Anda di halaman 1dari 12

DEGRADASI LINGKUNGAN DI EKOSISTEM DANAU TOBA

TAKE HOME UAS GASAL TA 2018/2019

Mata Kuliah : Ekologi dan Ilmu Lingkungan


Dosen : Prof. Dr. Totok Gunawan, M.S.
Tanggal Pengumpulan : 17 Desember 2018

Oleh

Nama : Galang Topan Paderi


NIM : 18/435082/PMU/09593

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
PENDAHULUAN

Ekosistem merupakan asosiasi berbagai jenis makhluk hidup (komunitas) dan

lingkungan fisiknya yang dihubungkan oleh aliran energi dan daur materi. Ekosistem

danau terbagi atas daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat

ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah

yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat

daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan

daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar.

Danau adalah badan air yang dikelilingi daratan dan dikelompokkan sebagai

salah satu jenis lahan basah. Danau digolongkan ke dalam lahan basah alami bersama

hutan mangrove, rawa gambut, rawa air tawar, padang lamu, dan terumbu karang.

Perairan danau cenderung diam karena itu dinamakan pula perairan lentik, lawan dari

perairan lotik atau mengalir (sungai).

Danau juga mempunyai fungsi antara lain mencegah kekeringan dan banjir serta

dalam kaitannya dengan penyediaan air bersih, baik untuk minum, irigasi maupun

industri. Dengan demikian, danau mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan.

Penjagaan kebersihan sumber-sumber air danau, danau itu sendiri, dan saluran-saluran

keluarnya secara otomatis menjamin tersedianya air bersih di sepanjang alirannya. Hal

tersebut terutama penting karena di banyak daerah Indonesia, misalnya Jawa dan

Sumatera, penyediaan air bersih menjadi malah kritis. Jika ditinjau dari segi ekosistem,

danau merupakan tempat hidup berbagai organisme, termasuk yang bersifat endemik,

mulai dari ikan sampai burung air.


Tidak saja penting bagi pelestarian plasma nutfah dan konservasi alam, hal

tersebut dapat dijadikan aset bagi rekreasi dan pariwisata. Danau dapat menjadi objek

wisata juga karena orang-orang dapat menikmati aktivitas-aktivitas seperti memancing,

berperahu, berenang, atau bahkan sekedar menikmati keindahan alam. Pemanfaatan

danau sebagai objek wisata jelas akan memicu ekonomi masyarakat yang tinggal

disekililingnya.

Akan tetapi, pemanfaatan danau sebagai objek wisata juga tentunya harus

dilaksanakan dengan pengelolaan yang baik dan terkendali; karena jika danau itu rusak,

otomatis orang-orang tidak akan tertarik lagi mengunjunginya untuk berwisata. Danau

dapat tercemari oleh berbagai hal, misalnya pestisida, pupuk, sedimentasi berlebihan,

sampah akibat aktivitas manusia, limbah cair, limbah radioaktif, panas buangan, dan

lain-lain. Pemanfaatan danau untuk kegiatan budidaya ikan dengan sistem karamba

jaring apung juga dapat menyebabkan pencemaran.

Hal itu diakibatkan oleh kurangnya perhatian pada daya tampung limbah ke

perairan. Sebagai akibatnya, degradasi lingkungan pun terjadi, terutama ketika terjadi

umbalan (upwelling). Ikan-ikan yang hidup di dalam danau dapat mengalami kematian

massal. Selain itu, penumpukan limbah organik dari usaha budidaya akan mempercepat

proses eutrofikasi.

Danau yang berukuran lebih kecil kemungkinan tingkat pencemarannya lebih

besar daripada danau yang lebih besar. Hal itu disebabkan danau yang lebih besar

tingkat pengenceran dan pelarutan limbahnya juga tinggi. Danau tidak hanya dapat

tercemar ataupun rusak, melainkan juga menghilang.


Danau dapat menghilang karena beberapa sebab. Danau mungkin terpenuhi

sedimen dan berubah menjadi rawa. Pendangkalan juga dapat terjadi akibat eutrofikasi

yang menyebabkan organisme-organisme yang hidup di perairan danau sebelah dalam

mati dan menumpuk.

