Anda di halaman 1dari 12

I.

PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Konferensi Nasional Danau Indonesia ke-1 diselenggarakan dalam rangka penyelamatan
dan pengelolaan ekosistem danau di Indonesia. Konferensi ini menghasilkan Kesepakatan
Bali 2009, yang bertujuan untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi
danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan melalui (1)
pengelolaan ekosistem danau, (2) pemanfaatan sumberdaya air danau, (3) pengembangan
sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau, (4) penyiapan langkah-langkah adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim terhadap danau, (5) pengembangan kapasitas kelembagaan dan
koordinasi, dan (6) peningkatan peran masyarakat, serta (7) pendanaan berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut Kesepakatan Bali 2009, pemerintah menetapkan danau prioritas yang
akan ditangani secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk periode
2010-2014.
Penetapan danau prioritas tersebut didasarkan pada kerusakan danau, pemanfaatan
danau, komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi
strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana.
Berdasarkan pertimbangan tersebut ditetapkan lima belas danau prioritas yaitu Danau Poso,
Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Rawapening, Tempe, Matano, Mahakam,
Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Danau Toba. Khusus Danau Toba, pada tahun
2004 telah disusun sebuah dokumen Rencana Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba
yang merupakan dokumen referensi sekaligus proposal panduan Pengelolaan Ekosistem
Kawasan Danau Toba yang dikenal sebagai Lake Toba Ecosystem Management Plan
(LTEMP).
Sayangnya rencana pengelolaan yang tidak mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat seluruh pemangku amanah ini, juga tidak dilengkapi dengan tahapan-tahapan
pencapaian, tenggang waktu pencapaian, penanggungjawab serta sumber pembiayaan.Oleh
sebab itu pelaksanaan rencana pengelolaan ini belum optimal hingga saat ini. Pada sisi lain
kualitas air Danau Toba terus menurun, antara lain oleh masuknya berbagai jenis limbah,
baik limbah domestik, pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, transportasi serta
kegiatan lainnya.
Daerah tangkapan airnya juga terus mengalami tekanan baik oleh alih fungsi
lahan/hutan, perladangan berpindah, illegal logging, kebakaran, dll.Untuk memulihkan
kondisi danau ini, dicanangkanlah suatu gerakan penyelamatan yang disebut sebagai Gerakan
Penyelamatan Danau (Germadan) Toba.Melalui gerakan ini diharapkan Danau Toba dapat
berfungsi secara optimal mendukung kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalamnya
maupun sekitarnya dengan tetap menjaga kelestarian dan keberlanjutannya.

Tujuan
Gerakan Penyelamatan Danau Toba bertujuan untuk:
1. Melestarikan fungsi ekosistem Kawasan Danau Toba serta mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan Kawasan Danau Toba, sehingga daya dukungnya terhadap kehidupan
tetap lestari;
2. Meningkatkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi para penentu kebijakan di pusat,
provinsi maupun kabupaten di Kawasan Danau Toba dalam implementasi program Germadan
Toba di lapangan;
3. Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait dalam penyelamatan Kawasan
Danau Toba sesuai dengan kewenangan masing-masing; dan
4. Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat dalam penyelamatan Kawasan Danau
Toba.
II.GAMBARAN UMUM
2.1 Kondisi Umum
Danau Toba berjarak 176 Km arah Selatan Kota Medan.Danau ini merupakan danau
terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara, berada pada ketinggian sekitar 905 m dpl. Danau
Toba merupakan danau vulkano-tektonik, terbentuk kira-kira 75.000 tahun yang lalu karena
letusan gunung api dan amblasnya tanah secara tektonik. Letusan tersebut membentuk lubang
kawah raksasa dan menjadi sebuah danau.Bagian yang tidak runtuh terbentuk menjadi sebuah
pulau yang dikenal dengan Pulau Samosir.

Daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba meliputi wilayah seluas lebih kurang
259.700 Ha daratan dan 112.960 Ha perairan. Secara geografis DTA ini terletak antara
2021’32”–2056’28’’LU dan 980 26’35’’–99015’40’’ BT. Daerah tangkapan air Danau Toba
menurut wilayah administrasi pemerintahan meliputi tujuh kabupaten yaitu: 1) Tapanuli
Utara, 2) Toba Samosir, (3) Humbang Hasundutan, (4) Samosir, (5) Simalungun, (6) Karo,
dan (7) Dairi
Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri dari 19 sub DTA sungai yakni sub DTA;
(1) Sungai Sigubang, (2) Sungai Bah Bolon, (3) Sungai Guluan, (4) Sungai Arun, (5) Sungai
Tomok, (6) Sungai Sibandang, (7) Sungai Halian, (8) Sungai Simare, (9) Sungai Aek Bolon,
(10) Sungai Mongu, (11) Sungai Mandosi, (12) Sungai Gopgopan, (13) Sungai Kijang, (14)
Sungai Sinabung, (15) Sungai Ringo, (16) Sungai Prembakan, (17) Sungai Sipultakhuda, (18)
Sungai Silang, dan (19) Sungai Bah Tongguran, Sedangkan outlet Danau Toba hanya terdiri
dari satu buah sungai yaitu Sungai Asahan. Pada kondisi hujan normal masukan air dari
sungai-sungai tersebut berkisar antara 41,613 m3/detik pada puncak musim kemarau sampai
dengan 124,914 m3/detik pada puncak musim hujan. Pada tahun kering 1997 debit aliran
masuk dari sungai-sungai tersebut berkisar antara 8,56 m3/detik pada bulan Januari sampai
dengan 62,39 m3/detik pada bulan April. Sedangkan pada tahun basah 1999, debit aliran
masuk berkisar antara 83,535 m3/detik pada bulan Agustus sampai dengan 493,812 m3/detik
pada bulan Mei.
Curah hujan rata-rata berkisar antara 2,200 – 3,000 mm/tahun.Puncak musim hujan
terjadi pada bulan November-Desember dengan curah hujan antara 190-320 mm/bulan.
Sedangkan tipe iklim pada Kawasan Danau Toba menurut penggolongan Oldeman adalah
tipe C, D1, dan E. Topografi DTA Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan,
dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan (0 – 8%), landai (8–15%),
agak curam (15–25%), curam(25–45%), sangat curam sampai dengan terjal (> 45%). Daerah
datar meliputi lebih kurang 27% dari total kawasan, daerah landai 31%, daerah agak curam
24%, daerah curam 16% dan daerah yang sangat curam sampai terjal lebih kurang 2% dari
total DTA. Jenis tanah pada bagian Timur DTA Danau Toba merupakan jenis kompleks
litosol dan regosol yang sangat peka terhadap erosi, pada bagian Tenggara jenis podsilik
coklat (peka erosi), sedangkan di Pulau Samosir jenis tanahnya sebagian besar merupakan
jenis tanah brown forest (agak peka erosi).
2.2 Keanekaragaman Hayati
Secara umum habitat ekosistem kawasan Danau Toba dapat digolongkan atas dua
bagian, yaitu habitat daratan dan habitat perairan.Pada habitat daratanterdapat berbagai jenis
flora dan fauna.
Flora pada kawasan ini terdiri dari tumbuhan alam berupa pohon, semak/perdu, herba
perennial dan rumput serta tumbuhan, diantaranya: meranti,kapur, keruing, puspa, manggis
hutan, kayu raja, pinus, liana, epifit, zingiberaceae, pohon Hoting Batu, Atuang (Semecarpus,
sp), Sona, Dakkap danKamboang angsana, beringin, cemara, ekaliptus, mahoni, kaliandra,
kemiri,johar, mindi, palu, pinus dan suren, alpukat, aren, bambu, belimbing, cengkeh,coklat,
dadap, durian, gamal, jambu mente, jarak, jengkol, jeruk, kapuk,kecapi, kelapa, kemiri, kopi,
kayu manis, mangga, nangka, petai cina, petai,pinang, rambutan, sawit, sawo dan
sirsak.Tanaman endemik kawasan Danau Toba terus berkurang akibat perambahan,
pembukaan lahan, penggunaan pestisida, dan kebakaran. Sejumlah tanaman sudah sulit
ditemukan seperti daun rasa mint antarasa(Litsea cubeba), rumput obat ampapaga (Centella
asiatica), pohon buahandalehat (Chrysophyllum roxburghii G), dan tanaman cemara
sampinur tali serta andaliman.
