Anda di halaman 1dari 80

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012

Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012


KEBIJ AKAN EKONOMI KELAUTAN
DENGAN MODEL EKONOMI BIRU
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
SEKRETARIAT J ENDERAL
SATUAN KERJ A DEWAN KELAUTAN INDONESIA
TAHUN 2012
DEWAN KELAUTAN INDONESIA
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Tim Penyusun
Pengarah : Sharif C. Sutardjo
Penanggungjawab : Dr. Ir. Gellwyn Yusuf, M.Sc
Ketua : Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS
Wakil Ketua : Dr. Ir. Dedy H. Sutisna, MS
Sekretaris : Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si
Anggota : Prof. Firmanzah, Ph.D
Dr. Sunoto, M.E.S
Dr. Ir. Suseno, MM
Syarif Syahrial, SE, ME
Dr. Ir. Sri Yanti Wibisana, MPM
Ir. R. Anang Noegroho S.M, SCM, MEM
Ir. R. Nilanto Perbowo, M.Sc
Dr. Ir. Syahrowi R. Nusir, MM
Dr. Agus Heri Purnomo
Dr. Ir. Arif Satria
Dr. Ir. Gabriel Anthonius Wagey, MSc
Dr. Rizal E. Halim
Nurkholis, M.Si
Drs. Tomo HS, M.Si
M. Armansyah, ST
Jatu Fajarika N, S.Kel
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
KATA PENGANTAR
Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui
Undang-undang No. 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara
spesifik mengatur laut. Padahal, dua pertiga wilayahnya berupa perairan laut dan
karenanya menjadi Negara Kepulauan. Sumberdaya alam laut yang terkandung didalam
nya demikian besar, mencakup sumberdaya alam yang dapat diperbarui (renewable
resources) maupun tidak (non renewable resources). Selain itu juga mengandung sumber
energi alternatif dan jasa kelautan. Dengan demikian kebijakan kelautan nasional yang
mampu mengintegrasikan pembangunan ekonomi semua sektor secara berkelanjutan
mutlak diperlukan agar dapat mengatur pemanfaatan potensi kelautan yang demikian
besar untuk mensejahterakan rakyat.
Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunan
nasional untuk mencapai Visi Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Salah
satu misi tersebut adalah Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Strategi pembangunan
nasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan
semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunan
kelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (Ocean
Culture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatan
di Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut
(Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadi
komponen inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah
paradigma pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem.
Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonya
tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalam
pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy),
di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan
(Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikan
bagian dari grand design pembangunan kelautan nasional.
Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan
pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontoh
cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan
efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to
i
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain,
sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan
secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat
efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah
untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar
bagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapat
mengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan model
ekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional.
Kebijakan Kelautan, dengan Model Ekonomi Biru, melalui sektor ekonomi kelautan,
memiliki 8 (delapan) strategi pengembangan yaitu pada sektor perhubungan laut, industri
kelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan
kelautan, jasa kelautan, lintas sektor bidang kelautan. Di dalam masing-masing strategi
pengembangan tersebut, terdapat upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masing-
masing sektor yang bersangkutan untuk secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornya
yang menggunakan model ekonomi biru. Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan
dengan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku kepentingan
khususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional, SDM, teknologi,
akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan kesadaran kolektif
masyarakat akan potensi kelautan dan yang tak kalah pentingnya adalah political will
dari pemerintah dan legislatif.
Saya menyadari bahwa kebijakan kelautan dengan model ekonomi biru ini
merupakan konsep awal bagi Pengembangan Ekonomi Kelautan. Oleh karenanya masih
banyak membutuhkan masukan dan perbaikan. Harapan saya semoga konsep Kebijakan
ini dapat dijadikan bahan rumusan bagi Bangsa Indonesia dalam menyusun Rencana
Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019 dan dijadikan pedoman bagi stakeholders
dalam pengelolaan potensi kelautan untuk kesejahteraan masyarakat.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan kebijakan
ini, kami ucapkan terima kasih dengan apresiasi tinggi. Semoga bermanfaat.
Jakarta, Desember 2012
Menteri Kelautan dan Perikanan
selaku
Ketua Harian Dewan Kelautan Indonesia
Sharif C. Sutardjo
ii
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
EXECUTIVE SUMMARY
KEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU
Semenjak diratifikasinya United Nation Convention on the Law of The Sea melalui
Undang-undang No.17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-
Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982, Indonesia belum memiliki kebijakan yang secara
spesifik mengatur laut. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah
pesisir, laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari
dan mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Dengan
demikian kebijakan kelautan nasional yang mampu mengintegrasikan pembangunan
ekonomi semua sektor secara berkelanjutan mutlak diperlukan agar dapat mengatur
pemanfaatan potensi kelautan yang demikian besar untuk mensejahterakan rakyat.
Undang-undang No. 17 Tahun 2007 mencantumkan 8 (delapan) misi pembangunan
nasional untuk mencapai Visi Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur. Salah
satu misi tersebut adalah Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Strategi pembangunan
nasional yang digunakan untuk mencapai visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah pembangunan yang berkelanjutan dengan
semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment. Kebijakan pembangunan
kelautan Nasional dibangun dari 5 pilar utama yang terdiri dari Budaya Bahari (Ocean
Culture), Tata Kelola di Laut (Ocean Governance), Pertahanan, Keamanan Dan Keselamatan
di Laut (Maritime Security), Ekonomi Kelautan (Ocean Economy) dan Lingkungan Laut
(Marine Environment). Kedua pilar ekonomi dan lingkungan inilah yang menjadi komponen
inti dalam konsep Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma
pembangunan ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem.
Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor memerlukan sebuah kebijakan
yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat keterkaitan yang erat antar
aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor, sangat berperan dalam
keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan.Dalam rangka menyusun keterpaduan dan
keharmonisan pembangunan ekonomi kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan
kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan Berbasis Ekonomi Biru dalam pembangunan
nasional menjadi suatu keharusan.
iii
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Dalam forum Konferensi Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012, Presiden RI dalam pidatonya
tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama melaksanakan ekonomi hijau dalam
pembangunan nasionalnya, tetapi juga mengkampanyekan ekonomi biru (Blue Economy),
di mana laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan yang berkelanjutan
(Sustainable Development Goals). Oleh karena itu, model ekonomi biru perlu dijadikan
bagian dari grand design pembangunan kelautan nasional.
Konsep Ekonomi Biru (Blue Economy) merupakan konsep yang menggabungkan
pengembangan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Konsep Ekonomi Biru mencontoh
cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa yang disediakan alam dengan
efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam (shifting from scarcity to
abundance), limbah dari yang satu menjadi makanan/sumber energi bagi yang lain,
sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem menjadi seimbang, energi didistribusikan
secara efisien dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal, bekerja menuju tingkat
efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah
untuk mendayagunakan kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar
bagi semuanya. Merujuk pada konsep tersebut di atas, maka Indonesia dapat
mengembangkan teori tersebut ke dalam pembangunan bidang kelautan dengan model
ekonomi biru sebagai penopang Pembangunan Nasional.
Kebijakan Kelautan dengan Model Ekonomi Biru melalui bidang ekonomi kelautan,
memiliki 8 (delapan) sektor pengembangan yaitu sektor perhubungan laut, industri
kelautan, perikanan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan
kelautan, jasa kelautan serta lintas sektor bidang kelautan. Dari 8 (delapan) sektor
tersebut, maka muncullah 8 (delapan) strategi pengembangan ekonomi. Sebagai tindak
lanjutnya maka dalam masing-masing strategi pengembangan ekonomi tersebut terdapat
upaya-upaya yang merupakan ruang bagi masing-masing sektor yang bersangkutan untuk
secara kreatif mengembangkan bisnis di sektornya yang menggunakan model ekonomi
biru.
Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dapat diringkas sebagai Pengembangan
Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagai Akselerator bagi Terwujudnya
Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan
Kepentingan Nasional. Kebijakan tersebut dilakukan melalui 8 (delapan) strategi antara
lain Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut, Sektor Industri Kelautan, Sektor
iv
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Perikanan, Sektor Pariwisata Bahari, Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan,
Sektor Bangunan Kelautan, Sektor Jasa Kelautan dan Pengembangan Ekonomi Lintas
Sektor Bidang Kelautan. Strategi-strategi tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap
sektor melalui berbagai upaya untuk melakukan kegiatan bisnis dengan menggunakan
model ekonomi biru yang dikembangkan dengan inovasi dan kreativitas dari masing-
masing sektor tersebut.
Keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru
membutuhkan suatu perencanaan yang komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan
masyarakat serta lingkungan. Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan
geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar
sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan.
Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya
dapat dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan
pada pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap
wilayah NKRI.
v
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
EXECUTIVE SUMMARY KEBIJAKAN KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii
Bab 1 PENDAHULUAN ............................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................... 1
1.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional ....... 2
Bab 2 KEBIJAKAN KELAUTAN ...................................................... 7
Bab 3 EKONOMI KELAUTAN ........................................................ 17
3.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan
Nasional ................................................................. 17
3.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan
Ekonomi Kelautan ...................................................... 28
Bab 4 EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ................. 31
4.1 Ekonomi Biru ........................................................... 31
4.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model
Ekonomi Biru ........................................................... 37
Bab 5 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN
DENGAN MODEL EKONOMI BIRU ........................................... 40
5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional ................ 40
5.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan
Model Ekonomi Biru ................................................... 41
5.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan
dengan Model Ekonomi Biru ........................................... 45
Bab 6 PENUTUP ...................................................................... 64
vi
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan
Bidang Kelautan ............................................................... 9
Tabel 3.1 Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara ............ 19
Tabel 3.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautan
periode tahun 2001 - 2005 .................................................. 20
Tabel 3.3 Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O .............. 21
Tabel 3.4 Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan
Tangkap dari Perairan Indonesia (5% Meningkat Membutuhkan
800 Kapal) ..................................................................... 24
Tabel 3.5 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya Udang
Untuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang ................................... 24
Tabel 3.6 Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan Kerapu
Untuk Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu ................................. 25
Tabel 3.7 Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UU
No. 33 Tahun 2004 ............................................................ 26
Tabel 5.1 Kebijakan, Strategi dan Upaya yang diperlukan untuk
Pengembangan Ekonomi Kelautan Nasional Dengan Model
Ekonomi Biru .................................................................. 61
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional ................................... 13
Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional ................................ 17
Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa ..... 18
Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional dengan
Pengembangan Integrasi Antar Sektor ................................... 30
Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan
Pilar Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut
serta Ekonomi Biru ......................................................... 32
Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle
Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security) ............. 33
Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut
Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............ 46
Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim
Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan) ............ 48
Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model
Ekonomi Biru untuk Produk Rumput Laut
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 50
Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model
Ekonomi Biru berupa Silvofishery
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 50
Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan Model
Ekonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) ....... 52
Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi dan
Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru
(Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral) ....................... 54
Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan
dengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 56
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 ix
Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan Model
Ekonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam
(Kementerian Kelautan dan Perikanan) ................................. 57
Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor
Bidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk
Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur ............................. 59
Gambar 5.10 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor Bidang Kelautan
Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model
Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida ....... 59
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Posisi Indonesia yang terletak di antara benua Asia dan Australia serta diapit oleh
Samudera Pasifik dan Samudera Hindia menjadikan wilayah perairan laut Indonesia
sebagai perairan berproduktivitas tinggi dengan daya dukung alam (natural carrying
capacity) yang kuat. Selain itu, letak Indonesia di wilayah tropis dengan tingkat perubahan
suhu lingkungan yang relatif rendah memungkinkan perkembangan berbagai hayati laut
sehingga Indonesia dipandang dunia sebagai daerah megabiodiversity. Posisi geografis
yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi besar baik
dalam hal ekonomi maupun geo-politik. Sekitar 40% lalu lintas perdagangan barang dan
jasa yang diangkut kapal melintasi perairan Indonesia. Dengan 75% wilayah Indonesia
berupa laut dan wilayah pesisir (coastal zone) dengan kandungan sumberdaya alam yang
kaya dan beragam, maka sektor kelautan merupakan sektor strategis bagi pembangunan
ekonomi Indonesia ke depan. Sekitar 70% produksi minyak dan gas nasional berasal dari
wilayah pesisir dan lautan (offshore). Sumberdaya hidrokarbon, khususnya minyak dan
gas yang tersedia di 60 titik cekungan masih sangat besar sedangkan yang sudah
dieksploitasi relatif masih sedikit. Minyak, tersedia 86,9 miliar barel, dan baru dicadangkan
untuk dieksploitasi 9,1 miliar barel, sedangkan yang sudah diproduksi baru mencapai
0,387 miliar barel. Gas, tersedia 384,7 Trillion Standard Cubic Feet (TSCF), dan dicadangkan
185,8 TSCF, sedangkan yang sudah diproduksi hanya 2,95 TSCF (Firmanzah, 2012).
Posisi geografis Indonesia yang memungkinkan Indonesia untuk mendapatkan
manfaat ekonomi politik yang lebih besar tersebut hanya dapat diraih bila Indonesia