PEMBAHASAN

Danau Toba adalah danau terbesar di Indonesia. Danau tersebut terletak di Pulau

Sumatera tepatnya provinsi Sumatera Utara. Di tengah-tengah danau terdapat suatu

daratan yang dikenal dengan pulau Samosir. Danau Toba merupakan danau

volkanotektonis akibat proses tanah terban (subsidence) yang terjadi karena bagian

dalamnya berupa magma naik ke permukaan melalui celah tektonik membentuk

gunung api. Ruang yang ditinggalkan oleh magma membentuk rongga di dalam kerak

bumi dan kemudian beban dipermukaan mengalami terban yang terpotong menjadi

beberapa bagian bagian yang cukup besar berada dibagian tengah dengan posisi miring

ke arah barat berupa pulau Samosir dan bagian lain yang poisisnya lebih rendah

selanjutnya tergenang air membentuk danau. Komunitas flora dan fauna tersebar di

Danau Toba sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut

danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut:

a. Daerah litoral

Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan

optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan

air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air. Komunitas
organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya

diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan

semi air seperti kura-kura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering

mencari makan di danau.

b. Daerah limnetik

Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat

ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk

ganggang dan sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan

kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian

besar termasuk Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton.

Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih

besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan.

c. Daerah profunda

Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba

dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah

mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing

dan mikroba.

d. Daerah bentik

Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-

sisa organisme mati.


Danau Toba dijadikan tempat wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, juga

menjadi tempat mencari nafkah bagi penduduk yang berdiam baik di sekeliling danau

maupun di tengah, tepatnya di pulau Samosir. Danau tersebut menjadi tempat

kehidupan berbagai macam ikan dan tumbuhan air yang dimanfaatkan untuk kehidupan

masyarakat sekitarnya. Di danau tersebut banyak di buat keramba-keramba untuk

memelihara ikan, di antaranya ikan mas. Di samping itu, kawasan sekitar danau Toba

maupun di Pulau Samosir merupakan kawasan pertanian. Kawasan Danau Toba bila

dilihat secara kasat mata juga telah menjadi daerah yang terdegradasi terutama

terjadinya penggundulan hutan yang cukup parah dibeberapa tempat dilingkungan

danau Toba termasuk di pulau Samosir. Hal ini berpengaruh kepada kualitas

lingkungan danau termasuk mempengaruhi ekosistem perairan danau Toba.

Tingkat kerusakan hutan yang ada di kawasan sekitar danau Toba dan wilayah

pulau Samosir telah begitu parah hingga tinggal 6,8 % dari catchment area, hal ini

banyak dipengaruhi oleh perilaku manusia untuk melakukan penebangan pohon secara

semaunya tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan. Terlebih adanya pabrik

pulp and paper yang dianggap selama ini melakukan penebangan terutama pohon pinus

secara tidak benar sehingga menyebabkan penggundulan hutan. Hal ini tentu saja

mengakibatkan kerusakan ekosistem danau Toba juga (kawasan perairan) sebab

dengan adanya kerusakan hutan di daerah catchment area akan menyebabkan erosi dan

pelumpuran di perairan danau. Tentunya hal ini akan merusak sumber makanan ikan

yang ada di danau dan juga danau menjadi keruh airnya dan tentu saja akan menggangu

ekosistem danau.
Masalah yang cukup serius belakangan ini adalah berkurangnya sumber air untuk

kebutuhan masyarakat setempat dimana untuk beberapa tempat masyarakat harus

mengambil air dari danau Toba untuk kebutuhan sehari-harinya dan untuk itu harus

berjalan berkilo-kilo jauhnya karena sumber-sumber air di daratan seperti sungai dan

mata air telah menjadi kering. Sarana transpotasi berupa kapal turut dianggap

mencemari lingkungan perairan dimana solar yang digunakan sebagai bahan bakar

cukup banyak menggenangi perairan. Ini tentu mencemari danau dan mengganggu

ekosistem yang ada di sana.

