnya otoritas pesantren akibat dikembangkannya lembaga-lembaga pendidikan
baru.

Reaksi Kaum Tradisional


Pada tataran masalah basis sosial inilah, kita meliihat latarbelkang lahirnya NU.
Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap dua hal.
Pertama,ia merupakan reaksi terhadap politisasi agama yang dilakukan oleh SI.
Kedua, merupakan reaksi terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah.
Berbeda dengan Muhammaduyah, NU sebenarnya bertujuan untuk melestarikan
lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi islam agraris dengan solidaritas mekanis
komunalnya. Tampak sekali bahwa concern terbesar NU adalah pada upaya-upaya
yang lebih utilitarian dalam pengertian peribadatan mereka semata. Itu sebabnya ia
menolak kecenderungan SI untuk memoblitasi poltik. Disamping itu, karena
karakteristik NU adalah paternilisme kiai dan beririentasi kuat pada mazhab, maka ia
menolak gerakan Muhammadiyah yang antipaternalisme dan non mazhab.

Basis Sosial Muhammadiyah dan NU


Perbedaan mendasar antara muhammadiyah dan dan SI di satu pihak, dengan NU
dipihak lain, sesungguhnya adalah karena keduanya mempunyai basis sosial yang
berbeda. NU, bagaimanapun tetap mewakili tradisii masyarakat komunal-agraris yang
dijalin dalam ikatan –ikatan solidaritas mekanis-paternalistik. Dilain pihak SI dan
muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat
urban,pedagang dengan ikatan-ikatan solidaritas organis-partisipasif. Itu sebabnya,jika
NU mengembangkan gerakannya dengan menggunakan lembaga-lembaga dan
jaringan – jaringan lama, maka SI dan Muhammadiyah menciptakan lembaga-lembaga
dan tradisi-tradisi baru dengan jaringan yang bersofat organis dan asosiasional.

Pada perkembangan selanjtnya NU juga berusahan mereapkan benutk-bentuk


pengorganisasian baru-suatu tuntutan tampaknya memeang tidak terelakan namun
sgera akan terlihat adanya semacam ambivalensi. Apakan NU benar-benar akan
menggunakan solidaritas asosiasonal dengan dibentuk sturtur organisasi dengan
ikatan-ikatan dan jaringan-jarigan komunal? Inilah mabivensi yang sampai sekarang
belum terpecahkan.
Dalam Konteks ini, NU jelas berbeda sekali dengan Muhammadiyah. Sementara NU
mengalmai semacam ambivalensii orgnaisatoris, Muhammadiyah tampak jauh lebih
solid. Ini karena sejak awal Muhammadiyah membentuk struktur organisasi atas dasar
ikatan asosiasonal; disamping itu juga karena Muhammadiyah tidak mewarisi beban-
beban tradisi komunal-paternalistik seperti yang diidap oleh NU.

Karakter urban dan niaga dari gerekan islam modern tampaknya juga
termanifestasikan dalam gerakan Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912.
Muhammadiyah mencurahkan usahanya dibidang pendidikan dan amal – amal sosial,
dengan penekannan pada pemurnian agama islam pada bentuknya yang aslinya dengan
menghilangkan beban-beban “kultural” praktik-praktik keagamaan . gerakan ini telah
memancing banyak komentar dan analisis para sarjana. W.F Wartheim menyimpulkan
bahwa ideologi Muhammadiyah paralel dengan ideologi borjuasi Eropa, khususnya
gerakan Calvinis yang sangat puritan. Cliford geertz menggaungkan kembali analisis
Werheim ini dengan melihat Muhammadiyah sebagai suatu gerakan dengan tingkat
rasionalisasi yang tinggi, yang pada dirinya dapat menjadi basis bagi peacock yang
melihat bahwa dalam gerakan puritan Muhammadiyah terdapat tendensi yang kuat
kearah sikap yang rasional dalam melihat kehidupan. Singkatnya, dalam
muhammadiyah, borjuasi musim muncul kembali ke permukaan kehidupan sosial,
suatu kelas yang dinggap bakal menjadi elemen penting untuk pembentukan indonesia
baru.

