Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH LIMNOLOGI

TENTANG KEADAAN DANAU TOBA

OLEH
Nama kelompok:

1. Hari Ashari
2. Ismiati Dewi
3. Muhlas Adiputra
4. M.Rafly Dika Wardana
5. Suci Wahyu Wardani

BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS 45 MATARAM
TAHUN 2021/2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia diperkirakan memiliki kurang lebih danau kategori besar > 50 ha sebanyak
500 buah. Danau tersebut tersebar merata di setiap pulau besar (Sumatra, Jawa,
Kalimantan, Sulawesi, Papua, Bali). Namun, status kondisi sebagian besar danau saat ini
sudah sangat memperihatinkan. Fungsi danau sudah sangat berkurang akibat pencemaran
dan kerusakan lingkungan danau. Hal tersebut dapat terjadi karena buruknya pengelolaan
danau. Di samping itu, pemahaman, kesadaran, pengetahuan, dan kemampuan masyarakat
serta pemangku kepentingan dalam pengelolaan danau juga masih rendah. Termasuk
Danau Toba sebagai danau terbesar di Indonesia.

Kondisi alamiah kawasan Danau Toba rentan terhadap timbulnya resiko kerusakan
lingkugan hidup. Danau Toba merupakan danau terbesar di Asia Tenggara, dan
merupakan danau terdalam kesembilan di dunia serta menjadi danau tipe vulkanik
kalderater besar di dunia. Danau ini berada 905 meter diatas permukaan laut dengan
panjang 100 km, lebar 30 km dan luas diperkirakan sebesar 1130 km2 dan volume 242
m3 . Kedalaman sebelah utara adalah 529 m sedangkan kedalaman sebelah selatan adalah
429 m. Danau Toba yang terletak di propinsi Sumatra Utara merupakan danau yang
terjadi oleh proses vulkanik sekitar 70.000 tahun yang lalu.

Danau yang diapit oleh beberapa Kabupaten ini adalah danau yang sangat strategis
baik untuk perekonomian rakyat, pariwisata, pembangkit tenaga, maupun untuk
lingkungan (Bungkus Pratikno, 2015). Diperkirakan Danau Toba terbentuk saat ledakan
sekitar 73.000 - 75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung
berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological
University memperkirakan bahwa jumlah total material pada letusan sekitar 2.800 km3
sekitar 2.000 km3 dari Ignimbrit yang mengalir di atas tanah, dan sekitar 800 km3 yang
jatuh sebagai abu terutama ke barat. Aliran piroklastik dari letusan menghancurkan area
seluas 20.000 km2 , dengan deposito abu setebal 600 m dengan kawah utama.

Danau Toba merupakan danau terbesar di Asia Tenggara, merupakan danau terdalam
kesembilan di dunia serta merupakan danau tipe vulkanik kalderaterbesar di dunia. Danau
ini berada 905 meter diatas permukaan laut dengan panjang 275 km, lebar 150 km dan
luas 1130 km2. Kedalaman sebelah utara adalah 529 m sedangkan kedalaman sebelah
selatan adalah 429 m. Fungsi utama Danau Toba saat ini adalah membangkitkan tenaga
listrik lebih dari 1000 MW. Pembangkitan ini diantaranya menggunakan PLTA Sigura-
gura dan PLTATangga dengan total kapasitas terpasang 604 MW (PLTA Asahan II,
PLTA Asahan I (2 X 90 MW) dan PLTA Asahan di Simorea dan PLTA Asahan di
Traktak yang mampu membangkitkan total daya listrik hingga 400 MW.

2
Dari hasil penelitian, masih dapat dikembangkan PLTA Asahan IV (80 MW) dan
PLTA Asahan V (85 MW). Tetapi sekarang ini, Danau Toba telah manjadi danau yang
jauh dari kebanggaan. Danau Toba telah ditimpa malapetaka karena dirusak orang atau
masyarakat yang memiliki kepentingan dengan ekosistem danau tersebut. Danau Toba
telah diperkosa secara tragis oleh kepentingan industri, keserakahan investor,
ketidakpedulian masyarakat sekitar, ketidakberdayaan pemerintah, serta faktor-faktor
perusak lainnya (Sianturi, 2004). Pencemaran Danau Toba berada dalam tahap kritis. Jika
tidak ditangani secara serius pencemaran ini akan menimbulkan gangguan pada kesehatan
masyarakat setempat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :

1. Apakah sumber daya alam di kawasan Danau Toba yang dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk kelangsungan hidup?

