Anda di halaman 1dari 10

EKONOMI LINGKUNGAN

SUMBERDAYA TERBARUKAN

NAMA NIM
FIRMANSYAH 18/435081/PMU/09592
GALANG TOPAN P. 18/435082/PMU/09593
GEMASAKTI ADZAN 18/435083/PMU/09594
GRAHA CHRISTIE M. 18/435084/PMU/09595

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
PENDAHULUAN
Sumber daya terbarukan (SDT) memiliki sifat dasar yaitu keberadaannya
(stock) yang dinamis—dapat bertambah dan berkurang. Persediaan SDT akan terus
bertambah ketika faktor lingkungan yang terkait mendukung terjadinya pembaruan
(regenerasi) hingga pada satu kondisi di mana daya dukung lingkungan berada pada
titik maksimum. Contoh dari SDT adalah sumber daya perikanan dan sumber daya
hutan.

Adanya kemampuan SDT untuk melakukan regenerasi merupakan


keuntungan karena manusia dapat mengeksploitasinya terus menerus sementara
keberadaannya akan selalu tumbuh kembali selama kondisi faktor lingkungannya
mendukung. Namun di sisi lain jika laju eksploitasi melebihi laju pertumbuhan
(eksploitasi secara berlebihan) maka akan mendrong terjadinya degradasi yang
dapat mengancam keberadaan dari SDT tersebut. Makalah ini akan coba membahas
bagaimana SDT dapat dimanfaatkan secara optimal.

KURVA PERTUMBUHAN SUMBER DAYA TERBARUKAN


Proses pertumbuhan suatu sumber daya (misalnya suatu jenis ikan) akan
mengikuti fungsi logistik (Gambar 1): pada tahap awal jumlahnya akan semakin
berlipat hingga kemudian terjadi kompetisi dalam perebutan sumber makanan yang
menyebabkan perlambatan laju hingga pada kondisi di mana daya dukung
lingkungan mencapai titik maksimum.

Gambar 1: Fungsi logistik kurva pertumbuhan sumber daya terbarukan.


Gambar 2: Kurva pertumbuhan sumber daya terbarukan.

Pada Gambar 2, kondisi tersebut digambarkan dengan sedikit berbeda melalui


penggambaran hubungan antara laju pertumbuhan (Ẋ) pada sumbu vertikal dan stok
kelimpahan ikan (X) pada sumbu horizontal. Laju pertumbuhan stok kelimpahan
SDT akan meningkat (positif) di tahap awal, kemudian mencapai titik pertumbuhan
maksimum dan berangsur menurun hingga pada titik stok kelimpahan maksimum.
Titik pertumbuhan maksimum ini disebut Maximum Sustainable Yield (MSY) atau
tangkapan maksimum yang lestari, yaitu suatu konsep yang menggambarkan bahwa
ketika SDT dipanen atau dieksploitasi pada titik MSY maka SDT akan dapat
melakukan regenerasi sehingga dapat dipanen lagi pada periode MSY berikutnya
tanpa mengganggu persediaan untuk masa mendatang. Konsep tersebut
menggambarkan bahwa ketika eksploitasi dilakukan pada momen MSY, maka
kelimpahan SDT akan terus terjaga dan dapat terus didapatkan hasil maksimal pada
setiap periodenya.

LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA TERBARUKAN


Tingkat eksploitasi yang dilakukan atas suatu sumber daya terbarukan dapat
dijelaskan melalui fungsi yang menggambarkan bahwa usaha (effort) (E) yang
dilakukan nilainya ekuivalen dengan rasio kuantitas suatu SDT tertentu (X) yang
dieksploitasi (H):
𝐻
𝐸=𝑋

Di mana semakin besar usaha yang diupayakan, semakin besar proporsi stok
kelimpahan SDT yang dapat dieksploitasi. Gambar 3 menunjukkan bagaimana
level usaha yang dilakukan akan berpengaruh pada kuantitas SDT yang dapat
dieksploitasi dan level stok kelimpahan SDT itu sendiri, di mana garis EX ekuivalen
dengan laju pertumbuhan SDT tersebut.

Gambar 3: Kurva keseimbangan usaha-pertumbuhan.

Garis EX akan menghasilkan titik perpotongan kuantitas eksploitasi H*


dengan level stok SDT X*, di mana level eksploitasi yang dilakukan di sepanjang
sisi sebelah kanan X* akan menyebabkan degradasi atau kelangkaan stok
kelimpahan SDT, sementara level eksploitasi yang dilakukan di sepanjang sisi
sebelah kiri X* maka kelimpahan stok SDT akan mampu terbarukan. Dalam kasus
ini, EX merupakan instrument kebijakan ekonomi yang menjadi faktor yang kaan
mempengaruhi kuantitas eksploitasi yang dapat dilakukan dan stok kelimpahan
SDT tersisa, namun bagaimana kita menentukan level eksploitasi yang ideal? Untuk
itu kita memerlukan konsep biaya-pendapatan (cost and revenue).
KONSEP BIAYA DAN PENDAPATAN
Konsep biaya dan pendapatan akan dijelaskan melalui Gambar 4 tentang
hubungan antara level eksploitasi dan level usaha yang dilakukan, yang merupakan
transformasi dari kurva pada Gambar 3. Gambar teresbut menunjukkan berbagai
tingkatan usaha di mana E4 > E3 > E2 > E1 > E0 di mana E adalah kurva yang
merepresentasikan garis EX. Level eksploitasi yang dihasilkan dari setiap usaha
kemudian direpresentasikan dalam h0, h1, h2, h3, dan h4.