Matinya jutaan ekor ikan mas pernah terjadi di kawasan danau Toba dalam 2.216

petak keramba jaring apung khususnya di daerah Haranggaol pada awal November

2004 akibat serangan virus koi herpes (KHV) ini terjadi tentu saja menyebabkan

keugian yang cukup besar sekitar Rp. 40 milyar, kematian jutaan ikan tersebut juga

mencemari perairan danau yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Utara. Air

danau berubah memutih karena dipenuhi bangkai ikan, dan menimbulkan bau busuk

selama berminggu-minggu.

Ini terjadi diperkirakan akibat adanya ketidakseimbangan alam yang tejadi akibat

ulah manusia melakukan kegiatannya disadari atau tidak mengganggu keseimbangan

lingkungan. Konsekuensinya bagi para otoritas pengelola kawasan Danau Toba adalah

perlunya penataan zona perikanan keramba di wilayah perairan Danau Toba yang

mulai terlihat padat dengan keramba jaring apung. Karena pemanfaatan danau tidak

hanya untuk perikanan saja tapi perlu juga pariwisata dan transportasi.
Upaya perbaikan yang pernah dilakukan misalnya pada tahun 1996 telah

ditandatangani kesepakatan membentuk Sister Lakes antara Danau Toba dengan Lake

Champain Amerika. Pembentukan sister lakes ini berupa bantuan teknis dari Amerika

Serikat yang berpengalaman dalam menjadi kelestarian danau Champlain di Amerika

Serikat yang kondisinya mirip dengan Danau Toba. Kerjasama teknik tersebut berupa:

 Pertukaran pengalaman dalam mengelola kawasan perairan danau berdasarkan

model yang dikembangkan di Amerika Serikat yang digunakan di danau

Champlain, USA.

 Transfer of low-cost, alternatif teknologi untuk mengelola air buangan

(wastewater) di masyarakat kecil (small communities).

 Mentransfer teknologi penanganan limbah industri khususnya pabrik pulp and

paper.

 Memperkuat standar pengaturan/regulasi dalam bisnis terhadap lingkungan di

kawasan Danau Toba.

 Transfer teknologi untuk mengontrol water hyacinth.

Selain itu, pada tanggal 29 Januari 1997 pernah dilaksanakan program ”Wastewater

Treatment in Tourist Area of Parapat-Ajibata, Lake Toba, North Sumatera” yang

dicanangkan oleh Gubernur Sumatera Utara waktu itu dalam upaya melakukan

pembersihan terhadap kualitas air (sewage water treatment) yang ada di Danau Toba

di mana pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Perusahaan Daerah Air Minum

(PDAM) Tirtanadi.
Ini dilakukan mengingat sumber terbesar penyebab memburuknya kualitas air di

perairan danau Toba banyak dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga dan kegiatan

usaha yang berada di pinggir danau Toba. Tidak bisa dipungkiri kualitas lingkungan

kawasan Danau Toba memang menurun secara drastis. Bahkan ada yang menyamakan

Danau Toba ibarat kubangan raksasa. Danau Toba merupakan ekosistem yang rapuh

yang perlu dijaga. Kerjasama dan pemahaman tamu dan pengunjung agar bertanggung

jawab terhadap lingkungan mutlak diperlukan untuk mengelola dampak lingkungan

dari kunjungan dan kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan Danau Toba.

Berdasarkan analisis awal, ada beberapa situasi lingkungan di Danau Toba dan

sekitarnya saat ini tidak terkelola dengan baik dan jika dibiarkan akan terus merusak

lingkungan yaitu: Budidadaya ikan berlebihan (Keramba Jaring Apung); Pembakaran

hutan; Penebangan pohon dan kerusakan ekosistem air oleh limbah cair dan padat.

Oleh karena itu, harus ada komitmen sejak awal sehingga dampak negatifnya

tidak memburuk dan untuk meningkatkan kualitas lingkungan di Danau Toba.