2. Bagaimana strategi pengembangan kawasan Danau Toba yang akan dilakukan dalam
mencapai Ultimate Goals pengembangan kawasan Danau Tob

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sumber daya alam di kawasan Danau Toba yang dimanfaatkan
oleh masyarakat sekitar untuk kelangsungan hidup.

2. Untuk mengetahui strategi pengembangan kawasan Danau Toba yang akan


dilakukan dalam mencapai Ultimate Goals pengembangan kawasan Danau Toba

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Kawasan Danau Toba

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatra Utara, dengan
posisi geografis antara 2o 21’32” – 2 o 56’ 28” Lintang Utara dan 98o 26’ 35” – 99 o 15
’ 40” Bujur Timur. Jaraknya kurang lebih 176 km arah selatan kota Medan, ibukota
Propinsi Sumatra Utara. Danau ini berbatasan dengan tujuh wilayah administratif
kabupaten yakni kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara,
Humbang Hasundutan, Dairi dan Karo. Luas permukaan air Danau Toba adalah 1.124
km2 yang merupakan danau terbesar di Asia Tengara. Luas daratan DTA (Daerah
Tangkapan Air)nya adalah 2.486 km2 . Permukaan danau berada pada ketinggian 903 m
dpl (di atas permukaan laut). Panjang maksimumnya kurang lebih 50 km dan lebar
maksimumnya sekitar 27 km.
Kawasan Danau Toba merupakan bagian dari WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu
Metro Medan – Tebing Tinggi – Dumai – Pekanbar yang memiliki luas 369.854 Ha.
Kawasan ini mencakup bagian dari wilayah administrasi dari 8 (delapan) kabupaten
yaitu Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi, Kabupaten Karo,
Kabupaten Humbang Hansudutan, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten
Simalungun dan Kabupaten Pak Pak Barat. Secara fisik, Kawasan Danau Toba
merupakan kawasan yang berada di sekitar Danau Toba dengan deliniasi batas kawasan
didasarkan atasdeliniasi Daerah Tangkapan Air (Catchment Area) dan CAT.

2.2 Kondisi Fisik Danau Toba


2.2.1 Topografi
Kondisi topografi Kawasan Danau Toba didominasi oleh perbukitan dan pegunungan,
dengan kelerengan lapangan terdiri dari datar dengan kemiringan (0-8 %), landai (8-
15%), agak curam (15–25%), curam (25–45%), sangat curam sampai dengan terjal
(>45%). Kondisi kelerengan Kawasan Danau Toba ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pada bagian utara Kawasan Danau Toba yakni wilayah yang merupakan bagian dari
Tanah Karo, DTA relatif sempit dan memiliki relief bergunung dengan lereng terjal.
Sedangkan arah tepi danau memiliki relief berombak hingga berbukit yang sebagian
digunakan untuk budidaya pertanian. Pada wilayah yang terjal, kemiringannya
mencapai > 75%. Sedangkan pada daratan yang sempit, kemiringannya < 3%.
2. Ke arah Timur dan Tenggara di daerah Parapat-Porsea-Balige memiliki relief datar
hingga bergunung. Di sisi Timur dan Tenggara ke arah batas DTA terdapat dataran
yang relatif luas yang digarap oleh masyarakat setempat sebagai lahan sawah. Tepi
batas DTA merupakan wilayah berbukit hingga bergunung dengan kemiringan lahan
mencapai > 75%.
3. Bagian Selatan Kawasan Danau Toba merupakan dataran hingga wilayah berbukit ke
arah batas DTA. Pada daerah yang datar dengan kemiringan lahan < 3%, diusahakan

