PENDAHULUAN
Latar Belakang
telah
Keberhasilan produksi pada masa lalu, ternyata tidak menyisakan prosedur baku
yang dapat diterapkan untuk mengulang keberhasilan tersebut di masa kini.
Karenanya, alasan keberhasilan atau pun kegagalan budidaya pada masa
sekarang adalah merupakan interaksi beberapa faktor sekaligus dilakukan di
suatu tempat pada waktu tertentu, sehingga pelaksanaan budidaya terkesan
menjadi sangat subyektif bergantung kepada intuisi dan kejelian teknisi. Salah
satu penyebab terjadinya kegagalan tersebut adalah serangan organisme
pathogen, penurunan kualitas air yang diikuti oleh keadaan kesehatan udang
memburuk (stress) (Taslihan, 1991)
Jenis penyakit virus yang sering ditemukan di tambak seperti Monodon
Slow Growth Syndrome (MSGS) adalah penyakit yang baru muncul yang
berdampak terhadap produksi P. monodon. Ukuran penyakit ini menyebabkan
hepatopankreas dan usus bagian depan sehingga tidak berfungsi dengan baik,
2) Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV), dengan
gejala: (a) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan (b) bila alat
geraknya (pleopod dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di
bawah kolam; (c) udang akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya
gejala tersebut. Udang penderita banyak yang mati pada saat moulting; (d) pada
kondisi yang akut, kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna
putih keruh; (e) permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau
parasit jamur; (f) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena,
dan pada mukosa usus depan dan tengah. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
3) Hepatopancreatic Parvo-like Virus (HPV), Gejala: terutama menyerang
hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya secara
mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel organ
tersebut (Anonim, 2009).
Keberadaan virus MSGS pada benih udang windu akan membawa dampak
yang besar pada produksi budidaya udang windu di tambak. Salah satu tindakan
pencegahan penyebaran virus di tambak adalah penyebaran benih bebas virus.
Usaha yang dapat dilakukan untuk benih bebas virus adalah dengan tindakan
deteksi dini virus tersebut. Salah satu metode deteksi yang cepat dengan akurat
adalah multipleks PCR (M-PCR). Multipleks PCR adalah varian dari PCR dimana
dua atau lebih lokus yang bersamaan diamplifikasi dalam reaksi yang sama
(Lightner, 1999).
Dari latar belakang tersebut sehingga digunakan metode pengujian dengan
multipleks PCR yang saat ini paling banyak digunakan untuk mendeteksi virusvirus tersebut.
II.TINJAUAN PUSTAKA
: Crustacea
Sub Kelas
: Malacostraca
Super Ordo
: Eucarida
Ordo
: Decapoda
Sub Ordo
: Natantia
Famili
: Penaeidae
Genus
: Penaeus
Spesies
: Penaeus monodon
Tubuh udang secara morfologi dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu
bagian depan (anterior) dan bagian belakang (posterior). Bagian depan disebut
bagian kepala dan bagian dada yang menyatu (cephalotrax). Bagian perut
(abdomen) terdapat ekor pada bagian belakangnya, semua bagian badan
beserta anggotanya terdiri dari ruas-ruas (segmen). Kepala-dada terdiri dari 13
ruas yaitu kepala terdiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas, sedangkan bagian perut
terdiri dari 6 ruas. Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut
eksoskeleton yang terbuat dari bahan kitin. Bagian kepala-dada tertutup oleh
sebuah kelopak kepala (karapaks). Dibagian bawah pangkal cucuk kepala
terdapat mata majemuk yang bertangkai dan dapat digerak-gerakan. Mulut
terdapat dibagian bawah kepala diantara mandibula serta terdapat insang disisi
kanan kiri kepala yang tertutup oleh kelopak kepala (Sunaryanto dan Pudjianto,
1987).
penyakit udang dapat disebabkan oleh berbagai jenis penyebab penyakit seperti
protozoa, bakteri, cendawan dan virus. Ditambahkan oleh Taslihan (1991),
penyakit pada organisme diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu (1) Penyakit
infeksi/parasit, apabila penyakit disebabkan oleh organisme seperti virus, jamur,
protozoa dan cacing; (2) Penyakit noninfeksi/nonparasiter, apabila penyakit
bukan disebabkan oleh organisme tetapi dapat disebabkan berupa parameter
lingkungan, defisiensi nutrisi, keracunan dan faktor genetis.