Gambar 4: Kurva transformasi dari fungsi pertumbuhan-usaha menjadi usaha-kuantitas eksploitasi.


Jika kita mengasumsikan bahwa faktor usaha adalah satu-satunya faktor
produksi, maka biaya total (TC) akan ekuivalen dengan level usaha dikalikan satuan
harga dari usaha tersebut (misalnya gaji, modal, peralatan, teknologi, waktu, dsb.).
Sementara pendapatan total (TR) ekuivalen dengan kuantitas eksploitasi dikalikan
dengan unit harga komoditas SDT tersebut.

Gambar 5: Kurva profit maksimum dan konsep akses terbuka.

Pada SDT yang pengelolaannya dilakukan atas dasar kepemilikan perorangan,


maka kecenderungannya stok kelimpahan SDT akan terjaga dengan baik sehingga
profit maksimum dapat dilakukan ketika eksploitasi dilakukan pada batas maksimal
HPROF dengan level usaha EPROF di mana pada kondisi tersebut merupakan kondisi
TR-TC maksimum.

Berbeda halnya ketika pengelolaan SDT dilakukan dengan konsep akses


terbuka di mana semua pihak diberikan kewenangan untuk melakukan SDT
tersebut. Pengelolaan SDT dengan konsep akses terbuka akan mendorong
peningkatan tingkat usaha eksploitasi (bisa digambarkan dengan jumlah produsen,
peningkatan durasi waktu eksploitasi, dsb.) sehingga akan linear dengan kuantitas
SDT yang dapat dieksploitasi. Hasil eksploitasi maksimum pada konsep akses
terbuka akan dicapai pada persinggungan garis TC, sementara kelangkaan SDT
akan terjadi jika usaha eksploitasi yang dilakukan mencapai atau lebih besar dari
EMAX.
Secara umum pengelolaan SDT dengan konsep hak kepemilikan individu
cenderung lebih baik dalam konteks pengelolaan SDT yang berkelanjutan, karena
dapat dibatasi tingkat dan kuantitas eksploitasi yang diperkenankan. Contohnya
adalah pengelolaan kawasan hutan oleh masyarakat adat dan hak pengelolaan suatu
lahan oleh perusahaan yang ijinnya diberikan oleh pemerintah. Pengelolaan SDT
dengan konsep terbuka memiliki risiko terjadinya kelangakaan SDT yang lebih
besar dibandingkan konsep kepemilikan individu, walaupun konsep kepemilikan
individu juga tidak selalu menjamin akan kelestarian SDT, misalnya saja ketika
eksploitasi dilakukan secara berlebihan karena semakin meningkatnya permintaan
produksi.

NILAI PRESERVASI
Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, konsep pengelolaan SDT melalui
hak kepemilikan individu dapat menjadi pilihan kebijakan untuk mendorong
pemanfaatan SDT secara berkelanjutan. Selain itu dapat pula digunakan konsep
pelibatan faktor eksternalitas dan biaya sosial dalam aspek produksi (Biaya Total).
Konsep eksternalitas merupakan solusi yang dapat digunakan mengingat dalam
praktek nyata di lapangan sulit sekali menerapkan konsep profit maksimum
khususnya pada mekanisme pengelolaan SDT akses terbuka. Manusia akan
berlomba-lomba dalam mengeksploitasi SDT dan kadang tanpa kesadaran bahwa
eksploitasi yang dilakukan telah mencapai batas maksimum yang dapat
menyebabkan terjadinya kelangkaan stok kelimpahan SDT tersebut.

Gambar 6: Kurva eksploitasi SDT yang memasukkan unsur eksternalitas.


Memasukkan unsur eksternalitas pada dasarnya merepresentasikan nilai
preservasi atau perlindungan terhadap keberlanjutan SDT, maka kegiatan
eksploitasi akan turut memperbandingkan berapa nilai manfaat yang akan hilang
dengan manfaat dari eksploitasi yang dilakukan. Pertimbangan tersebut, melalui
analisa biaya dan manfaat, dapat digunakan sebagai titik untuk menentukan batas
kegiatan eksploitasi yang diperkenankan. Pada Gambar 6, nilai preservasi atau
perlindungan SDT direpresentasikan melalui biaya sosial total (TSC) yang
merupakan penjumlahan dari biaya total (TC) dan biaya eksternal (TEC).
Keuntungan sosial maksimal akan didapatkan pada nilai maksimal selisih atas nilai
pendapatan (TR) dengan TSC yang pada kurva tersebut ditunjukkan pada titik ESOC.
Melalui penggunaan faktor eksternalitas dan biaya sosial, kelestarian SDT akan
lebih mudah dicapai dibandingkan dengan pendekatan yang menggunakan konsep
profit maksimum semata. Jika biaya eksternal terlampau besar, maka kegiatan
eksploitasi dapat dipertanyakan kembali, apakah benar-benar perlu dilakukan atau
tidak, sehingga SDT akan dapat terjaga.