4
oleh masyarakat setempat sebagai lahan pertanian, sedangkan ke arah batas DTA
memiliki kontur relief berbukit hingga bergunung.
4. Di bagian Barat hingga Utara merupakan dataran dan perbukitan hingga bergunung,
dengan lereng terjal ke arah tepi danau, seperti di sekitar Tele, Silalahi dan
Tongging. Lereng terjal di wilayah ini mencapai kelerengan > 75%. 5. Pulau Samosir
memiliki dataran yang relatif luas di sekililing tepian Danau Toba dengan
kemiringan < 3%. Ke arah tengah pulau reliefnya bergunung dan berlereng terjal
dengan kemiringan lahan antara 30,5 hingga > 75%. Dataran yang terdapat dibagian
Barat dan Selatan pulau ini relatif lebih luas dibanding di sisi Utara dan Timur.

Gambar 2.1 Topografi Kawasan Danau Toba

Kondisi topografi di Kawasan Danau Toba mengakibatkan kawasan ini kurang dapat
menyimpan air hujan karena aliran permukaan cenderung tinggi, laju erosi tinggi dan
potensi longsor juga tinggi, terutama daerah-daerah yang sangat curam sampai terjal
pada tebing-tebing pinggiran danau. Rendahnya potensi resapan/menyimpan air kawasan
ini telah diindikasikan oleh banyaknya sungai-sungai kecil yang mengalir pada kawasan
yang bersifat intermitten, dimana sungai-sungai ini mengalir pada waktu hujan dan
mengering ketika tidak turun hujan. Indikasi dari tingginya laju erosi pada kawasan ini
adalah dengan banyaknya lahan yang mempunyai lapisan yang sangat tipis terutama
pada daerah-daerah perbukitan dengan lereng yang curam, bahkan di beberapa lokasi
yang muncul di permukaan hanya berupa batuan pembentuk tanah tanpa adanya lapisan
tanah. Keberadaan semak belukar dan alang-alang/padang rumput yang cukup luas pada
kawasan ini juga merupakan indikasi dari tingginya laju erosi sehingga lahan yang telah
terbuka sulit untuk dapat membentuk formasi hutan alam kembali karena lapisan
tanahnya relatif tipis.

5
Proses pembentukan lapisan tanah secara alamiah yang terjadi tidak mampu
mengimbangi proses penipisan lapisan tanah karena proses erosi. Berdasarkan hasil
kajian LP-ITB (2001) diketahui bahwa lahan yang berupa semak belukar dan padang
alang-alang/rumput ini mencapai 27 % dari luas total daratan pada Kawasan Danau
Toba. Selain kondisi topografi yang berat maka laju erosi yang cukup tinggi pada
kawasan ini juga disebabkan karena jenis tanah yang terbentuk pada kawasan ini
sebagian besar merupakan jenis tanah Litosol dan Regosol yang sangat peka terhadap
erosi. Luas jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi ini mencapai lebih kurang 40 %
dari total luas daratan Kawasan Danau Toba.
Kondisi topografi pada Kawasan Danau Toba ini relatif tidak berubah, sehingga
pengaruhnya terhadap KDT juga tetap, namun kondisi topografi semacam ini akan
rentan terhadap perubahan penggunaan lahan/penutupan maupun kegiatan manusia
lainnya yang dapat berpengaruh nyata terhadap kuantitas dan kualitas perairan Danau
Toba.

2.2.2 Iklim

Kondisi iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara dan evaporasi) sangat
mempengaruhi neraca air danau. Suhu udara dan kelembaban akan menentukan besarnya
laju evaporasi dari permukaan danau. Laju evapotranspirasi dari kawasan Danau Toba
akan mempengaruhi jumlah air yang mampu disimpan di dalam tanah dan merupakan
cadangan pasokan air ke dalam danau selama musim kemarau (periode tidak hujan).
Kondisi iklim dapat berubah sebagai akibat perubahan penutupan lahan dan penggunaan
lahan pada Kawasan.