memiliki geo-politik, geo-ekonomi dan geo-strategis yang jelas dan terarah. Agar peran
ekonomi kelautan dapat terus dikembangkan untuk meningkatkan kemakmuran bangsa
dan selanjutnya memanfaatkan posisi geografis yang strategis maka diperlukan sebuah
pergeseran paradigma pembangunan yang lebih memahami jati diri bangsa Indonesia
sebagai bangsa bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia serta memadukan
kekuatan ekonomi berbasis darat dan laut sebagai sinergi kekuatan ekonomi nasional.
Perubahan pemikiran tersebut harus segera dilakukan mengingat perubahan lingkungan
strategis antar bangsa yang sangat cepat sehingga posisi bangsa Indonesia di percaturan
regional maupun global harus didasarkan kepada endowment yang memiliki daya saing
dinamik di masa sekarang dan mendatang.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 2
Dalam rangka menuju kemajuan perekonomian Indonesia, maka diperlukan suatu
formulasi kebijakan pembangunan kelautan nasional (National Ocean Development
Policy) yang integral dan komprehensif yang nantinya menjadi payung politik bagi semua
institusi negara, swasta dan masyarakat yang mendukung terwujudnya Indonesia menjadi
negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Guna menjadikan kelautan sebagai leading sector dalam pembangunan ekonomi, maka
pendekatan kebijakan yang dilakukan harus mempertimbangkan keterkaitan antar sektor
ekonomi dalam lingkup bidang kelautan maupun ekonomi berbasis daratan. Karena
karakteristik daratan yang berbeda dengan laut, maka perlu dicari konsep yang dapat
mengintegrasikan visi pembangunan yang sesuai dengan kondisi Indonesia sebagai Negara
Kepulauan dengan luas laut yang dominan.
Pembangunan kelautan nasional juga diarahkan untuk mendukung pengembangan
ekonomi rakyat secara komprehensif serta harus sinergi dengan grand strategi pembangunan
nasional yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, yakni:
pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (penyerapan
tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan lingkungan). Selain itu, sinergi antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam memberikan guideline dalam pembangunan
kelautan menjadi sangat menentukan. Dukungan legislatif terhadap eksekutif dalam
menyusun rencana anggaran pembangunan yang terkait dengan bidang kelautan sangat
penting untuk meningkatkan kapasitas pembangunan kelautan nasional secara
berkelanjutan demi kemakmuran rakyat.
1.2 Pentingnya Laut dalam Perspektif Pembangunan Nasional
Dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rio+20 di Brasil akhir Juni 2012 yang
membahas pembangunan berkelanjutan dengan mengedepankan keseimbangan antara
upaya meningkatkan pertumbuhan global dan pembangunan berwawasan lingkungan
atau dikenal dengan pendekatan ekonomi hijau (Green Economy), Presiden RI, Bapak
Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, dalam pidatonya menyatakan For Indonesia, Blue
Economy is Our Next Frontier, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-
sama melaksanakan ekonomi hijau dalam pembangunan nasionalnya, tetapi juga meng-
kampanyekan ekonomi biru (Blue Economy), di mana laut menjadi bagian integral untuk
tujuan pembangunan yang berkelanjutan tersebut (Sustainable Development Goals).
Dengan demikian, secara eksplisit Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono,
telah mengarahkan konsep ekonomi biru sebagai grand design pembangunan kelautan
nasional di masa depan.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 3
Dengan terbatasnya sumberdaya daratan maka pengembangan aktivitas ekonomi
berbasiskan pesisir dan laut (kelautan) menjadi sangat penting bagi masa depan bangsa
Indonesia. Pembangunan ekonomi dalam bidang kelautan belum menjadi mainstream
pembangunan ekonomi Indonesia, walaupun demikian bidang kelautan yang terdiri dari
tujuh sektor ekonomi, yakni (i) perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan,
(iv) wisata bahari, (v) energi dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan serta
(vii) jasa kelautan, memiliki kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk domestik bruto
(PDB) nasional pada tahun 2005. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan tersebut
diikuti dengan daya serap yang tinggi terhadap lapangan kerja seharusnya mampu
mensejahterakan rakyat dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun karena
komitmen pembangunan kelautan nasional yang masih terbatas mengakibatkan potensi
yang dimiliki oleh bidang kelautan (fungsi dan sumberdaya) masih belum dikembangkan
secara optimal.
Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia memiliki potensi
pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi
kelautan Indonesia didalamnya dapat dipilah menjadi 4 kelompok sumberdaya kelautan
yaitu: Pertama adalah sumberdaya alam terbarukan (renewable resources) antara lain
adalah: perikanan, hutan bakau (mangrove), rumput laut (seaweed), padang lamun
(seagrass) dan terumbu karang (coral reefs). Kedua sumberdaya alam tak terbarukan
(non renewable resources) yakni: minyak, gas bumi, timah, bauksit, biji besi, pasir
kwarsa, bahan tambang, dan mineral lainnya. Ketiga energi kelautan berupa: energi
gelombang, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion), pasang surut dan arus laut.
Keempat berupa laut sebagai environmental service dimana laut merupakan media
transportasi, komunikasi, rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, pertahanan dan
keamanan, pengatur iklim (climate regulator) dan sistem penunjang kehidupan lainnya
(life-supporting system). Potensi ekonomi sektor kelautan Indonesia diperkirakan mampu
mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dengan penyerapan tenaga kerja berpotensi mencapai
40 juta orang. Dengan modal potensi kelautan tersebut, Indonesia memandang laut
dapat menjadi tumpuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dan berkeadilan
(Firmanzah, 2012).
Data organisasi PBB untuk program Lingkungan (UNEP, 2009) menyebutkan bahwa
terdapat 64 wilayah perairan yang merupakan Large Marine Ecosystem (LME) di seluruh
dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas dan pengaruh perubahan
iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 wilayah
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 4
LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan cukup besar, yakni LME 34 Teluk
Bengala; LME 36 Laut China Selatan; LME 37 Sulu Celebes; LME 38 Laut-laut Indonesia;
LME 39 Arafura Gulf Carpentaria; LME 45 Laut Australia Utara. Potensi sumberdaya
kelautan dan perikanan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga
sektor kelautan dan perikanan mampu menjadi penggerak pembangunan ekonomi nasional.
Laut sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa harusnya dapat dijadikan sebagai salah
satu pilar utama untuk membantu mengakselerasi terwujudnya kemakmuran dan
kejayaan bangsa Indonesia. Tambahan pula, laut bagi NKRI juga memiliki makna dan
fungsi yang sangat strategis, yaitu laut sebagai: (1) wilayah kedaulatan bangsa, (2)
lingkungan dan sumberdaya, (3) media kontak sosial, ekonomi, dan budaya, (4) geostrategi,
geopolitik, geokultural, dan geoekonomi negara, dan (5) sumber dan media penyebar
bencana alam.
Harus diakui bahwa hingga saat ini pembangunan ekonomi kelautan Indonesia belum
memberikan kontribusi yang signifikan atau optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan
bangsanya. Hal ini dapat terlihat jelas bila membandingkan ratio luas laut dan panjang
pantai terhadap besarnya kontribusi bidang kelautan untuk total Produk Domestik Bruto
(PDB) nasionalnya. Sebagai gambaran, ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang
hingga 48,4% bagi PDB nasionalnya (setara 17.552 miliar dolar AS), sementara Korea
Selatan sanggup menyumbang hingga 37% bagi PDB nasionalnya, dan Vietnam bidang
kelautannya memberikan kontribusi hingga 57,6% bagi PDB nasionalnya. Padahal ketiga
negara diatas, luas lautan dan panjang pantainya relatif jauh lebih kecil dari Indonesia.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sumberdaya kelautan yang dimiliki
bangsa ini belum menjadi penggerak ekonomi nasional. Disamping itu, pada kenyataan
di lapangan, pembangunan kelautan Indonesia masih banyak dilakukan secara sektoral,
parsial dan fragmented, yang mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih dan konflik
kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaannya.
Kelautan Indonesia kedepan diharapkan dapat menjadi arus utama mainstream
(arus utama) pembangunan nasional dengan memanfaatkan ekosistem perairan laut
beserta segenap sumberdaya yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan (on a
sustainable basis) untuk kesatuan, kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Keinginan
tersebut dijabarkan dalam lima tujuan yang harus dicapai, yaitu: (1) Membangun jaringan
sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan kepulauan Indonesia, (2)
Meningkatkan dan menguatkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (3) Menetapkan wilayah Negara
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 5
Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal yang terkait dalam kerangka
pertahanan negara, (4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut secara berkelanjutan, dan (5)
Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.
Guna mencapai profil kelautan nasional seperti harapan diatas, dengan melihat
pencapaian kinerja pembangunan saat ini, maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak
pekerjaan rumah yang harus dibenahi agar kelautan nasional dapat berperan lebih
besar dan signifikan lagi, guna mempercepat terwujudnya bangsa Indonesia yang maju,
mandiri, adil dan makmur. Atas dasar potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki,
sesungguhnya peran dan kontribusi kelautan Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional dapat dinyatakan masih belum memadai. Hal ini terjadi, diantaranya disebabkan
karena masih kurangnya dukungan politik yang kuat, baik dari lembaga eksekutif
(Pemerintah) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat). Selain itu, dalam melaksanakan
pembangunan kelautan nasional masih terjadi mismanagement (salah urus), dilaksanakan
secara parsial dan belum dilakukan secara komprehensif, terintegrasi, dan sinergis.
Oleh karena itu, perlu meluruskan kembali pandangan dan cara-cara dalam
membangun kelautan nasional melalui kebijakan dan strategi yang tepat, sistematik
dan efektif, agar mampu menghantarkan bangsa Indonesia seperti yang di cita-citakan
dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Secara umum pembangunan
kelautan nasional yang diharapkan adalah untuk mewujudkan:
a. Pembangunan kelautan nasional yang berpegang teguh pada prinsip kepentingan
nasional, keadilan dan manfaat sebesar-besarnya untuk bangsa dan rakyat Indonesia.
b. Pemanfaatan sumber daya kelautan yang seimbang, optimal, dan berkelanjutan
sesuai potensi yang tersedia, baik secara spasial maupun temporal, serta sesuai
dengan kaidah-kaidah berlaku, baik tingkat regional maupun internasional.
c. Tingkat pendapatan yang layak dan kualitas hidup yang baik bagi sumberdaya
manusia kelautan.
d. Sumberdaya manusia kelautan yang optimal, baik secara kuantitas maupun kualitas,
dan bertaraf internasional.
e. Penyerapan tenaga kerja nasional yang maksimal Perundangan dan peraturan yang
kuat dibidang kelautan.
f. Industri kelautan nasional yang efisien dan berdaya saing.
g. Pembangunan kelautan yang sesuai dengan tata ruang dan berbasis kelestarian
lingkungan.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 6
h. Jumlah prasarana dan sarana kelautan nasional mampu mendukung aktivitas
ekonomi secara optimal dan memadai.
i. Kontribusi yang maksimal dan signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB)
Nasional.
j. Koordinasi kerjasama pembangunan kelautan nasional yang efektif, sinergis dan
harmonis diantara 7 (tujuh) sektornya (perhubungan laut, industri maritim,
perikanan, wisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, bangunan kelautan,
dan jasa kelautan) dan juga dengan sektor lainnya.
Dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia di atas 6 persen dalam beberapa tahun terakhir, maka proyeksi
McKinsey (2012) yang menyatakan Indonesia berpeluang menjadi negara terbesar ke-7
di dunia pada tahun 2030 setelah Cina, Amerika Serikat, India, Jepang, Brazil dan Rusia
serta mengambil alih posisi Jerman dan Inggris, dapat segera terwujud. Optimisme
tersebut tentu perlu didukung visi ekonomi yang jelas dan implementasi pembangunan
dengan tahapan yang benar, terukur dan berkelanjutan. Selain hal tersebut harus ada
grand strategy yang diadopsi oleh seluruh komponen bangsa serta manfaat
pembangunan berupa kesejahteraan dinikmati segenap lapisan masyarakat secara adil
untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 7
Bab 2
KEBIJAKAN KELAUTAN
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan nilai dasar bangsa Indonesia dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 25 UUD 1945
melandasi pemikiran dalam pembangunan bidang kelautan, karena disana dinyatakan
secara eksplisit bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan. Demikian pula dengan pasal
33 yang secara implisit mengamanatkan bahwa sumber daya alam (termasuk sumber
daya laut) harus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Oleh
karena itu, pembangunan bidang kelautan harus menjamin bahwa rakyatlah yang akan
menikmati hasilnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Perumusan kebijakan
kelautan Indonesia dalam pembangunan bidang kelautan harus menggambarkan
keberpihakan kepada masyarakat luas.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum
yang ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum bidang
kelautan, yakni Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939 (TZMKO).
Namun, penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tidak utuh,
karena perairan diantara kelima pulau besar Indonesia terdapat perairan bebas (high
seas). Keadaan ini dinilai dapat mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat
tinggi dan kebulatan tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno,
dengan berani dan secara sepihak mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah
Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda.
Pada dasarnya konsep deklarasi ini memandang bahwa kepulauan Indonesia merupakan
wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di dalamnya sebagai suatu kesatuan
historis, geografis, ekonomis, dan politis. Dengan adanya konsep ini, maka wilayah
perairan nusantara yang tadinya merupakan wilayah laut lepas kini menjadi bagian
integral dari wilayah Indonesia yang berada di bawah kedaulatan NKRI.
Deklarasi Djoeanda merupakan salah satu dari tiga pilar utama bangunan kesatuan
dan persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu: Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan
dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan Kenegaraan dalam NKRI yang
diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus 1945; dan Kesatuan Kewilayahan
(darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda, 13 Desember 1957.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 8
Selanjutnya, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-Undang No. 4.
Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Dalam UU ini, pokok-pokok dasar dan
pertimbangan-pertimbangan mengenai pengaturan wilayah perairan Indonesia pada
hakikatnya tetap sama dengan Deklarasi Djoeanda, walaupun segi ekonomi dan
pengamanan sumberdaya alam lebih ditonjolkan. Kemudian, dalam perkembangan
sejarah selanjutnya, telah memungkinkan Indonesia menyempurnakan luas wilayahnya
melalui Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) termasuk
didalamnya integrasi Timor Timur, yang disempurnakan lagi dengan Undang-undang
No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang No 61 tahun 1998
tentang penutupan Kantung Natuna dan keluarnya Timor Timur.
Pada tahun 1982, 119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani
Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS 1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai
perihal ketentuan tentang prinsip Negara Kepulauan. Salah satu pasal dalam prinsip
Negara Kepulauan tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah,
melainkan sebagai alat yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang
kemudian diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.
Pengakuan dunia internasional ini, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto,
ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 17 tahun 1985 tentang
Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HUKUM LAUT 1982.
Ratifikasi ini merupakan tindaklanjut dari gagasan negara kepulauan yang pada 25 tahun
lalu dicetuskannya Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957. Sejak itu,
Indonesia mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan Konvensi
Hukum Laut PBB tahun 1982, dan UU No.17 tahun 1985 ini, selanjutnya harus dijadikan
pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan nasional, utamanya pembangunan
di bidang kelautan. Pekerjaan rumah dalam menyusun undang-undang tentang Kelautan
yang mengatur secara komprehensif dan integratif terlupakan untuk diselesaikan.
Konsekuensinya, maka lahirlah beberapa undang-undang bidang kelautan secara sektoral
di masing-masing kementerian dan lembaga, diantaranya seperti tertera pada Tabel 2.1.
Pada REPELITA ke 5 (1993 1998) konsep pembangunan kelautan, akhirnya masuk
ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, karena makin seriusnya
kasus-kasus di wilayah perbatasan laut Indonesia dan sekaligus guna mengimplementasikan
konsep pembangunan kelautan yang tertuang di GBHN, maka Presiden Soeharto
mengeluarkan perintah pada tanggal 1 Januari 1996, yakni: Mengembalikan Jiwa
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 9
Bahari Dengan Melalui Pembangunan Kelautan Indonesia. Selanjutnya, diteruskan
dengan pembentukan Dewan Kelautan Nasional (DKN) melalui Keppres No. 77 Tahun
1996, yang memiliki tugas dan fungsi:
a) Memberikan pertimbangan, pendapat maupun saran kepada Presiden mengenai
peraturan, pengelolaan, pemanfaatan, pelestarian, perlindungan dan keamanan
kawasan laut, serta penentuan batas wilayah Indonesia.
b) Melakukan koordinasi dengan departemen dan badan yang terkait, dalam rangka
keterpaduan perumusan dan penetapan kebijakan mengenai masalah laut.