Penyakit Virus
MBV (Monodon Baculo Virus)
Jenis virus MBV merupakan jenis virus yang umum ditemukan dalam
budidaya udang pada sekitar tahun 1990, dan dikenal sebagai penyebab
penyakit kematian udang umur 1 bulan (one month dead syndrome). Akibat
serangan virus, banyak tambak yang gagal panen dan mengalami kematian
premature. Agensia penyebab : Monodon Baculo Virus (MBV) merupakan virus
keluarga baculovirus ,yaitu virus bentuk batang berbahan genetik DNA untai
ganda (dsDNA, double strand deoxyribonucleic acid). Virus ini dalam inti sel
inang yang terinfeksi membentuk occlusion body. Koloni virion dengan matriks
berupa protein sebagai perekat membentuk kristal seperti bola dalam inti sel
hepatopankreas udang yang terinfeks. Kristal virus seperti ini disebut sebagai
occlusion
body.
Inti
sel
yang
terinfeksi
virus
umumnya
membesar
(hypertrophied), berisi beberapa kristal virus yang berbentuk bulat. Jaringan yang
terinfeksi virus selanjutnya akan segera mengalami kerusakan (Anonim, 2007).
hepatopankreas
sebagai
pusat
metabolisme
tubuh.
Kemudian
10
Buffer
Buffer
yang
biasanya
terdiri
atas
bahan-bahan
kimia
untuk
Ion Logam
Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim
DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat
bekerja.
Tahapan Reaksi
Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
Pra-denaturasi
Dilakukan
selama
1-9
menit
diawal
reaksi
untuk
memastikan
11
Denaturasi
Denaturasi dilakukan dengan pemanasan hingga 96C selama 30-60
detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
Annealing
Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60C
selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel
pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
Ekstensi/elongasi
Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim
DNA polymerase, biasanya 70-72C. Pada tahap ini DNA polymerase akan
memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template
adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A
adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang
rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada
panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk
setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:
Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72C) selama 5-15
menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah
diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat
menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus
PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk
12
13
Alat
Adapun alat alat yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut ;
Table 1. Alat - alat yang digunakan pada penelitian serta kegunaannya
No.
alat
micropipet
Untuk
Fungsi
memindahkan secara
suatu
larutan/cairan
dalam
akurat
volume
kecil.
Untuk memutar sampel dalam
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
sentrifugator
kecepatan tinggi.
Untuk memisahkan segmen DNA
Alat elektroforesis
vortex mixer
Waterbath with
shaker
Tabung eppendorf
yang diinginkan.
Untuk mengekstrak DNA.
Untuk mengumpulkan hasil ekstrak
Tabung koleksi
Thermalcycler
DNA.
Untuk mengaplifikasi segmen DNA.
Untuk memvisualisasi virus yang
UV iluminator
Deck glass
Tabung PCR
terdeteksi.
Untuk mengalas jaringan.
Untuk PCR
Mikrotom
Mikroskop
Bahan
Adapun bahan yang digunakan selama penelitian adalah sebagai berikut ;
Tabel 2. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian serta kegunaannya
Nama Bahan
Kegunaan
Tabung PCR
PCR.
Primer
PCR/Sekuensing DNA.
Master Mix
Reagen PCR.
Agarosa
Elektroforesis DNA.
Tabung Eppendort
Reaksi.
14
Tip mikroliter
Pengambilan sampel.
Ekstraksi DNA.
Benur Udang
Ethidium Bromida
Marka DNA
Karakterisasi DNA
TAE 1X
Elektroforesis DNA.
Paraffin
Larutan Davidson
Aquadest
Entellan
Eosin
Haematoxylin
Xylol
Prosedur Kerja
Pengumpulan Sampel
Udang sampel adalah benih udang windu yang siap ditebar atau dijual ke
petani tambak dari beberapa pembenihan di Kabupaten Barru. Jumlah sampel
yang diambil sebanyak 300 ekor dari 3 pembenihan A,B, dan C di Kabupaten
Barru. Kemudian sampel yang diambil yaitu benih udang stadia Post Larva 1214. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium kemudian dilakukan pengacakan
secara bertingkat yaitu 300 ekor dibagi ke dalam 3 sub sampel masing-masing
15
100 ekor dan dari 100 ekor kemudian diambil 3 ekor secara acak untuk dilakukan
ekstraksi.