Peningkatan suhu pada Kawasan dapat meningkatkan suhu udara dan menurunkan
kelembaban udara yang akhirnya akan meningkatkan laju evapotranspirasi dari daratan
dalam kawasan maupun evaporasi dari permukaan danau. Kondisi iklim
jugaberpengaruh terhadap upaya pemanfaatan lahan, terutama untuk usaha pertanian,
perikanan dan kehutanan. Peningkatan suhu akibat perubahan penggunaan lahan akan
dapat merubah pola hujan sehingga akan mempengaruhi masukan air ke dalam danau. a.
Type Iklim Menurut Klasifikasi lklim Oldeman maka Ekosistem Kawasan Danau
Tersebut termasuk ke dalam tipe Bl , C1, C2, D2, dan E2.

Dengan demikian bulan basah (curah hujan ≥ 200 mm/bulan) berturut-turut pada
kawasan ini bervariasi antara kurang dari 3 bulan sampai dengan 7-9 bulan, sedangkan
bulan kering (curah hujan ≤ 100 mm/bulan) berturut-turut antara 2-3 bulan. Berdasarkan
klasifikasi iklim menurut Scmidth dan Ferguson maka Ekosistem Kawasan Danau Toba
ini termasuk ke dalam tipe iklim A, B dan B. b. Curah Hujan Dari tujuh stasiun penakar
hujan yang terdapat di Ekosistem Kawasan Danau Toba Parapat, Sidamanik,
Situnggaling, Balige, Siborong-borong, Dolok Sanggul dan Pangururan) diketahui
bahwa curah hujan tahunan di Kawasan Danau Toba berkisar antara 2.200 sampai
dengan 3.000 mm/tahun.

6
Puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember-Desember dengan curah hujan
antara 190-320 mm/bulan. Sedangkan puncak musim kemarau terjadi selama bulan Juni-
Juli dengan curah hujan berkisar antara 54-151mm/bulan. c. Suhu, Kelembaban Udara
dan Evaporasi Suhu udara bulanan di Ekosistem Kawasan Danau Toba berkisar antara
18- 19,7oC di Balige dan antara 20-2100C di Sidamanik. Suhu udara selama musim
kemarau cenderung agak lebih tinggi dibandingkan dengan selama musim hujan.
Sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79-95%. Pada bulan-bulan
musim kemarau kelembaban udara cenderung agak rendah dibandingkan pada
bulanbulan musim hujan. Evaporasi bulanan di Ekosistem Kawasan Danau Toba
berkisar antara 74 – 88 mm/bulan. Angka Evaporasi selama musim-musim kemarau
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan musim hujan.

2.2.3 Hidrologi

Danau Toba merupakan genangan air dalam cekungan dengan sumber air berasal dari
sungai-sungai yang mengalir dari daratan Pulau Sumatera dan Daratan Pulau Samosir.
Berdasarkan hasil survey Bapedalda Provinsi Sumatera Utara tahun 2007, terdapat 205
sungai yang bermuara ke Danau Toba dengan perincian 63 sungai berasal dari Pulau
Samosir dan 142 sungai berasal dari daratan Pulau Sumatera.
Sebagian besar sungai yang bermuara ke Danau Toba adalah sungai yang bersifat
intermitten, yaitu sungai yang hanya berair pada saat hujan saja. Karena banyaknya
sungai yang hanya bersir pada saat hujan, maka data yang lain menyebutkan bahwa
jumlah sungai yang masuk ke Danau Toba adalah 289 sungai.
Dari Pulau Samosir adalah 112 sungai dan dari Daerah Tangkapan Air lainnya adalah
177 sungai. Dari 289 sungai itu, 57 diantaranya mengalirkan air secara tetap dan sisa 232
sungai lagi adalah sungai musiman (intermitten). Pada kondisi hujan normal masukan air
dari sungai-sungai tersebut berkisar antara 41,613 m3/detik pada bulan Juli (puncak
musim kemarau) sampai dengan 124,914 m3/detik pada bulan Nopember (puncak
musim hujan). Pada tahun kering 1997 debit aliran masuk kedalam danau dari sungai-
sungai tersebut berkisar antara 8,56 m3 /detik pada bulan Januari sampai dengan 62,39
m3 /detik pada bulan April. Sedangkan pada tahun basah 1999, debit aliran masuk
kedalam danau dari sungai-sungai tersebut, berkisar antara 83,535 m3 /detik pada bulan
Agustus sampai dengan 493,812 m3 /detik pada bulan Mei.
Pada kondisi hujan normal tahun 1991 masukan air yang berasal dari curah hujan
langsung kedalam danau berkisar antara 1,1 mm pada bulan Pebruari sampai dengan 8,2
mm pada bulan Mei. Pada tahun kering 1997 jumlah air masuk kedalam danau dari
curah hujan langsung berkisar antara 1,1 mm pada bulan April sampai dengan 5,5 mm
pada bulan Desember. Sedangkan pada tahun basah 1999 jumlah jumlah air masuk
kedalam danau dari curah hujan langsung berkisar antara 1,0 mm pada bulan Pebruari
sampai dengan 2,9 mm pada bulan September dan Nopember. Dari 57 buah sungai yang
mengalirkan air secara tetap terdapat 19 buah sungai besar yang mengalir dan bermuara
ke Danau Toba yaitu (1) Sungai Sigubang, (2) Sungai Bah Bolon, (3) Sungai Guluan, (4)
(5) Sungai Arun, (6) Sungai Tomok, (7) Sungai Sibandang, (8) Sungai Halian, (9)