Sejumlah pohon juga sudah sangat sulit ditemukan, seperti Germadan Tobapohon
pokki, pohon kayu keras, dan pohon piupiu tanggule, pohon mistiswarga Batak yang kayunya
digunakan sebagai tongkat tunggal panaluhan.Dari jenis bunga, anggrek toba juga menuju
punah sejak maraknya perambahan hutan di kawasan Toba. Pelestari anggrek toba, Ria
Telaumbanua, mencoba melestarikan anggrek dengan mendokumentasikannya dan membuat
pembibitan di kawasan Taman Eden 100. Hingga saat ini belum ada upayaserius yang
dilakukan untuk menjaga kelestarian jenis-jenis flora ini.Sedangkan fauna terdiri dari
golongan mammalia, amfibi, reptilian,aves dan insekta. Beberapa diataranya adalah burung
rangkong, elang, kuau, burung hantu, beo, monyet beruk, siamang, kancil, kucing hutan,
macandahan, babi hutan, biawak, Tapir (Tapirus indicus), Kambing Hutan, Rusa(Cervus
unicolor), Harimau Sumatera (Panthera tiris sumatrensis), kutilang,sikatan, tekukur, bubut,
dan beo.
Keanekaragaman biota pada perairan Danau Toba tergolong terbatas.Hal ini
disebabkan oleh karakteristik perairan danau yang oligotrofik, miskinunsur hara.Oleh karena
itu populasi plankton dan bentos pada danau ini juga terbatas. Komunitas plankton
(fitoplankton dan zooplankton) merupakan basistersusunnya suatu jaringan makanan,
sehingga plankton berperan sangatpenting dalam ekosistem danau dalam menunjang
kehidupan biota air,terutama ikan.Jenis ikan endemik yang masih dijumpai di perairan Danau
Toba, namumhampir punah adalah Ihan (Ikan Batak). Ihan terdiri dari dua spesies
yaituLissochilus sumatranus dan Labeobarbus soro.Jenis endemik lainnya yangsangat jarang
ditemui adalah ikan Pora-pora (Puntius binotatus). Ikan poraporaberbeda dengan ikan
Bilih(MystacoleucuspadangensisBleeker)yang diintroduksi dari Danau Singkarak.Jenis ikan
eksotik non budidaya maupun yang dibudidayakan oleh masyarakat al.ikan mas, ikan
mujair,ikan kepala timah dll.
BAB III. PROGRAM INTERPRATASI

Kelestarian ekosistem Kawasan Danau Toba adalah idaman dari generasike generasi
masyarakat kawasan Danau Toba serta para pemangku amanahlainnya. Potensi yang
terkandung pada kawasan ini disadari sangat besar,demikian juga dengan tekanan yang
dihadapinya.Telah lama kesadaran dan idaman itu terbenam dalam sanubari parapemangku
amanah. Barulah pada tahun 2004, kesadaran dan idaman itudiikrarkan secara bersama
sebagai ungkapan tekad Pelestarian EkosistemKawasan Danau Toba serta pengoptimalan
pemanfaatannya agar terwujudkeutuhan Ekosistem Kawasan Danau Toba serta kesejahteraan
masyarakatnyasecara berkelanjutan.Kesadaran dan idaman itu dideklarasikan pada Juni 2004
oleh PemerintahProvinsi Sumatera Utara beserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
ProvinsiSumatera Utara, Otorita Asahan, beserta pemerintah kabupaten/kota danDewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota yang berada di kawasanDanau Toba, dan daerah
hilirnya, yakni Kabupaten Karo, Dairi, HumbangHasundutan, Samosir, Simalungun, Toba
Samosir, Tapanuli Utara, Asahandan Kota Tanjung Balai.Kesadaran dan idaman yang
dituangkan dalam Deklarasi KesepakatanPengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba
adalah sebagai berikut:
1. Menyadari bahwa Ekosistem Kawasan Danau Toba adalah karunia TuhanYang
Maha Esa kepada bangsa Indonesia, yang merupakan ruang bagikehidupan manusia
dan lingkungan hidup lainnya, serta sebagai salahsatu kekayaan tak ternilai bagi
Sumatera Utara, bagi Indonesia dan bagidunia;
2. Menyadari bahwa Ekosistem Kawasan Danau Toba memiliki nilaiekologi, sosial-
budaya, dan ekonomi bagi kehidupan manusia, sertamemiliki keterkaitan ekologis
yang tidak terpisahkan dengan ekosistemkawasan sekitarnya, yang mencakup dan
tidak terbatas pada ekosistemDaerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Asahan;
Sejak dahulu air Danau Toba telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
sumber air minum dan keperluan domestik lainnya. Persentasi masyarakat
pengguna air danau sebagai sumber air minum semakin berkurang karena
penurunan kualitas air danau. Sebagian masyarakat mencari alternatif lain berupa
air gunung, sedangkan masyarakat lainnya tetap menggunakan air danau karena
belum mempunyai sumber lain. Survey Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2007 menunjukkan bahwa dari 147 lokasi
pemukiman yang berada di pinggiran Danau Toba, 88% diantaranya menggunakan
air danau sebagai sumber air baku air minum tanpa pengolahan lanjut.