Tabel 2.1.
Daftar Beberapa Undang-Undang yang terkait dengan Bidang Kelautan
1. UU No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2. UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
3. UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
4. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya
5. UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan
6. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
7. UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
8. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan,
dan Penerapan Ilmu dan Teknologi
9. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
10. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional
11. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
12. UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia
16. UU No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan
17. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
18. UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 10
Paradigma nasional selanjutnya adalah Deklarasi Bunaken yang dicetuskan tanggal
26 September 1998 pada masa pemerintahan Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi
ini pada dasarnya secara tegas menyatakan dua hal pokok yaitu kesadaran bangsa
Indonesia akan geografik wilayahnya dan kemauan yang besar dari bangsa Indonesia
untuk membangun kelautan. Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia
untuk memahami dan menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan Indonesia yang
2/3 (dua per tiga) bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran bangsa Indonesia
akan geografik wilayahnya menjadi sangat penting bagi keberhasilan bangsa dalam
melaksanakan pembangunan kelautan yang mempunyai arti strategis dalam mengembalikan
kondisi ekonomi nasional yang sedang menyelesaikan berbagai krisis ini.
Inti dari Deklarasi Bunaken adalah laut merupakan peluang, tantangan dan harapan
untuk masa depan persatuan, kesatuan dan pembangunan bangsa Indonesia. Deklarasi
Bunaken merupakan pernyataan politis strategis pemerintah atau sebagai komitmen
bangsa yang memberikan peluang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pembangunan
bidang kelautan. Melalui Deklarasi Bunaken, pemerintah juga akan mengorientasikan
Pembangunan Nasional ke laut dengan memberikan perhatian dan dukungan optimal
terhadap pembangunan kelautan.
19. UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
20. UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
21. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
22. UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
23. UU No. 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan Agreement for the Implementation
of the Provisions of the United Nations Convention on the Law of the Sea of
10 December 1982 Relating to the Conservation and Management of
Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan
Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan Konservasi dan
Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya
Jauh)
24. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
25. UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga UU No. 9 Tahun 1985 (UU No.
31 Tahun 2004) tentang Perikanan
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 11
Deklarasi Bunaken dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru
pembangunan nasional yang berorientasi ke laut karena mengandung komitmen bahwa:
Pertama, Visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi
ke laut dan kedua, semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan
perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, tumbuh kesadaran bahwa
potensi dan kekayaan yang ada di laut merupakan sumber ekonomi utama negara. Laut
adalah kehidupan masa depan bangsa. Atas pemikiran ini, maka Presiden Abdurrahman
Wahid membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan
Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Dalam perjalanannya,
namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementerian Kelautan dan Perikanan
berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa pemerintahan Presiden
Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia (DMI) yang bertugas untuk
mengkoordinasikan dan mensinergikan program pembangunan kelautan di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 2001, tepatnya tanggal 27 Desember 2001, bertempat di
Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri telah mencanang-
kan Seruan Sunda Kelapa. Seruan tersebut mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk
bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan berlandaskan pada
kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan terbesar di dunia,
dengan alam laut yang kaya akan berbagai sumberdaya alam. Pada Seruan Sunda Kelapa
menyatakan meliputi 5 pilar program pembangunan kelautan, yaitu:
1. Membangun kembali wawasan bahari,
2. Menegakkan kedaulatan secara nyata di laut,
3. Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat,
4. Mengelola kawasan pesisir, laut dan pulau kecil, dan
5. Mengembangkan hukum nasional di bidang maritim.
Dengan lahirnya Seruan Sunda Kelapa diharapkan menimbulkan kesadaran dan
mengarahkan kembali bangsa Indonesia ke wawasan bahari. Dengan demikian, Seruan
Sunda Kelapa merupakan paradigma nasional untuk membangkitkan ekonomi kelautan
nasional untuk memberi kontribusi nyata bagi pertumbuhan perekonomian nasional,
membangkitkan kembali kekuatan armada niaga nasional, mempercepat penggapaian
masa depan bangsa, dan sekaligus memperkuat tali kehidupan bangsa.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 12
Dan kebijakan nasional selanjutnya yang terkait dengan bidang kelautan, yakni
pada masa pemerintahan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, adalah mengganti
nomenklatur Dewan Maritim Indonesia (DMI) menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN)
melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 21 Tahun 2007, ditetapkan Undang-undang
No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun
20052025 yang memuat pembangunan bidang kelautan, dan menyelenggarakan Konferensi
Kelautan Dunia atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada bulan Mei 2009.
Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 disebutkan bahwa berdasarkan kondisi
bangsa Indonesia, tantangan yang akan dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan
memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, dan amanat
pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 20052025 adalah:
INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR
Kemudian, untuk mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui
8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut:
1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.
3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu.
5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasiskan kepentingan nasional.
8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
Dari 8 misi yang diemban tersebut, terdapat satu misi yang terkait langsung dengan
pembangunan kelautan nasional, yakni: Mewujudkan Indonesia menjadi negara
kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.
Pencapaian sasaran pokok misi ini ditandai oleh hal-hal berikut:
1) Terbangunnya jaringan sarana dan prasarana sebagai perekat semua pulau dan
kepulauan Indonesia.
2) Meningkat dan menguatnya sumber daya manusia di bidang kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 13
3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-hal
yang terkait dalam kerangka pertahanan negara.
4) Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber kekayaan laut secara berkelanjutan.
5) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut.
Kemudian, pilar strategi pembangunan nasional yang digunakan untuk mencapai
visi dan misi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2007 adalah
pembangunan yang berkelanjutan dengan semangat yang pro-poor, pro-growth, pro-
job dan pro-environment (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Pilar Strategi Pembangunan Nasional
Dengan demikian, pembangunan nasional bidang kelautan pada masa yang akan
datang juga diarahkan pada pola pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan
sumberdaya kelautan berbasis ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumberdaya
manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan
keamanan, dan teknologi. RPJP Nasional 2005 - 2025 juga memberikan arah pembangunan
kelautan nasional selama kurun waktu 20 tahun mendatang, yakni sebagai berikut:
1) Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain, melalui (a) pendidikan
dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (b) melestarikan nilai-nilai budaya serta
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 14
wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang
kelautan; dan (c) melindungi dan mensosialisasikan peninggalan budaya bawah air
melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi.
2) Meningkatkan dan menguatkan peranan sumber daya manusia di bidang kelautan
yang diwujudkan, antara lain, dengan (a) mendorong jasa pendidikan dan pelatihan
yang berkualitas di bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi
dengan ketersediaan lapangan kerja dan (b) mengembangkan standar kompetensi
sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu juga dilakukan peningkatan
dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan
sistem informasi kelautan.
3) Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, aset-aset, dan hal-
hal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan
oleh hukum laut United Nation Convention on the Law Of Sea (UNCLOS) 1982.
Indonesia telah meratifikasi UNCLOS pada tahun 1986 sehingga mempunyai
kewajiban, antara lain, (a) menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola
sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS 1982; (b) menyelesaikan
penataan batas maritim (perairan pedalaman, laut teritorial, zona tambahan, zona
ekonomi eksklusif, dan landas kontinen); (c) menyelesaikan batas landas kontinen
di luar 200 mil laut; (d) menyampaikan laporan data nama geografis sumber daya
kelautan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sisi lain, Indonesia juga perlu
pengembangan dan penerapan tata kelola dan kelembagaan nasional di bidang
kelautan, yang meliputi (a) pembangunan sistem hukum dan tata pemerintahan
yang mendukung ke arah terwujudnya Indonesia sebagai Negara Kepulauan serta
(b) pengembangan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring, dan evaluasi.
4) Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi (a) peningkatan kinerja pertahanan
dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan; (b) pengembangan sistem
monitoring, control, and surveillance (MCS) sebagai instrumen pengamanan sumber
daya, lingkungan, dan wilayah kelautan; (c) pengoptimalan pelaksanaan pengamanan
wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan; dan (d) peningkatan koordinasi
keamanan dan penanganan pelanggaran di laut.
5) Mengembangkan industri kelautan secara sinergi, optimal, dan berkelanjutan
yang meliputi (a) perhubungan laut; (b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata
bahari; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) bangunan laut; dan (g) jasa kelautan.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 15
6) Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut dilakukan melalui (a)
pengembangan sistem mitigasi bencana; (b) pengembangan early warning system;
(c) pengembangan perencanaan nasional tanggap darurat tumpahan minyak di laut;
(d) pengembangan sistem pengendalian hama laut, introduksi spesies asing, dan
organisme laut yang menempel pada dinding kapal; serta (e) pengendalian dampak
sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut.
7) Meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin di kawasan pesisir dilakukan dengan
mengembangkan kegiatan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan
lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin
Selanjutnya, kegiatan World Ocean Conference (WOC) di Manado pada tanggal 11
15 Mei 2009 dengan tema Dampak Perubahan Iklim Terhadap Laut dan Dampak Laut
terhadap Perubahan Iklim merupakan inisiatif Indonesia dalam forum internasional
yang ditujukan bagi para pemimpin dunia dan pengambil keputusan untuk mengembangkan
kolaborasi internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan
dunia dan sekaligus masalah perubahan iklim global. Penyelenggaraan WOC 2009
didukung oleh 123 negara yang tergabung dalam The Eighteenth Meeting of States
Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea dan dalam pelaksanaannya
dihadiri oleh 423 delegasi yang berasal dari 87 negara dan organisasi-organisasi antar
negara.
Agenda utama dalam WOC 2009 adalah (1) Pertemuan antar pemerintah atau Senior
Officials Meeting yang dimaksudkan untuk mengerucutkan perumusan Manado Ocean
Declaration yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran negara partisipan WOC 2009
terhadap peran penting laut dalam perubahan iklim, dan (2) Kesepakatan Coral Triangle
Initiative atau CTI dalam bentuk CTI Regional Plan of Action oleh 6 negara, yakni
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste, untuk
meningkatkan perlindungan terhadap sumber daya laut dan pantai yang berada di wilayah
coral triangle dalam wilayah laut 6 negara tersebut.
Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi menjadi
salah satu output utama dari WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen
penting untuk menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus
di masa akan datang, sehingga dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap
pemerintah Indonesia di PBB untuk dimasukan dalam agenda resmi dan dibahas dalam
Meeting of the States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea.
Selain itu, output lainnya, yakni CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 16
negara, juga merupakan hal penting dalam menyelamatkan keanekaragaman sumber
daya hayati laut dunia, utamanya ikan dan terumbu karang. Dengan demikian, WOC 2009
dapat dinyatakan sebagai komitmen Bangsa Indonesia dalam upaya mengembangkan,
mengelola, dan melestarikan sumber daya laut nasional dan internasional secara
berkelanjutan.
Terakhir, landasan kebijakan terkini yang terkait dengan kebijakan kelautan adalah
Pidato Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono dalam forum KTT Rio+20 di
Brasil akhir Juni 2012, yang intinya tidak hanya mengajak dunia untuk bersama-sama
melaksanakan Green Economy, tetapi juga mengkampanyekan Blue Economy, di mana
laut menjadi bagian integral untuk tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable
Development Goals). Dalam forum ini, secara tegas Presiden RI menyatakan bahwa
Blue Economy merupakan grand design pembangunan nasional masa depan, khususnya
Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Sumberdaya kelautan
dan pembangunan berbasis kelautan perlu dioptimalkan dengan baik dan disinergikan
serta dipadukan dengan pembangunan daratannya.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 17
Bab 3
EKONOMI KELAUTAN
3.1 Ekonomi Kelautan Sebagai Arus Utama Pembangunan Nasional
Pelaksanaan pembangunan nasional sampai tahun 2025, termasuk didalamnya
pembangunan bidang kelautan, harus berlandaskan pada Undang-undang No. 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025. Dalam
UU tersebut juga ditetapkan Visi pembangunan nasional yang ingin dicapai Indonesia
pada 2025, yakni: Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Kemudian, guna
mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut, ditempuh melalui 8 (delapan) misi,
dan satu diantaranya merupakan misi yang terkait langsung dengan pembangunan
kelautan nasional, yakni: Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang
Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional. Dengan memperhatikan
cakupan misi tersebut, Pembangunan Kelautan Nasional selanjutnya diarahkan pada 5
pilar kebijakan utama, yaitu: budaya bahari (ocean culture), tata kelola di laut (ocean
governance), ekonomi kelautan (ocean economic), keamanan dan keselamatan di laut
(maritime security), dan lingkungan laut (marine environment). Secara diagramatik
keterkaitan sistem pembangunan kelautan nasional ini disajikan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Sistem Pembangunan Kelautan Nasional
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 18
Walaupun Indonesia memiliki potensi kekayaan laut dan pesisir yang besar, namun
sayangnya hingga saat ini belum menjadi basis ekonomi bagi pembangunan nasional.
Hal ini dapat diindikasikan dari masih belum optimalnya kontribusi yang diberikan oleh
bidang kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sebagai perbandingan,
ekonomi kelautan Jepang mampu menyumbang hingga 48,4 persen bagi PDB nasionalnya
(setara 17.552 miliar dolar AS), sedangkan Thailand, bidang kelautannya sanggup
menyumbang devisa 212 miliar dolar AS per tahun, dengan panjang pantai yang hanya
2.800 km. Indonesia yang luas wilayah lautnya hampir 70% dari total seluruh wilayahnya,
hingga kini kontribusi bidang kelautan terhadap PDB nasionalnya masih dibawah 30%.
Berdasarkan Gambar 3.2, jika dilihat kontribusi bidang kelautan di negara-negara
Eropa, kontribusi bidang kelautan mereka sudah cukup besar. Kontribusi PDB Norwegia
bahkan ditopang hampir 60 persen dari bidang ekonomi yang berbasis sumberdaya
kelautan. Proporsi ini bisa dikatakan besar, jika dilihat luas pantai dan kekayaan laut
mereka memang relatif jauh lebih kecil jika dibandingkan Indonesia.
Gambar 3.2. Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara Eropa
Dua negara ASEAN yaitu Thailand dan Vietnam juga memiliki proporsi ekonomi
kelautan yang besar jauh diatas negara kita. Negara Vietnam bahkan memiliki nilai
ekonomi kelautan sebesar VND 659.120 milyar atau 57,63 persen dari total PDBnya.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 19
Perbandingan kontribusi bidang kelautan beberapa Negara dapat dilihat pada Tabel
3.1.
Tabel 3.1
Perbandingan Kontribusi Bidang Kelautan Beberapa Negara
1 Thailand 2.800 420 US$ 212 milyar (2008)
2 Korea Selatan 2.713 85.838 US$ 14,7 trilyun (1992) 37,00
3 Kanada US$ 11,1 milyar (2005) 7,72
4 Vietnam 3.260 >1 juta VND 659.120 milyar (2007) 57,63
6 China 32.000 3 juta RMB 2.966,2 Milyar (2008) 15,80
7 Amerika 19.800 US$ 138,25 Milyar
(Ocean economy, 2004) 1,20