7
Sungai Simare, (10)Sungai Aek Bolon, (11) Sungai Mongu, (12) Sungai Mandosi, (13)
Sungai Gopgopan, (14) Sungai Kijang, (15) Sungai Silabung, (16) Sungai Ringo, (17)
Sungai Prembakan, (18) Sungai Sipultakhuda dan (19) Sungai Silang. Rekayasa
dilakukan terhadap Lau Renun dengan 11 anak sungainya yang semula mengalir ke
pantai Barat Sumatera, sekarang dialihkan masuk ke Danau Toba. Aliran air Lau Renun
digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik. Dengan masuknya Lau Renun,
maka debit air rmasuk Danau Toba mengalami perubahan dari kondisi alaminya.
Penambahan ini mencapai 10-13 m3 /detik. Selain dari aliran sungai,
Danau Toba juga menampung secara langsung air hujan yang jatuh pada wilayah
perairannya. Kawasan Danau Toba mengalami 2 (dua) puncak hujan sepanjang tahun
yaitu bulan April dan Nopember. Komponen iklim (curah hujan, suhu dan kelembaban)
sangat mempengaruhi neraca air danau yang tergantung kepada aliran debit sungai dan
curah hujan yang langsung ke permukaan danau. Debit aliran sungai ditentukan oleh
kondisi penggunaan dan bukaan lahan pada Daerah Tangkapan Air. Makin tinggi bukaan
lahan, makin sedikit curah hujan yang meresap ke tanah, dan alirannya akan langsung
masuk ke sungai yang bermuara ke Danau Toba. Aliran air ini membawa sedimen dan
bahan organik lain yang dapat menurunkan kualitas dan fungsi danau.

2.3 Sumber Daya Danau Toba


Keindahan Danau Toba serta kelimpahan sumberdaya alamnya menjadi daya tarik
bagi masyarakat. Seiring dengan perjalanan waktu, jumlah penduduk yang berdomisili
semakin meningkat dengan demikian juga pemanfaatan dan jenis pemanfaatan
sumberdaya alam semakin meningkat dan bervariasi. 2.3.1 Sumber Air Minum Sejak
dahulu air Danau Toba telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air minum
dan keperluan domestik lainnya. Survey Bapedalda Provinsi Sumatera Utara tahun 2007
menunjukkan bahwa dari 147 lokasi pemukiman yang berada di pinggiran Danau Toba,
88% diantaranya menggunakan air Danau Toba sebagai sumber air baku air minum
tanpa pengolahan lanjut.
Pada kawasan ini terdapat tiga perusahaan daerah air minum (PDAM) yang
menggunakan air Danau Toba sebagai sumber air bakunya yaitu PDAM Balige, PDAM
Laguboti dan PDAM Pangururan. 2.3.2 Pembangkit Listrik Pada bagian hilir, Sungai
Asahan yang mengalirkan air Danau Toba digunakan untuk pembangkitan tenaga listrik
dengan potensi total sekitar 1056 MW, yang terbagi dalam 5 kelompok pembangkitan.
PLTA Asahan I dengan kapasitas 2 x 90 MW telah selesai dibangun, PLTA Asahan II
sudah beroperasi dengan kapasitas 604 MW, PLTA Asahan III dengan kapasitas 174
MW sedang dalam proses persiapan pembangunan. Sedangkan PLTA Asahan IV dan V,
masih memungkinkan untuk dibangun dengan kapasitas masing-masing sebesar 80 MW
dan 18 MW.
Sedangkan pada bagian hulu danau, air Lae Renun dialirkan ke Danau Toba untuk
menggerakkan turbin dengan kapasitas 82 MW. 2.3.3 Budidaya Ikan Selain itu,
pemanfaatan Danau Toba sebagai tempat budidaya ikan dengan menggunakan Keramba
Jaring Apung juga menjadi hal penting untuk diperhatikan. Berdasarkan informasi
masyarakat, budidaya perikanan pada keramba jaring apung di Danau Toba