Selain itu, terdapat tiga Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang
menggunakan air danau sebagai sumber air bakunya yaitu PDAM Balige, PDAM
Laguboti dan PDAM Pangururan. Oleh karena fungsi yang sangat vital ini
Pemerintah Sumatera Utara melalui Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2009
menetapkan Baku Mutu Air Danau Toba menjadi kelas I (PP Nomor 82 Tahun
2001) dimana kualitas airnya harus memenuhi persyaratan sebagai air baku air
minum. Pada bagian hilir danau, Sungai Asahan sebagai satu-satunya sungai yang
mengalirkan air Danau Toba digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik dengan
potensi total sekitar 1056 MW, yang terbagi dalam 5 kelompok pembangkitan.
PLTA Asahan I dengan kapasitas 2 x 90 MW telah selesai dibangun, PLTA Asahan
II sudah beroperasi dengan kapasitas 604 MW, PLTA Asahan III dengan kapasitas
174 MW sedang dalam proses persiapan pembangunan. Sedangkan PLTA Asahan
IV dan V, masih memungkinkan untuk dibangun dengan kapasitas masing-masing
sebesar 80 MW dan 18 MW.
Masyarakat sudah sejak dulu memanfaatkan Danau Toba sebagai
mediatransportasi. Pusat-pusat transportasi tradisional kemudian berkembangmenjadi
pelabuhan-pelabuhan kapal.Pada saat initerdapat dua pusat penyeberangan antara
Pulau Sumateradengan Pulau Samosir dengan menggunakan kapal Fery yakni,
Tomok-Ajibata dan Tigaras-Ambarita. Sedangkan pusat-pusat tranportasi lainnyayang
menggunakan kapal motor terdapat diberbagai tempat seperti, Ajibata,Parapat, Balige,
Muara, Tigaras, Tomok dll.Keunikan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar
Danau Toba berpadudengan keindahan alamnya telah menjadikan kawasan ini
menjadi salah satutujuan wisata andalan di Sumatera Utara. Hampir di sekeliling
danau terdapatobjek-objek wisata, baik wisata budaya, situs alam maupun keindahan
alam,diantaranya Makam Raja Sidabutar di Tomok, Batu Persidangan di
Siallagan,Rumah Adat di Lumban Julu, Batu Gantung di Sibaganding, Aek Sipangolu
di Simangulampe, Batu Hobon di Samosir, Aek Sipitu Dai di Limbong,panorama
alam di Tele, Huta Ginjang, Bakara, Muara, Parapat, Tuktuk, AirTerjun Sipisopiso
dan masih banyak lagi.
Potensi wisata kawasan Danau Toba telah dikenal secara internasional,dan
pemerintah kabupaten pada kawasan ini pada umumnya menetapkankawasan Danau
Toba pada wilayahnya menjadi tujuan wisata.Keunikan budaya masyarakat yang
tinggal di sekitar Danau Toba berpadudengan keindahan alamnya telah menjadikan
kawasan ini menjadi salah satutujuan wisata andalan di Sumatera Utara.Hampir di
sekeliling danau terdapatobjek-objek wisata, baik wisata budaya, situs alam maupun
keindahan alam,diantaranya Makam Raja Sidabutar di Tomok, Batu Persidangan di
Siallagan,Rumah Adat di Lumban Julu, Batu Gantung di Sibaganding, Aek Sipangolu
diSimangulampe, Batu Hobon di Samosir, Aek Sipitu Dai di Limbong, panoramaalam
di Tele, Huta Ginjang, Bakara, Muara, Parapat, Tuktuk, Air Terjun Sipisopiso dan
masih banyak lagi.Potensi wisata kawasan Danau Toba telah dikenal secara
internasional,dan pemerintah kabupaten pada kawasan ini pada umumnya menetapkan
kawasanDanau Toba pada wilayahnya menjadi tujuan wisata.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penurunan Kualitas Lingkungan Kawasan Danau Toba
Sebagai konsekuensi pemanfaatan sumberdaya ini, terjadi penurunankualitas
lingkungan kawasan Danau Toba dan penurunan ini semakin masiftakkala pemanfaatan
sumberdaya alam kurang memperhatikan prinsip-prinsipkelestarian lingkungan.Luasan
hutan berkurang secara signifikan, pada tahun 1985 luasan hutanpada kawasan ini
mencapai 78.558 ha (28% dari total DTA),12 tahun kemudian(1997) luasan ini menyusut
menjadi 62.403 ha (22%). Penurunan ini terutamadisebabkan oleh alih fungsi hutan
menjadi ladang, sawah, alang-alang, semakdan pemukiman. Sedangkan menurut Tata
Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) luas kawasan DTA yang diperuntukkan sebagai
kawasan hutan adalah 143.840 Luasan hutan ini semakin menyusut, pada tahun 2001
luasan hutan padaDTA Danau Toba hanya mencapai 13%. Dengan kata lain dalam kurun
waktuempat tahun telah terjadi penyusutan luasan hutan hampir 50% dari kondisi
sebelumnya.