D. Dampak Gerakan Sosial Muhammadiyah


Sebagai gerakan sosial keagamaan ,selama ini Muhammadiyah telah
menyelenggarakan berbagai kegiatan yyang bermanfaat untuk pembinaan individu
maupun sosial masyarakat islam di Indonesia. Pada level,individual, cita-cita
pembentukan pribadi muslim dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan etika islam,
terasa sangat karakteristik. Gerakan untuk membentuk keluarga “sakinah” untuk
membentuk “jamaah” untuk membentuk “qaryah thayyibah”,dan pada akhirnya untuk
membentuk “ummah” juga mendominasi cita-cita gerakan sosial muhammadiyah.
Berbagain bentuk kegiatan amal usaha Muhammdiyah jelaas sekali membuktukan hal
itu.

Perlu Perumusan Ulang Gerakan Sosial Muhammadiyah


Sebagai suatu gerakan dakwah yang bersifat mutideminsional,
Muhammadiyyah mesti akan selalu berubah secara dinamis sesuai dengan konteks
dimana dia hidup. Pada zaman penjajahan misalnya, sudaj barang tentu
multideminsionalitas Muhammadiyah digerakan pada masalah-masalah pembebasan
bangsa dari penjajahan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain-lain. Pada masa
berikutnya, tentu terjadi suatu evolusi persepsional yang dinamis, yang tetap merujuk
pada gambaran dakwah yang social reconstrution multideminsinal tersebut.

Dari perspektif transformasi sosial, muhammadiyah sesungguhnya belum


memiliki konsep gerakan sosial yang jelas. Selama ini, kegiatan pembinaan warga
muhammadiyah lebih diorientasikan kepada gerakan untuk mengelola
pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin dan
usia. Umpamanya ada Nasyiatul Aisyiyah dan Aisyiyah,IRM,IMM, dan sebagainya.
Kategori pengelompokan sosial semacam ini sesungguhnya justru bersifat antisosial,
karena pengelompokan berdasarkan usia dan jenis kelamin cenderung mengabaikan
adanya realitas stratifikasi dan diferensiasi sosial suatu uang kininjustru perlu
mendapat lenih banyak perhatian dari Muhammadiyah.

Sesudah berkiprah selama sekitar satu abad sejak berdirinya pada tahun 1912,
masih ada saja gejala yang tidak berubah dari basis sosial gerakan muhammadiyah,
yakni bahwa ia masih berada di desa desa, dan kota kota kecil dan kampung
kampungan dalam kota. Dengan kata lain, kita dapat bertanya, mengapa selama ini
muhammdiyah belum menyentuh dinamika sosial dan budaya metropolitan?

Buah penting yang dihasilkan muhammadiyah adalah etos kerja baru dalam
kerangka masyarakat isdustrial dan organisasional. Muhammadiyah telah
mempersiapkan anggota masyarakat dengan etika,keahlian, dan lembaga yang sesuai
dengan perkembangan masyarakat insdutri dan perdagangan. Sejarah telahmebuktikan
bahwa muhammadiyah telah bnyak melahirkan golongan wiraswatawan pribumi yang
cukup kuat dan bebas. Tampak tradisi Muhammadiyah lebih dekat kepada golongan
pedagang dari pada golongan priyai dan elit kantoran.

Melihat realitas itu semua, meskipun secara relatif sudah banyak pestasi yang
dicapai, namu demikian muhammaduyah masih dihadapakan pada tantangan-
tantangan ke depan. Amin rais, pada tahun 1993 pernah mengemukakan kendala-
kendala yang dihadapi oleh muhammadiyah. Meskipun pernyataan itu ditulis pada
tahun tersebut diatas, sampai sekarang pernaytaan itu masih terasakan. Menurutnya,
muhammadiyah menghadapi tiga kendala untuk menyongsong tugas-tugas beesarnya
mengaplikasikan dakwah dalam arti yang sangat luas.