8
(Haranggaol) dimulai pada tahun 1996. Kegiatan ini terus berkembang dan menyebar
hampir ke seluruh perairan Danau Toba. Survey Bapedalda Sumatera Utara pada tahun
2007 menunjukkan bahwa jumlah total keramba jaring apung milik masyarakat sebagai
sarana budidaya perikanan pada saat itu mencapai 4.922 unit yang tersebar pada 51
lokasi.

Gambar 2.2 KJA di Danau Toba (a) KJA Masyarakat (b) KJA Swasta (PT. Aquafarm)

Sebagai konsekuensi pemanfaatan sumberdaya ini, terjadi penurunan kualitas


lingkungan kawasan Danau Toba. Kondisi alamiah kawasan Danau Toba memang
rentan terhadap timbulnya resiko lingkugan hidup. Topografi dominan, yakni curam
hingga terjal serta dominasi jenis tanah yang rentan erosi serta iklim type C yang sangat
kering pada musim kemarau merupakan faktor-faktor alamiah yang membuat kawasan
ini rentan terhadap resiko lingkungan hidup.
Mengenai keanekaragaman hayati di perairan Danau Toba dapat disebutkan bahwa di
danau ini terdapat hewan endemik yang hanya terdapat di danau ini yakni ikan
Neolissochilus thienemanni sumtranus dan kerang Corbicula tobae. Ikan Neolissochilus
thienemanni sumatranus yang oleh penduduk setempat disebut “ihan” sudah terancam
punah dan masuk dalam Red List Status di IUCN (International Union for Conservation
of Nature and Natural Resources) sejak tahun 1996.
Ikan ini sering juga disebut “ikan batak” , namun istilah “ikan batak” digunakan pula
untuk beberapa jenis ikan lainnya dari genus Tor yang tampilan morfologinya memang
mirip karena berada di bawah familia yang sama yakni Cyprinidae. Ikan batak dari genus
Tor sering disebut sebagai jurung-jurung, lazim digunakan dalam prosesi adat Batak
sebagai simbol kesuburan. Selain ikan yang memang asli sebagai penghuni danau ini,
terdapat juga beberapa jenis ikan pendatang atau diintroduksi ke danau ini. Beberapa
jenis asli di Danau Toba antara lain Aplochilus panchax, Nematochellus pfeifferae,
Homaloptera gymnogaster, Channa gachua, Channa striata, Clarias batrachus,
Barbonymus gonionotus, B. schwanenfeldii, Danio albolineatus, Osteochilus vittatus,
Puntius binotatus, Rasbora jacobsoni, Tor tambra, Betta imbellis, Betta taeniata dan
Monopterus albus. Jenis ikan asli lain yang populasinya menurun adalah ikan pora-pora
atau undalap (Puntius binotatus).