Hasil analisa citra satelit kawasan Danau Toba tahun 2012 menunjukkanpenurunan
luasan hutan terus terjadi, luas hutan yang tinggal hanya mencapai12% .Lahan tererosi
juga sangat nyata terlihat. Tiang-tiang penyangga rumah penduduk yang dibangun empat
generasi yang lalu, sudah banyak yang menggantung karena batu penopangnya tergerus
antara lain seperti terlihat diHuta Sitanggang Lipan di Desa Huta Nomora. Lahan yang
tertutup batuan jugaterlihat di banyak tempat. Tanah penutup batu-batu ini telah
mengalami erosi.Pemantauan BLH Provinsi Sumatera Utara tahun 2012
menunjukkanbahwa kualitas air Danau Toba telah tercemar, dengan kategori cemar
sedang (mengacu kepada Baku Mutu Air kelas I sesuai dengan PP Nomor 82
Tahun2001). Berbagai sumber pencemar air Danau Toba antara lain adalah
limbahdomestik, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi air dan
pertambanganbahan galian golongan C.Limbah domestik mengandung bahan-bahan
pencemar antara lain bahan organik, nitrogen, phosphor, potassium, kalsium, amoniak,
nitrat dan padatanpadatantersuspensi serta organisme patogen.
Pencemaran dari kegiatan pertanian berupa limbah pestisida dan pupukmenyebabkan
meningkatnya kadar phospor, nitrogen, kalium, dan zat organikdi perairan Danau Toba.
Limbah dari kegiatan peternakan menimbulkanpencemaran bahan organik, unsur N, P, K
dan bakteri e-coli. Sedangkanlimbah dari kegiatan budidaya perikanan antara lain berupa
unsur phosphor,nitrogen, vitamin, mineral dan zat-zat organik.Kegiatan transportasi air
berpotensi menurunkan kualitas perairanmelalui ceceran oli dan bahan bakar, limbah
padat dan air limbah dari toiletkapal. Kegiatan pertambangan bahan galian golongan C
akan meningkatkan kekeruhan yang dapat mengganggu kehidupan biota air dan
meningkatkansedimentasi. Bahan-bahan pencemar tersebut telah meningkatkan
kandungan unsur hara pada perairan danau sehingga mengakibatkan eutrofikasi.
Eutrofikasi ditandai dengan makin suburnya eceng gondok dan gulma air lain di perairan
danau. Jika eutrofikasi tidak dikendalikan, maka Danau Toba akan kehilanganpotensi
untuk mendukung kehidupan di dalam dan di sekitarnya.
4.2 Kondisi Sosial Budaya
Masyarakat di kawasan Danau Toba mayoritas berasal dari etnis BatakToba, Karo,
Pakpak dan Simalungun,yang dipengaruhi oleh adat istiadat yangsudah turun-temurun
diwariskan oleh leluhur seperti kegiatan gotong-royong,pesta dan lain-lain.Sistem
kekeluargaan dalam masyarakat Batak bersifat patrilineal.Sistem ini merupakan tulang
punggung masyarakat Batak yang dibangunberdasarkan silsilah atau keturunan marga
yang menghubungkan mereka satusama lain, dalam garis laki-laki (Male line). Laki-laki
membentuk kelompokkekerabatan, sementara kaum perempuan membentuk afiliasi
kekeluargaan(affinal relationship), karena mereka menikah dengan kelompok patrilineal
yang lain (Vergowen, 1994).