US$ 11,4 triliyun
(Coastal economy, 2007) 83,00
No Negara
Panjang
Pantai
(Km)
Luas
Perairan
(Km2)
Kontribusi Bidang Kelautan
terhadap PDB
Nilai %
Sementara kontribusi bidang kelautan di Indonesia terhadap PDB nasional pada
tahun 2001 adalah sebesar 20,15%, untuk tahun 2002 sebesar 20,71%, tahun 2003 sebesar
20,77%, tahun 2004 sebesar 20,83% dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,42%.
Walaupun terlihat kecenderungan kontribusi yang terus meningkat dari tahun ke tahun,
namun bila melihat perkembangan bidang kelautan di negara-negara lain, utamanya
negara-negara tetangga, Indonesia masih relatif jauh tertinggal. Pada Tabel 3.2,
menunjukkan peningkatan persentase kontribusi bidang kelautan tersebut beserta
masing-masing ketujuh sektor yang ada.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 20
Tabel 3.2
Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Bidang Kelautan
periode tahun 2001 - 2005
1. Perhubungan Laut 0,74 1,39 1,67 1,49 1,48
2. Industri Maritim
- Pengilangan Minyak Bumi 2,09 2 2,01 2,05 2.10
- LNG 1,2 1,11 1,13 1,12 1,14
- Industri maritim lainnya 0,51 0,7 0,71 0,51 0,53
3. Perikanan 2,43 2,56 2,59 2,66 2,79
4. Wisata Bahari 1,47 1,56 1,52 1,51 1,52
5. Energi dan Sumberdaya Mineral 9,29 9,32 9,36 9,38 9,13
6. Bangunan Kelautan 0,96 0,96 0,5 0,77 1,01
7. Jasa Kelautan 1,46 1,2 1,28 1,34 1,32
Jumlah PDB Sektor Kelautan 20,15 20,71 20,77 20,83 22.42
Jumlah PDB Nasional (%) 100 100 100 100 100
No. Bidang Kelautan
Persentase ( %) Produk Domestik Bruto
2001 2002 2003 2004 2005
Sumber : data BPS diolah.
Dari tujuh bidang atau lapangan usaha yang terdapat dalam bidang kelautan, pada
tahun 2005 sektor energi dan sumber daya mineral mempunyai PDB yang paling besar
di bandingkan dengan sektor lainnya dengan kontribusi sebesar 9,13% dari total PDB
nasional. Peningkatan yang besar juga terjadi pada sektor industri maritim dan perikanan,
yaitu sebesar 3,77% dan 2,79%. Penurunan yang paling besar terjadi pada sektor
pertambangan. Hal ini disebabkan berkurangnya kegiatan eksploitasi bahkan tidak adanya
usaha eksplorasi selama beberapa tahun terakhir.
Efisiensi investasi ekonomi kelautan nasional dapat ditinjau dari Incremental Capital
Output Ratio (ICOR) yang merupakan indikator untuk mengukur sejauh mana efisiensi
dari suatu investasi. Makin rendah angka ICOR, maka investasi yang dilakukan semakin
efisien. ICOR dihitung sebagai rasio investasi terhadap PDB yang dibagi oleh tingkat
pertumbuhan PDB, semuanya dengan harga konstan (tahun dasar).
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 21
ICOR merupakan salah satu metoda untuk menghubungkan pertumbuhan faktor
produksi dengan pertumbuhan ekonomi. ICOR juga menghubungkan besarnya pembentukan
modal tetap domestik bruto dengan pertambahan PDB, yang dapat digunakan untuk
menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal. ICOR
dapat juga menunjukkan pola kecenderungan penggunaan metoda produksi (padat karya
atau padat modal) dalam suatu perekonomian. Dalam perencanaan makro, ICOR dapat
digunakan untuk menaksir besarnya kebutuhan modal yang diperlukan untuk menghasilkan
tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
Berdasarkan perhitungan tabel Input-Output 2005, untuk kategori 175 bidang maka
Nilai Koefisien ICOR dari kegiatan yang masuk dalam bidang kelautan dapat dilihat
dalam Tabel 3.3, beserta perbandingan perhitungan Nilai ICOR berdasar Tabel I-O Tahun
1995 dan 2000.
Tabel 3.3
Nilai Koefisien ICOR Bidang Kelautan, berdasar Tabel I-O
1. Perhubungan laut 3,81 3,67 3,65
2. Industri Maritim 3,56 3,39 3,39
3. Perikanan 3,42 3,31 3,30
4. Energi dan Sumberdaya Mineral 3,64 3,71 3,82
5. Wisata Bahari 3,10 2,92 3,01
6. Bangunan Kelautan 4,01 4,02 4,03
7. Jasa Kelautan Lainnya 3,52 3,34 3,34
No. Sektor Kelautan
Nilai ICOR
berdasarkan
Tabel IO 1995
Nilai ICOR
berdasarkan
Tabel IO 2000
Nilai ICOR
berdasarkan
Tabel IO 2005
Dari Tabel 3.4 dapat dilihat bahwa nilai ICOR terendah pada tahun 2005 terjadi
pada sektor wisata bahari dengan nilai indeks ICOR sebesar 3,01. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor wisata bahari merupakan bidang yang paling efisien dan mempunyai resiko
paling kecil untuk penanaman investasi jika dibandingkan dengan bidang lain. Dilihat
dari kontribusi terhadap PDB Nasional maka sektor wisata bahari memberikan kontribusi
yang cenderung mengalami peningkatan cukup signifikan. Hingga pada tahun 2005
kontribusi sektor ini mencapai 5,5%.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 22
Namun demikian, tidak berarti sektor pertambangan minyak dan gas yang
mempunyai nilai Indeks ICOR lebih besar (3,82) mempunyai tingkat risiko yang lebih
besar dalam hal penanaman investasi. Hal ini mengingat bidang ini mempunyai tahapan
eksplorasi yang membutuhkan dana yang sangat besar. Sehingga kegiatan yang berkaitan
dengan pengembangan bidang pertambangan minyak dan gas akan mempunyai implikasi
terhadap kegiatan lain yang relatif mempunyai signifikansi lebih tinggi. Bila dilihat dari
jumlah produksi minyak dan gas (migas) hingga akhir tahun 2004 yang diperkirakan
tidak lebih dari 900.000 ribu barrel per hari dan prediksi serta kajian para ahli yang
berkaitan dengan potensi migas di wilayah perairan dan pesisir Indonesia yang cukup
besar, di mana cadangannya diperkirakan mencapai 86,96 TSCF untuk gas dan 8.820,4
Million Metric Stock Tank Barrels (MMSTB) untuk minyak bumi dalam kurun waktu 19
tahun, dengan asumsi selama kurun waktu tersebut tidak ada pengembangan teknologi.
Bila mengingat selama ini potensi cadangan migas 60-70% tersebar di wilayah pesisir
dan lautan maka potensi investasi dan pengembangan untuk sektor pertambangan migas
sebagai bagian bidang kelautan sangat menjanjikan. Apalagi pengembangan sektor ini
erat kaitannya dengan kebijakan pengembangan energi yang membutuhkan diversifikasi
energi dan transformasi dari energi tidak terbarukan menjadi energi terbarukan.
Industri maritim relatif mengalami penurunan ICOR yang cukup signifikan. Bila
berdasarkan Tabel I-O Tahun 1995 mempunyai nilai sebesar 3,56, maka berdasarkan
Tabel I-O Tahun 2000 dan 2005 menjadi 3,39. Penurunan ini sangat beralasan, mengingat
potensi pengembangan industri maritim sangat menjanjikan. Termasuk dalam sektor
ini adalah pengilangan minyak bumi, LNG, serta industri perikanan. Pengembangan
industri maritim sangat dipengaruhi oleh komitmen para pemangku kepentingan. Hingga
saat ini ada beberapa industri maritim yang belum berkembang optimum dan sebagian
menurun, sehingga memerlukan inovasi dan kebijakan dari pemerintah.
Sektor bangunan kelautan mempunyai nilai indeks ICOR yang paling besar bila
dibandingkan dengan bidangbidang lainnya, yaitu 4,03. Apabila dibandingkan dengan
kajian Bank Dunia (2003) di mana rataan ICOR Indonesia sebesar 3,6 maka angka yang
diperoleh dari bidang bangunan kelautan jauh lebih besar. Hal ini mempunyai arti bahwa
dalam memprioritaskan kebijakan investasi bidang bangunan kelautan tidak menjadi
menjadi prioritas utama. Namun demikan pengembangan bangunan kelautan tetap
menjadi isu penting, mengingat sektor ini erat kaitannya dengan infrastruktur kelautan,
seperti pelabuhan, platform, dan dermaga laut.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 23
Sementara itu untuk sektor perikanan yang mempunyai nilai Indeks ICOR 3,3 bila
dibandingkan dengan perhitungan berdasarkan Tabel Input-Output Tahun 1995 sebesar
3,42. Sehingga pengembangan investasi di bidang perikanan, baik finfish, shelfish,
maupun jenis tumbuhan seperti rumput laut, relatif berpotensi untuk didorong. Indeks
ICOR tersebut juga mempunyai arti bahwa sektor ini mempunyai peluang mendapatkan
prioritas untuk dikembangkan mengingat bidang ini dalam membangkitkan bidang ini
banyak berkaitan dengan masyarakat pesisir dan berpenghasilan menengah ke bawah.
Berdasarkan kajian Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor
(PKSPL-IPB) tahun 2004, pengembangan perikanan bila melihat nilai ICOR di atas,
sebenarnya lebih diarahkan kepada perikanan budidaya, mengingat potensi lahan dan
komoditas di sektor ini masih besar.
Sektor perhubungan laut juga mempunyai penurunan indeks ICOR dari 3,87 pada
tahun 1995 dan 3,67 tahun 2000 menjadi 3,65 pada tahun 2005. Artinya investasi di
sektor ini cukup efisien. Namun demikian pengembangan sektor perhubungan laut ini
erat kaitannya dengan pengembangan sektor bangunan kelautan. Sehingga memerlukan
sinergi di antara keduanya.
Sektor jasa kelautan, merupakan potensi yang tersembunyi dalam pengembangan
bidang kelautan. Indek ICOR sektor ini menunjukkan penurunan dari 3,53 menjadi 3,34.
Salah satu komponen sektor ini adalah pendidikan kelautan. Kajian PKSPL tahun 2004
menunjukkan untuk meningkatkan produksi ikan tangkap sebesar 5 % akan dibutuhkan
800 kapal, di mana tenaga kerja yang dibutuhkan untuk sebuah kapal tipe longline
sebanyak 10 orang, sebuah kapal trawl sebesar 20 orang untuk waktu 6 bulan berlayar
dan untuk kapal purse seine dibutuhkan 30 orang. Belum lagi ditambah kebutuhan
pelaut-pelaut di luar negeri, di mana ada kecenderungan yang terus meningkat, karena
anak-anak mudanya enggan bekerja di laut. Contohnya di Belanda membutuhkan pelaut
setiap tahun sebanyak 800 orang.
Adapun tenaga terampil yang dibutuhkan di bidang kelautan adalah orang yang
memenuhi syarat tertentu dan profesional dibidangnya. Apabila hal ini dikombinasikan
dengan data hasil ikan tangkapan perkiraan kebutuhan tenaga kerja adalah sebagai
berikut seperti tersaji pada Tabel 3.4.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 24
Budidaya perikanan laut yang sekarang sedang dikembangkan salah satunya adalah
ikan kerapu. Adapun jenis ikan kerapu yang dikembangkan adalah kerapu bebek, kerapu
lumpur dan kerapu sunu. Untuk memenuhi kebutuhan ikan kerapu sebagai salah satu
sumber devisa dan protein masyarakat, maka dibutuhkan beberapa tenaga kerja yang
mempunyai kualifikasi kompetensi tertentu pula. Adapun perkiraan tenaga kerja yang
dibutuhkan tersaji pada Tabel 3.6.
4.069.420 ton/tahun 203.471 ton/tahun 24.000 orang
Produksi Ikan tangkap
Tahun 2002
Peningkatan 5 %
Kebutuhan Tenaga Kerja
Rata-rata 30 orang/kapal
1 Hatchery Tenaga ahli 234
Teknisi hatchery (SMK) 5.272
2 Tambak Tenaga ahli 715
Operator dan teknisi (SMK) 15.606
Tenaga harian 42.683
No.
Jenis
kegiatan
Kriteria tenaga
Jumlah
(orang)
Tabel 3.4
Perkiraan Kebutuhan Tenaga Kerja Berkaitan Produksi Ikan Tangkap dari Perairan
Indonesia (5% Meningkat Membutuhkan 800 Kapal)
Kebutuhan tenaga kerja pelaut penangkap ikan tersebut di atas sinergis dengan
kebutuhan tenaga kerja di bidang teknik perkapalan khususnya serta bidang terkait
lainnya. Dalam usaha budidaya perikanan laut seperti udang dengan metode budidaya
udang secara intensif akan diperlukan tenaga pelaksana yang mempunyai kualifikasi
kompetensi tertentu pula.
Tabel 3.5
Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat pada Budidaya Udang
Untuk Menghasilkan 100.000 Ton Udang
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 25
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Lampung, 2002. Studi Pengembangan Potensi
Wilayah Budidaya Terpadu Propinsi Lampung.
Oleh karena itu untuk mempersiapkan sumberdaya manusia di bidang kelautan
yang mampu bersaing di pasar bebas sekarang ini, tentu saja diperlukan suatu lembaga
pendidikan yang bertaraf nasional dan internasional. Sehingga produk tamatan nantinya
terjual dan diserap pasar dalam dan luar negeri. Dan untuk menyediakan lembaga pendidikan
semacam ini tentu saja diperlukan suatu kerja keras dengan program-program kerja
yang konsisten dan kontinyu oleh pihak penyelenggara pendidikan. Dan untuk memenuhi
proses pendidikan semacam ini tentu saja perlu dukungan finansial yang memadai dan
tak lupa didukung oleh tenaga pendidik yang berkualifikasi nasional maupun internasional
pula. Berdasarkan uraian diatas maka investasi dalam sektor ini menjadi sangat mendesak.
Dalam Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kewenangan
pemerintah daerah di wilayah laut adalah 12 mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 dari wilayah
kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Kewenangan daerah untuk mengelola
wilayah laut meliputi :
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
2. Pengaturan administratif;
3. Pengaturan tata ruang;
4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
5. Ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
6. Ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
1 Hatchery Tenaga Ahli 10
Teknisi Hatchery (SMK) 30
2 Keramba Jaring Apung Tenaga Ahli 12
Teknisi Lapang (SMK) 112
No Jenis Kegiatan Kriteria Tenaga
Jumlah
(Orang)
Tabel 3.6
Jumlah Tenaga Kerja yang Terlibat Pada Budidaya Ikan Kerapu Untuk
Menghasilkan 300 Ton Ikan Kerapu
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 26
Namun demikian harus dipahami bahwa kewenangan tersebut harus tetap dilandasi
falsafah bahwa laut adalah sebagai pemersatu wilayah, ekonomi, politik maupun budaya
sehingga laut tidak dikelola secara terpisah-pisah namun justru harus dilakukan
kerjasama erat antar daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Karakteristik laut
tersebut mengamanatkan keterpaduan pengelolaan laut oleh pemerintah pusat dan
daerah agar dicapai efektivitas dan efisiensi dalam membangun skala ekonomi kelautan
sesuai dengan kondisi sumberdaya kelautan yang dimiliki Indonesia.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 otonomi dimaknai
sebagai kewenangan hanya berada di tangan pemerintah daerah, baik provinsi maupun
kabupaten/kota. Makna otonomi belum mencakup kewenangan rakyat di daerah
terutama yang berkaitan nilai dasar (virtue) yang terkandung dalam otonomi daerah
itu sendiri yang mencakup kesetaraan, demokratisasi, desentralisasi, dan partisipasi
semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Hal tersebut menjadi penting dalam
rangka meningkatkan peran masyarakat di daerah dalam membangun bidang kelautan
karena aktivitas ekonomi kelautan banyak didasarkan pada potensi daerah sebagai
konsekuensi logis sebuah negara kepulauan.
Selain Undang-undang No. 32 Tahun 2004, perundangan lain yang menjadi dasar
pelaksanaan otonomi daerah adalah Undang-undang No. 33 Tahun 2004 yang mengatur
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun
2004 dana perimbangan keuangan pusat dan daerah disajikan seperti Tabel 3-7.
Tabel 3-7.
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Menurut UU No. 33 Tahun 2004
Pertambangan 15,5 % terdiri dari : Sudah
Minyak Bumi 84,5 % Provinsi (3%) dikurangi
Kabupaten/Kota penghasil (6 %) pajak
Kabupaten/Kota lainnya (6 %)
0,5 % untuk pendidikan dasar
Provinsi (0,1%)
Kabupaten/Kota penghasil (0,2%)
Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)
Sumber
Penerimaan
Pemerintah
Keterangan
Pusat Daerah
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 27
Sumber : UU No. 33 Tahun 2004 (Pasal 11 sampai dengan Pasal 24).
Sumber
Penerimaan
Pemerintah
Keterangan
Pusat Daerah
Pertambangan 30,5 % terdiri dari : Setelah
Gas Bumi 69,5 % Provinsi (6%) dikurangi
Kabupaten/Kota penghasil (12 %) pajak
Kabupaten/Kota lainnya (12 %)
0,5 % untuk pendidikan dasar
Provinsi (0,1%)
Kabupaten/Kota penghasil (0,2%)
Kabupaten/Kota lainnya (0,2%)
Pertambangan 80 % terdiri dari : Setelah
Umum 20 % Land rent (iuran tetap) dikurangi
Provinsi (16%) pajak
Kabupaten/Kota penghasil (64 %)
Royalti
Provinsi (16 %)
Kabupaten/Kota penghasil (32 %)
Kabupaten/Kota lainnya (32 %)
Pertambangan 80 % terdiri dari :
Panas Bumi 20 % Provinsi (16%)
Kabupaten/Kota penghasil (12 %)
Kabupaten/Kota lainnya (12 %)
Royalti
Provinsi (16%)
Kabupaten/Kota penghasil (32 %)
Kabupaten/Kota lainnya (32 %)
Kehutanan 20 % 80 % terdiri dari :
IHPH
Provinsi (16%)
Kabupaten/Kota penghasil (64%)
Provisi SDH
Provinsi (16%)
Kabupaten/Kota penghasil (32 %)
Kabupaten/Kota lainnya (32 %)
Dana Reboisasi 60 % 40 % digunakan utk rehabilitasi hutan
Perikanan 20 % 80 %Terdiri dari :
Pungutan Pengusaha Perikanan
Pungutan Hasil Perikanan (dibagi
sama ke seluruh kabupaten/kota
di Indonesia)
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 28
Data implementasi dana alokasi daerah menunjukkan bahwa secara total hasil
alam daerah untuk non-minyak dan gas relatif kecil nilainya dibandingkan hasil dari
minyak dan gas. Dengan demikian, besarnya penerimaan pemerintah daerah yang berasal
dari hasil alam non-minyak dan gas perlu didorong melalui peningkatan investasi dan
pengembangan aktivitas secara efisien sehingga diharapkan dapat menopang
perekonomian daerah apabila pendapatan dari sumberdaya minyak dan gas suatu saat
habis.
Kondisi tersebut membawa implikasi bagi daerah yang memiliki potensi ekonomi
kelautan yang baik mulai diarahkan untuk melakukan investasi dari pendapatan yang
diperoleh baik dari APBN, APBD maupun investasi dari pihak swasta dan masyarakat.
Investasi tersebut diarahkan pada sektor-sektor kelautan prioritas yang memiliki
kemampuan pengembalian (rate of return) yang tinggi sehingga dapat dibangkitkan
aktivitas ekonomi yang mampu menciptakan lapangan kerja serta dikelola secara
berkelanjutan.
Dari gambaran tersebut, maka sektor-sektor usaha di bidang kelautan belum secara
signifikan menjadi pengarusutama dalam pembangunan nasional. Hal tersebut
memberikan kesempatan bagi potensi ekonomi kelautan untuk menjadi sektor strategis.
3.2 Perlunya Integrasi Antar Sektor Dalam Pembangunan Ekonomi Kelautan
Aktivitas ekonomi dalam bidang kelautan mencakup tujuh sektor, yakni: (i)
perhubungan laut, (ii) industri maritim, (iii) perikanan, (iv) wisata bahari, (v) energi
dan sumberdaya mineral, (vi) bangunan kelautan, dan (vii) jasa kelautan. Pada tahun
2005, tujuh sektor ini telah menyumbangkan kontribusi sebesar 22,42% terhadap produk
domestik bruto (PDB) nasional. Nilai kontribusi ekonomi yang cukup signifikan ini, tentu
juga akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan daya serap tenaga
kerja, sehingga pada akhirnya seharusnya mampu pula untuk mensejahterakan rakyat
dan segenap komponen bangsa di tanah air. Namun demikian, kontribusi yang cukup
signifikan ini sebenarnya belum merupakan kontribusi yang optimal. Karena faktanya,
hingga kini pembangunan atau pengembangan ketujuh sektor bidang kelautan tersebut
belum dilaksanakan secara terintegrasi. Hal ini, dapat dilihat dengan masih ditemukannya
konflik kepentingan di antara ketujuh sektor tersebut, seperti: pembangunan sektor
wisata bahari yang menggeser sektor perikanan, biaya logistik di dalam negeri yang
mahal akibat tidak sinerginya pembangunan sektor perhubungan laut dengan sektor