Pengembangan tujuan wisata dapat berdampak negatif terhadap lingkungan jika

strategi pengelolaan lingkungan tidak diantisipasi dan dilaksanakan seperti: Hilangnya

tutupan vegetasi; Hilangnya keanekaragaman hayati; Kerusakan fisik terhadap

lingkungan air lebih jauh oleh aktivitas pengunjung dan kapal yang mengelilingi pulau;

Kontaminasi air tanah dan kerusakan pada sistem air tanah jika jamban standar lokal

tetap digunakan dan air limbah tidak dikelola dengan baik; Meningkatnya sampah dari

para pengunjung yang datang ke Danau Toba; Gangguan habitat satwa liar; Pantai akan

mengalami abrasi jika tutupan vegetasi hilang atau proses garis pantai alami terganggu.
Sebagian besar kegiatan penghijauan dan penanaman pohon sebaiknya

menggunakan tanaman asli kawasan Danau Toba termasuk pohon buah untuk menjaga

karakter vegetasi alami yang ada dan adaptasi terbaik terhadap iklim dan tanah.

Penebangan kayu dan pembakaran hutan yang tidak terkendali dan tidak terpantau di

kawasan Danau Toba oleh masyarakat setempat dapat menyebabkan degradasi dan

hilangnya tutupan vegetasi hutan.

Ekosistem kawasan Danau Toba adalah habitat alami berbagai jenis satwa

terutama ikan dan burung. Oleh karena itu, pengelolaan, perlindungan dan keamanan

di kawasan ini harus merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan lingkungan.

Diperlukan kerja sama para pemangku kepentingan untuk menerapkan opsi sumber

kayu alternatif, menciptakan tata air yang lebih baik dalam kawasan, memperbaiki

hutan yang rusak, meningkatkan keanekaragaman hayati kawasan dan membuka hutan

bagi kegiatan ekowisata.

Untuk mengelola dampak lingkungan dari kehadiran dan aktivitas pengunjung,

maka harus:

 Menghitung kapasitas untuk menentukan batas jumlah pengunjung di lokasi yang

memiliki ekosistem rapuh (Daya Dukung Lingkungan).

 Memasang rambu tanda dan arah untuk menginformasikan pengunjung.

 Mengurangi dampak dengan jalur kecil, dermaga dan membatasi akses ke lokasi

sensitif atau penutupan sementara dan pada waktu-waktu tertentu untuk lokasi

yang diidentifikasi memiliki kebutuhan rehabilitasi.


 Menetapkan kuota dan membatasi durasi kunjungan di tempat-tempat yang

memiliki daya tarik alami yang sensitif dan sangat diinginkan, untuk mengurangi

dampak kunjungan dan aktifitas pengunjung.

Untuk mengelola dampak kunjungan ke ekosistem tepian pantai dan perairan

Danau Toba, maka harus:

 Menetapkan tambatan dan satu titik masuk untuk mengurangi dampak kapal dan

akses kapal ke danau di sekitarnya.

 Menetapkan koridor untuk lalu lintas air yang aman dengan menggunakan

pelampung penanda di luar kawasan wisata di daerah perairan.

 Bekerjasama dengan kepala daerah dan desa untuk membentuk operator

transportasi kooperatif dengan kapal / kapal yang harus terdaftar di desa setempat

yang telah menyelesaikan panduan teknis tentang bagaimana merawat

lingkungan dan SOP untuk menangani kapal-kapal yang tidak terdaftar yang

beroperasi di wilayah tersebut.

 Menyediakan identifikasi area untuk kapal dan kapal yang berlayar mengelilingi

pulau serta tamu dan pengunjung yang melakukan kegiatan di perairan Danau

Toba.

 Mengatur pengumpulan sampah dari garis pantai secara teratur.


PENUTUP

Fungsi ekologis dari danau adalah mencegah kekeringan dan banjir serta dalam

kaitannya dengan penyediaan air bersih, baik untuk minum, irigasi maupun industri.

Kerusakan yang terjadi di Danau Toba terjadi akibat penebangan pohon secara

semaunya tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan, berkurangnya sumber air

danau karena digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, serta sarana transpotasi berupa

kapal turut dianggap mencemari lingkungan perairan. Upaya perbaikan yang dilakukan

yaitu dengan pertukaran pengalaman dalam mengelola kawasan perairan danau,

transfer of low-cost alternatif teknologi untuk mengelola air buangan (wastewater) di

masyarakat kecil (small communities), dan transfer teknologi untuk mengontrol water

hyacinth.

REFERENSI

Patogi, S. S. 2006. Degradasi Lingkungan Kawasan Danau Toba. Bogor: IPB

Anda mungkin juga menyukai