4.3 Kerusakan Daerah Tangkapan Air
Kondisi alamiah sebagaimana diuraikan di atas serta pengelolaan yangkurang tepat
telah mengakibatkan kerusakan DTA Danau Toba, diantaranya berupa pengurangan
luasan hutan dan peningkatan luasan lahan kritis.Menurut Tata Guna Hutan Kesepakatan
(2009), luasan hutan di DTADanau Toba adalah 143.840,32 Ha atau 51% dari luasan
DTA. Namun hingga
saat ini luasan ini belum pernah tercapai. Luasan hutan di DTA Danau
Tobacenderung menurun dari tahun ke tahun.Pada tahun 1985 luasan hutan pada kawasan
ini mencapai 78.558,18 ha(28% dari total DTA), 12 tahun kemudian (1997) luasan ini
menyusut menjadi 62.403,19 ha (22%). Penurunan ini terutama disebabkan oleh alih
fungsi hutanmenjadi ladang, sawah, alang-alang, semak dan pemukiman
4.4 Penurunan Kualitas Air Danau
Danau Toba adalah danau oligotrofik, yakni danau yang miskin unsurhara. Namun
danau yang miskin ini telah mengalami pengayaan (eutrofikasi),karena dampak dari
berbagai aktifitas manusia serta alam. Pengayaan ini telahmenyebabkan penurunan
kualitas air danau, padahal sekitar 88% penduduk puncak tebing. Penambangan ini sangat
merusak ekosistem, menimbulkanerosi, sedimentasi, kekeruhan, menambah lahan kritis
dan berpeluang untukmelongsorkan/meruntuhkan dinding danau. Penambangan sejenis
juga dapatditemukan di Haranggaol, Harian dan daerah lainnya.Kerusakan DTA Danau
Toba berpotensi mengganggu siklus hidrologi.Jika kemampuan pengaturan fungsi
hidrologis kawasan ini semakinmenyusut, maka fenomena banjir pada pinggiran Danau
Toba dan hilir Sungai Asahan menjadi hal yang selalu terjadi pada musim penghujan,
demikian juga penurunan tinggi muka air danau akan terjadi setiap musim kemarau.
Dampakyang lebih serius adalah semakin menurunnya daya dukung kawasan terhadap
kehidupan karena rendahnya potensi air tanah.Dengan demikian upaya-upaya
peningkatan stabilitas kuantitas airdanau, perlu mendapat perhatian serius baik dari
pemerintah pusat yang telah menetapkan kawasan ini sebagai kawasan strategis nasional,
maupun pemerintah provinsi dan kabupaten yang bersentuhan langsung dengan kawasan
ini.
DAFTAR PUSTAKA
BKPEKDT, (2004), “Lake Toba Ecosystem Management Plan”.
BPS, (2012), “Kabupaten Dalam Angka 2011”.
_______ , ( ) “Kajian Akademis Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba”.
Asep Sukma, ( ),“Implementasi Rehabilitasi Lahan dan Hutan dalam
Pelestarian Danau Toba”.
________, (2001), “PengkajianTeknis PSDA dan PLHDT” LP ITB.
BLHSU, (2011), “Kajian Lingkungan Hidup Strategis Danau Toba”.
BLHSU, (2012), “Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kawasan Danau Toba”.
Pohan Panjaitan, (2009), “Kajian Potensi Pencemaran Keramba Jaring Apung
PT. Aquafarm Nusantara di Ekosistem PerairanDanau Toba”, VISI
(2009) 17 (3), 290 – 300.
Draft Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Danau Toba.
Lukman & I. Ridwansyah, (2010), “Kajian Kondisi Morfometri dan Beberapa
Parameter Stratifikasi Perairan Danau Toba” Jurnal Limnotek Vol 17
(2) hal 158-170.
KLH, (2012), “Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia”.
BLHSU, (2012), “Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Danau Toba”.
________, (1990) Perda Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 1
Tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba.
________, (2009), “Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penetapan Baku Mutu Air Danau Toba”.
RPJMD Kabupaten Samosir 2011-2015.
RPJMD Kabupaten Humbang Hasundutan 2011-2015.
RPJMD Kabupaten Simalungun 2010-2015.
RPJMD Kabupaten Toba Samosir 2011-2015.

Anda mungkin juga menyukai