industri maritim, perikanan, bangunan kelautan, dan terjadinya kelangkaan energi akibat
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 29
belum sinkronnya pembangunan sektor perhubungan laut dan industri maritim dengan
energi dan sumberdaya mineral distribusi energi yang tidak efisien.
Bila ketujuh sektor bidang kelautan tersebut di atas diintegrasikan dengan baik,
maka tidak mustahil akan memberikan kontribusi yang jauh lebih besar terhadap
pertumbuhan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sehingga
juga akan mempercepat terwujudnya harapan bangsa Indonesia menikmati manfaat
penuh dari pembangunan ekonomi kelautannya yang diperkirakan nilai potensi
ekonominya mencapai US$ 1,2 triliun per tahun dan mampu menyerap tenaga kerja
sebanyak 40 juta orang. Penerapan integrasi antar sektor memiliki pemahaman
komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor untuk bersama-sama meman-
faatkan sumberdaya laut dan pesisir.
Sebagai ilustrasi, pengembangan perikanan udang (sektor perikanan) dengan
integrasi antar sektor. Untuk produksi udang yang efisien dan berdaya saing dari aktivitas
penangkapan udang memerlukan dukungan pengembangan armada kapal yang efisien
(integrasi dengan sektor industri maritim), pengembangan pelabuhan sebagai
prasarananya (integrasi dengan sektor bangunan kelautan), cold storage untuk
menyimpan udang (integrasi dengan sektor industri maritim), industri pengolahan udang
yang efisien dan bersih/tanpa limbah (integrasi dengan sektor industri maritim),
penyediaan energi (integrasi dengan sektor energi dan sumberdaya mineral), jasa
pelayanan pelabuhan dan keselamatan pelayaran yang efektif (integrasi dengan sektor
jasa kelautan), jasa pendidikan dan penelitian yang profesional dan mutakhir (integrasi
dengan sektor jasa kelautan), dan sistem distribusi atau transportasi yang efisien
(integrasi dengan sektor perhubungan laut).
Selanjutnya, pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor ini
juga akan menciptakan atau menumbuhkan turunan sektor industri maritim baru lainnya,
seperti usaha pemanfaatan limbah dari industri pengolahan udang, yakni industri tepung
ikan dan pupuk (yang akan memanfaatkan limbah kepala dan insang udang) dan industri
chitin dan chitosan (yang akan memanfaatkan limbah cangkang udang). Selain itu,
pengembangan perikanan udang dengan integrasi antar sektor dapat mendukung pula
tumbuh dan berkembangnya sektor wisata bahari, karena aktivitas dari sektor-sektor
bidang kelautan lainnya diarahkan untuk menggunakan pendekatan yang terintegrasi
dan efisien, sehingga aktivitas yang dilakukan pasti memperhatikan dan menjaga
kelestarian lingkungannya demi keberlanjutan aktivitas itu sendiri. Tumbuh dan ber-
kembangnya sektor wisata bahari, tentu juga akan berimbas balik pada berkembangnya
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 30
industri perikanan udang itu sendiri, dengan adanya peningkatan permintaan akan
komoditi udang untuk memenuhi kebutuhan seafood bagi wisatawan.
Gambar 3.3 di bawah menunjukkan model pembangunan ekonomi kelautan nasional
dengan pengembangan integrasi antar sektor yang diharapkan mampu mengakselerasi
pembangunan nasional.
Gambar 3.3 Model Pembangunan Ekonomi Kelautan Nasional dengan
Pengembangan Integrasi Antar Sektor
Dari gambaran diatas, maka seharusnya pembangunan ekonomi kelautan nasional
dilaksanakan secara terintegrasi antar/lintas sektor yang diyakini akan jauh lebih efisien
dan memberikan nilai manfaat yang juga jauh lebih besar dan maksimal dibandingkan
bila dilaksanakan secara parsial atau sektoral.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 31
Bab 4
EKONOMI KELAUTAN DENGAN MODEL EKONOMI BIRU
4.1 Ekonomi Biru
Kesadaran akan pentingnya fungsi laut serta kebutuhan untuk melindungi sumber
daya yang terkandung di dalamnya semakin meningkat dan mendapat momentum dalam
beberapa tahun terakhir. Jumlah negara yang menerapkan kebijakan kelautan (ocean
policy) dalam tatanan hukum nasional, semakin meningkat pula. Seiring dengan hal
tersebut, kondisi ekosistem laut di beberapa bagian dunia mengalami penurunan akibat
ulah manusia dan perubahan alam seperti dampak perubahan iklim.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia turut menaruh perhatian di
bidang ini. Hal lain yang menunjang argumen ini adalah kenyataan bahwa Indonesia
telah menjadi negara maju dalam hal ocean governance setelah berhasil melaksanakan
World Ocean Conference dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada bulan Mei
2009 lalu. Keberhasilan ini menempatkan Indonesia pada posisi penting dalam tatanan
global untuk memajukan prinsip keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya laut dan
perikanan (Earle, 2010).
Pertemuan World Ocean Conference (WOC) yang dibuka secara resmi oleh Presiden
RI Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Manado, dihadiri lebih dari 5000 peserta dari 76
negara dan 12 organisasi kelautan internasional dan perwakilan PBB seperti UNEP,
UNESCO, dan FAO. Pertemuan WOC mendapat sorotan dunia karena baru kali pertama
isu kelautan dan perubahan iklim dibicarakan pada tataran dunia.
Hasil pertemuan WOC berupa deklarasi yang dinamakan Manado Ocean Declaration
(MOD) yang berisi kesepakatan para negara peserta untuk menciptakan ekosistem laut
yang sehat dan berkelanjutan. Luaran dari WOC berupa dokumen MOD dan makalah
yang dipresentasikan pada berbagai forum ilmiah selama pertemuan ini telah menjadi
referensi dunia untuk mengembangkan kolaborasi internasional dan membuat komitmen
bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia, utamanya untuk menerapkan pentingnya
mengimplementasikan pembangunan kelautan yang berkelanjutan. Dengan berhasilnya
Indonesia menyelenggarakan pertemuan WOC, telah menaikkan posisi tawar Indonesia
di forum kelautan dan perikanan internasional di samping tentunya memberikan
kebanggaan tersendiri akan keberhasilan bangsa kita menempatkan diri pada jajaran
elit dunia dalam bidang tata-kelola kelautan (ocean governance).
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 32
MOD rumusan hasil WOC tersebut sangat terkait dengan 2 (dua) pilar utama
kebijakan kelautan nasional, yakni pilar kebijakan ekonomi kelautan dan pilar kebijakan
lingkungan laut. Kedua pilar inilah yang sebenarnya menjadi komponen inti dalam konsep
Ekonomi Biru, karena pada dasarnya Ekonomi Biru adalah paradigma pembangunan
ekonomi yang berazaskan pada prinsip-prinsip ekosistem. Secara diagramatik keterkaitan
WOC dengan pilar kebijakan ekonomi kelautan dan lingkungan laut, serta Ekonomi Biru
disajikan pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Keterkaitan World Ocean Conference (WOC) 2009 dengan Pilar
Kebijakan Ekonomi Kelautan dan Lingkungan Laut serta Ekonomi Biru
Dengan melihat keterkaitan ini, dapat dinyatakan bahwa WOC serta berbagai hasil
yang dicapai pasca pertemuan di Manado, merupakan efek ganda (multiplier effect)
tercapainya pembangunan kelautan nasional berlandasakan prinsip-prinsip Ekonomi Biru.
Keberhasilan Indonesia dalam pentas kelautan dunia dibuktikan dengan keberhasilan
menyelenggarakan pertemuan antar kepala negara dari Inisiatif Segitiga Terumbu Karang
(Coral Triangle Initiative). Inisiatif ini bermula dari gagasan Presiden Republik Indonesia
Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono mengundang kepala negara Coral Triangle
Initiative (CTI) untuk meresmikan gagasan CTI dalam menjaga dan sumberdaya terumbu
karang di daerah segitiga ini yang meliputi: Malaysia, Filipina, Indonesia, Papua New
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 33
Gambar 4.2 Daerah Implementasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle
Initiative for Coral Reef, Fisheries and Food Security)
Dalam kesepakatan Regional Plan of Action (RPoA) CTI, disebutkan ada lima tujuan
utama dari gagasan CTI yakni:
1. Menetapkan daerah prioritas bentang laut (seascape) yang dikelola secara efektif
2. Penerapan prinsip pengelolaan sumberdaya perikanan dan sumberdaya kelautan
kelautan lainnya bernasis ekosistem
3. Penetapan Marine Protected Area yang dikelola secara efektif
4. Menerapkan langkah-langkah adaptasi perubahan iklim
5. Meningkatkan status species di laut yang terancam
Keseluruhan tujuan CTI ini diarahkan pada aspek konservasi terumbu karang,
perikanan dan ketahanan pangan. Dengan dukungan mitra kerja CTI yakni Amerika
Serikat, Australia, Bank Pembangunan Asia (ADB), The Nature Conservancy (TNC),
Guinea, Kepulauan Solomon dan Timor Leste (Gambar 4.2). Seluruh dunia mengakui
bahwa daerah segitiga terumbu karang adalah satu-satunya peninggalan dunia dengan
keragaman hayati laut yang tertinggi di dunia, yang hanya terbandingkan dengan
keragaman hayati Hutan Amazon di Brasil. Oleh sebab itu daerah ini dinamakan juga
Amazon of the Ocean.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 34
Conservancy International (CI) dan World Wild Fund for Nature (WWF), kelima tujuan
utama CTI dapat terlaksana dan sedah memasuki tahap implementasi. Dalam guiding
principles CTI, disebutkan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan harus mengikuti
kaidah kehati-hatian yang disebabkan tingginya nilai keragaman hayati dan potensi
sumberdaya perikanan terutama ikan pelagis besar dan jenis ikan karang di daerah CTI.
Dengan menggabungkan prinsip-prinsip Ekonomi Biru dalam pemanfaatan sumberdaya
kelautan di wilayah CTI Indonesia, diharapkan dapat diperoleh nilai tambah yang nyata
terhadap pencapaian pembangunan ekonomi kelautan nasional secara berkesinambungan.
Pada tahun 2010, Gunter Pauli memperkenalkan suatu pendekatan baru yakni Blue
Economy melalui bukunya yang berjudul The Blue Economy: 10 years, 100 innovations,
and 100 million jobs. Konsep Blue Economy dimaksudkan untuk menantang para
enterpreneur bahwa Blue Economy business model memberikan peluang untuk
mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan
lingkungan, menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan,
sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghasilkan produk dan nilai ekonomi lebih
besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan memberikan kesempatan untuk
memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil.
Konsep Ekonomi Biru dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem
ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan
ini tidak hanya disebabkan oleh adanya limbah industri, akan tetapi kerusakan alam
dan lingkungannya juga disebabkan oleh eksploitasi sumberdaya alam yang melebihi
kapasitas atau daya dukung alam. Selama ini prinsip-prinsip resource efficiency, low
carbon, social inclusiveness telah berkembang, namun masih belum mampu mengatasi
keserakahan manusia untuk mengeksploitasi sumberdaya alam lebih banyak.
Implementasi pembangunan berkelanjutan dengan konsep green products and
services, yaitu produk-produk dan jasa ramah lingkungan tidak dengan sendirinya sesuai
harapan. Hal ini disebabkan green products and services yang dihasilkan harus dibeli
dengan harga yang lebih mahal dan makin tidak dapat dijangkau oleh masyarakat miskin
karena diperlukan nilai investasi yang lebih besar. Investor harus mengeluarkan biaya
lebih besar untuk menghasilkan green products and services, dan tambahan biaya ini
pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disarikan bahwa esensi Konsep Ekonomi
Biru adalah:
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 35
a. Learning from nature
Blue Economy mencontoh cara kerja alam (ekosistem), bekerja sesuai dengan apa
yang disediakan alam dengan efisien dan tidak mengurangi tapi justru memperkaya
alam.
b. The logic of ecosystems
Cara kerja ekosistem dijadikan model Blue Economy, yaitu seperti air mengalir
dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar
kehidupan seluruh makhluk hidup dan tanaman, limbah dari yang satu menjadi
makanan/sumber energi bagi yang lain, sehingga sistem kehidupan dalam ekosistem
menjadi seimbang. Hanya dengan gravitasi energi didistribusikan secara efisien
dan merata tanpa ekstraksi energi eksternal. Untuk mendukung sistem kehidupan,
sinar matahari menjadi energi fotosintesa seluruh kontributor yang membutuhkannya.
c. Inspired by 100 innovations
Secara empiris 100 inovasi ekonomi praktis telah dikembangkan dan membuktikan
bahwa ekosistem selalu bekerja menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk meng-
alirkan nutrien dan energi tanpa meninggalkan limbah untuk mendayagunakan
kemampuan seluruh kontributor dan memenuhi kebutuhan dasar bagi semuanya.
Ekonomi Biru pada akhirnya akan menjamin bahwa suatu pembangunan yang
dijalankan tidak hanya akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin
terjadinya keberlanjutan secara ekologi dan sosial. Secara umum, Ekonomi Biru dapat
dipahami sebagai sebuah model ekonomi untuk mendorong pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan dengan kerangka pikir seperti cara kerja ekosistem. Hal ini tidak terlepas
dari prinsip-prinsip yang ada pada konsep Ekonomi Biru, yaitu :
1) Natural resources efficiency
2) Zero waste: leave nothing to waste waste for one is a food for another - waste
from one process is resource of energy for the other:
3) Social inclusiveness: self-sufficiency for all social equity-more job, more
opportunities for the poor
4) Cyclic systems of production: endless generation to regeneration, balancing
production and consumption
5) Open-ended innovation and adaptation: the principles of the law of physics and
continuous natural adaptation
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 36
Sekalipun implementasi dan contoh yang diberikan dalam teori Ekonomi Biru
tersebut tidak menyebutkan tentang penerapan di laut, namun istilah ini sesuai dengan
latar belakang filosofis Pauli, yang membayangkan bahwa planet bumi ini akan tetap
berwarna biru apabila dikelola dengan baik. Dengan menggunakan idealisme tersebut
pembangunan kelautan (yang dicirikan dengan laut biru) seyogyanya dapat berkembang
selaras dengan prinsip pembangunan yang inovatif dan berkelanjutan.
Industri kelautan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh daratan dan samudra raya
karena karakteristik utamanya yaitu sifat air yang terhubungkan satu sama lain. Hal ini
tergambar jelas dari siklus air (H
2
O) yang menjadi dasar kehidupan bagi makhluk hidup
di planet bumi ini. Mulai dari skala molekuler hingga ukuran samudra, benda cair akan
terhubungkan (connected) pada setiap sisi dan bidang. Penerapan Ekonomi Biru harus
memiliki pemahaman komprehensif terhadap aspek konektivitas antar sektor yang
bersama-sama memanfaatkan ekosistem laut dan pesisir. Misalnya pembangunan areal
perkotaan yang terletak di daerah pesisir, akan sangat bergantung pada akses terhadap
sumberdaya lainnya seperti air dan energi. Demikian halnya dalam aspek perdagangan
maritim yang tergantung pada supply barang maritim dan jasa pelabuhan. Hal ini
memerlukan pengaturan yang harus dilaksanakan se-efisien mungkin.
Berkaitan dengan penerapan konsepsi Ekonomi Biru di ekosistem laut, sekurang-
kurangnya ada 3 hal utama yang menjadi dasar pendekatannya, yakni: kondisi kesehatan
ekosistem (Healthy ocean), aktifitas ekonomi yang berpusat pada kesejahteraan masyarakat
(People-centered activities), dan adanya tata-kelola sumberdaya yang baik (Ocean governance).
Penurunan kualitas kondisi perairan laut dan pesisir akan berdampak pada penurunan
produktifitas ekonomi. Pencapaian kondisi laut yang sehat memerlukan pemikiran
revolusioner dan terkadang tidak lazim (thinking out of the box). Seringkali pemikiran
sederhana untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil tangkapan ikan yang lebih tidak
selamanya harus dengan jumlah (kuantitatif) yang menyolok sehingga mengakibatkan
laut tidak sehat (overfishing). Namun dengan sentuhan teknologi, kita akan mendapatkan
hasil yang berlipat ganda dan laut tetap sehat. Hal ini tentunya berlaku mulai dari
kegiatan bisnis kelautan lainnya, seperti: budidaya rumput laut sampai kepada peman-
faatan laut dan wilayah pesisir untuk tujuan pariwisata.
Sesuai ketentuan undang-undang, manfaat dari hasil bumi dan isinya harus di
orientasikan untuk mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Tujuan yang
sangat mulia ini sekarang menjadi perdebatan karena seberapa banyak sisa sumberdaya
yang ada untuk generasi mendatang? Pendekatan Ekonomi Biru di Indonesia seharusnya
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 37
menempatkan prasyarat bahwa mekanisme pasar dan terobosan inovatif dalam bidang
kelautan dan perikanan harus dirancang untuk menyediakan insentif keuangan yang
memadai bagi masyarakat (UNEP, 2011).
4.2 Pembangunan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru
Indonesia sebagai Negara Kepulauan terbesar di dunia perlu mencari terobosan
dalam pembangunannya yang dapat menjamin kemakmuran bangsa secara terus menerus
dari generasi ke generasi. Dengan demikian segenap potensi yang dimiliki bangsa Indonesia
harus disiapkan sebagai landasan yang kuat bagi bangsa dan negara. Potensi darat dan
laut harus disinergikan sehingga menjadi kekuatan. Hal utama yang perlu di gunakan
sebagai landasan dalam mengembangkan pemikiran tersebut adalah bagaimana kekuatan
laut yang luasnya hampir dua pertiga wilayah Indonesia serta berbagai peluang ekonomi
secara internasional perlu dikembangkan bagi kemakmuran Indonesia secara berkelanjutan.
Ekonomi Biru mengintegrasikan pembangunan darat dan laut serta memperhitungkan
daya dukung sumberdaya dan lingkungan sehingga aktivitas ekonomi menggunakan
perhitungan complete assessment, terintegrasi dan inward maupun outward looking
guna mencapai kesejahteraan masyarakat.
Ekonomi Biru merupakan model pembangunan ekonomi yang menyatukan
pembangunan laut dan daratan, menekankan pengoptimalan pemanfaatan teknologi,
industri, tanah dan perairan laut, dalam rangka meningkatkan secara menyeluruh taraf
pemanfaatan sumberdaya laut. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Ekonomi Biru
dapat memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi demi mencapai pertumbuhan dan
kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Ekonomi Biru merupakan gagasan universal
yang dapat diimplementasikan dalam perencanaan pembangunan nasional. Konsep
Ekonomi Biru juga mampu mengakomodasi Ekonomi Hijau (Green Economy) yang selama
ini diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia, .
Ekonomi Biru dapat dilihat sebagai kebijakan yang bertumpu pada pengembangan
ekonomi rakyat secara komprehensif guna mencapai pembangunan nasional secara