9
Gambar 2.3 Ikan batak ihan, Neolissochilus thienemanni sumtranus, ikan endemik di
Danau Toba yang terancam punah.

Ikan yang diintroduksi misalnya Cyprinus carpio (ikan mas) dan Oreochromis
niloticus ( ikan nila). Kedua jenis ikan introduksi itu kini banyak dimanfaatkan dalam
pembudidayaan ikan di danau dengan menggunakan Karamba Jaring Apung (KJA) di
Danau Toba. Budidaya ikan dengan menggunakan KJA telah berkembang sangat pesat
di Danau Toba hingga cenderung ke tingkat ekploitasi lebih (over exploitation) yang
akhirnya tidak lagi memberikan keuntungan per unit usaha. Pertumbuhan jumlah unit
KJA yang tak terkendali bahkan telah pula menimbulkan masalah lingkungan yang
parah.

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA di Danau Toba telah dilakukan oleh masyarakat
sejak tahun 1986. Tahun 2005 telah ada 2.815 unit KJA, dua tahun berikutnya (tahun
2007) telah berlipat ganda menjadi 5.612 unit, sedangkan tahun 2009 sudah menjadi
6.269 unit. Jumlah ini terus meningkat, dan diperkirakan sudah jauh melampaui daya
dukung lingkungannya.

Gambar 2.4 Budidaya ikan dengan Keramba Jaring Apung (KJA) yang sangat intensif
di perairan Haranggaol, Danau Toba.

10
Gambar 2.5 Kematian massal ikan di KJA (Karamba Jaring Apung) di Danau Toba pada
pekan pertama bulan Mei 2016 mengakibatkan lebih 1500 ton ikan mati.

Terkait dengan masalah KJA ini, Badan Litbang Kelautan dan Perikanan (2015)
merekomendasikan perlunya langkah moratorium dan rasionalisasi pengelolaan KJA,
yakni dengan menghentikan penambahan baru KJA dan mengurangi jumlah unit KJA
yang ada hingga ke tingkat yang rasional sesuai dengan daya dukung lingkungannya
serta pengaturan perseberannya di danau. Namun implementasinya tentu bukanlah hal
yang mudah karena akan menyangkut berbagai aspek sosial-ekonomi-politik lokal yang
pelik.

2.4 Pengunaan Lahan

Penggunaan lahan di Daerah Tangkapan Air Danau Toba terdiri atas tanah sawah,
tanah kering dan tanah terbuka. Tanah sawah berada pada daerah yang relative datar dan
sebagian besar berada di Kabupaten Toba Samosir. Lahan kering umumnya
dimanfaatkan untuk tanaman semusim yaitu tanaman budidaya seperti palawija, jagung,
singkong dan sayur-sayuran seperti cabai, terong, bawang, tomat, bayam dan lain-lain.
Lahan kering yang dimanfaatkan sebagian besar pada daerah datar dan sebagian kecil
pada lereng yang curam. Lahan Terbuka dimanfaatkan untuk pemukiman, bangunan
seperti hotel, rumah, pasar dan sebagian berbentuk padang alang dan hamparan rumput.

Tabel 2.2 Jenis Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba

11
2.5 Permasalahan Lingkungan di Danau Toba

Eksploitasi kawasan yang kurang mempertimbangkan kondisi alamiah ini telah


menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Secara umum permasalahan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut (Sumber: Kajian Lingkungan Strategis Kawasan Danau
Toba, BLH Provinsi Sumatera Utara, 2011):

1. Penurunan Kualitas Air Danau

Hasil pemantauan menunjukkan bahwa kualitas air Danau Toba telah tercemar,
dengan kategori cemar sedang (mengacu kepada Baku Mutu Air kelas I sesuai
dengan PP No. 82/2001). Berbagai sumber pencemar air Danau Toba antara lain
adalah limbah domestik, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi air dan
pertambangan bahan galian golongan C.

 Limbah domestik mengandung bahan-bahan pencemar antara lain bahan organik,


nitrogen, phosphor, potassium, kalsium, amoniak, nitrat dan padatan-padatan
tersuspensi serta organisme patogen.