Ekstraksi DNA
Deteksi keberadaan virus MBV, IHHNV, dan HPV dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan ekstraksi DNA dari udang dan selanjutnya dilakukan
amplifikasi DNA dengan menggunakan teknik PCR. Ekstraksi DNA dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan homogensi seluruh tubuh udang sampai
halus. Selanjutnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan kit komersial
(qiagen). Prosedur ekstraksi DNA mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam
petunjuk pabrikan.
Prosedur Ekstraksi DNA adalah sebagai berikut :
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan QIAamp DNA Mini Kit
(50) menggunakan protokol untuk tissues dengan mengikuti petunjuk pabrikan
dengan beberapa modifikasi. Secara berurutan ekstraksi DNA dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Udang yang telah difiksasi pada alkohol 95 % dibersihkan beberapa kali,
sehingga tidak ada jaringan lain yang terikut kecuali hanya jaringan dari
udang.
2. Ambil 3 buah tabung eppendorf 1,5 mL dan tambahkan larutan ATL sebanyak
180 L.
3. Letakkan sampel dalam 1 buah tabung eppendorf 1,5 mL tersebut
4. Selanjutnya ditambahkan larutan proteinase K sebanyak 20 L kedalam
tabung, lakukan vorteks dan selanjutnya lakukan sentrifus cepat.
16
5. Tabung kemudian diinkubasi pada suhu 56o C selama semalam atau 3 jam
tergantung jenis jaringan.
6. Setelah inkubasi lakukan sentrifus cepat sehingga seluruh cairan yang
melengket pada dinding tabung akan menuju ke dasar tabung. Buang
supernatan.
7. Tambahkan larutan 200 L air buffer Al, vortex selama 15 detik, lalu inkubasi
pada 70o C selama 10 menit. Lakukan sentrifus cepat dan buang supernatant
8. Selanjutnya tambahkan 200 L ethanol 99,9 % (ethanol absolut)
9. Larutan dari tabung eppendorf selanjutnya dipindahkan pada QIAamp mini
spim kolom (dalam 2 L tabung koleksi), pada saat memindahkan larutan
agar tidak menyentuh dinding tabung. Tutup penutup tabung dan sentrifus
pada 8000 rpm selama 1 menit, letakkan QIAamp kolom pada tabung koleksi
yang baru dan buang tabung koleksi yang sudah mengandung filtrate.
10. Tambahkan 500 L buffer AW1 tanpa menyentuh dinding tabung, tutup
penutup, lalu sentrifus 8000 rpm selama 1 menit, letakkan kembali kolom
pada tabung koleksi yang baru dan buang tabung koloeksi yang
mengandung filtrate.
11. Tambahkan 500 L buffer AW 2 pada kolom tanpa menyentuh pinggir
tabung, tutup lalu sentrifus pada 14000 rpm selama 3 menit
12. Buang filtrate lalu tempatkan kembali column pada tabung koleksi yang
sama, lalu sentifus kembali pada 1400 rpm selama 1 menit.
17
13. Selanjutnya QIAamp column diletakkan pada tabung eppendorf 1,5 mL dan
ditambahkan buffer AE sebanyak 100 L, inkubasi pada suhu kamar selama
1 menit, sentrifus pada 8000 rpm selama 1 menit
14. Langkah 13 diulangi dengan menambahkan lagi larutan buffer AE sebanyak
100 L pada tabung yang sama, lalu diinkubasi selama 1 menit dan
selanjutnya disentrifus pada 8000 rpm selama 1 menit. Total larutan DNA
yang diperoleh adalah 200 L.
15. Simpan hasil ekstrak DNA pada suhu -20o C sebelum digunakan.
Amplifikasi DNA Virus
Amplifikasi DNA dengan teknik M-PCR dilakukan dengan komposisi dan kondisi
PCR sebagai berikut:
Komposisi PCR
Master mix
Primer
Template DNA
MiliQ
Coral Land
12,5
0,8 X (3
psg)
2,0
3,2
2,5
Jumlah
25 l
GGGGGCACAAGTCTCACAAG3
Primer Spesifik Virus IHHNV yaitu Primer yang berukuran 302 bp
Dengan urutan nukleotida 5ATTTCTCCAAGCCTTCTCACC
TGATGTAAGTAATTCCTCTCTGT3
Primer Spesifik Virus HPV yaitu Primer yang berukuran 659 bp
Dengan urutan nukleotida 5CATACATCGTCTTTCTTCTCC
18
GGCTCATCGTCTTTCTTCTCC3
kondisi PCR
Proses
Predenaturasi
Denaturasi
Annealing
Extension
Final Extension
Siklus MPCR
Suhu
94 C
94 C
56 C
72 C
72 C
Lama
10
30
30
1
5
35 siklus
19
IHHNV dan MBV terhadap sampel-sampel yang dideteksi maka gel hasil
elektroforesis diamati menggunakan uv transilluminator yang sekaligus dilakukan
pengambilan gambar.