keseluruhan. Pendekatan pembangunan dengan model Ekonomi Biru akan bersinergi
dengan pelaksanaan program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth
(pertumbuhan), pro-job (penyerapan tenaga kerja) dan pro-environment (melestarikan
lingkungan). Terminologi Ekonomi Biru telah diangkat dalam berbagai forum kerjasama
internasional, seperti pada pertemuan tingkat Senior Officials Meeting (SOM) for the
Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) di Moskow pada bulan February 2012.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 38
Penggunaan pendekatan Ekonomi Biru sebagai model pembangunan kelautan
nasional diharapkan mampu menjawab ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem
serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi termasuk perubahan iklim dan pemanasan
global. Keberhasilan dari Ekonomi Biru seperti pencapaian industrialisasi sektor kelautan
selain dihadapkan pada kebutuhan tenaga kerja dan teknologi yang memadai, juga
memerlukan terobosan-terobosan, seperti perbaikan rantai hulu hingga hilir guna
meningkatkan daya saingnya.
Industrialisasi kelautan dalam konsep Ekonomi Biru didorong untuk meningkatkan
nilai tambah, daya saing, modernisasi sistem produksi hulu dan hilir, penguatan pelaku
industri, berbasis komoditas utama, wilayah dan sistem manajemen, pembangunan
berkelanjutan serta transformasi sosial. Proses industrialisasi kelautan merupakan proses
perubahan sistem produksi hulu hingga hilir untuk meningkatkan nilai tambah, produk-
tivitas dan skala produksi sumberdaya kelautan melalui modernisasi yang didukung
oleh kebijakan terintegrasi, pengembangan infrastruktur, sistem usaha dan investasi
serta IPTEK dan SDM.
Dengan model pembangunan ekonomi kelautan dengan model Ekonomi Biru
diharapkan dapat menjamin keberlanjutan ketersediaan sumberdaya, keseimbangan
ekosistem dan kesehatan lingkungan, serta mendorong pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya yang efektif. Paradigma pembangunan kelautan dengan mengadopsi konsep
Ekonomi Biru diharapkan dapat membantu dunia untuk menghadapi tantangan perubahan
iklim, ekosistem laut yang kian rentan terhadap dampak perubahan iklim dan pengasaman
laut. Hal ini sejalan dengan pengendalian ancaman pemanasan global, seperti: energi
gas buang dan karbon sehingga dapat terwujud pembangunan berkelanjutan secara
terpadu dan upaya pengentasan kemiskinan. Ancaman perubahan iklim seperti kenaikan
permukaan laut, peningkatan suhu permukaan laut, aktivitas badai meningkat, yang
disertai efek berbahaya dari pengasaman laut yang dapat menjadi ancaman terbesar
bagi kesehatan dan ekosistem laut. Paradigma Ekonomi Biru dalam pembangunan
kelautan nasional merupakan refleksi sinergitas pertumbuhan, pembangunan dan
lingkungan dengan berpedoman pada triple helix model.
Dengan pendekatan konsep Ekonomi Biru, pembangunan ekonomi kelautan di
harapkan mampu menjadi motor pembangunan nasional dan sumber pertumbuhan baru.
Ekonomi Biru tidak hanya diharapkan dapat memacu pembangunan berkelanjutan, tetapi
juga dapat menjaga kesehatan lingkungan melalui perekonomian rendah karbon (low
carbon economy). Ekonomi Kelautan dengan model Ekonomi Biru dibangun berdasarkan
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 39
4 pilar, yaitu 1) Integrasi pembangunan daratan dan kelautan, 2) Pembangunan yang
bersih, inklusif, dan berkelanjutan, 3) Peningkatan nilai tambah dan daya saing produk
melalui inovasi, dan 4) Peningkatan pendapatan masyarakat yang adil, merata, dan
pantas. Keberhasilan model Ekonomi Biru membutuhkan komitmen para pemangku
kepentingan khususnya terkait dengan berbagai kebijakan baik lokal maupun nasional,
SDM, teknologi, akses keuangan, industrialisasi (hulu dan hilir), pendidikan, dan
kesadaran kolektif masyarakat akan potensi kelautan.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 40
Bab 5
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN EKONOMI KELAUTAN
DENGAN MODEL EKONOMI BIRU
5.1 Kebijakan Makro Pembangunan Kelautan Nasional
Pembangunan bidang kelautan nasional saat ini masih belum berjalan dengan
terpadu dan harmonis. Dengan kata lain, masing-masing sektor pembangunan yang
tercakup dalam bidang kelautan masih berjalan dengan konsepnya masing-masing.
Padahal pembangunan kelautan yang berkelanjutan sangat tergantung terhadap keter-
paduan pembangunan masing-masing sektor tersebut. Dengan demikian kebijakan
komprehensif di bidang kelautan yang meletakkan prinsip efisien, keadilan (equity),
demokratisasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi sebuah kebutuhan
yang mendesak.
Garis kebijakan makro kelautan nasional telah jelas dijabarkan di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang dituangkan pada misi ketujuh, yaitu
mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan ber-
basiskan kepentingan nasional. Misi ini ditujukan untuk menumbuhkan wawasan bahari
bagi masyarakat dan pemerintah agar pembangunan Indonesia berorientasi kelautan;
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelautan melalui
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut
nasional untuk mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi
kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber kekayaan laut
secara berkelanjutan.
Selanjutnya, terwujudnya Indonesia sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional setidaknya harus ditandai oleh hal-hal sebagai
berikut:
1. Menetapkan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan batas-batasnya,
menghitung aset-aset kelautan yang dimiliki negara, serta hal-hal yang terkait
dalam kerangka pertahanan keamanan aset ekonomi nasional.
2. Perencanaan pembangunan terpadu berbasis spasial dalam rangka mendayagunakan
laut serta sumberdaya kelautan terpadu dengan daratan yang lestari, efisien dan
efektif serta menghasil kemakmuran bagi seluruh rakyat, diantaranya meliputi:
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 41
a. Perencanaan jaringan transportasi terpadu yang berdampak pada rendahnya
biaya angkut orang dan barang sehingga menjamin distribusi barang dan harga
produk yang ditawarkan menjadi relatif rendah dan menguntungkan.
b. Perencanaan wilayah terpadu sehingga melindungi sumberdaya renewable di
sekitar lokasi eksploitasi sumberdaya non renewable.
c. Perencanaan spasial terpadu berbagai sektor dan berbagai jenis sumberdaya
alam serta manusia untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.
3. Mewujudkan kebijakan ekonomi nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
kelautan.
4. Membangun jaringan prasarana dan sarana ekonomi sebagai perekat semua pulau dan
kepulauan Indonesia melalui aktivitas ekonomi kepulauan yang mensejahterakan rakyat.
5. Meningkat dan menguatnya sumberdaya manusia di bidang kelautan yang didukung
oleh pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Membangun ekonomi kelautan secara terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber kekayaan dan fungsi laut secara berkelanjutan.
7. Mengembangkan aktivitas ekonomi kelautan, antara lain: (a) perhubungan laut;
(b) industri maritim; (c) perikanan; (d) wisata bahari; (e) energi dan sumberdaya
mineral kelautan; (f) bangunan kelautan; dan (g) jasa kelautan.
8. Mengembangkan investasi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.
9. Mengembangkan kerjasama ekonomi regional dan internasional di bidang kelautan.
10. Mendorong dan memfasilitasi sektor bisnis untuk mengembangkan usaha di bidang
kelautan sehingga memiliki daya saing global.
11. Menjamin kebijakan fiskal dan moneter yang dapat mengakselerasi pembangunan
ekonomi kelautan.
5.2 Kebijakan Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru
Dalam rangka mencermati pembangunan ekonomi kelautan Indonesia, maka
sepatutnya mengkaji kembali bagaimana posisi bidang kelautan yang terdiri 7 sektor
utama, yakni: sektor perhubungan laut, industri maritim, perikanan, wisata bahari,
energi dan sumberdaya mineral kelautan, bangunan kelautan, dan jasa kelautan,
berperan di masa lalu dan bagaimana seharusnya bangsa Indonesia meletakkan dasar
yang kuat bagi pembangunan negara kepulauan yang dapat memakmurkan rakyat
nusantara (UU No.17 tahun 2007). Diketahui bersama bahwa bidang ekonomi kelautan
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 42
masih merupakan sektor-sektor yang relatif tertinggal bila dilihat dari rendahnya
produktivitas tingkat pemanfaatan sumberdaya, tingkat teknologi yang digunakan, tingkat
kemiskinan, tingkat ramah lingkungannya, dan minat investasi skala menengah dan
besar relatif kurang, serta besarnya kapital yang dibutuhkan walaupun rate of return
nya juga tinggi.
Ketertinggalan ini merupakan akibat dari adanya persoalan-persoalan yang bersifat
struktural. Terutama adanya kebijakan pembangunan yang masih cenderung berorientasi
hanya pada pertumbuhan ekonomi berbasis terestrial atau daratan saja, dilakukan secara
parsial, dan dilakukan dengan pendekatan yang kurang tepat. Bidang ekonomi kelautan
tentu mempunyai logika pembangunan yang berbeda dengan sektor terestrial, sehingga
bila pendekatan pembangunan yang dilakukannya tidak tepat, maka hasil dan manfaat
yang diperolehnya menjadi tidak optimal, bahkan dapat menjadi gagal. Masalah yang
sampai saat ini menjadi pertanyaan besar adalah mampukah Pemerintah Indonesia
mengelola potensi sumberdaya kelautan yang begitu besar untuk kepentingan
pertumbuhan perekonomian nasionalnya? Pertanyaan ini menjadi penting, karena sejarah
mencatat bahwa kontribusi bidang ekonomi kelautan untuk penerimaan negara belum
signifikan, indikator ini selalu menjadi alasan klasik sehingga sektor ini kurang diminati
para pengambil keputusan pada masa lalu. Padahal indikatornya tidak hanya ditinjau
dari aspek ekonomi saja, seperti penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau devisa,
akan tetapi juga dari sisi ekologi (lingkungan), penyerapan lapangan kerja, gizi
masyarakat, social capital di berbagai tempat terpencil dan lain-lain. Pertanyaan ini
menjadi signifikan untuk dijawab sekarang ini, ketika orang sering melihat bidang
kelautan hanya sebatas dalam aktivitas ekonomi semata yang sifatnya parsial, dan
belum memandang bidang kelautan secara integral dan komprehensif sebagai suatu
kekuatan yang mampu mensejahterakan rakyat dan mampu membawa bangsa Indonesia
sebagai bangsa yang makmur dan sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya.
Pembangunan ekonomi kelautan nasional hingga saat ini masih cenderung berpihak
dan menguntungkan para pemburu rente (rent seeker). Hal ini dapat diindikasikan
dengan masih terjadinya eksploitasi sumberdaya kelautan secara berlebihan dengan
cara-cara yang tidak tepat atau bahkan merusak guna mendapat semata hanya
keuntungan yang sebesar-besarnya. Jika hal ini tidak dapat dituntaskan, maka potensi
sumberdaya kelautan nasional yang besar tersebut tidak menjadi berkah bagi kemajuan
bangsa ini, malahan sebaliknya dapat menjadi bencana dan sumber pertikaian bagi
masyarakatnya.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 43
Oleh karena itu, terkait dengan karakteristik laut yang rentan terhadap segala
aktifitas yang cenderung merusak, komponen laut yang merupakan wilayah terluas dari
NKRI, dan potensi ekonomi kelautan yang masih belum tergali dan dimanfaatkan secara
optimal sebagai sumber perekonomian nasional, menyebabkan perlunya konsep tentang
pembangunan ekonomi kelautan yang tepat dalam pembangunan ekonomi nasional yang
tidak terlepas dalam kesatuan darat dan laut serta tetap tegak dan utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga perlu payung kebijakan yang tepat pada level
pemerintahan pusat dan daerah guna mengembangkan ekonomi kelautan secara optimal
dan berkelanjutan dan menjadi arus utama pembangunan ekonomi nasional.
Seperti telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa dalam forum KTT Rio+20
di Brasil akhir Juni 2012 Presiden RI, Bapak Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, telah
menyatakan tentang Ekonomi Biru, dimana laut menjadi bagian integral untuk tujuan
pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals) dan diharapkan menjadi
grand design konsep pembangunan ekonomi kelautan nasional masa depan.
Dengan demikian, bagi Indonesia Ekonomi Biru merupakan gagasan model pembangunan
ekonomi kelautan nasional yang diintegrasikan dengan aktivitas ekonomi daratan untuk
mendapatkan nilai tambah yang maksimal dengan memanfaatkan modal sosial, keber-
lanjutan, dan pembukaan lapangan pekerjaan baru. Model Ekonomi Biru ini perlu diwujudkan
sebagai paradigma baru dalam pembangunan ekonomi kelautan nasional, karena
pendekatan ini sangat selaras dengan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar
wilayahnya berupa perairan laut dengan potensi sumberdaya yang sangat besar. Selain
itu, model Ekonomi Biru ini perlu segera diterapkan dan diinisiasi oleh Indonesia, karena
Indonesia sangat berkepentingan dengan pengamanan lingkungan laut sebagai penyangga
sistem kehidupan dunia. Mengingat kerusakan di laut akan sangat berpengaruh terhadap
keutuhan NKRI, baik dari sisi ekonomi, ekologi, sosial, politik dan pertahanan keamanan.
Dengan berdasarkan hal tersebut diatas dan mengacu kepada tujuan kebijakan
makro pembangunan kelautan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025 pada misi ketujuh, yaitu mewujudkan Indonesia
menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan
nasional melalui pembangunan ekonomi kelautan berkelanjutan yang ramah lingkungan,
maka diperlukan suatu kebijakan bersifat integrasi dan komprehensif dengan meletakkan
prinsip efisien (pro growth), keadilan (pro job), peningkatan kesejahteraan masyarakat
(pro poor), dan ramah lingkungan (pro environment). Berdasarkan pemikiran tersebut,
kemudian dirumuskan kebijakan pengembangan ekonomi kelautan nasional sebagai berikut:
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 44
Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru sebagai
Akselerator bagi Terwujudnya Indonesia Sebagai Negara Kepulauan yang Mandiri,
Maju, Kuat, dan Berbasiskan Kepentingan Nasional
Selanjutnya, guna mengimplementasikan kebijakan ini lebih lanjut, strategi yang
harus diambil adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut
2. Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Kelautan
3. Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan
4. Pengembangan Ekonomi Sektor Pariwisata Bahari
5. Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan
6. Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan
7. Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan
8. Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan
Pembangunan ekonomi kelautan nasional dengan konsep Ekonomi Biru di Indonesia
adalah pembangunan yang menerapkan prinsip terintegrasi (darat dan laut, hulu dan
hilir), berbasis kawasan (efisiensi), sistem produksi bersih, investasi kreatif dan inovatif,
dan berkelanjutan. Dengan model Ekonomi Biru, pembangunan kelautan akan ditekankan
pada aktivitas yang mengolah seluruh limbah hasil produksi menjadi input bagi kegiatan
ekonomi turunan lainnya, dengan kata lain limbah yang dihasilkan menjadi input bagi
produksi aktivitas ekonomi yang lain. Sehingga kegiatan ekonomi kelautan harus diarahkan
menjadi suatu sistem siklus produksi yang dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Guna mendukung dan mengimplementasikan nir-limbah dan sistem siklus produksi yang
berkelanjutan, tentu prinsip inovasi dan kreativitas menjadi sangat penting dan
dibutuhkan. Inovasi tentu memerlukan dukungan pengembangan rekayasa teknologi
yang baik, sementara kreativitas membutuhkan peran kapasitas sumberdaya manusia
yang mumpuni dan profesional. Kombinasi antara rekayasa teknologi dan kapasitas
sumberdaya manusia, menjadi sangat penting dalam mendorong pengembangan ekonomi
kelautan dengan model Ekonomi Biru. Kemudian pembangunan ekonomi kelautan dengan
konsep Ekonomi Biru juga akan bertumpu pada integrasi kegiatan integrasi hulu-hilir
untuk mengefisienkan penggunaan sumberdaya kelautan yang sekaligus memberikan
nilai tambah dan meningkatkan daya saing produknya, serta meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakatnya secara inklusif.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 45
5.3 Strategi dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru
1) Pengembangan Ekonomi Sektor Perhubungan Laut
Secara umum, arah strategi Pengembangan Ekonomi Sektor perhubungan laut adalah
menyediakan pelayaran bagi masyarakat kepulauan yang aman, lancar, nyaman,
dan berwawasan lingkungan, serta membangun kekuatan armada transportasi
nasional menguasai pangsa pasar perhubungan laut nasional maupun internasional.
Dengan langkah-langkah utamanya, antara lain:
a) Optimalisasi kekuatan armada pelayaran nasional yang aman, nyaman, dan
berwawasan lingkungan.
b) Mengembangkan Sistem Monitoring, Controling, and Surveillance (MCS)
keselamatan pelayaran yang efisien, efektif, dan hemat energi
c) Mengembangkan sistem manajemen transportasi laut nasional yang efisien
dan terpadu dengan sistem transportasi darat dan udara
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor perhubungan laut yang dengan model Ekonomi
Biru. Sektor perhubungan laut merupakan suatu aktifitas ekonomi yang sangat
penting bagi negara kepulauan (Archipelagic State) seperti Indonesia. Jasa
transportasi laut berkembang untuk melayani perpindahan muatan barang dan
penumpang dari satu pulau ke pulau lain sebagai fungsi distribusi sekaligus sebagai
penggerak perekonomian masyarakat. Penerapan konsep Ekonomi Biru pada
transportasi laut dapat diarahkan pada penetapan hub/titik-titik strategis sebagai
pelabuhan utama maupun pelabuhan feeder, sehingga mampu membangun sistem
transportasi laut yang integratif dengan menggunakan sumber daya yang efisien
dan efektif. Pemilihan dan penggunaan energi yang bersifat low carbon, seperti
kombinasi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan gas, serta peluang untuk
menggunakan energi terbarukan seperti angin, sinar matahari dan lain-lain dapat
dikembangkan sebagai terobosan teknologi.
Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor perhubungan laut dengan model
Ekonomi Biru sebagaimana tertera pada Gambar 5.1, antara lain: rancang bangun
alat transportasi laut dengan sistem instalasi yang mampu mengolah keluaran gas
buang CO
2
menjadi nutrisi, bio-fuel dan bio-plastic, mengolah aliran arus air melalui
terowongan di dalam kapal untuk generator listrik mini dan desalinasi air laut,