HUBUNGAN HARGA DAN WAKTU


Hal yang terpenting adalah waktu berarti kita dapat melihat bagaimana
discount rate mempengaruhi analisisnya. Berikut adalah beberapa persamaan yang
dapat digunakan untuk menghitung beberapa variabel. Dalam hal ini X untuk
menggambarkan level populasi atau biomassa. F(X) adalah curva pertumbuhan (
Gambar 2). Kemudia tingkat pertumbuhan dari X adalah dX/dt (t adalah waktu )
dan H merupakan waktu panen dapat digambarkan dalam persamaan:

𝑑𝑋
= 𝐹 (𝑋) − 𝐻(𝑡)
𝑑𝑡

Tingkat pertumbuhan populasi sama dengan tingkat pertumbuhan alami F(X)


kurang waktu panen. Berikutnya adalah persamaan fungsi reproduksi dimana H =
Q (E,X) yang mana tingakt jumlah panen (H) merupakan jumlah usaha dan level
populasi. Lebih spesifik yaitu merubah persamaan H = Q (E,X) ke dalah Cobb
Douglas menjadi:
H= A Ea Xb untuk memudahkan a= 1 dan AXb = G(X) yang menjadi:
𝐻
H=EG(X) atau E = 𝐺(X) dimana E adalah effort atau upaya

Kemudian untuk menghitung keuntungan profit (produces profit) adalah 𝜋 yaitu:

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 atau 𝜋 = 𝑃𝐻 − 𝐶𝐸 menggabungkan persamaan effort dan produces


profit menjadi:
𝐶𝐻
𝜋 = 𝑃𝐻 − 𝐺(𝑋)

𝐶𝐻
kemudian 𝐺(𝑋) pada persamaan diatas digantikan dengan C (X) dan didapatkan:

𝜋 = 𝑃𝐻 − 𝐶(𝑋)𝐻
Sekarang untuk memaksimalkan objek keuntungan untuk kepemilikan
perseorangan (single owner) dan mengasumsikan bahwa dengan kepemilikan
perseorangan atau kepemilikan bersama (multiple owner) yaitu mengontrol
sumber daya adalah untuk memaksimalkan maximise the present (discounted)
value of profits. Kemudian dapat ditulis sebagai profit maximation yaitu:

𝑃𝑉(𝜋) = ∫0 [𝑃 − 𝐶 (𝑋)𝐻𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡

Di mana s adalah tingkat diskon yang relevan.

H(t) = F(X) – dX/dt menjadi ∞


𝑃𝑉(𝜋) = ∫0 [𝑃 − 𝐶 (𝑋)[F(𝑋)– 𝑋]𝑒 −𝑠𝑡 𝑑𝑡

Secara sederhana dapat ditulis

𝐶′(𝑋)𝐹(𝑋)
𝑠 = 𝐹 ′ (𝑋) −
𝑃 − 𝐶(𝑋)

Jika kita, menganggap harga (P) sebagai fungsi waktu, maka kita akan mendapatkan
P = P(t)
IMPLIKASI DARI MODEL YANG LEBIH LENGKAP
Pelajaran yang dapat dipahami dari bagian sebelumnya kami cantumkan di
bawah ini beberapa hasil yang menarik. Harus dilihat bahwa model yang telah
digunakan sangat mengecilkan kompleksitas pengangkatan sebenarnya dilhat pada
gambar di bawah ini.

Gambar. 7 Kurva. Persedian stock yang optimal

a. dari persamaan (16.21) kita dapat melihat bahwa jika s = 0, d R/dX = 0,


sehingga sewa berkelanjutan dimaksimalkan. jika tingkat diskon nol. Maka,
kita mengamankan sewa maksimum yang berkelanjutan: sangat sederhana,
setiap keuntungan masa depan dari pengurangan panen saat ini berlangsung
selamanya dan, karena pemilik sumber daya acuh tak acuh antara sekarang
dan masa depan. S=0, pengerbonaan saat ini belum bermanfaat 2. Pada fee
keuntungan yang sama, f, sewa berakir hingga nol. Jika dR/Dx dapat di
asumsikan menurun sebagai xincreases, maka gambar 16.8 menunjukan
bagaimana t ukuran, populasi optimal x di tentukan karena x akan berkurang
dengan x semakin besar stock semakin mudah,
b. memanen sumberdaya lebih mudah, fungsi Sp-c akan meningkatkan dengan
x dari persamaan.
1. Stok optimal lebih rendah, semakin tinggi tingkat diskon
2. Stok optimal lebih rendah, semakin rendah per unit
3. Stok optimal lebih rendah, semakin tinggi harga per unit

Anda mungkin juga menyukai