Histopathology
Prosedur kerja histologi udang windu adalah sebagai berikut:
1. Memfiksasi jaringan yang terinfeksi pada Larutan Davidson selama 48 jam
2. Melakukan washing pada Alkohol 70% selama 15 menit
3. Melakukan dehidrasi pada Alkohol 70%, 80%, 90%, dan 100% masing4.
5.
6.
7.
20
Prevalensi Virus
Pengukuran prevalensi IHHNV,MBV,dan HPV menggunakan rumus
Fernando et al (1972) sebagai berikut:
Dimana :
Prev
Histopatologi
Histopatologi udang yang terinfeksi virus diketahui dari kondisi histology
seperti hypertropeid nukleat, inclusion body, respon eosinofilik atau basofilik
jaringan (Lightner,1996)
Analisis Data
Data penelitian mengenai prevalensi virus yang berasosiasi dengan
penyakit kerdil dan kondisi histopatologis dianalisis secara deskriptif dengan
bantuan gambar.
21
1. Amplifikasi DNA
Berdasarkan hasil pengamatan di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan
Jurusan Perikanan UNHAS yang dilakukan pengujian dengan teknik multipleks
PCR (Polymerase chain reaction) terhadap sampel benih udang windu dari lokasi
pembenihan di Kabupaten Barru, diperoleh hasil bahwa benih udang windu
terinfeksi oleh virus MBV dan IHHNV sedangkan virus HPV tidak ditemukan.
Berikut gambar visualisasi DNA sampel yang terinfeksi virus tersebut.
100
500
305
bp
302
100
22
penanggulangan penyakit.
Organisme penular (karier) dapat berupa rebon (mysid shrimp), udang
putih, kepiting, wideng, udang windu sendiri yang menularkan penyakit secara
horizontal. Penularan secara vertikal dapat terjadi melalui induk menular ke Larva
(Anonim, 2007).
2. Prevalensi virus
Prevalensi virus MSGS pada benih udang windu di kab. Barru dapat
dilihat pada table berikut.
23
Tabel 3. Prevalensi Virus MBV, IHHNV, dan HPV Pada Benih Udang Windu di
Kabupaten Barru
Pembeni
han
A
B
C
D
Rata-
JMLH
SAMPE
L
3
3
3
3
+
MBV
PREVALE
NSI MBV
+
IHHNV
3
3
2
1
100%
100%
66,66%
33,33%
3
0
1
0
PREVALE
NSI
IHHNV
100%
0%
33,33%
0%
74%
+ HPV
0
0
0
0
33%
PREVALE
NSI
HPV
0%
0%
0%
0%
0%
rata
Berdasarkan
tabel
di atas menunjukkan
tempat
pembenihan
di
Kabupaten Barru terjangkit virus MBV dan IHHNV sedangkan virus HPV tidak
ditemukan. Tingkat prevalensi di lokasi ini virus MBV menunjukkan sangat tinggi
dengan rata-rata yaitu 74%,hal ini disebabkan Baculovirus tipe A yang
mengandung DNA stranded ganda sebagai tipe asam nukleatnya sehingga
multiplikasi DNA nya lebih banyak (Lightner, 1996). Serangan penyakit MBV
terjadi pada semua stadia udang, tetapi timbulnya penyakit ini paling sering pada
stadia juvenil dan dewasa (Dana dan Hadiroseyani, 1989).
IHHNV dengan rata-rata prevalensi yaitu 33%. Virus IHHNV memiliki
pengaruh bervariasi lebih banyak mengakibatkan berat badan yang rendah pada
udang windu dan perubahan bentuk tubuh atau deformasi pada udang dewasa.