 Pencemaran dari kegiatan pertanian berupa limbah pestisida dan pupuk yang
menyebabkan meningkatnya kadar phospor, nitrogen, kalium, dan zat organik di
perairan Danau Toba. Limbah dari kegiatan peternakan menimbulkan pencemaran
bahan organik, unsur N, P, K dan bakteri e-coli. Sedangkan limbah dari kegiatan
budidaya perikanan al. berupa unsur phosphor, nitrogen, vitamin, mineral dan
zatzat organik.

 Kegiatan transportasi air berpotensi mencemari perairan melalui ceceran oli dan
bahan bakar, limbah padat dan air limbah dari toilet kapal yang masuk ke perairan
Danau Toba.

 Kegiatan pertambangan bahan galian golongan C akan meningkatkan kekeruhan


yang dapat mengganggu kehidupan biota air dan meningkatkan sedimentasi.

2. Kerusakan Daerah Tangkapan Air.

Salah satu penyebab lain kerusakan DTA adalah penambangan bahan galian
golongan C dari badan air, pinggiran pantai dan tebing Danau Toba. Penambangan
ini memang memberi manfaat ekonomi, namum pada saat yang sama juga
menimbulkan kerusakan lingkungan yang massif.

12
Di daerah Horsik sampai Panamean, berdasarkan Survey BLH tahun 2007 ditemukan
34 titik penambangan batu pada daerah sepanjag 6 km dari dinding danau. Tebing
danau yang berupa bebatuan digali bahkan sampai mencapai puncak tebing.
Penambangan ini sangat merusak ekosistem, menimbulkan erosi, sedimentasi,
kekeruhan, menambah lahan kritis dan berpeluang untuk melongsorkan/meruntuhkan
dinding danau.

3. Ancaman Keanekragaman Hayati

Keanekaragaman hayati (kehati) pada kawasan Danau Toba telah mengalami


ancaman, baik habitat daratan maupun habitat perairan. Terdapat berbagai faktor
penyebab terancamnya kehati pada kawasan ini diantaranya; perusakan habitat
karena kebakaran, konversi lahan, aplikasi pestisida, pembuangan limbah,
penyempitan luasan habitat, introduksi spesies asing, maupun serangan hama dan
penyakit serta bencana alam banjir, longsor atau gempa. Pada saat ini terjadi
blooming ikan Pora-pora (Puntius binotatus) di Danau Toba dan pada saat yang sama
nelayan kesulitan menangkap ikan Mujair (Tilapia mossambica), salah satu spesies
asli danau ini yang sudah mulai sulit ditemukan di perairan Danau Toba.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas mengenai kawasan Danau Toba dapat disimpulkan bahwa:
1. Keindahan Danau Toba serta kelimpahan sumber daya alamnya menjadi daya tarik
bagi masyarakat mulai dari sumber air yang dimanfaakan sebagai air minum hingga
menjadi sumber pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dengan potensi total sekitar
1056 MW, yang terbagi dalam 5 kelompok pembangkitan yang tersebar di sekitar
kawasan Danau Toba dan menjadi tempat budidaya ikan laut dengan menggunakan
Keramba Jaring Apung.
2. Berdasarkan kondisi eksisting, analisis dan ultimate profil yang hendak dicapai
Kawasan Danau Toba, maka perlu dirumuskan ultimate goals pengembangan
Kawasan Danau Toba dengan tujuan dan sararan pengembangan Kawasan Danau
Toba mempertimbangkan arahan kebijakaan pembangunan Nasional, Regional dan
Lokal serta potensi kawasan Danau Toba. Indikasi program Inkubasi Pengembangan
Kawasan Danau Toba diturunkan dari Ultimate Concept pengembangan infrastruktur
Kawasan Danau Toba dengan program infrastruktur PUPR dan Non PUPR tahun
2017-2020.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah singkat ini, penulis mengharapkan agar masyarakat
terkhusus masyarakat kawasan sekitar Danau Toba sadar dan lebih paham lagi seberapa
pentingnya pengaruh dan manfaat dari Danau Toba. Baik masyarakat sekitar maupun
para wisatawan lokal maupun mancanegara dapat membantu mempromosikan daerah
wisata Danau Toba sehingga pengembangan daerah dapat berjalan sesuai program yang
direncanakan oleh pemerintah daerah.

14
15
16

Anda mungkin juga menyukai