penggunaan baling-baling yang mampu meningkatkan efisiensi propulsi kapal dan
lain-lain.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 46
Gambar 5.1 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perhubungan Laut
Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan)
2) Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim
Strategi Pengembangan Ekonomi Sektor Industri Maritim diarahkan untuk
membangun industri maritim yang bersih limbah, efisien, kokoh, dan mandiri,
serta mampu memberikan nilai tambah ekonomi yang tinggi guna mempercepat
pertumbuhan ekonomi kelautan nasional.
Dengan demikian, langkah-langkah utamanya meliputi:
a) Menciptakan industri maritim nasional yang hemat energi dan bersih (nir-limbah)
b) Mengembangkan kawasan industri maritim terpadu berbasis ecoregion
c) Mengembangkan dan memperkuat industri bioteknologi kelautan yang ramah
lingkungan dan berbasis inovasi.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 47
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor industri maritim yang dengan model Ekonomi
Biru. Industri maritim pada hakekatnya memiliki cakupan yang luas dan bersifat
integral dengan industri lain di daratan, seperti industri galangan kapal, mesin
kapal, pengolahan minyak dan gas. Oleh karena itu, kebijakan pengembangan
industri maritim harus dipandang dalam perspektif holistik dan terpadu, artinya
antara satu sektor dengan sektor lain yang memiliki keterkaitan, baik secara vertikal
maupun horizontal dan antar daerah.
Dengan adanya pengembangan industri maritim, diharapkan akan terjadi proses
transformasi sosial-ekonomi dalam masyarakat pesisir, sehingga mereposisikan
industri maritim sebagai bagian dari mainstream pembangunan ekonomi sangat
menentukan bagi tumbuhnya bidang kelautan nasional. Problem dalam pengembangan
industri maritim saat ini adalah bagaimana mensinkronkan dan mensinergikan
kebijakan pemerintah, kepentingan kalangan pengusaha industri maritim dengan
kebutuhan masyarakat yang bergerak dalam bidang kelautan maupun masyarakat
luas. Dengan demikian ruang masyarakat (civil sphere) dan ruang pemerintah
(government sphere) dapat harmonis sehingga kebijakan yang ditetapkan dapat
mendorong terciptanya kesesuaian antara barang yang diproduksi oleh dunia usaha
dan masyarakat dalam maupun luar negeri yang mampu membangkitkan aktivitas
industri maritim yang efisien dan kompetitif.
Contoh implementasi (Gambar 5.2) bisnis sektor industri maritim dengan model
Ekonomi Biru adalah: penggunaan berbagai bahan baku/material dan komponen
kapal yang ramah lingkungan, pemanfaatan berbagai produk sampah (waste material)
untuk penciptaan produk lainnya yang bermanfaat, penggunaan plat baja dan
berbagai komponen berbahan baku logam dari material daur ulang logam,
pemanfaatan sinar matahari (solar cell) sebagai sumber energi listrik, penggunaan
alat pengolah limbah cair/oli, minyak dan lain-lain untuk menghasilkan oli daur
ulang, penggunaan cat dan anti fouling yang tidak menghasilkan pencemaran pada
lingkungan laut dan lain-lain.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 48
Gambar 5.2 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Industri Maritim
Dengan Model Ekonomi Biru (Kementerian Perhubungan)
3) Pengembangan Ekonomi Sektor Perikanan
Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Perikanan adalah
membangun sektor perikanan yang optimal, lestari, bernilai tambah, dan berdaya
saing. Lebih lanjut, pembangunan bidang perikanan sebagai bagian dari program
revitalisasi ekonomi nasional diarahkan pada empat langkah utama yaitu (1)
peningkatan kapasitas sumberdaya manusia perikanan dan penguatan lembaga
pendukungnya, (2) pengamanan ketahanan pangan (food security) khususnya dalam
konteks suplai protein yang berasal dari sumberdaya ikan, (3) peningkatan
produktivitas, produksi dan daya saing produk perikanan, dan (4) peningkatan upaya
diversifikasi produk perikanan dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya. Dengan
langkah-langkah utamanya, sebagai berikut:
a) Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan tangkap yang
efisien, produktif, ramah lingkungan, dan sesuai dengan kaidah/standar
internasional.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 49
b) Mengoptimalkan dan memperkuat usaha dan industri perikanan budidaya yang
efisien, produktif, ramah lingkungan, inovatif, dan sesuai dengan kaidah/
standar internasional.
c) Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil perikanan
yang efisien, nir-limbah dan terpadu dengan perikanan tangkap dan budidaya.
d) Mengembangkan sistem pemasaran dan manajemen usaha perikanan yang
transparan, adil, dan menguntungkan semua pihak.
e) Mengembangkan dan memperkuat usaha dan industri pengolahan hasil laut
non-ikan yang efisien, nir-limbah, inovatif, kreatif, dan terpadu dengan sentra-
sentra produksi
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor perikanan yang dengan model Ekonomi Biru.
Contoh-contoh implementasi bisnis pengembangan ekonomi Sektor perikanan yang
dengan model Ekonomi Biru seperti pada Gambar 5.3 dan 5.4 adalah: teknologi
alat tangkap ikan yang efisien, efektif, ramah lingkungan, dan mampu menjamin
kualitas ikan hasil tangkapan, pengembangan instalasi pendingin yang menggunakan
tekanan air laut sebagai penggerak, instalasi produksi es balok/ice cube dengan bahan
baku air laut, penggunaan fish finder yang dihubungkan dengan jaringan satelit
yang dapat menghemat route pelayaran kapal ikan, penggunaan teknologi inovatif
penyediaan benih unggul yang mengembangkan spesies baru, penggunaan teknologi
budidaya yang berbasis trophic level, sirkulasi limbah keluaran yang dapat digunakan
sebagai bahan baku industri lainnya, pengolahan rumput laut terpadu, mulai sebagai
bahan baku (turunan awal) hingga untuk untuk berbagai produk turunan lainnya
seperti: untuk produk farmasetika, bahan makanan, dan lain-lain.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 50
Gambar 5.3 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan Dengan Model Ekonomi
Biru untuk Produk Rumput Laut (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Gambar 5.4 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Perikanan dengan Model Ekonomi
Biru berupa Silvofishery (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 51
4) Pengembangan Ekonomi Sektor Wisata Bahari
Wisata bahari merupakan salah satu bidang dalam pembangunan kelautan Indonesia
yang memiliki potensi besar, karena ditunjang dengan banyaknya pulau-pulau yang
dimiliki Indonesia dan belum dimanfaatkan secara optimal. Secara umum, arah
strategi pengembangan ekonomi Sektor Wisata Bahari adalah mengembangkan
wisata bahari Indonesia yang terpadu dan berwawasan lingkungan sehingga menjadi
kelompok 10 besar tujuan wisata dunia dan meningkatkan pengembangan wisata
nusantara yang mampu menjaga integritas budaya nasional, memberikan kesempatan
kerja bagi masyarakat lokal serta dikelola secara berkelanjutan. Strategi pengembangan
ekonomi Sektor wisata bahari Dengan Model Ekonomi Biru di Indonesia dapat dicapai
dengan langkah-langkah utama sebagai berikut:
a) Mengembangkan industri pariwisata bahari berbasis ekosistem yang berkelas
dunia
b) Membangun sistem wisata bahari yang terpadu dengan sistem kepelabuhanan
dan transportasi nasional
c) Mengembangkan sistem pelayanan wisata bahari satu pintu (single window).
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor pariwisata bahari yang dengan Model Ekonomi
Biru. Keindahan alam laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikembangkan menjadi
destinasi wisata potensial di Indonesia, seperti: Raja Ampat di Papua Barat, Bunaken
di Sulawesi Utara, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Pulau Derawan di Kalimantan
Timur dan lain-lain, dengan kekuatan utama pada keanekaragaman hayati, berbagai
jenis ikan dan terumbu karang, keindahan alam bawah laut, ombak yang mengalun,
pantai indah berpasir putih dan keramah-tamahan penduduk lokal yang mendiami
kawasan tersebut. Wisata bahari merupakan rangkaian aktifitas terkait dengan
leisure activities, seperti: olahraga selam/diving dan snorkeling, olahraga berselancar,
olahraga pantai, serta wisata yang berbasis konservasi lingkungan laut, seperti:
penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang, dan lain-lain.
Contoh implementasi pengembangan bisnis sektor wisata bahari Dengan Model
Ekonomi Biru (Gambar 5.5) adalah: pengembangan kawasan pemukiman pesisir
yang ramah lingkungan, sistem pengelolaan limbah yang mampu menghasilkan
keluaran sebagai sumber energi baru bagi kawasan (biogas), sistem desalinasi air
laut, penanaman mangrove yang sekaligus sebagai media hidup hayati laut dan
pesisir dan lain-lain.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 52
Gambar 5.5 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Wisata Bahari Dengan Model
Ekonomi Biru (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)
5) Pengembangan Ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan
Strategi pengembangan ekonomi Sektor Energi dan Sumberdaya Mineral Kelautan
diarahkan pada peningkatan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan
energi dan sumberdaya mineral kelautan melalui peningkatan produktivitas, daya
saing sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan teknologi dan metode
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 53
yang berwawasan lingkungan, serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kemakmuran bangsa secara berkelanjutan. Kebijakan sektor energi yang tepat
dan berpihak pada kepentingan nasional akan sangat mendukung kegiatan sektor-
sektor ekonomi lainnya serta mampu menekan biaya di sektor-sektor lainnya yang
berakibat pada tercapainya efisiensi dan efektivitas antar sektor.
Langkah-langkah utama yang diperlukan untuk pengembangan ekonomi Sektor Energi
dan Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru adalah:
a) Mengembangkan kapasitas nasional dalam pengelolaan energi dan sumberdaya
mineral kelautan yang berwawasan lingkungan
b) Mengembangkan nilai tambah dan diversifikasi produk energi dan sumberdaya
mineral kelautan
c) Mengembangkan sumber energi terbarukan non-migas yang efisien dan ramah
lingkungan.
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor energi dan sumber daya mineral kelautan yang
dengan Model Ekonomi Biru. Energi minyak dan gas bumi hingga kini masih menjadi
energi utama penggerak industri dan perekonomian bangsa, namun, untuk cadangan
minyak yang berasal bawah laut belum sepenuhnya dieksplorasi dan dieksploitasi.
Kemudian, beberapa sumber energi yang terbarukan dan potensial untuk di
kembangkan di Indonesia antara lain adalah: micro hydro, geothermal/panas bumi,
energi gelombang, arus, perbedaan panas air laut (OTEC), energi matahari, angin,
dan lain-lain.
Contoh implementasi bisnis sektor energi dan sumberdaya mineral kelautan dengan
Model Ekonomi Biru (Gambar 5.6) adalah: penggunaan energi angin dan sinar
matahari sebagai generator listrik hybrid untuk sumber energi di pulau-pulau kecil
dan kawasan pesisir yang terpencil, penggunaan energi matahari untuk
pengembangan instalasi desalinasi air laut sekaligus penghasil garam konsumsi,
penggunaan rumput laut sebagai bahan bakar alternatif (bioetanol) dan lain-lain.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 54
Gambar 5.6 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Energi dan
Sumberdaya Mineral Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru
(Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral)
6) Pengembangan Ekonomi Sektor Bangunan Kelautan
Secara umum, arah strategi pengembangan ekonomi Sektor Bangunan Kelautan
adalah untuk mengembangkan sektor bangunan kelautan dalam rangka mempercepat
pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah sesuai dengan karakteristik fisik, ekologi,
ekonomi dan sosial budaya masyarakat. Pembangunan konstruksi di pesisir dan
laut memerlukan kemampuan rekayasa yang sesuai dengan kondisi alam (design
with nature) pesisir dan laut yang memiliki kondisi ekosistem dan fisik berbeda
dengan daratan. Dengan demikian, sektor bangunan kelautan (konstruksi pelabuhan
umum dan perikanan, anjungan minyak dan gas, resor wisata, pipa gas, kabel
listrik, kabel serat optik dari mulai kegiatan penyiapan lahan sampai konstruksi
maupun perawatan) harus dikaji dengan seksama agar tidak menimbulkan bencana
yang berdampak pada manusia maupun lingkungan serta sumberdaya alam.
Sektor bangunan kelautan adalah kelompok infrakstruktur penting dalam
pengembangan wilayah Indonesia dengan karakteristik kepulauan. Ketersediaan
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 55
bangunan kelautan yang baik dapat mempercepat arus barang dan jasa serta
manusia, komunikasi serta berbagai aktivitas lainnya yang dapat membangkitkan
aktivitas ekonomi.
Pembangunan dalam sektor bangunan kelautan sangat dibutuhkan dalam rangka
menunjang peningkatan prasarana yang menunjang pembangunan bidang kelautan
secara menyeluruh. Sehingga diperlukan langkah-langkah utama sebagai berikut:
a) Mengembangkan Eco-port yang efisien dan sesuai dengan standar internasional.
b) Mengharmonikan perencanaan dan implementasi serta pengelolaan
pembangunan sektor bangunan kelautan antara pusat dan daerah sehingga
dicapai efisiensi dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional
c) Mengembangkan standar bangunan kelautan yang sesuai dengan kebutuhan
nasional dan memenuhi kriteria internasional serta mempertimbangkan aspek
lingkungan
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor bangunan kelautan yang dengan Model Ekonomi
Biru. Contoh implementasi pengembangan ekonomi Sektor bangunan kelautan yang
dengan Model Ekonomi Biru adalah: penggunaan pelabuhan eco-port yang
merupakan pelabuhan terpadu, hemat energi, bersih, dan berbasis lingkungan.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 56
Gambar 5.7 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Bangunan Kelautan
dengan Model Ekonomi Biru pada untuk Eco Fishing Port
(Kementerian Kelautan dan Perikanan)
7) Pengembangan Ekonomi Sektor Jasa Kelautan
Strategi pengembangan Jasa Kelautan secara umum diarahkan untuk membangkitkan
kekuatan ekonomi nasional melalui peningkatan aktivitas ekonomi jasa kelautan
yang mampu mendorong aktivitas ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi
(riset, pendidikan dan pelatihan kelautan), serta jasa kelautan lainnya dalam
mendukung daya saing bidang kelautan nasional. Berkembangnya bidang kelautan
sebagai ujung tombak pembangunan ekonomi nasional memberi peluang bagi
pengembangan ekonomi Sektor jasa kelautan seperti dukungan sumberdaya
manusia, jasa pemasaran dan promosi, jasa penelitian kelautan, dan jasa pendidikan
dan pelatihan (diklat).
Dengan demikian, peran sektor jasa kelautan menjadi signifikan dalam rangka
mendukung pengembangan bidang kelautan secara menyeluruh dan terintegrasi.
Implikasinya adalah sektor ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas
sumberdaya pengelola pembangunan kelautan serta menyerap tenaga kerja terampil
yang lebih banyak.
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Langkah-langkah utama untuk mendukung strategi ini, diantaranya adalah:
a) Mendayagunakan potensi sektor jasa kelautan secara efektif dan efisien melalui
pengelolaan berbasiskan ilmu pengetahuan dan teknologi ramah lingkungan.
b) Mengembangkan industri jasa kelautan melalui kebijakan yang komprehensif
dan kondusif sehingga peran sektor jasa kelautan nasional meningkat.
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis sektor jasa kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru.
Contoh implementasi pengembangan ekonomi sektor jasa kelautan yang dengan
Model Ekonomi Biru adalah: penciptaan industri garam melalui kerjasama antara
dunia usaha dengan perguruan tinggi atau lembaga riset untuk melakukan kerjasama
dalam pengembangan riset dan inovasi guna menghasilkan produk garam dengan
sistem produksi bersih (nir-limbah) dan bernilai tambah.
Gambar 5.8 Contoh Implementasi Bisnis Sektor Jasa Kelautan Dengan Model
Ekonomi Biru untuk kerjasama penelitian untuk industri garam
(Kementerian Kelautan dan Perikanan)
57
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
8) Pengembangan Ekonomi Lintas Sektor Bidang Kelautan
Secara umum, arah strategi pengembangan Lintas Sektor Bidang Kelautan adalah
membangkitkan kekuatan ekonomi nasional melalui penguatan aktivitas yang
menjadi landasan utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi bidang kelautan
secara umum. Berkembangnya aktivitas ekonomi bidang kelautan (7 sektor) sebagai
ujung tombak pembangunan ekonomi nasional tentu memerlukan dukungan
lingkungan usaha yang kondusif sebagai landasan utamanya, seperti: aspek keamanan,
iklim investasi usaha, sistem fiskal dan moneter, dan infrastruktur dasar atau primer.
Langkah-langkah utama yang perlu diambil untuk mendukung strategi ini adalah:
a) Menciptakan iklim investasi usaha di bidang kelautan yang kondusif dan efisien
b) Menciptakan sistem fiskal dan moneter yang mendukung pengembangan usaha
bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru
c) Mengoptimalkan penyediaan fasilitas infrastruktur yang dibutuhkan usaha
bidang kelautan yang dengan Model Ekonomi Biru
Kemudian, untuk penjabaran dari arah strategi tersebut diperlukan upaya-upaya
berupa implementasi bisnis lintas sektor bidang kelautan dengan Model Ekonomi
Biru. Contoh implementasi pengembangan bisnis lintas sektor bidang kelautan
dengan Model Ekonomi Biru adalah : pemberian insentif (pajak atau permodalan)
bagi suatu pengembangan kawasan kelautan terpadu dengan Model Ekonomi Biru
dalam aktivitas usahanya.
58
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Gambar 5.9 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor
Bidang Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk
Model Bisnis Terintegrasi di Lombok Timur
Gambar 5.10 Contoh Implementasi Bisnis Lintas Sektor
Bidang Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru dalam Bentuk Model
Pengembangan Ekonomi Kawasan Terbatas di Nusa Penida
59
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Selanjutnya, kebijakan dan strategi, serta tanggung jawab implementasi dalam
bentuk perumusan upaya yang diperlukan untuk pengembangan Blue Economy guna
mewujudkan pembangunan ekonomi kelautan nasional yang optimal dan berkelanjutan
serta menjadi arus utama pembangunan nasional, dapat dilihat pada matrik Tabel 5.1.
60
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012 61
T
a
b
e
l

5
.
1
K
e
b
i
j
a
k
a
n
,

S
t
r
a
t
e
g
i

d
a
n

U
p
a
y
a

y
a
n
g

d
i
p
e
r
l
u
k
a
n

u
n
t
u
k

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
E
k
o
n
o
m
i

K
e
l
a
u
t
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
,
E
k
o
n
o
m
i

K
e
l
a
u
t
a
n
S
e
k
t
o
r

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

S
e
k
t
o
r
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l
P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n

d
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
s
e
b
a
g
a
i

A
k
s
e
l
e
r
a
t
o
r
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
b
a
g
i


T
e
r
w
u
j
u
d
n
y
a
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

L
u
a
r

N
e
g
e
r
i
,

P
O
L
R
I
,

d
a
n
I
n
d
o
n
e
s
i
a

S
e
b
a
g
a
i
T
N
I

A
L
)
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
N
e
g
a
r
a

K
e
p
u
l
a
u
a
n
y
a
n
g

M
a
n
d
i
r
i
,

M
a
j
u
,
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
K
u
a
t
,

d
a
n

B
e
r
b
a
s
i
s
k
a
n
S
e
k
t
o
r

I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
r
i
t
i
m
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

S
e
k
t
o
r
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
K
e
p
e
n
t
i
n
g
a
n
I
n
d
u
s
t
r
i

M
a
r
i
t
i
m

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
,
N
a
s
i
o
n
a
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
t
a
h
a
n
a
n
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n
P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
l
a
u
t
a
n

d
a
n

P
e
r
i
k
a
n
a
n
,
S
e
k
t
o
r

P
e
r
i
k
a
n
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

s
e
t
i
a
p

B
i
s
n
i
s
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
,
S
e
k
t
o
r

P
e
r
i
k
a
n
a
n

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,

P
O
L
R
I
,
d
a
n

T
N
I

A
L
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
.
K
E
B
I
J
A
K
A
N
S
T
R
A
T
E
G
I
U
P
A
Y
A
S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R

Y
A
N
G

B
E
R
P
E
R
A
N
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
a
r
i
w
i
s
a
t
a

d
a
n

E
k
o
n
o
m
i

K
r
e
a
t
i
f
,
S
e
k
t
o
r

P
a
r
i
w
i
s
a
t
a

B
a
h
a
r
i

D
e
n
g
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

s
e
t
i
a
p

B
i
s
n
i
s
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
,
M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
S
e
k
t
o
r

P
a
r
i
w
i
s
a
t
a

B
a
h
a
r
i

y
a
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

L
u
a
r

N
e
g
e
r
i
,
D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,

P
O
L
R
I
,
d
a
n

T
N
I

A
L
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

S
e
k
t
o
r
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

E
n
e
r
g
i

d
a
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a
S
e
k
t
o
r

E
n
e
r
g
i

d
a
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a
E
n
e
r
g
i

d
a
n

S
u
m
b
e
r
d
a
y
a

M
i
n
e
r
a
l
M
i
n
e
r
a
l

L
a
u
t
,

K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a
M
i
n
e
r
a
l

K
e
l
a
u
t
a
n
K
e
l
a
u
t
a
n

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i
R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,

P
O
L
R
I
,
d
a
n

T
N
I

A
L
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
S
e
k
t
o
r

B
a
n
g
u
n
a
n

K
e
l
a
u
t
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

S
e
k
t
o
r
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
k
e
r
j
a
a
n

U
m
u
m
,
B
a
n
g
u
n
a
n

K
e
l
a
u
t
a
n

D
e
n
g
a
n
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
h
u
b
u
n
g
a
n
,
M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l
/
B
a
p
p
e
n
a
s
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

L
i
n
g
k
u
n
g
a
n

H
i
d
u
p
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
t
a
h
a
n
a
n
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n
P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
K
E
B
I
J
A
K
A
N
S
T
R
A
T
E
G
I
U
P
A
Y
A
S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R

Y
A
N
G

B
E
R
P
E
R
A
N
62
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
K
E
B
I
J
A
K
A
N
S
T
R
A
T
E
G
I
U
P
A
Y
A
S
T
A
K
E
H
O
L
D
E
R

Y
A
N
G

B
E
R
P
E
R
A
N
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

E
k
o
n
o
m
i
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
S
e
k
t
o
r

J
a
s
a

K
e
l
a
u
t
a
n

D
e
n
g
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

S
e
k
t
o
r

J
a
s
a
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

R
i
s
e
t

d
a
n

T
e
k
n
o
l
o
g
i
,
M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
l
a
u
t
a
n

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l

E
k
o
n
o
m
i
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
d
a
g
a
n
g
a
n
,
B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
u
a
n
g
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,

S
w
a
s
t
a
,
d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
S
t
r
a
t
e
g
i

P
e
n
g
e
m
b
a
n
g
a
n

L
i
n
t
a
s
S
e
g
a
l
a

u
p
a
y
a

y
a
n
g

m
e
n
d
u
k
u
n
g
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

N
e
g
a
r
a

P
e
r
e
n
c
a
n
a
a
n
S
e
k
t
o
r

B
i
d
a
n
g

K
e
l
a
u
t
a
n
i
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

B
i
s
n
i
s

T
e
r
p
a
d
u
P
e
m
b
a
n
g
u
n
a
n

N
a
s
i
o
n
a
l
/
B
a
p
p
e
n
a
s
,
B
i
d
a
n
g

K
e
l
a
u
t
a
n

D
e
n
g
a
n

M
o
d
e
l
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

K
e
u
a
n
g
a
n
,
E
k
o
n
o
m
i

B
i
r
u
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
k
e
r
j
a
a
n

U
m
u
m
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
r
i
n
d
u
s
t
r
i
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

P
e
n
d
i
d
i
k
a
n

d
a
n

K
e
b
u
d
a
y
a
a
n
,
K
e
m
e
n
t
e
r
i
a
n

D
a
l
a
m

N
e
g
e
r
i
,

P
O
L
R
I
,

d
a
n
T
N
I

A
L
,

S
w
a
s
t
a
,

d
a
n

P
e
r
g
u
r
u
a
n

T
i
n
g
g
i
63
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Bab 6
PENUTUP
Keberhasilan pembangunan kelautan memerlukan suatu perencanaan yang
komprehensif dan berpihak terhadap kepentingan masyarakat serta lingkungan.
Pembangunan tersebut harus didasarkan pada keterpaduan geografis, keterpaduan
ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan
antar ilmu pengetahuan. Kelautan sebagai bidang yang terdiri dari multisektor
memerlukan sebuah kebijakan yang sinergis pada sektor ekonomi kelautan mengingat
keterkaitan yang erat antar aktivitas ekonomi, baik di dalam maupun di luar sektor,
sangat berperan dalam keberhasilan pembangunan ekonomi kelautan
Dalam rangka menyusun keterpaduan dan keharmonisan pembangunan ekonomi
kelautan sehingga berkelanjutan, maka penyusunan kebijakan Pembangunan Ekonomi
Kelautan dengan Model Ekonomi Biru dalam pembangunan nasional menjadi suatu
keharusan. Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia maka wilayah pesisir,
laut dan lautan adalah tumpuan harapan yang harus dikembangkan secara lestari dan
mampu mensejahterakan segenap komponen bangsa di tanah airnya sendiri. Kebijakan
Pengembangan Ekonomi Kelautan dengan Model Ekonomi Biru selanjutnya dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan serta memberikan kontribusi yang signifikan pada
pembangunan bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyat secara adil di segenap
wilayah NKRI.
64
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
DAFTAR PUSTAKA
Acker, H and S Hodgson. 2008. Legal Aspects Of Maritime Spatial Planning. Final Report
To DG Maritime Affairs & Fisheries. European Commission. Framework Service
Contract, No. FISH/2006/09 LOT2.
Adrianto, L. 2008. Akselerasi Ekonomi Kelautan dan Perikanan menuju Negara
Kepulauan yang Maju, Mandiri, Kuat dan Berbasiskan Kepentingan Nasional. Paper
Pengantar pada FGD Strategi Pengembangan Ekonomi Negara Kepulauan,
diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia, Hotel Kenari-Makassar, 23 Juli 2008.
Agoes, E R. 1991. Konvensi Hukum Laut 1982: Masalah Pengaturan Hak Lintas Kapal.
Abardin. Bandung.
Agoes, E R. 2004a. Praktik Negara-negara atas Konsepsi Negara Kepulauan. Jurnal Hukum
Internasional. Lembaga Pengkajian Hukum Internasional-Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Jakarta.
Agoes, E R. 2004b. Sepuluh Tahun Berlakunya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS)
1982: Kewajiban Negara Peserta dan Implementasinya oleh Indonesia, Orasi ilmiah
yang disampaikan pada pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, 18 September 2004.
Brown, E D. 1994. The International Law of the Sea: Volume I Introductionary Manual.
Dartmouth. England.
Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Ringkasan
Orasi Ilmiah: Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral [DESDM]. 2007. Publikasi Media. http:/
/dtwh2.esdm.go.id/dw2007/.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata [Depbudpar]. 2008. Buku Saku Statistik
Kebudayaan dan Pariwisata 2007. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia. Jakarta.
Departemen Perhubungan [Dephub]. 2008. Buku Informasi Transportasi Departemen
Perhubungan. Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Jakarta.
Djalal, H. 1979. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut. Badan Pembinaan Hukum
Nasional dan Binacipta. Jakarta.
65
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Djalal, H. 1988. Perkembangan Hukum Nasional dalam Hubungannya dengan Hukum
Laut Internasional. Paper. Jakarta.
Djamin, A. 2001. Ir. H. Djuanda: Negarawan, Administrator, dan Teknokrat Utama.
Kompas. Jakarta.
Earle, S.A. 2010. The World is Blue: How our fate and the oceans are one. National
Geographic Society, USA. 319 Hal
Firmanzah. 2012. Ekonomi Biru Paradigma Baru Pembangunan. Universitas Indonesia.
Jakarta
Firmanzah. 2012. Sektor Kelautan Sebagai Mainstream Pembangunan Nasional. Paparan
disampaikan dalam Workshop Pandangan Politis Terhadap Bidang Kelautan sebagai
Mainstream Pembangunan Nasional di Hotel Bidakara pada tanggal 8 Juni 2012.
Jakarta.
GUOXING, J, SLOC Security in the Asia Pacific, Asia pacific Centre for Seculrity
Studies, Honolulu, USA, 2000.
Harahap, R M. 2008. Penegakan Kedaulatan NKRI di Laut. Makalah pada Focus Group
Discussion Kedaulatan dan Pertahanan Laut di Hotel Tunjungan Surabaya pada
Tanggal 7 Agustus 2008. Penyelanggara Badan Perencanaan dan Pembanguan
Nasional (BAPPENAS).
Kent, G and M. Valencia. 1985. Marine Policy in Southeast Asia. University of California
Press.
Kildow, J T, C S. Colgan, and J Scorse. 2009. State Of The U.S. Ocean And Coastal
Economies. National Ocean Economics Program (NOEP), USA.
Kimbal, L A. 2003. International Ocean Governance: Using International Law and
Organizations to Manage Marine Resources Sustainably. IUCN. Cambridge-UK.
Kusumaatmadja, M. 1978. Bunga Rampai Hukum Laut. Binacipta. Jakarta.
Kusumaatmadja, M. 2003. Konsepsi Hukum Negara Nusantara pada Konferensi Hukum
Laut III. Alumni. Bandung.
Kusumastanto, T. 2002. Reposisi Ocean Policy dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Orasi Ilmiah Guru Besar, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut
Pertanian Bogor (PKSPL-IPB), Bogor.
Kusumastanto, T. 2003. Ocean Policy dalam Membangun Negeri Bahari di Era Otonomi
Daerah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Kusumastanto, T. 2005. Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
66
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012
Kusumastanto, T. 2006. Ekonomi Kelautan. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kusumastanto, T. 2009. Arah Pembangunan Kelautan Nasional. Paper dipresentasikan
dalam Workshop Geomarine, Bakosurtanal, Bogor.
Mauna, B. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Alumni. Bandung.
Muhjidin, A M. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indoesia dan hak Lintas Kapal
Asing. Alumni. Bandung.
Oberman et. al. 2012. The Archipelago Economy : Unleashing Indonesias Potential.
McKinsey Global Institute (MGI).
Parthiana, I W. 2005. Landas Kontinen dalam Hukum Laut Internasional. Mandar Maju.
Bandung.
Pauli, G. 2010. Blue Economy-10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs. Paradigm-
Pubs. New Mexico.
Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan [PKSPL-IPB]. 2004. Kajian Kontribusi
Sektor Kelautan dan Perikanan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional Republik Indonesia dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor.
Republik Indonesia. 2007. Undang-undang no. 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4700. Sekretariat Negara. Jakarta.
Subroto S, Sunardi, dan Wahyono. Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Surya Indah.
Jakarta.
Sunoto dkk. 2012. Term of Reference Blue Economy: Pembangunan Kelautan dan
Perikanan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Kementerian Kelautan
dan Perikanan. Jakarta.
UNEP. 2009. Large Marine Ecosystems Report A Perspective On Changing Conditions In
LMEs Of The Worlds Regional Seas. United Nations Environment Programme.
USA.
US National Academic of Sciences. 2007. A Review of the Ocean Research Priorities Plan
and Implementation Strategy. National Research Council. Washington, DC. USA.
67
Kebijakan Ekonomi Kelautan Dengan Model Ekonomi Biru 2012

Anda mungkin juga menyukai