Apabila virus IHHNV ditemukan pada benih udang selama stadia post larva,
kemungkinan deformasi tubuh udang lebih cepat terjadi dan memberikan
dampak bobot tubuh dewasa yang tidak normal.
ini
tidak
menyebabkan
kematian
(Karunasagar
2009),
sehingga
24
Namun demikian, keberadaan virus MBV dan IHHNV pada benih Udang Windu
dapat mengancam prosuksi udang windu di tambak.
3. Histopatologi
Berdasarkan pengamatan histopatologi yang dilakukan terhadap sampel
benih udang windu di panti-panti benih Kabupaten Barru, didapatkan sebuah
gambar mikroskopis yang sesuai dengan ciri bentuk infeksi virus MBV dan
IHHNV.. Gambar dapat dilihat di bawah ini.
25
26
27
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 1988. Peubah Penting Mutu Air tambak Udang dalam seminar Budidaya
Udang intensif. Patra utama H. R. D dan Petro Utama Teknik, Jakarta.
Anonim, 1996. Sistem Resirkulasi pada Tambak Udang, Majalah Primadona
Perikanan, Edisi Oktober 1996, Jakarta.
Anonim,2010.PenerapanPCR.Http://www.dkp.go.id/upload/Juknis%20Penerapan
%20Best%20Management%20Practices%20 _BMP_.pdf , pada tanggal
28 November 2010, pukul 08.00 wita di Makassar.
Anonim,2010. Mengenal PCR.Http://sciencebiotech.net/mengenal-pcrpolymerase-chain-reaction/ , pada tanggal 28 November 2010, pukul
08.00 wita di Makassar.
Anonim, 2010. Hama dan penyakit. http://agromaret.com/artikel pada tanggal 28
November 2010, pukul 08.00 wita di Makassar.
Bower, S.M. 1996. Synopsis of infectious disease add parasities of commercially
exploited baculovirus in experimentally infected wild shrimp, crab and
lobsters by in situ hybridization. Aquaculture 166: 1-17
Chayaburakul,
K.,
Nash,
G.,
Pratanpipat,
P.,
Sriurairatana,
S.,
Withyachumnarnkul, B., 2004. Multiple pathogens found in growthretarded black tiger shrimp Penaeus monodon cultivated in Thailand. Dis.
Aquat. Org. 60: 8996.
Effendi, I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 163 hal
Khawsak, P., Deesukon, W., Chaivisutangkura, P., and Sukhumsirichart, W. 2008.
Multipleks RT-PCR Assay to Simultaneous detection of six viruses of
penaeid shrimp. Molecular and celluler probes. 22:177-183
Lightner. 1994. Racun dan Penyakit dalam Teknologi Pembenihan Udang.
EditorJ.M. Fox Central Jaya Interprise development project dan PT.
Jegera Amindo Sarana. Jakarta.
28
Lightner, D. V. 1999. The Penaeid Shrimps Viruses TSV, IHHNV, WSSV, and
YHV : Current status in the Americas, Available Diagnostic Methods, and
Management Strategies. In the Nutrition Fish Healt. Editor : Chhorn Lim,
Carl D. Webster. Food Production Press. New York London Oxford.
Rantetondok, A. 1986. Hama dan Penyakit Ikan. Lembaga penerbitan Universitas
Hasanuddin. Ujung Pandang
Rohmana, D. 1995. Kerentanan Benih Udang Windu (penaeus monodon) Stadia
PL 10 Asal Cilacap Jawa Tengah terhadap Infeksi Virus MBV. Skripsi S1
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rukyani, A., 2000. Penanggulangan Penyakit udang Windu. Makalah Seminar
Sehari Penanggulangan Penyakit Udang Wuidu Ditambak. Balitkandita.
Maros.
Susilowati, T. 1990. Ketidaksamaan Waktu Panen Member Peluang bagi Tumbuh
Berkembangnya Hama dan Penyakit pada Udang Tambak. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Sub Balitdita. Bojonegara. Serang.
Sunaryanto, A,., A. Mariam dan Pudjianto. 1987. Penyakit Udang. Jaringan
Informasi Perikanan Indonesia. Direktoral Jendral Perikanan Departemen
Pertanian. Jakarta.
Tancung, B. 2005. Pengembangan Budidaya Udang windu Berbasis Teknologi.
Dinas Perikanan dan Kelautan bekerja sama dengan Hasanuddin
University Press. Makassar.
Taslihan, A. 1991. Penyakit Udang dan Cara Pengendaliannya. Balai Budidaya
Air Payau. Jepara.
29