Pertama, Muhammadiyah mempunyai kelemahan dalam meletakan antisipasi


kedaepan secara solid melalui think tank dan usaha yang dapat dikatakan sebagai
intellectual Exercises (ijtihad dalam arti luas). Hal ini karena terjadi kesenjangan. Di
saru pihak masalah-masalah sudah begitu jauh, sementara konseptualisasi yang di
miliki oleh muhammadiyah untuk meresponnya masih belum memadai.
Kedua, kendala bagi muhammadiyah ada dalam aspek kaderisasi guna
mendukung program –program yang sudah dicanangnkan untuk dua puluh tahun
mendatang. Dalam muhaamdiyah persoalan kaderisasi tidak semudah yang
diharapakan, karena dalamhal in muhammadiyah harus membuat dirinya menarik
sehinggga dalam proses rekruitmen kader, dari mana pun datagnya, muhaamdiyah
tinggal menjaring bibit-bibit unggul yang ada ditengah masyarakat islam pada
umumnya dan keluarga muhammadiyah pada khususnya.
Ketiga, sumber daya ekonomi muhammadiyah sangat kecil untuk menjadikan
dirinya sebagai gerakan islam yang berada dibarisan depan,menjadi lokomotif yang
bisa mendorong inisiatif. Persoalan semacam ini dealami oleh semua gerakan islam
yang ada di indonesia. Potert muhammadiyah adalah mesin segar, paling dinamis
dibanding organisasi-organisasi lain yang seusia dengannya. Muhammadiyah terus
berkembang, masih growing,expanding, bahkan kadang effending. Tetapi kalau
sumber daya ekonomi muhammadiyah semakin lama semakin meredup maka
muhammadiyah akan bisa keropos.
Gerakan sosial Muhammadiyah (Revisi)
Beberpa point inti pada gerakan kegiatan sosial muhammandiyah adalah gerakan
untuk membentuk keluarga “sakinah” untuk membentuk “jamaah” untuk membentuk
“qaryah thayyibah”,dan pada akhirnya untuk membentuk “ummah” hal ini
mendominasi cita-cita gerakan sosial muhammadiyah. Berbagai bentuk kegiatan amal
usaha Muhammdiyah jelas sekali membuktukan hal tersebut
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial (Social movement) maksudnya adalah
segala upaya yang dilakukan oleh Muhammadiyah bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan masyarakat (islam) dalam rangka menegakkan ajaran-ajaran islam. Dalam
konteks sosial, Muhammadiyah telah dan akan terus memberikan kontribusi dalam
segala bidang, politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan agama kepada bangsa dan
hal ini telah di lakukan oleh Muhammadiyah sejak Muhammadiyah di dirikan sampai
saat ini. Misi Muhammadiyah dalam bidang sosial diarahkan kepada terwujudnya
manusia Indonesia yang berkualitas dan mampu bersaing di dunia global. Dalam
mewujudkan gerakan sosial tersebut, Muhammadiyah mendorong etos kerja dan
amanah bagi semua pengemban amal usaha Muhammadiyah. Dengan etos semacam
ini, Syafiq Mughni pernah menyatakan bahwa, ada orang bilang Muhammadiyah itu
seperti jam dinding. tidak kedengaran bunyinya tapi bergerak terus. Di dalamnya
terdapat onderdil yang beragam tapi membentuk suatu sistem. Masing-masing
menjalankan fungsinya dengan baik. Sekalipun kadang mengalami trouble, ia segera
berjalan normal ketika ditangani dengan baik oleh ahlinya. Analog itu kedengarannya
berlebihan, tetapi itulah penilaian banyak orang. Muhammadiyah dikenal bukan karena
suka konflik. Ia dikenal karena mempunyai banyak amal usaha dan pikiran-pikiran
pencerahannya. Tidak sedikit orang penasaran, apa rahasia di balik performance
(kinerja) seperti itu. Sebagian dari jawabannya ialah karena kesadaran sejarah.
Perjalanan Muhammadiyah masa lampau dengan seluruh Dinamikanya adalah bahan
baku bagi bangunan Muhammadiyah. Orang tidak mungkin memahami jika tidak
menghayati denyut nadinya. Sejarah perjalanan sebuah organisasi sangat penting untuk
kesehatannya, sebagaimana Medical record penting bagi kesehatan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA

Widagdo Bambang, (2015), Kemuhammadiyaan, Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai